Agustijanto Indradjaja
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Jln. Condet Raya Pejaten No. 4 Pasar Minggu Jakarta Selatan
E-mail: Agustijanto2004@yahoo.com
Naskah diterima 9 Agustus 2017 — Revisi terakhir 20 Oktober 2017
Disetujui terbit 23 November 2017 — Tersedia secara online 30 November 2017
Abstract
An Archaeological research has various purposes, one is to direct a historical recon-
struction emergence and the collapsing of a dynasty and the other, can also be used to
reveal the socio-cultural aspects of a community group in the past. Some problems of
social-cultural in the past may be connected with some social cultural problems that oc-
ccured today. The issue to be revealed in this paper is the perception of ancient Javanese
people on the meaning of “beauty” for Javanese women. In this case, the researcher
used the historical-archaeology as a method; this approach seeks an equal combina-
tion of “historical” and “archaeological” data to the study of the past. The results of
research on Durga statue from Prambanan Temple and Prajnaparamita statue from Sin-
gasari temple, East Java seem to represent the perception of “beauty” for Javanese
women during that time.
Keywords: beauty, Javanese, iconography, Hindu-Buddhist
Abstrak
Penelitian arkeologi, selain ditujukan pada usaha rekonstruksi sejarah atau muncul dan
runtuhnya sebuah dinasti, dapat pula digunakan untuk mengungkapkan aspek sosial-
budaya suatu kelompok masyarakat pada masa lalu. Banyak permasalahan sosial budaya
masa lalu yang memiliki keterkaitan dengan problematika sosial budaya yang terjadi
saat ini. Permasalahan yang ingin diungkap dalam tulisan ini adalah bagaimana persepsi
masyarakat Jawa kuna terhadap kecantikan perempuan Jawa. Metode yang dipakai
adalah metode arkeologi sejarah, yakni pendekatan yang menggunakan data artefaktual
dan data tekstual yang berupa naskah untuk studi masa lalu. Hasil penelitian terhadap
arca Durga dari Candi Prambanan dan arca Prajnaparamita dari Candi Singasari, Jawa
Timur tampaknya dapat mewakili persepsi masyarakat Jawa kuna tentang kecantikan
perempuan Jawa pada masa lalu.
Kata kunci: kecantikan, Jawa, ikonografi, Hindu-Buddha
105
PURBAWIDYA Vol. 6, No. 2, November 2017: 105 – 116
106
Penggambaran Ideal Perempuan Jawa.... (Agustijanto Indradjaja)
secara massal oleh kaum industri kapitalis; ekofak yang dihasilkan masyarakat masa
seperti tubuh yang ramping cenderung lampau pada masa sejarah ketika sudah
kurus, muka cantik, bersih, dan kulit mengenal tulisan (Tjandrasasmita, 2009;
kencang (Syata, 2012). Handoko, 2012).
Karena mitos dan kriteria cantik itulah Untuk mengkaji penggambaran ideal
banyak wanita tergoda terhadap tawaran perempuan Jawa pada masa Hindu-Buddha
paket mempercantik diri yang kini banyak dilakukan tahapan sebagai berikut: (1)
bertebaran; mulai dari melangsingkan tahap pengumpulan data melalui survei;
tubuh, memutihkan kulit, mentato alis (2) tahap deskripsi dan analisis; (3) tahap
mata, membentuk bokong atau payudara, eksplanasi dan interpretasi. Tahapan
dan membuat lesung pipit. Tampak jelas penelitian yang dilakukan, sebagaimana
citra kecantikan tengah dikonstruksikan yang diperkenalkan oleh K.R. Dark,
oleh kaum industri kapitalis kecantikan, adalah bahwa di dalam penelitian
seperti yang ditawarkan iklan dalam media arkeologi setiap artefak harus dilihat
massa. Celakanya banyak perempuan yang sebagai data yang memuat informasi
terpengaruh, baik secara sadar maupun arkeologis. Akan tetapi, datanya hanyalah
tidak, mengikuti keinginan kaum industri informasi tentang eksistensinya sendiri
kapitalis kecantikan tersebut. dan tidak dengan sendirinya menjadi bukti
arkeologis. Data arkeologi baru menjadi
Jika kecantikan adalah sesuatu yang
bukti arkeologis setelah dimasukkan ke
menarik perhatian, baik bagi kaum
dalam kerangka interpretasi (Dark, 1995).
perempuan sendiri maupun kaum pria,
Dengan demikian, tahapan di dalam
bagaimanakah persepsi kecantikan
melakukan penelitian arkeologi adalah
wanita Jawa pada masyarakat Jawa kuna?
sebagai berikut.
Dapatkah konsep kecantikan perempuan
Jawa pada masa lalu direpresentasikan 1. Sumber Data.
pada arca-arca perempuan abad ke-8-13 M Sumber data di dalam penelitian
di Jawa? Sasaran penelitian ini difokuskan adalah sumber subjek dari tempat
pada tinggalan arca-arca perempuan masa data dapat diperoleh. Pada penelitian
Hindu-Buddha. ini sumber data diperoleh dari hasil
survei.
METODE Selain data artefaktual, pengumpulan
data juga dilakukan dengan
Arkeologi sebagai bagian ilmu budaya melakukan penelusuran literatur
dalam mencapai tujuan penelitian sering yang berhubungan dengan kajian
kali membutuhkan disiplin ilmu lain, data artefaktual dalam bentuk buku,
baik sebagai alat pengolah data maupun prosiding serta artikel/makalah
membantu dalam melakukan interpretasi. lainnya.
Usaha tersebut kemudian menghasilkan
ilmu perbatasan, seperti arkeologi sejarah 2. Data.
(Harkatiningsih et al., 1999). Menurut Temuan arkeologi yang diperoleh
Tjarasasmita, arkeologi sejarah adalah melalui survei diolah menjadi
arkeologi yang mempelajari masyarakat data dengan melakukan deskripsi
masa lampau melalui artefak, fitur, dan terhadap temuan, yang dilanjutkan
107
PURBAWIDYA Vol. 6, No. 2, November 2017: 105 – 116
dengan analisis. Ada dua jenis 3. Evidence turunkan pada tahap cara,
analisis, yakni analisis khusus yang dilakukan adalah meletakkan
dan analisis kontekstual. Analisis temuan di dalam konteks arkeologi.
khusus merupakan analisis yang Konteks di dalam arkeologi dapat
menitikberatkan pada ciri-ciri fisik bermakna konteks ruang atau waktu
artefak/ikonografi. pada saat arca dibuat dan digunakan.
Menyangkut aspek ikonografi pada Analisis konteks dapat digunakan
arca, menurut Edi Sedyawati, ada dua untuk menjawab pertanyaan penelitian
nilai yang akan diperhatikan, yakni dengan cara menempatkan kajian arca
(1) nilai ikonografi, menyangkut ini ke dalam ruang dan waktu pada
sistem tanda yang mempunyai fungsi saat dibuat dan digunakan.
sebagai penentu identitas tokoh yang 4. Interpretasi turunkan pada tahap ini
digambarkan di dalam relief; (2) nilai dilakukan juga komparasi dan analogi
seni, menyangkut unsur gaya yang dengan data, seperti sumber tertulis
penggarapannya menentukan indah lainnya yang terkait yang diharapkan
dan buruknya relief sebagai ekspresi dapat membantu menjelaskan
dorongan keindahan pada manusia keberadaan arca yang dimaksud.
(Sedyawati, 1980).
Analisis ikonografi yang dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
pada arca bertujuan untuk mengenali
tokoh yang digambarkan, tetapi Di Jawa kisah yang terjadi pada
tulisan ini lebih banyak mengungkap tokoh-tokoh besar juga dilatarbelakangi
nilai seni suatu arca. Untuk oleh kecantikan. Seperti kisah perkawinan
mengungkap permasalahan nilai seni, Ken Dedes dan Ken Angrok, yang dapat
digunakan pendekatan kajian seni menggambarkan bagaimana kecantikan
yang menurut Edi Sedyawati di dalam Ken Dedes telah mendorong Ken Angrok
estetika Hindu dikenal rumusan bersedia melakukan apa pun untuk
bahwa suatu hasil seni dikatakan mendapatkan Ken Dedes, sampai harus
indah dan berhasil ketika memenuhi merebutnya secara paksa dari suaminya
enam syarat (sad-angga) atau dengan cara membunuh Tunggul Ametung.
sekumpulan syarat yang terdiri atas Kisah ini termaktub di dalam naskah
enam bagian atau perincian (angga). Pararaton, sebuah naskah sastra berbahasa
Oleh karena itu, rumusan ini disebut Jawa Pertengahan (Padmapuspita, 1966).
sad-angga. Keenam sad-angga ini Hal ini menunjukkan bahwa kecantikan
adalah (1) rupabheda/pembedaan adalah idaman dan harapan bagi setiap
bentuk, (2) sadrsya/kesamaan dalam pria.
penglihatan, (3) pramana kesesuaian Naskah-naskah kuna juga
dengan ukuran yang tepat, (4) mendeskripsikan kecantikan seorang
warnikabhangga pewarnaan; (5) perempuan Jawa dengan menyebutkan
bhawa suasana atau pancaran rasa, secara detail bagian fisik seorang
dan (6) lawanya keindahan, kualitas perempuan Jawa yang dianggap cantik.
yang ditentukan oleh bakat seniman Dalam kisah Sri Tanjung disinggung
(Sedyawati, 1981). bagaimana kecantikan Sri Tanjung,
108
Penggambaran Ideal Perempuan Jawa.... (Agustijanto Indradjaja)
109
PURBAWIDYA Vol. 6, No. 2, November 2017: 105 – 116
110
Penggambaran Ideal Perempuan Jawa.... (Agustijanto Indradjaja)
dan rambut raksasa (asura). Arca Durga diterapkan pada arca Durga. Syarat pertama
diletakkan di salah satu ruang di sisi adalah rupabheda, yakni perbedaan bentuk
utara Candi Siwa, Prambanan karena yang digambarkan harus segera dikenali
kedudukannya sebagai çakti Siwa. orang yang melihatnya, pada arca Durga
Arca Prajnaparamita digambarkan dan arca Prajnaparamita syarat ini terpenuhi
sebagai sosok seorang wanita yang sangat mengingat seniman menggambarkan
cantik dengan ornamen yang sangat mewah arca Durga dengan sejumlah atribut yang
yang menghiasi tubuhnya. Roman mukanya merupakan ciri-ciri arca Durga dan arca
tenang dan pandangan mata terpusat pada Prajnaparamita dengan atributnya seperti
satu arah. Arca digambarkan dalam posisi yang ditemukan dalam sumber tertulis.
duduk bersila di atas padmasana dan Penggambaran Durga berdasarkan kitab
memiliki sandaran arca dan halo, aura cahaya Devi Mahatmya tampaknya sudah sesuai
yang melingkar di belakang kepala yang dengan nama yang disandangnya, yakni
menandakan seorang dewi. Kedua tangan di Durga Mahisasuramardhini yang berarti
depan dada dalam sikap dharmacakramudra Dewi Durga pembunuh raksasa (asura)
dan lengan kiri mengapit satu batang bunga yang menjelma menjadi seekor kerbau
teratai biru (utpala) yang di atasnya terdapat (mahisa) maka Durga digambarkan
keropak naskah Prajnaparamita sutra dari berdiri di atas seekor kerbau. Sebagai
daun lontar. dewi yang digambarkan tengah berperang
dengan asura, Durga dilengkapi dengan
Pemilihan arca Durga dari Candi sejumlah laksana, seperti trisula, sangkha,
Prambanan dan arca Prajnaparamita pedang, panah, dan busur. Kisah Durga
dari Singasari dilatari oleh pandangan yang bertarung melawan Mahisasura ini
masyarakat Jawa yang memandang kedua ditemukan di dalam berbagai purana
arca ini sebagai representasi perempuan seperti Varadha dan Vamana. Ada
Jawa yang cantik. Arca Durga dari Candi perbedaan secara detail, tetapi pada
Prambanan dipercaya oleh masyarakat intinya arca tersebut berkisah mengenai
Jawa sebagai perwujudan Dewi Lara pertempuran Dewi Durga dengan asura
Jonggrang, putri dari Raja Ratu Baka yang (Sahai, 1975).
pernah berkuasa di Jawa. Cerita rakyat yang
sangat populer ini menyebutkan bahwa Ciri utama dari penggambaran
Dewi Lara Jonggrang adalah anak Prabu bodhisattvadewi Prajnaparamita adalah
Baka yang amat cantik jelita. Dewi Lara sikap kedua tangan dharmacakramudra
Jongrang kemudian dikutuk menjadi arca dan lengan kiri yang mengapit satu
oleh Bandawasa karena menolak dijadikan batang bunga teratai biru (utpala) yang
istri Bandawasa. Demikian pula arca di atasnya terdapat Prajnaparamita sutra
Prajnaparamita, sering kali digambarkan yang terbuat dari daun lontar. Naskah
sebagai perwujudan Ratu Ken Dedes yang Prajnaparamita adalah salah satu sutra
sangat cantik dalam sejarah Kerajaan di dalam aliran Buddha Mahayana yang
Singasari (Kempers, 1959). membicarakan hikmat yang sempurna
Apabila arca Durga dan arca (Hadiwijoyo, 2008). Dengan demikian,
Prajnaparamita ditinjau dari enam syarat sebenarnya tokoh Boddhisattvadewi
(sad-angga) keindahan menurut estetika Prajnaparamita adalah perwujudan dari
Hindu, tampaknya semua syarat dapat naskah Prajnaparamita itu sendiri.
111
PURBAWIDYA Vol. 6, No. 2, November 2017: 105 – 116
112
Penggambaran Ideal Perempuan Jawa.... (Agustijanto Indradjaja)
KeduaPerbedaan
arca Durga (arcadalam
lainnya Durgamenggambarkan
India bagian mata arca. Bagian mata di
dan Jawa) digambarkan sebagai sosok
arca India dan Jawa juga menarik untuk diamati. Menurut kitab Visnudharmottaram,
dewi
Indiayang cantik
ada lima macam olehukuran
sang keindahan
seniman mata, yakni (1) mata seperti busur, (2) mata
pembuatnya,
seperti daun tetapi
padma,
Gambar tetap
1. Arca(3)
Durga hasil
mata karya mata
darimenyerupai kelinci,
Gambar Gambar
(4) Arca
mataDurga
2. Arca 2.Durga
menyerupai
dari candi
dari Candi
ikan
Prambanan,
keduanya terasadanberbeda.
berperutAnuradhapura,
besar, (5)
Indiamata Pengarcaan
Abadseperti
Ke-10 daun teratai Prambanan,
biru. Selain Jawa
itu, Tengah
di India Abad Ke–9/10
sendiri
Jawa Tengah Abad Ke–9/10 (Sumber: https:// setiap
(Sumber: lankapura.com) (Sumber: https://id.wikipedia.org.)
Durga yang
zaman memiliki ukuran merepresentasikan
keindahan sendiri, pada zaman Maurya id.wikipedia.org.)
dan Sunga, mata arca
digambarkan terbuka,
Perbedaan sedangkan
lainnya dalampada masa kesenianbagian
menggambarkan Gupta,mata
mataarca.
diberi bentukmata
Bagian matadi
semedi (Wirjosuparto,
arca India dan Jawa juga 1956).menarik
Perlu diperhatikan bahwa
untuk diamati. kitab Visnudharmottaram,
penggambaran
Menurut mata ini berlaku 113
secara umum pada seluruh arca India, yang bergantung pada karakter
India ada lima macam ukuran keindahan mata, yakni (1) mata seperti busur, (2) mata arca yang ingin
digambarkan.
seperti daun Untuk
padma,penggambaran mata seorang
(3) mata menyerupai mataperempuan
kelinci, (4) ideal,
matakitab Kama-Kalpa
menyerupai ikan
India menyebutkan
berperut besar, dan bahwa
(5) mata mata ideal
seperti seorang
daun terataiperempuan
biru. SelainIndia
itu, didiibaratkan
India sendirisebagai
setiap
mata
zamananak kijang sehingga
memiliki mata perempuan
ukuran keindahan sendiri,India
padacenderung
zaman Maurya digambarkan
dan Sunga,secara penuh
mata arca
seperti mata kijang (Gambar 3).
digambarkan terbuka, sedangkan pada masa kesenian Gupta, mata diberi bentuk mata
semediPenerapan bentuk
(Wirjosuparto, mata Perlu
1956). pada diperhatikan
seni arca Jawa jugapenggambaran
bahwa disesuaikan dengan mata inikarakter
berlaku
PURBAWIDYA Vol.titik
memandang pada satu 6, No. 2, November
tertentu. Hal 2017: 105 – 116
itu dapat ditemukan dalam penggambaran mata
pada arca Prajnaparamita (Gambar 4).
ideal seorang perempuan India diibaratkan
sebagai mata anak kijang sehingga mata
perempuan India cenderung digambarkan
secara
memandang pada satu titik tertentu. Hal itu dapat penuh seperti
ditemukan dalam mata kijang (Gambar
penggambaran mata
pada arca Prajnaparamita (Gambar 4). 3).
