Anda di halaman 1dari 19

MAKNA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PENATAAN RUANG

Ruang dapat merupakan kebutuhan pokok semua mahluk yang hidup di muka bumi ini.
Dengan adanya aktivitas pembangunan membawa konsekuensi dibutuhkan ruang, salah
satunya adalah lahan agar dapat melaksanakan kegiatan pembangunan. Penggunaan lahan
atau ruang oleh setiap aktivitas pembangunan sedikitnya akan dapat merubah rona lingkungan
menjadi rona lingkungan yang baru, sehingga bisa terjadi perubahan kesinambungan
lingkungan. Perubahan kesinambungan lingkungan ini, jika tidak berdasarkan kehati-hatian dan
bijaksana, akan terjadi kemerosotan kualitas dan kuantitas ruang.
Menurut D.A. Tisnaamidjaja, yang dimaksud dengan makna ruang: “wujud fisik wilayah
dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam
melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak” 1Ruang sebagai
salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam
merupakan salah satu karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang
wilayah Indonesia merupakan asset yang harus dapat dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia
secara terkoordinasi, terpadu, efektif, dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti: ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan serta kelestarian
lingkungan untuk mewujudkan terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan seimbang.
Menurut istilah geografi umum, yang dimaksud dengan ruang ( space) adalah
keseluruhan permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera, “tempat hidup tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan manusia”. Serta ruang permukaan bumi tingginya setinggi lapisan
atmosfera. Ruang permukaan bumi yang besar tersebut, tiap saat unsur-unsurnya dapat
berubah karena proses alam, dapat juga perubahan tersebut disebabkan oleh perbuatan
manusia. Disebutkan ruang permukaan bumi itu dinamis, karena terjadi perubahan yang tiada
ada hentinya sebagai akibat proses alam dan perbuatan manusia. 2
Mabogunje menyebutkan terdapat tiga macam ruang, yaitu:3
1. Ruang mutlak, yang merupakan wadah bagi unsur-unsur yang ada di dalam ruang itu.
Pengertian ini diketahui secara umum. Misalnya ruang permukaan bumi adalah wadah bagi
berbagai benua, laut, gunung, kota dan sebagainya. Sehubungan dengan itu posisi suatu
kota atau gunung dipermukaan bumi dapat dicari pada peta, asal diketahui posisi garis
lintangnya dan garis bujurnya pada bola bumi (globe).
1
Juniarso Ridwan H. dan, Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang…., op.cit, hlm 23
2
Johara T. Jaya Dinata, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan& Wilayah, (Bandung,
Penerbit ITB Bandung, Edisi Ketiga, 1999), hlm. 12
3
Ibid

1
2. Ruang relatif, jika tempat A dan B berdekatan tetapi tidak ada jalan, sedangkan tempat A
dan C berjauhan tetapi ada jalan dan alat pengangkutan, maka disebut bahwa jarak AC
relatif lebih kecil dan relatif berdekatan dan ruangnya relatif lebih kecil.
3. Ruang relasi, melibatkan unsur-unsur yang mempunyai relasi satu sama lain dan saling
berinteraksi. Jadi ruang relasi mengandung unsur-unsur atau bagian-bagiannya yang saling
berinteraksi, sehingga jika unsur-unsur itu berubah sebagai akibat interaksi, maka dikatakan
bahwa ruang itu berubah.
Dimensi penataan ruang berkelanjutan tentu merupakan bagian yang tidak dipisahkan
dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Emil Salim menyebutkan bahwa konsep
pembangunan berkelanjutan menempatkan pembangunan dalam perspektif jangka panjang ( a
longer term perspective). Konsep tersebut menuntut adanya solidaritas antar generasi. Dalam
konteks Indonesia, pembangunan berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan
juga mengeliminasi kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. 4Dapat diasumsikan bahwa
penataan ruang berkelanjutan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari
pembangunan berkelanjutan, karena dalam aspek keberlanjutan menghendaki penerapan
perencanaan tata ruang (spatial planning), misalnya pembangunan sumber daya alam yang
memperhatikan daya dukung lingkungan. Penempatan berbagai macam aktivitas yang
menggunakan sumber daya alam harus memperhatikan kapasitas lingkungan alam dalam
mengabsorsi perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas pembangunan.
Ada beberapa alasan bahwa pembangunan berkelanjutan diukur dari lahan yang
tersedia. Pertama, lahan adalah terbatas ( finite). Menurut catatan “World Resource
Institute”5luas permukaan bumi itu 51.000 juta hektar dan hanya sekitar 13.000 juta hektar
yang terrestrial. Hal ini menunjukkan betapa terbatasnya kemampuan lahan menopang aktivitas
manusia untuk mencapai kemakmuran. Kedua, lahan yang mendukung aktivitas ekonomi
menggambarkan potensi produktivitas dimasa yang akan datang.
Pembangunan berkelanjutan dipopulerkan melalui laporan Our Common Future ( Masa
Depan Bersama) yang disiapkan oleh “World Commission on Environment and Development”
(Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan, 1987) yang dikenal dengan Komisi
Bruntland. Pernyataan yang sering dikutip dari Komisi Bruntland adalah bahwa pembangunan
berkelanjutan merupakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat kini tanpa

4
Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2012), hlm.3
5
Ibid, hlm 14

2
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Walaupun demikian, ada pernyataan yang jarang dikutip, yaitu bahwa pembangunan
berkelanjutan mempunyai dua konsep kunci, adalah: 1) kebutuhan, khususnya kebutuhan para
fakir miskin di negara berkembang; dan 2) keterbatasan dari teknologi dan organisasi sosial
yang berkaitan dengan kapasitas lingkungan untuk mencukupi kebutuhan generasi sekarang
dan masa depan. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan, sebagaimana
diinterpretasikan oleh komisi Bruntland, sesungguhnya berangkat dari konsep antroposentrik,
yang menjadikan manusia sebagai tema sentralnya.6
Banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan pedoman dan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa tanpa adanya pedoman atau
prinsip tidak mungkin menentukan apakah suatu kebijakan atau kegiatan dapat dikatakan
berkelanjutan, atau apakah suatu prakarsa konsisten dengan pembangunan berkelanjutan.
Membuat pedoman atau prinsip-prinsip merupakan suatu tantangan yang menarik, karena
sebagaimana disadari oleh komisi, sistem sosial dan ekonomi serta kondisi ekologi tiap negara
sangat beragam. Setiap negara harus menyusun model solusinya sendiri, yang disesuaikan
dengan konteks, kebutuhan, kondisi dan peluang yang ada. 7Betapapun banyak tantangan
dalam mengembangkan suatu model umum, adanya identifikasi pedoman umum tetap
dibutuhkan yang kemudian dapat dimodifikasikan untuk setiap kondisi dan waktu yang
berbeda.
Menurut Robinson, dan kawan-kawan8; prinsip keberlanjutan adalah berkaitan dengan:
A. Prinsip lingkungan/ekologi:
1. Melindungi sistem penunjang kehidupan
2. Melindungi dan meningkatkan keanekaragaman biotik
3. Memelihara atau meningkatkan integritas ekosistem, serta mengembangkan dan
menerapkan ukuran-ukuran rehabilitasi untuk ekosistem yang sangat rusak.
4. Mengembangkan dan menerapkan strategi yang preventif dan adaptif untuk menanggapi
ancaman perubahan lingkungan global.
B. Prinsip sosio-politik:
B1. Dari hambatan lingkungan/ekologi:

