Penulis:
Dati Fatimah
Aminatun Zubaedah
Herni Ramdlaningrum
Ahmad Sarkawi
Dian Ajeng Pangestu
Mida Mardhiyyah
KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG PEMBANGUNAN
MANUSIA & KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
Peneliti
Dati Fatimah, Aminatun Zubaedah, Herni Ramdlaningrum, Ahmad Sarkawi,
Dian Ajeng Pangestu, Mida Mardhiyyah
Pembaca kritis
Erlinda Panisales, Desintha D Asriani, Rina Julvianty, Rinto Andriono
& Leya Cattleya
Editor
Dati Fatimah
Diterbitkan oleh
Friedrich-Ebert-Stiftung Perwakilan Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia
Alamat penerbit:
Friedrich-Ebert-Stiftung
Perwakilan Indonesia
Jl. Kemang Selatan II No. 2A
Jakarta 12730, Indonesia
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi terbitan buku ini dalam bentuk apapun,
termasuk fotocopy, tanpa izin tertulis dari penerbit.
ISBN 978-602-8866-23-1
Perubahan iklim telah menjadi sebuah fenomena global yang ditandai dengan meningkatnya intensitas
terjadinya bencana dan kejadian ekstrim seperti suhu yang semakin panas, musim kemarau yang semakin
panjang, siklon tropis, curah hujan yang tinggi, angin topan, hujan badai, dan naiknya permukaan laut.
Akibatnya banyak negara di berbagai belahan dunia menghadapi ancaman akan semakin berkurangnya
akses terutama terhadap air dan pangan, dan risiko kesehatan dan kehidupan.
Kelompok miskin dan marginal seperti anak-anak, perempuan, dan lansia sangat rentan terhadap
perubahan iklim. Perempuan menjadi sangat rentan terhadap perubahan iklim terutama karena dalam
kehidupan sehari-hari perempuan sangat dekat dan bergantung kepada lingkungan dan sumber daya alam.
Perempuan bertanggung jawab akan ketersediaan air, pangan dan energi untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya di tengah-tengah semakin besarnya tantangan akibat perubahan iklim. Ketersediaan ketiga
sumber daya utama tersebut sangat berpengaruh terhadap asupan nutrisi dan konsumsi keluarga,
pengaturan belanja keluarga, pola konsumsi, hingga kesehatan reproduksi. Hal ini tentu berimplikasi pada
semakin meningkatnya beban kerja domestik.
Bertolak dari latar belakang ini Friedrich-Ebert-Stiftung bekerjasama dengan Kementerian Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melakukan studi bertema Dampak Perubahan Iklim
terhadap Relasi Gender dan Pola Konsumsi, yang fokus pada ketersediaan, aksesibilitas dan pemanfaatan
tiga sumber daya utama yaitu air, pangan dan energi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan sosial masyarakat. Aspek utama yang ingin digali melalui studi ini diantaranya dampak
perubahan iklim, strategi mitigasi dan adaptasi yang berkembang terkait dengan pola konsumsi air, pangan
dan energi. Studi ini merupakan studi kasus yang dilakukan di tiga wilayah dengan karakteristik yang
berbeda: Desa Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, DI. Yogyakarta yang
mencerminkan keterpaparan terhadap risiko kekeringan dan konteks rural; Kampung Tambaklorok dan
Kelurahan Krobokan, Kecamatan Tanjungmas, Kota Semarang sebagai wilayah yang mencerminkan
keterpaparan terhadap risiko banjir akibat gelombang laut tinggi, dan konteks masyarakat urban; serta
Desa Sungai Batang, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang
mewakili wilayah pesisir.
Studi menemukan bahwa perubahan iklim berdampak secara berbeda pada perempuan dan laki-laki,
temasuk dalam hal pola konsumsi keluarga untuk air, pangan dan energi. Perubahan iklim tidaklah ‘netral-
gender’. Dampak perubahan iklim terhadap perempuan dan lak-laki dipengaruhi oleh peran gender,
tanggung jawab, dan relasi sosial dalam keluarga dan komunitas. Oleh karenanya memiliki akses yang
berbeda pula terhadap sumber daya. Selain itu studi ini juga memaparkan bagaimana perempuan
berkontribusi penting dalam upaya adaptasi pada tingkat individu, keluarga dan komunitas, meskipun
pengakuan terhadap kontribusi ini masih rendah dan tersembunyi.
Kami berharap bahwa temuan dan rekomendasi dari studi ini dapat berkontribusi terhadap penguatan
skema perlindungan perempuan dalam strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang sensitif gender.
Dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti yang telah mencurahkan waktu, tenaga
dan ilmunya demi kelangsungan studi ini.
Sergio Grassi
KATA PENGANTAR | ix
SAMBUTAN
Perubahan iklim yang menyebabkan krisis pangan, air bersih, dan ancaman kesehatan seringkali
memberikan dampak berbeda berdasarkan gender. Pada realitanya, perubahan iklim seringkali
berdampak lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki, terutama di kalangan masyarakat miskin.
Perbedaan akses dan kendali sumber daya pada gender menyebabkan terjadinya kerentanan dan
ketidaksetaraan gender pada masyarakat.
Dampak perubahan iklim juga dipengaruhi variabel lain yang ada di masyarakat, seperti segregasi usia,
tingkat kesejahteraan, dan posisi sosial politik. Pada RPJMN 2015-2019, sasaran pengarusutamaan gender
adalah meningkatnya kesetaraan gender. Sasaran ini ingin dicapai dengan meningkatkan kualitas hidup
dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan.
Sehingga penting bagi perempuan untuk dapat berperan dan mendapat rekognisi yang sesuai dalam proses
adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Seorang perempuan harus dapat menentukan
sikap dan bersikap disaat kondisi lingkungan tidak mendukung.
Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bekerjasama dengan Friedrich-Ebert-
Stiftung mengkaji lebih dalam bagaimana implikasi dan perubahan iklim terhadap konsumsi pangan, air
bersih dan energi berdasarkan peran gender. Dengan melihat pola konsumsi di tingkat rumah tangga,
kajian ini ingin mengidentifikasi kebutuhan dan strategi untuk penguatan kapasitas, kelembagaan dan
partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan inisiatif terkait penguatan adaptasi perubahan
iklim.
Kajian dilaksanakan di tiga kawasan dengan karakteristik alam dan dampak perubahan iklim yang
berbeda. Kawasan Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dimana risiko kekeringan dan konteks rural
menjadi persoalan rutin. Kawasan Semarang, Jawa Tengah, dengan masalah utama risiko banjir dan
gelombang tinggi. Kawasan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang menunjukkan contoh dampak
pergeseran air sungai dan risiko kebakaran hutan.
Dalam konteks dampak perubahan iklim yang berbeda, perempuan di tiga kawasan tersebut memiliki
kesamaan dalam hal menanggung dampak berlapis dari perubahan iklim, termasuk pola konsumsi
keluarga untuk pangan, air bersih dan energi. Meski demikian, perempuan memberi kontribusi penting
dalam upaya adaptasi dan mitigasi pada level individu, keluarga dan komunitas terkecil. Perempuan
menyimpan ketangguhan yang tersembunyi.
Semoga di masa mendatang kerjasama Friedrich-Ebert-Stiftung dan Kementerian Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dapat menjawab isu-isu global dengan menampilkan muatan
lokal. Kepada tim peneliti yang telah melaksanakan dan menyusun kajian ini dengan baik dan penuh
komitmen, kami sampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya.
Perubahan iklim yang menjadi isu pembangunan global saat ini, telah menjadi
variabel penting yang mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan komunitas. Studi
ini berupaya mengkaji, bagaimanakah implikasi dari perubahan iklim terhadap pola
konsumsi pangan, air bersih dan energi, dan melihat bagaimana relasi gender
mempengaruhi ketiganya. Kajian pada pola konsumsi di tingkat rumah tangga ini
juga akan memetakan, bagaimanakah upaya-upaya mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim yang dilakukan, dengan melihat peran, kontribusi dan tantangan
berbasis gender.
Studi menemukan bahwa iklim menjadi salah satu Namun, laki-laki juga menghadapi dampak berbasis
variabel yang berkontribusi pada kesejahteraan dan gender, yang walaupun juga penting, memiliki
relasi gender, namun tidaklah menjadi penyebab narasi yang berbeda dengan perempuan. Pekerjaan-
tunggal. Pembangunan melalui rangkaian kebijakan pekerjaan laki-laki menempatkannya dalam situasi
dan program, serta norma dan praktik sosial, secara rendahnya keamanan kerja yang semakin menjadi
bersama-sama mempengaruhi narasi soal gender, persoalan ketika berhadapan dengan perubahan
pola konsumsi dan perubahan iklim. Dalam situasi iklim, seperti pengalaman nelayan untuk menyebut
dimana kebijakan dan program pembangunan bisa sebagai contoh. Narasi pangan juga menunjukkan
secara efektif mendekatkan aksesibilitas dan besarnya kontribusi perempuan dalam pengolahan
ketersediaan pangan, air dan energi, dampak dari pangan sebagai pilar penting ketangguhan
perubahan iklim bisa diminimalkan. Studi komunitas, termasuk menjadi penyelamat ketika
menemukan bukti-bukti bahwa perubahan iklim kapasitas untuk memenuhi kebutuhan pangan
membawa dampak yang berbeda bagi laki-laki dan menurun. Dampak dari perubahan iklim juga bisa
perempuan. Yang terutama, dampak ini diidentifikasi dengan melihat, bagaimanakah posisi
menunjukkan bagaimana perbedaan akses dan komunitas dalam rantai suplai pangan. Ketika
kendali sumber daya yang berbeda antara laki-laki pangan bergeser dan kemudian faktor iklim
dan perempuan. Perbedaan juga dipengaruhi oleh mengubah pola ketersediaan dan akses pangan,
segregasi usia, tingkat kesejahteraan dan posisi risiko ketahanan pangan menjadi jauh lebih besar,
sosial-politik. dan ini membawa konsekuensi yang lebih dalam
bagi perempuan. Ketika harga beras dan komoditas
Studi menemukan, karena peran gendernya,
pangan ditentukan oleh skema pasar di satu sisi dan
perempuan memiliki peran dan sekaligus tanggung
perubahan karena cuaca ekstrim di sisi yang lain,
jawab penting dalam memastikan ketersediaan
perempuan sebagai konsumen tidak memiliki
pangan bagi anggota keluarga. Melalui kerja
kendali sebesar perempuan yang menjadi produsen
reproduktif yang sering tidak terlihat namun tiada
pangan dalam hal memastikan ketersediaan pangan
habisnya, perempuan memastikan keamanan suplai
bagi keluarga.
pangan tak hanya bagi dirinya namun juga bagi
keluarganya. Karena peran inilah, laki-laki bisa Pembangunan juga memiliki keterkaitan besar pada
memiliki keluangan waktu untuk melakukan kerja- akses dan kendali air bersih, baik kaitan positif
kerja produktif dan komunitas. Karena peran ini maupun negatif. Perempuan memiliki kedekatan
pulalah, banyak perempuan menanggung beban dengan air, terutama karena peran-peran gender
ganda, miskin waktu dan menanggung implikasi menjadikan air sebagai komoditas penting, dan di
pada persoalan kesehatan dan kesejahteraan. Pada sinilah peran kunci perempuan. Pengalaman OKI
perempuan dengan kapasitas ekonomi dan sosial menunjukkan, pergeseran sungai yang sebelumnya
yang terbatas, menjadi penyangga hidup keluarga, menjadi tumpuan suplai air bersih, kemudian tidak
berarti berjibaku dengan hanya sedikit opsi sumber lagi bisa dipakai seiring dengan kehadiran industri
penghidupan, dengan kesejahteraan yang rendah dan deforestasi. Kebutuhan air bersih kemudian
dan ketiadaan proteksi sosial yang memadai. dicukupi dari sumber-sumber di daerah lain, yang
RINGKASAN EKSEKUTIF | xi
suplainya akan sangat tergantung pada cuaca dan keputusan dilakukan, termasuk keputusan pada
perubahan iklim menjadi variabel yang level rumah tangga dan komunitas. Didalamnya, ada
mempengaruhi keamanan suplai ini. Akibatnya bagi tidaknya keterlibatan dan pengaruh perempuan
perempuan, adalah ketidakamanan suplai, akan memberi warna pada tingkat pemanfaatan
peningkatan beban kerja termasuk mencari sumber transfer teknologi tersebut.
-sumber air alternatif yang justru meningkatkan
Dengan dampak berbasis gender yang ditemukan,
beban kerja perempuan. Di sisi lain, pembangunan
pola konsumsi rumah tangga menunjukkan bahwa
juga bisa menjawab isu gender dan air, ketika
terdapat dinamika dalam akses, kendali dan
didesain dengan tepat sebagaimana inisiatif yang
pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber
sudah diawali dengan pembangunan infrastrukur
daya dipergunakan untuk memastikan pemenuhan
air bersih yang meringankan beban kerja
kebutuhan pangan, air dan energi. Secara umum,
perempuan di Gunungkidul.
perempuan memegang peranan kunci dalam
Di sisi yang lain, pengalaman Semarang juga pengelolaan sumber daya di tingkat rumah tangga,
menyuguhkan komersialisasi air bersih menjadi dengan memastikan kebutuhan ketiganya bisa
faktor yang mempengaruhi akses dan kualitas air dipenuhi. Tanggung jawab ini juga berarti bahwa
bersih yang menjadi tanggung jawab penting bagi ketika kapasitas menurun baik karena tekanan
perempuan. Penting dicatat bahwa ketidakcukupan iklim ataupun berkelindan dengan dinamika sosial
air bersih akan membawa implikasi serius bagi yang ada, beban dan tanggung jawab perempuan
perempuan dan anak-anak. Persoalan penyakit yang juga menjadi lebih berat. Pada situasi semacam ini,
diderita karena ketidakcukupan air bersih seperti penting untuk memperhatikan kebutuhan dan
diare dan penyakit kulit menjadi persoalan yang kepentingan siapakah yang tetap terpenuhi, dan
umum ditemukan. Belum lagi, ketidakcukupan air kebutuhan serta kepentingan siapakah yang
bersih bisa mengganggu pemenuhan kebutuhan kemudian dikorbankan.
reproduksi perempuan seperti terkait dengan
Ilustrasi tentang alokasi belanja rumah tangga
sanitasi yang tidak memadai dan implikasinya pada
untuk rokok yang tidak berubah di banyak rumah
kesehatan reproduksi. Beban kerja dan keluhan
tangga bahkan ketika kapasitas ekonomi menurun,
reumatik untuk memastikan ketersediaan air bersih
bisa menjadi salah satu gambaran bagaimana
seperti tercatat dari perempuan di Sungai Batang
distribusi sumber daya berbasis gender yang
OKI, karena mengumpulkan air hujan pada malam
terjadi. Selain itu, kontribusi perempuan yang
hari, juga menjadi contoh isu gender dalam air
berarti dalam pengelolaan sumber daya ini,
bersih yang penting untuk diperhatikan.
sayangnya tidak cukup mendapatkan rekognisi
Terkait dengan energi, pola konsumsi energi telah yang memadai. Peran ini dianggap biasa dan sudah
mengalami banyak pergeseran, termasuk dengan seharusnya. Akibatnya, ketiadaan penghargaan ini
pengurangan penggunaan sumber-sumber energi juga membuat rendahnya pengakuan bahwa
yang tidak terbarukan. Transfer teknologi dengan perempuan bisa menjadi agen penting dalam
pemanfaatan energi baru seperti bahan bakar gas mengelola risiko iklim pada tingkat yang lebih
untuk memasak, atau listrik untuk penerangan dan tinggi seperti komunitas dan juga negara. Upaya-
memasak, memberi angin segar bagi pengurangan upaya mitigasi dan adaptasi secara umum
beban kerja perempuan. Namun demikian, transfer menganggap bahwa tidak ada isu gender dan
teknologi tidaklah semudah sekedar mengenalkan penekanan pada partisipasi perempuan tidak
teknologi baru dengan asumsi perubahan secara menjadi prioritas. Laki-laki yang sering dianggap
otomatis akan terjadi dengan sendirinya. Studi secara otomatis sebagai kepala dan mewakili
mencatat, pada kelompok-kelompok marjinal keluarga, membuat tidak ada jaminan pemenuhan
seperti perempuan lansia atau mereka yang buta aspirasi dan kebutuhan perempuan dalam mitigasi
huruf, transfer teknologi menjadi persoalan yang dan adaptasi perubahan iklim. Berbagai upaya
kompleks, terutama karena diseminasi informasi mitigasi sudah dikembangkan oleh berbagai pihak,
yang tidak sepenuhnya tepat dan memadai. termasuk oleh pemerintah dan organisasi
Demikian juga, manfaat dari transfer teknologi juga pembangunan. Namun demikian, sejauh mana
akan ditentukan bagaimanakah proses pengambilan manfaat dari upaya mitigasi dan adaptasi yang
Climate change, in the context of the current global civilization has become a
significant variable which affects community’s welfare and livelihood. This study
attempts to explore the implication of climate change in relation to food consumption
pattern, clean water, and energy, as well as to see how gender crossed path in
between. The study on these household consumption patterns also tries to map
existing mitigation efforts by exploring gender-based role, contribution, and challenge
in the community.
The study found that climate is indeed a occupation often puts them in a situation with poor
contributing variable to welfare and gender safety environment, and climate change will only
relation, even though it is not the sole factor. make it riskier. Take fishermen for instance. Food
Development with its series of policy, program, narrative also shows how women largely contribute
norm, and social practice altogether affects in the food processing as an important pillar of
narrative on gender, consumption pattern, and community resilience, including becoming the
climate change. The effects of climate change can be unsung heroes when the capacity to fulfill food
minimized in the situation where policies and provision is decreasing. The effects of climate
development programs can effectively increase change can be also be identified by observing
accessibility to food, water, and energy reserve. community position in the food supply chain. When
This study presents evidences that climate change food shifts and the climate factors change patterns
brings different consequences to men compared to of availability of and access to food, the level of risk
women in the community. It primarily confirms the to food security increases, and it will lead to further
difference on accessibility and resource control consequences for women. When the price of rice
between men and women. These differences are and other food commodity are defined by market
also influenced by age segregation, level of welfare, scheme in one side and extreme weather on the
and socio-political position. other women as consumers have less control than
women as producers in ensuring food provision for
This study also found that because of their gender,
the family.
women in the community were embedded with
significant role and responsibility to ensure food Development also has major influence on access to
provision for their family members. Through their and control of clean water both positively and
mostly invisible and endless reproductive work negatively. Women are known for their intimacy
women are responsible for household food security, with water, especially since gender roles put water
not only to themselves but also for their families. as a significant commodity linked with women’s
This role division enables men to develop their free- essential functions. Ogan Komering Ilir (OKI)
time privilege that allows them to do more experience shows there was a shift of function
productive or community work. By the same token where the community that previously depend on
such role division has many women end up bearing the river as clean water supply can no longer do so
multiple burden, with less free time than men, and due to industrialization and deforestation. The
facing consequences on health and welfare issues. supply is then replaced by sources from other areas,
Being the backbone of the family for women with which supply depends on weather and climate, the
limited economic and social capacity means juggling two variables that influence its sustainability. For
with limited options of economic resources, low women, it means water supply insecurity and more
level of welfare, and insufficient social protection. work in finding alternative resources. On one hand,
However, men are also affected by gender-based development can respond to gender and water
impacts on climate change. While they share the issues when it is designed accordingly as shown in
same significance, they come with a different the infrastructure development initiative in
narrative from the women’s. Also, men’s Gunungkidul that was assigned to decrease
EXECUTIVE SUMMARY | xv
with limited resources and risking on welfare. impact to these groups. Third, strengthening
collaboration between state scheme’s responsive
This study also came up with important
gender mitigation and adaptation and communal
recommendation that needs to be followed up: first,
scheme, which build strong mutual combination.
women and men experience different situation and
Fourth, transfer of technology and education of
impact as regards climate change, therefore
mitigation and effective adaption to climate change
adequate consultation on prompt and useful
that puts into consideration various factors on
approach is needed for men and moreover for
gender gap. And fifth, state’s policies, programs, and
women, in developing mitigation and adaptation.
activities for climate change mitigation and
The mitigation has to include recognition to both
adaptation need to be synergized with power
men and women as agents for climate change
sharing between central, provincial, and regency
response. Second, there has to be protection efforts
government, as well as by optimizing village
to vulnerable groups in climate change impact
autonomy in response to gender based climate
management. There is a need on special schemes
threats.
instead of relying on a common approach, which
might just expand gap and increase climate change
Dampak yang bisa diidentifikasi mulai kenaikan mencapai 7% dari PDB (World Bank, 2010; ADB,
suhu dan kenaikan muka air laut yang telah 2010), sebagaimana dikutip dalam dokumen
mengancam kehidupan sekitar 50% spesies, tersebut.
menimbulkan ancaman bagi lebih dari 60 juta
Pada risiko bencana alam, perubahan iklim juga
penduduk dunia dan US$ 200 miliar aset di negara-
meningkatkan intensitas El Nino, kebakaran hutan,
negara berkembang. Peningkatan suhu bumi,
dan angin puting beliung. Pada tahun 2017 saja,
bahkan bila bisa mencapai target hanya naik
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
sebesar 2C pada akhir abad ini, akan mengubah mencatat, dari sebanyak 1328 kejadian bencana,
pola cuaca dengan implikasi global, seperti kejadian 99% diantaranya merupakan bencana
iklim esktrem yang lebih sering dan menyebabkan hidrometeorologi yang merupakan bencana terkait
kebutuhan air sekitar 1-2 miliar jiwa tidak akan iklim. Tiga jenis bencana dengan kejadian paling
tercukupi. sering adalah banjir, puting beliung dan tanah
Di Indonesia, peningkatan rata-rata suhu telah longsor. Bencana-bencana ini telah menyebabkan
terjadi sebanyak 0.3°C per tahun sejak 1990. 208 korban meninggal dan hilang serta membuat
Indonesia diproyeksikan akan menghadapi 3200 rumah rusak berat². Sebagai contoh, adalah
peningkatan curah hujan, kecuali di beberapa bencana banjir yang kerap melanda Jakarta. Pada
daerah di bagian selatan dimana curah hujan tahun 2007, banjir di Jakarta telah merendam
diperkirakan akan menurun sebanyak 15% pada 70.000 rumah, menyebabkan 420.444 orang
2100 dibandingkan periode 1990an. Perubahan mengungsi, 69 korban meninggal dunia dan
iklim juga mengakibatkan peningkatan muka air kerugian sekitar Rp 4,1 Trilyun (WHO, 2007).
laut, seperti sebuah studi yang menunjukkan Kebakaran hutan juga menjadi semakin meningkat
kenaikan muka air laut sebesar 27.5-40 cm dan menyebabkan kerusakan habitat bagi
menjelang 2050 dan 60-80 cm menjelang 2100 keanekaragaman hayati yang menyebabkan
(USAID, 2013)¹. persoalan lingkungan, ekonomi dan sosial politik
Terkait dengan isu pembangunan, perubahan iklim karena dampaknya bersifat lintas batas negara.
memiliki implikasi yang serius. Dari aspek ekonomi, Perubahan iklim juga meningkatkan pertumbuhan
dokumen Rencana Aksi Nasional Adaptasi fitoplankton, menyediakan habibat bagi bertahan
Perubahan Iklim (RAN-API) menyebutkan bahwa dan penyebaran bakteri dari berbagai penyakit
estimasi kerugian ekonomi adalah sangat besar, seperti kolera dan diare (Pascual et.al, 2002).
walaupun sulit diperhitungkan secara pasti. Namun
demikian beberapa kajian menunjukkan bahwa Degradasi Lingkungan dan
kerugian ekonomi akibat perubahan iklim baik Masyarakat Risiko
langsung maupun tidak langsung di Indonesia
tahun 2100 dapat mencapai 2,5%, yaitu empat kali Bencana bukan hanya sebagai sebuah kejadian
kerugian PDB rata-rata global akibat perubahan alamiah, namun juga merupakan sebuah produk
iklim (World Bank, 2010). Bahkan, apabila peluang dari tatanan dan pergeseran kebudayaan. Ulrich
terjadinya bencana akibat perubahan iklim turut Beck misalnya, melakukan redefinisi konsep
diperhitungkan, maka kerugian ekonomi dapat bencana dalam konteks perkembangan masyarakat
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 3
karena mayoritas dari penduduk miskin adalah dimana perempuan menghadapi dampak yang lebih
perempuan. Selain itu, partisipasi yang tidak setara besar daripada laki-laki, dari ruang privat menjadi
dalam pengambilan keputusan dan akses ekonomi pola yang juga ditemukan di wilayah publik.
membuat perempuan tidak bisa berkontribusi Ketidaktersediaan air bersih, produksi pertanian
penuh dalam perencanaan terkait iklim, yang menurun, ataupun akses yang berkurang
pembuatan kebijakan dan juga implementasinya³. terhadap sumber-sumber energi biomasa, dan
peningkatan risiko kelaparan ataupun penurunan
Seorang perempuan bersiap berdagang di pasar kualitas asupan nutrisi adalah area-area dimana
ikan Tambaklorok, Tanjung Mas, Semarang.
perempuan memegang tanggung jawab sekaligus
menanggung dampak yang seringkali lebih besar
(Annecke, 2010)⁴.
Kerentanan berbasis gender menggambarkan
bagaimana karena pembakuan peran gendernya,
laki-laki dan perempuan bisa menghadapi bentuk
dan intensitas dampak perubahan iklim yang
berbeda (Bridge, 2008, Skutsch, 2002). Bentuknya
bisa dilihat seperti karena keterbatasan sumber air,
bahan bakar dan pangan yang semakin berkurang,
meningkatkan beban kerja perempuan, termasuk
Perspektif gender menekankan bahwa istilah beban kerja karena berkurangnya pendapatan,
perempuan itu sendiri sudah merupakan basis karena pendapatan dari sektor pertanian yang
keterpinggiran. Simon De Beauvoir (1949), berkurang. Kesulitan sumber penghidupan juga
misalnya menyatakan bahwa perempuan tidak banyak memaksa keluarga bermigrasi ke kota.
pernah lahir sebagai subjek perempuan, melainkan Migrasi menjadi satu variabel penting yang
dibesarkan sebagai perempuan. Artinya, berkorelasi dengan kerentanan dan risiko iklim.
perempuan tumbuh dan mengada melalui jejak Imigran mungkin akan memiliki kesempatan yang
patriarki yang melingkupinya. lebih sedikit di kawasan perkotaan untuk bisa
Oleh karena patriarki muncul dalam bentuk sangat mendapatkan tempat tinggal yang layak, yang
beragam serta terikat dalam jejaring yang cair, membuat mereka tidak punya pilihan selain tinggal
wacana inferioritas perempuan juga rentan di kawasan rawan bencana terkait iklim. Imigran
menjangkit di berbagai sektor. Pada pembangunan, baru juga bisa menjadi lebih rentan karena belum
meskipun ada gagasan progresif tentang memiliki ikatan sosial yang kuat dengan lingkungan
emansipasi, perempuan ternyata juga memiliki sosial terdekat yang bisa menjadi tumpuan pada
persoalan pada diskriminasi upah (Moose 1996). saat krisis (UNFPA & IIED, 2013). Dalam situasi
Sementara Shiva (2004) menyoroti bagaimana ide- dimana hanya laki-laki yang bermigrasi ke kota,
ide besar pembangunan yang memberi dampak perempuan akan berhadapan dengan peningkatan
pada pengembangan teknologi ternyata tidak cukup beban kerja dan kehidupan yang semakin sulit di
menjawab persoalan ketidakadilan gender. Mulai desa.
dari bagaimana teknologi produktivitas pertanian Kerentanan iklim berbasis gender, salah satunya
yang mengaburkan peran penting perempuan bisa dilihat dari ilustrasi kasus yang dialami oleh
dalam siklus ketahanan pangan, sampai risiko perempuan kepala keluarga. Keterbatasan akses
komodifikasi tubuh perempuan dari hadirnya sosial termasuk informasi dan keterlibatan dalam
teknologi reproduksi. Perspektif gender ini pengambilan keputusan dan juga prasangka dan
memberikan gambaran tentang relokasi pelabelan negatif, telah membatasi kesempatan dan
subordinasi maupun eksploitasi dari wilayah privat kemampuan adaptasi dari perempuan kepala
ke publik (Walby 2014). Dalam hal ini, perubahan keluarga, bila dibandingkan dengan keluarga yang
iklim cenderung mempertajam kesenjangan gender, dikepalai oleh laki-laki. Catatan MercyCorps
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 5
Indonesia. Data konsumsi beras dilaporkan jiwa/tahun di pedesaan. Konsumsi terigu ini, yang
sebanyak 87,6 kg/kapita/tahun, yang lebih besar harus diimpor, bahkan lebih tinggi dibandingkan
dari rata-rata dunia sebesar 60 kg/kapita/tahun. rata-rata konsumsi untuk semua jenis pangan
Konsumsi pangan juga meneguhkan keragaman pokok kecuali beras/nasi. Laporan ini juga
bahan makanan pokok yang rendah, dimana nasi/ menunjukkan, terjadi pergeseran dimana
beras masih menjadi jenis pangan yang dikonsumsi pengeluaran rumah tangga meningkat untuk
paling banyak, sementara konsumsi pangan lokal pembelian makanan siap santap seperti nasi rames
seperti ubi-ubian, jagung dan sagu semakin atau nasi goreng.
menurun, termasuk di kawasan dimana padi tidak
Selain itu, laporan ini juga menyebutkan, selama 15
bisa ditanam, seperti di sebagian wilayah di NTT,
tahun terakhir hingga tahun 2011, telah terjadi
Papua dan Maluku. Sebaliknya, konsumsi terigu dan
perubahan konsumsi pangan, seperti pergeseran
turunannya justru semakin meningkat (Kemendag,
pengeluaran dari padi-padian menjadi kelompok
2013)⁵.
makanan/minuman siap santap, peningkatan
konsumsi energi dan protein walaupun konsumsi
energi belum sesuai anjuran, peningkatan konsumsi
kedelai dan minyak goreng, hingga peningkatan
konsumsi pangan sumber protein kecuali daging
sapi. Untuk buah dan sayur, konsumsinya
meningkat namun tahun 2011 lebih rendah
daripada tahun 2010, dan dilaporkan juga
penurunan konsumsi gula pasir. Selain itu, semakin
tinggi pendapatan, pangan sumber karbohidrat
turun kecuali terigu, sedang konsumsi pangan
Satu hingga dua dekade ke belakang, gaplek singkong sumber protein, gula pasir dan minyak goreng juga
masih menjadi pangan pokok warga Gunungkidul. meningkat. Perubahan pendapatan juga
mempengaruhi pola konsumsi pangan, namun tidak
menjadi variabel tunggal karena juga dipengaruhi
Data Kemendag menunjukkan, di perkotaan, beras
pengetahuan masyarakat akan pangan dan gizi.
dikonsumsi sebesar 79,1 kg/ jiwa/tahun,
sedangkan di pedesaan sebesar 96 kg/jiwa/tahun. Pada banyak komunitas, perempuan memiliki
Bandingkan dengan ubi kayu yang hanya pengalaman yang berbeda dengan laki-laki.
dikonsumsi sebesar 2 kg/jiwa/tahun di perkotaan Perempuan sering hadir sebagai satu-satunya
dan 8.8 kg/jiwa/tahun di pedesaan. Begitu juga muara pemenuhan kebutuhan sehari-hari sebagai
dengan ubi jalar yang hanya dikonsumsi sebesar 1.1 salah satu tanggung jawab sebagai ibu. Akan tetapi
kg/jiwa/tahun di perkotaan dan 8.8 kg/jiwa/tahun bukan berarti laki-laki tidak memiliki peran yang
di pedesaan. Hal yang sama juga ditemukan pada penting dalam ketahanan pangan. Laki-laki juga
sagu, yang konsumsinya mencapai 0.1 kg/jiwa/ memiliki kontribusi misalnya dalam pengolahan
tahun di perkotaan dan 0.7 kg/jiwa/tahun di lahan. Namun yang menjadi persoalan, kehadiran
pedesaan. Ubi-ubian yang lain juga bernasib serupa, patriarki (dan mungkin kapitalisme) membuat
dimana konsumsinya hanya sebesar 2 kg/jiwa/ tindakan yang dilakukan laki-laki dan perempuan
tahun di perkotaan dan 1.2 kg/jiwa/tahun di tersebut seolah-olah harus dimaknai sebagai contoh
pedesaan. perbedaan pengalaman yang hierarkis. Oleh karena
publik adalah zona utama dalam proses
Sebaliknya, konsumsi terigu dan turunannya justru
pengambilan keputusan, maka segala sesuatu yang
semakin meningkat dengan peningkatan sebesar
terjadi di dalam ranah rumah tangga seolah
10.5% di perkotaan dan 19.4% di pedesaan,
menjadi bermakna lebih rendah.
sehingga konsumsi terigu dan turunannya saat ini
mencapai 3.4 kg/jiwa/tahun di perkotaan dan 3 kg/ Tafsir hierarki inilah yang kemudian bertanformasi
⁵Kemendag (2013), “Laporan Akhir Analisa Dinamika Konsumsi Pangan Masyarakat Indonesia”, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan.
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 7
komoditas. Pendekatan yang kuat dalam bisnis air ketersediaan air bersih berkurang, salinisasi dari
menjadikan akses publik kepada air bersih sumber-sumber air, dan tingkat air tanah yang
diletakkan pada sejauh mana kapasitas untuk menurun. Perubahan iklim juga menjadikan lebih
membayar layanan air bersih tersebut. banyak kejadian iklim ekstrem yang bisa berujung
bencana seperti banjir yang mempengaruhi kualitas
Dalam situasi dimana akses dan pelayanan air
air dan infrastruktur air bersih, meningkatkan erosi
bersih masih terbatas, faktor berupa perubahan
dan abrasi yang bisa mengganggu kualitas dan
iklim berpotensi memperparah akses dan
ketersediaan air bersih. Perubahan iklim juga
memperlebar kesenjangan akses bagi mereka yang
menciptakan kekeringan yang bisa mengurangi
marjinal. Bentuk implikasi perubahan iklim bisa
ketersediaan dan kualitas air bersih (IPCC, 2008).
dirunut jejaknya dalam kaitan dengan intrusi air
laut yang bisa mengganggu keamanan suplai air
bersih. Implikasi iklim akan keamanan persediaan
air bersih akan mempengaruhi status kesehatan,
produksi pertanian dan produksi dan distribusi
ekonomi. Dampak perubahan iklim terhadap
ketersediaan air bersih terlihat dari risiko
kekeringan, ketidakpastian ketersediaan air bersih,
dan pada gilirannya akan mempengaruhi
kemampuan sektor pertanian dalam memproduksi
pangan, kestabilan ekonomi dan bisa berisiko
meningkatkan populasi kurang gizi, dan Sumur dekat Pantai Drini masih dimanfaatkan warga untuk
pertanian dan kebutuhan rumah tangga seperti mandi dan
memperlambat pengentasan kemiskinan serta mencuci.
mengancam keamanan pangan (Wang et. Al, 2006).
Dengan situasi tersebut, dampaknya bagi
Analisis gender juga akan menjelaskan, dalam
perempuan dan laki-laki bisa berbeda. Ketiadaan air
situasi akses air bersih dan sanitasi yang terbatas,
bersih bisa menjadikan curah waktu dan beban
dampaknya bagi perempuan dan laki-laki bisa jadi
kerja perempuan menjadi berlipat lebih tinggi
sangat berbeda. Laki-laki dan perempuan
dibandingkan laki-laki, karena kompleksitas
mengakses, mengelola dan menggunakan air dalam
pekerjaan domestik yang meningkat dalam situasi
cara yang tidak selalu sama (WEDO, undated). Di
kelangkaan air. Kondisi yang sama juga bisa
banyak rumah tangga, perempuan bertanggung
ditemukan dalam kaitan dengan bencana banjir,
jawab atas ketersediaan air untuk minum,
yang juga menghasilkan deretan pekerjaan
memasak, mencuci, membersihkan rumah, hingga
domestik yang panjang bagi perempuan.
mandi. Laki-laki mungkin akan berbagi tugas
dengan memegang tanggung jawab dalam hal Perubahan iklim juga bisa menjadikan peningkatan
pengairan untuk pertanian dan juga ternak (WEDO, risiko penyakit yang ditularkan oleh vector, melalui
2003)⁶. makanan dan air seperti DBD dan malaria, dimana
anak-anak menjadi salah satu kelompok yang
Kemiskinan dan perubahan iklim, rentan, dan ini bisa berimplikasi pada peningkatan
beban kerja perempuan untuk pengasuhan dan
memiliki dampak bagi perempuan
perawatan. Sayangnya, keterlibatan dan pengaruh
maupun laki-laki, namun dengan
perempuan dalam pengambilan keputusan terkait
cara dan intensitas yang berbeda.
air, sering tidak terpenuhi. Hal ini membuat dampak
perubahan iklim menjadi lebih berat bagi
Kemiskinan dan perubahan iklim, memiliki dampak perempuan. Pada titik inilah, isu gender menjadi
baik bagi perempuan maupun laki-laki, namun penjelas, bahwa dampak dari perubahan iklim bagi
dengan cara dan intensitas yang berbeda. air bersih bukan hanya menggambarkan dimensi
Perubahan iklim diprediksi menjadikan yang sifatnya natural, namun lebih kuat, adalah
⁶http://unfccc.int/files/adaptation/knowledge_resources/databases/partners_action_pledges/application/pdf/wedo_furtherinfo_water_190411.pdf, diakses
29 Maret 2018.
⁷Tharakan, Pradeep (2015), “Summary of Indonesia’s Energy Assessment”, ADB papers on Indonesia #9, December, diakses 3 Februari 2018.
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 9
adalah terus melakukan pembaharuan informasi. dampak perubahan iklim, namun peran dan
Pembaharuan informasi di sini sepertinya tidak kontribusi perempuan seringkali tidak dihargai
terpisah dari upaya masyarakat dalam melakukan atau tidak terlihat. Hal ini menyebabkan aspirasi
pemetaan terhadap alternatif-alternatif baru dalam dan kebutuhan perempuan juga menjadi tidak
pola konsumsi. Seperti yang dijelaskan bahwa terakomodasi dalam strategi adaptasi di berbagai
masyarakat melakukan adaptasi dengan melakukan level (Castello, et.al, 2009). Selain dalam konteks
penyesuaian komoditas pangan yang akan ditanam, masyarakat pedesaan, pola yang kurang lebih
melakukan pemilihan atas varietas tanaman yang serupa juga ditemukan dalam hasil kajian yang
lebih tahan kekeringan, melakukan penghematan dilakukan oleh Mercy Corps pada konteks
air, hingga memperkaya teknik penanaman seperti masyarakat urban.
tumpang sari.
Kajian ini menemukan bahwa komunitas urban juga
telah melakukan berbagai upaya adaptasi terhadap
Keterkaitan antar sesama warga perubahan iklim. Memang ada limitasi dimana
sebagai anggota dari komunitas, adaptasi sendiri tidak bisa mengurangi risiko
menjadi salah satu aspek penting dari terkait dengan perubahan iklim, namun yang terjadi
adaptasi yang telah dikembangkan adalah bahwa upaya adaptasi tidak hanya bersifat
oleh komunitas masyarakat urban. fisik namun yang juga penting adalah dalam aspek
sosial. Keterkaitan antar sesama warga sebagai
Proses adaptasi terhadap persoalan kelangkaan air anggota dari komunitas, menjadi salah satu aspek
bersih yang bisa diakses juga menjadi salah satu penting dari adaptasi yang telah dikembangkan
penjelas bagaimana strategi bertahan hidup oleh komunitas masyarakat urban (Mercy Corps,
dikembangkan oleh warga di Gunungkidul. Sebuah 2010).
penelitian menunjukkan bahwa organisasi Tidak ada yang salah dalam pemetaan yang
masyarakat berperan sangat besar dalam dilakukan oleh beberapa kajian dan lembaga
pengelolaan sumber daya air pada musim kemarau tersebut di atas, karena memang pada umumnya
di Gunungkidul (Cahyadi dkk, 2012). Organisasi ini realitas yang demikan nyata terjadi di berbagai
berperan dalam pembagian jatah air, wilayah di Indonesia. Gunungkidul misalnya yang
pengoperasian pompa, perawatan dan pengelolaan memiliki curah hujan yang rendah, saat ini sangat
instalasi penyedia air, dan pengawasan terhadap berisiko terpapar bencana kekeringan yang serius.
pemanfaatan air. Strategi adaptasi terhadap Seperti yang diberitakan bahwa 12 dari 18
bencana kekeringan yang dilakukan berupa kecamatan di Gunungkidul mengalami kekeringan⁸.
larangan memandikan ternak, larangan mencuci Menariknya, masyarakat setempat masih memiliki
motor, serta pembagian penyaluran air untuk kemampuan adaptasi mandiri untuk mengatasi
masing-masing kelompok rukun tetangga. persoalan krisis air ini meskipun terdapat juga
Dalam konteks Gunungkidul yang merupakan wacana tentang bantuan air bersih dari pemerintah.
kawasan karst, pengelolaan manajemen sumber air Yang dimaksud dari upaya adaptasi mandiri ini
dan strategi adaptasi di atas, telah menjadi adalah mekanisme penghematan air dan upaya
penyangga penting untuk memenuhi kebutuhan pembelian tambahan air bersih secara mandiri.
akan air bersih. Karst sendiri merupakan kawasan
Akan tetapi yang menjadi persoalan, seperti yang
dimana air di permukaan dalam waktu singkat
dijelaskan di atas bahwa perspektif gender sangat
masuk ke dalam sistem bawah tanah, menyebabkan
berkontribusi untuk melihat fenomena perubahan
kondisi kering dan jarangnya sumber air di
iklim dan dampaknya ini dengan lebih utuh. Seperti
permukaan, dan sering menghadapi kerawanan
yang ditegaskan juga bahwa persoalan sosial
terhadap bencana kekeringan (Cahyadi 2010 dan
berbasis gender sangat berkaitan pada perbedaan
Suryanti dkk 2010, dalam Cahyadi dkk, 2012).
pengalaman antara laki-laki dan perempuan dalam
Meskipun perempuan dan laki-laki sama-sama merespon risiko itu sendiri. Jika perubahan iklim,
berkontribusi dalam upaya adaptasi terhadap seperti yang dijelaskan BMKG, juga berpengaruh
⁸https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3639185/12-kecamatan-di-gunungkidul-alami-kekeringan, diakses 2 Februari 2018.
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 11
upaya terkait dengan kesetaraan gender atau
“Babagan nedha nggih kanca setri ingkang perempuan. Sebanyak 3/5 negara diantaranya
nyekapi lan ngupadi. Kula namung ngrahabi menjelaskan upaya terkait peran perempuan dalam
ingkang cumawis wonten meja (Persoalan makan adaptasi perubahan iklim, namun tanpa secara
ya teman perempuan saya yang mencukupi dan spesifik menyebut sektor kunci atau peran
mencari. Saya hanya menikmati yang tersedia di perempuan. Hanya sebanyak 18 negara yang
meja saja –pen.),” pengakuan Mbah Panto. mengakui peran perempuan dalam mitigasi
perubahan iklim, terutama dalam kaitan dengan
Mbah Panto dan istrinya (dituliskan Mbah Panto emisi energi, energi yang berkelanjutan atau
putri) meskipun memiliki interpretasi yang sama biomasa dan terkait peternakan⁹.
tentang semakin rumitnya tantangan pemenuhan
Indonesia sendiri telah menyusun Rencana Aksi Gas
kebutuhan pangan saat ini, namun diakui ada
Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Rencana Aksi Adaptasi
alokasi peran yang berbeda. Sebagaimana dikatakan
Perubahan Iklim (RAN-API). RAN API merupakan
di atas bahwa adaptasi pangan yang dilakukan oleh
dokumen yang disusun sebagai hasil kolaborasi
Mbah Panto (laki-laki) adalah berupaya sebisa
pemerintah, mitra pembangunan, organisasi
mungkin untuk menerima dan mensyukuri segala
kemasyarakatan dan praktisi dalam adaptasi
sesuatu yang disediakan oleh istrinya di meja
perubahan iklim sebagai sebuah rencana aksi
makan. Sementara itu bagi Mbah Panto putri
nasional adaptasi yang terkoordinasi antar
(perempuan), dalam artikel tersebut, berupaya
pemangku kepentingan. Dokumen RAN API disusun
menjelaskan bagaimana dirinya semampunya
sebagai pijakan untuk kerangka adaptasi perubahan
mendayagunakan sumber daya pangan (seperti
iklim dalam kurun waktu 2013-2015, dan kemudian
bayam dan daun singkong) yang ada di sekitar
diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan,
rumahnya sebagai sumber pangan sehari-hari.
termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Bisa dikatakan bahwa ini bentuk adaptasi yang Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dokumen ini
paling dasar ketika dirinya menyadari perannya diharapkan akan menjadi rujukan penyusunan
bahwa pangan harus tetap tersedia meski dalam program dan kegiatan pemerintah maupun berbagai
kondisi krisis. Lebih lanjut Mbah Panto putri ini juga pihak dalam kaitan dengan perubahan iklim.
menceritakan bagaimana daur pangan menjadikan
ampas minyak goreng buatannya sendiri sebagai Dokumen ini menegaskan bahwa adaptasi
minyak rambut. Kreatifitas inilah yang menjadi perubahan iklim dalam RAN-API ditujukan untuk
pembeda dimana hanya keluar dari kearifan terselenggaranya sistem pembangunan yang
perempuan yang sekali lagi berbeda dengan apa berkelanjutan dan memiliki ketahanan (resiliensi)
yang menjadi dasar pengetahuan laki-laki. tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Tujuan
utama tersebut akan dicapai dengan membangun
ketahanan ekonomi, ketahanan tatanan kehidupan,
baik secara fisik, maupun ekonomi dan sosial, dan
Kebijakan dan Inisiatif Terkait menjaga ketahanan ekosistem serta ketahanan
Gender dan Perubahan Iklim wilayah khusus seperti pulau-pulau kecil untuk
mendukung sistem kehidupan masyarakat yang
Meskipun kebijakan dan dokumen global tentang
tahan terhadap dampak perubahan iklim.
perubahan iklim menekankan gender sebagai isu
penting, namun dalam pemenuhan komitmen Paris Dimensi gender juga bisa diidentifikasi jejaknya
Agreement, aspek ini belum menjadi perhatian serius dalam RAN API. Di berbagai bidang kunci, ilustrasi
dari banyak negara. Analisis yang dilakukan oleh tentang mengapa gender dalam adaptasi perubahan
UNDP menemukan bahwa hanya 65 dari total 161 iklim adalah hal yang penting ditemukan dalam
negara yang menandatangani Nationally uraian bidang ekonomi, khususnya terkait
Determined Contributions (NDC) dalam memenuhi ketahanan pangan, dan juga dalam bidang
Paris Agreement, yang telah melakukan minimal satu ketahanan sistem pendukung untuk permukiman.
¹⁰https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/53eff-buku-pedoman-teknis-perubahan-iklim-teknis-full-lampiran-email.pdf
¹¹http://pubs.iied.org/10782IIED/?k=Indonesia.
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 13
Gambar 1.1: Diagram kerangka analisis penelitian
pada peningkatan beban kerja domestik, prevalensi petani di Gunungkidul, laki-laki merantau
kekerasan dalam rumah tangga hingga kasus keluar desa dengan menjadi buruh seperti di
kesehatan reproduksi terkait perubahan iklim. Hal sektor konstruksi, sementara perempuan
ini perlu dibaca karena laki-laki dan perempuan bekerja di sektor rumah tangga, dan
mengambil peran gender yang berbeda, dan meninggalkan anak-anak beserta lansia di
memiliki akses yang juga berbeda dalam upaya rumah. Strategi adaptasi juga dikembangkan
adaptasi ataupun pengambilan keputusan. dalam bentuk menjual ternak untuk membeli
air bersih atau biaya pendidikan ketika musim
Kedua, dalam situasi keterpaparan dampak
kemarau panjang. Pada komunitas di pinggiran
yang mengganggu kehidupan keseharian, akses dan
hutan, perubahan iklim yang berdampak pada
manfaat dalam upaya-upaya kedaruratan dan
kebakaran hutan bisa memunculkan strategi
pemulihan bencana terkait iklim juga akan
adaptasi yang beragam yang dilakukan
dipengaruhi oleh akses dan kontrol sumber daya,
perempuan karena ancaman terutama terhadap
termasuk bagaimana korelasinya dengan peran dan
keberlanjutan suplai pangan, air dan juga
relasi gender yang ada.
energi.
Di sisi yang lain, perubahan iklim juga telah
Penting untuk melihat tumbuhnya strategi
mendorong munculnya strategi-strategi adaptasi
adaptasi dengan berbagai aspek:
yang bekerja baik pada level individu, komunitas
maupun pada tataran yang lebih tinggi seperti pada Formal dan informal. Banyak diantara
level negara. Namun demikian, dimensi gender juga strategi adaptasi berada pada ranah
tetap perlu dilihat dari kemunculan dan informal, dalam bentuk yang sporadis dan
keberadaan strategi-strategi adaptasi ini, antara merupakan praktik sehari-hari, seperti
lain, untuk menyebut sebagai contoh adalah: memanfaatkan air bekas cucian beras untuk
menyediakan makanan bagi ternak. Walau
Laki-laki dan perempuan bisa memiliki strategi
demikian, tetap penting melihat baik
adaptasi yang berbeda karena peran gender
adaptasi yang formal maupun yang informal.
maupun akses kepada sumber daya yang
berbeda. Sebagai contoh, pada komunitas Level individu/rumah tangga, level
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 15
iklim. Desa Sungai Batang memiliki aspek diskusi terfokus dilakukan terutama pada
keterisolasian karena minimnya perkembangan kelembagaan lokal di tingkat komunitas baik yang
pembangunan infrastruktur yang otomatis akan menjadi domain laki-laki (seperti kelompok tani/
berdampak pada kualitas fasilitas kehidupan kelompok air, kelompok nelayan, karang taruna,
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh dan lain-lain) ataupun domain perempuan (PKK,
karenanya, Desa Sungai Batang memiliki kelompok wanita tani, dasawisma) atau kelompok
terbatasnya kegiatan ekonomi sehingga untuk lain yang ada dan aktif di dalam kehidupan
menopang kehidupannya sangat bergantung pada komunitas. Selain itu, juga kelompok diskusi
kondisi lingkungan dan alam. Kondisi ini terfokus dengan pemerintah desa ataupun daerah.
merefleksikan tingginya kerentanan pada Sementara observasi, terutama yang dilakukan
masyarakat Desa Sungai Batang. Dalam beberapa dengan proses live-in, dilakukan untuk memvalidasi
data sekunder yang dijadikan acuan dalam memilih dan melengkapi gambaran nyata dari kondisi dan
desa, Desa Sungai Batang adalah salah satu desa dinamika kehidupan komunitas. Secara rinci, kerja
yang memiliki persoalan lingkungan paling tinggi lapangan di ketiga wilayah dilakukan sebagai
diantara desa yang lain di Kabupaten OKI, misalnya berikut:
kebakaran hutan dan kekeringan.
Kabupaten Gunungkidul. Kunjungan awal
dilakukan pada akhir September 2017, dengan
menemui dinas terkait dan pemerintah kecamatan
Metodologi serta pemerintah desa. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan masukan tentang wilayah penelitian.
Dalam studi ini, desk review dilakukan untuk
Setelah penentuan lokasi, penggalian data lapangan
membangun kerangka dari berbagai teori dan studi
dilakukan dengan tinggal di Desa Banjarejo selama
dalam tema ini, sebagai pijakan dalam
8 hari, dimana dilakukan:
pengembangan kerangka dan pertanyaan
penelitian. Desk review juga dilakukan terhadap a. FGD dengan kelompok laki-laki di Dusun
berbagai dokumen dan kebijakan terkait, pada Wonosobo II, yang melibatkan ketua RT,
berbagai level (mulai dari global, nasional, daerah ketua RW, kepala dukuh, kelompok tani, dan
hingga lokal), sekaligus juga untuk memiliki kelompok ternak (kurang lebih 10 peserta).
pemahaman yang memadai terhadap konteks yang
b. FGD dengan kelompok perempuan di Dusun
ada dan berkembang.
Wonosobo I, yang meliputi pengurus PKK,
Penggalian data lapangan juga dilakukan di ketiga istri ketua RT, istri ketua RW, guru PAUD,
wilayah penelitian, yang mencakup metode kader posyandu, kelompok wanita tani,
wawancara mendalam (indepth interview), kelompok pengolahan makanan dan pelaku
kelompok diskusi terfokus (focus group discussion/ usaha lokal (sekitar 10 orang).
FGD) dan juga observasi. Wawancara mendalam
c. FGD dengan anak-anak SD kelas 6, yang
dilakukan terhadap representasi dari komunitas
kemudian dipisahkan menjadi FGD anak
maupun pihak terkait (pemerintah, organisasi
perempuan (6 orang) dan FGD anak laki-laki
masyarakat sipil dan organisasi perempuan) untuk
(6 orang).
melihat kontribusi/pola konsumsi, dampak
perubahan iklim, skema adaptasi dan kebutuhan d. Wawancara dengan 27 orang, dengan rincian
penguatan pada level individu dan keluarga. 14 laki-laki dan 13 perempuan. Mereka
Responden yang diwawancarai mencakup laki-laki mewakili unsur petani, nelayan, pelaku
dan perempuan dengan mempertimbangkan usaha, perempuan kepala keluarga, lansia,
kriteria: usia, status perkawinan/kepala keluarga, duda, ibu rumah tangga, pemerintah lokal
dan disabilitas. (dari dusun, desa, kecamatan hingga
kabupaten).
Sementara kelompok diskusi terfokus dilakukan
terutama untuk menggali apa saja skema adaptasi, e. Observasi dilakukan selama proses kajian
kebijakan, program pada level kelembagaan dan awal dan kerja lapangan yang dilakukan di
pemerintahan. Pada level kelembagaan, kelompok wilayah penelitian.
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 17
2. Workshop validasi Kota Semarang dilakukan relasi gender di dalam keluarga juga membatasi
pada tanggal 31 Oktober 2017. Peserta dari responden perempuan untuk menyampaikan
kegiatan ini adalah Bappeda, Dinas pendapatnya secara bebas ketika proses
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan wawancara.
Anak, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan,
4. Di Semarang, tantangan dan limitasi yang
BPBD, Badan Lingkungan Hidup, Pemerintah
dihadapi antara lain adalah hambatan untuk
Kelurahan (Tanjung Mas dan Krobokan), Forum
bertemu dan mendapatkan informasi langsung
Kesehatan Kelurahan (Tanjung Mas dan
dari sumbernya. Di Kampung Krobokan,
Krobokan), dan LSM.
wawancara dengan kelompok asisten rumah
3. Workshop validasi Ogan Komering Ilir tangga tidak bisa dilakukan karena kesulitan
dilakukan pada 31 Oktober 2017. Proses menemukan waktu untuk bertemu, mengingat
konsultasi ini melibatkan perwakilan dari mereka bekerja tidak hanya di satu tempat.
Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Sementara di Kelurahan Panggunglor, peneliti
Dinas Lingkungan Hidup, BPBD, Dinas kesulitan mendapatkan akses untuk wawancara
Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, kelompok Paguyuban Pengendalian dan
Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa. Penanggulangan Air Pasang Panggung Lor (P5L)
Proses ini dilakukan setelah melengkapi data karena ada kecurigaan terhadap pihak
melalui wawancara dengan dinas-dinas terkait, eksternal, seperti juga kesulitan yang dihadapi
yaitu Bappeda, Dinas Sosial, Dinas Perkebunan, peneliti ketika masuk dalam proses kajian awal
BPBD, Dinas Kesehatan dan Kantor di beberapa kelurahan di pesisir utara kota
Pemberdayaan Perempuan. Semarang. Selain itu, relasi gender di dalam
keluarga juga membatasi responden perempuan
Dari metode penelitian yang dilakukan, beberapa
untuk menyampaikan pendapatnya secara
keterbatasan yang penting untuk diperhitungkan
bebas ketika proses wawancara.
adalah:
5. Di Ogan Komering IIir, dominasi dan sekaligus
1. Durasi waktu yang terbatas. Walaupun sudah
problem transparansi oleh kepala desa menjadi
mengetahui soal limitasi waktu untuk
variabel penting yang membuat banyak
penggalian data lapangan yang hanya bisa
informasi tidak bisa digali dengan baik.
dilakukan selama 1 bulan (Oktober 2017),
Dominasi ini juga membuat peneliti harus
namun proses pengelolaan tim dan penggalian
berhati-hati dalam melakukan proses
data lapangan, tidak sepenuhnya mampu
penggalian data dan validasi ke berbagai pihak
menjangkau proses yang memadai untuk
ketika dilakukan workshop validasi hasil riset,
menggali informasi dan analisis gender secara
terlebih karena pemerintah daerah sendiri juga
memadai. Dalam situasi di mana komunitas
tidak tahu banyak akan kondisi masyarakat di
memiliki pengalaman dan kecurigaan terhadap
desa Sungai Batang. Akses fisik ke lokasi
pihak luar, proses penggalian data dalam waktu
penelitian juga menjadi tantangan berarti yang
yang sangat sempit ini, membuat tim peneliti
dihadapi oleh peneliti, terutama karena untuk
harus melakukan berbagai siasat untuk bisa
menjangkau lokasi penelitian harus melalui rute
mendapatkan akses terhadap data dan
yang tidak mudah dan berhadapan dengan
informasi yang memadai.
risiko keamanan (gelombang laut), atau bila
2. Keterbatasan dokumen resmi dari pemerintah memakai jalur darat, harus bernegosiasi dengan
sebagai rujukan. Di ketiga wilayah, keterbatasan pihak perusahaan.
data dan dokumen resmi dari pemerintah
menjadi salah satu variabel penting yang perlu
dihitung sebagai limitasi penelitian.
Tim Peneliti
3. Di Gunungkidul, agenda FGD sempat batal
karena ada warga yang sedang tertimpa Tim peneliti terdiri dari koordinator peneliti,
musibah (warga yang meninggal). Selain itu, peneliti, asisten peneliti, dan konsultan peneliti.
MEMETAKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP RELASI GENDER DAN POLA KONSUMSI | 19
BAB 2
MERAWAT
KEHIDUPAN
DI TANAH KERING
Gambar 2.1: Peta wilayah Kabupaten Gunungkidul
Mendengar kata Gunungkidul, kesan yang pertama merupakan angka IPM terendah di DIY, bahkan
tergambar adalah kering dan gersang. Hal ini tidak lebih rendah dari rata-rata kesejahteraan
sepenuhnya salah, karena Gunungkidul bagian perempuan di Indonesia dengan IPM mencapai
selatan adalah kawasan karts. Alamnya cenderung 66,98. IPM sendiri merupakan indeks komposit dari
meranggas di musim kemarau, namun hijau segar di tingkat kesehatan, tingkat pendidikan dan ekonomi
musim hujan. Sebaliknya, bagian utara yang kaya warga. Semakin tinggi angka IPM, tingkat
sumber air tanah dangkal merupakan kawasan kesejahteraan juga semakin tinggi. Pengeluaran
pertanian dengan irigasi baik yang menjadi perkapita menyumbang kesenjangan kesejahteraan
lumbung pangan Gunungkidul. Gunungkidul juga paling tinggi, dimana pengeluaran per kapita
salah satu wilayah dengan ancaman bencana yang perempuan hanya 40% dibanding pengeluaran per
beragam. Bukan hanya kekeringan, namun juga kapita laki-laki.
gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin topan,
Tingkat pengangguran terbuka perempuan
gelombang pasang dan tsunami. Dari 18 kecamatan
mencapai 3,23%, lebih tinggi dibanding laki-laki
yang ada di Gunungkidul, 11 diantaranya
yang mencapai 2,65%¹². Tingkat migrasi warga
merupakan wilayah langganan kekeringan,
Gunungkidul sangat tinggi, terlebih pada musim
termasuk 9 kecamatan yang masuk dalam zona
kering, dimana sebagian besar laki-laki akan
karts.
menjadi buruh, baik di dalam atau di luar daerah.
Sebagai kabupaten dengan luas wilayah terbesar di Menjadi buruh musiman merupakan strategi
DIY, Gunungkidul merupakan wilyah dengan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
tingkat kesejahteraan paling rendah. Tahun 2015, Fenomena ini berimplikasi pada bertambahnya
tingkat kesejahteraan perempuan di Gunungkidul beban tanggung jawab perempuan menjaga
dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) keamanan pangan keluarga juga meningkatnya
yang berada pada angka 61,55 persen. Angka ini kerentanan perempuan. Dengan konteks wilayah
¹³Data migrasi penduduk juga memperlihatkan fakta, dimana banyak warga Gunungkidul yang memilih merantau dan menjadi buruh, terutama pada
musim kemarau, dimana banyak laki-laki boro (bekerja) menjadi buruh seperti buruh bangunan.
¹⁴http://banjarejo-tanjungsari.desa.id/index.php/first/kategori/1/data/SIDA-Desa-Banjarejo.
Ke-3, Ketiga (25 Agustus-18 Sep- Musim kering Menabur pupuk kandang,
tember) membakar sisa tanaman atau
membiarkannya membusuk
Sebaliknya, saat menanam atau menyebar benih, perempuan kowak (menebar benih) kacang kedua.
perempuanlah yang lebih banyak berkiprah. Meski Ketika panen usai, lelaki akan kembali bekerja
ada juga laki-laki yang terlibat dalam proses keluar. Upah menjadi buruh tani laki-laki rata-rata
menyebar atau menanam benih baik padi, jagung, Rp50.000 per hari, ditambah 2 kali makan, 3 kali
kacang maupun singkong, namun jumlahnya kopi dan rokok minimal 1 bungkus. Sementara
tidaklah sebanding. Begitupun saat memelihara perempuan, menerima upah sebesar Rp40.000 per
tanaman seperti matun pisan atau pindo hari, 3 kali kopi dan 2 kali makan. Meski mereka
(menyiangi dan membuang rumput yang tumbuh bekerja dalam durasi waktu yang sama, dengan
dan mengganggu tanaman inti), perempuanlah yang beban pekerjaan yang setara, namun upah yang
memikul tanggung jawab. Pada periode ini, laki-laki diterima antara laki-laki dan perempuan tidak
banyak menjadi buruh. Sebagian besar bekerja setara.
sebagai buruh bangunan.
Hasil panen padi biasanya digunakan untuk
Pada saat panen, para lelaki akan kembali pulang konsumsi sehari-hari sampai musim panen
dan bersama dengan perempuan pergi ke alas berikutnya tiba. Padi hasil panen dijemur,
memanen tanaman sendiri ataupun menjadi buruh. kemudian disimpan di karung. Jika membutuhkan
Pada saat panen padi, lelaki memetik sementara beras, mereka akan membawanya ke penggilingan
¹⁷Mluku, dari asal kata waluku adalah proses membalik lahan, sementara nggaru dari asal kata garu adalah proses meratakan tanah dan membuat lajur/
baris untuk menaman padi.
¹⁸ Diungkap oleh Dimas Dewoto Puruhito, kandidat Doktor pertanian UGM, dalam sebuah diskusi 21 Desember 2017.
¹⁹Dampak Perubahan Iklim Terhadap OPT-blog Pertanian dan Perkebunan, 15 April 2015.
²⁰Sulit memastikan apakah hama atau penyakit atau angin yang membuatnya gagal panen, karena narasumber tidak ingat kapan persisnya beliau
mengalami kejadian ini. Perlu digali informasi lebih detail.
²¹Pengakuan Pariyem, Linus Suryadi AG, diterbitkan pertama kali oleh Sinar Harapan tahun 1981.
²²Wawancara dengan Pak Mugi, Dukuh Wonosobo 1 yang sehari-hari mendistribusikan ikan tangkapan nelayan.
Pada akhir 2017, dua orang suami isteri berturut-turut meninggal tidak lama setelah dinyatakan positif HIV. Keduanya
meninggalkan dua anak. Satu diantaranya telah dinyatakan positif HIV dan dalam dampingan Dinas Sosial, Kabupaten
Gunungkidul. Kejadian ini bukan kasus HIV perdana yang ditemukan di Banjarejo. Puskesmas pembantu Desa Banjarejo
mencatat, kasus HIV pertama ditemukan sekitar tahun 2014-2015. Penderitanya seorang perempuan yang bekerja di
Yogyakarta. Kasus kedua ditemukan pada 2016. Penderitanya seorang laki-laki. Hingga 2017, empat orang meninggal karena
HIV. Keempatnya berada pada usia produktif antara 20 hingga 30 tahun.
Kasus HIV tidak ditemukan secara terencana melalui pendataan. Umumnya, penyakit diketahui setelah warga menderita
sakit yang tidak kunjung sembuh yang diikuti pemeriksaan ringan ke puskesmas pembantu. Ini mengindikasikan kemungkinan
angka penderita HIV bisa melebihi temuan. Apalagi jika merujuk pada data yang dilansir oleh komisi penanggulangan AIDS DIY.
Pada 2016, di Gunungkidul angka penderita HIV dan AIDS mencapai 363 kasus.
Selain kasus HIV, kasus PMS (Penyakit Menular Seksual) juga mulai banyak ditemukan di Desa Banjarejo. Namun, tidak
ada angka pasti berapa banyak penderita PMS. Sulitnya pendataan ini karena penderita PMS biasanya memilih dokter praktik
mandiri atau rumah sakit swasta untuk layanan pemeriksaan. Agus, admin pustu Banjarejo menduga alasan memilih rumah sakit
dan dokter swasta karena stigma negatif pada penderita PMS, sehingga merasa malu untuk memeriksakan di pustu, kecuali
penyakit umum yang diderita, seperti flu dan demam.
Meskipun bukan penyebab tunggal, perkembangan industri pariwisata dinilai berkontribusi pada meningkatnya jumlah
kasus HIV. Temuan-temuan kasus HIV dan PMS semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri pariwisata pantai.
Salah satu penderita yang tercatat meninggal merupakan nelayan di kawasan pantai yang juga berfungsi sebagai tempat
pelelangan ikan. Namun di sisi lain, industri pariwisata telah banyak berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan warga
lokal. Ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah agar pariwisata tidak menjadi bencana tambahan bagi warga lokal.
Penyebab lainnya adalah migrasi penduduk. Penduduk desa bermigrasi dalam pola yang beragam. Pertama bermigrasi
jangka waktu pendek. Dilakukan oleh warga berbagai usia yang di desanya berprofesi sebagai petani. Mereka akan keluar desa
selama musim kemarau atau hingga masa panen tiba. Pola kedua migrasi dalam waktu tertentu. Dilakukan oleh kelompok usia
muda yang tidak menggarap lahan. Biasanya kelompok ini pulang dalam waktu tertentu. Bisa mingguan atau bulanan. Ini
membuka potensi penularan HIV baik melalui penggunaan obat atau perilaku seksual.
Langkah-langkah pencegahan yang sudah dilakukan pemerintah adalah penyuluhan dan sosialisasi. Khususnya di sekolah-
sekolah menengah di seluruh desa. Langkah pencegahan terakhir yang dilakukan pemerintah adalah pemeriksaan HIV,
menyusul kasus yang terjadi pada akhir tahun 2017. Sekalipun langkah yang diambil terbilang responsif pada upaya
pencegahan dini, diskriminasi masih terjadi. Misalnya dalam program pemeriksaan. Menurut keterangan peserta FGD,
pemeriksaan HIV hanya diberikan kepada remaja putri.
biasanya menyediakan keperluan nelayan untuk Pantai Drini juga dikembangkan sebagai kawasan
melaut seperti bahan bakar, membeli pesanan wisata sejak tahun 1990an. Berkembangnya media
perahu dan ‘membantu’ nelayan disaat paceklik. sosial mempercepat geliat pariwisata di sepanjang
Ikan hasil tangkapan nelayan disetor kepada pesisir selatan Gunungkidul termasuk kawasan
pengepul yang kemudian dijual oleh pengepul di Pantai Drini. Berkembangnya sektor pariwisata juga
TPI. Bisnis pengepul biasanya dilakoni oleh laki- membuka peluang warga untuk mengembangkan
laki. Hanya sedikit perempuan yang menggeluti usaha jasa pariwisata. Warung-warung ikan,
bisnis ini. Dengan sistem pasar seperti ini, para cinderamata dan oleh-oleh berkembang dengan
pembeli ikan dalam jumlah besar seperti pedagang pesat.
ikan segar dan penjual makanan olahan ikan akan Penjual di kawasan Pantai Drini tergabung dalam
membeli ikan di TPI, bukan mendapat langsung dari komunitas kelompok sadar wisata (pokdarwis).
nelayan. Jika nelayan berhasil membawa pulang Mereka menerapkan peraturan yang cukup ketat
ikan, maka ikan yang ada di TPI adalah ikan hasil terkait sarana pengembangan wisata Pantai Drini.
tangkapan nelayan setempat. Namun, pada saat Semua orang yang melakukan aktivitas ekonomi
paceklik, pengepul ini yang akan mencari ikan pariwisata terdata di pokdarwis. Keanggotaan
untuk dijual di TPI atau diantar kepada pedagang pokdarwis hanya diperuntukkan bagi warga Desa
langganan. Biasanya, ikan didatangkan pengepul Banjarejo, sementara orang dari luar Banjarejo bisa
dari daerah lain di pesisir selatan seperti Pacitan menjadi penjual di Pantai Drini dengan sistem kartu
dan daerah lainnya. yang berlaku 1 tahun dan bisa diperpanjang.
Selain sebagai tempat pendaratan ikan dan TPI, Warung makan, persewaan kamar mandi,
Perempuan Laki-laki
Waktu
Musim kering Musim tanam/panen Musim tanam/panen Musim kering
Bangun tidur, mencuci Bangun tidur, mencuci 04.00-05.00 Tidur Tidur
piring, menyapu piring, menyapu
Memberi makan ternak, Memetik sayuran, me- 05.00-07.00 Wedangan, Bangun tidur,
belanja sayur mayur, masak, memberi pakan membersihkan kandang wedangan/ sarapan
memasak, mengantar ternak, mengantar anak dan memberi makan
anak ke sekolah sekolah ternak, sarapan
Pergi ke ladang Pergi ke ladang 07.00-12.00 Pergi ke ladang Boro, buruh
Istirahat Istirahat 12.00-13.00 Istirahat Istirahat
Ke ladang mencari Ke ladang mencari 13.00-17.00 Ke ladang mencari pakan Buruh
pakan ternak, kayu pakan ternak, kayu ternak, kayu bakar
bakar, pulang dari bakar, pulang dari
ladang, memberi makan ladang, memberi
ternak makan ternak
Pulang dari ladang, Pulang dari ladang, 17.00- 18.00 Pulang dari ladang, Pulang buruh, mandi,
mandi, memasak, mandi, memasak, mandi, makan malam makan malam
mencuci mencuci
Makan malam dan Makan malam dan 18.00-21.00 Wedangan, nonton TV, Wedangan, nonton TV,
berkegiatan sosial berkegiatan sosial berkegiatan sosial berkegiatan sosial
seperti kelompok seperti kelompok
ternak, arisan, dsb ternak, arisan, dsb
Tidur Tidur 21.00-04.00 Tidur, ronda Tidur, ronda
Pantai Gesing, Panggang dikelola oleh komunitas telaga. Sementara pada perempuan, kehadiran
nelayan untuk ekonomi produktif. Selain itu, PDAM membuat aktivitas domestik bisa dikerjakan
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menetapkan lebih leluasa karena sumber air yang lebih dekat
kawasan vegetasi, taman kota, dan penghijauan dan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan
telaga. Kebijakan ini selain untuk meningkatkan harian. Meskipun memudahkan, pada sisi lain,
keindahan dan kesejukan, adalah untuk menanam berlangganan PDAM membuat warga harus
oksigen dalam tanah dan memanen air saat musim mengalokasikan dana khusus untuk membayar
hujan. Kebijakan kawasan tercermin pada biaya langganan setiap bulannya. Sehingga muncul
penetapan Desa Semoyo sebagai desa kawasan pola baru dalam pemenuhan kebutuhan air, di
konservasi (DKK). mana awalnya diakses gratis dari sumber alami
Pada ranah adaptasi, beberapa kebijakan telah beralih pada sumber berbiaya. Pola ini berimplikasi
dijalankan diantaranya melalui kebijakan panen air pada perubahan peran laki-laki dalam pemenuhan
hujan. Pemerintah membangun embung buatan kebutuhan air. Kontribusi peran fisik laki-laki
untuk menampung air hujan di kawasan sepenuhnya beralih menjadi pencari nafkah, yang
permukiman. Pemerintah juga membangun sebagiannya dialokasikan untuk biaya langganan.
infrastruktur irigasi untuk pertanian seperti Pemerintah Kabupaten Gunungkidul secara rutin
pembuatan embung dan parit. Di Desa Banjarejo, mengalokasikan anggaran sekitar Rp600 juta untuk
embung buatan yang sampai hari ini dimanfaatkan dropping air bersih bagi warga miskin di wilayah
warga adalah embung Alas Ombo. Pembangunan yang mengalami kekeringan. Sebelum Badan
infrastruktur penyaluran air oleh PDAM dianggap Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) lahir,
memberi solusi persoalan krisis air selama anggaran ini melekat pada Dinas Sosial, namun
kemarau oleh sebagian besar warga. semenjak tahun 2016 dropping air menjadi tupoksi
Pada laki-laki, kehadiran PDAM secara otomatis BPBD. Mekanisme penggunaan/pencairan anggaran
mengurangi beban fisik dan waktu yang harus ini mengacu pada adanya proposal pengajuan
dialokasikan untuk mencari air di luweng atau permintaan dropping air oleh masyarakat.
Adaptasi juga dilakukan dengan melakukan migrasi. sektor perdagangan makanan. Seperti penjual
Terutama pada kelompok muda usia. Kondisi bakmi Jawa dan bakso yang banyak digeluti warga
wilayah yang kering dan hasil pertanian yang Gunungkidul di luar daerahnya. Migrasi muda usia
terbatas menjadikan banyak laki-laki muda meningkatkan beban anggota keluarga di desa
bermigrasi untuk mencari penghidupan di luar dalam mengolah lahan. Dengan berkembangnya
desa. Migrasi muda usia ini berkorelasi dengan industri pariwisata, peluang bekerja di daerah asal
tingkat pendidikan yang rendah. Mereka banyak lebih terbuka bagi mereka. Banyak kelompok muda
bekerja menjadi buruh bangunan atau bekerja di usia yang kemudian menggeluti jasa pariwisata.
Gambar 2.3: Diagram strategi mitigasi dan adaptasi iklim warga Desa Banjarejo
masih menjadi pekerjaan rumah bagi upaya anak perempuan itu telah memiliki anak. Narasi
adaptasi yang mungkin harus lebih masif dan lain juga ditemukan pada cucu perempuan Mbah
dilakukan terus menerus. Inah (Bukan nama sebenarnya). Cucunya yang
Meningkatnya risiko kekerasan pada perempuan tidak lulus SLTP bekerja di sebuah tempat
dan anak. Di satu sisi, terbukanya akses kerja karaoke dan mengubah penampilannya secara
tambahan di sektor pariwisata memberikan drastis. Warga mengindikasi adanya praktik
keleluasaan bagi perempuan untuk belanja perdagangan orang di balik bisnis rumah
kebutuhan pribadi dari hasil kerjanya. karaoke. Namun hal itu masih sebatas dugaan
Berkembangnya pariwisata Pantai Drini juga karena warga tidak melakukan investigasi lebih
membuat konsumsi baju, tas, lipstik meningkat. jauh.
Tentu hal yang wajar ketika perempuan
menghadiahi dirinya setelah bekerja keras.
Namun masyarakat juga memandang hal ini
sebagai sebuah pergeseran pola konsumsi dan
Gender dan Pola Konsumsi
memunculkan stigma “kemayu atau lenjeh” pada Pola konsumsi masyarakat Gunungkidul, termasuk
perempuan. Narasi kekerasan juga muncul dari warga Desa Banjarejo dari masa ke masa
seorang narasumber yang bercerita bahwa mengalami pergeseran. Baik dalam pola konsumsi
cucunya telah dibawa orang untuk bekerja di pangan, air, maupun energi. Gambar 2.4
Kota Yogyakarta. Kesulitan mendapatkan uang memperlihatkan bagaimana perubahan pola
menjadikan migrasi dilakukan oleh orang muda konsumsi masyarakat di ketiga komoditas di Desa
usia. Tidak diketahui persisnya pekerjaan yang Banjarejo dari waktu ke waktu. Bagaimana dengan
dilakoni oleh sang cucu, namun diketahui bahwa perubahan pola konsumsi pada masyarakat
cucunya dicitrakan ngetop, namun keluarga berdasar kelas kesejahteraan? Bila mengacu pada
mengambil sikap tegas dengan tidak memberi kriteria BPS, jumlah penduduk miskin di
izin ketika sang cucu akan dibawa pergi ke Gunungkidul sangat tinggi. Miskin karena kriteria
Jakarta dan membawa anak perempuan pulang jumlah asupan kalori harian, maupun karena
ke desa. Pada usianya yang masih sangat belia, kondisi rumah.
Bagi Kota Semarang, banjir rob menjadi salah satu menyedot banyak orang yang kemudian bermigrasi
masalah harian yang menjadi ancaman bagi masuk, menetap dan mencari penghidupan di kota
kesejahteraan warga. Bahkan sejak masa kolonial ini.
Belanda, persoalan banjir rob sebetulnya sudah
diidentifikasi sebagai salah satu isu penting, yang Di lain sisi, perubahan iklim dan implikasinya dalam
kemudian dijawab dengan pembangunan Banjir berbagai gangguan dan bencana juga semakin
Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Pada masa menjadi persoalan. Kenaikan muka air laut yang
kolonial, populasi yang masih sedikit dan laju menjadi bentuk nyata dari perubahan iklim,
pembangunan yang bisa dikontrol, persoalan banjir bersama dengan erosi pantai, telah menyebabkan
rob bisa dikelola dan tidak menjadi gangguan yang persoalan banjir rob menjadi salah satu persoalan
berarti bagi kehidupan warga kota ini. Kota Semarang yang dari tahun ke tahun semakin
meningkat.
Data terbaru dari pemerintah Kota Semarang
menunjukkan bahwa area yang terkena genangan
rob mencapai seluas 86 km2 atau 23% dari total
luas wilayah, dan terdapat 60.000 rumah tangga
yang tinggal di area genangan tersebut²⁸. Hal ini
terkait dengan kenaikan muka air laut total yang
dikalkulasi mencapai 4,47 cm/tahun pada tahun
Banjir rob melanda jalanan di sekitar Kelurahan 1990an. Persoalan menjadi semakin serius, ketika
Tanjung Mas. terjadi laju kenaikan dimana pada periode antara
2003-2008, rata-rata kenaikan muka air laut telah
Namun populasi bertumbuh dengan laju yang dilaporkan sebesar 7,43 cm/tahun, sementara
mengikuti deret ukur, menyebabkan tekanan akan penurunan tanah terjadi sebesar 5,17 cm/tahun
kebutuhan ruang hidup yang nyaman semakin (DKP, 2008)²⁹.
menjadi tantangan. Demikian pula bagi Kota
Semarang yang menjadi sentra bagi tak hanya
Kampung Yang Berubah
pemerintahan di kawasan Jawa Tengah, namun juga
menjadi sentra perdagangan dan industri. Hal ini Tambaklorok adalah sebuah kampung yang identik
dapat dilihat bahwa kota dengan penduduk dengan kapal nelayan, terasi dan ikan mayung asap.
1,604,419 jiwa ini memiliki pertumbuhan penduduk Kampung Tambaklorok sendiri adalah bagian dari
yang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,6%. Sebanyak wilayah administratif Kelurahan Tanjung Mas yang
0,4% diantaranya adalah migrasi, sementara 0,2% terletak di Kecamatan Semarang Utara. Sebelumnya,
adalah pertumbuhan alami. Ini menunjukkan, wilayah ini pernah menjadi bagian dari wilayah
Semarang menjadi pusat pertumbuhan yang administratif Kabupaten Demak³⁰.
²⁸Paparan Bappeda Kota Semarang dalam Workshop Presentasi Hasil Awal Studi “Gender dan Perubahan Iklim”, FES-Kemenko PMK-Dinas P3A Kota
Semarang, 31 Oktober 2017.
²⁹Bahkan, peningkatan muka air laut diperkirakan mencapai rata-rata sekitar 21 cm di tahun 2050 dan 48-60 cm pada tahun 2100. Dengan estimasi
kenaikan muka air laut sebesar 0,8 m untuk 100 tahun mendatang maka diperkirakan genangan rob di Kota Semarang akan mencapai jarak berkisar
antara 1,7-3,0 km ke arah darat dengan total luas genangan mencapai 8537,9 Ha. Kurang lebih 300.000 penduduk Kota Semarang tinggal di daerah
pesisir pantai Kota Semarang dan diperkirakan total luasan area yang akan tergenang oleh banjir dan rob mencapai 7.500 Ha (Mercy Corps, 2010).
³⁰Kampung Tambaklorok secara administratif sendiri, sebetulnya merupakan gabungan dari dua kampung yang bersebelahan yaitu Kampung Tam-
baklorok dan Kampung Tambakrejo. Dalam studi ini, ketika Tambaklorok disebut, adalah mengacu kepada pengertian administratif yang merupakan
gabungan dua kampung tersebut.
³¹http://regional.kompas.com/read/2017/10/24/14082091/penataan-kampung-bahari-tambaklorok-terkendala-pembebasan-lahan.
³²https://kelurahankrobokan.wordpress.com/profil-kelurahan-2/.
Data soal penyakit menular seksual memang menjadi tantangan, terutama karena banyak orang yang belum terbuka dan
menganggapnya sebagai aib dan lekat dengan stigma. Menurut puskesmas Tanjung Mas, memang belum ada laporan yang
menunjukkan kasus HIV-AIDS di Kampung Tambaklorok. Namun data yang terkumpul menunjukkan bahwa di Tanjung Mas
sendiri terdapat 4 kasus, dengan komposisi 2 laki-laki dan 2 perempuan, dan kebanyakan berada di Kampung Banjarharjo.
Hal ini tidak berarti menutup kemungkinkan akan prevalensi dan kejadian di Tambaklorok, terlebih bila melihat bahwa di
kampung ini juga ada ditemukan prostitusi ilegal di daerah jembatan Tambaklorok. Selain itu banyak warga Tambaklorok yang
bekerja di sektor informal dengan mobilitas yang tinggi seperti nelayan dan sopir, yang ditengarai kerap bergonta-ganti
pasangan. Di luar HIV-AIDS, data puskesmas menunjukkan ada beberapa kasus PMS yang lain seperti GO dan radang
serviks, yang ditemukan dari warga Tambaklorok. Kebanyakan, mereka datang ke puskesmas ketika sudah dalam kondisi
keputihan atau gatal yang parah.
Penyuluhan dan pemeriksaan kerap dilakukan oleh petugas kesehatan. Hanya kadang, orang-orang dengan risiko lebih
sulit ditemui saat pemeriksaan dilakukan, dengan alasan sibuk bekerja. Menurut pengamatan petugas kesehatan, perempuan
dianggap lebih mau memeriksakan diri terkait PMS daripada laki-laki. Laki-laki ditengarai malu untuk berobat, apalagi jika tidak
disertai dengan gejala tampak mata, misal kencing nanah. Beda dengan perempuan yang gejalanya tampak dan membuat
perempuan tidak nyaman, misal keputihan.
Tentang keputihan ini sendiri, juga dibenarkan oleh seorang responden penelitian, sebut saja Siti -bukan nama
sebenarnya. Ia menyebut, bahwa persoalan seperti keputihan adalah hal yang biasa dialami oleh perempuan di Kampung
Tambaklorok. Ia sendiri juga pernah mengalaminya. Bila sudah dirasa mengganggu, terutama bila volumenya sudah banyak, ia
akan membeli obat keputihan di apotek, tanpa merasa perlu untuk memeriksakan diri sebelumnya ke pusat pelayanan
kesehatan yang ada.
Persoalan penyakit menular seksual ini juga memiliki kaitan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan sanitasi yang
buruk. Data puskesmas menunjukkan, kondisi ini menyebabkan penyakit yang banyak berkembang adalah penyakit karena
jamur di area selangkangan.
Kebanyakan rumah di Kampung Tambaklorok saat Kebutuhan energi untuk memasak, saat ini lebih
ini sudah berlangganan listrik. Di setiap rumah banyak menggunakan bahan bakar gas. Dijual
penggunaan listrik terlihat dari pemakaian untuk dalam tabung kecil dengan ukuran 3 kilogram,
penerangan, peralatan rumah tangga, dan juga bahan bakar gas bisa ditemukan di berbagai
untuk kebutuhan hiburan dan komunikasi. warung yang ada di hampir setiap gang. Nani,
Penggunaan lampu saat ini didominasi oleh lampu seorang warga mengatakan bahwa ia menggunakan
hemat energi. Biasanya pemakaian lampu tidak gas untuk memasak demi keperluan rumah
seberapa, karena di satu ruangan biasanya hanya tangganya. Ia mengaku mendapatkan gas dengan
ada 1 atau maksimal 2 lampu saja. Selain untuk harga berkisar antara Rp18.000 hingga Rp20.000,
penerangan, perlengkapan rumah tangga juga terutama pada masa-masa kelangkaan gas ukuran 3
sudah banyak yang memakai listrik. Sebagai contoh kilogram. Namun demikian, sesekali ia juga masih
perlengkapan untuk memasak seperti penanak nasi menggunakan kayu untuk memasak, terutama
yang sangat praktis untuk memenuhi kebutuhan untuk mengasap ikan laut.
keluarga setiap harinya, dan di lain sisi juga
Sebagai catatan, Kampung Tambaklorok adalah
mengurangi beban kerja perempuan (yang biasanya
kampung penghasil ikan asap, seperti ikan
bertanggung jawab untuk urusan dapur.
manyung yang bisa ditemukan dengan mudah di
Di banyak rumah, kita juga bisa menemukan pasar Tambaklorok. Pemakaian kayu untuk
perlengkapan rumah tangga yang memakai listrik, memasak, terutama sebelum konversi ke bahan
seperti dispenser, kulkas, dan mesin cuci. Bagi bakar gas, juga dikonfirmasi oleh Khadijah yang
perempuan, keberadaan alat-alat ini dianggap sebelumnya banyak mengandalkan kayu untuk
penting, karena membuat pekerjaan rumah tangga memasak. Konversi itu sendiri juga bukannya tanpa
bisa diselesaikan lebih cepat. Tentu saja di masalah. Khadijah mengakui, pada masa awal ia
beberapa rumah tangga yang secara ekonomi lebih takut ketika harus menghidupkan sendiri kompor
Tabel 3.1: Siklus Harian Keluarga Nelayan Kampung Tambaklorok, terpilah berdasarkan jenis kelamin
04.00-06.00 Ibadah pagi, memasak, menyiapkan 06.00-07.00 Sarapan, persiapan turun ke laut
bekal/makan untuk suami
06.00-07.00 Bersih-bersih rumah, sarapan, mandi 08.00-12.00 Mencari ikan di laut
pagi
07.00-12.00 Berangkat dan bekerja di pabrik terasi 12.00 Pulang ke rumah
12.00-14.00 Pulang ke rumah, membawa hasil 12.00-14.00 Makan siang, mandi, dan bersih-
tangkapan suami ke pasar nelayan, bersih
makan siang, ibadah siang
14.00-17.00 Kembali bekerja di pabrik terasi, 14.00-15.30 Istirahat siang
mencuci, bersih-bersih rumah
sampah menjadi energi listrik. Pemerintah juga jauh, bagaimana warga laki-laki dan warga
melakukan penanggulangan banjir dengan cara perempuan akan mendapatkan manfaat dari
menahan air dari hulu di kawasan atas, digabung berbagai upaya tersebut. Perlu kajian yang lebih
dengan air hujan di Semarang bawah yang menyeluruh tentang dampak dari strategi mitigasi
ditampung, dan kemudian dipompa ke laut. Konsep dan adaptasi pada level kota dengan melihat
inilah yang menjadi kerangka dasar dimensi-dimensi yang lebih komperhensif. Namun
penanggulangan banjir (rob) di kota ini (Gambar demikian, bagian berikutnya akan menyajikan dan
3.1). menganalisis, bagaimanakah mitigasi dan adaptasi
dari perspektif gender dalam kaitan dengan pola
Sebagai bagian dari penanggulangan banjir inilah,
konsumsi pangan, air dan energi, pada level yang
dibangun Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal
lebih mikro: di tataran individu dan keluarga di dua
Timur, beserta dengan perangkat pompa untuk
kampung wilayah studi ini.
mengalirkan air ke laut. Banjir Kanal Barat sudah
selesai dibangun, sementara Banjir Kanal Timur
masih dalam proses. Sebagian kampung-kampung
yang berada di jalur Banjir Kanal Barat sudah
merasakan manfaat dalam bentuk berkurangnya
Gender Dalam Adaptasi, Mitigasi
kejadian rob, walaupun di lain sisi, persoalan Iklim dan Pola Konsumsi
penurunan muka air tanah tetap menjadi persoalan.
Keterpaparan yang terus menerus terhadap
Di luar itu, saat ini pemerintah juga sedang dalam
perubahan iklim, telah menjadi salah satu faktor
proses pembangunan tol tanggul laut. Tol sekaligus
yang berkontribusi terhadap kesadaran bahwa ada
tanggul laut ini juga merupakan salah satu bentuk
yang perlu dilakukan untuk mengelola risiko
adaptasi yang dikembangkan untuk
tersebut. Langkah-langkah kecil namun berarti
penanggulangan ancaman banjir dan rob.
adalah wujud dari kesadaran, untuk membuat
Belum bisa diuraikan lebih lanjut tentang seberapa setidaknya, dampak dari perubahan iklim, bisa
gabungan upaya-upaya ini akan menjawab secara dikelola dan diminimalkan, atau melakukan
komprehensif risiko perubahan iklim yang dihadapi langkah-langkah adaptasi. Dalam kesadaran yang
warga kota. Belum juga cukup bisa diuraikan lebih reflektif, tindakan juga diperlukan bukan hanya
dan perguruan tinggi, pada pertengahan 2017 juga partai politik. Saat ini, salah satu yang menjadi
terbentuklah Kelompok Siaga Bencana (KSB). Abu agenda KSB adalah terkait dengan pengelolaan
adalah ketua KSB Krobokan yang menyebut bahwa sampah. Di setiap halaman rumah tersedia dua
inisiatif serupa juga dilakukan di beberapa tabung sampah ukuran besar bertuliskan “sampah
kelurahan di sepanjang hulu hingga hilir banjir organik” dan “sampah anorganik”. Pemerintah kota
kanal barat Semarang. Sejauh ini, kegiatan KSB juga sudah membuat peraturan khusus terkait
seputar pelatihan terkait kebencanaan, termasuk pengelolaan sampah, dan dinas PU juga kerap turun
pengelolaan sampah. Kepengurusannya mencakup ke lapangan mengatasi sampah yang menyumbat
beberapa divisi seperti evakuasi, kesehatan, dan selokan. Namun demikian, masih saja banyak warga
dapur umum. Sejauh ini, baru laki-laki yang banyak yang membuang sampah di saluran air, sehingga
menempati divisi-divisi tersebut, terkecuali berbagai bentuk sampah mulai dari sisa bungkus
perempuan di divisi dapur umum dan kesehatan. mie instan hingga bekas kasur bisa ditemukan di
Sempat diceritakan oleh pendamping kelompok, sungai dan selokan yang melintasi Krobokan,
pada awalnya ada penentangan terhadap termasuk sampah plastik yang menutupi saluran
kepemimpinan perempuan dalam struktur KSB ini. selokan di depan hutan kota yang ada di kampung
Namun jauh sebelum KSB terbentuk, masyarakat ini. Rendahnya kesadaran soal sampah ini, diakui
Krobokan, melalui LKMD, kerap menangani masih menjadi PR serius bagi Krobokan.
kebencanaan. Begitupula yang tampak di Tambaklorok,
Abu, ketua LKMD di tahun 2000 menceritakan sebetulnya sudah ada inisiatif perempuan untuk
bahwa lembaga kelurahan tersebut ikut pengelolaan sampah. Salah satunya adalah bank
menyebarluaskan kepada seluruh warga untuk siap sampah yang sudah diinisiasi. Hanya saja, tidak
siaga dalam bencana, sekaligus menyalurkan banyak warga yang mau untuk memilah sampah
bantuan kepada warga yang membutuhkan. Ragam meski tempat sampah tersedia. Alasannya adalah
bantuan itu misalnya bekerjasama dengan karena membutuhkan waktu, sementara pekerjaan
dukungan dari BPBD, NGO, perguruan tinggi, PMI, domestik yang dilakukan perempuan sangat
Menemukenali Upaya-upaya
Adaptasi
Pangan
Hidup di kampung kumuh, dengan pekerjaan yang tidak menentu memang berat. Terlebih dengan kehidupan kota yang
keras, kampung-kampung padat di kawasan pelabuhan termasuk Kampung Tambaklorok. Dalam pandangan umum, kam-
pung seperti ini dicitrakan sebagai kampung yang keras dan bersumbu pendek. Namun demikian, di balik narasi cerita yang
keras, sisi yang manusiawi juga bisa ditemukan diantaranya. Salah satunya terlihat dari sebuah rumah yang sudah miring dan
tinggal sekitar 1 meter di RT 15 Kampung Tambaklorok. Rumah ini memang bukan satu-satunya rumah yang miring dan pen-
dek, karena banyak rumah serupa, baik yang masih ditinggali atau sudah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Namun demikian, satu rumah ini ditinggali oleh seorang perempuan lansia yang hidup sendiri dan terlantar. Berumur
sekitar 65an tahun, mbah Ni -sebut saja demikian, bekerja sebagai buruh pemecah batu. Memiliki dua anak yang sudah
berkeluarga namun dengan kondisi yang juga serba terbatas dan tinggal berjauhan, membuat mbah Ni mengandalkan ke-
baikan tetangga terdekat. Setiap hari, makanan yang dihantarkan tetangga, adalah bagian dari penyangga bagi kehidupannya.
Di rumahnya, ia juga tidak memiliki akses yang memadai untuk air bersih, sehingga selain mengandalkan air hujan,
beberapa tetangganya juga sering mengirimkan bantuan air dalam ember. Di rumah yang cuma memiliki 1 kamar, berisi tempat
tidur, dan sekaligus pojok dengan ember dimana ia buang air kecil dan mandi. Yang menyedihkan, secara kesehatan, ia juga
mengalami masalah dengan levernya, yang terlihat dari wajahnya yang menguning. Kondisi ini membuatnya tidak lagi bisa
bekerja untuk mencari nafkah.
Untuk memasak, menggunakan gas elpiji. Si ibu Pola konsumsi akan berubah ketika ada saat-saat
mengatakan, mereka membeli gas elpiji ukuran istimewa seperti ulang tahun keluarga, ulang tahun
3 kilogram seharga Rp20.000, biasanya dipakai pernikahan, semesteran (jika anak-anak mendapat
untuk memasak sekitar 2 minggu. Sedangkan nilai bagus), maka keluarga akan masak-masak
untuk listrik, menggunakan langganan listrik yang istimewa atau makan-makan di restoran.
sebesar 900 watt. Listrik dipergunakan untuk Tidak ada perbedaan pola konsumsi diantara
lampu penerangan, lemari pendingin, kipas keluarga, baik Laki-laki dan perempuan, dewasa
angin, televisi dan juga mesin cuci. Dengan dan anak, lansia, semua konsumsi sama untuk satu
pemakaian seperti ini, biaya berlangganan keluarga. Hanya saja pola konsumsi untuk suami
listrik adalah sebesar rerata Rp200.000. dan istri harus rendah garam. Konsumsi untuk
Sebelum terjadi kenaikan tarif listrik, rata-rata rokok tidak ada, karena kebetulan suaminya bukan
pengeluaran adalah sebesar Rp100.000. Biaya perokok.
energi yang juga besar adalah untuk solar Sumber air yang digunakan adalah langganan
ketika melaut, sebesar Rp5.500/liter. Jumlah PDAM dan menggunakan air minum isi ulang untuk
Kabupaten OKI yang memiliki lahan gambut cukup Warga desa kekurangan air bersih dikarenakan
luas merupakan daerah yang memiliki penyebaran semua sumber air berupa sumur galian dan bor
titik panas (hotpots) terbanyak. Tahun 2015, telah mengalami kekeringan sejak awal bulan
jumlah hotpots di Kabupaten OKI mencapai 16.629 September. Namun, kasus ini tidak terjadi pada
titik. Jumlah ini lebih banyak sebesar 393,21 persen daerah yang dijangkau oleh fasilitas air bersih dari
jika dibanding tahun 2014, dimana tahun 2014 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten
jumlah hotpots hanya mencapai 4.229 titik. Sebagai OKI. Sementara itu, di Desa Sungai Batang sendiri,
dampak dari kejadian ini, hutan dan lahan yang akses masyarakat terhadap kebutuhan air sangat
terbakar di Kabupaten OKI mencapai 377.331 sulit meskipun letak desa berada di bibir sungai.
hektar di tahun 2015 dan 196.063 hektar selama Kondisi ini disebabkan oleh dua hal, pertama, air
tahun 2014, atau mengalami peningkatan sebesar yang tersedia di sungai bukanlah air layak
192,49 persen. konsumsi. Kedua, akses untuk mengalirkan air
bersih sangat sulit, karena jarak yang sangat jauh
Permasalahan lain disamping jumlah hektar lahan
serta minim sarana. Dengan kondisi ini, Sungai
yang terbakar, terkait dengan titik api di Kabupaten
Batang mewakili gambaran desa-desa, yang
OKI adalah kondisi lingkungan yang buruk akibat
merujuk pada laporan pencapaian MDGs, memiliki
timbulnya asap. Sesuai dengan hasil kajian yang
akses yang terbatas terhadap air bersih dan sanitasi
dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH)
yang memadai.
Kabupaten OKI pada tahun 2016, kualitas udara
telah mencapai level sedang dengan nilai 70-90, dan
jarak pandang di Kabupaten OKI semakin pendek
yang diperkirakan hanya mencapai 200 meter. Hal
ini semakin diperkuat oleh fakta bahwa akibat asap
telah menimbulkan dampak terhadap kesehatan
penduduk, yaitu ditemukannya kasus penderita
infeksi saluran pernapasan akut (ispa). Selama
bulan Agustus tahun 2015 penderita ispa mencapai
3.235 orang. Angka ini mengalami peningkatan
Sungai Batang terdiri dari dua dusun yang merupakan
pada bulan September menjadi 4.736 penderita, perkampungan di bibir sungai
atau meningkat sebesar 31,69 persen hanya dalam
tempo satu bulan.
Dibandingkan dengan desa lain di Kabupaten OKI,
Disamping itu, kondisi wilayah Kabupaten OKI pada Desa Sungai Batang memiliki luas wilayah terbesar
tahun 2014 terus mengalami kekeringan. Sesuai di antara 19 desa lainnya, yaitu 179,30 kilometer
indeks yang dikeluarkan Indeks Risiko Bencana persegi atau kurang lebih 10 persen dari total luas
Indonesia (IRBI) tahun 2014, faktanya OKI memang wilayah kecamatan. Akan tetapi, 80 persen dari
memiliki risiko dan ancaman cukup tinggi akan total luas Desa Sungai Batang merupakan hak kelola
terjadinya bencana kekeringan setelah musim atau konsesi perusahaan. Dari ibu kota Provinsi
kemarau. Salah satu kasus kekeringan ditemukan di Sumatera Selatan, Palembang, jarak tempuh menuju
Desa Pengarayan, Kecamatan Tanjung Lubuk. Desa Sungai Batang membutuhkan waktu sekitar 10
Komoditas Periode awal Periode transisi Periode saat ini atau <10 tahun
(1980 awal -1980 pertengahan) (1980 pertangahan -1990 akhir) (1990an akhir-saat ini)
Air Air sungai dapat digunakan Air sudah mulai tidak bisa Air sungai tidak dapat
untuk kebutuhan sehari-hari digunakan karena zat asam terlalu dikonsumsi sama sekali
(memasak, mencuci, mandi tinggi atau karena arus air asin dari Masyarakat mengandalkan air
dan terkadang untuk minum) laut hujan untuk memasak,
Masyarakat memanfaatkan air Masyarakat menggunakan air mencuci dan mandi
hujan sungai pada musim-musim atau Masyarakat membeli air
jam-jam tertentu kemasan/mineral untuk minum
Masyarakat menampung air hujan
untuk mencuci
Energi Masyarakat menggunakan Masyarakat menggunakan genset Masyarakat menggunakan gas
kayu bakar untuk memasak untuk penerangan dan kebutuhan untuk memasak dan
Masyarakat menggunakan energi rumah tangga menggunakan anglo (arang)
jenset, lampu, dan lilin untuk Masyarakat menggunakan minyak sesekali untuk memasak air
penerangan dan kebutuhan tanah dan kayu bakar Terdapat PLTD milik individu di
energi rumah tangga dusun Kuala Sungai Batang
Terdapat solar sel untuk
membantu energi sound
system walet
Pangan Kebutuhan pokok pangan Kebutuhan pokok pangan Kebutuhan pokok pangan
seluruhnya dibeli dari Bangka/ seluruhnya dibeli dari Bangka/ seluruhnya dibeli dari Bangka/
Palembang Palembang Palembang
Kebutuhan gizi masyarakat Lalu lintas sungai/laut mulai Hasil laut berkurang drastis
tercukupi karena aktivitas lalu berkurang Konsumsi pangan masyarakat
lintas laut sangat tinggi Pasokan pangan dari hasil laut bergeser pada ayam telur dan
sehingga supplai pangan masih mencukupi makanan instan
sangat mencukupi Masyarakat mencoba bercocok Kebutuhan pangan disuplai
tanam (padi sebar, jeruk dan dari Bangka/Palembang hanya
sayuran) 1- 2 kali dalam 1 pekan
Menurutnya, jumlah ini belum seberapa dari daun nipah tidak bisa mengalirkan air dengan
dibandingkan keluarga lain yang lebih sejahtera sempurna ke penampungan. Untuk bisa
yang jumlahnya bisa mencapai 20 drum. Di setiap menampung air, drum milik keluarga Ice diletakkan
rumah penduduk, drum penampungan air memang di rumah saudara. Selain menumpang di tempat
bisa dilihat dengan mudah di bagian depan atau saudara, upaya lain diterapkan di keluarga Shanti
ruang-ruang terbuka di sekitar rumah. Lokasi yang yang awalnya menggunakan atap dari daun nipah.
dipilih untuk meletakkan drum akan berfungsi Atap rumah keluarga Shanti diganti dengan taso
sebagai tempat aktivitas MCK dilakukan. Umumnya yang awalnya akan digunakan untuk atap rumah
mereka tidak memiliki kamar mandi berbentuk walet.
bangunan khusus yang lazim ditemui, kecuali untuk
keperluan kakus "Dulu saya ambil walet dari orang itu. Sekarang
Proses penampungan air tidak bisa dilakukan waletnya dibongkar dulu, nah itu (atap nipah)
dengan mudah pada beberapa keluarga dibikin lagi, kita pakai ini (nipah) kan airnya kotor
prasejahtera seperti pada keluarga Ice. Struktur (berwarna coklat/hitam)".
rumah yang terdiri dari bambu dengan atap terbuat
Tabel 4.3: Siklus harian kelompok prasejahtera di Dusun Kuala, terpilah berdasar jenis kelamin
Perempuan Laki-laki
Jam Aktivitas Jam Aktivitas
03.00-04.00 Memasak, membersihkan rumah, 17.30-05.00 Melaut mencari ikan
mencuci piring, mencuci pakaian
04.30-04.45 Ibadah pagi 05.00-08.00 Membagikan hasil tangkapan ikan ke
pemilik jaring atau untuk pengepul
04.45-05.00 Sarapan 08.00-10.30 Menjual ikan tangkapan ke pengepul
05.00-09.00 Memilah hasil tangkapan suami dari 10.30-12.00 Istirahat, makan, merokok, mengopi
laut, kemudian dibagi dua dengan
pemilik jaring (Bagi pengguna jaring
milik pihak lain)
09.00-11.30 Membersihkan jaring 12.00-16.30 Istirahat
Tabel 4.4: Siklus harian kelompok prasejahtera Dusun Bagan Rame, terpilah berdasar jenis kelamin
Perempuan Laki-laki
Jam Aktivitas Jam Aktivitas
05.00-06.00 Ibadah pagi, memasak, membersihkan 06.00-08.30 Bangun tidur, sarapan, mandi,
rumah merokok dan mengopi
06.00-06.30 Sarapan 08.30-12.00 Mencari ikan di sungai atau mencari
kayu di hutan jika ada pesanan kayu
06.30-11.30 Mencari ikan di sungai 12.00-14.00 Istirahat, makan siang, merokok serta
mengopi
11.30-12.30 Ibadah siang, makan, istirahat 14.00-16.30 Mencari ikan di sungai atau mencari
kayu jika ada pesanan kayu
12.30-15.30 Keliling dusun menjual ikan 16.30-18.00 Istirahat, merokok dan mengopi
setelah itu mandi
15.30-16.00 Ibadah sore 18.00-18.30 Makan malam
16.00-17.30 Membuat ikan asin jika ikan tidak terjual 18.30-23.00 Menonton televisi di rumah tetangga
17.30-18.00 Memasak, membersih rumah, mandi
18.00-19.45 Ibadah malam, makan
20.00-22.30 Menonton tv di rumah tetangga
22.30 Istirahat
Jika melihat pada pemaparan siklus harian dan menghasilkan uang dalam jumlah besar. Siklus
pembagian peran, bisa dilihat bahwa pada harian laki-laki dan perempuan di atas adalah siklus
dasarnya, laki-laki dan perempuan di Desa Sungai harian pada umumnya yang dilakukan oleh laki-laki
Batang memiliki kelonggaran waktu dalam dan perempuan di Desa Sungai Batang berdasarkan
melakukan berbagai pekerjaan. Usai mengerjakan pengelompokkannya. Ada beberapa yang tidak
pekerjaan domestik, perempuan memiliki waktu teridentifikasi dalam tabel di atas, misalnya ada
luang untuk beristirahat atau mengerjakan peran beberapa anak perempuan yang beraktivitas kerja
yang menjadi mata pencaharian utama dan upah membersihkan jaring, ada juga beberapa anak
sampingan mereka. Begitu juga dengan laki-laki, perempuan yang berdagang keliling. Anak
mereka secara fleksibel bisa mengatur jadwal perempuan yang bekerja upah membersihkan
melaut dan memeriksa peternakan walet mereka. jaring biasanya mulai bekerja sekitar pukul 13.00-
Namun, bagi nelayan di laut dalam yang digeluti laki 15.30 sebelum jaring digunakan oleh nelayan.
-laki, membutuhkan durasi panjang karena harus Biasanya upah yang didapat berdasarkan berapa
bermalam di laut. Berbeda dengan nelayan yang banyak jaring yang dapat dibersihkan, satu jaring
khusus menjaring kepiting dan udang. mendapat upah Rp10.000 dan diperbolehkan
mengambil ikan yang tersisa di jaring.
Hal berbeda antara laki-laki dan perempuan adalah
dalam memanfaatkan peluang-peluang produksi. Dinamika kehidupan juga dilihat secara detail
Sebagian besar perempuan di Desa Sungai Batang dalam kalender musim yang didapat melalui
memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan kegiatan FGD. FGD kelompok perempuan dilakukan
produktif mulai dari memburuh sebagai pembersih sebanyak tiga kali, dengan perempuan dari
jaring nelayan, berdagang pangan dan sandang, berbagai kelompok. FGD dilakukan di tempat yang
sampai mengolah hasil laut. Olahan hasil laut yang berbeda. FGD 1 dan 2 dilakukan di Sungai Batang
dibuat tidak hanya dikonsumsi sendiri, tetapi juga Kuala atau Muara, sedangkan FGD 3 dilakukan di
dijual kepada tetangga atau ke luar desa jika jumlah Bagan Rame. Hasil FGD dari ketiga kelompok Rame.
produksi melimpah. Sementara laki-laki, terfokus Rame. Hasil FGD dari ketiga kelompok dirangkum
pada melaut dan berternak walet yang dalam kalender musim sebagai berikut:
Namun demikian, panel surya ini belum Dalam FGD kelompok perempuan, besaran modal
dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik, jika ini yang dikeluarkan tergantung seberapa besar rumah
Gambar 4.1: Diagram strategi mitigasi dan adaptasi iklim warga Desa Sungai Batang
MEMBACA GENDER DALAM PERUBAHAN IKLIM: PELAJARAN DARI TIGA STUDI KASUS | 125
melaut selama bulan-bulan tertentu akibat ombak hingga kuat yang bisa melakukannya, karena
tinggi dan musim paceklik. Laki-laki juga membutuhkan modal yang besar. Mereka yang
menghadapi ancaman keselamatan dalam memiliki kapasitas ekonomi yang tinggi dari
perjalanan penuh risiko menggunakan kapal laut pendapatan rumah walet, juga tetap menghadapi
untuk transportasi dan distribusi bahan pangan, air ketergantungan pada suplai bahan pangan dari luar
dan energi pada kawasan-kawasan terpencil. Dalam kampung.
kajian gender, narasi-narasi ini juga perlu digali dan
menjadi rujukan.
Pada keluarga miskin yang dipimpin
oleh perempuan, menurunnya hasil
tangkapan ikan menjadikan
Pangan dan Gender Dalam perempuan harus mengandalkan
Kerangka Perubahan Iklim dukungan keluarga besar atau
berhutang di warung kelontong.
Pada pangan, dampak perubahan iklim bisa kita
lihat dalam ancaman suplai bahan pokok yang
menjadi tumpuan bagi kehidupan warga. Bagi perempuan, implikasi dari kondisi ini adalah
Pengalaman warga Kampung Sungai Batang di pada ketersediaan pangan, terutama aspek
Kabupaten OKI menjadi salah satu contohnya. Hal ketersediaan bahan pangan, dan keragaman pangan
ini menjadi jelas, karena posisi warga dan kampung khususnya sayuran dan buah di tingkat rumah
yang memiliki ketergantungan terhadap suplai tangga. Ancaman ketersediaan pangan juga
bahan pangan dari luar, terkecuali untuk ikan. dihadapi ketika masa paceklik—laki-laki tidak bisa
Memang pernah ada masa dimana padi sebar bisa melaut, atau hasil tangkapan yang tidak memadai
menjadi salah satu sumber pangan di masa lalu. sehingga belanja keluarga harus ditekan.
Namun kini, tak bisa lagi dilakukan karena intrusi Implikasinya adalah, dalam rangka memenuhi
air laut yang masuk semakin dalam dan padi tidak kualitas nutrisi dan asupan bagi seluruh anggota
bisa berbuah. Akibatnya, di masa-masa gelombang keluarga, tanggung jawab dan beban perempuan
pasang, ancaman kelangkaan beras, minyak, gula menjadi meningkat karenanya.
dan telur—hanya untuk menyebut beberapa contoh Pada keluarga miskin yang dipimpin oleh
bahan pokok yang penting bagi kelangsungan perempuan, menurunnya hasil tangkapan ikan
hidup—adalah hal yang nyata karena ombak tinggi (sebagian mendapatkan penghasilan dari bagi hasil
dan sulitnya mengakses bahan pokok tersebut. Hal jaring yang dibawa oleh nelayan lain), menjadikan
ini karena jalur air atau laut menjadi jalur utama perempuan harus mengandalkan dukungan
yang menghubungkan warga kampung dengan keluarga besar atau berhutang di warung
sentra bahan pokok di wilayah yang terdekat. kelontong. Mereka juga melakukan penyesuaian
Sebaliknya, perubahan iklim dalam bentuk dalam belanja bahan pangan dan konsumsi
gelombang tinggi juga membuat nelayan tidak bisa makanan harian, dimana mie instan atau ikan asin,
melaut jauh, sehingga mendapatkan hasil sering menjadi pilihan pada masa-masa sulit untuk
tangkapan yang sedikit, dan harus menunggu konsumsi keluarga. Sementara bagi laki-laki, iklim
pedagang yang menunggu gelombang mereda menjadikan kegiatan mencari ikan hanya bisa
untuk bisa membeli dan menjual hasil laut ini. dilakukan di wilayah dekat atau hanya di sungai.
Bagi kehidupan komunitas seperti masyarakat Pada situasi semacam ini, laki-laki mengutarakan
Sungai Batang, iklim menjadi variabel penting, bahwa setidaknya mereka masih bisa pergi
karena opsi-opsi yang lain tidak tersedia— memancing bila ingin membeli rokok.
aksesibilitas, transportasi, pelayanan publik yang Pertimbangan soal ketersediaan bahan pangan bagi
minim. Memang dalam hal ini, diversifikasi mata keluarga, mungkin sudah dianggap cukup untuk
pencaharian, dari nelayan menjadi usaha sarang dikelola oleh perempuan dan jarang mendapatkan
burung walet, tampak menjadi pilihan yang secara perhatian dari laki-laki. Bagian ini tidak berarti
ekonomi menjanjikan. Namun demikian, hanya bahwa laki-laki tidak menanggung dampak dari
mereka yang memiliki akses ekonomi menengah perubahan iklim. Namun bentuk dan implikasi
MEMBACA GENDER DALAM PERUBAHAN IKLIM: PELAJARAN DARI TIGA STUDI KASUS | 127
tiwul hanya menjadi menu selingan atau berganti pengetahuan ini secara turun-temurun. Laki-laki
menjadi kudapan. Nasi sebagian bisa dicukupi dari mengetahui dan memberikan apresiasi, bahwa
ladang, dengan sekali panen padi lahan kering. membuat nasi tiwul adalah pekerjaan perempuan.
Namun ini tidak selalu mencukupi sehingga harus Di satu sisi, ini bisa bermakna positif sebagai
membeli. Di ladang, pembagian kerja berbasis bentuk rekognisi pengetahuan, walaupun di lain
gender memang terlihat, namun dalam sisi, juga bermakna kerja keras dan beban kerja
implementasinya, teknologi menjadi lebih cair yang ditanggung oleh perempuan.
terhadap keduanya. Laki-laki menyiapkan lahan
Perempuan juga memiliki peran penting dalam
dengan mencangkul dan membajak, sementara
mengolah makanan (terutama sayur) dari
perempuan melakukan pekerjaan seperti kowak di
pekarangan, yang membuat kebutuhan akan
ladang ketika musim tanam. Namun, juga
pangan keluarga bisa tercukupi bahkan dalam masa
ditemukan perempuan yang ambil bagian dalam
-masa paling sulit. Teknologi pengolahan bahan
pekerjaan membajak bersama dengan laki-laki,
pangan telah memberi banyak perubahan bagi kerja
ketika teknologi memungkinkan perempuan untuk
dan relasi gender yang ada, sebagaimana bisa
belajar, menguasai dan memanfaatkan kemajuan
diceritakan dari kerja dan curah waktu perempuan
teknologi tersebut. Teknologi dan transportasi
dalam proses mengolah singkong menjadi nasi
seperti truk dengan ongkos murah ataupun motor,
tiwul, dibandingkan dengan kerja dan curah waktu
menjadikan laki-laki dan perempuan bisa memiliki
perempuan dalam mengolah padi menjadi nasi
akses yang setara terhadap pekerjaan-pekerjaan di
dengan keberadaan mesin penanak nasi yang
ladang yang berperan penting dalam memastikan
mengurangi banyak jam kerja perempuan. Namun
kecukupan suplai pangan.
demikian, hal ini bukannya tanpa risiko. Perubahan
pola pangan yang masif menjadi berubah ke nasi
Perempuan juga memiliki peran atau beras, perlu diwaspadai dalam kaitan dengan
penting dalam mengolah makanan sejauh mana implikasinya terhadap ketahanan dan
(terutama sayur) dari pekarangan, kedaulatan pangan. Hal ini karena dengan karakter
yang membuat kebutuhan akan lingkungan dan tanah yang ada, bahan pangan yang
pangan keluarga bisa tercukupi paling tahan terhadap kondisi iklim memang bukan
bahkan dalam masa-masa paling beras, namun singkong. Ilustrasi tentang porsi
sulit. belanja beras saat ini dan porsi belanja tiwul/beras
ketika masih masa pangan tiwul, perlu disajikan
untuk merunut bagaimanakah profil belanja pangan
Pada sisi pengolahan, perempuan memegang peran
pada keluarga-keluarga di Gunungkidul, dan apakah
penting dalam mengolah bahan mentah menjadi
implikasi gender yang bisa ditelusur.
makanan yang siap disantap bagi seluruh anggota
keluarga. Alam yang kering telah mengajarkan Pada masa lalu, bermigrasi menjadi pilihan yang
kearifan dalam hal memanen hujan, atau banyak dilakukan demi menjaga kelangsungan
mengeringkan bahan makanan sebagai bagian dari hidup, karena faktor alam yang antara lain terwujud
upaya mengawetkan bahan makanan seperti pada persoalan kekeringan dan periode susah
mengangin-anginkan ketela di ladang. Perempuan pangan. Laki-laki lebih berpotensi melakukan
juga memiliki pengetahuan yang diwariskan secara migrasi, meninggalkan perempuan di desa dan
turun-temurun, bagaimana mengolah makanan berjibaku dengan beratnya beban hidup. Namun
awetan yang tahan lama seperti gaplek, menjadi kini, pariwisata menghadirkan opsi mata
makanan yang bisa disantap oleh seluruh anggota pencaharian baru yang membuat banyak warga
keluarga. Di balik sepiring tiwul sebagai contoh, yang dulu bermigrasi akhirnya kembali ke desa.
adalah kerja keras dan panjang dari perempuan Pariwisata tentu saja bagai dua sisi mata uang. Di
yang mengolahnya dari bahan baku ketela, satu sisi, pariwisata memberi opsi sumber
mengeringkan dengan diangin-anginkan sampai penghidupan baru bagi banyak keluarga. Namun,
menjadi gaplek, mengolahnya menjadi butiran kecil pariwisata juga memunculkan masalah baru dalam
dengan ditumbuk, dan kemudian baru dimasak kaitan dengan perlindungan perempuan dan anak,
menjadi nasi tiwul. Perempuan mendapatkan seperti pekerja anak dan perdagangan manusia
MEMBACA GENDER DALAM PERUBAHAN IKLIM: PELAJARAN DARI TIGA STUDI KASUS | 129
subtil bagi kedaulatan pangan, termasuk ketika kepada warga desa. Perempuan, memiliki peran
menghadapi krisis seperti perubahan iklim. penting dalam mengatur pemanfataan air bersih di
Persoalannya, sejauh manakah penghargaan tingkat rumah tangga, termasuk mengelola
terhadap pengetahuan ini terefleksikan dalam keuangan sehingga bisa mencukupi kebutuhan akan
pengambilan keputusan dan distribusi sumber air bersih.
daya publik yang lebih luas. Di musim penghujan, ketersediaan air bersih
bertumpu pada kerja perempuan memastikan drum
-drum penampung telah terisi air hujan, bahkan
Air dan Gender Dalam Kerangka pada malam hari. Aspek-aspek yang tampak
sederhana, bagaimana pengelolaan air bersih—
Perubahan Iklim
bagaimana memastikan drum penampung air sudah
Perempuan memiliki kedekatan dengan air, penuh ketika malam-malam hujan, kapan memakai
terutama karena peran-peran gender menjadikan air yang harus beli dan kapan memakai air sungai
air sebagai barang penting, dan di sinilah peran untuk kepentingan mandi dan mencuci—seberapa
kunci perempuan. Di Sungai Batang, ketersediaan sering harus mencuci pakaian, bagaimana mencuci
air menjadi isu besar karena ketiadaan sumber air piring dan perabot rumah tangga dengan air yang
bersih yang bisa disediakan sendiri dari kampung, terbatas, menjadi ruang dimana perempuan harus
terutama untuk kebutuhan air minum dan masak. berhadapan dengan tanggung jawab dan beban
Kebutuhan air bersih untuk mandi dan mencuci, kerja yang tidak ringan.
bisa lebih mudah untuk dinegosiasikan, setidaknya Dalam kaitan dengan aspek gender, konsumsi air
karena warga terkadang memakai air sungai untuk kebutuhan sehari-hari juga perlu ditimbang.
walaupun airnya payau dan sungai juga sekaligus Ketika memakai air sungai untuk kebutuhan mandi,
menjadi tempat buang air besar dan kecil. Seperti cuci, dan kakus, apakah implikasinya bagi
halnya ketergantungan akan suplai pangan, air perempuan dan anak-anak serta kelompok rentan
bersih menjadikan kampung Sungai Batang yang lain, untuk menjadi contoh bagaimana
menghadapi kondisi yang sangat berisiko dalam implikasi ini perlu dirunut. Apakah implikasi dari
kaitan dengan ketersediaan air, karena air sungai yang tak hanya payau namun juga
mengandalkan suplai air bersih dari hulu sungai menjadi tempat buang air, bagi kesehatan
dan pulau seberang yang dijangkau melalui jalan reproduksi perempuan ataupun bayi dan anak-
air. anak? Bagaimana menjelaskan kasus reumatik yang
banyak diderita perempuan—diduga karena kerja
memanen air hujan banyak dilakukan di malam
...aspek kelangkaan air hari. Atau, apakah implikasi dari belanja air bersih
terutama pada masa yang cukup besar bagi beban kerja perempuan,
kekeringan, kemudian karena perempuan menjadi yang paling
mengalami banyak perubahan bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan
keluarga? Di masa-masa dimana hasil tangkapan
dengan perbaikan infrastruktur
laut menurun dan harus membeli air bersih baik
publik dengan masuknya air untuk minum-masak maupun untuk mandi dan
PDAM. cuci, bagaimanakah dan apa sajakah siasat yang
harus diambil? Di sini, ceritanya menggambarkan
Dalam situasi dimana cuaca tidak menentu, deretan panjang pekerjaan dan tanggung jawab
gangguan transportasi karena gelombang tinggi, yang diemban perempuan.
bisa memiliki implikasi serius bagi ketersediaan Di Semarang, air bersih juga menjadi komoditas
dan kecukupan air bersih. Di sini, peran gender penting. Walaupun infrastruktur yang disediakan
bekerja dalam hal kerja dan kontribusi laki-laki dan negara telah menjangkau kawasan permukiman,
perempuan. Laki-laki memiliki peran besar dalam termasuk di area di mana studi kasus ini dilakukan,
memastikan pengangkutan air bersih hingga namun hal ini tidak cukup mampu menerobos sekat
sampai ke kampung, dan selanjutnya menjualnya relasi kuasa di balik bisnis air bersih. Studi ini
MEMBACA GENDER DALAM PERUBAHAN IKLIM: PELAJARAN DARI TIGA STUDI KASUS | 131
pembangunan yang mendekatkan akses air dengan peran gender dalam hal pengasuhan
bersih yang lebih baik, perempuan bisa anak. Implikasi dari buruknya akses air bersih,
diuntungkan dengan pengurangan beban kerja juga membawa dampak yang penting bagi
dalam kaitan dengan tanggung jawab akan air perempuan, termasuk bagi kesehatan reproduksi
bersih, atau pengurangan belanja keluarga untuk dan seksual perempuan. Persoalan kesehatan
membeli air bersih. Namun demikian, intervensi perempuan adalah taruhan dari buruknya
pembangunan juga bisa membawa dampak yang kualitas dan akses air bersih. Perubahan iklim
negatif, ketika prioritas pembangunan tidak juga membawa konsekuensi gangguan terhadap
menempatkan air sebagai komoditas publik kehidupan, seperti banjir rob di Semarang
sebagai prioritas (sebagaimana nampak dalam ataupun banjir karena cuaca ekstrem yang
prioritas bagi kawasan wisata daripada untuk terjadi di Gunungkidul. Tak hanya dampak yang
pemukiman) di Gunungkidul, ataupun ketiadaan kasat mata dan menjadi perhatian publik—skala
program pembangunan untuk akses air bersih kerusakan dan jumlah korban—namun juga hal-
sebagaimana terlihat dari pengalaman OKI. hal yang berada pada level rumah tangga, seperti
Kuasa modal atas air sebagaimana terlihat dalam beban bersih-bersih dan pemulihan
bisnis sumur artesis di Tambaklorok juga pascabencana yang kerap berimplikasi pada
menjadikan akses perempuan terhadap air pelibatan beban kerja dan curah waktu
menjadi lebih rendah dan meningkatkan beban perempuan. Lebih jauh, bagi perempuan dengan
kerja dan tanggung jawab perempuan. Di OKI, proses marjinalisasi yang berlapis—seperti
pembangunan yang hadir dalam bentuk perempuan lansia yang miskin dan terlantar,
kehadiran pabrik yang mengekstraksi hutan lapis-lapis eksklusi ini bermakna akses yang
untuk diubah menjadi kertas ataupun tissue, semakin jauh terhadap pemenuhan haknya akan
ternyata menghadirkan mimpi buruk dengan air bersih.
penurunan kualitas air sungai karena diduga Namun demikian, dinamika gender juga bisa
menjadi tempat pembuangan limbah pabrik dan dilihat dari apakah makna dari pembagian kerja
mengakibatkan air tak lagi layak dikonsumsi? berbasis gender tersebut. Dalam beberapa
Lebih jauh, bagaimana implikasinya bagi situasi, pola semacam ini bisa dimanfaatkan oleh
peningkatan beban kerja perempuan karena perempuan untuk menegosiasikan kepentingan
harus memastikan drum-drum air telah terisi perempuan dalam proses pengambilan
penuh air ketika malam-malam hujan, keputusan publik. Pengalaman FKK di Kampung
sebagaimana pemaparan perempuan di Sungai Krobokan, Semarang yang karena ketekunannya
Batang? Bagaimanakah ini menjelaskan memonitor jentik nyamuk secara kolektif,
kecenderungan tentang penyakit reumatik yang ternyata juga memberikan kesempatan bagi
banyak diderita oleh perempuan karena malam- perempuan untuk mengumpulkan bukti dan
malam harus mengecek drum air, seperti membangun argumen pentingnya perbaikan
pengalaman di Sungai Batang? Bisakah kita infrastruktur dalam proses Musrenbang di
membayangkan, implikasinya bagi kesehatan tingkat kelurahan. Hal ini menunjukkan,
reproduksi dan seksual perempuan di tengah kecerdikan perempuan yang berkompromi
kelangkaan air bersih pada musim-musim sulit dengan konstruksi sosial tentang kerja
air? perempuan dan laki-laki, karena kemudian bisa
Buruknya akses air bersih, yang dalam banyak menjadikannya sebagai pijakan untuk masuk
hal bisa diperparah oleh kejadian cuaca ekstrem pada area yang strategis dalam penentuan
(banjir rob, penyebaran penyakit yang lebih luas sumber daya publik.
dan dengan pola yang berubah) dan
keterbatasan layanan publik, menjadikan Pada masyarakat pedesaan, jenis
keterpaparan kelompok-kelompok rentan dan pola konsumsi energi
seperti anak-anak terhadap dampak dari menggambarkan ketergantungan
perubahan iklim ini. Bagi perempuan, hal ini juga kepada suplai dari alam sekitar
berarti peningkatan beban kerja terutama terkait
MEMBACA GENDER DALAM PERUBAHAN IKLIM: PELAJARAN DARI TIGA STUDI KASUS | 133
transfer teknologi yang tidak memadai, khususnya biaya, kerap disampaikan oleh perempuan. Namun,
untuk mereka yang buta huruf dan lansia, dalam hal hal ini tidak berarti banyak karena penyediaannya
informasi akan risiko penggunaan gas. Dalam yang monopolistik tersebut. Dampaknya, banyak
wawancara, juga ditemukan, masih ada pemakaian kerja perempuan yang mengandalkan listrik—
kayu bakar terutama untuk kepentingan seperti menyetrika ataupun mencuci pakaian
pengasapan ikan, yang sebagian menumpukan pada dengan mesin cuci—dilakukan pada malam hari,
kayu yang dibawa rob. ketika listrik tersedia. Akibatnya adalah, risiko
Lantas, bagaimana profil pemanfaatan energi di berkurangnya waktu istirahat dan bisa berimplikasi
OKI? Di kampung Sungai Batang yang terpencil, pada kualitas kesehatan.
konversi energi terutama untuk kepentingan Hal yang juga penting adalah dalam hal pemakaian
memasak berlangsung dengan cepat. Kompor gas energi untuk kebutuhan transportasi. Di wilayah-
menjadi salah satu cara yang lazim digunakan pada wilayah dengan akses dan infrastruktur publik yang
banyak keluarga. Bisa jadi, karena gas dianggap baik, perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan
lebih aman dari risiko kebakaran karena rumah dan yang hampir berimbang untuk memakai dan
lantai terbuat dari kayu. Namun demikian, memanfaatkan energi dan mesin atau kendaraan
ketersediaan gas akan sangat dipengaruhi oleh yang membantu mobilitasnya. Di Gunungkidul dan
kelancaran transportasi dari dan ke kampung ini, Semarang, kendaraan roda dua dan bahan
yang juga sangat dipengaruhi oleh cuaca. bakarnya, bisa diakses dan dimanfaatkan oleh
Buruknya akses dan ketersediaan sumber-sumber perempuan dan laki-laki untuk menunjang
energi bagi komunitas di kawasan terpencil seperti mobilitasnya. Hal ini membuat perempuan lebih
di Sungai Batang, menjadikan risiko akan punya kesempatan untuk terlibat dalam berbagai
kecukupan energi bisa berimplikasi negatif pada aktivitas sosial. Namun di Sungai Batang, dimana
perempuan. Ketika bahan bakar tidak tersedia mobilitas bertumpu pada keberadaan perahu
karena kapal tidak bisa mengambil dari daerah lain, dengan mesin motor tempel, mobilitas perempuan
atau bahan baku solar untuk pembangkit listrik terutama ketika harus pergi jauh dan keluar
tenaga diesel tidak tersedia, implikasinya bagi kampung, sangat bertumpu pada laki-laki karena
perempuan adalah penambahan beban kerja. keterampilan penguasaan mesin dan pemanfaatan
Seperti mesin cuci yang membantu pengurangan energinya, hanya dimiliki oleh laki-laki. Dalam hal
beban kerja perempuan yang tidak bisa dilakukan ini, mobilitas sosial perempuan juga menjadi sangat
bila tiada listrik. Selain itu, di keluarga dengan terbatas karena hambatan dalam mobilitas fisik.
kapasitas ekonomi yang lebih terbatas, sebagian Beberapa yang bisa dilihat dari pola terkait gender
diantaranya adalah perempuan kepala keluarga, dan perubahan iklim dalam kaitan dengan energi
kayu bakar menjadi tumpuan bagi banyak keluarga, adalah sebagai berikut:
terlebih untuk kebutuhan pengawetan makanan Teknologi bisa menjadi penyelamat karena
seperti pengasapan ikan. Perempuan mengambil membantu penyelesaian tugas domestik yang
peran penting dalam pengambilan keputusan akan menjadi tanggung jawab perempuan. Banyak
jenis energi yang digunakan dalam memasak. Dan kemanfaatan dari akses dan pemakaian
kalkulasi akan biaya manfaat sepenuhnya berada di teknologi yang mempersingkat curah waktu dan
tangan perempuan. mengurangi beban kerja perempuan. Namun
Sementara untuk pemakaian listrik, aksesnya demikian, ketika ketersediaan infrastruktur
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan publik seperti listrik terbatas hanya di kawasan
infrastruktur layanan listrik yang terbatas. perkotaan, maka akses ini akan dibatasi oleh
Bertumpu pada layanan listrik yang sepenuhnya kemampuan bernegosiasi dengan aspek harga
disediakan oleh listrik swasta yang monopolistik, dan kualitas layanan yang terbatas. Demikian
perempuan melakukan penyesuaian dalam hal juga, bagi keluarga dengan kapasitas ekonomi
pengerjaan tugas-tugas domestik dengan yang rendah, sebagian diantaranya adalah
ketersediaan layanan listrik, seperti pemanfaatan keluarga dengan kepala keluarga perempuan,
listrik untuk lemari es dan mesin cuci. Keluhan akan subsidi menjadi salah satu kebutuhan untuk
kualitas pelayanan dan kejelasan perhitungan mendekatkan akses kepada teknologi dan energi
MEMBACA GENDER DALAM PERUBAHAN IKLIM: PELAJARAN DARI TIGA STUDI KASUS | 135
bertahap setiap 5 tahun. Bagian dapur biasanya Ketidakhadiran negara menjadikan harga semua
merupakan bagian rumah yang paling utama untuk kebutuhan harus dibayar masyarakat dengan harga
ditinggikan. Hal ini untuk memastikan perempuan yang jauh lebih mahal.
bisa menyiapkan pangan untuk keluarga, pada Beberapa pola terkait gender dan pola konsumsi
situasi apapun. Seperti halnya di Gunungkidul, terkait perubahan iklim yang ditemukan nampak
belanja rokok juga tidak bisa ditinggalkan pada seperti berikut :
situasi apapun. Pun belanja kosmetik menjadi
Memang dampak dari iklim terhadap pola
sebuah kebutuhan personal perempuan sebagai
konsumsi dan gender ini tidak serta merta
satu strategi merebut akses sumber daya.
memiliki cerita yang tunggal. Interseksi
Narasi yang sedikit berbeda terdapat pada pola ditemukan, salah satunya dengan kapasitas
konsumsi masyarakat Sungai Batang, OKI. Rokok ekonomi yang dimiliki. Pada keluarga yang
merupakan komoditas yang dikonsumsi baik oleh miskin atau menengah ke bawah, beban dan
laki-laki maupun perempuan. Dalam situasi krisis penyesuaian yang dilakukan dalam pola
sekalipun, rokok harus tersedia dan tidak ada konsumsi dilakukan oleh perempuan dengan
perubahan belanja jumlah rokok yang dikonsumsi. rentang perubahan yang lebih tinggi. Pada
Sayuran bukanlah merupakan komoditas pangan keluarga menengah ke atas, opsi terhadap pola
yang wajib dikonsumsi masyarakat Sungai Batang. konsumsi lebih tersedia. Namun begitu coping
Namun konstruksi budaya yang menempatkan negatif tetap ditemukan, baik pada keluarga
sayuran sebagai konsumsi masyarakat kelas atas sejahtera maupun keluarga miskin. Pada
menjadikan masyarakat menkonsumsi sayur, bukan kelompok rentan dan miskin, siapa yang
sebagai kebutuhan gizi semata namun lebih sesungguhnya mengemban tanggung jawab
merujuk pada status sosial. pemenuhan? Pada keluarga sejahtera, dampak
Ketergantungan pada pasokan sayuran dari luar perubahan iklim masih mampu ditanggulangi di
daerah juga menjadi salah satu penyebab minimnya tingkat keluarga, dengan berkurangnya aset
konsumsi sayur mayur pada keluarga di Sungai keluarga. Sementara pada keluarga miskin,
Batang. Pada masa ombak besar, masyarakat hanya dampak perubahan iklim dirasakan jauh lebih
bisa belanja sayur 2 minggu sekali meski harga berat. Bertumpu pada pihak lain seperti tetangga
sedikit lebih murah. Pada musim kering sayuran ataupun kelembagaan yang ada di masyarakat
justru bisa didapatkan tiap minggu meski harga menjadi pilihan, di tengah terbatasnya skema
relatif lebih mahal. Konsumsi air bersih juga proteksi sosial negara yang bisa diakses oleh
memperlihatkan status ekonomi sebuah keluarga. kelompok masyarakat miskin. Skema proteksi
Pada keluarga kaya, baik pada musim hujan sosial yang digulirkan pemerintah seperti di
ataupun kemarau, konsumsi air minum dan Semarang, tidak cukup terakses bagi lansia.
memasak tetap menggunakan air galon dan air Modal sosial-skema komunal menjadi tumpuan
kemasan. Air hujan mereka gunakan untuk mandi, bagi kelompok rentan pada masa krisis. Seperti
cuci dan kakus. Sementara pada keluarga miskin air berbagi sumber air, berbagi listrik (dengan
hujan menjadi tumpuan untuk segala kebutuhan air membayar sesuai kesepakatan), termasuk
keluarga baik untuk mencuci, mandi, kakus juga kemudahan akses terhadap hutang (pada
untuk memasak dan minum. Sementara pada warung tetangga).
musim kemarau keluarga miskin membeli air drum Dalam konstruksi gender yang berlaku di
yang harganya jauh lebih murah dibanding air galon masyarakat, terkait dengan perubahan iklim,
untuk memasak dan minum. Namun baik keluarga perempuan menjadi entitas yang paling
kaya ataupun miskin, pada musim kemarau warga terdampak sekaligus bertanggung jawab dalam
Sungai Batang sangat tergantung pada pasokan air pengaturan pola konsumsi keluarga.
dari luar daerah. Ketidakhadiran negara Penghematan yang dilakukan lebih banyak pada
menjadikan pemenuhan konsumsi pangan dan air ranah dimana perempuan memiliki kontrol
bersih sangat tergantung pada pasar. Begitupun seperti belanja harian untuk konsumsi keluarga,
energi solar untuk perahu ataupun listrik keluarga sementara belanja rokok yang sepenuhnya ada
sangat tergantung pada pasokan dari luar. di wilayah kontrol laki-laki, pilihannya bukanlah
MEMBACA GENDER DALAM PERUBAHAN IKLIM: PELAJARAN DARI TIGA STUDI KASUS | 137
posisinya sepenting keberadaan nasi di meja mitigasi dalam bentuk penanaman mangrove, yang
makan, alias tidak bisa ditawar. ditemukan di Kota Semarang, bersama dengan
Karena dampaknya yang luas, negara kemudian proyek transportasi yang lebih ramah lingkungan
juga menjadikan pengelolaan risiko perubahan dan pengelolaan sampah untuk diolah menjadi
iklim sebagai salah satu prioritas pembangunan. sumber energi.
Studi mencatat, kontribusi negara dalam upaya Berbagai intervensi yang dilakukan, telah
memproteksi warga dalam mengoreksi dampak memberikan dampak yang positif dalam hal
dari perubahan iklim. Negara mengeluarkan mengurangi dampak dan keterpaparan terhadap
berbagai kebijakan dan program untuk menjawab perubahan iklim. Pengalaman warga kampung
dampak perubahan iklim dan mendorong proyek Krobokan dalam kaitan dengan pengelolaan banjir
mitigasi iklim. Salah satu contoh berhasil adalah rob yang dilakukan oleh pemerintah Kota
kehadiran negara dalam proyek infrastruktur air Semarang, terkonfirmasi mengurangi intensitas dan
bersih yang dirasakan manfaatnya oleh warga dan implikasi terhadap dampak perubahan iklim yang
khususnya perempuan di Gunungkidul. Akses air ada. Begitu juga, kehadiran negara dalam
bersih yang lebih dekat, menjadikan beban kerja penyediaan infrastruktur air bersih, menjadikan
berkurang dan kualitas hidup yang lebih baik, perbaikan kesejahteraan bagi kehidupan warga di
memungkinkan perempuan memiliki waktu yang Gunungkidul, seperti kualitas kesehatan yang lebih
lebih banyak untuk menjalankan peran lain baik dan penyelesaian tugas-tugas domestik yang
termasuk peran produktif dan peran sosial. lebih cepat dan mudah terutama pada musim
Di kawasan perkotaan, peran negara dalam kemarau dibandingkan sebelumnya.
mengoreksi dampak perubahan iklim juga terlihat Namun demikian, terdapat beberapa catatan dari
dari proyek penataan kawasan yang berupaya perspektif gender terkait dengan berbagai upaya
mengelola risiko banjir rob. Penataan tata kelola mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
kota, pembangunan banjir kanal, polder dan pompa Pertama, bagi sebagian pihak, gender sering
air yang memompa air ke laut, telah menjadikan dianggap tidak berkorelasi secara langsung dengan
intensitas banjir di beberapa kawasan di Kota perubahan iklim. Anggapan bahwa tidak ada
Semarang saat ini sudah berkurang dengan masalah gender dalam kaitan dengan iklim, ataupun
signifikan. Ini menjelaskan dimensi yang lain dari upaya mitigasi-adaptasi dilakukan tanpa membeda-
pembangunan yang berpotensi menjadikan kelola bedakan laki-laki dan perempuan, sering kita
sumber daya, untuk mengurangi risiko dan dengar. Padahal, ada banyak hal yang menunjukkan,
keterpaparan. Namun demikian, catatan akan bagaimana pengaruh perubahan iklim terhadap
proses kelola risiko di kampung Tambaklorok perempuan bisa jadi berbeda jika dibandingkan
misalnya, masih perlu menunggu bagaimanakah dengan pengaruh perubahan iklim pada laki-laki.
keberhasilan dari proyek penataan kawasan seperti Begitu juga cara merespon perempuan akan
pembangunan kampung Bahari. Bagaimanakah dipengaruhi oleh bagaimana peran gendernya, juga
perubahan tata kampung, menjadikannya sebagai aksesnya terhadap sumber daya, bagaimana dan
destinasi wisata, akan memiliki pengaruh bagi sejauh mana ia bisa mempengaruhi proses
perempuan dan laki-laki di kampung ini? pengambilan keputusan dalam kehidupan di
Bagaimanakah livelihood baru ini, membawa lingkungan terdekatnya. Keengganan untuk
implikasi bagi peran, aktivitas, dan juga beban kerja memperhitungkan perbedaan situasi, pengalaman
bagi perempuan dan laki-laki? Apakah tol laut akan dan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki
terbukti menjadi tanggul penyelamat bagi dampak dalam berbagai upaya mitigasi dan adaptasi
dari peningkatan muka air laut dan gelombang perubahan iklim, bahkan bisa memiliki implikasi
tinggi yang terjadi dengan intensitas yang semakin yang justru negatif. Alih-alih meningkatkan
tinggi? ketangguhan, intervensi dengan niat baik ini
Kehadiran negara juga terlihat dalam bentuk bahkan bisa berisiko menjadikan kesenjangan
penyediaan energi yang lebih ramah lingkungan. gender yang melebar, dan kesenjangan ini bisa
Konversi bahan bakar ke gas, penyediaan solar berarti peningkatan risiko, ketika berhadapan
panel, adalah dua contoh yang ditemukan. Juga dengan keterpaparan terhadap perubahan iklim.
MEMBACA GENDER DALAM PERUBAHAN IKLIM: PELAJARAN DARI TIGA STUDI KASUS | 139
BAB 6
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di tiga lokasi, studi ini menghasilkan
beberapa kesimpulan penting yang akan diuraikan dalam beberapa sub bab berikut
ini.
Perempuan dan laki-laki menghadapi situasi Transfer teknologi dipengaruhi oleh kapasitas
dan dampak yang berbeda, sehingga perlu individu atau kelompok terhadap informasi dan
memastikan konsultasi yang memadai tentang sumber-sumber pengetahuan. Studi juga
pendekatan yang tepat dan berguna baik bagi menemukan adanya ketergagapan kelompok-
laki-laki, maupun terlebih adalah bagi kelompok marjinal seperti perempuan lansia
perempuan. Satu pendekatan yang sama bisa dalam menghadapi perubahan pola konsumsi
berimplikasi berbeda bagi perempuan dan laki energi ini.
-laki, dan karenanya, konsultasi yang memadai Pada komunitas yang berhadapan dengan akses
dan melibatkan keterwakilan dari perempuan geografis dan sosial yang rendah seperti
dan laki-laki akan menjadikan intervensi yang komunitas di kawasan terpencil, konversi juga
tepat dan efektif. belum mempertimbangkan opsi-opsi pola
Negara berperan penting dalam menjadi jaring konsumsi energi yang lebih pas dengan
pengaman untuk mengelola dampak keterbatasan dari aspek akses, ketersediaan dan
perubahan iklim bagi perempuan dan keterjangkauan sumber-sumber energi. Dari
kelompok rentan, melalui kebijakan dan aspek gender, hal ini menjadikan perempuan
program di berbagai bidang. Namun demikian, harus mencari siasat untuk menutup kebutuhan
terdapat skema-skema komunal berbasis akan konsumsi energi dari sumber daya lokal
keluarga dan komunitas terdekat yang juga yang terbatas.
menjadi tumpuan banyak perempuan dan Transfer teknologi dalam bentuk instalasi dan
kelompok rentan, yang perlu dikuatkan pemakaian energi berbasis sumber daya
melalui skema kebijakan, program dan terbarukan (seperti panel surya) yang
anggaran negara yang tepat. Pengakuan akan dilakukan sebetulnya memberi harapan baru.
keberadaan skema dan jejaring sosial ini Namun, dalam konteks yang lain, transfer
menjadi penting, untuk menghindari implikasi teknologi yang tidak cermat menjadikan
negatif akan matinya jejaring dan skema sosial, pemanfaatan energi tidak sepenuhnya bisa
justru sebagai dampak dari pelaksanaan menjawab persoalan yang ingin disasar. Sebagai
intervensi dan dukungan negara. Salah satu contoh, panel tenaga surya yang dibangun
dasar dalam membangun jaring pengaman untuk kebutuhan penerangan rumah tangga,
adalah melaksanakan secara prioritas rencana namun kemudian beralih untuk pemanfaatan
penanganan dampak perubahan iklim di ternak burung walet sebagaimana di OKI,
berbagai bidang pembangunan yang telah menunjukkan pergeseran pemakaian yang bisa
direncanakan pemerintah daerah dengan menggambarkan bagaimana prioritas
melibatkan perempuan dan laki-laki dan kebutuhan dan proses pengambilan keputusan
masyarakat yang paling rentan. ditentukan. Perlu dikaji, implikasi dari peralihan
ini terhadap pemenuhan kebutuhan baik praktis
maupun strategis gender.
Mitigasi dan Adaptasi Berbasis Praktik mitigasi dan adaptasi ditemukan pada
Gender Dalam Pola Konsumsi berbagai level dan dilakukan oleh baik individu/
rumah tangga, komunitas maupun negara. Dari
Studi ini juga menemukan beberapa hal menarik berbagai bentuk praktik mitigasi dan adaptasi yang
dalam kaitan dengan pembangunan yang lebih beragam, konstruksi gender menjadikan laki-laki
Abrasi Pengikisan batuan oleh air, es, atau angin yang mengandung dan mengangkut
hancuran bahan.
Adaptasi Penyesuaian terhadap lingkungan.
Alas Istilah lokal warga Gunungkidul untuk hutan atau lahan pertanian yang khas.
Cenderung kering sebagaimana yang ditemukan di sebagian besar wilayah
Gunungkidul. Istilah lain yang lebih halus adalah wono.
Anglo Tungku kecil dengan arang sebagai bahan bakar.
Biofuel Bahan bakar bersumber biomassa (materi yang berasal dari tumbuhan dan
hewan).
Biogas Gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen.
Biomasa Energi yang berasal dari makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan.
Boro Istilah lokal warga Gunungkidul artinya bekerja ke luar desa atau memburuh.
Bulgur Sorgum.
Deforestasi Penebangan hutan.
Diversifikasi Penganekaragaman.
Drainase Saluran air.
El Nino Anomali iklim di Pasifik Selatan. Terjadi antara pesisir barat Amerika Latin dan
Asia Tenggara, namun efeknya bisa dirasakan ke seluruh penjuru dunia dan
seringkali berujung pada bencana alam. Bisa berdampak pada kekeringan,
gagal panen, dan kebakaran hutan.
Embung Telaga dalam istilah lokal warga Gunungkidul.
Emisi Kandungan gas mesin yang dibuang ke udara.
Erosi tanah Proses perpindahan atau pergerakan tanah dari permukaan bumi karena angin
atau aliran air.
Fitoplankton Komponen autotrof plankton. Autotrof adalah organisme yang mampu
menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari
bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia.
Galengan Batas lahan dalam bahasa lokal warga Gunungkidul.
Gaplek Merupakan bahan pangan olahan dari singkong dan bisa diolah menjadi
berbagai makanan olahan yang biasa dikonsumsi seperti tiwul ataupun gatot.
Garengpung Istilah lokal warga Gunungkidul untuk serangga dengan suara khas yang jadi
penanda musim kemarau (Masa peralihan dari musim hujan ke musim
kemarau).
Geotermal Berkenaan dengan panas yang berasal dari pusat bumi (bisa dipakai sebagai
sumber energi)
Getek Istilah lokal warga Sungai Batang untuk perahu kecil dari kayu yang dipasangi
mesin. Biasa digunakan untuk melaut dengan skala tangkapan yang kecil atau
alat transportasi.
Gumregan Istilah lokal warga Gunungkidul untuk perayaan atau syukuran kepemilikan
ternak. Biasanya hanya untuk pemilik sapi.
Hama Hewan yang menganggu produksi pertanian seperti tikus dan sebagainya.
Hazard Ancaman. Sering digunakan dalam konteks iklim dan pembangunan.
GLOSARIUM | 147
Hibrid Energi yang berbasis pada potensi panas matahari dan kekuatan angin
Hidrometeorologi Cabang meteorlogi yang berhubungan dengan penggunaannya dalam hidrologi.
Misalnya dengan masalah banjir, irigasi, dan masalah sumber tenaga air.
Huller Mesin penggiling padi
Hydropower Energi yang dihasilkan oleh air
Intensifikasi Perihal meningkatkan kegiatan yang lebih hebat
Intrusi Perembesan air laut dan sebagainya ke dalam lapisan tanah sehingga terjadi
percampuran air laut dan air tanah.
Irigasi Pengaturan pembagian atau pengaliran air menurut sistem tertentu untuk
sawah dan sebagainya.
Ispa Penderita infeksi saluran pernapasan akut.
Kaporit Bahan kimiawi untuk membersihkan air, mematikan kuman-kuman,
memutihkan kain, dan sebagainya.
Karst Daerah yang terdiri atas batuan kapur yang berpori sehingga air di permukaan
tanah selalu merembes dan menghilang ke dalam tanah.
Komunal Bersangkutan dengan komune. Milik rakyat atau umum.
Konversi Perubahan dari satu sistem pengetahuan ke sistem pengetahuan lain.
Labuhan Upacara tradisional di laut selatan sebagai wujud syukur. Biasanya dengan cara
melarung hasil bumi.
Gambut Tanah lunak dan basah, terdiri atas lumut dan bahan tanaman lain yang
membusuk (biasanya terbentuk di daerah rawa atau di danau yang dangkal)
Aluvial Berhubungan dengan (terdiri atas atau terdapat dalam) aluvium (lempung,
pasir halus, kerikil dan sebagainya).
Luweng Sumur vertikal yang berada di bawah tanah. Umumnya berada di dalam gua
bawah tanah.
Malnutrisi Keadaan defisiensi (kurang), kelebihan, atau ketidakseimbangan zat gizi.
Mangsa Mareng Istilah lokal warga Gunungkidul untuk menamai periode saat memasuki musim
hujan.
Mitigasi Tindakan mengurangi dampak bencana.
Monokultur Penanaman satu jenis tanaman dalam suatu urutan musim pada tanah yang
sama (misalnya baik pada musim hujan maupun musim kemarau hanya
ditanami padi)
Monopolistik Bersifat monopoli
Mratak Istilah lokal untuk mendeskripsikan proses saat bulir padi sudah berisi dan
mulai menguning.
Muntaber Muntah dan berak (Penyakit yang menyebabkan muntah dan berak-berak
sehingga penderita dapat kehabisan cairan di dalam tubuhan).
Nelo Istilah lokal warga GK untuk mendeskripsikan kondisi tanah yang retak dan
merekah pada musim kemarau atau saat memasuki puncaknya.
Ngombor Istilah lokal warga Gunungkidul untuk aktivitas memberi makan campuran
dedak-rumput dan minum untuk ternak.
GLOSARIUM | 149
Tonase Daya angkut muatan kapal dinyatakan dalam ton.
Tumpang sari Suatu bentuk tanaman campuran dua jenis atau lebih tanaman pada satu
areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau berdekatan.
Ungkrung Istilah lokal warga Gunungkidul untuk sejenis kepongpong jati.
Vektor Vektor merupakan binatang pembawa Penyakit yang disebabkan oleh
bakteri, ricketsia, virus, protozoa dan cacing, serta menjadi perantara
penularan penyakit tersebut.
Wereng Serangga sebesar butir beras sebagai hama tanaman padi.