Gambar 3. Arca Nayika Candi Lingaraja, Gambar 4. Arca Prajnaparamita dari Candi
Gambar 3. Arca Nayika Candi Lingaraja,
Bhubanesvara, India (Sumber: Mookerjee, 1966)
Bhubanesvara, India (Sumber: Mookerjee, 1966) Singasari (Sumber: Kempers, 1959)
Perbedaan
SIMPULAN lainnya dalam
menggambarkan
Sudah diketahui secara umum arca.
bagian mata bahwa para seniman, dalam menghasilkan karya
Bagian
seninya,mata
Gambar di arca India
sangat3.bergantung dan
Arca Nayika pada Jawa
Candirealitasjuga
kehidupan
Lingaraja, sehari-hari yangPrajnaparamita
ditemuinya.dari Di sisiCandi
Gambar
Gambar 4. 4.Arca
Arca Prajnaparamita dari
Candi
menarik untuk
Bhubanesvara, diamati.
India Menurut
(Sumber: kitab
Mookerjee, 1966)
lain relief-relief yang dipahatkan pada dinding candiSingasari juga merepresentasikan
Kempers,kondisi
Singasari (Sumber:
(Sumber: Kempers, 1959)
1959)
Visnudharmottaram, India ada lima
kehidupan sehari-hari tempat seniman relief pada masa itu berada. Perbedaan bentuk
macam ukuran keindahan mata, yakni
ideal seorang perempuan ini secara sadar dimiliki oleh Penerapan
seniman bentuk mata padadi seni
arca Hindu-Buddha
(1)SIMPULAN
mata seperti busur, (2) mata seperti
Jawa sehingga hasil karya seniman arca dengan
Jawa juga disesuaikan dengan
daun padma, (3) mata
Sudah diketahui umumJawa
menyerupai
secara bahwaberbeda
para seniman,seniman India meskipun
dalam menghasilkan karya
karakter tokoh
menggambarkan tokoh yang sama dalam agama Hindu, yakni Durga ataupun arca yang digambarkan.
mata kelinci, (4) mata menyerupai ikan
seninya, sangat bergantung pada realitas kehidupan sehari-hari yang ditemuinya. Di sisi
Prajnaparamita di dalam agama Buddha. Dengan Mata yang hasil
melihat berbentuk
karya senibusurarcadigunakan
pada
berperut besar, dan
lain relief-relief yang (5) mata seperti
dipahatkan pada dinding candi juga merepresentasikan kondisi
masa Hindu-Buddha dapat diketahui bagaimana untuk orangcantik
persepsi yang seorang
beryoga,perempuan
mata kelinci
daun terataisehari-hari
kehidupan biru. Selain itu,seniman
tempat di India relief digunakan
pada masa itu berada. Perbedaan bentuk
Jawa pada masazaman
itu. Melalui bantuanukuran untuk menggambarkan
seniman masa lalu itu pula dimungkinkan bagi kita orang
sendiri setiap
ideal seorang perempuan memiliki
ini secara sadar dimiliki oleh seniman arca Hindu-Buddha di
untuk merekonstruksi
keindahan sendiri, pada sebagianMaurya
zaman aspek yang marah,masa
kehidupan mata seperti daun padma
lalu, kemudian
Jawa sehingga hasil karya seniman Jawa berbeda digunakan dengan
untukseniman
orang India
yang meskipun
ketakutan
membandingkannya
dan Sunga, matatokoh dengan
arcayang kehidupan masa
digambarkan kini. Dengan pembahasan yang
menggambarkan sama dalam agama Hindu,
(Sedyawati, yakni
1981). Durga
Bentuk ataupun
mata arca
tersebut
menyangkut
terbuka, postur ideal
sedangkan pada seorang
masa perempuan
kesenian di dalam kebudayaan Jawa terlihat bahwa
Prajnaparamita di dalam agama Buddha. Dengan melihat hasil karya sumber
dikomparasi seni arca naskah
pada
masyarakat
Gupta, mata Jawa
diberimemiliki
bentuk cita
matarasasemedi
yang berbeda dengan citadengan
rasa mengenai bentuk
masa Hindu-Buddha dapat diketahui bagaimana
ideal perempuan1956).
India. untukpersepsi
menggambarkan
cantik seorangmataperempuan
perempuan
(Wirjosuparto,
Jawa pada masa itu. Melalui bantuan seniman Jawa masa ideal yang
lalu itu puladigambarkan
dimungkinkanjika melirik
bagi kita
Perlu diperhatikan bahwa sangat
untuk merekonstruksi sebagian aspek kehidupan masa lalu, kemudian menawan sehingga sering kali
penggambaran
membandingkannya mata ini berlaku
dengan secara masa
kehidupan digambarkan dengan pembahasan
kini. Dengan kelopak matayang yang
DAFTAR PUSTAKA
umum pada postur
seluruh arca India,perempuan
yang dibuka separuh (seperti orang
menyangkut
Atmodjo, M. M. S. K.ideal seorang
(1978). Wanita Padmanagara.di dalam kebudayaan
Majalah Arkeologi,Jawa 3–15.semadi),
terlihat
II(2), bahwa
bergantung pada karakter arca yang ingin memandang pada
masyarakat Jawa memiliki cita rasa yang berbeda dengan cita rasa mengenai bentuksatu titik tertentu. Hal
Dark, K. R.
digambarkan. (1995).
Untuk Theoretical Archaeology.
penggambaran mata New York: Cornell University Press.
itu dapat ditemukan dalam penggambaran
ideal perempuan India.
seorang perempuan
Endraswara, S. (2013).ideal, kitab
Seksologi Kama-
Jawa. Jakarta: mata pada Widya
Wedatama arca Prajnaparamita
Sastra. (Gambar
Kalpa India menyebutkan bahwa mata 4).
DAFTAR PUSTAKA
114
Atmodjo, M. M. S. K. (1978). Wanita Padmanagara. Majalah Arkeologi, II(2), 3–15.
Dark, K. R. (1995). Theoretical Archaeology. New York: Cornell University Press.
Endraswara, S. (2013). Seksologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Penggambaran Ideal Perempuan Jawa.... (Agustijanto Indradjaja)
DAFTAR PUSTAKA
Atmodjo, M. M. S. K. (1978). Wanita Padmanagara. Majalah Arkeologi, II(2), 3–15.
Dark, K. R. (1995). Theoretical Archaeology. New York: Cornell University Press.
Endraswara, S. (2013). Seksologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Hadiwijoyo, H. (2008). Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: Gunung Mulia.
Handoko, W. (2012). Skesta Arkeologi Islam di Maluku. Kapata Arkeologi, 8(2), 73–84. Retrieved
from http://kapata-arkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/kapata/article/view/189/176
Harkatiningsih, N., Prasetyo, B., Eriawati, Y., Novita, A., Laili, N., & SImanjuntak, T. (1999).
Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Holt, C. (2000). Melacak Jejak Perkembangan seni di Indonesia. Jakarta: arti.line.
Kempers, A. J. B. (1959). Ancient Indonesia Art. Cambridge: Harvard University Press.
Kumar, A. (2008). Prajurit Perempuan Jawa Kesaksian Ilwal Istana dan Politik Akhir Abad ke-
18. Jakarta: Komunitas Bambu.
Mookerjee, A. (1966). Arts of India From Prehistoric to Modern Times. Japan: Charles E.Tuttle
Company.Inc.
Padmapuspita.J. (1966). Pararaton. Jogyakarta: Taman Siswa.
Poesponegoro, M. D. dan N. N. (1984). Sejarah Nasional Indonesia II. (B. Sumadio, Ed.). Jakarta:
Balai Pustaka.
Purwadi. (2011). Tata Hubungan Pria Wanita dalam Pandangan Budaya Jawa dalam Kumpulan
Makalah Seminar Hari Kartini. Yogyakarta.
Rahardjo, S. (2001). Perempuan dan Kekuasaan dalam Dinamika Perempuan Nusantara. Jakarta:
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.
Redaksi, T. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sahai, B. (1975). Iconography of Minor Hindu and Buddhist Deities. New Delhi: Abhinav
Publications.
115
PURBAWIDYA Vol. 6, No. 2, November 2017: 105 – 116
Santiko, H. (1987). Kedudukan Bhatari Durga di Jawa pada abad X-XV Masehi. Universitas
Indonesia.
Sedyawati, E. (1980). Pemerian Unsur dalam Analisis Seni Arca. In Pertemuan Ilmiah Arkeologi
I (pp. 208–232). Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukkan. Jakarta: PT. Jaya Pirusa.
Susetyo, S. (2002). Pandangan Masyarakat Jawa Tentang Perkawinan dari Masa Jawa Kuna
hingga Kini (Berdasarkan Karya Sastra dan Relief). Amerta, 22, 84–98.
Syata, N. (2012). Makna Cantik di Kalangan Mahasiswa dalam Perspektif Fenomenologi.
Universitas Hasanudin.
Tjandrasasmita. Uka. (2009). Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Gramedia.
Wirjosuparto, S. (1956). Sedjarah Seni Artja India. Jogjakarta: Kalimosodo.
116