6
Bruce Mitchell, B. Setiawan, Dwita Hadi Rahmi, Pengelolaan SumberDaya Dan Lingkungan, (Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press, 2016), hlm. 32
7
Ibid, hlm. 35
8
Robinson J, G Francis, R Legged an S Lerner, (sebagaimana dikutip dalam Bruce Mitcell, dkk,
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan….), hlm.36-37

3
1. Mempertahankan skala fisik dari kegiatan manusia dibawah daya dukung biosfer.
2. Mengenali biaya lingkungan dari kegiatan manusia, mengembangkan metode untuk
meminimalkan pemakaian energi dan material per-unit kegiatan ekonomi; menurunkan emisi
beracun; merehabilitasi ekosistem yang rusak.
3. Meyakinkan adanya kesamaan sosio-politik dan ekonomi dalam transisi menuju masyarakat
yang lebih berkelanjutan.
4. Menjadikan perhatian-perhatian lingkungan lebih langsung dan menerus pada proses
pembuatan keputusan secara politis.
5. Meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan, interpretasi dan penerapan
konsep pembangunan berkelanjutan.
6. Menjalin kegiatan politik lebih langsung pada pengalaman lingkungan secara aktual melalui
alokasi kekuatan politik yang secara lingkungan lebih bermakna keadilan.
B2. Dari kriteria sosio-politik
1. Menerapkan proses politik yang terbuka dan mudah dicapai, yang meletakkan kekuatan
pembuatan keputusan secara efektif oleh pemerintah pada tingkat yang paling dekat dengan
situasi dan kehidupan masyarakat yang terkena akibat dari keputusan tersebut.
2. Meyakinkan masyarakat bebas dari tekanan ekonomi.
3. Meyakinkan masyarakat dapat berpartisipasi secara kreatif dan langsung dalam sistem politik
dan ekonomi.
4. Meyakinkan tingkat minimal dari pemerataan ( equality) dan keadilan sosial, termasuk
pemerataan untuk merealisasikan potensi penuh sebagai manusia, sumberdaya untuk sistem
legal yang terbuka, bebas dari represi politik, akses pendidikan dengan kualitas tinggi, akses
yang efektif untuk mendapat informasi, dan kebebasan beragama, berbicara dan bertindak.
Adanya identifikasi pedoman umum tetap dibutuhkan yang kemudian dapat
dimodifikasikan untuk setiap kondisi dan waktu yang berbeda. Pedoman tersebut secara
sistematik menunjukkan upaya untuk mengidentifikasikan beberapa karakteristik masyarakat
yang berkelanjutan. Meskipun sebagai suatu konsep pembangunan berkelanjutan masih terjadi
kritikan dan dukungan, sebagian memandang ketidakjelasan konsep ini sebagai masalah,
sebagian lain melihat sebagai peluang untuk mengakomodasikannya pada situasi, tempat dan
saat yang berbeda-beda. Sementara sebagian orang mengkritik pembangunan berkelanjutan
sebagai dukungan terhadap kapitalis barat, sebagian lain melihatnya sebagai suatu usaha nyata

4
untuk memasukkan pemaknaan lingkungan kedalam perhitungan nilai ekonomi, sehingga
pertimbangan yang diambil tidak hanya menitikberatkan pada pertimbangan ekonomi semata. 9
Mengadopsi definisi pembangunan berkelanjutan dari WCED ( World Comission on
Environment and Development) yang menyebutkan pembangunan berkelanjutan merupakan
pembangunan diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang, untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri, maka ada empat prinsip dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan meliputi: 10
1. Pemenuhan kebutuhan manusia; dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar,
yang disebut kebutuhan materi termasuk didalamnya sandang, pangan, dan papan.
Sedangkan “kebutuhan non-materi meliputi rasa aman, hak asasi manusia, memiliki
kesempatan untuk berkumpul dan mengekspresikan pendapat”. Pentingnya pemenuhan
kebutuhan materi, karena kemiskinan dapat dipandang sebagai penyebab dari penurunan
kualitas lingkungan. Dan pentingnya kebutuhan non-materi, karena dengan adanya
keterbukaan, bebas dari rasa tertekan, kehidupan yang demokratis maka masyarakat bisa
berperan aktif dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupannya.
Adanya peran serta masyarakat akan mampu meningkatkan kualitas keputusan, karena
sesungguhnya masyarakat adalah “para pakar lokal” yang lebih memahami kondisi dan
karakteristik lingkungan disekitar tempat tinggalnya. Dengan demikian adanya kesempatan
menyampaikan pendapat dapat menumbuhkan perasaan sebagai part of the process , ini
dapat disebut sebagai partisipatori demokrasi.
2. Memelihara integritas ekologi; berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, prinsip yang
penting adalah konservasi yang bermakna perlindungan lingkungan baik sebagai sumber
daya maupun ruang harus dilindungi, karena keterbatasan daya dukung. Jika sumber daya
dieksploitasi melebihi daya dukung akan terjadi kerusakan. Setiap kegiatan harus diatur
agar tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan sebagai ruang.
3. Keadilan sosial; berhubungan dengan keadilan yang dapat terdiri: “prinsip keadilan masa
kini” dapat dilaksanakan melalui pemerataan dalam prinsip pembangunan, dan “keadilan
masa depan” yang memiliki makna pentingnya solidaritas antar generasi. Atas dasar hal
tersebut, sumber daya sangat penting dan harus diatur penggunaannya, karena
keterbatasan sumber daya alam jangan sampai mengorbankan kepentingan generasi yang
akan datang.
9
Ibid, hlm. 38
10
Bruce Mitchell, B. Setiawan, dan Dwita Hadi Rahmi, op,cit, hlm. 42-48

5
4. Kesempatan menentukan nasib sendiri; prinsip ini bertujuan untuk masyarakat yang mandiri
dan mengembangkan partisipatori demokrasi. Masyarakat mandiri (self reliant community)
merupakan masyarakat yang mampu mengambil keputusan sendiri atas hal-hal yang
berkaitan dengan nasib masa depannya. Prinsip partisipatori demokrasi merupakan
keterbukaan dan transparansi, hal ini dapat diwujudkan dengan memberikan kesempatan
pada masyarakat berperan serta menjadi bagian dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan demikian diharapkan akan tumbuh rasa memiliki dan memberikan manfaat terhadap
perubahan yang telah terjadi di lingkungannya. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
baru akan bisa terwujud, bila mendapat dukungan dari pemerintah yang baik ( good
governance), governance dikategorikan baik jika sumber-sumber daya dan masalah-
masalah publik dikelola secara efektif, efisien yang merupakan respon terhadap kebutuhan
masyarakat. Dan self determination juga diperlukan dalam menginterpretasi pembangunan
berkelanjutan maka akan mendorong suatu solusi lokal terhadap masalah global.
Penataan ruang dengan menekankan pada makna “tata” adalah pengaturan susunan
ruang suatu wilayah/daerah (kawasan) sehingga tercipta persyaratan yang bermanfaat secara
ekonomi, sosial budaya dan politik, serta menguntungkan bagi perkembangan masyarakat
wilayah tersebut. Dengan penekanan tersebut diharapkan dapat mengembangkan fungsi
negara yang diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 11, yang mencakup: 1) Mengatur penyelenggaraan
peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan ruang (dalam arti tiga dimensi: bumi,
air, dan udara), dan kekayaan yang terkandung di dalamnya; 2) Terdapat pengaturan tentang
keterkaitan orang perorangan dengan ruang; 3) Terdapat pengaturan yang mengatur tentang
perbuatan hukum yang dapat dilakukan antara orang terhadap ruang.12 Sehingga dalam
penataan ruang dengan menekankan pada “ruang” adalah wadah dalam tiga dimensi
(trimatra): tinggi, lebar, kedalaman menyangkut bumi, air (sungai, danau, dan lautan) serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dan udara di atasnya secara terpadu, sehingga
peruntukan, pemanfaatan, dan pengelolaannya mencapai taraf yang optimal bagi kesejahteraan
masyarakat Indonesia.13

11
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043
12
AM. Yunus Wahid, op.cit, hlm. 7
13
Aca Sugandhy, Perencanaan Tata Ruang Wilayah Berwawasan Lingkungan Sebagai Alat Keterpaduan
Pembangunan, (sebagaimana dikutip dalam Desertasi T. Nazaruddin: Rekonstruksi Politik Hukum Penataan Ruang
Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Hukum Adat Mukim di Aceh ), (PDIH Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, Malang), hlm. 92

6
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN PENATAAN RUANG
Berdasarkan pengertian undang-undang terdapat pemahaman bahwa; a) perencanaan
tata ruang adalah salah satu bagian dari kegiatan penataan ruang; bagian-bagian lainnya
adalah pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan b) perencanaan tata
ruang menghasilkan rencana struktur dan rencana pola ruang. Perencanaan ruang (spasial)
berperan sangat penting dalam mengembangkan manfaat perekonomian, sosial, dan
lingkungan hidup, yang dapat dirinci sebagai berikut:14
1. Manfaat ekonomi; mencakup antara lain: a) menciptakan kondisi yang lebih mapan, terbuka
bagi investasi dan pengembangan wilayah; b) mengidentifikasikan dan menunjukkannya
dalam rencana tata ruang, lokasi-lokasi yang sesuai dengan pengembangan perekonomian;
c) memastikan bahwa lahan-lahan untuk pengembangan menempati lokasi yang baik dalam
hubungannya dengan jaringan jalan dan tempat tinggal angkatan kerja; d) mempromosikan
kualitas lingkungan hidup di kota maupun perdesaan yang mampu menciptakan kondisi yang
menarik bagi investasi dan pengembangan; e) mengidentifikasi pengembangan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat lokal; f) mempromosikan regenerasi dan pembangunan
kembali kawasan-kawasan; g) membuat keputusan-keputusan dengan cara yang efisien dan
konsisten.
2. Manfaat sosial; mencakup antara lain: a) memelihara manfaat yang dihasilkan dari
pengembangan komunitas; b) mempertimbangkan kebutuhan masyarakat lokal dalam
perumusan kebijakan; c) meningkatkan aksebilitas dalam pengembangan lokasi kegiatan
baru; d) melengkapi fasilitas umum bila ternyata kurang; e) mempromosikan pemanfaatan
lahan kosong, terutama bila menimbulkan atau berpotensi menimbulkan dampak negatif
terhadap kualitas kehidupan dan perkembangan perekonomian, dan f) membantu
penciptaan dan pemeliharaan lingkungan yang nyaman, sehat, dan aman.
3. Manfaat lingkungan hidup, mencakup antara lain; a) mempromosikan pemanfaatan lahan
dan sumber daya alam secara bijaksana; b) mempromosikan regenerasi dan kesesuaian
antara penggunaan lahan dengan bangunan-bangunan serta infrastruktur; c)
memprioritaskan pembangunan di lahan tidak subur daripada lahan subur; d) melestarikan
atau konservasi aset-aset lingkungan hidup, historis, dan kultural yang penting; e)
mengantisipasi risiko bencana lingkungan yang potensial; f) melindungi dan meningkatkan
kawasan-kawasan rekreasi dan pusaka alam; g) menyediakan akses ke lokasi-lokasi
14
Achmad Djunaedi, Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota, (Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2014), hlm. 99-100

7
pengembangan dengan berbagai moda transportasi; h) mendorong efisiensi energi dalam
tata letak dan rancangan pengembangan kawasan-kawasan.
Pluralisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari demokrasi. Salah satu
karakteristik demokrasi adalah dominasi kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.
Kamus Merriem Webster mengartikan pluralisme sebagai:
(1) “a situation in which people of different social classes, religion, races, etc., are
together in a society but continue to have their different traditions and interests”, dan (2) “the
belief that people of different social classes, religion, races, etc., should live together in a
society”.15
Pengertian ini bila dibawa ke perencanaan wilayah dan kota maka kurang lebih diartikan
bahwa kelompok minoritas diakomodasi pendapatnya dan atau diberi peluang untuk
berkembang dan mempunyai rencana sendiri sesuai dengan kehendaknya. Dalam literatur
perencanaan, paham politik pluralisme mendorong munculnya beberapa aliran atau gaya
perencanaan antara lain: partisipatory planning, advocacy planning, equity planning,
collaborative planning, dan communicative planning . Sampai saat ini di Indonesia (kondisi tahun
2014), pendekatan politik perencanaan yang masih menjadi arus utama ( mainstream) adalah:
(1) pendekatan teknokrasi dalam bentuk gaya perencanaan umum yang diterapkan di
perencanaan tata ruang wilayah (RTRW), dan (2) pendekatan demokrasi dalam wujud gaya
perencanaan strategis yang diterapkan dalam penyusunan rencana pembangunan daerah
(RPJPD, RPJMD), dan pendekatan pluralisme masih belum populer saat ini dalam praktek
perencanaan wilayah dan kota di Indonesia. 16
Dalam Pasal 3 UUPR intinya mengatur tentang tujuan dari pemanfaatan ruang 17 Norma
yang menjadi asas penataan ruang yang dapat dikaji dari sisi filsafat hukum adalah Pasal 2
UUPR, khususnya huruf h mengenai kepastian hukum dan keadilan. Norma ini dianggap
penting, karena dua terminologi kepastian hukum dan keadilan senantiasa menjadi perdebatan
sengit baik dalam ranah teoritikal maupun ranah pragmatikal. 18

15
Ibid, hlm. 28
16
Ibid
17
Pasal 3 menyatakan: untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional dengan; a) terwujudnya keharmonisan
antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c) terwujudnya perlindungan fungsi
ruang dan pencegahan timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
18
Muchsin, dan Imam Koeswahyono, op.cit., hlm. 131

8
Istilah kepastian hukum menurut Anton M. Moeliono, memiliki makna perangkat hukum
suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara yang jika
dihubungkan dengan pendapat Soedikno Mertokoesomo sebagai perlindungan yustisiabel
terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu
yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Berarti kepastian hukum mensyaratkan perangkat
hukum dalam suatu negara memiliki kemampuan sesungguhnya untuk menjamin hak dan
kewajiban setiap warga negara yang mencegah tindakan sewenang-sewenang dari aparatur
negara.
Perspektif keadilan yang diteorisasikan oleh banyak pakar filsafat, salah satunya di
antaranya John Rawls yang menyatakan bahwa keadilan merupakan fairness yang mengandung
asas, manusia untuk mencapai kepentingan hendaknya memperoleh kedudukan yang sama
pada saat akan memulai aktivitas yang merupakan syarat fundamental bagi subjek untuk
memasuki perhimpunan yang mereka kehendaki. Keadilan tidak hanya konsep moral, melainkan
mempersoalkan mekanisme pencapaian dan bagaimana hukum turut serta mendukung upaya
pencapaian tersebut.19Aristoteles mengemukakan bahwa “keadilan adalah suatu kebijakan
politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini
merupakan ukuran tentang apa yang hak”20
Di dalam UUPR, telah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan ruang adalah pada
intinya keseluruhan ruang yang ada di bumi. 21 Pengertian yang terkandung dalam tata ruang
merupakan “wujud struktur ruang dan pola ruang”. Di dalam proses pemanfaatannya perlu
dilakukan penataan ruang. Prinsip penataan ruang merupakan sebagai sistem proses dalam
melakukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Secara lebih spesifik, penataan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tata ruang yang
terencana, dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan
sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan, dan pengelolaan pembangunan serta pembinaan
kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada dengan selalu berdasarkan
kesatuan wilayah nasional dan ditujukan pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
memelihara lingkungan hidup dan diarahkan untuk mendukung upaya pertahanan keamanan.

19
Ibid, hlm. 133
20
Satjipto Raharjo( Editor Awaludin Marwan), Ilmu Hukum, ( Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 173
21
Pada prinsipnya wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya

9
Proses penataan ruang secara umum meliputi proses perencanaan, pelaksanaan atau
pemanfaatan ruang yang terkait satu sama lain. Jadi di dalam penataan ruang mengandung
pengertian tata ruang. Tata ruang terkait dengan suatu penataan segala sesuatu yang berada
di dalam ruang sebagai wadah penyelenggaraan kehidupan. Perencanaan ruang dilaksanakan
yang nantinya menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana perinci tata ruang.
Rencana perinci tata ruang disusun untuk dipergunakan sebagai bentuk operasional dari
rencana umum tata ruang. Rencana perinci tata ruang disusun apabila: 1) Jika terdapat
keadaan dimana rencana umum tata ruang belum dapat dipergunakan dijadikan dasar
pelaksanaan, pengendalian pemanfaatan runag; 2) Jika terjadi kondisi dibutuhkannya perincian
terhadap wilayah perencanaan yang luas dan skala peta sebelum rencana tata ruang tersebut
dioperasionalkan. Konsepsi tata ruang tidak hanya menyangkut suatu wawasan yang disebut
sebagai wawasan spasial tetapi menyangkut pula aspek-aspek nonspasial. Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan dan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor
nonfisik seperti organisasi fungsional, pola sosial budaya, dan nilai kehidupan komunitas. 22
Makna perencanaan sangat tergantung pada paradigma yang dianut, menurut Davidoff
& Rainer23 dari perspektif paradigma rasional memberikan batasan tentang perencanaan
sebagai suatu proses untuk menentukan masa depan melalui suatu urutan pilihan. Terdapat
beberapa kritik terhadap model perencanaan rasional, seperti yang dikemukakan oleh Flyvberg
mengemukakan bahwa reaksi yang menentang perencanaan rasional muncul sejalan dengan
reaksi terhadap hasil-hasil pembangunan yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh orientasi
terhadap pertumbuhan ekonomi. Model perencanaan yang partisipatif, advokasi dan radikal
adalah manifestasi dari reaksi terhadap perencanaan rasional. 24
Para pemrakarsa tentang paradigma baru dari perencanaan seperti Bolan dan Forester
menganggap bahwa aspek sosial merupakan hal penting dalam perencanaan pembangunan.
Mereka berpendapat bahwa perencanaan merupakan aktivitas moral. Forester lebih jauh
memandang bahwa teori perencanaan alternatif, mengarahkan pada pemahaman tentang
action atau apa yang dilakukan oleh perencana daripada sekedar cara-cara mencapai tujuan.
Melalui interaksi dan komunikasi, perencana bersama dengan masyarakat membantu
mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, merumuskan tujuan, memahami situasi dan
mengidentifikasikan solusi bagaimana memecahkan masalah-masalah yang dimaksud.
22
Ali Kabul Mahi, Pengembangan Wilayah, Teori dan Aplikasi, (Jakarta, Kencana, 2016), hlm. 115
23
Sebagaimana dikutif dalam: Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan,
(Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2012), hlm. 19
24
Ibid

10
Pengetahuan yang sahih dan berguna tentang perilaku manusia juga termasuk nilai, rasa dan
penilaian internal sebagaimana mereka bertindak dan bertingkah laku. Dalam konteks ini
perencanaan adalah aktivitas moral, perencana merupakan komunikator yang menggunakan
bahasa sederhana dalam pekerjaannya agar membuat logik dari perilaku manusia. 25
Menurut Friedman26 teori perencanaan didefinisikan sebagai cara-cara untuk
menghubungkan antara dunia ilmiah dengan pengetahuan teknis untuk diimplementasikan
dalam dunia publik (masyarakat). Pengertian perencanaan mengalami sebuah evolusi, Fiedman
mengidentifikasikan dua perbedaan perspektif perencanaan. Pertama, perencanaan mencoba
untuk membuat link antara dunia ilmiah dengan pengetahuan teknis untuk menciptakan
pedoman sosial. Pedoman sosial secara implisit memandang perlunya keterlibatan sentral dari
negara dan mengakomodasi bentuk-bentuk alokasi dan inovasi dari perencanaan.
Hodsun27 membagi teori perencanaan kedalam lima kategori yang meliputi: sinoptik,
inkremental, transaktif, advokasi dan radikal. Perencanaan sinoptik merupakan perencanaan
yang bersifat ilmiah-rasional serta non-politis. Sifat ilmiah-rasional merupakan metode yang
dipergunakan dalam mencapai tujuan berdasarkan pada kajian dari alternatif solusi. Aktivitas
non politik menunjukkan bahwa perencanaan merupakan persoalan teknis dan bukan kegiatan
politik.
Jika perencanaan sinoptik memerlukan pengambil keputusan dengan mengembangkan
semua kemungkinan alternatif, pendekatan inkremental menuntut pengambil keputusan dengan
melalui beberapa strategi yang memungkinkan. Dalam perencanaan inkremental terdapat dua
asumsi, yaitu pertama; dalam prakteknya pengambil keputusan tidak mencoba untuk
mengklarifikasi terhadap tujuan kebijakan, dan kedua; para pengambil keputusan senantiasa
mempertimbangkan bukan nilai yang menyeluruh tetapi nilai yang inkremental atau marginal.
Seluruh proses dari pengambilan keputusan didominasi oleh kepentingan dari pihak yang paling
berkuasa seperti penguasa dan para elit politik, sedangkan kelompok yang lemah tidak
diikutsertakan.
Kunci dari gagasan perencanaan transaktif dan pembelajaran sosial adalah sebagai
perubahan secara perlahan-lahan dalam pengambilan keputusan yang nantinya dapat
mempengaruhi kehidupan mereka. Dalam konteks ini perencanaan harus dilakukan melalui
25
Ibid, hlm. 20
26
Friedman, John: Planning in the Public Domain: From Knowledge to Action , sebagaimana dikutip dalam
Sudharto P. Hadi: Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, (Yogyakarta, Gadjah Mada University Press,
2012), hlm. 20
27
Hudson, Barclay: Comparison Planning Theorie, Counterparts and Contradiction, sebagaimana dikutif
dalam Sudharto P. Hadi, ibid, hlm.21

11
kontak langsung dengan masyarakat yang terpengaruh melalui dialog personal. Para penganut
teori ini percaya bahwa melalui dialog, perencana dapat menjembatani teori dengan praktek
untuk membawa perubahan sosial.
Perencanaan advokasi, istilah advokasi berasal dari dunia pengadilan yang menunjuk
pada pembelaan terhadap salah satu pihak. Dalam masyarakat yang majemuk, perencanaan
melibatkan berbagai kepentingan yang tidak selalu sesuai dengan yang lain. Menurut Davidolf,
perencanaan seharusnya mampu untuk terlibat dalam proses politik sebagai advokat dari
kepentingan pemerintah maupun berbagai kelompok atau individu yang memiliki kepentingan
terhadap kebijakan yang diajukan. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan demokrasi
sehingga warganegara dapat menggunakan haknya untuk berperan dalam proses pengambilan
keputusan. Mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dengan mengakomodasi
gagasan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat merupakan tujuan utama pendekatan
advokasi. Pendekatan radikal dikembangkan melalui ide-ide dari gerakan utopian, anarki sosial,
dan materialisme historis. Pendekatan radikal adalah pioneer dalam hal aktivitas politik yang
mencoba untuk merubah status quo. Perencanaan radikal memberi strategi sebagai mobilisasi
sosial karena berangkat dari aksi kolektif dari bawah, sehingga mobilisasi sosial menekankan
pada politik keterpisahan dan konfrontasi.
Dalam konteks perencanaan wilayah, terdapat faktor-faktor yang menunjukkan
pentingnya perencanaan yaitu:28
1. Faktor keterbatasan wilayah, yang tidak memungkinkan untuk diperbanyak. Jikapun ada
yang masih bisa diperbaharui akan memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang
sangat besar. Potensi yang dimaksud antara lain menyangkut luas wilayah, sumber air bersih
yang tersedia, bahan tambang yang makin terkuras, luas hutan menyangga yang makin
berkurang, luas jalur hijau yang makin berkurang, tanah longsor, atau permukaan tanah
yang terkena erosi.
2. Perkembangan teknologi yang mempengaruhi kehidupan manusia, pada zaman peradaban
nenek moyang kita yang masih sangat sederhana, akan tetapi pada masa kemajuan
teknologi seperti sekarang ini dengan alat alat yang moderen dapat mengubah bentuk lahan
dalam satu hari. Hal ini berarti jika tidak ada pengaturan (perencanaan) maka perubahan
bisa menjadi tidak terkendali. Jika hal ini telah terjadi, walaupun kemudian diketahui bahwa

28
Robinson Tarigan, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Edisi Revisi, (Jakarta, Bumi Aksara, 2012), hlm.
8

12
hal itu salah, akan sulit untuk mengembalikannya pada keadaan semula atau keadaan yang
dapat ditoleransi.
3. Telah terjadi perencanaan yang salah dalam praktek di lapangan yang sulit diperbaiki
kembali. Hal ini misalnya adanya penggunaan lahan yang tidak terencana ataupun salah
dalam perencanaan. Walaupun kemudian diketahui dampaknya negatif tetapi sulit untuk
diperbaiki atau ditata kembali. Hal ini terjadi karena dalam penggunaan lahan telah melekat
berbagai kepentingan yang tidak ingin dilepaskan oleh penggunan lahan tersebut.
4. Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menopang kehidupannya, sedangkan di sisi lain
kemampuan manusia untuk mendapatkan lahan tidak sama. Hal ini membuat penggunaan
atau kepemilikan lahan tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar,
apabila dibiarkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, lahan dapat berada ditangan
segelintir orang.
5. Adanya keterkaitan antara tatanan wilayah sebagai gambaran kepribadian masyarakatnya
tersebut.
6. Potensi wilayah berupa pemberian alam hasil karya manusia di masa lalu harus
dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam jangka panjang dan bersifat
langgeng. Untuk mencapai hal ini maka pemanfaatan haruslah direncanakan secara
menyeluruh dengan cermat. Perlu ada perencanaan yang memberi arahan penggunaan
lahan secara keseluruhan yang menjadi panduan bagi perencanaan lainnya (sektoral) yang
bersifat parsial.
Tujuan dari perencanaan wilayah untuk menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman,
serta lestari dan pada tahap akhir dapat menghasilkan rencana dengan menetapkan lokasi
yang direncanakan baik oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta. Sifat perencanaan
wilayah yang sekaligus menunjukkan manfaatnya, antara lain sebagai berikut: 29
1. Perencanaan wilayah harus mampu memberikan gambaran menggambarkan perkiraan
terhadap berbagai kegiatan ekonomi serta penggunaan lahan di wilayah itu ke depan. Juga
akan dapat menghindari pemanfaatan lahan yang mestinya dilestarikan, seperti kawasan
hutan lindung dan konservasi alam.
2. Dapat membantu para pihak dalam mengembangkan kegiatan dan di mana lokasi kegiatan
tersebut diizinkan. Hal ini bisa mempercepat proses pembangunan karena investor mendapat

29
Ibid, hlm. 10-11

13
kepastian hukum tentang lokasi usahanya dan menjamin keteraturan dan menjauhkan
benturan kepentingan.
3. Pedoman yang dipergunakan pemerintah dalam pengendalian sektor ekonomi serta program
penggunaan lahan/ruang.
4. Untuk dipergunakan sebagai dasar rencana detail, misalnya perencanaan sektoral dan
perencanaan prasarana.
5. Lokasi itu sendiri dapat dipergunakan beragam aktivitas/kegiatan, dimana kegiatan tersebut
mempunyai nilai tambah.
Ditinjau dari sudut isi, perencanaan wilayah pada hakekatnya menetapkan kegiatan apa
yang perlu dibangun dan dimana lokasinya, tetapi definisi ini sebenarnya mencakup bidang
yang sangat luas. Di dalam perencanaan wilayah, maka ilmu perencanaan wilayah dapat dibagi
atas berbagai subbidang sebagai berikut:30
1. Subbidang perencanaan ekonomi sosial wilayah, dapat diperinci atas: a) ekonomi sosial
wilayah; b) ekonomi sosial perkotaan; c) ekonomi sosial pedesaan.
2. Subbidang perencanaan tata ruang atau tata guna lahan dapat diperinci atas: a) tata ruang
tingkat nasional; b) tata ruang tingkat provinsi; c) tata ruang tingkat kabupaten atau kota;
d) tata ruang tingkat kecamatan atau desa; e) detailed design penggunaan lahan untuk
wilayah yang lebih sempit, termasuk perencanaan teknis, terutama di wilayah perkotaan
(misalnya untuk pengaturan IMB).
3. Subbidang perencanaan khusus seperti: a) perencanaan lingkungan; b) perencanaan
permukiman atau perumahan; c) perencanaan transportasi.
4. Subbidang perencanaan proyek (site planning): a) perencanaan lokasi proyek pasar; b)
perencanaan lokasi proyek pendidikan; c) perencanaan lokasi rumah sakit; d) perencanaan
lokasi proyek real estate; e) perencanaan lokasi proyek pertanian; f) lain sebagainya.
Jenis atau tipe perencanaan dapat berbeda diantara satu negara dengan negara lain, hal
ini berarti suatu negara akan ada kombinasi dari berbagai jenis perencanaan tergantung kondisi
lingkungan dimana perencanaan itu diterapkan. Tipe-tipe perencanaan menurut Glasson
(1974)31 adalah:
1. physical planning and economic planning.
2. allocative and innovative planning.

30
Ibid, hlm. 11-12
31
Glasson, J, An Introduction to Regional Planning, Sebagaimana dikutip dalam Robinson Tarigan,
Perencanaan Pembangunan Wilayah, hlm.14

14
3. multi or single objective planning.
4. Indicative or imperative planning.
Di Indonesia juga dikenal jenis top-down and bottom up planning , vertical dan
horizontal planning, dan perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung dan yang
tidak melibatkan masyarakat sama sekali. Uraian atas masing-masing jenis perencanaan dapat
dikemukakan sebagai berikut:32
1. Perencanaan fisik versus perencanaan ekonomi; pada dasarnya perbedaan berdasarkan dari
materi perencanaan. Perencanaan fisik sebagai perencanaan untuk mengubah atau
memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah, misalnya perencanaan tata ruang atau tata guna
tanah, perencanaan jalur transportasi/komunikasi, penyediaan fasilitas umum, dan lain-lain.
Perencanaan ekonomi berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan
langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah.
2. Perencanaan alokatif versus perencanaan inovatif; perbedaannya dari visi dari perencanaan
tersebut, perencanaan alokatif berkaitan upaya-upaya yang dilakukan untuk menyukseskan
rencana umum yang telah disusun dan menjadi kesepakatan bersama. Prinsip dalam
perencanaan ini berupa langkah-langkah koordinasi dan sinkronisasi untuk mencapai sistem
kerja yang efektif dan efisien. Sifatnya model perencanaan ini kadang-kadang disebut
regulatory planning (mengatur pelaksanaan). Dalam perencanaan inovatif, perencana
memiliki kebebasan lebih untuk menetapkan target serta cara yang ditempuh untuk dapat
mencapai target tersebut.
3. Perencanaan bertujuan jamak versus perencanaan bertujuan tunggal; dalam perencanaan
bertujuan tunggal sasaran yang akan dicapai sesuatu yang dengan tegas dinyatakan dalam
perencanaan dan bersifat tunggal. Perencanaan bertujuan jamak merupakan perencanaan
yang didalamnya memiliki beberapa tujuan sekaligus.
4. Perencanaan indikatif versus perencanaan imperatif; dalam perencanaan ini perbedaannya
berdasarkan pada ketegasan isi perencanaan serta berdasarkan tingkat kewenangan dari
lembaga pelaksana. Perencanaan indikatif merupakan perencanaan untuk mencapai tujuan
hanya dinyatakan dalam bentuk indikasi, dan tidak dinyatakan dengan tegas. Perencanaan
imperative, merupakan perencanaan yang mengatur baik sasaran, prosedur, pelaksana,
bahan-bahan, serta alat-alat yang dapat dipakai untuk menjalankan rencana tersebut,
perencanaan ini disebut perencanaan sistem komando.

32
Ibid, hlm. 16-18

15
5. Perencanaan Top down versus bottom up planning ; dalam perencanaan ini perbedaannya
berdasarkan pada kewenangan yang dimiliki dari lembaga yang terlibat. Perencanaan model
top down dan bottom up dapat diberlakukan bila ada tingkatan pemerintahan yang masing-
masing diberikan kewenangan untuk melakukan perencanaan. Perencanaan model top down
merupakan perencanaan yang kewenangan utama dalam perencanaan tersebut berada pada
lembaga yang lebih tinggi, sedangkan lembaga perencana yang berada pada tingkat yang
lebih rendah wajib menerima rencana dari lembaga yang lebih tinggi. Konsekuensinya
rencana dari lembaga yang lebih tinggi tersebut harus dijadikan bagian rencana dari institusi
yang lebih rendah. Dan “bottom up planning” merupakan perencanaan dimana kewenangan
utama dalam perencanaan tersebut ada pada lembaga yang lebih rendah, sedangkan
perencana yang tingkatannya lebih tinggi harus menerima masukan yang disampaikan oleh
perencana pada tingkat yang lebih rendah. Pada umumnya yang terjadi adalah “kombinasi
antara kedua level institusi perencanaan tersebut”, yang dapat menentukan model mana
yang lebih dominan. Jika yang dominan adalah top down maka perencanaan itu disebut
sentralistik, sedangkan jika yang dominan adalah bottom up maka perencanaan itu disebut
desentralistik.
6. Vertical versus horizontal planning ; dalam perencanaan ini perbedaannya didasarkan atas
perbedaan kewenangan antar institusi, meskipun dalam hal ini perbedaannya lebih
menekankan pada jalur koordinasi yang diutamakan oleh perencana. “ Vertical planning”
merupakan perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antar jenjang dalam sektor
yang sama. “Horizontal planning” lebih menekankan pada keterkaitan antar berbagai sektor,
sehingga berbagai sektor itu dapat berkembang secara bersinergi. Dalam horizontal planning
ini memandang akan pentingnya koordinasi antara berbagai lembaga pada tingkatan yang
sama pada saat masing-masing lembaga menangani kegiatan atau sektor yang berbeda.
7. Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung versus yang tidak melibatkan
masyarakat secara langsung; dalam perencanan ini perbedaannya berdasarkan pada
kewenangan yang diberikan kepada lembaga perencana yang sering berkaitan dengan luas
bidang yang direncanakan. Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung
merupakan perencanaan yang sejak awal telah diikutsertakan dalam penyusunan rencana
tersebut. Perencanaan yang tidak melibatkan masyarakat merupakan perencanaan dimana
masyarakat tidak dilibatkan sama sekali dan hanya memintakan persetujuan dari DPRD
sebagai persetujuan akhir. Dalam prakteknya, kedua pembagian ini tidaklah mutlak. Artinya

16
perencanaan sering untuk mengambil bentuk kombinasi diantara keduanya. Dalam hal
perencanaan yang melibatkan masyarakat banyak, hanya mungkin dilakukan pada wilayah
yang kecil, misalnya lingkungan desa atau kelurahan, dan kecamatan, sedangkan untuk
wilayah yang lebih luas, pada umumnya dilakukan dengan mengundang tokoh-tokoh
masyarakat ataupun pimpinan organisasi kemasyarakatan. Dan perencanaan yang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat luas, harus mendapat persetujuan DPRD sebagai
representasi/perwakilan masyarakat.
Masalah penataan ruang berkait erat dengan disiplin lain, misalnya perencanaan
pembangunan (development planning), kebijaksanaan publik (public policy), sistem keuangan
negara/daerah (state/lokal financial sistem), hukum (law), penatagunaan tanah (land use
planning), lingkungan, kependudukan, perijinan, kehutanan, perairan, pertambangan dan
sebagainya.33 Lebih lanjut disebutkan bahwa terdapat keterkaitan aspek penataan ruang
dengan sistem perencanaan pembangunan nasional Indonesia. Hal ini disebabkan bahwa
penataan ruang menjadi salah satu bagian dari sub bidang yang harus menjadi prioritas
pemerintah maupun pemerintah daerah untuk menyusun suatu sistem perencanaan yang
bersifat terpadu, sistematis, bertahap, mempunyai tujuan yang jelas dengan
mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, kesempatan, peluang serta ancaman/tantangan
(SWOT)34 Dalam sebuah manajemen atau tata kelola yang moderen, untuk menyusun suatu
perencanaan harus dilakukan berdasarkan kajian yang benar-benar memenuhi kualifikasi
sebagai penelitian ilmiah. Salah satu prasyarat pengkajian secara ilmiah maka perencanaan
haruslah dilakukan melalui penelitian interdisiplin melalui suatu pelibatan aktif semua pemangku
kepentingan tentang segala aspek yang terkait dengan perencanaan pembangunan.
Perencanaan tata ruang wilayah merupakan suatu upaya yang mencoba merumuskan
usaha pemanfaatan ruang/lahan secara optimal dan penataan ruang/lahan secara efisien bagi
kegiatan usaha manusia di wilayahnya yang berupa pembangunan sektoral, daerah, swasta/
masyarakat yang ingin dan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu. Tanpa adanya
pengaturan ruang/lahan secara berencana mengikuti kaidah-kaidah perencanaan tata ruang
wilayah sebagai suatu sistem mengakibatkan upaya pembangunan tidak efektif dan
ketidakefektifan semakin memperlebar jurang perbedaan antar wilayah, sehingga tanpa
perencanaan tata ruang wilayah yang baik mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial.
33
Imam Koeswahyono, Hukum Penatagunaan Tanah …, op.cit, hlm. 39
34
Ibid, SWOT merupakan salah satu model kajian di bidang disiplin manajemen yang terbilang klasik,
namun masih acapkali dipakai di berbagai kajian merupakan singkatan dari: Strengthen, Weakness, Opportunity,
serta Threat.

17
Sebagai contoh, berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Anita Vitriana35
menunjukkan bahwa perubahan kawasan perdesaan dapat berubah ke arah periferi kota
sebagai akibat telah terjadinya transformasi spasial, dengan hasil penelitiannya sebagai berikut:
“The increase in density and urban activity has led to spatial expansion towards the
urban periphery. Peri-urban areas that originally were rural areas, gradually turn into typical
urban settlement areas. This transformation is followed by an increase in economic land value
which is characterized by an increase in land price. This study examines the meaning of the
increase in economic land value for the government as an effect of the spatial transformation in
the periphery area of Bandung City and the northern part of Cimahi. For the government,
economic land value specifically will be reviewed using the Land-Tax Object Sales Value (NJOP
Tanah), and then compared with the increase in market price of land. The study results show
that the increase of land price due to the spatial transformation in the Gunung Batu Dalam area
was not in line with the increase in land value for local governments. The increase in land
prices determined by market forces becomes a potential loss of revenue for local governments.
Therefore, the government needs to control the increase in land prices. If not, then the
government should immediately adjust the Land-Tax Object Sales Value to represent the
economic land value of peri-urban areas.
Perencanaan dalam arti yang luas adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam
merumuskan dan melaksanakan satu matriks multidimensi dan keputusan yang saling
berhubungan, yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembangunan dalam satu jangka dan
urutan waktu yang ditentukan dengan cara-cara optimal 36 Proses tersebut memasukkan dimensi
waktu, ruang serta manusia dalam arti kapan dan di mana serta siapa yang melaksanakan

35
Journal of Regional and City Planning vol. 28, no. 1, pp. 70-80, April 2017 DOI:
10.5614/jrcp.2017.28.1.5 ISSN 2502-6429 online © 2017 ITB, ASPI dan IAP Increase in Land Value due to Spatial
Transformation in the Northern Part of the Bandung – Cimahi Peri-urban Region Anita Vitriana. Terjemahannya
sebagai berikut: Peningkatan kepadatan dan aktivitas urban telah menyebabkan terjadinya perubahan spasial ke
arah periferi kota. Wilayah peri-urban yang sebelumnya daerah perdesaan, lambat laun berubah menjadi wilayah
permukiman khas perkotaan. Perubahan fungsi tersebut berdampak pada peningkatan nilai ekonomi lahan. Studi ini
mengkaji makna peningkatan nilai ekonomi lahan bagi pemerintah sebagai dampak proses transformasi lahan pada
salah satu kawasan periferi Kota Bandung-Cimahi bagian utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
harga lahan akibat transformasi spasial di Kawasan Gunung Batu Dalam tidak berbanding lurus dengan peningkatan
nilai lahan bagi pemerintah daerah. Peningkatan harga lahan yang ditentukan oleh mekanisme pasar, justru menjadi
celah potensi kehilangan pendapatan bagi pemerintah daerah. Untuk itu, pemerintah perlu mengontrol peningkatan
harga tanah. Jika tidak, maka pemerintah perlu segera menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tanah agar
secara reprsentatif dapat mewakili nilai ekonomi lahan kawasan peri-urban.

36
Sutami, Ilmu Wilayah: Implementasi dan Penerapannya dalam Pembangunan di Indonesia ,
sebagaimana dikutif dalam: A.M. Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang, (Jakarta, Prenadamedia, 2016), hlm.
60

18
kegiatan tersebut, dengan mempertimbangkan kondisi wilayah agar sumber daya alam dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tanpa perencanaan yang memadai dan komprehensif
tersebut, pemanfaatan sumber daya alam dapat menimbulkan kerusakan yang tidak terbatas
pada kerusakan-kerusakan wilayah secara fisik, tetapi juga bisa meluas pada kerusakan nilai
kemasyarakatan, termasuk nilai sosial lainnya.37
Konsep dan pemikiran dasar tersebut memberikan petunjuk bahwa Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) sebagai instrumen yuridis dalam pengelolaan ruang, karena merupakan
instrumen yang penting yang menyangkut semua rencana pemanfaatan ruang, sebaik sebagai
sumber daya maupun sebagai wadah kegiatan. Dalam penataan ruang, Rencana Umum Tata
Ruang (RUTR)38didasarkan atas wilayah administratif dengan muatan substansi rencana
struktur dan pola ruang. Adapun Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) dibentuk melalui
pendekatan nilai strategis kawasan/kegiatan kawasan dengan muatan substansi RRTR ini
merupakan operasionalisasi RUTR dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. 39Peraturan
zonasi ini sebagai pengaturan yang mengatur syarat pemanfaaan dan pengendalian ruang
sehingga pemanfataan ruang dapat dilaksanakan sesuai dengan RUTR dan RRTR. Pengendalian
pemanfaatan ruang ini juga dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif,
disinsentif, dan penerapan sanksi.40

37
Ibid, hlm 61
38
RUTR secara umum disebut juga RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Sementara RRTR merupakan
penjabaran dari RUTR tersebut yang sudah menunjukkan zona-zona pemanfaatan ruang dengan jelas. Ada juga
istilah RDTR ( Rencana Detail Tata Ruang), dan RTTR ( Rencana Teknis Tata Ruang) yang sebenarnya lebih
terperinci lagi dibandingkan dengan RRTR walaupun dalam banyak hal dapat disamakan.
39
A.M. Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang , (Jakarta, Prenadamedia, 2016), hlm. 64
40
ibid

19

Anda mungkin juga menyukai