Anda di halaman 1dari 5

Harus kah Pembangunan Mengabaikan Aspek Ekologi ?

(Pengambilan Material Tanah)

Oleh : Edi Plaimo

Pembangunan Berkelanjutan
Kata “pembangunan” dalam bahasa Inggris selaras dengan kata “development” yang
berasal dari kata to develop yang artinya menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan atau
mengubah secara bertahap atau kontinyu secara berkelanjutan. Everest M.Rogers (2006),
mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses partisipasi di segala bidang dalam perubahan
sosial dalam suatu masyarakat, dengan tujuan membuat kemajuan sosial dan material (termasuk
pemerataan, kebebasan serta berbagai kualitas lainnya secara lebih besar bagi sebagian besar
mayarakat dengan kemampuan mereka yang lebih besar untuk mengatur lingkungannya.
Inayatullah dalam Zulkarimen Nasution (2001) mengungkapkan bahwa pembangunan adalah
perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari
nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih
besar terhadap lingkungannya dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan
warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri individu-individu.
Sementara Riyadi dalam Totok Mardikanto (2010) menyatakan bahwa pembangunan adalah
suatu usaha atau proses perubahan, demi tercapainya tingkat kesejahteraan atau mutu hidup suatu
masyarakat (dan individi-individu di dalamnya) yang berkehendak dan melaksanakan
pembangunan itu.
Lebih lanjut Dissyanake dalam Sumadi Dilla (2007) mendefinisikan pembangunan sebagai
proses perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas
masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan cultural tempat mereka berada dan berusaha
melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan mereka
penentu dari tujuan mereka sendiri. Pada sisi lain, Katzs dalam Abu Huraerah (2008)
mengartikan pembangunan sebagai proses yang lebih luas dari masyarakat terhadap suatu
keadaan kehidupan yang kurang bernilai kepada keadaan yang lebih bernilai. Menurut
Sumarwoto dalam Sugandhy dan Hakim (2007), pembangunan berkelanjutan didefinisikan
sebagai perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial di
mana masyarakat bergantung kepadanya.
Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan, dan proses pembelajaran
sosial yang terpadu, viabilitas politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui
pemerintahannya, kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya. Undang-undang No. 32
Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar, dan
terencana dalam proses pembangunan, berbasis lingkungan hidup untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Menurut Prof. Dr.
Emil Salim dalam Prof. Tjut Sugandawati (2015), pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) diartikan sebagai suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari
sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan menyerasikan sumber alam dan manusia
dalam pembangunan. Menurut Salim, konsep pembangunan berkelanjutan didasari oleh lima ide
pokok besar yaitu pertama, proses pembangunan harus berlangsung secara berlanjut, terus-
menerus, dan kontinyu, yang ditopang oleh sumber daya alam, kualitas lingkungan, dan manusia
yang berkembang secara berlanjut pula. Kedua, sumber daya alam (terutama udara, air, dan
tanah) memiliki ambang batas, di mana penggunaannya akan menurunkan kuantitas, dan
kualitasnya. Ketiga, kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Keempat,
bahwa pola penggunaan sumber daya alam saat ini seharusnya tidak menutup kemungkinan
memilih pilihan lain di masa depan. Kelima, pembangunan berkelanjutan mengandaikan
solidaritas transgenerasi, sehingga kesejahteraan bagi generasi sekarang tidak mengurangi
kemungkinan bagi generasi selanjutnya untuk meningkatkan kesejahteraannya pula.
Pembangunan berkelanjutan berkonsentrasi pada pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan
lingkungan secara sekaligus. Ketiga pilar tersebut terkadang disamakan dengan P3 Concept,
yaitu people, planet, and profits (Kemp dan Martens, 2007 dalam Adrianto, 2009), tetapi mereka
tidaklah berbeda secara prinsipil. Pilar lingkungan (environment) adalah wilayah yang
mengalami dampak ekologis langsung akibat usulan kebijakan atau proyek. Sementara itu,
lingkup keberlanjutan ekonomi (economic) dan sosial (social) adalah batas administrative lokal.
Apabila dampak ekonomi dan sosial dirasakan lintas wilayah, maka batas administrasi yang
digunakan adalah semua wilayah yang terkena dampak. Menurut Kemp dan Martens (2007)
dalam Adrianto (2009) ekonomi menunjuk pada pekerjaan dan kesejahteraan; lingkungan pada
kualitas lingkungan, biodiversitas, dan sumber daya alamiah; dan sosial pada kesehatan,
kekerabatan sosial, dan kesempatan bagi self-development attributable untuk pendidikan dan
kebebasan. Menurut Sugandhy dan Hakim (2009) setiap keputusan pembangunan harus
memasukkan berbagai pertimbangan yang menyangkut aspek lingkungan, di samping
pengentasan kemiskinan dan pola konsumsi sehingga hasil pembangunan benar-benar akan
memberikan hasil yang baik bagi peningkatan kualitas hidup manusia. Pertimbangan lingkungan
yang menyangkut ekonomi lingkungan, tata ruang, AMDAL dan social cost harus diinternalisasi
dalam setiap pembuatan keputusan pembangunan untuk dapat mewujudkan hal ini, keterpaduan
antar sektor, antar wilayah dan daerah dengan melibatkan semua stakeholders, menjadi suatu
keharusan sehingga diperlukan koordinasi yang koheren atau mantap.

Pengertian Ekologi
Menurut Supardi (2003), yang dimaksud dengan ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antar makhluk hidup sebagai suatu kesatuan dengan lingkungannya, yang didalamnya
tercakup faktor-faktor fisik, biologis, sosio-ekonomi dan juga politis. Hubungan ini bersifat
timbal balik dan membentuk suatu sistem yang disebut dengan ekosistem. Hubungan timbal
balik ini, diperlukan adanya keselarasan ekologi, yaitu suatu keadaan dimana makhluk hidup ada
dalam hubungan yang harmonis dengan lingkungannya, sehingga terjadi keseimbangan interaksi
antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Menurut Soemarwoto (1991), secara harfiah
ekologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang makhluk hidup didalam rumahnya atau ilmu tentang
rumah tangga makhluk hidup. Yang menjadi rumahnya ialah lingkungan tempat ia hidup.
Didalam lingkungannya ini sejenis makhluk hidup, sebagai individu atau sebagai kelompok,
tidak hidup sendirian melainkan hidup bersama-sama dengan jenis makhluk hidup lain. Antara
jenis dan individu makhluk hidup yang satu dengan jenis dan individu makhluk hidup yang lain
terjadi interaksi dan saling mempengaruhi. Adanya tukar menukar informasi, energi, dan materi
antara makhluk hidup dengan lingkungannya itu.

Pembangunan di Alor
Kabupaten Alor merupakan suatu kabupaten daerah kepulauan yang berdampingan dengan
Negara Republic Democratic Timor Leste (RDTL) oleh karena itu masuk juga dalam kluster
daerah terluar, terpencil dan tertinggal (3T). dengan status daerah 3T kabupaten Alor banyak
menuai berkah dengan berbagai insentif yang sinergis dengan arah kebijakan politik
pembangunan Presiden JOKOWI dengan metode pembangunan makan bubur panas (makan dari
pinggir) atau dengan kata lain pembangunan dimulai dari daerah pinggiran. Dengan banyak
anggaran yang mengalir Kabupaten Alor terus, menggenjot pembangunan atau dengan kata lain
memanilisir ketertinggalan. Di mana-dimana setiap pelosok wilayah berbagai daerah di
Kabupaten Alor terlihat ada berbagai infrastruktur yang dibangun seperti pembangunan jalan dan
juga gedung-gedung.
Pembangunan ini membutuhkan urukan material (tanah) dengan volume dalam jumlah
yang banyak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan sehingga lahan-lahan dibuka
diambil materil tanahnya. Akan tetapai pembangunan yang terus digalakan terlihat semata-mata
mengutamakan pembangunan secara fisik dan memandang rendah aspek ekologi. Beberapa
catatan yang dapat penulis ungkapkan melalui observasi dalam kepentingan tulisan ini terdapat
beberapa daerah potensial yang seharus nya material urukan (tanah) tidak diambil seperti
fanating, lembur dan jalan arah mainang (tanjakan selepas daerah petleng) sebab daerah-daerah
ini masih berpotensi untuk pertanian dan perkebunan bahkan dengan adanya pengambilan
urukan material (tanah) dapat berdampak adanya pergeseran tanah (hujan dapat terjadi banjir dan
longsor).
Pembangunan ataupun pengembangan seperti yang telah dijelaskan diatas sesuai dengan
pendapat beberapa ahli lingkungan pada dasarnya adalah pemenuhan kesejahtraan masyarakat
bukan dengan nama pembangunan ataupun pengembangan ada masalah baru yang dimunculkan
karena merusak lngkungan sebagai rumah tangga organisme.
Fungsi Tanah
Pengambilan material tanah tanpa memperhatikan aspek kegunan dapat mengurangi
kualitas maupun kuantitas tanah. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis juga menyajikan
funsi tanah sebagai berikut :
1. Sebagai media produksi biomassa : tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran,
sumber hara dan zat pendukung pertumbuhan.
2. Penyaringan, penyangga dan pengubah antara atmosfer, air tanah dan akar tanaman.
3. Habitat biologi dan konservasi genetic.
4. Sebagai ruang infra struktur untuk teknik, industry dan social ekonomi serta
pembangunannya sebagai sumber daya energy, material dasar, pertambangan dan air.
5. Sebagai sumber keindahan dan warisan budaya.
Solusi
Mencermati perkembangan dinamika kehidupan saat ini maka pembangunan adalah satu-
satunya jawaban untuk memberikan rasa puas akan tetapi, pembangunan diharapkan lebih
humanis dengan memperhatikan aspek lingkungan (ekologis). Oleh sebab itu penulis mencoba
menawarkan beberapa solusi atau jalan keluar terhadap persoalan ini antara lain :
1. Pembangunan tidak dilakukan secara sepihak dengan bertumpu pada target penyelesaian
tetapi bertumpu pada nilai kegunaan dan kesejahteraan masyarakat.
2. Pengambilan material untuk kepentingan pembangunan dilakukan pada daerah-daerah
atau lokasi yang potensi pertanian dan perkebunannya rendah dan jauh dari pemukiman.
3. Penentuan lokasi pengambilan material tanah diharapakan melibatkan berbagai disiplin
keilmuan terutama kajian ekologis bukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik lahan
semata-mata ….

Penulis adalah staf pengajar di


Universitas Tribuana Kalabahi

Anda mungkin juga menyukai