Anda di halaman 1dari 9

ISU-ISU KONTEMPORER MIGRASI DOMESTIK DI INDONESIA

Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Demografi

Mata Kuliah: Demografi

Dosen Pengampu:

Dr. Trisnaningsih, M.Si.

Disusun oleh:

Nova Arum Palupi

NPM 2113034045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021/2022
MENCARI ARTIKEL YANG DITERBITKAN DI JURNAL TENTANG ISU-ISU
KONTEMPORER MIGRASI DOMESTIK (NASIONAL) DI INDONESIA

1. Isu 1 (satu) berjudul “ISU-ISU PERENCANAAN KONTEMPORER


PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN”
a. Hubungan Urbanisasi sebagai proses terjadinya permukiman kumuh di perkotaan:
 Pertambahan Penduduk (urbanisasi, mobilitas penduduk desa-kota)
 Ketidaksiapan Kota Menyiapkan Tempat Tinggal
 Permukiman Kumuh
 Akses untuk Memperoleh Tempat Tinggal
b. Kecenderungan Para Migran dalam Memilih Tempat Tinggal:
 Kecenderungan Para Migran dalam Memilih Tempat Tinggal
 Mendekati Tempat Kerja (Kampung-Kampung di Pusat Kota)
 Berkelompok sesama migran sekampung
 (Kantung-Kantung Komunitas Etnis)
 Mencari Tempat Sewa yang Murah
 (Kampung-Kampung Lama, Padat)
 Okupasi Lahan-Lahan Kosong yang tidak terjaga
 Okupasi Ruang Publik
c. Proses Perubahan Kampung Lama Menjadi Kampung Kumuh:
 Warga asli cenderung enggan pindah ke lingkungan baru yang lebih baik.
 Pemecahan lahan (fragmentasi) melalui sistem waris, sehingga menambah
kepadatan.
 Warga cenderung menjadikan kampung sebagai lahan bisnis, rumah sewa, rumah
petak/kontrakan.
d. Lokasi Sebaran Permukiman Kumuh Perkotaan:
 Kampung-Kampung Lama umumnya di pusat kota “terjepit/terkepung” diantara
lingkungan perumahan mewah / perkantoran / perdagangan, membentuk kantung-
kantung permukiman kumuh.
 Sepanjang Bantaran Rel Kereta Api (sempadan).
 Sepanjang Bantaran Sungai (sempadan).
 Ruang Publik yang kurang dimanfaatkan (taman, dsb).
 Lahan Kosong yang tidak terjaga.
e. Ciri / Karakter Fisik Permukiman Kumuh:
 Kepadatan Tinggi.
 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha).
 Kepadatan Bangunan (Rumah/Ha).
 Kepadatan di dalam rumah (Jiwa/Rumah).
 Fasilitas lingkungan Terbatas.
 Ruang Terbuka / Ruang Publik tidak ada.
 Sanitasi Lingkungan tidak Memadai.
 Bahan Bangunan.
 Sederhana, Sebagian semi permanen, menggunakan bahan bekas / daur ulang.
f. Ciri / Karakter Sosial Permukiman Kumuh:
 Migran berasal dari daerah yang sama (etnis).
 Tingkat pendidikan rata-rata rendah.
 Kohesi Sosial, Solidaritas Sosial Tinggi.
 Sikap terhadap kesehatan dan kesadaran lingkungan rendah (perilaku sehat,
kesadaran lingkungan).
 Daya bertahan hidup (survival) tinggi.
g. Ciri / Karakter Sosial Permukiman Kumuh:
 Sikap terhadap aturan moral rendah (permissive).
 Teritorialitas Tinggi.
 Cenderung Agresif, bila merasa diserang.
 Privasi bukan kebutuhan penting.
 Disiplin Individu rendah.
 Mobilitas Sosial Vertikal rendah.
h. Ciri / Karakter Ekonomi Permukiman Kumuh:
 Digolongkan Kelompok Miskin (Urban Poor).
 Umumnya bekerja pada Sektor Informal.
i. Kenapa Permukiman Kumuh perlu ditangani:
 Mengurangi disparitas, meningkatkan “pemerataan”.
 Mengurangi Segregasi keruangan (Spatial Segregation).
 Menciptakan lingkungan kota yang lebih manusiawi (Harmonious City, Liveable
City, Healthy Cities).
 Meningkatkan keadilan & Pemerataan akses terhadap infrastruktur kota.
 Sektor informal adalah bagian penting dalam sistem/dinamika kehidupan ekonomi
kota (simbiosis formal-informal).
j. Bagaimana Sikap Kita dalam Menangani Permukiman Kumuh:
 Empati.
 Keseimbangan pendekatan legal-formal dengan pendekatan sosial.
 Mengutamakan dialog, untuk mencari kesepakatan dan solusi bersama yang
terbaik.
 Persuasif.
 Tidak memihak pada kepentingan bisnis.
k. Alternatif Penanganan Permukiman Kumuh:
 Site & Services.
 Kampung Improvement Program (KIP, MHT).
 Penggusuran.
 Relokasi.
 Rumah Susun.
 Revitalisasi.

2. Isu 2 (dua) berjudul: “Implementasi Kebijakan Transmigrasi di Pangmilang Kota


Singkawang Provinsi Kalimantan Barat”
Transmigrasi merupakan kebijakan pemerintah dalam rangka peningkatan kesejahteraan,
pemerataan pembangunan dan memperkuat persatuan. Penelitian ini didasarkan atas
adanya fenomena yang menunjukkan bahwa implementasi kebijakan transmigrasi di
Pangmilang Kota Singkawang kurang berhasil mencapai tujuan yang diharapkan terutama
belum terwujudnya kesejahteraan warga transmigran yang ada di lokasi transmigrasi
Pangmilang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganlisis faktor apa yang
menyebabkan implementasi kebijakan transmigrasi di Pangmilang Kota Singkawang
kurang berhasil. Desin penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Informan dalam penelitian ini ditentukan secara purposive dari instansi-instansi
yang terlibat dalam implementasi kebijakan transmigrasi di Pangmilang Kota
Singkawang Provinsi Kalimantan Barat. Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi maupun pengumpulan dokumen
yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan implementasi kebijakan transmigrasi belum dapat berjalan secara lancar
dan kurang berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Faktor-faktor yang menyebabkan
implementasi kebijakan transmigrasi di Pangmilang Kota Singkawang kurang berhasil
mencapai tujuan yang diharapkan terdiri atas faktor komunikasi, sumber daya, struktur
birokrasi dan disposisi. Komunikasi antar pihak yang terlibat dalam implementasi
kebijakan transmigrasi belum berjalan secara efektif, Sumber daya yang diperlukan untuk
mendukung implementasi kebijakan transmigrasi kurang memadai, Struktur birokrasi
kurang menunjang yakni prosedur kerja yang berbelit-belit dan koordinasi antar instansi
yang terfragmentasi belum dapat dilaksanakan dengan baik, dan kurang adanya komitmen
yang kuat dari para implementor dalam menjalankan tugasnya.

3. Isu 3 (tiga) berjudul: “Perubahan Iklim, Diversifikasi Pendapatan dan Masa Depan
Migrasi Penduduk”
Dalam upaya menuju advokasi yang lebih besar untuk pemberdayaan pekerja migran
Indonesia, organisasi masyarakat sipil seperti Migrant CARE berusaha untuk
menyesuaikan analisis dengan tren dan pola permasalahan serta penelitian terhadap
keterkaitan topik ini. Walaupun perubahan iklim masih belum terbukti sebagai faktor
pendukung utama dalam meningkatnya mobilitas internasional pekerja migran Indonesia,
tetapi isu tersebut tetap penting untuk dikaji dan didiskusikan lebih dalam sebagai potensi
risiko dan permasalahan ke depan. Argumen utama dalam pemikiran kontemporer terkait
topik ini adalah perkembangan lokal dan diversifikasi pendapatan harus diprioritaskan, di
mana migrasi dianggap menjadi pilihan terakhir. Di penjuru Indonesia, mobilitas dan
perpindahan umumnya berasal dari suatu peristiwa bencana alam dan konflik. Menurut
InternalDisplacement.org(2019), pada tahun 2018 terdapat 853,000 orang terlantar baru di
Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh serangkaian bencana yang tidak terprediksi
seperti gempa bumi Lombok, gempa bumi dan tsunami Sulawesi Tengah, serta tsunami
yang terjadi di Selat Sunda/Lampung pada bulan Desember 2018. Perpindahan internal
yang berlangsung sepanjang tahun merupakan dampak langsung dan terprediksi dari
bencana alam tersebut, serta biasanya dikategorikan sebagai dampak sementara. Upaya
pemulihan berfokus pada rehabilitasi daerah terdampak dan mengembalikan keadaan ke
keadaan normal sesegera mungkin. Di sisi yang tidak begitu nampak, namun pasti,
adanya bencana lain yang lebih kronis dan terjadi secara bertahap seperti degradasi
lingkungan, kekeringan dan kenaikan permukaan laut, dimana bencana tersebut diprediksi
dapat mengakibatkan meningkatnya mobilitas/pergerakan penduduk, mata pencaharian
dan sistem sosial di tahun yang akan datang. Sepanjang sejarah, Indonesia sudah
mengalami bencana-bencana tersebut. Walaupun penelitian terkait dampak dari bencana
tersebut pada mobilitas masih jarang, tetapi, sudah ada pendapat bahwa (contohnya)
penurunan curah hujan dapat mempengaruhi populasi dalam kondisi ekonomi melalui
penurunan produktivitas pertanian. Hal ini berpotensi menjadi faktor kontribusi terhadap
mobilitas yang lebih besar, seperti migrasi buruh sementara yang terjadi secara musiman,
baik antar desa-kota maupun internasional. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
tingkat mobilitas yang tinggi umumnya dikaitkan dengan peluang ekonomi dan
kebutuhan untuk mendiversifikasi sumber pendapatan. Hal ini diperkuat saat kondisi
ekonomi tersebut didorong oleh dampak dari bencana-bencana yang berkaitan dengan
iklim, seperti desertifikasi dan degradasi tanah/air. Profil Indonesia di dunia migrasi
tenaga kerja internasional ditandai oleh dominasi pekerja rumah tangga perempuan yang
dipekerjakan di beberapa negara tujuan utama, sebuah tren dipercepat selama krisis
moneter Asia Tenggara pada akhir tahun 1990-an. Pada masa ini, banyak keluarga
Indonesia yang mengirim anggota keluarga perempuannya untuk bekerja di luar negeri,
terutama di Timur Tengah, sebagai langkah untuk mendiversifikasikan sumber
pendapatan keluarga. Langkah tersebut dinilai efektif untuk mengatasi pengurangan
pendapatan yang dihadapi di seluruh negara selama krisis.
a. Macam-macam diversifikasi pendapatan
Perubahan iklim yang sedang terjadi dan akan terus berlangsung menghambat
produktivitas, gaya hidup dan akses ke layanan alam. Maka dari itulah diversifikasi
pendapatan sangatlah penting bagi mereka yang bergantung pada lingkungan untuk
mata pencaharian, pangan, bahan bakar dan obat-obatan. Sebagai bentuk adaptasi
perubahan iklim, diversifikasi pendapatan memiliki beberapa macam, seperti:
Pertama, bertani atau melakukan kegiatan yang sama seperti biasa, tetapi di lokasi
yang baru. Ini cenderung hanya melibatkan migrasi jarak pendek dan sirkular. Kedua,
ketika ada lebih sedikit tenaga kerja yang dibutuhkan di ladang, memungkinkan
adanya peningkatan keterlibatan sementara dalam kegiatan selain pertanian, seperti
UMKM. Ketiga, apabila kedua opsi tersebut sudah tidak ada, beberapa anggota dari
sebuah rumah tangga biasanya berpindah ke pusat kota, baik dalam negeri maupun
internasional, di sektor-sektor yang membutuhkan pekerja migran. Remitansi yang
dikirim ke negara asal dari bentuk pekerjaan ini berfungsi sebagai diversifikasi
pendapatan. Sebagaimana pola dan tren perubahan iklim diprediksi akan meningkat,
diversifikasi pendapatan dalam bentuk-bentuk ini akan menjadi elemen yang semakin
penting atas adaptasi terhadap perubahan iklim yang lambat. Mengingat penyebaran
respons, migrasi (terutama pekerja migran internasional) mungkin hanya menjadi
salah satu dari sejumlah opsi yang dipertimbangkan, walaupun, terlepas dari
manfaatnya, hal tersebut umumnya bukan menjadi respon yang diminati.

b. Peluang
International Institute for Environment and Development menyarankan bahwa
remitansi dan pendapatan dari kegiatan non-pertanian, termasuk migrasi tenaga kerja,
dapat berperan penting dalam membiayai inovasi dan intensifikasi pertanian.
Pendapatan tersebut dapat menjadi modal yang sangat dibutuhkan untuk berinvestasi
dalam input infrastruktur, bahkan mengupah tenaga kerja. Lebih lagi, bentuk
diversifikasi pendapatan ini memungkinkan adanya jaring pengaman, mendorong
komunitas petani untuk mengambil risiko dalam mengubah mengubah praktik
tradisional yang sering dibutuhkan untuk menghadapi ancaman terkait iklim. Sebuah
kisah sukses di mana manfaat remitansi telah membawa inovasi kepada ekonomi
pedesaan terjadi di Desa Tanggulangin, Kebumen, Jawa Tengah. Desa ini merupakan
rumah bagi banyak pekerja migran (dulu dan sekarang) dan keluarganya. Wilayah ini
juga salah satu daerah sasaran implementasi inisiatif DESBUMI. Dalam beberapa
waktu terakhir, telah lahir sebuah komunitas yang terdiri dari pekerja migran dan
purna migran dengan visi untuk memberdayakan masyarakat berdasarkan remitansi
yang diperoleh. Mereka mengumpulkan sumber daya untuk berinovasi dalam
memproduksi makanan ringan baru, yaitu tiwul dan manggleng, hasil olahan singkong
dan ikan kering. Berkat remitansi yang diperoleh dari pekerja migran, mereka
memiliki modal dan keberanian untuk bereksperimen menggunakan singkong sebagai
bahan baku untuk produk mereka, di mana belum pernah dilakukan sebelum
peluncuran program komunitas ini. Remitansi yang masuk ke desa bisa sangat
membantu membangun ketahanan dalam mata pencaharian dan kapasitas adaptif.
Kondisi ini berpotensi juga meningkatkan ketahanan terhadap guncangan lingkungan
dan ekonomi serta bencana alam. Hal ini juga dapat membantu mencegah konflik
sosial. Dengan memfokuskan pada pembangunan dan kemajuan lokal, peningkatan
modal melalui remitansi dapat dianggap sebagai ‘intervensi aktif’ dalam menghadapi
sulitnya beradaptasi dengan perubahan iklim. Namun, terlepas dari manfaat dan
peluang yang ditemukan melalui kesaksian Desa Tanggulangin, kelemahan dari
beragam macam diversifikasi pendapatan juga harus dipertimbangkan.
c. Tantangan
Pertama, konsensus di antara para ahli teori dan praktisi mengenai mobilitas yang
berkaitan dengan faktor lingkungan menyatakan bahwa pada umumnya orang tidak
mau berpindah. Bermigrasi yang dilihat sebagai sebuah pilihan, cenderung menjadi
pilihan terakhir. Vietnam adalah contoh negara yang masyarakatnya cenderung
memilih untuk beradaptasi hidup dengan banjir lalu mempelajari praktik-praktik
mitigasi dibandingkan meninggalkan lingkungan rumah mereka. Pada dasarnya,
masyarakat yang terkena dampak sering memiliki preferensi untuk melakukan
penyesuaian lokal daripada bermigrasi atau berpindah ke wilayah lain. Kedua, jenis
mata pencaharian alternatif yang diambil secara tradisional terlibat dalam mata
pencaharian berbasis sumber daya alam (contohnya, pertanian atau perikanan) lekat
dengan berbagai tantangan lainnya. Pendapatan alternatif menurut mereka masih
terbatas, di mana kapasitas dan sumber daya cenderung menyebabkan
ketidakmerataan dan ketidakstabilan kerja. Selain itu, telah ditemukan bahwa
misalnya Saat petani dan buruh pertanian mencari pekerjaan di sistem perkotaan,
mereka sering menemukan keterampilan mereka yang tidak relevan. Dalam konteks
situasi tenaga kerja global, di 2019 hanya sekitar 3,000 dari 276,000 pekerja migran
Indonesia yang bekerja di sektor agrikultur di luar negeri, padahal faktanya
menunjukkan bahwa mayoritas angkatan kerja migran Indonesia berasal dari daerah
pedesaan di mana pertanian merupakan komponen utama dari ekonomi lokal. Lebih
lagi dari dua kelemahan tersebut, tantangan lain juga muncul apabila dilihat dari
kacamata gender. Umumnya, perempuan cenderung mendominasi dalam migrasi
tenaga kerja internasional seperti pekerja migran di sektor domestik, yaitu pekerja
rumah tangga. Pada tahun 2014 hingga 2018, 53 persen pekerja migran Indonesia
bermigrasi melalui jalur non-prosedural yang rentan menjebak dalam situasi yang
rentan, seperti perdagangan manusia, eksploitasi seksual, serta perbudakan.

d. Pembangunan desa yang berdasarkan prinsip iklim


Sepanjang sejarah, baru-baru ini peristiwa-peristiwa migrasi paksa sebagai faktor
pendorong telah menunjukkan potensi besar disrupsi terhadap lingkungan asal dan
tujuan, misalnya; disrupsi keluarga, tekanan lingkungan serta sumber daya,
ketegangan sosial dan konflik, dsb. Mengingat bahwa ancaman gangguan ekonomi
tersebut, sosial dan disrupsi lingkungan, digabung dengan kelemahan-kelemahan yang
telah dibahas di paragraf atas (preferensi untuk pengembangan lokal daripada migrasi;
transferabilitas keterampilan dari pekerjaan pedesaan perkotaan sering terbatas;
prevalensi perbudakan modern melalui jalur informal), argumen ini kuat dalam
memanfaatkan praktik pembangunan yang lebih memadai di daerah pedesaan dalam
mengurangi jejak lingkungan, memitigasi dampak, beradaptasi pada realitas
perubahan iklim jangka panjang, terutama dalam mengurangi kebutuhan mitigasi
sementara, musiman maupun permanen. Dengan cara pembangunan di daerah
pedesaan serta pertumbuhan ekonominya, akan banyak yang sudah tercapai, serta dan
harus selalu di dukung, dalam memprioritaskan pembangunan lokal. Inisiatif
pembangunan pedesaan meliputi metode pertanian inovatif seperti regenerasi alami
yang dikelola petani (FMNR), pertanian lahan kering, praktik pembangunan
berkelanjutan dan peningkatan kapasitas/peningkatan kemampuan populasi rentan
untuk mendiversifikasi pendapatan. Strategi tersebut untuk pembangunan pedesaan
butuh beroperasi dengan cara yang proporsional, berkelanjutan, dan didasari oleh
pendekatan yang bersih serta hijau untuk menumbuhkan ketahanan di masa-masa sulit
yang akan datang.

Referensi Artikel:

1. Isu 1: https://slideplayer.info/slide/3055074/
2. Isu 2: http://jurmafis.untan.ac.id/index.php/Proyeksi/article/view/923
3. Isu 3: https://migrantcare.net/2020/08/perubahan-iklim-dan-masa-depan-migrasi-
penduduk/

Anda mungkin juga menyukai