Anda di halaman 1dari 5

Narrative Research in Climate Change Adaptation – Learning form

Communities Resilience In Informal Area


Warid Zul Ilmi 1, Berliana Adinda 2

Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia1


waridzulilmi@mail.ugm.ac.id
Lampung University, Bandar Lampung, Indonesia 2

Abstract
Banyak kota di Indonesia menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh perubahan iklim
terhadap populasi, komunitas, dan infrastrukturnya. Hal ini bervariasi seperti meningkatnya
paparan banjir rob, hingga ketidaknyamanan akibat panas perkotaan tergantung kondisi
geografis. Penelitian mengenai praktik baik yang dilakukan oleh komunitas dalam bertahan
dari dampak perubahan iklim dengan berbagai upaya adaptasi dan mitigasinya mungkin
akan menjadi contoh inisiatif baik dan pengetahuan yang holistik dengan metodologi
penelitian sosial ekstraktif dalam memahami sistem sosial-ekologis dan desain kebijakan
adaptasi lokal yang lebih baik dan partisipatif. Jurnal ini ditulis dengan pendekatan naratif
sebagai dasar dalam berargumen dan reflektif.

Keywords: Narrative Research, Coastal Community Resilience , Informal Area, Impact of


Climate Change.

1. Introduction
Perubahan iklim sangat berdampak di Indonesia, mulai dari kekeringan, banjir perkotaan, hingga
banjir rob di pesisir (Fracnkhauser, McDermott, & Costa, 2016). Terutama mereka masyarakat yang
bertempat tinggal di kawasan informal, tercatat sekitar 42 juta jiwa tinggal di atas permukaan laut (ICCSR,
BAPPENAS, 2010). Kota Bandar Lampung yang merupakan kota pesisir mengalami perkembangan kota
yang cukup pesat, begitu juga dengan kawasan informalnya, karena wilayah pesisir merupakan kaasan
padat penduduk dengan tingkat kerentanan tinggi dari dampak perubahan iklim (Ilmi, Asbi, & Syam,
2020a).
Berdasarkan laporan climate resilience cities (2009) akan ada lebih dari 60% penduduk dunia
tinggal di wilayah perkotaan dan masyarakat berpenghasilan rendah akan terkonsentrasi pada kawasan
informal (Fankhauser et al.,2016). Hal ini sering dikaitkan dengan wajah buruk perkotaan, terlebih dengan
peran Kota Bandar Lampung yang akan menjadi pusat kota metropolitan Bandar Lampung Raya
(BAPPEDA, 2021) dan pusat perdagangan dan jasa Sumatera bagian Selatan, tentu hal tersebut menjadi
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Namun, jarang ditemukan inisiatif dalam memahami dan belajar dari mereka masyarakat
berpenghasilan rendah yang tinggal di kawasan informal dalam bertahan hidup dari berbagai ancaman
yang dihadapi dan semakin parah dari adanya perubahan iklim dan saat ini perubahan iklim berhasil di
identifikasi dari perubahan curah hujan dan intensitas bencana banjir yang terjadi di Kota Bandar
Lampung begitu juga kerentanan masyarakat di kawasan informal di sana (Ilmi, Asbi, & Syam, 2020a).
Climate change presents equivalent risks to informal communities residing along coastlines.
Numerous studies have indicated that individuals in disaster-prone areas possess significant potential for
adaptability. This is anticipated to contribute to the development of a disaster-resilient coastal city with
enhanced resilience in the future (Ilmi, Asbi, & Syam, 2020b).
The traits of present informal neighborhoods present a troubling combination that may increase
susceptibility, risk, and the effects of climate change. Considering the vulnerability of these areas, factors
such as poor housing conditions and limited access, or slum dwellings dependent on a single economic
sector, a fragile economy characterized by low incomes, inadequate assets, and human activities
detrimental to nature are significant (Ilmi, Asbi, & Syam, 2021b).
Dalam penelitian adaptasi perubahan iklim, ada keterkaitan kuat antara manusia dengan
lingkungan dalam bentuk sistem sosio-ekologis atau sosio ekonomi – ekologi (Smit et al., 2000). Berbagai
keputusan yang diambil dalam menghadapi berbagai acaman ekologi akibat perubhan iklim beserta faktor
pendorong dan hambatan dalam imlementasinya sangat melekat pada konteks sosial ekonomi,
lingkungan dan politik (Adger et al, 2009; McEvoy et al., 2010).
Sistem tersebut memunculkan seruan untuk keterlibatan masyarakat yang lebih besar dalam
pengembangan strategi adaptasi serta penggabungan pengetahuan tradisional dan masyarakat dalam
strategi adaptasi yang dilakukannya (Mercer dkk, 2007, McNaught et al, 2014). Melalui berbagai narasi,
pengalaman, dan praktik yang dilakukan membuat pengetahuan yang bersumber dari komunitas tersebut
menjadi masukan dalam pembangunan ketahanan secara partisipatif (Johannes 1978, 2002, Veitayaki et
al. 2003, McMillen et al, 2014).

1
2. Situasi dan Metode Studi
2.1 Situasi
Sejumlah permukiman penduduk yang terbangun di kawasan informal pesisir Kota Bandar Lampung
memiliki karaktersitik permukiman yang dibangun atas dasar kesadaran dan pemahaman yang dimiliki
oleh penduduk setempat, mereka membangun rumah di lahan hasil reklamasi dengan cara melakukan
penimbunan dengan bekas kontruksi bangunan dan juga sampah. Banyak para pemukim tidak memiliki
bukti kepemilkan tanah secara hukum karena memang menempati lahan hasil reklamasi atau bahkan
berdiri di atas lautan, kondisi seperti ini yang membuat komunitas tersebut sebenarnya memiliki
kerentanan yang cukup serius terhadap dampak perubahan iklim (Mukhlis, Putri, & Purnawaty, 2011; Ilmi,
Asbi, & Syam, 2020a). Bukan hanya bertempat tinggal di permukiman informal namun juga bekerja di
sektor informal. Namun meskipun demikian, komunitas pesisir memiliki ketangguhan, lebih dari 50 tahun
mereka hidup berdampingan dengan ancaman dan keterbatasan (Ilmi, Asbi, & Syam, 2020a).

2.2 Metode Studi


Metode studi dilakukan dengan cara wawancara dengan pengambilan sampel bola salju (snowball
sampling) serta pengambilan sampel yang bersifat oportunistik dan terarah (targeted sampling) seperti
Tokoh Masyarakat, Ketua RT dan Ketua PKK. Penelitian ini menargetkan masyarakat yang telah tinggal
terus menerus di desa tertentu selama minimal 30 tahun, dengan asumsi bahwa mereka hidup dan
menikah di desa tersebut, sehingga mengetahui kondisi jaman dulu dan tradisi atau budaya yang ada
ditengah masyarakat. Penelitian ini juga dilengkapi dengan observasi lapangan. Secara keseluruhan
menggunakan data primer untuk mendapatkan pandangan dan pengetahuan langsung dari objek
penelitian yaitu narasumber dan lokasi penelitian (Suyanto & Sutinah, 2005).

Sudut pandang komunitas dipilih pada kawasan informal terdapat tempat tinggal dan pekerjaan yang
berfokus pada people center development. Dalam berbagai kajian resiliensi juga banyak peneliti
memfokuskan terhadap komunitas baik di tingkat lokal maupun kota. Sehingga dapat mengklasifikasikan
Tingkat resiliensi dan dimensi ketahanan komunitas tersebut secara kontekstual.

Penelitian ini mengacu pada City Resilience Framework (2015) di mana unsur dan dimensi yang dinilai
sebagai berikut:

 Health & Wellbeing, meet basic needs, both health and other things to get easy access to basic
services needed by every community. Support livelihoods and jobs in the form of training and
efforts that can ensure the availability of community needs and ensure health services and
supporting facilities.
 Economy & Society, encourage cohesion and community involvement, with good social
networks and integration encouraging citizens to be actively involved in planning and decision
making. Get legal guarantees, prevention of criminal acts, and actions outside the applicable
legal normative as well as good city economic management.
 Infrastructure & Environment, improve and provide protection both natural and man-made
through infrastructure, effective land use planning and regulation. Environmental conservation
maintains urban ecosystems that are included in good city management. Have and carry out
ecosystem and infrastructure management as well as contingency plans. Environmentally friendly
and sustainable communication and mobilization such as public transportation.
 Leadership & Strategy, good governance, the establishment of the government, the community,
and business actors. Various stakeholders can formulate decisions together. Education for all,
access to information and knowledge that is easily accessible to people and organizations to
make decisions

Berdasarkan dimensi dan unsur di atas, dapat disimpulkan bahwa resiliensi sangat erat kaitannya dengan
manusia sebagai objek karena resiliensi juga berkaitan dengan aspek psikologis dan persepsi manusia,
seperti emosional, sosial, pribadi, dan penentuan nasib sendiri, yang dalam studi kasus ini adalah
variabel.

Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah analisis naratif, Menurur Creswell (2012) dalam Sarah
Lewis (2015), analisis yang dilakukan dengan menjadikan pengalaman dari objek penelitian termasuk
percakapan tentang makna dari pengalaman-pengalaman dan aktivitas sehari-hari untuk memahami
fenomena yang terjadi .

3. Hasil dan Analisis


3.1 Health & Wellbeing
Penyakit seperti DBD tidak menjadi masalah di kawasan informal pesisir Kota Bandar Lampung menurut
keterangan nya.

2
“Kalo kesehatan alhamdulillah sih, kalo di sini maafnya ngomong kalo demam berdarah kayaknya ga ada,
jangan salah demam berdarah itu adanya di luar dari pada laut, karena dia di air bagus, mewah,
pendinginan itu pakai AC, itu yang cepet, kalo saya bilang , karena kalo demam berdarah itu nyamuknya
bukannya banyak, paling 3 atau 4 biji. Kalo demam berdarah, tapi kalo penyakit yang kaya kayak kita
begini, bukan apa-apa sih, ya paling bentol gatel pakai pakai selesai, ga bisa tidur katanya nyamuk biasa
itu mah, kalo demam berdarah kayaknya kurang...” Laki-laki 63 tahun, Kelurahan Kangkung

3.2 Economy & Society


Masyarakat berpenghasilan rendah masih menggantungkan kehidupannya dengan program pemerintah
seperti program keluarga harapan.

”kebantunya masyarakat miskin kan ada program PKH program keluarga harapan, oh iya, yang dulu
programnya SBY sekarang diterusin Jokowi kan malahan bertambah kan, jadi mereka pakai dapat, dapat
satu bulan sekali, dapet pasti dapet...Sepertinya kalo sekarang perasan ibu ga ada orang miskin, ga ada,
mana orang miskin orang semua bisa beli motor, benerin rumah, artinya bukan untuk kebutuhan bukan
untuk kebutuhan sandang pakai, pangan pakai, pakai kan, cukup buat seperti itu mereka juga bisa sih...”
Perempuan 55 Tahun, Kelurahan Kota Karang

Kebergantungan ini justru disebabkan karena gaya hidup dan alokasi biayanya yang terkadang tidak
berkelanjutan dan menaikan status sosial keluarganya.

Pekerjaan yang bervariasi, termasuk sektor informal, memberikan pilihan bagi masyarakat untuk bertahan
di tengah perkembangan zaman. Alternatif memenuhi kebutuhan air bersih, seperti Sumur Suteng Pak
Nana di Pesawahan, tetap bertahan dan membantu masyarakat.

3.3 Infrastructure & Environtment


Banjir rob semakin memburuk, pengelolaan sampah yang buruk dan dampak perubahan iklim membuat
kenaikan muka air laut semakin tinggi. Kondisi infrastruktur dan fisik lingkungan perlu mendapatkan
perhatian berbagai bantuan pernah diberikan dari dalam dan luar negeri.

“Bagus nih ya pelayan dasar ya.. kalo listrik udah pake semua ya PLN, air PAM, "PDAM" PDAM dapet
hibah semua., kalo bulanan bayar, kalo pemasangan ga bayar. Itu dari pemerintah., kita kan MBR ya
masyarakat berpenghasilan rendah, tentukan pemerintah melibatkan Australi, jatuh ke pusat- pusat ke
daerah, ke kota, kota ke lurah, dapet semua... Sinyal bagus, sinyal listrik, cuma ini agak tersendat,
berhubung inilah artinya dari ulah masyarakat ga peduli terhadap lingkungan sendiri, artinya gini kan
masyarakat kan kadang-kadang ada penghasilan lebih ngerehab rumah... Kalo hujan-hujan banjir, tapi ga
masuk ke rumah, ya tetep karena tersumbat ... Iya sampah juga ... , kalo dulu di urug air nya kan ga
tertata ... dulu mah rumahnya panggung semua di atas laut...sekarang masalah, kita enak di sini darat di
sini laut, tetangga kita darat, kita turun lagi laut, enak hujan ngga banjir, tapi pas jadi darat ngeluh semua,
banjir siring nya...” Laki-laki 69 Tahun, Kelurahan Kangkung

“...asli kumuh bener, alhamdulillah 2017 eh anem belas dan tujuh belas istilahnya udah ada
setarap...program NUS sama P2KP...2015, 16, 17 berikut 2018 ...tahun 2006an itu pertama dari Pokmas,
bikin siring ke laut sini sampai pake pompa kan kita” Laki-laki 63 tahun, Kelurahah Kangkung

Berdasarkan keterangan sudah banyak bantuan masuk dari pemerintah autralia dan program National
Upgrading Slum sudah diberikan utilitas perkotaan mulai dari Listrik hingga air bersih, meskipun tempat
tinggal mereka secara hukum tidak mendukung. Namun kesadaran masyarakat dalam membuang
sampah sembarangan dan membangun bangunan baru yang menjorok kelautan membuat komunitas
tersebut dalam kondisi yang rentan.

Meskipun demikian masyarakat informal di Kelurahan Kota Karang belajar dari berbagai kejadian terkait
perubahan iklim, seperti banjir dan banjir rob. Mereka melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi rumah
mereka sebagai upaya untuk menghindari dampak banjir, termasuk luapan air sungai dan pasang air laut.
Layanan darurat dan program bantuan pemerintah dan kerja sama pemerintah mempercepat
meningkatkan kapasitas masyarakat terhadap dampak perubahan iklim. erbagai instansi bekerja sama
dalam memberikan sistem pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat informal pesisir Kota
Bandar Lampung.

3.4 Leadership & Strategy


Keputusan-keputusan yang diambil terkadang tidak mempertimbangkan kondisi di masa mendatang,
Nasib masyarakat di kawasan informal tidak terlepas dari peran pemerintah setempat, RT, Lurah, Dinas,
dan kelompok masyarakat itu sendiri.

“..itu saya bilang kalo di sini saya sendiri yang ngebersihin, karena apa ya takut nyamuk, jadi ya saya
bersihin sendiri, ga minta bantuan...kan RT mengayom kadang-kadang RT ga mengayom, kalo RT
bergerak ya anak-anaknya akan bergerak, ga mungkin ular bergerak palanya ekor nya engga, mereka

3
seneng bener rajin bener RT ini, kalo kita ini ada yang kotor cepet beresin...” Laki-laki 63 tahun,
Kelurahan Kangkung

“yaudah yang penting sampah nya ya bu, jangan dibuang sembarang, artinya himbauan kita kan,
sampahnya jangan dibuang ke laut kumpulin kasih ke sokli sumbangan, ya kita seperti seperti itulah kita
kasihkan, apalagi ibu nelayan, kalo sampah plastiknya, dia tuhkan denger tapi ga untuk di apa untuk di
pelajari di praktikan di kehidupan ya kan engga, kan ikan punah karang punah...” Perempuan 55 Tahun,
Kelurahan Kota Karang

Berdasarkan keterangan banyak yang akhirnya sosok pemimpin yang bisa mengajak pada kebaikan
sudah mulai berkurang, sehingga masalah seperti ikan dan karang mulai hilang, masyarakat nelayan
harus pergi lebih jauh untuk menangkap ikan.

Meskipun demikian masyarakat pesisir menggunakan sumber daya alam lokal, seperti kayu mangrove,
untuk membangun rumah di atas air dan bekerja di sektor perikanan meskipun sekarang kesulitan
mendapatkan ikan akibat perubahan iklim.

4. Discussion

Dapat kita refleksikan bersama, terlihat bahwa masyarakat pesisir Kota Bandar Lampung menghadapi
sejumlah tantangan yang kompleks dan terhubung satu sama lain. Terdapat kebutuhan untuk pendekatan
holistik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan organisasi non-
pemerintah, untuk mencapai perubahan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat
lokal.

 Kesehatan & Kesejahteraan: Meskipun penyakit seperti demam berdarah tidak dianggap
sebagai masalah utama di kawasan tersebut, ada perhatian terhadap kesehatan dan
kesejahteraan, terutama terkait ketersediaan fasilitas seperti air bersih dan listrik. Layanan
kesehatan dasar seperti program PKH memberikan dukungan bagi masyarakat berpenghasilan
rendah, meskipun masih ada kebutuhan untuk pendekatan yang berkelanjutan terhadap
kesehatan masyarakat.

 Ekonomi & Masyarakat: Masyarakat berpenghasilan rendah masih mengandalkan program


pemerintah untuk kelangsungan hidup mereka, tetapi ada kesadaran bahwa kebergantungan
pada program semacam itu tidaklah berkelanjutan. Masyarakat perlu meningkatkan kemandirian
ekonomi mereka dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan serta perubahan dalam program
pemerintah.

 Infrastruktur & Lingkungan: Banjir rob semakin parah dan pengelolaan sampah yang buruk
memperparah masalah lingkungan, sementara perubahan iklim menyebabkan kenaikan muka air
laut. Meskipun telah ada bantuan dari dalam dan luar negeri untuk infrastruktur, kesadaran dan
tindakan masyarakat dalam pengelolaan sampah dan perlindungan lingkungan masih kurang.

 Kepemimpinan & Strategi: Peran pemimpin lokal seperti RT dan Lurah diakui penting dalam
mempengaruhi perilaku masyarakat dan pengelolaan lingkungan. Namun, terdapat tantangan
dalam menemukan pemimpin yang efektif dan perubahan sosial yang berkelanjutan
membutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.

5. Conclusion
Kesimpulan singkat dari diskusi di atas adalah bahwa masyarakat informal di Kelurahan Kota Karang,
Bandar Lampung, menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks terkait kesehatan, ekonomi,
infrastruktur lingkungan, dan kepemimpinan. Meskipun telah ada upaya dari pemerintah dan bantuan dari
dalam dan luar negeri, masih ada kebutuhan untuk pendekatan holistik dan berkelanjutan dalam
mengatasi masalah-masalah ini. Masyarakat perlu meningkatkan kemandirian ekonomi mereka,
meningkatkan kesadaran lingkungan, dan bekerja sama dengan pemimpin lokal untuk mencapai
perubahan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Acknowledgement
The Editorial Board would like to thank all the participants and other parties who have contributed in the
journal.

4
References
Cite the main scientific publications on which your work is based. Cite only items that you have read.
Please refer to APA 6th Edition Format to write the references. Check each reference against the original
source (authors name, volume, issue, year). Please use Reference Manager Applications like EndNote,
Mendeley, etc. All publications cited in the text should be included as a list of references. Please ensure
that every reference cited in the text is also present in the reference list (and vice versa).

Example of Referencess (Apa 6th format):


Lewis, S. (2015). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches [Review of the
book Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches (3rd ed.), by J.
Creswell]. Health Promotion Practice, 16(4), 473–475.

Anda mungkin juga menyukai