Anda di halaman 1dari 14

Buletin Al-Turas

Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016

Kuasa dalam Kajian Écriture Féminine ; Sebuah


Pendekatan Budaya
Ita Rodiah1

Abstract
This article discusses about the development of women awarness in viewing themselves – as women
and/or become feminine – in literal tradition. Masculinity domination on the literal tradition touches
the most private and sensitive aspects possessed by women, which undergone frigidity in its function
and role.The success had attracted other academic community desire to play a role on their sectors.
Eventhough the polemic on the discourses were ornamented by different kinds of conflict of interesst
and disputes in expressing their academic argumentation, however, it can not be denied and it will
lead to bear a big influence to completing an empty space to each other of their parts. After meeting,
discussing, and fighting for their literal tradition, they (women) began to realize their consciousness
on their essence and existence as women known as woman.

Keywords: Écriture Féminine, Kesadaran, Inner Dialectical, Nature-Nurture, Interdisipliner,


Cultural, Male’s View, Dominasi, Opresi, Reduksi.

Abstrak
Artikel ini mengkaji perkembangan kesadaran perempuan dalam melihat dirinya –sebagai
perempuan dan atau menjadi perempuan- dalam tradisi literer. Dominasi maskulinitas dalam tradisi
literer tersebut menyentuh wilayah paling sensitif yang dimiliki oleh perempuan, wilayah yang
sempat mengalami frigiditas dalam fungsi dan perannya.Keberhasilan tersebut pun menarik hasrat
komunitas akademik lainnya untuk memainkan peran pada wilayahnya masing-masing. Kendatipun
polemik dalam diskursus tersebut dihiasi dengan pelbagai konflik kepentingan dan pertentangan
dalam mengemukakan argumentasi akademik, tetapi tidak dapat disangkal hal ini justru melahirkan
pengaruh besar dalam upaya untuk saling mengisi ruang yang masih kosong pada masing-masing
wilayah yang menjadi bagiannya. Setelah perempuan bertemu, bercengkrama, dan bergulat dalam
tradisi literer kemudian lahirlah kesadaran perempuan terhadap esensi dan eksistensinya sebagai
seorang yang disebut perempuan.
Kata Kunci: Écriture Féminine, Kesadaran, Inner Dialektikal, Nature-Nurture,
Interdisipliner,Kultural, Male’s View, Dominasi, Opresi, Reduksi.

1
Fakutas Ilmu Budaya Universitas Indonesia

113
Ita Rodiah :
Kuasa dalam Kajian ...

A. Pendahuluan dialecticalantara kontribusi kemajuan


keilmuan dan kontribusi perempuan
Pertemuan perempuan dengan
terhadap keilmuan terjalin dan saling
tradisi literer melahirkan warna baru
melengkapi satu dengan lainnya.
yang memperkaya pemikiran, dengan
menyusup pada sekat-sekat disiplin Pemikiran yang lahir dari
keilmuan, sebagai bagian dari khazanah kesadaran tersebut bertolak dari asumsi-
peradaban. Wacana tersebut bermula asumsi sosiopolitis yang bertebaran
ketika perempuan mulai mengenali dan secara tidak berimbang bahkan terkesan
menyadari esensi dan eksistensi dirinya memarjinalkan salah satu pihak, dalam
sebagai seorang perempuan.2 Kesadaran hal ini perempuan. Teks menjadi bagian
personal tersebut lahir karena refleksi penting, yang dapat memanifestasikan
diri terhadap peran dan posisinya sebagai proses produksi dan resepsi yang
makhluk yang memiliki kebebasan diembannya, dari wacana ini.
dan kekuasaan atas dirinya sendiri.3 Identifikasi yang dilakukan perempuan
Di samping itu, kesadaran perempuan terhadap adanya upaya marginalisasi
tersebut muncul seiring dengan yang ditujukan pada perempuan melalui
berkembangnya ilmu, pengetahuan, penggambaran (imagery),5 pencitraan
wacana, dan ragam bentuk pengalaman negatif (stereotype),6 penyembunyian
lainnya yang diekspresikan dalam perempuan dalam sejarah (hidden
pelbagai media.4 Dalam hal ini inner from history),7 bahkan hanya sebagai
2
Amin mengatakan al-mar’ah hiya insanun
mithlu al-rajul la takhtalif ’anhu fi al-a‘da’ wa History (London and New York: Routledge,
wazaifiha wa la fi al-ihsas wa la fi al-fikr wa la fi 1996), 53. Sastra dibagi dua al adab al niswi wa
kulli taqtadihi haqiqah al-insan min haithu huwa al adab al dhukuri, lihat A.Khalil Sulaimah dan
al-insan, lihat Qosim Amin, Tahrir al-Mar’ah A.Mashquq Hunayah, “al Adab al Niswi Baina
(Kairo: Dar al-Maktabah, 1899), 23. Ahmadi al Markaziyah wa al Tahmish”, al Multaqa al
juga mengatakan …women;s issues became an Dawli al Awwal Fi al Must{alah al Naqdi Yau-
integral part of the modern Islamic discours- mi, No.9, 2011, 265.
5
es (everywhere in Muslim countries). Lihat Novac mengatakan absent in homeless wom-
Fereshteh Ahmadi, “Islamic Feminism in Iran: en’s experience of housing. Lihat Sylvia No-
Feminism in a New Islamic Context”, Journal vac, Joyce Brown, dan Carmen Bourbonnais,
of Feminist Studies in Religion, Vol.22, No.2, No Room of Her Own: A literature Review on
2006, 35. Woman and Homelessness (Canada: CMHC,
3
cooke dalam “Arab Women Writers” men- 1996), 9. Evelyn S Newlyn, ‘Image of Woman
gatakan setidaknya pada abad 19 para penulis in Sixteenth-Century Scottish Literary Manu-
perempuan di dunia Arab mulai menemukan scripts” dalam Elizabeth Ewan dan Maureen
kebebasannya misalnya Zaynab Fawwaz (1850- M. Meikle, Women in Scotland C 1100 C 1750
1914), Wardah al Yaziji (1838-1924), Mayy (Great Britain: Tuckwell Press, 1999), 56.
6
Ziyadah (1886-1941), A‘ishah al Taymuriyyah C.Nathan DeWall, T.William Altermatt, dan
(1840-1918), Malak Hifni Nasif-Bahithat al Heather Thompson, “Understanding of Structure
Badiyah (1886-1918) ‘Ulfah al Idlibi (1912), of Stereotypes of Women: Virtue and Agency as
Suhayr Qalamawi (1911), ‘A‘ishah ‘Abd al Dimensions Distinguishing Female Subgroups”
Rahman-Bint al Shati‘ (1912-1974), Layla dalam Psychology of Women Quarterly (USA:
Ba‘albaki (1936), Latifah al Zayyat (1925), Blackwell Publishing, 2005), 396. Gardiol Van
Najibah al ‘Assal (1921). Lihat MM. Badawi, Niekerk, “Stereotyping Women in Ancient Ro-
Modern Arabic Literature (UK: Cambridge Uni- man and African Societies: A Dissimilarity in
versity Press, 1992), 443, 444, 449, 450. Culture”, Revue Internationale des droits de
4
Eksistensi dan karya-karya yang ditulis per- l’Antiquite, 3 serie, XLVII, 2007, 369.
7
empuan seringkali mendapat perlakuan berbe- Istilah ini diperkenalkan oleh Sheila Rowboth-
da. Lihat Janet Montefiore, Men and Women am dalam “Hidden from History: Rediscovering
Writer of The 1930: The Dangerous Flood of Women in History from The 17th Century to the

114
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016

pelengkap sejarah (add a supplement tersebut berkaitan dengan kesetaraan


to history)8telah melahirkan banyak gender yang melibatkan pelbagai ilmu
reaksi.9 pengetahuan yang bersifat multidisiplin,
Opresi dan reduksi terhadap interdisipliner.
diri perempuan yang diciptakan
oleh social contruction, male’s view, B. Pembahasan
telah melahirkan berbagai bentuk
legitimasi ketidakadilan dan penindasan 1. Relasi Tubuh dan Perempuan da-
terhadap perempuan yang sejatinya lam Tradisi Literer
mengkondisikan perempuan secara
psiklogis, politis, bahkan sosial Stereotype, pencitraan negatif,
sebagai the second human being. terhadap perempuan terbangun dari
Perbedaan secara kultural diciptakan teks-teks yang diciptakan secara tidak
dan disesuaikan dengan dominasi, seimbang oleh dominasi partriarkhi
hegemoni, dan kompetensi-komptensi termasuk di dalamnya teks yang bersifat
aktual yang terjadi di dalamnya.10 Atas imajinatif, imaginary work Hal tersebut
dasar inilah peran l’écriture féminine tidaklah muncul dengan sendiri karena
diperlukan untuk mengimbangi adanya proses internalisasi sistem
ketidakadilan itu. Kesadaran kultural nilai terhadap diri subjek dalam proses
produksinya, kekuasaan. Dalam proses
Present“ dan Ann D. Gordon, “The Problem of resepsi, ketika berhadapan dengan
Women’s History” dalam Berenice A. Caroll, teks tersebut, pelbagai subjek dengan
“Liberating Women History: Theoretical and
Critical Essay”. Lihat Andi Syamsul Rijal, “Per-
paradigma dan pengalaman khas
anan Perempuan dalam Historiografi Indone- yang dimilikinya akan melahirkan
sia”. Lihat juga Deborah Simnonton, The Rout- celah-celah interpretasi yang berbeda.
ledge History of Women In Europe Since 1700 Dengan demikian aliran yang
(London and New York: Routledge, 2006), 8. saling mempertanyakan tidak dapat
8
Virginia Woolf, Room of One’s Own, 51 terelakkan. Terlebih ketika hal itu telah
9
Reaksi Simone de Beauvoir One is not born membiaskan antara yang alami dan
but rather become a woman, lihat Judith Butler,
“Sex and Gender In Simone De beauvoir’s Sec-
bentukan, hal tersebut membukakan
ond Sex’, Yale French Studies, No.72, 1986, 35. kesadaran tentang adanya ketimpangan
Lihat juga Toril Moi, What Is a Woman? And antara nature-nurture/culture,11 publik-
Other Essays (tp: Oxford University Press, ttt domestik, konstruksi-dekonstruksiyang
),5 dan “I Am Not A Woman Writer”, dalam dialamatkan pada perempuan.12 Semua
Feminist Theory (LA: Sage Publications, 2008),
263.Cixous dengan L’ecriture Feminine-Femi-
itu digunakan untuk memikirkan ulang
nine Writing, lihat Héléne Cixous, “The Laugh relasi laki-laki dan perempuan yang
of The Medusa”, Signs Chicago Journal, Vol.I, telah dikonstruksi sedemikian rupa,
No.4, 1976, 878, 883. Woolf dengan A Room of sehingga terjadi ketidakseimbangan
Her Own, lihat Virginia Woolf, Room of One’s gender dalam tatanan dunia yang tidak
Own (London: Grafton, 1977), 7. Luce Irigaray
dengan Female Language, lihat Rosemarie Put-
sekadar literer tetapi juga realitas.
nam Tong, Feminist Thought: A More Compre-
11
hensive Introduction (USA: Westview, 2009), Alison L.Booth dan Patrick J.Nolen, “Gender
156. Differences In Risk Behaviour: Does Nurture
10
Lihat Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, Matter?”, IZA Paper, No.4026, 2009, 1-3.
12
dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme Simonton menggunakan istilah non-male per-
hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana spective and non canonical perspective. Lihat
Naratif (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007), Deborah Simnonton, The Routledge History of
187-188. Women In Europe Since 1700, 3.

115
Ita Rodiah :
Kuasa dalam Kajian ...

Infiltrasi penguasa terhadap keduanya akan menjadi tidak bermakna


budaya tertentu dalam wujud indoktrinasi ketika salah satunya tidak memiliki
tersebut dapat bersifat eksplisit, kekuatan. Secara sederhana, redupnya
seperti pemesanan terhadap aktor- suatu kekuasaan tertentu seringkali
aktor potensial dalam praktik budaya,13 mnyebabkan hilangnya kebudayaan
bahkan dapat pula bersifat implisit, yaitu secara perlahan-lahan yang menyetubuh
dengan menggunakan simbol-simbol di dalamnya.
yang memiliki pengaruh tertentu.14
Selain itu, melalui pengetahuan dan Secara implisit maupun
praktek bahasa yang dihasilkan oleh eksplisit, kebudayaan yang diusung
penguasalah, suatu kebudayaan akan oleh kekuasaan tertentu akan berupaya
terbentuk dan langgeng dalam rentang menanamkan indoktrinasi yaitu dengan
waktu tertentu.15 Hubungan erat di antara menanamkan nilai-nilai, ideologi,
13
Misalnya Julien Benda mengistilah- pandangan dunia, kepentingan dan
kan dengantrahisondes clercs. Lihat Jan tendensi tertentu, pengetahuan dan
Werner Muller, “Julien Benda’s Anti pengalaman subjektif subjek (subjek
Passionate Europe”, European Journal individual atau kolektif yang memiliki
of Political Theory, Vol.5, No.2, 131. otoritas) terhadap objek yang berada
14
Bourdieu menyebut kondisi tersebut dalam wilayah kekuasaannya.16 Dalam
dengan symbolic power, dimana kekua- hal inilah tradisi literer écriture féminine
saan simbolik ini selalu berkaitan den- mendapatkan perannya sebagai sebuah
gan kekuasaan. Symbolic power rela- pendekatan yang lebih ramah terhadap
tions are power relations that are set up kebutuhan bahkan kepentingan
and perpetuated through knowledge and perempuan.
recognition. Lihat Pierre Bourdieu, Pas-
calian Meditations, 198. Dalam tulisan yang bersifat
15
Dalam konteks Keindonesiaan mis- androgynous, baik dalam karya imajinatif
alnya, ekpresi bahasa Indonesia yang atau non imajinatif, penggambaran
disumbangkan oleh Soekarno seperti perempuan selalu ditampilkan dalam
kata revolusi, menggayang, menger- kondisi sebagai pelengkap, pribadi
emus dan lain sebagainya menjadi man- yang tidak mandiri, dan eksistensinya
tra yang ketika berhadapan dengannya akan sangat tergantung pada eksistensi
pembaca/pendengar akan dibuat mere- yang lain.17 Tulisan laki-laki selalu
nung menjadi pasrah bahkan menja- ekpresi kesenian sehingga para buday-
di garang. Desain kata yangmemiliki awan, seniman, sastrawan, dan penyair
karakter agresif itu disulap menjadi dapat menjaga bara kreativitasnya den-
slogan dan dengan cepatnya dipakai gan ruang kebebasan berekpresi Licen-
sebagai bahasa publik yang memiliki tia Poetica. Lihat Goenawan Mohamad,
kekuatan tertentu. Dalam konteks keku- Kesusastraan dan Kekuasaan (Jakarta:
sastraan pernah terjadi polemik yang Pustaka Firdaus, 1993),16.
menegangkan antara Lekra (Lembaga 16
Misalnya karya Ranggawarsita yang dipesan
Kebudayaan Rakyat) yang dimotori oleh oleh penguasa Surakarta untuk membuat Serat
PKI melalui slogannya “Politik sebagai Candrarini, lihat lebh lengkap Parwatri Wahjo-
no, “Sastra Wulang dari Abad XIX: Serat Can-
Panglima” bergenre realisme-sosialis drarini sebagai Suatu Kajian Budaya”, 71-81.
dengan kelompok Manifes Kebudayaan 17
Bassiouney mengatakan literary…does not
dengan perjuangan untuk mendapatkan reflect reality but re-defines and reconstructs.
ruang yang longgar dan mandiri untuk Lihat Reem Bassiouney, “Redefining Identity

116
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016

menandakan keberadaan oposisi biner, dalam sebuah teks, dalam sebuah dunia,
laki-laki selalu diasosiasikan dengan dan sejarah dengan menggunakan jalan
hal-hal positif sementara perempuan dan lokus yang diciptakannya sendiri.21
berada pada posisi berbanding terbalik Permasalahan kemudian muncul ketika
dengannya, sehingga perempuan perempuan menulis tentang dunia
dianggap bagian dari laki-laki yang yang dipahami khalayak sebagai dunia
eksistensinya sangat tergantung dari tabu dan abu-abu seperti mengangkat
eksistensi laki-laki. Kecenderungan tubuh dan seksualitas (body and female
ini disebut oleh Anderson sebagai sexuality) dalam karyanya,22 terlebih
androcentric.18Androsentris merupakan ketika hal itu terjadi dalam lingkungan
bagian dari praktik pengetahuan yang budaya yang masih memegang erat
tercermin dalam cara pandang laki- moralitas.23
laki (male’s view)yang merefleksikan Kondisi bias gender menuntut
orientasi, tendensi, dan kepentingan adanya keseimbangan untuk
tertentu sehingga menempatkan mengembalikan perempuan dan laki-
perempuan hanya sebagai figuran laki secara proporsional pada posisinya
semata. sesuai dengan fungsi dan perannya.24
Upaya menempatkan kembali Keseimbangan relasi antara laki-laki
perempuan pada tempatnya ditandai dan perempuan dalam teks menjadi
dengan munculnya gynocentric.19 tujuan dari pembebasan yang dilakukan
Cixous menyarankan agar perempuan salah satunya oleh penulis perempuan
20

menulis tentang dirinya sendiri, dengan


21
konsep praktik menulis feminin Melalui konsep yang hampir sama dengan
(l’ecriture feminine)yang menyatakan Cixous, Woolf juga menawarkan konsep A
Room of Her Own dalam tulisan perempuan.
bahwa perempuan harus diikutsertakan Virginia Woolf, Room of One’s Own, 7. Kemu-
dalam tulisan. Dengan kalimat lain, dian Luce Irigaray juga menyatakan bahwa
perempuan harus meletakkan dirinya perempuan seharusnya menciptakan rumah ba-
hasanya sendiri dengan Female Language, lihat
Through Code Choice in al Hubb Fi ‘l ManfaBy Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: A
Baha Tahir”, Journal of Arabic and Islamic Stud- More Comprehensive Introduction (USA: West-
ies, No.10, 2010, 101-102. view, 2009),156.
18 22
Elizabeth Anderson, “Feminist Epistemolo- Valassopoulos mengatakan the experience
gy: An Interpretation and A Defense”, Hypatia, of gender, the body and sexuality is not, in fic-
Vol.10, No.3, 1995, 70. tion, an experience that can always be easily
19
Seperti yang dilakukan oleh Qasim Amin explained. Lihat Anastasia Valassopoulos, Con-
(1865-1908) yang disebut Badawi sebagai Is- temporary Arab Women Writers: Cultural Ex-
lamic reformer and modernizer, yang menga- pression in Context, 33.
23
takan Islam was never opposed to science or ra- Dalam dunia kesusastraan Arab dikenal den-
tional dan juga kebebasan. Lihat MM. Badawi, gan fenomena Arabic literature as al Nahd{ah
Modern Arabic Literature, 13. (renaissance) meeting of two forces the indig-
20
Héléne Cixous, “The Laugh of the Medusa”, enous tradition and the imported western forms.
Signs Chicago Journal, Vol.I, No.4, 1976, 875. Lihat MM. Badawi, Modern Arabic Literature
Peneliti menggunakan penulisan nama Héléne (UK: Cambridge University Press, 1992), 1.
24
Cixous sesuai dengan literatur dan referensi Kondisi ini disebut Rowbotham “The Problem
yang ditulis oleh komunitas akademik lainnya, Without A Name” , dalam Sheila Rowbotham,
Lihat Ann Brooks, Postfeminism: Feminism, Woman Consciousness, Man’s World (England:
Cultural Theoory, and Cultural Forms (Lon- Penguin Books, 1973), 3. Friedan menyebutnya
don&New York: Routledge, 1997), 33. Raman dengan “The Problem That Has No Name “ . Li-
Selden, A Reader’s Guide to Contemporary Lit- hat Betty Friedan, The Feminine Mystique (New
erary Theory, 122. York: Dell Publishing, 1973), 11.

117
Ita Rodiah :
Kuasa dalam Kajian ...

(woman writer).25 Para penulis budaya khususnya ilmu susastra, tidak


perempuan tersebut melakukan kritik bisa dilepaskan dari kondisi sosial,
terhadap segala bentuk diskriminasi, budaya, dan politik yang melingkupinya.
subordinasi, dan stereotype yang Kedua genre dalam wilayah sastra
dilakukan oleh kebudayaan dominan tersebut lebih banyak ditulis oleh penulis
terhadap perempuan. Kehadiran perempuan terutama penulis angkatan
mereka dalam tradisi literer mendapat 2000,29 dengan karakteristik adanya
sambutan, baik yang menerima maupun semangat menyuarakan perempuan
yang menolak.26 Salah satu bentuk dan semangat pembebasan perempuan
perlawanan woman writer terhadap dalam karya yang mereka hasilkan.
budaya dominan dengan menyuarakan Melalui kedua genre sastra tersebut,30
pembebasan perempuan dalam karya penulis perempuan mengekspresikan
literernya yang lebih menekankan dalam dua kecenderungan sastra
pada anggapan bahwa gaya penulisan yang berbeda bahkan seringkali
mereka yang mendobrak hal yang tabu,
terutama yang berkaitan dengan body
dan female sexuality,27sebagai suatu hal Mary Layoun, al-Dira>sah al-Adabiyah (Kairo:
Latifa Zayyat, 2000), 514-515. Arnez melihat
yang berlawanan dengan hakikat tujuan genre Sastra Feminis Islam dan Sastra Wangi
pembebasan perempuan sendiri. hadir sebagi bentuk perjuangan dengan perwu-
Lahirnya genre Sastra Feminis judan dan orientasi yang berbeda tetapi masih
dalam kerangka yang sama yaitu usaha untuk
Islam28 dan Sastra Wangi dalam wilayah melepaskan diri dari cengkaraman dominasi bu-
25
Cheryl Lange, “Men and Women Writing daya. Lihat Monika Arnez and Cahyaningrum
Women: The Female Perspective and Feminism Dewojati, “Sexuality, Morality and The Fe-
In US Novels and African Novels In French By male Role: Observations on Recent Indonesian
Male and Female Author”, UW-L Journal of Un- Women’s Literature”, Asiatische Studien Études
dergraduate Research, XI, 2008, 3. Elizabeth Asiatiques, Lxiv-1-2010, 1-3. Sastra Feminis
Kowaleski Wallace, Encyclopedia of Feminist dimaknai Webster sebagai berikut: Feminist lit-
Literary Theory (London and New York: Rout- erature...associated with the lives of women. Li-
ledge, 2009), 3, 41. Radha Chakravarty selain hat Wendy Webster, Imagining Home: Gender,
istilah woman writer juga memberi istilah wom- Race, and national Identity (London: University
anism, lihat Mushira Habib, “Feminism and Lit- College London Press, 1998), vii.
erature”, Star Campus, Vol.2, Issue 46, 2007, 29
Mohamad Mozakka, “Perjuangan Perempuan
1-3. ‫ الخطاب التحررى النسائ‬/ ‫ النقد النسوى‬/ ‫كتابة المرأة‬, Melawan Hegemoni Patriarkhi”, FIB UNDIP ,
lihat Aminah Bint Abdurahman “Dirasah Naqdi- Vol. 34, No. 2, 2010, 129. Penulis perempuan
yah”, Jami‘ah al- Mulk Al-Su’udi, 2009, 48. mengangkat perempuan sebagai tema sentraln-
26
Taufiq Ismail menyebut para penulis perem- ya terutama angkatan tahun 2000 misalnya Ayu
puan dengan genre Sastra Wangi sebagai Gera- Utami, Dewi Lestari, Djenar Maesa Ayu, Dinar
kan Syahwat Merdeka dan menyamakan mereka Rahayu, Linda Christanty, Nova Rianti Yusuf,
seperti pembajak VCD porno, redaktur majalah Oka Rusmini dan lainnya, walaupun ada be-
cabul, bandar pengedar narkoba dan sebagainya. berapa penulis laki-laki yang juga melakukan
Lihat Manneke Budiman, “Meninjau Kembali hal yang serupa misalnya Umar Kayam dengan
Hubungan antara Sastra dan Budi Pekerti”, Jur- Sri Sumarah-nya. Lihat Nurhadi, “Dari Kartini
nal Pendidikan Karakter, Tahun II, No.2, 2012, Hingga Ayu Utami: Memposisikan Perempuan
138-140. Dalam Sejarah Sastra Indonesia”, Jurnal Diksi
27
Adab al jasadiatau al burnughrafiyal, lihat FBS UNY, No.45, 2007, 1-2.
30
A.Khalil Sulaimah dan A.Mashquq Hunayah, Genre sastra seringkali merupakan sikap sosial
“al Adab al NiswiBaina al Markaziyah wa al suatu kelompok tertentu dan bukan sikap sosial
Tahmish”, 265. seluruh masyarakat sastra. Lihat Sapardi Djoko
28
Layoun mengatakan bahwa genre sastra berbau Damono, Sosiologi Sastra(Jakarta: Pusat Pem-
agama tidak hanya ada di kalangan agama Islam binaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
semata, tetapi juga agama-agama lainnya. Lihat Pendidikan dan Kebudayaan, 1976), 4.

118
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016

dikontraskan.31 Melalui media karya ya upaya mengkonstruksi perempuan


sastra juga, mereka membangun dunia dalam kaca mata laki-laki. Perempuan
perempuan dalam perspektif perempuan digambarkan berada pada arena kon-
dengan menceritakan pengalaman struktif male’s view, walaupun perem-
tubuh mereka berhadapan dengan puan digambarkan sebagai perempuan
dunia realitas. Pengalaman tubuh yang super (Superwoman), seperti dalam film
termanifestasi dalam dua wujud yaitu Xena: Warrior Princes, Wonder Woman,
wujud perempuan berh}ija>b dan wujud dan lain sebagainya, ia tetap saja bera-
perempuan bebas. da dalam kerangka perempuan menurut
laki-laki. Superwoman itu ditampilkan
Kedua representasi dari tradisi
seksi, tentu saja kadar seksi dalam per-
literer tersebut berada dalam satu garis
spektif laki-laki dan tentu pula hal ini
lurus yaitu menuju interrelasi gender
dimaksudkan untuk menarik serta me-
antara laki-laki dan perempuan secara
manjakan penglihatan mata laki-laki.
proporsional. Hélène Cixous merupakan
Tidak hanya itu, penggambaran perem-
salah satu intelektual kunci dalam
puan dalam folklore terlihat dalam sosok
tradisi yang disebut écriture féminine
makhluk menyeramkan dan jahat seperti
yang berhasil mengetuk pintu dan
Kuntilanak, Wewe Gombel, Nenek Si-
memasuki rumah sastra, politik, dan
hir, Nyi Roro Kidul dan lain sebagainya.
filsafat.32 Kehadiran Cixous menjadi
Bahkan Prabasmoro34 mengatakan dulu
oase yang memancarkan aliran segar
iklan pembalut merupakan suatu hal
pemikiran dalam tradisi literer, sehingga
yang tidak mungkin dipublikasikan ke
kesegarannya dapat dirasakan tidak
ranah publik.
hanya dalam ranah kajian budaya.
Écriture féminine itu sendiri tidak Bahasa35 memiliki kaitan dengan
memberi batasan bagi perempuan kebudayaan.36 Apakah bahasa mere-
untuk mengungkapkan tubuh dan 34
Lihat Aquarini Priyatna Prabasmoro, “Abjek
ketubuhannya. Dengan tradisi tersebut dan Monstrous Feminine: Kisah Rahim, Liur,
perempuan tidak lagi terpasung pada apa Tawa, dan Pembalut”, 2004, 7.
yang seharusnya dan tidak seharusnya, 35
Beberapa definisi bahasa LM. Larson mendefi-
yang berlaku dalam budaya dominan, nisikan bahasa sebagai “a complex set of skewed
bagi perempuan. relationships between meaning (semantics) and
form (lexicon and grammar).” F. Gao mendefi-
nisikan bahasa sebagai “language is a product of
the thought and behavior of a society.” Language
2. Catatan Bahasa bagi Perempuan is formed from cultural fragments and used to
dalam Pendekatan Budaya describe its culture completely. Lihat Arezoo
Assemi etc, “Culture Within Language”, Inter-
Dalam literatur karya yang be- national Conference on Language, Medias and
rupa tulisan imajinatif, terutama pada Culture. IPEDR, Vol.33, 2012, 79. Bahasa bagi
folklore, Rahayu33 juga melihat adan- Saussure dibedakan menjadi langue, langage,
dan parole. Langue dimaknai Saussure sebagai
31
Lihat Riannawati, “Sastra Islami di Tengah suatu bahasa tertentu, langage bermakna baha-
Sastra Kontemporer”, Jurnal Nuansa Indonesia, sa dalam pengertian umum, sedangkan parole
Vol.XIII, No.1, 2007, 5-6. bermakna bahasa dalam wujudnya yang nyata
32
Abigail Bray, Hélène Cixous: Writing and sex- dan konkretberupa ujaran sebagaimana bahasa
ual different (New York: palgrave macmillan, sehari-hari colloquial. Lihat Ferdinand De Sau-
2004), 1. ssure, Course In General Linguistics (New York:
33
Ruth Indiah Rahayu, “Perempuan Pencipta Philosophical Library, 1959), 14-15.
36
Narasi: Adakah Menulis Sejarah Perempuan?”, AL. Kroeber dan Clyde Kluckkhohn mencatat
2. 160 definisi mengenai kebudayaan. Secara eti-

119
Ita Rodiah :
Kuasa dalam Kajian ...

fleksikan kebudayaan atau justru bahasa wanan (binary opposition), bahasa dapat
dipengaruhi dan dibentuk oleh kebu- mencerminkan suatu entitas bahkan ba-
dayaan. Koentjaraningrat memahami hasa dapat membentuk entitas tersebut
bahasa sebagai bagian dari kebudayaan, menjadi entitas yang baru. Ketika baha-
tetapi Jiang,37 Freimuth,38 dan Jafari- sa berada pada sisi kedua,41 keberadaan
39
berpendapat bahwa bahasa dan kebu- bahasa tidak lagi berada pada posisi ne-
dayaan adalah dua sistem yang melekat tral, karena bahasa dimuati oleh kepent-
pada diri manusia dan tidak terpisah- ingan, kecenderungan, nilai, tujuan, bu-
kan (language and culture are insep- daya, dan muatan tertentu lainnya yang
arable). Bahasa dan budaya bagaikan bersifat persuasif.
kesatuan organisme, ketiadaan salah
satunya menyebabkan ketiadaan secara Pada hakikatnya ketika bahasa be-
menyeluruh. Ketika kedua entitas terse- rada dalam kondisi tersebut, bahasa
but berada dan melebur dalam satu ke- akan menampakkan wajah-wajah yang
satuan bentuk entitas maka akan mela- memuatinya. Eckert42 melihat bahwa
hirkan identitas, yaitu representasi sim- bahasa memiliki banyak dimensi dan
bolik dari individu dan nilai budayanya. menawarkan ragam pemahaman yang
berbeda terutama kaitannya dengan
Bahasa adalah simbol,40 bahasa kekuasaan dominan, sehinga melahir-
dapat menampilkan dua sisi yang berla- kan budaya yang bias gender. Weath-
mologis kebudayaan disejajarkan dengan cultu- erall43 menyatakan pula bahwa bahasa
ur (Belanda), kultur (Jerman), culture (Inggris tidak sekadar merefleksikan gender bah-
dan Prancis), dan cultura (Latin) yang bermakna
budi, daya, dan buah. Lihat Mudji Sutrisno, “Fil-
kan memproduksi sexism sebagai se-
safat Kebudayaan: Ikhtisar Sebuah Teks” Hujan buah realitas sosial. Kajian bahasa dan
kabisat, 2008, 1-5. Koentjaraningrat, Pengantar gender telah berkembang pesat menjadi
Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), kajian wacana dan gender, istilah gender
146. itu sendiri telah melahirkan perbedaan
37
Hubungan antara bahasa dan budaya memili- dan pembedaan peran, tanggung jawab,
ki simpul yang tidak sederhana, Jiang memberi
batasan pengertian terhadap bahasa sebagai ba-
fungsi, bahkan ruang bagi laki-laki dan
gian dari kebudayaan dan kebudayaan merupa- perempuan, Bucholtz menyebut fenom-
kan bagian dari bahasa, yang tidak dapat dipi- ena ini dengan istilah feminist discourse
sahkan karena merupakan satu kesatuan. Lihat
Wenying Jiang, “The Relationship Between
Culture and Language”,ELT Journal, Vol.54/4, 41
Romaine melihat adanya keterkaitan antara
Oktober 2000, 328. bahasa dan struktur sosial bahwa bahasa akan
38
Lihat Hilda Freimuth, “Language and Cul- merefleksikan identitas sosial yang memben-
ture”, 7. tuknya –kekuasaan, kategorisasi laki-laki dan
39
Jafari melihat bahwa hubungan antara baha- perempuan, bahkan kelas sosial tertentu- seh-
sa dan budaya begitu dekat a very close rela- ingga bahasa tidak lagi dianggap sebagai given
tionship between language and culture budaya tetapi ia membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
memiliki pengaruh langsung dari bahasa dan Lihat Suzanne Romaine, “Variation in Language
bahasa menyimbolkan budaya. Lihat Sepideh and Gender” dalam Janet Holmes dan Miriam
Moghaddas Jafari, “Language and Culture”, Meyerhoff, The Handbook of Language and
International Journal of Humanities and Social Gender (USA: Blackwell Publishing, 2003),
Science, Vol.2, No.17, September 2012, 234. 109.
42
40
Menurut Tonkin, bahasa sebagai sebuah sistem Penelope Eckert, “Communities of Practice:
yang terdiri dari simbol-simbol yang terkait Where Language, Gender, and Power All Live”,
dengan makna tertentu. Lihat Emma Tonkin, Annual Review Of Anthropology, 1992, 1.
43
“Between Symbol And Language-In-Use”, Lihat Ann Weatherall, Gender, Language, and
UKOLN, University of Bath, BA27AY, 2. Discourse (USA: Routledge, 2002), 5-6.

120
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016

analysis.44 sendiri dimana perempuan dapat men-


gadakan perbaikan nasibnya sendiri
Dengan menggunakan bahasa per- secara total di dalam rumah bahasanya
empuan atau dalam konsep l’ecriture tersebut.
feminineHéléne Cixous,45 perempuan
dapat mengeksplorasi kemampuann- Perempuan harus menulis dirinya
ya. Melalui praktik menulis feminin sendiri, menulis mengenai perempuan,
ini, perempuan dapat mengungkapkan dan membawa perempuan ke dalam tu-
perasaannya, mengekspresikan dirin- lisan, dengan kata lain perempuan harus
ya, mengaktualisasikan pemikirannya, membawa dirinya pada teks, sehing-
mengemukakan pendapatnya tanpa di- ga diharapkan dapat mendekonstruksi
bayang-bayangi hantu dikotomi, seksis, konsep subjektivitas individu sebagai
dan patriarki serta tentu saja perempuan sesuatu yang utuh, stabil, dan mapan.
dapat menjadi dirinya sendiri. Melalui Berangkat dari konsep ini, perspektif
konsep ini Cixous menawarkan cara l’ecriture femininehadir untuk mengim-
dan rumah bagi perempuan untuk dapat bangi konsep dominasi patriarki femi-
hidup dalam dunia yang diciptakannya nisme menuju perbedaan (diferensi, ke-
tersebut. Cixous secara tidak langsung berbedaan, heterogenitas). Oleh karena
mendorong perempuan untuk mengem- itu, persoalan marjinalisasi perempuan
bangkan kemampuan yang dimilikinya, akan terlampaui. Berdasarkan argumen-
potensi dirinya dan menjadi subjek utuh tasi tersebut, kajian sastra dengan meng-
karena hasil pengembangan potensi dir- gunakan perspektif l’ecriture feminine
inya sebagai perempuan. dalam penelitian ini diarahkan untuk
mendapatkan jawaban tawaran perspek-
Penggambaran perempuan, sebagai tif yang tidak terjerembab pada dikoto-
objek dan laki-laki sebagai subjek mela- mi oposisi biner.
hirkan pihak penindas-tertindas, bagi
Cixous dalam karya sastra yang ditulis Praktik budaya bagi Bourdieu46
oleh penulis perempuan hendaknya per- merupakan hasil hubungan dialek-
empuan tidak jatuh pada penggambaran tik antara struktur (structure)dan agen
relasi oposisi biner karena semakin men- (agent). Hubungan dialektis antara
jadikan konsep tersebut kokoh dengan sistem dengan subjek dan bukan mer-
adanya peran perempuan didalamnya upakan kehendak bebas karena ia akan
yang secara tidak langsung memperkuat merefleksikan habitus yang dimiliki
bangunan budaya patriarki tersebut se- subjek. Habitus itu didapat melalui pros-
hingga penulis perempuan hendaknya es penyerapan dan terendap dalam diri
dapat berbicara sebagai perempuan. Hal subjek agent yang diperoleh dari peng-
ini dimaksudkan untuk membebaskan etahuan dan pengalaman dari dunia di
perempuan dari penjara laki-laki yaitu luar subjek. Hubungan antara struktur
dengan membangun rumah bahasanya dan agen melahirkan habitus sebagai
44
akibat dari adanya hubungan dualitas47
Lihat Mary Bucholtz, “Theories of Discourse yaitu hubungan saling mempengaruhi
As Theories of Gender: Discourse Analysis in
Language and Gender Studies” dalam Janet
(inner dialectical).
46
Holmes and MiriamThe Handbook of Language Pierre Bourdieu, The Rules of Art Genesis and
and Gender (USA: Blackwell Publishing, 2003), Structure of The Literary Field, 179.
43. 47
Istilah yang dipinjam dari Giddens. Lihat An-
45
HéléneCixous, “The Laugh of the Medusa”, thony Giddens, The Constitution of Society Out-
875. line of the Theory of Structuration, 15-16.

121
Ita Rodiah :
Kuasa dalam Kajian ...

Melalui cara membedakan diri sebagai sebuah produksi makna yang


(distinction)akan melahirkan sifat khas tidak pernah sempurna dan selesai,
yang membedakan diri subjek den- karena selalu berada dalam proses
gan yang lain. Upaya pembedaan ini yang saling tarik-menarik antara
dilakukan agar berada dalam posisi gambaran (signifier-signifiant)dan yang
yang bersebrangan untuk mudah dike- digambarkan (signified-signifié). Hall
nali. Penggambaran perempuan da- menilai bahwa identitas tidak akan
lam nilai rasa yang negatif merupakan pernah selesai, apa dan siapa yang
bentuk dari praktik kekerasan simbolik direpresentasikan tidak akan pernah
(symbolic violence)yang mencerminkan dapat diwakili oleh identitas yang
adanya kekuatan dan kekuasaan halus memayunginya secara representatif dan
tak nampak yang mengontrol dan men- utuh dan proses rekontruksi mengenai
gendalikan diri subjek (symbolic pow- identitas sangat mungkin dilakukan.
er). Opresi budaya patriarkhi yang terre- Penggambaran perempuan yang selalu
fleksi dalam diri subjek penulis perem- berada dalam posisi subordinat dalam
puan dapat diurai dengan relasi antara male’s view dapat diputar menjadi
structure-agent, habitus, distinction, netral dan sejajar dalam kacamata lain
symbolic power, dan symbolic violence seperti dalam kacamata sudut pandang
Bourdieu. Karya sastra yang ditulis oleh perempuan.
penulis perempuan menjadi arena untuk
3. Membaca bersama Perempuan
melakukan satire, penyadaran, pembe-
basan, bahkan pendobrakan terhadap Tema-tema berbau tubuh dan seks49
budaya patriarki. yang diangkat oleh para penulis perem-
puan pasca Orde Baru tersebut bukan-
Konsep identity Stuart Hall mem-
lah hal yang baru dalam dunia Kesusas-
bantu memperjelas dan memperte-
traan Indonesia. Budiman50 mengatakan
gas apa yang diperjuangkan oleh para
bahwa sebelum Ayu Utami dan penulis
penulis perempuan dalam tulisannya,
perempuan lainnya menulis tema sastra
penggambaran mengenai perempuan
yang berbau tubuh dan seksualitas terse-
yang bernada sexism yang dikonstruksi
but, sebelumnya pernah dilakukan oleh
oleh budaya dominan. Opresi budaya
penulis laki-laki seperti Beni Setia den-
dominan akan melahirkan pembentu-
gan Sapi-nya, dan karya Putu Wijaya.
kan identitas dalam wujud yang berbe-
Karya yang mereka hasilkan tersebut
da-beda, ada dalam wujud mencair dan
tidak mendapatkan reaksi yang berar-
mengukuh. Konstruksi identitas melalui
ti. Keadaan ini berbanding balik ketika
wacana bukanlah akhir dari hakikat ob-
tema yang serupa disuarakan dan ditu-
jek yang direpresentasikan, tetapi masih
lis oleh perempuan, karya dengan tema
memungkinkan dan dapat dilakukan
sentral tersebut dihujani kritik bahkan
pembentukan ulang identitas. Hal ini
49
mengindikasikan bahwa identitas bera- Jika ditelusuri lebih lanjut, secara historis da-
lam kesusastraan dunia menurut Montserrat tema
da dalam kadar yang sangat tergantung mengenai tubuh dan seks –erotis- berakar pada
pada tempat (space), waktu (time), dan kesusastraan Yunani kuno yaitu cerita pendek
kondisi (situation). (cerpen) Milesiaka. Lihat Dominic Montserrat,
Greek, Ancient: Prose, dalam Gaëtan Brulotte
Identitas bagi Hall48 dimaknai and John Phillips, Encyclopedia of Erotic Liter-
ature (New York: Routledge, 1950), 584.
48 50
Stuart Hall, Cultural Identity and Diaspora, MannekeBudiman, “Ketika Perempuan Menu-
222. lis”, 18.

122
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016

menjadi begitu fenomenal dalam dunia C. Penutup


Kesusastraan Indonesia Kontemporer.
Identitas perempuan yang dikon-
Irigarai51 melalui konsep ‘bahasa struksi oleh budaya dominan dapat di-
perempuan’ menegaskan bahwa perem- rubah salah satunya adalah melalui cara
puan tidak lagi berbicara seperti perem- merekonstruksi ulang dengan memberi
puan tetapi sebaliknya bahwa perem- makna baru, memproduksi makna baru,
puan harus berbicara sebagai perem- bahkan mengubah makna yang dike-
puan, menempatkan perempuan dalam nakan pada konstruksi identitas yang
kerangka psikologis dan sosiologis. Hal diberikan. Melalui media bahasalah up-
ini dimaksudkan untuk membebaskan aya tersebut dapat beroperasi dengan
perempuan dari penjara laki-laki yaitu mengungkapkan pikiran, konsep, dan
dengan membangun rumah bahasanya ide tentang sesuatu. Melalui upaya re-
sendiri dimana perempuan dapat men- konstruksi ulang pula pemaknaan apa
gadakan perbaikan nasibnya sendiri yang diberikan pada objek yang digam-
secara total di dalam rumah bahasanya barkan dapat diurai secara jelas dengan
tersebut. arti objek yang sebenarnya.
Perempuan dengan dunia keperem- Harapan untuk mengimbangi
puanannya menjadi hal yang menarik dominasi dunia patriarkhi yang
untuk terus dikaji, menjadi daya tarik melembaga dalam ragam dimensi
yang ditakuti sekaligus ingin dialami, kehidupan, disinyalir sebagai upaya agar
menjadi daya tarik yang dihindari seka- tidak terperosok pada sebatas merubah
ligus ingin dinikmati, pengalaman khas kata (changing the words), melainkan
perempuan membawa perempuan ke- pucuk utama yang diperjuangkan oleh
pada titik dimana perempuan tidak lagi penulis perempuan adalah harapan
menjadi seperti perempuan tetapi lebih untuk bisa mengubah dunia (changing
menempatkan perempuan sebagaimana the world), dunia relasi gender yang
perempuan. Penulis perempuan men- berkeadilan
coba melihat perempuan dari kacama-
Daftar Pustaka:
ta perempuan dengan mengangkat dan
memperjuangkan perempuan pada po- Abdurahman, Aminah Binti. “Dirasah
sisi sebenarnya yaitu sejajar dengan la- Naqdiyah”, Jami‘ah al-Mulk al-
ki-laki dalam lingkup nurture/culture, Su‘ud, 2009.
bukan nature.52 Ahmadi, Fereshteh. “Islamic Feminism
in Iran: Feminism in a New
Islamic Context”, Journal of
Feminist Studies in Religion,
51
Vol.22, No.2, 2006.
Luce Irigaray lihat Nyoman Kutha Ratna, Te-
ori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra(Yog- Amin, Qosim . Tahrir al-Mar’ah. Kairo:
yakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 197-199. Dar al-Maktabah, 1899.
52
That gender symmetry is a universal fact of
life and women’s subordination has ecconomic, Anderson, Elizabeth. “Feminist
political, and culture aspects is by now wide- Epistemology: An Interpretation
ly recognized, lihat Val Moghadam, “Women, and A Defense” Hypatia, Vol.10,
Work, and Ideology in the Islamic Republic”, No.3, Summer 1995.
International Journal of Middle East Studies,
Vol.20, No.2, 1988, 221. Arnez, Monika dan Cahyaningrum

123
Ita Rodiah :
Kuasa dalam Kajian ...

Dewojati. “Sexuality, Bray, Abigail. Hélène Cixous: Writing


Morality and The Female and sexual different. New York:
Role: Observations on Palgrave Macmillan, 2004.
Recent Indonesian Women’s Budiman, Manneke. “Ketika Perempuan
Literature”, Asiatische Studien Menulis”, PROSA, No.4, 2004.
Études Asiatiques, Lxiv-1-2010.
________. “Meninjau Kembali
Assemi, Arezoo. “Culture Within Hubungan antara Sastra dan Budi
Language”, International Pekerti”, Jurnal Pendidikan
Conference on Language, Karakter, No.2, 2012.
Medias and Culture. IPEDR,
Vol.33, 2012. Butler, Judith.“Sex and Gender In
Simone De beauvoir’s Second
Badawi, MM. Modern Arabic Literature. Sex’, Yale French Studies,
UK: Cambridge University No.72, 1986.
Press, 1992.
Cixous, Héléne.“The Laugh of The
Bassiouney, Reem. “Redefining Identity Medusa”, Sign, Vol.1, No.4,
Through Code Choice in al Hubb 1976.
Fi ‘l ManfaBy Baha Tahir”,
Journal of Arabic and Islamic Damono, Sapardi Djoko. Sosiologi
Studies, No.10, 2010. Sastra. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa
Booth, Alison L dan Patrick J.Nolen, Departemen Pendidikan dan
“Gender Differences In Risk Kebudayaan, 1976.
Behaviour: Does Nurture
Matter?”, IZA Paper, No.4026, DeWall, C.Nathan, T.William Altermatt,
2009. dan Heather Thompson,
“Understanding of Structure of
Bourdieu, Pierre. Languange Stereotypes of Women: Virtue
and Symbolicum Power. and Agency as Dimensions
Massachusetts: Harvard Distinguishing Female
University Press, 1991. Subgroups” dalam Psychology
________. The Rules of Art Genesis and of Women Quarterly. USA:
Structure of The Literary Field. Blackwell Publishing, 2005.
California: Stanford University Eckert, Penelope. “Communities of
Press, 1995. Practice: Where Language,
________. Pascalian Meditations. Gender, and Power All Live”
California: Stanfford University Annual Review Of Anthropology,
Press, 1997. 1992.
Brooks, Ann. Postfeminism: Feminism, Ewan, Elizabeth dan Maureen M.
Cultural Theory, and Cultural Meikle, Women in Scotland C
Forms. London&New York: 1100 C 1750. Great Britain:
Routledge, 1997. Tuckwell Press, 1999.
Brulotte, Gaëtan dan John Phillips. Freimuth, Hilda. “Language and
Encyclopedia of Erotic Culture” Ugru Journal, Vol.2,
Literature. New York: 2006.
Routledge, 1950.

124
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1, Januari 2016

Friedan, Betty.The Feminine Mystique. Mohamad, Goenawan. Kesusastraan


New York: Dell Publishing, dan Kekuasaan. Jakarta: Pustaka
1973. Firdaus, 1993.
Giddens, Anthony. The Constitution of Moi, Toril. Feminist Theory. LA: Sage
Society Outline of the Theory Publications, 2008.
of Structuration. Berkeley and Montefiore, Janet. Men and Women
Los Angeles: University of Writer of The 1930: The
California Press, 1984. Dangerous Flood of History.
Hall, Stuart. Cultural Identity and London and New York:
Diaspora Identiy: Community, Routledge, 1996.
Culture, Difference. London: Mozakka, Mohamad. “Perjuangan
Lawrence and Wishart, 1990. Perempuan Melawan Hegemoni
Holmes, Janet dan Miriam.The Patriarkhi”, FIB UNDIP , Vol.34,
Handbook of Language and No.2, 2010.
Gender. USA: Blackwell Moghadam, Val. “Women, Work,
Publishing, 2003. and Ideology in the Islamic
Jafari, Sepideh Moghaddas. “Language Republic”, International Journal
and Culture” International of Middle East Studies, Vol.20,
Journal of Humanities and No.2, 1988.
Social Science, Vol.2 No.17, Muller, Jan Werner. “Julien Benda’s Anti
2012. Passionate Europe”, European
Habib, Mushira.“Feminism and Journal of Political Theory,
Literature”, Star Campus, Vol.2, Vol.5, No.2, 2009.
Issue 46, 2007. Niekerk, ardiol Van.“Stereotyping
Jiang, Wenying. “The Relationship Women in Ancient Roman
Between Culture and and African Societies: A
Language”,ELT Journal, Vol.54, Dissimilarity in Culture”, Revue
No.4, 2000. Internationale des droits de
l’Antiquite, 3 serie, XLVII, 2007.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: Rineka Nurhadi, “Dari Kartini Hingga
Ciptam 2009. Ayu Utami: Memposisikan
Perempuan Dalam Sejarah
Lange, Cheryl. “Men and Women
Sastra Indonesia”, Jurnal Diksi
Writing Women: The Female
FBS UNY, No.45, 2007.
Perspective and Feminism In
US Novels and African Novels Novac, Sylvia, Joyce Brown, dan
In French By Male and Female Carmen Bourbonnais, No Room
Author”, UW-L Journal of of Her Own: A literature Review
Undergraduate Research, XI, on Woman and Homelessness.
2008. Canada: CMHC, 1996.
Layoun, Mary. al-Dira>sah al- Prabasmoro, Aquarini Priyatna. “Abjek
Adabiyah. Kairo: Latifa Zayyat, dan Monstrous Feminine:
2000. Kisah Rahim, Liur, Tawa, dan
Pembalut”, 2004.

125
Ita Rodiah :
Kuasa dalam Kajian ...

Rahayu, Ruth Indiah. “Perempuan University of Bath, BA27AY.


Pencipta Narasi: Adakah
Tong, Rosemarie Putnam. Feminist
Menulis Sejarah Perempuan?”
Thought: A More Comprehensive
Salihara, 09 April 2013.
Introduction. USA: Westview,
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, 2009.
dan Teknik Penelitian Sastradari
Valassopoulos, Anastasia.
Strukturalisme Hingga
Contemporary Arab Women
Postrukturalisme Perspektif
Writers: Cultural Expression in
Wacana Naratif. Yogyakarta:
Context. London&New York:
Pustaka Pelajar, 2007.
Routledge, 2007.
Riannawati, “Sastra Islami di Tengah
Weatherall, Ann. Gender, Language,
Sastra Kontemporer”, Jurnal
and Discourse. USA: Routledge,
Nuansa Indonesia, Vol.XIII,
2002.
No.1, 2007.
Webster, Wendy.Imagining Home:
Rijal, Andi Syamsul.“Peranan
Gender, Race, and National
Perempuan dalam Historiografi
Identity. London: University
Indonesia”.
College London Press, 1998.
Rowbotham, Sheila.Woman
Wahjono, Parwatri. “Sastra Wulang dari
Consciousness, Man’s World.
Abad XIX: Serat Candrarini
England: Penguin Books, 1973.
sebagai Suatu Kajian Budaya”,
Saussure, Ferdinand de. Course in Makara Sosial Budaya, Vol.8,
General Linguistics. New York: No.2,2004.
Philosophical Library, 1959.
Wallace, Elizabeth Kowaleski.
Selden, Raman. A Reader’s Guide to Encyclopedia of Feminist
Contemporary Literary Theory. Literary Theory. London and
Britain: Perason Longman, New York: Routledge, 2009.
2005.
Woolf, Virginia. Room of One’s Own.
Simnonton, Deborah.The Routledge London: Grafton, 1977.
History of Women In Europe
Since 1700. London and New
York: Routledge, 2006.
Sulaimah, A.Khalil dan A.Mashquq
Hunayah, “al Adab al NiswiBaina
al Markaziyah wa al Tahmish”,
al Multaqa al Dawli al Awwal
Fi al Must{alah al Naqdi Yaumi,
No.9, 2011.
Sutrisno, Mudji. “Filsafat Kebudayaan:
Ikhtisar Sebuah Teks” Hujan
Kabisat, 2008.
Tonkin, Emma. “Between Symbol And
Language-In-Use”, UKOLN,

126

Anda mungkin juga menyukai