Anda di halaman 1dari 18

GEOGRAFI PERMUKIMAN

Dosen Pengajar:
Dr. Rosalina Kumalawati, M.Si

Disusun oleh:
Anjelin Meilinda

A1A513011

Wilda Muslimah

A1A513064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia serta izin-Nya kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah ini. Adapun maksud dari pambuatan makalah ini adalah untuk
melengkapi tugas mata kuliah Geografi Permukiman.
Dalam penyusunan penulisan makalah ini tidak lepas dari dukungan dan
bantuan dari semua pihak, baik dukungan moril maupun bantuan dalam
mendapatkan data, bimbingan dan sistematika penyusunan maupun dalam
penulisan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, wawasan dan
pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu demi kesempurnaan makalah ini kami
sangat mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun.
Akhir kata, kami mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami khususnya dan umumnya bagi pembaca sekalian.

Banjarmasin,

Oktober 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan
primer) yang harus terpenuhi agar manusia dapat sejahtera dan hidup layak
sesuai dengan derajat kemanusiaannya. Permukiman sebenarnya merupakan
kebutuhan perorangan (individu) namun dapat berkembang menjadi
kebutuhan bersama jika manusia berkeluarga dan bermasyarakat. Selain
sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial maka
manusia tidak hidup sendiri-sendiri akan tetapi hidup bersama dan
membentuk kelompok-kelompok, demikian pula halnya dengan rumah
tempat

tinggalnya

akan

dibangun

secara

bersama-sama

sehingga

berkelompok atau tersebar dalam suatu wilayah, dilengkapi dengan prasarana


dan sarana yang diperlukan penghuninya, selanjutnya disebut dengan
permukiman (settlement). Dalam dimensi permukiman, secara harfiah pola
permukiman dapat diartikan sebagai susunan (model) tempat tinggal suatu
daerah.

Model

dari

pengertian-

pengertian

permukiman

mencakup

didalamnya susunan dari pada persebaran permukiman. Pengertian pola


permukiman dan persebaran permukiman memiliki hubungan yang sangat
erat. Persebaran permukiman menekankan pada hal yang terdapat
permukiman, dan atau dimana tidak terdapat permukiman dalam suatu
wilayah (Sumaatmadja, 1981 dalam Banowati 2006).
Perkembangan permukiman sangat dipengaruhi

oleh

penghuni

permukiman itu sendiri. Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang


semakin pesat akan mengakibatkan kebutuhan permukiman semakin besar.
Masalah ini hampir terjadi disetiap daerah perkotaan, karena kota merupakan
daerah yang sangat dinamis yaitu pertumbuhan penduduknya setiap hari
semakin bertambah banyak, sehingga daerah perkotaan menghadapi ancaman
semakin tingginya kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan tempat

tinggal

yang

merupakan

indikator

penurunan

kualitas

lingkungan

permukiman. Begitu pula di daerah pedesaan baik disekitar kota maupun jauh
dari kota.
Bertambahnya jumlah penduduk maupun kegiatan penduduk telah
menuntut bertambahnya ruang untuk mengakomodasi permukiman maupun
bangunan-bangunan yang dapat mewadahi kegiatan tersebut. Dengan adanya
variasi topografi yang beragam di Kecamatan Pangeran khususnya Komplek
Simpang Adhiyaksa sendiri menjadikan daerah tersebut menarik untuk
diteliti. Dengan begitu, pola persebaran permukiman yang terdapat di daerah
penelitian dapat beragam. Karena permukiman sendiri merupakan salah satu
wujud adaptasi dari masyarakat sekitar terhadap kondisi fisik lingkungannya.
Pola permukiman yang terdapat di daerah yang memiliki kemiringan lereng
yang terjal dengan yang terdapat pada lereng yang lebih landai akan berbeda.
Komplek Simpang Adhiyaksa merupakan salah satu perumahan yang ada
di Kota Banjarmasin, tepatnya berada di Kecamatan Banjarmasin Utara,
Kelurahan Pangeran. Pemilihan perumahan ini sebagai studi kasus didasarkan
pada lokasi perumahan ini berada pada pemukiman yang padat penduduk di
Kota Banjarmasin dan merupakan salah satu komplek perumahan yang
termasuk golongan menengah keatas.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi permukiman di komplek Simpang Adhiyaksa, RT.26
RW.01

Kelurahan

Pangeran,

Kecamatan

Banjarmasin

Utara,

Kota

Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan.


C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui kondisi permukiman di
komplek Simpang Adhiyaksa, RT.26 RW.01 Kelurahan Pangeran, Kecamatan
Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan.
BAB II
DASAR TEORI
A. Teori Permukiman

Permukiman dalam Agenda 21 Indonesia (Strategi Nasional untuk


Pembangunan Berkelanjutan (1997:24) aspek sosial, ekologis, dan fungsional
merupakan elemen-elemen yang saling terpadu, menunjang antara satu
dengan lainnya untuk menjamin peningkatan kualitas hidup secara
berkelanjutan.
Menurut Johan Silas (1985) suatu permukiman hendaknya mengikuti
kriteria bagi permukiman yang baik, dengan memenuhi aspek fisik dan aspek
nonfisik. Proses bermukim menjadi faktor pengikat antara masa dulu, kini
dan masa akan datang dengan tujuan peningkatan kualitas hidup. Aspek fisik
dan nonfisik saling mempengaruhi satu dengan yang lain sebagai wujud dari
aspek-aspek yang tidak saling terpisahkan antara satu dengan lainnya.
Dengan demikian kriteria permukiman yang baik adalah adanya
pemenuhan aspek fisik dan nonfisik (sosial, budaya, ekologis, fungisonal)
yang saling mempengaruhi dengan tujuannya adalah peningkatan kualitas
hidup. Menurut Johan Silas (1993) dalam Housing Beyond Home
mengatakan bahwa ditinjau dari proses pengadaan perumahan dan pola
menggalang sumber daya, pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga
bentuk dasar yaitu : tradisional, modern, dan oleh masyarakat.
B. Teori Tradisional
Menurut Amos Rapoport (1969), bahwa rumah dan lingkungan adalah
suatu pengekspresian masyarakat tentang budaya, termasuk didalamnya,
agama, keluarga, struktur sosial dan hubungan sosial antar individu.
Roxana Waterson (1993), berpendapat bahwa arsitektur tidak hanya
menyangkut keberadaan shelter terhadap cuaca tetapi juga melibatkan ruangruang sosial dan simbolik yaitu ruang yang mencerminkan nilai-nilai yang
dianut pencipta dan penghuninya. Sedangkan menurut Amos Rapoport (1969)
bahwa bentuk rumah tidak hanya dipengaruhi oleh bentuk-bentuk fisik saja
tetapi lebih merupakan akibat dari keseluruhan faktor socio-cultural yang
dapat dilihat pada pola-polanya secara luas. Lingkungan yang terbentuk akan
mencerminkan kekuatan-kekuatan socio-cultural termasuk kepercayaan,
hubungan kekerabatan, organisasi sosial, cara hidup, dan hubungan sosial
antar individu.

Maka dapat simpulkan bahwa terbentuknya tradisional suatu kawasan


dipengaruhi oleh interaksi aspek nonfisik (budaya, agama, sosial, gaya hidup)
dan

fisik

(shelter)

dalam

kesatuan

budaya

(adat

istiadat)

dalam

mempertahankan kehidupan anggota keluarganya.


C. Teori Rubahan
Manurut Rapoport (1969), perubahan bentuk rumah bukan merupakan
hasil kekuatan faktor fisik atau faktor tunggal lainnya, tetapi merupakan
konsekuensi dari cakupan faktor-faktor budaya yang terlihat dalam pengertian
yang luas. Pembentukan lingkungan permukiman, Rapoport dibagi menjadi
dua kelompok elemen dasar, yakni elemen fisik, seperti, kondisi iklim,
metode konstruksi, material yang tersedia dan teknologi, dan elemen sociocultural. Menurut Rapoport (1969:47) elemen socio-cultural merupakan
elemen utama atau prima, sedangkan yang lain adalah elemen sekunder.
Rapoport mengatakan kebudayaan selalu berubah sehingga makna
bangunan maupun permukiman juga dapat berubah. Hanya saja perubahan
tersebut tidaklah selalu terjadi secara serentak dan pada seluruh elemen
ataupun tatanannya, akan tetapi selalu dijumpai adanya unsur yang berubah
dan yang tetap atau constancy and change. Dalam konteks ini ini Rapoport
(1969 : 78-79) menyebutkan bahwa apabila budaya atau pandangan hidup
berubah, maka berbagai aspek terkait dengannya menjadi berubah juga atau
tidak berarti.
Menurut Tipple (1992) perubahan dalam konteks lokal kata ubah atau
keperubahan bentuk adalah tindakan mengubah rumah secara internal atau
secara eksternal. Dalam melakukan keperubahan bentuk dapat dipakai cara
yaitu : penambahan, perkembangan, pengurangan atau rusak (pengurangan
ukuran) dan perbaikan seluruhnya atau pembangunan kembali.
Hal ini dipertegas oleh Silas (1999) mengatakan bahwa rumah adalah
bagian utuh dari suatu permukiman dan bukan semata-mata hasil fisik yang
sekali jadi, tapi merupakan proses yang berkembang berlanjut dan terkait
dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya, dengan tujuan untuk
merangsang kesejahteraan individudan masyarakat sekitarnya.

D. Pola Permukiman
Menurut Jayadinata (1986) pola permukiman merupakan lingkup
penyebaran daerah tempat tinggal menurut keadaan geografi (fisik) tertentu,
seperti permukiman sepanjang pantai, alut, aliran sungai dan jalan yang
biasanya berbentuk linear.
Sedangkan menurut Yodohusodo

(1991)

terdapat

(tiga)

pola

permukiman, yaitu : pertama, perumahan yang direncanakan dengan baik dan


dibangun dengan baik dan teratur rapi serta memiliki prasarana, utilitas dan
fasilitas yang cukup baik; kedua, perumahan yang berkembang tanpa
direncanakan terlebih dahulu. Polanya tidak teratur, prasarana, utilitas dan
fasilitasnya tidak memenuhi syarat kuantitas maupun kualitas. Dibedakan
antar dua tipe utama, yaitu tipe kampung dan tipe perumahan liar; ketiga,
perumahan yang tidak sepenuhnya direncanakan dengan baik. Jalan utama
dan di kiri kanan jalan dibangun rumah yang baik dan teratur. Namun,
ditengah dan belakang tumbuh rumah-rumah tipe kedua yaitu rumah-rumah
yang tidak teratur.
E. Persyaratan Permukiman
Dalam penentuan lokasi suatu permukiman, perlu adanya suatu kriteria
atau persyaratan untuk menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman.
Kriteria tersebut antara lain:
1.

Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan


dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.

2.

Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang
berasal dari sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun,
sumber air beracun, dsb).

3.

Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi


pembinaan individu dan masyarakat penghuni.

4.

Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %,


sehingga dapat dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta
memiliki daya dukung yang memungkinkan untuk dibangun perumahan.

5.

Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan


bangunan diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu:
a. Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.
b. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan
kesehatan, perdagangan, dan pendidikan.
c. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan
cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air.
d. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi
yang siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
e. Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat
dengan sistem individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan,
ataupun tanki septik komunal.
f. Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara
teratur agar lingkungan permukiman tetap nyaman.
g. Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak,
lapangan atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai
dengan skala besarnya permukiman tersebut.
h. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

F.

Lingkungan Permukiman
Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima

elemen, yaitu (K. Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih):
1. Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti
topografi, hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan
2.

fauna.
Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya

seperti biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.


3. Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
4. Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok
melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
5. Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia,
yang menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti
jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarya suatu permukiman


terdiri dari isi (contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam
masyarakat dan wadah yaitu lingkungan fisik permukiman lingkungan fisik
permukiman yang merupakan wadah bagi kehidupan manusia dan merupakan
pengejawantahan dari tata nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang
membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan permukiman
tersebut.

BAB III
DESKRIPSI WILAYAH

BAB IV
TABEL HASIL DAN PEMBAHASAN
a)

Tabel Hasil
Tabel Kualitas Lingkungan Rumah di Lokasi Penelitian

No

Aspek

Lingkungan
Ruang

Indikator

Deskripsi

Luas Rumah

Bertinggal
2

Ruang Hijau

Ketersedian Halaman Dari


Rumah

beberapa

rumah

yang

dijadikan sampel semua rumah

mempunyai halaman walaupun


Ketersedian Tanaman

berukuran kecil.
Mayoritas rumah memiliki taman.
Adapun jenis tanaman berupa
pohon kecil, pohon buah-buahan

Kualitas Fisik Tipe


Rumah

dan beberapa jenis bunga.


Rumah Tipe perumahan didominasi oleh

(Permanen,

Semi rumah permanen, namun ada

Permanen,

Tidak beberapa rumah yang memiliki

Permanen)
tipe semi permanen.
Kondisi
Bangunan Kondisi bangunan yang ada di
(Asli, Renovasi)

komplek

Simpang

Adhiyaksa

beragam dari bangunan yang asli


sampai bangunan yang sudah di
4

Kondisi Jalan Rusak


Sedang
Sekitar
Baik
Lingkungan

renovasi.
Kondisi jalan

yang

komplek

Simpang

memiliki

kualitas

ada

di

Adhiyaksa
yang

baik,

Tempat

karena tidak terdapat jalan yang

Tinggal

rusak. Selain itu terdapat pula


beberapa

polisi

tidur

yang

berguna untuk mengurangi laju


5

Jarak Antar

< 3 Meter

Rumah

kendaraan bermotor.
Jarak antar rumah yang satu
dengan

rumah

yang

lainnya

beragam ada yang < 3 meter dan


ada juga yang hanya dibatasi oleh
4-6 Meter

pagar.
Ada beberapa lahan yang kosong
sehingga memisahkan rumah

Pola
Persebaran

Menyebar
Mengelompok

yang satu dengan yang lainnya.


Komplek Simpang Adhiyaksa ini
memiliki

pola

persebaran

Permukiman
7

Jenis Jalan

Saluran

Memanjang

permukiman

memanjang

mengikuti jalan komplek.


Jenis jalan yang ada

Aspal
Tanah
Konblok

pada

komplek Kayu Tangi I ini sudah


beraspal
Saluran drainase yang terdapat di

Saluran Tertutup

Drainase

komplek Kayu Tangi I terdiri dari


dua tipe drainase. Pada Komplek
Kayu Tangi I Jalur I saluran

Listrik

Saluran Terbuka

drainasenya terbuka sedangkan

Ada

Jalur II drainasenya terbuka.


Semua rumah yang ada
Komplek

10

Air

Kayu

PDAM

Kayu

menggunakan

12

mempunyai listrik
Semua penghuni yang tinggal di
komplek

11

Tangi

di

Tangi

PDAM

dalam

pemenuhan air bersih.


Tidak Sebagian besar rumah yang ada di

Hunian
Bertingkat

(Rumah Komplek Kayu Tangi I beringkat.

Penggolongan

Tunggal),

(Rumah

Hunian

Kopel), Rumah Deret)


Hunian Bertingkat

Jenis Sarana

(Rumah Susun)
Tempat Ibadah

Terdapat satu tempat ibadah yaitu


Musholla Al Muhajirin.
Terdapat satu tempat pendidikan

Pendidikan

agama yaitu Taman Pendidikan


Al Quran (TPA)
Terdapat beberapa toko maupun
warung di komplek Kayu Tangi I

Toko/Warung

diantaranya, toko sembako, toko


alat kosmetik, toko alat tulis, toko
yang menjual keperluan sehari-

Taman/Tempat
Bermain
13

Lebar Jalan

b)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

hari serta warung-warung makan.


Taman Pendidikan Al Quran
(TPA) Al Muhajirin
Lebar jalan 4 meter

Pembahasan
Ruang Bertinggal
Ruang Hijau
Kualitas Fisik Rumah
Kondisi Jalan Sekitar Lingkungan Tempat Tinggal
Jarak Antar Rumah
Pola Persebaran Permukiman
Jenis Jalan
Saluran Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai

system guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting


dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum
drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk
mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal sistem jaringan drainase
perkotaan umunya dibagi atas 2 bagian, yaitu sistem makro dan drainase mikro
sedangkan saluran drainase dibedakan menjadi 3 bagian yaitu saluran drainase
primer, sekunder dan tersier.
Drainase yang ada di Komplek Kayu Tangi I dibuat dengan maksud dan
tujuan untuk mengurangi atau membuang kelebihan air saat terjadinya hujan.
Menurut konstruksinya saluran drainase yang terdapat di Komplek Kayu Tangi I
dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe saluran terbuka dan saluran tertutup. Saluran
drainase ini berbentuk seperti gorong-gorong yang mempunyai kedalaman kurang
lebih 1 meter. Kondisi saluran drainase pada komplek ini terbilang dalam kondisi
bagus dan bersih, karena pada saat di lakukan survei tidak ada sampah yang
terlihat pada saluran drainase. Hanya saja drainase pada komplek ini hanya
terdapat pada satu ruas bagian jalan saja sehingga apabila hujan lebat air akan
menggenangi bagian badan jalan yang lebih rendah.

9. Listrik
Pertumbuhan kawasan pemukiman pada keadaan sekarang ini terjadi
sangat pesat. Pertumbuhan pemukiman ini akan membawa suatu konsekuensi
bagi penambahan kebutuhan lainnya yang merupakan sarana dan prasarana yang
menyertai setiap kawasan pemukiman pada umumnya, serta setiap rumah mukim
pada khususnya. Penambahan sarana dan prasarana tersebut diantaranya adalah
listrik.
Jaringan Listrik merupakan salah satu sarana dan prasarana penting dalam
suatu permukiman. Selain berguna dalam penerangan juga menghindarkan dari
tindakan kriminal. Pada komplek Kayu Tangi I ini semua rumah sudah terpasang
jaringan listrik hal ini dapat dilihat dari tiang-tiang listik yang terdapat
disepanjang jalan.
10. Air
Untuk memenuhi kebutuhan air pada kawasan komplek Kayu Tangi I ini,
semua penduduk telah menggunakan jasa pelayanan PDAM hal ini dapat dilihat
dari adanya meteran PDAM yang terpasang di rumah-rumah warga. Penggunaan
air PDAM di komplek Kayu Tangi I ini per rumahnya tergolong cukup besar
karena sebagian besar rumah yang ada di komplek ini dijadikan tempat kost.
11. Penggolongan Hunian
Acuan penggolongan hunian berdasarkan beberapa ketentuan peraturan
yang telah berlaku, berdasarkan tipe wujud fisik arsitektural dibedakan atas:
a) Hunian tidak bertingkat
Hunian tidak bertingkat adalah bangunan rumah yang bagian huniannya
berada langsung di atas permukaan tanah, berupa rumah tunggal, rumah
kopel dan rumah deret. Bangunan rumah dapat bertingkat dengan
kepemilikan dan dihuni pihak yang sama.
b) Hunian bertingkat
Hunian bertingkat adalah rumah susun
golongan berpenghasilan

rendah

(rumah

(rusun)

susun

baik

untuk

sederhana

sewa),

golongan berpenghasilan menengah (rumah susun sederhana) dan maupun


golongan

berpenghasilan

atas

(rumah

susun

mewahapartemen).

Bangunan rumah bertingkat dengan kepemilikan dan dihuni pihak


yang berbeda dan terdapat ruang serta fasilitas bersama.

Hunian bertingkat dapat dikembangkan pada kawasan-lingkungan


perumahan yang direncanakan untuk kepadatan penduduk >200 Jiwa/ha,
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah atau dokumen rencana lainnya, yaitu
kawasan-kawasan:
a) Pusat kegiatan kota;
b) Kawasan-kawasan dengan kondisi kepadatan penduduk sudah
mendekati atau melebihi 200 jiwa/ha; dan
c) Kawasan-kawasan khusus yang karena kondisinya memerlukan
rumah susun, seperti kawasan-kawasan industri, pendidikan dan
campuran.
Dalam merencanakan bangunan rumah harus memperhatikan keselamatan
dan kenyamanan rumah dengan mengacu pada standar-standar sebagaimana
diuraikan pada berbagai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan peraturan lainnya
yang telah diberlakukan. Bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal dan vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bagian-bersama, benda-bersama
dan tanah bersama. Sebagian besar rumah yang berada di komplek Kayu Tangi I
mempunyai tipe hunian bertingkat. Hal ini dikerenakan sebagian besar rumah
yang ada di komplek Kayu Tangi I dijadikan kost-kostan. Pemilik rumah biasanya
tinggal di lantai dasar sedangkan bagian rumah yang bertingkat di jadikan tempat
kost.
12. Jenis Sarana
Penyedian sarana yang cukup di sekitar kawasan pemukiman akan
memberikan kemudahan bagi warga yang bermukim pada kawasan tersebut.
Kemudahan inilah yang akan dapat dipakai sebagai tolak ukur cerminan
ketersedian sarana yang ada pada kawasan tersebut. Sarana yang ada pada
komplek Kayu Tangi I meliputi, tempat ibadah, pendidikan dan toko/warung.
Tempat ibadah yang terdapat pada komplek Kayu Tangi I yaitu sebuah Musholla
yang terletak di jalur I. Sedangkan untuk sarana pendidikan yang terdapat pada

komplek Kayu Tangi I ini yaitu Taman Pendidikan Al-Quran (TPA). Sarana
terakhir yang terdapat pada komplek Kayu Tangi I ini yaitu beberapa toko-toko
yang menjual alat-alat keperluan sehari-hari, toko kosmetik, toko yang menjual
alat tulis kantor (ATK), warung-warung makan yang banyak terdapat di jalur II
selain itu di komplek ini terdapat beberapa buah salon kecantikan.
Penyediaan sarana yang ada di komplek Kayu Tangi I tidak terlalu banyak,
hal ini dikarenakan komplek ini tidak terlalu besar. Komplek ini juga berada di
kawasan yang strategis sehingga sarana-sarana yang tidak ada di dalam komplek
mudah untuk dijangkau. Komplek ini berada di kawasan yang dekat dengan
sarana umum lainnya seperti dekat dengan Perguruan Tinggi baik Negeri maupun
Swasta, selain itu juga dekat dengan saran bermain/taman serta sarana lain yang
tidak ada dalam komplek.
13. Lebar Jalan
Jalan sebagai prasarana transportasi, dibuat untuk menyalurkan berbagai
modatransportasi jalan yang bergerak dari asalnya ke tujuannya. Modatransportasi
seperti mobil penumpang, bus, dan truk, merupakan alat untuk melakukan
perpindahan orang dan barang. Dalam kaitan ini, jalan direncanakan untuk
menyalurkan aliran kendaraan dari berbagai klasifikasi kendaraan sesuai
fungsinya.
Berbagai tipe jalan akan menunjukan kinerja berbeda pada pembebanan
lalu lintas tertentu, misalnya jalan terbagi, jalan tak terbagi, dan jalan satu arah.
Lebar jalur kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan
lebar jalur lalu lintas. Pada komplek Kayu Tangi I memiliki tipe jalan satu arah
yang mempunyai lebar 4 meter. Jadi jarang sekali jalan yang ada di komplek ini
mengalami kemacetan. Kemacetan hanya terjadi pada saat-saat tertentu saja
misalnya saat ada acara di gedung Sultan Syuriahsyah sehingga menyebabkan
ruas-ruas jalan di komplek ini di jadikan parkiran mobil-mobil pengunjung yang
datang.

BAB V
PENUTUP
A.
B.

Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai