Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ayu Lestari M.

Siri

NIM : D52114314

Pola Persebaran Permukiman


Pola permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal
menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya (Subroto, 1983:176). Permukiman
dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah dimana penduduk
terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan lingkungan setempat, untuk
mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya (Martono dan Dwi,
1996:abstrak). Pengertian pola dan sebaran permukiman memiliki hubungan yang sangat erat.
Sebaran permukiman membincangkan hal dimana terdapat permukiman dan atau tidak
terdapat permukiman dalam suatu wilayah, sedangkan pola permukiman merupakan sifat
sebaran, lebih banyak berkaitan dengan akibat faktor-faktor ekonomi, sejarah dan faktor
budaya. Ada beberapa cara untuk mengukur pola permukiman, salah satunya dengan rumusan
analisis tetangga terdekat (T). Dalam teknik analisis ini apabila T=0 berarti pola permukiman
mengelompok, T=1 pola permukiman random (menyebar tidak merata) sedang T=2,15 maka
pola permukimannya seragam.

pola sebaran permukiman

Gambar 2.1 Pola Persebaran Permukiman

Matriks Indeks Sentralitas

Matriks indeks sentralitas merupakan bagian dari matriks fungsi wilayah atau yang
sering disebut dengan analisis fungsi yang merupakan analisis terhadap fungsi-fungsi
pelayanan yang tersebar di wilayah studi, dalam kaitannya dengan berbagai aktivitas
penduduk/masyarakat, untuk memperoleh/memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut (Riyadi,
2003:110).
Indeks sentralitas dimaksudkan untuk mengetahui struktur/hierarki pusat-pusat
pelayanan yang ada dalam suatu wilayah perencanaan pembangunan, seberapa banyak fungsi
yang ada, berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang dilayani serta seberapa besar
frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan wilayah permukiman (Riyadi,
2003:118). Frekuensi keberadaan fungsi menunjukkan jumlah fungsi sejenis yang ada dan
tersebar di wilayah tertentu, sedangkan frekuensi kegiatan menunjukkan tingkat pelayanan
yang mungkin dapat dilakukan oleh suatu fungsi tertentu di wilayah tertentu.

Analisis Pola Permukiman


Di dalam melakukan suatu analisis pengembangan wilayah, permukiman merupakan
salah satu faktor penting untuk dikaji dalam suatu analisis sistem permukiman. Keberadaan
permukiman pada wilayah akan mempengaruhi situasi dan kondisi lingkungan wilayah yang
bersangkutan, baik terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan maupun aspek
kondisi fisik alam dan aspek biotik. Artinya pengaruh keberadaan permukiman akan
menciptakan suatu sistem keterkaitan yang luas. Salah satu pendekatan yang diperlukan
dalam pengembangan suatu wilayah atau perencanaan lingkungan permukiman adalah
dengan menganalisis sistem permukiman dengan maksud untuk mengkaji hal-hal sebagai
berikut.

1. Sebaran dari konsentrasi kegiatan permukiman perdesaan serta kaitannya dengan kegiatan-
kegiatan produksi di sekitarnya.

2. Sistem pusat-pusat permukiman perkotaan/sistem kota mencakup: fungsi kota (pusat


kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan sosial, ekonomi dan jasa transportasi), hirarki kota
(sebagai pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal), serta keterkaitan antarkota, antara kota
dengan kawasan produksi/kawasan perdesaan yang dipengaruhi oleh pola jaringan
transportasi.

Analisis pola permukiman merupakan salah satu model analisis sistem permukiman,
yang memberikan gambaran tentang karakteristik satuan permukiman/pusat permukiman
yang ada dimana penduduk tinggal dan melakukan kegiatan dan melakukan kegiatan sosial
ekonomi yang memberikan share atau kontribusi terhadap pembangunan wilayah/kawasan.
Analisis pola permukiman dilakukan dengan menggunakan dua peralatan analisis dasar yaitu:
analisis pertumbuhan permukiman (analisis hirarki) serta analisis fungsi permukiman.
Perguruan Tinggi, sebagai salah satu Contoh Pemicu Perkembangan Wilayah
Setiap pusat-pusat kegiatan masyarakat atau keramaian, seperti kantor-kantor
pemerintah, perguruan tinggi, perumahan, dan perumahan yang berada di DIY. memberikan
pengaruh dan memicu pertumbuhan permukiman di sekitarnya. Pada waktu sebelum
pengembangan wilayah pada suatu kawasan dilaksanakan atau pusat-pusat kegiatan
masyarakat tersebut berkembang, pertumbuhan permukiman berjalan dengan normal. Di
wilayah DIY. perkembangannya mengikuti pola permukiman radial yang berkembang ke arah
pola permukiman linear.
Daerah pusat kegiatan (central business district). mempengaruhi dinamika masyarakat
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Park
(1936) dalam Hadi Sabari Yunus (2000), masyarakat manusia terorganisir ke dalam 2 tingkat
yaitu natural dan kultural. Pada tingkat natural ini masyarakat secara alamiah mempunyai
keinginan untuk memenuhi kebutuhan tempat untuk tinggal, mengembangkan keturunan, dan
membutuhkan tempat untuk mencari makan. Kemudian proses ini berkembang semakin
kompleks ke arah tingkatan kultural, karena manusia tidak lagi hanya dipandang sebagai
makhluk hidup saja tetapi dipandang sebagai makhluk berbudaya dan beragama yang
mempunyai kekuatan mencipta, berkarsa, berkarya, yang selalu berkembang baik dalam
kaitannya dengan hubungan manusia (baik individu/grup) dengan manusia lain, dengan
lingkungannya maupun dengan Tuhannya.
Dengan terciptanya pusat kegiatan baru tersebut masyarakat sekitar memanfaatkannya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan
dilakukan masyarakat sekitar wilayah pengembangan. Sebagai contoh dengan tumbuhnya
pusat kegiatan perguruan tinggi, masyarakat kemudian memanfaatkan peluang dengan
mendirikan warung atau rumah makan. Mahasiswa memerlukan kebutuhan akan makanan
secara cepat dan praktis, sehingga pola-pola makanan siap saji (fast food), warung-warung
kaki lima, restoran berkembang membentuk pola permukiman baru di sepanjang jalan di
sekitar lokasi kampus. Keberadaan rumah kos mahasiswa berkembang secara permanen pada
lahan-lahan terbuka, bahkan para pengusaha yang berasal dari luar wilayah berdatangan
melakukan investasi pembelian tanah untuk didirikan sebagai bangunan kos kontrakan
dengan jumlah kamar yang banyak. Masyarakat sekitar yang merupakan masyarakat
perdesaan terpengaruh pula untuk membangun tiga atau lima kamar untuk dikontrakkan.
Bentuk permukiman yang semula tradisional berkembang menyesuaikan ke bentuk
permukiman yang praktis untuk kontrakan. Luas ruangan di dalam rumah yang semula lebar
dipetak-petak terbagi menjadi kamar-kamar untuk memenuhi kebutuhan kontrakan yang
mengalami kecenderungan terus meningkat. Permukiman makin meluas dan menutupi lahan
di kawasan ini.
Usaha-usaha retail, barang-barang kelontong, foto copy dan penjilidan, alat-alat tulis,
super market, cuci motor-mobil, service motor-mobil dan lain-lain mengalami pertumbuhan
pesat membentuk permukiman permanen maupun non permanen. Pertumbuhan permukiman
secara cepat mengikuti pola linear di sepanjang jalan maupun gang-gang yang menuju ke
arah rumah kontrakan para mahasiswa.
Perkembangan pola permukiman tersebut merupakan konsekuensi sebagai sarana
pemenuhan fasilitas para mahasiswa, dosen dan karyawan. Permukiman pada kawasan di
sekitar kampus pada awal sebelum kampus tersebut didirikan merupakan bentuk permukiman
perdesaan, jauh dari permukiman perkotaan. Pusat keramaian dan kegiatan terdekat dengan
lokasi kampus tersebut lama kelamaan akan menjadi satu dan terjadi perubahan yang sangat
cepat, dimana dilihat dari suasana permukiman masih perdesaan tetapi gaya kehidupan sudah
bernuansa perkotaan. Keadaan seperti ini sangat disenangi oleh para eksekutif, pengusaha
dan masyarakat kota, mereka telah jenuh dengan suasana kota yang bising, padat dan penuh
dengan polusi. Suasana perdesaan namun sarana dan fasilitas perkotaan semua terpenuhi akan
memberikan kenyamanan, sehingga bermunculan rumah tempat tinggal baru dengan
arsitektur modern dalam perumahan terpisah sendiri maupun dalam bentuk perumahan real
estate mulai dari komplek perumahan sederhana, menengah maupun mewah. Mengikuti
pertumbuhan akibat adanya perguruan tinggi, perkembangan akhirnya adalah membentuk
pola permukiman yang beragam dan kompleks mulai dari linear mengikuti jalan dan gang di
sekitar wilayah kampus, maupun pola permukiman yang terserak (dispersed) sebagai akibat
tumbuhnya lingkungan baru dari komplek perumahan, kontrakan dan fasilitas penunjang
pelayanan lainnya.
Pertumbuhan permukiman akan terus terjadi beringingan dengan peningkatan
kebutuhan masyarakat. Hal ini harus dilakukan perencanaan sedini mungkin terhadap
kemungkinan pertumbuhan pola permukiman yang baru, perencanaan lingkungan
permukiman dilakukan untuk mengurangi resiko dampak negatif yang akan dapat
ditimbulkan dengan adanya pertumbungan permukiman. Pemerintah, masyarakat, swasta dan
lembaga sosial lainnya harus secara terpadu memberikan kontrol terhadap pertumbuhan
permukiman ini, mengingat permasalahan yang akan ditimbulkan sangat kompleks.
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam tindakan kebijakan perlu
dibuat dengan memperhatikan aspek lingkungan, dan harus dilaksanakan secara konsekuen
dan penuh rasa tanggung jawab.

Efektivitas Pola Permukiman


Pola permukiman yang tumbuh dalam setiap pengembangan wilayah sangat potensial
mengalami perkembangan dengan pesat. Hal ini dimungkinkan karena sudah adanya sarana
prasarana fasilitas yang mendukung kebutuhan masyarakat. Fasilitas pelayanan minimal
sudah tersedia dan mudah dijangkau, yaitu listrik, air minum, kantor pos, bank, kesehatan,
telepon, pasar dan pendidikan. Pola jaringan tansportasi tersedia, sehingga sarana
aksesibilitas dapat menjangkau dan meningkatkan keterkaitan fungsional dan ekonomi antar
wilayah, antar kawasan, antara wilayah dengan kawasan produksi baik dalam hal
pengumpulan hasil produksi, pusat kegiatan jasa transportasi dan pusat distribusi barang dan
jasa merupakan sarana penghubung yang membuka akses dan peluang pola permukiman
untuk selalu berkembang.
Tingkat pelayanan prasarana transportasi yang ada sekarang mempunyai
kecenderungan meningkat terus, hal ini terlihat mulai nampak gejala terjadi kemacetan
apabila melalui jalun di sekitar wilayah permukiman. Masyarakat mudah memenuhi
kebutuhan hidupnya karena telah tersedia, tetapi keterbatasan dalam hal ekonomi
memungkinkan ketersediaan sarana dan prasarana tadi menjadi tidak efektif untuk
dimanfaatkan. Hal ini perlu diperhatikan dalam perencanaan lingkungan permukiman yang
terpenting adalah bagaimana memberdayakan potensi masyarakat sekitar untuk memperoleh
secara langsung manfaat tersebut dalam bentuk wujud yang nyata, menuju kepada
peningkatan pendapatan serta keadilan sosial.
Komitmen bersama dalam perencanaan diperlukan untuk menekan perkembangan
wilayah yang semula perdesaan ini tetap akan dipertahankan sebagai wilayah perdesaan
(rural) yang mempunyai ciri mata pencaharian masyarakat agraris lebih dari 25% dan
kepadatan penduduk kurang dari 50 juta per hektar, atau mau ditingkatkan menjadi wilayah
perkotaan (urban).

Sumber :

https://theplanner.wordpress.com/2008/02/22/matriks-indeks-sentralitas/

https://theplanner.files.wordpress.com/2008/02/pola-persebaran-permukiman.jpg

http://totoksuharto.blogspot.co.id/2010/02/analisis-pola-permukiman-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai