Anda di halaman 1dari 15

Mengulas Buku E3

Ecology, Economy, Equity: Sebuah Upaya Penyeimbangan Ekologi dan Ekonomi


(Rita Parmawati)

Diulas oleh Adelia Dwi Fitriana


BAB I: Keseimbangan dalam Ekonomi Ekologi
Ekologi memiliki definisi sebagai suatu analisis ilmiah dan studi interaksi antara
makhluk hidup dengan lingkungan, yang mencakup aspek biologi, geografi, dan ilmu
bumi. Dalam lingkup ekologi terdapat berbagai penerapan mudah, seperti penerapan
pada biologi konservasi, pengelolaan lahan basah, pengelolaan sumberdaya alam,
perencanaan kota, kesehatan masyarakat, ekonomi umum, ilmu pengetahuan dasar
dan terapan, dan ekologi manusia (interaksi sosial). Dalam kehidupan manusia tidak
terlepas dari peran ekologi. Misalnya, organisme dan sumberdaya yang menyusun
ekosistem dan ekosistem selaku lingkungan sebagai pendukung dalam menunjang
kehidupan organisme.
Ekonomi berasal dari Bahasa Yunani yang berarti lokasi memproduksi,
mendistribusikan atau pertukaran atau penyaluran, konsumsi, dan layanan.
Sedangkan ilmu ekonomi memiliki definisi sebagai ilmu yang berisi tentang
pengalokasian sumberdaya termasuk alternatif-alternatif penggunaannya dalam
pemenuhan keinginan maupun kebutuhaan manusia. Artinya, dalam memanfaatkan
sumberdaya alam perlu adanya pedoman pada prinsip ekonomi yang berkelanjutan.
Di sisi lain, terdapat Equity (ekuitas) merupakan sebuah diksi yang berarti keadilan,
dalam hal ini kehidupan setiap individu. Ekuitas dianggap sebagai prinsip utama
pembangunan berkelanjutan dalam mencegah adanya degradasi lingkungan.
Hubungan antara prinsip ekologi dan ekonomi disebut ekonomi ekologi yang
menjelaskan mengenai hubungan antara manusia dan alam, atau dengan arti lain
membahas interaksi antara sistem ekonomi dan sistem ekologi. Misalnya, dalam
aktivitas ekonomi, manusia yang mampu berkomunikasi secara sosial dengan
individu lain ketika terjadi proses tukar-menukar energi dalam perekonomian yang
ada di lingkungan (bumi). Ekonomi ekologi disebut sebagai disiplin yang subjeknya
saling tumpang tindih. Dalam aktivitas tersebut membuktikan bahwa dalam
memenuhi kebutuhan manusia selalu berinteraksi dengan alam.
Terdapat tiga komponen yang dibutuhkan dalam mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yaitu pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesetaraan
sosial atau ketiganya dapat disebut sebagai Tiga Pilar Keberlanjutan (The Three E’s
of Sustainability). Keberlanjutan sistem ekonomi harus dapat memproduksi barang
maupun jasa dalam pemenuhan kebutuhan yang mendasar. Keberlanjutan sistem
lingkungan harus mampu mencegah adanya eksploitasi dengan menjaga dan
mempertahankan sumberdaya secara stabil. Keberlanjutan sistem sosial harus dapat
dicapai dengan adanya kesetaraan dalam berbagai bidang.
Pertumbuhan ekonomi selain memberikan banyak manfaat, namun juga
memberikan dampak negatif seperti degradasi ekosistem dan sumberdaya alam yang
berkurang, baik pada lingkungan dengan jangka waktu pendek maupun jangka
panjang. Buktinya yaitu adanya subsistem ekonomi yang telah melampaui batas dari
sistem ekonomi global sebagai sumber dan juga penyerap. Hal tersebut dibuktikan
dengan adanya penggunaan biomassa oleh manusia, perubahan iklim, kerusakan
lapisan ozon, degradasi lahan, dan penurunan tingkat biodiversitas (Contanza et al.,
1997). Oleh karena itu, untuk mencapai SDGs perlu dilakukan pendekatan dengan
menggunakan Tiga Pilar Keberlanjutan, dimana pembangunan tidak hanya berfokus
pada ekonomi saja tetapi juga harus mempertimbangkan lingkungan dan keadilan
setiap individu.
BAB II: Ekonomi Sumberdaya Alam
Ekonomi sumberdaya alam bertujuan untuk memahami peran sumberdaya alam
dalam perekonomian yang berhubungan dengan penyediaan, permintaan, dan
alokasinya di bumi. Dengan begitu, perlu dikembangkan metode pengelolaan yang
berkelanjutan. Secara tradisional, ekonomi sumberdaya alam meliputi ekonomi
pertanian dan kehutanan, teori ekstraksi sumberdaya yang optimal untuk sumberdaya
tak terbarukan, dan ekonomi tanah perkotaan.
Secara garis besar, sumberdaya alam dibagi menjadi dua yakni sumberdaya alam
terbarukan dan sumberdaya alam tak terbarukan. Pertama sumberdaya terbarukan,
merupakan sumberdaya alam yang dapat disesuaikan dengan berjalannya waktu, baik
melalui reproduksi biologis maupun proses alami secara berulang. Indikator kunci
dari keberlanjutan sumberdaya yaitu siklus hidup yang positif sehingga dapat
mengurang berbagai kerusakan lingkungan termasuk degradasi lahan. Sumberdaya
terbarukan terbagi menjadi dua yakni berupa aliran energi (cahaya, ombak, angin)
dan terbatas, yang terbagi menjadi dua lagi yaitu sumberdaya biologi (hutan, hewan)
dan sumberdaya fisik (struktur tanah, akuifer, asimilasi). Kedua sumberdaya yang
tidak terbarukan merupakan sumberdaya terbatas yang tidak dapat memperbaharui
diri dalam memenuhi kebutuhan manusia. Contohnya yaitu bahan bakar berbasis
karbon (minyak, gas), bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas alam), dan
lapisan akuifer. Berdasarkan asalnya, sumberdaya juga terbagi menjadi dua yakni
sumberdaya biotik (hewan, tumbuhan) dan sumberdaya abiotik (tanah, air, udara).
Dalam pendekatan ekonomi terhadap pengelolaan sumberdaya, faktor-faktor
persekutuan disebut sebagai bentuk pengukuran yang dapat dihubungkan dengan
kesejahteraan setiap individu. Kesamaan tujuan yang ada dalam semua instrumen
kebijakan lingkungan, dimaksudkan untuk mencapai perbaikan lingkungan,
membuat pengeluaran biaya serendah mungkin bagi pelaku ekonomi, dan mencegah
hal atau dampak negatif dalam lingkungan masyarakat. Adanya asumsi bahwa
lingkungan menyediakan manusia dengan berbagai fungsi dan layanan bernilai
ekonomis, membuat sebagain besar penelitian tertuju pada bahasan hal tersebut.
Secara garis besar, alam sebagai sumber dari sumberdaya alam menjadi masukan
untuk melakukan proses produkis serta konsumsi, sebagai tempat pembuangan dan
pengendapan limbah, dan sumber lanskap serta barang dalam pemenuhan kehidupan
individu. Terakhir, alam juga berperan dalam menyediakan fungsi dan layanan
pendukung kehidupan. Dengan adanya penjelasan keempat fungsi utama yang saling
bersaing tersebut, akhirnya dalam ekonomi dan lingkungan tercipta hubungan
substitusi.
BAB III: Eco-Analysis dan Green Growth
Dalam pelaksanaan kegiatan tidak lepas dari adanya dampak positif dan negatif.
Pada aspek ekonomi dampak positif dapat dilihat dari adanya investasi pada
pemerintah secara umum dan masyarakat secara khusus. Dengan menggunakan
analisis ekonomi, manfaat ekonomi dan sosial akan dapat diketahui dari sebuah
proyek. Apabila pelaksanaan proyek telah dianggap layak maka selanjutnya adalah
melakukan penilaian terhadap aspek-aspek ekonomi dengan menilai besaran manfaat
dari proyek tersebut, yang diperkirakan akan muncul di masa mendatang.
Analisis ekonomi memiliki berbagai peranan dalam perumusan kebijakan untuk
pembangunan dalam skala lokal maupun nasional, yakni (a) fungsi pemerintah dalam
menciptakan lapangan kerja yang banyak tanpa mengakibatkan inflasi dengan
memadukan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, (b) Integrasi dari dua kebijakan
tersebut didasarkan pada analisis mikro dan makro ekonomi dalam memperkirakan
besaran dampak dari keputusan yang diambil.
Terdapat dua macam orientasi ekonomi terhadap sumberdaya alam, yakni
orientasi nilai ekosentrisme dan antroposentrisme. Perspektif nilai ekosentrisme ini
dilihat dari pemberian hak-hak kepada semua organisme hidup, menggunakan
pendekatan bahwa alam memiliki nilai instrinsik terlepas dari pengakuan manusia,
dengan menunjukkan sikap bahwa biodiversitas yang utama. Sedangkan perspektif
nilai antroposentrisme dilihat dari pemberian hak dan kepentingan yang diberikan
kepada manusia, menggunakan pendekatan bahwa nilai alam merupakan nilai yang
diberikan kepada manusia, dengan menunjukkan sikap bahwa manusia yang utama.
Dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, pendekatan dari Green Growth
penting diterapkan dalam mengatasi tantangan pembangunannya karena dinilai
sangat efisien secara ekonomi. Umumnya, kebijakan pendekatan tersebut membawa
faktor lingkungan ke dalam keputusan ekonomi sehingga muncul pertimbangan
efisiensi sumberdaya, mengubah sistem energi, menilai modal alami dalam kalkulus
ekonomi, dan menentukan eksternalitas lingkungan. Green Growth berkaitan erat
dengan Green Economy yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan sosial dan
keadilan sosial dengan mengurangi risiko kerusakan ekosistem. Pada dasarnya,
Green Growth dan Green Economy terhubung karena adanya fakta bahwa keduanya
diperlihatkan sebagai alat untuk mengatasi krisis keuangan dan ekonomi, dengan
tujuan untuk membangkitkan kembali ekonomi global.
BAB IV: Sejarah Pengelolaan dan Perkembangan Lingkungan
Pengelolaan dan perkembangan merupakan bidang yang menuntuk pandangan
multidisipliner dan memungkinkan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, agama,
kelas, kelompok etnis, pandangan politik dan jenis kelamin guna mencari pendekatan
terbaik dalam menyelesaikan berbagai masalah secara global dan pembangunan
berkelanjutan sebagai tujuan keduanya. Adanya berbagai ancaman terkait masalah
degradasi lingkungan, memungkinkan untuk terus berhati-hati dalam menggunakan
teknologi guna mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Pada tahun 1960-an isu
lingkungan mengalami peningkatan berkat ketertarikan masyarakat sehingga
beberapa menyebut hal tersebut sebagai “gerakan lingkungan” atau sebagai label
“environmentalisme” yang banyak digunakan. Environmentalisme banyak
dikembangkan di berbagai negara barat terutama barat pantai USA dan Eropa Barat.
Di Indonesia, sejarah perkembangan pengelolaan lingkungan hidup terbagi
menjadi tiga masa, yakni masa arus global tahun 1972, masa adanya komitmen
internasional, dan masa adanya komitmen nasional dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Konsep tersebut dimulai saat adanya PELITA III, dimana konsep dan
kebijakan-kebijakan terkait LH mengalami peningkatan perkembangan dengan
konsep “membangun dan tidak merusak”. Kemudian pada PELITA IV, beralih fokus
pada penciptaan keselarasan antara masyarakat dan LH. Terakhir pada PELITA V
baru ada integrasi berbagai kegiatan pada tiga unsur (kependudukan, LH, dan
pembangunan berkelanjutan). Adanya perubahan pada peraturan perundang-
undangan di Indonesia, mulai dari UU Nomor 4 Tahun 1982 berganti menjadi UU
Nomor 23 Tahun 1997 hingga pada UU Nomor 32 Tahun 2009 dan masih perlu
adanya pengembangan, menjadi penyebab munculnya banyak peraturan perundang-
undangan terkait pengelolaan LH. Dalam pembangunan dan perkembangan LH di
Indonesia terdapat aspek-aspek kelembagaan berupa Pemerintah, LSM, perangkat
hukum, dan peraturan perundang-undangan, serta lembaga-lembaga lain non
pemerintahan yang muncul akibat adanya inisiatif masayarakat dalam mengelola LH.
BAB V: Sejarah Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan saat ini dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
dengan tetap mempertahankan stabilitas, dimana memperhatikan aspek-aspek
ekologi, ekonomi, sosial, serta budayanya dalam memenuhi kebutuhan masa depan.
Menurut Gladwin et al., (2008) aspek penting dalam konsep pembangunan
berkelanjutan terdiri dari Inclusive (keseluruhan), Connected (saling berhubungan),
Equitable (keadilan), Prudent (kebijaksanaan), dan Secure (keamanan). Dalam
prinsip pembangunan berkelanjutan, setidaknya terdapat lima komponen dalam
perencanaan strategi guna menciptakan kesejahteraan yakni pemenuhan kebutuhan,
memberantas kemiskinan, pembangunan dengan adanya partisipasi masyarakat,
adanya kekuasaan pemerintah, dan melakukan pembangunan lingkungan yang
seimbang. Ketika kelima komponen tersebut berinteraksi, akan menciptakan suatu
pembangunan yang seimbang dan ideal.
Sejarah pembangunan berkelanjutan dimulai saat Malthus mulai memikirkan
terkait ketersediaan lahan yang ada di Inggris berkurang karena adanya ledakan
penduduk yang tak terkendali. Berbagai kritikan mulai bermunculan dari ahli
ekonomi terkait lemahnya fundamental ekonomi dalam buku The Limit to Growth
karya Meadowet et al., tahun 1972 yang menjelaskan bahwa sektor ekonomi sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya alam. Setelah adanya hal tersebut
membuat PBB sering melakukan KTT, dimulai dari KTT tahun 1972 di Stockholm
membahas pembangunan berkelanjutan, KTT tahun 1992 di Rio De Janeiro
(peringatan 20 tahun KTT sebelumnya) membahas tentang aksi nyata dan realisasi
dari pembangunan berkelanjutan, KTT tahun 2000, dan KTT tahun 2002 yang
membahas tentang evaluasi komitmen dari berbagai negara di dunia terkait
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Pembahasan dalam KTT tahun 2002 di Yohanesburg menekankan pada tiga
aspek utama dalam pembangunan berkelanjutan yakni pembangunan ekonomi,
sosial, dan lingkungan, yang ketiganya saling berkaitan serta saling mempengaruhi.
Kaitan aspek ekonomi dengan sosial menciptakan hubungan yang adil (equitable).
Kaitan aaspek sosial dengan aspek perlindungan lingkungan bermaksud untuk terus
bertahan (bearable). Kaitan aspek lingkungan dengan aspek ekonomi bermaksud
agar hubungan tetap berjalan dan berkesinambungan (viable).
Indonesia satu dari berbagai negara yang menyepakati penerapan pembanguna
berkelanjutan ikut berkomitmen untuk menyukseskan konsep tujuan tersebut seperti
melakukan pemetaan untuk dapat menyelaraskan antara tujuan dan target
pembangunan berkelanjutan untuk pelaksanaan pembangunan nasional, dll.
Pemerintah Indonesia juga telah membangun Sekretariat Nasional Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan agar implementasinya tumbuh secara merata.
BAB VI: Pendekatan Ekonomi Ekologi
Ekonomi ekologi merupakan suatu keseimbangan yang memiliki peran dalam
usaha berkelanjutan guna mengaitkan antara teori ekonomi dan kebijakan dengan
pengetahuan dari berbagai bidang ilmu. Seluruh kebijakan ekonomi didominasi oleh
teori ekonomi neoklasik, yang saat ini mulai mengalami krisis karena adanya
pemisahan pada dua inti pokok yakni teori perilaku dan teori produksi serta
produktivitas marginal dari teori distribusi. Berbagai isu dari teori ekonomi
neoklasik sangat penting keberadaannya guna mengatasi masalah lingkungan dan
sosial, seperti isu nilai monisme , model aktor rasional, analisis marginal, perlakuan
ketidakpastian, peran efisiensi dalam kebijakan ekonomi, dan prosuksi sebagai
bentuk sosial dan fisik.
Nilai Monisme secara tidak langsung menyatakan seluruh objek utilitas terdapat
berbagai karakteristik umum yang mungkin untuk selalu dibandingkan. Nilai
Monisme didasarkan atas analisis biaya manfaat (cost benefit analysis),
menggunakan gagasan surplus konsumen guna menilai keinginan pilihan kebijakan
publik. Alternatif dari ekonomi ekologis yang hadir sebagai bentuk respon dari
konsep CBA dan Nilai Monisme adalah pembantu keputusan multi kriteria (MCDA/
Multi-Criteria Decision Aide), dalam menganalisis kebijakan dan
mempertimbangkan berbagai informasi, mulai dari pengambilan keputusan,
evaluasi, dan ditimbang. Titik awal dalam analisis ekonomi adalah aktor rasional
yang membuat keputusan tanpa konteks sosial maupun lingkungan. Model ini belum
mampu menjadi instrumen dalam memprediksi perilaku manusia. Selanjutnya yaitu
Analisis Marginal, yang mana dikatakan sebagai sebuah pandangan ilmu ekonomi
yang bertahap, terus-menerus, dan progresif. Alternatif ekonomi ekologi dari analisis
ini adalah analisis sistem adaptif yang kompleks dan alternatif penggunaan model
input-output.
The Treatment of Uncertainty atau perlakuan ketidakpastian, contoh isu utama
yang mengelompokkan ahli ekonomi neo-liberal dan heterodoks. Sebagian besar
model keputusan bidang ekonomi dibangun di lingkup gagasan untuk mengarahkan
sistem ke hasil yang lebih optimal sesuai harapan, dengan sedikit memperhatikan
jalur menuju optimalitas. Sebaliknya, ekonomi ekologis saat ini telah mendukung
pandangan sistem evolusioner, evolusioner, dan perubahan dinamis. Setelah
melakukan pendalaman teori ekonomi neoklasik, teori tersebut bukan teori produksi
melainkan teori alokasi jumlah tetap dan penyaluran masukan produksi. Transaksi
ekonomi, sosial, dan lingkungan masing-masing berada pana analisis Input-Output,
Social Accounting Matrix, dan National Risk Assessment. Model SAM dan NRA
digunakan untuk menganalisis berbagai rancangan scenario kompleks dari perubahan
ekonomi, sosial, dan lingkungan.
BAB VII: Keberlanjutan dalam Ekonomi Ekologi
Ekonomi ekologi disebut sebagai sebuah pemahaman yang penting untuk
praktisi ekonomi.Ekonomi ekologi berdasarkan pada ide mengenai bagaiman cara
manusia menjalani kehidupannya dan termasuk dalam hubungan manusia dan hewan
pada lingkungan. Sedangkan teori ekonom neoklasik menyebut ekonomi dan alam
secara terpisah sebagai opsi lain untuk ekonomi ekologi. Dua poin dalam ekonomi
ekologi yakni banyak melibatkan berbagai disiplin ilmu yang relevan dan banyaknya
fenomena serta masalah yang berhubungan dengan ekonomi dan ekosistem yang
dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan disiplin ilmu yang berkaitan.
Interaksi antara ekonomi dan ekologi terlihat dari adanya ketergantungan antara
lingkungan dan ekonomi yang saling mempengaruhi. Ketersediaan sumberdaya alam
digunakan untuk memulai sistem ekonomi. Dalam sistem ekonomji, bahan-bahan
dari alam disebut input yang kemudia mengalami proses produksi menjadi output,
yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan manusia. Alam juga memberikan layanan
jasa untuk menunjang kegiatan manusia berupa pengaturan iklim, siklus daur air,
regulasi gas-gas di atmosfer, dll.
Saat ini, ketika negara-negara dengan sektor industri perekonomiannya mulai
maju, permasalahan lingkungan menjadi pertimbangan kedua setelah perekonomian
sudah maju. Berbeda dengan komunitas “hijau” dengan prinsip menyelamatkan
sumberdaya lingkungan dahulu baru masalah ekonomi. Perekonomian saat ini
terbentuk karena adanya pasar bukan karena prinsip-prinsip ekologi. Terdapat dua
hal yang berkaitan dengan keberlanjutan negara di masa depan yaitu pembangunan
dan degradasi lingkungan. Penerapan pembangunan berkelanjutan akan tercapai
apabila mampu mengatasi masalah degradasi lingkungannya seperti lahan kritis,
polusi udara, dan menurunnya keanekaragaman hayati. Hal tersebut menjadi
penyebab munculnya pilihan antara melanjutkan pertumbuhan ekonomi atau
mencegah degradasi lingkungan. Jika ingin melestarikan lingkungan maka harus
membatasi perhatian pertumbuhan ekonomi, dsb. Artinya ketika memilih satu pilihan
di antara dua pilihan maka harus berani mengorbankan salah satunya.
BAB VIII: Keberlanjutan dan Pembangunan Berkelanjutan
Dalam konteks ekonomi, pertumbuhan berbeda dengan pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang menyebabkan adanya peningkatan
perekonomian suatu wilayah sedangkan pembangunan ekonomi merupakan hal
ayang dimensional dan bersifat dinamis karena danya suatu proses integrasi berakibat
pada perbaikan struktur ekonomi. Dengan begitu dapat diartikan bahwasanya konsep
pembanguna berkelanjutan memiliki sebuah sifat bernilai normatif yang mebuatnya
sulit untuk dijabarkan secara analitis.
Aspek dalam pembangunan berkelanjutan terbagi menjadi beberapa sudut
pandang. Pertama sudut pandang ekonomi, menjelaskan bahwa kesejahteraan
manusia dan non-manusia akan muncul ketika manusia mulai mempertimbangkan
keberlanjutan dalam perspektif ekologis. Kedua sudut pandang ekologi, menjelaskan
bahwa keberlanjutan harus diartikan dalam hal pemeliharaan ketahanan dari
ekosistem dengan gagasan yang terbatas di dalamnya. Artinya, untuk mencapai
keberlanjutan ekologi, perlu adanya modifikasi preferensi konsumsi saat ini dan
teknik produksi yang lebih baik.
Ketiga sudut pandang sosial, menjelaskan bahwa komponen sosial
pembangunan adalah hal terpenting dari paradigma keberlanjutan yang terdiri dari
komponen masalah ekuitas distributif, penyediaan layanan sosial, kesetaraan gender,
stabilisasi populasi, dan akuntabilitas politik serta partisipasi. Keempat sudut
pandang secara keseluruhan, menjelaskan bahwa prinsip-prinsip dari pembangunan
berkelanjutan dengan jelas disarankan harus ada pedoman baru dalam prosesnya dan
perlu ada modifikasi tujuan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Prinsip
keberlanjutan tersebut menyiratkan tujuan serta aturan baru dalam berbagai bidang
pembangunan ekonomi, termasuk populasi, pertanian, energi, industri, dan sistem
sumberdaya terbarukan, yang masing-masing menghadapi tantangan bersifat sosial,
kelembagaan, dan ekonomi.
Secara umum, karakteristik keberlanjutan sosial menunjukkan bahwa dalam
memenuhi kebutuhan perlu adanya kerjasama antara para praktisi dan ilmuwan sosial
untuk mengeksplorasi pandangan masyarakat. Contoh tantangan dalam memajukan
keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan yaitu penerapan standar perlindungan
LH, mengidentifikasi dampak eksternal dari kegiatan di luar tingkat lokal, mencari
adanya keberlanjutan sosial, pembangunan masyarakat, pemberantasan kemiskinan,
peningkatan pendidikan, produksi dan konsumsi yang seimbang, dll. Pada intinya,
untuk menangani kemiskinan bukan hanya membutuhkan pertumbuhan ekonomi
tetapi dengan tidak mempertimbangkan dampak lingkungan dapat menyebabkan
masalah ekonomi di masa depan. Dengan begitu diperlukan jenis pertumbuhan
ekonomi baru dengan sedikit dampak lingkungan dan tidak mengancam
keberlanjutan sehingga kapasitas sistem ekonomi akan meningkat seiring dengan
kepuasan manusia.
BAB IX: Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
Bangkitnya perekonomian global dari masa resesi, banyak pendapat menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi harus berkelanjutan dan bertahan lama. Terdapat
beberapa tantangan dalam mewujudkan hal tersebut dengan mulai memusatkan
perhatian pada lingkungan, khususnya dalam memastikan ketersediaan sumberdaya
lingkungan yang selalu ada dan mengelola risiko pertumbuhan dari kegiatan yang
merugikan lingkungan. Pertumbuhan ekonomi penting bagi kesejahteraan ekonomi
dan manusia baik untuk negara maju maupun negara berkembang, yang mana
nantinya dapat merangsang kemajuan teknologi. Hal yang menjadi acuan
pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan tingkat jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan, seperti perhitungan pada Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam
penelitian oleh Komisi Pengukuran Kinerja Ekonomi dan Kemajuan Sosial
menjelaskan adanya beberapa dimensi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan
yaitu standar hidup, Kesehatan, Pendidikan, aktivitas pribadi termasuk pekerjaan,
suara politik dan pemerintahan, hubungan sosial, lingkungan sekarang dan masa
depan, dan keamanan ekonomi maupun fisik.
Terdapat empat kategori besar lingkungan dalam menyediakan asset serta
layanan, yakni penyediaan lahan (produk dari ekosistem termasuk air tawar,
makanan, dll.), pengaturan layanan (manfaat dari regulasi proses alam termasuk
kualitas udara, dll.), layanan budaya (manfaat non-material dari ekosistem melalui
pengayaan spiritual, refleksi, dll.), dan layanan pendukung (layanan untuk produksi
semua layanan ekosistem termasuk fotosintesis, pembentukan tanah, dll.). Terdapat
dua jalur kontribusi modal alam terhadap output ekonomi yaitu secara langsung
sebagai masukan terhadap proses kegiatan ekonomi dan secara tidak langsung
melalui pengaruhnya terhadap produktivitas faktor produksi lainnya. Pertumbuhan
juga dihasilkan oleh indutsri yang mana output-nya dari lingkungan alami. Baik
modal alami sebagai input langsung dan tidak langsung sama-sama berpengaruh pada
peningkatan kekayaan.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan dan terdapat
hal yang mendorong munculnya hal tersebut. Hubungan tersebut dapat dilihat pada
kurva lingkungan Kuznets dengan penjelesan (1) pada saat pendapatan rendah,
pengurangan polusi tidak dilakukan karena individu lebih memilih neggunakan
pendapatan terbatasnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasarnya, (2) begitu
tingkat pendapatan tertentu tercapai, individu mulai mempertimbangkan trade-off
antara kualitas dan konsumsi lingkungan, dan ketika kerusakan lingkungan semakin
menurun, (3) setelah titik tertentu, pengeluaran untuk pengurangan polusi mulai
mendominasi karena ondividu menyukai perbaikan kualitas lingkungan daripada
konsumsi yang berlebihan, dan kualitas lingkungan mulai membaik. Terdapat teori
alternatif lain seperti teori batas yang membahas batas lingkungan dalam mencapai
ekonomi yang seharusnya dan teori-teori lainnya dengan bahasan sama yaitu
kegiatan produksi dan konsumsi saat ini lebih ramah lingkungan. Rasionalisasi
kebijakan lingkungan yang diwujudkan dalam peranannya adalah menciptakan
pengelolaan, penyediaan, dan penggunaan sumberdaya lingkungan dengan cara
mendukung peningkatan kesejahteraan berkelanjutan.
BAB X: Instrumen Kebijakan Lingkungan
Dalam pembiayaan pengelolaan secara khusus instrument kebijakan ekonomi
dibagi menjadi tiga yaitu (1) kebijakan insentif dan subsidi, (2) kebijakan disinsentif,
pajak dan retribusi, dan (3) kebijakan penentuan harga dari sumberdaya. Fungsi dari
ketiga instrumen tersebut adalah mendorong penggunaan dan pengelolaan
sumberdaya alam yang lebih efisien serta menerapkan prinsip Polluter Pays
Prinsiple yang mana limbah buangan dapat dibatasi. Penerapan instrumen PPP
diperlukan peraturan dan standarisasi lingkngan dan instrumen ekonomi. Instrumen
yang didukung oleh administrasi dan lembaga merupakan instrumen efektif dan
berpengaruh pada perilaku masyarakat dan perusahaan.
Instrumen ekonomi akan menyediakan sinyal dari pasar dalam bentuk harga
relatif dan atau transfer keuangan. Instrumen ekonomi memberikan kebebasan
memilih pada agen-agen ekonomi untuk dapat memilih solusi paling
menguntungkan. Instrumen untuk mencapai tujuan penurunan dampak lingkungan
harus memenuhi kriteria seperti keefektivitasan lingkungan, efisiensi ekonomi, dan
memperhatikan dampak yang terbatas terhadap daya saing. Tipe-tipe instrumen
ekonomi meliputi (1) biaya emisi atau pajak (biaya pembuangan air, limbah, polusi
udara, dan biaya kebisingan), (2) biaya penggunaan, (3) biaya produk atau pajak pada
harga produk yang menciptakan polusi saat proses produksi, (4) biaya administrasi
atau biaya pembantu pendanaan lisensi, (5) perdagangan emisi, (6) sistem
pengembalian dana (deposit-refund systems), dan (6) subsidi. Keuntungan yang
didapat dari penggunaan instrumen ekonomi adalah penyesuaian yang otomatis,
efektivitas biaya, insentif, fleksibilitas, peningkatan pendapatan, dan konservasi
sumberdaya serta transmisi.
BAB XI: Perdagangan Internasional dan Lingkungan
Perdagangan Internasion memiliki dampak besar bagi negara-negara
berkembang atau negara dengan tingkat ekonomi rendah karena adanya proses
ekspor dan impor yang mengakibatkan munculnya hutang luar negeri. Hubungan
yang terjadi antara perdagangan dan lingkungan bukan terkait masalah produk saja
tetapi mencakup proses produk hingga distribusi produk. Antara negara maju dan
negara berkembang terjadi kesenjangan dalam hal pengelolaan karena adnaya
perbedaan teknologi, kualitas SDM, dan tingkat pendapatan masyarakat. Kerjasama
di antara keduanya di satu sisi terlihat menguntungkan namun di sisi lain sebagain
besar negara maju yang tidak memiliki banyak SDA akan mulai melakukan
intervensi pada setiap kegiatan pengelolaan lingkungannya. Misalnya,
memanfaatkan atribut perdagangan seperti investasi, penanaman modal, dll.
Menurut Adolf (2005), terdapat empat prinsip perdagangan Internasional yakni
(1) prinsip dasar kebebasan berkontrak, yang mana setiap perdagangan salah satu
pihak harus memberikan kebebasan pada pihak lain untuk berkehendak, (2) prinsip
dasar Pacta Sunt Servanda, yang mana harus ada kesepakatan atas perjanjian yang
telah ditandatangani dan disetujui, (3) prinsip dasar penyelesaian sengketa dengan
Arbitrase, artinya penyelesaian dilakukan melalui pengadilan maupun luar
pengadilan, dan (4) prinsip dasar kebebasan komunikasi, artinya setiap negara
memiliki hak akses yang sama. Terdapat juga prinsip yang dicanangkan oleh WTO
yang menjadi kewajiban hukum untuk semua negara anggota WTO, yakni prinsip
non-diskriminatif. Prinsip tersebut menekankan pada setiap negara berkewajiban
untuk diperlakukan secara adil dan sama.
Masalah lingkungan yang terjadi dalam perdagangan Internasional menjadi
salah satu masalah ekonomi. Dengan begitu, muncul rencana untuk membuat sebuah
standarisasi dengan menggunakan ekolabel (deskrisi produk yang menyatakan
bahwa proses produksinya tidak merusak lingkungan), sebagai contoh ecolabel SNI
seri 14000 yang diterapkan di Indonesia. Berbagai masalah perdagangan
Internasional dan perlindungan LH yaitu (1) aturan-aturan yang dibentuk dalam
bidang perdagangan Internasional untuk menciptakan perdagangan bebas, (2) aturan-
aturan yang ada di perdagangan Internasional dianggap menghalangi usaha
perlindungan SDA dan LH pada suatu wilayah negara-negara dunia, (3) aturan dalam
perdagangan multilateral dirasa dapat mencegah negara untuk bisa menerapkan
peraturan guna melindungi LH negara, dan (4) aturan dalam perdagangan
multilateral dapat menghalangi usaha untuk lebih mengadopsi standar lingkungan
yang lebih tinggi.
Penerapan Metode Proses Produksi atau Production Process Methods (PPMs)
diyakini WTO sebagai aturan yang dapat meminimalisir kerusakan lingkungan
akibat perdagangan Internasional. PPMs juga dapat berimplikasi terhadap
perlindungan lingkungan dan Kesehatan dengan cara (1) PPMs dapat digunakan
suatu negara untuk mendorong negara berkembang menerapkan sistem produksi
yang ramah lingkungan, (2) PPMs dapat digunakan sebagai instrumen yang mampu
mempengaruhi kebijakan suatu negara untuk lebih mengutamakan perlindungan
lingkungan dan Kesehatan, (3) penerapan PPMs tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan perdagangan Internasional hanya jika dilakukan sesuai dengan
aturan dari GATT/ General Agreement on Tariffs and Trade, Sanitary and
Phytisanitary Agreement, serta TBT Agreement, dan (4) PPMs yang diterapkan oleh
negara dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan adanya
pengawasan dari WTO.
BAB XII: Definisi Equity
Prinsip utama di balik pembangunan berkelanjutan adalah keadilan dan equity
antar sektor. Intergenerational Equity merupakan konsep yang menyatakan bahwa
manusia memiliki lingkungan alam dan budaya yang sama baik dengan generasi saat
ini dan generasi masa depan. Peran kebijakan lingkungan adalah untuk menciptakan
ekonomi dunia menjadi lebih baik lagi, artinya menyediakan standar kehidupan yang
lebih tinggi terutama mereka yang memiliki sumberdaya paling sedikit.
Saat ini pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang dan keadaan
perekonomian pada banyak negara maju terkait dengan keberhasilan ekspor.
Misalnya, keberhasilan ekspor untuk mitra dagang Amerika sangat terkait dengan
permintaan dari Amerika karena negara tersebut sangat bergantung pada ekspor
energi dan material. Pada kondisi inilah solusi untuk bagian equity dapat membantu
kelestarian lingkungan. Seiring munculnya ilmu ekonomi ekologi yang mencakup
gagasan keberlanjutan yang semakin luas dan mengakui bahwa equity penting dalam
sebuah pemikiran teoritis dan tidak dapat dipungkiri bahwa nilai tersebut tercermin
di dunia, namun perlu diketahui bahwa equity bukanlah subjek yang bernilai netral.
BAB XIII: Isu dalam Ekonomi Ekologi dan Pembangunan Berkelanjutan
Dewasa ini mulai terjadi perubahan dunia, yang mana sekarang area-area
konservasi dan lokasi SDA sudah diubah menajdi area pemanfaatan untuk
kepentingan manusia. Terdapat tiga masalah ekonomi yang utama yakni alokasi,
distribusi, dan skala. Aktivitas masyarakat semakin lama semakin meningkat
jumlahnya yang akan berimplikasi pada makin bertambahnya masalah-masalah
sosial dan LH. Apabila semakin lama masalah lingkungan tidak segera diatasi/
diselesaikan maka dapat menghambat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan.
Terdapat beberapa negara di dunia yang telah mulai menerapkan konsep E3
(Ecology, Economy, dan Equity) untuk mewujudkan SDG atau Sustainable
Development Goal (agenda universal dari pemerintah dunia untuk suatu negara
membuat strategi yang holistik dengan mengkombinasikan antara pertumbuhan
ekonomi, sosial, dan keberlanjutan dari lingkungan. Negara-negara yang termasuk
yakni Swedia (peringkat 1), Denmark (peringkat 2), Finlandia (peringkat 3), German
(peringkat 4), dan Perancis (peringkat 5), sedangkan Indonesia berada pada peringkat
99 di antara negara-negara lainnya. Penerapan E3 di Swedia menjelaskan bahwa
dengan adanya banyak integrasi dari kelompok-kelompok yang mendorong
terciptanya pembangunan berkelanjutan untuk setiap sektor dapat membuat tingkat
keberhasilan untuk mencapai SDG yang diterapkan oleh PBB sangat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai