PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Makalah
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dra.Rosni,
M.Pd., selaku Dosen yang telah mengajarkan mata kuliah Geografi Sosial, serta tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada orang tua kami yang telah menyediakan fasilitas. Tanpa jasa kedua
orang tua kami, tugas ini tidak dapat terselesaikan.
Untuk kedepannya, semoga tugas ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan untuk
kepentingan belajar. Tentu kami menyadari bahwa tugas yang kami buat ini memiliki banyak
kesalahan, karena itu dengan penuh kerendahan hati kami mohon maaf. Saran disertai kritik
yang membangun dengan kerendahan hati kami menerima demi kesempurnaan makalah yang
kami buat ini.
Penulis
KELOMPOK 4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Permukiman merupakan tempat dimana masyarakat terintegrasi dalam satu kesatuan dan
terjadi hubungan kerja sama demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Permukiman merupakan suatu proses dimana awalnya manusia berkumpul dan tinggal
bersama pada tempat-tempat tertentu (Marpaung dan Alip, 2009). Kemudian manusia tersebut
hidup secara berkelompok yang didasari oleh hubungan kekerabatan, status kemasyarakatan
ataupun pekerjaan yang sama. Seiring dengan berjalannya waktu, maka terbentuklah suatu area
hunian dengan latar belakang masyarakat yang beragam. Proses terbentuknya suatu area hunian
manusia terjadi melalui proses yang panjang. Proses inilah yang dinamakan sejarah atau asal usul
terjadinya suatu permukiman.
Sejarah mempunyai peran penting dalam menjelaskan suatu kronologis peristiwa yang
terjadi, dimana selalu ada kesinambungan antara kejadian sebelumnya dengan kejadian
selanjutnya. Menurut Kevin Lynch, bentuk permukiman terjadi sangat didukung oleh fungsi
utamanya. Fungsi utama tersebut dipengaruhi oleh ide-ide masyarakat yang menghuni suatu
permukiman. Ide-ide tersebut selalu dilatarbelakangi oleh peristiwa-peristiwa yang menjadi basis
terciptanya suatu bentuk (Kostof, 1991). Terbentuknya suatu permukiman tidak terlepas dari
tokoh dibalik pendirinya. Pendiri atau pencipta suatu permukiman bisa berasal dari kalangan
apapun. Militer, pejabat pemerintahan, pengusaha, peneliti, penjajah maupun tokoh agama bisa
dikategorikan pendiri suatu permukiman (Kostof, 1991 : 12). Seperti yang dilakukan Olmsted
pada tahun 1869 dalam merancang kawasan desa Riverside di Kota Illinois, Amerika Serikat
(Gambar 2.1).
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa Olmsted merancang suatu tapak yang tadinya
terlihat rata menjadi sesuatu yang berkarakter. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari pola
sirkulasi jalannya yang berliku dan penyusunan blok-blok yang memiliki ciri khas dari kawasan
tersebut. Penyusunan blok-blok dan pola sirkulasi jalan yang berliku memberikan kesan romantis
sehingga membuat kawasan tersebut memiliki keunikan. Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa
seorang arsitek dalam merancang suatu kawasan harus memiliki dasar pemikiran. Begitu juga
halnya dengan masyarakat yang menciptakan suatu area hunian yang menjadi tempat tinggal
mereka. Suatu bentuk kawasan ataupun permukiman yang diciptakan oleh seseorang haruslah
memiliki dasar pemikiran yang dapat membuat kawasan tersebut memiliki ciri khas.
(Sumber:
http://www.fredericklawolmsted.com/riverside.html)
Pada dasarnya bentuk permukiman terdiri dari dua jenis, yaitu permukiman terencana dan
permukiman tidak terencana. Permukiman terencana merupakan suatu area hunian yang
dirancang oleh seseorang tokoh. Permukiman ini biasanya berbentuk grid, lingkaran atau poligon
dengan sirkulasi jalan berbentuk radial dan berasal dari pusat permukiman. Permukiman tidak
terencana berkembang sesuai dengan berjalannya waktu. Permukiman ini biasanya memiliki
beberapa keunikan antara lain bentuknya yang tidak beraturan, sirkulasi jalan yang berliku, dan
munculnya lorong-lorong di sekitar bangunan (Kostof, 1991:43). Sedangkan terbentuknya
permukiman tidak terencana dapat dijelaskan melalui proses dimana awalnya individu
mendatangi suatu kawasan tertentu dan kemudian bermukim di kawasan tersebut yang
disebutkan oleh F. Castagnoli dalam bukunya yang berjudul Orthogonal Town – Planning in
Antiquity, 1971 (Kostof, 1991: 43). Kemudian individu tersebut akan menghasilkan keturunan
sehingga pada permukiman tidak terencana mayoritas penduduknya memiliki hubungan saudara.
Permukiman yang terbentuk tidak terencana tidak selalu sudah jelas, karena adanya unsur
campuran antara sifat yang statis dan dinamis (Krier, 1997). Bangunan dan aspek fisik yang
mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan dianggap sebagai elemen statis. Jalan sebagai
ruang penghubung merupakan elemen dinamis (Mc Clusky, 1979). Jalan merupakan ruang luar
utama dan komponen dasar dari permukiman (Oktay, 1998). Secara umum, bentuk dari
permukiman tidak terencana menurut Fernandez (2011) adalah bentuk grid teratur, bentuk grid
tidak teratur, bentuk dengan koridor sentral dan bentuk dengan koridor pusat. Bentuk
permukiman tidak terencana dengan grid teratur memliki bentuk grid urban dengan jalan yang
paralel dan melintang dengan dimensi yang hampir seragam. Hal ini biasa terjadi pada lahan
yang relatif datar. Bentuk yang teratur ini mengikuti kondisi lahan dan sangat memungkinkan
untuk menemukan kekacauan konfisgurasi pada lahan yang datar.
Bentuk kota atau kawasan merupakan hasil proses budaya manusia dalam menciptakan
ruan kehidupannya, sesuai kondisi site, geografis, dan terus berkembang menurut proses sejarah
yang mengikutinya. Menurut Kostof (1991), peran dan perkembangan masyarakat sangat
berpengaruh dalam suatu proses pembentukan suatu kawasan. Sehingga terbentuknya pola suatu
kawasan akan terus berkembang sebagai proses yang dinamis dan berkesinambungan tanpa suatu
awal dan akhir yang jelas.
Kota lahir dan berkembang secara spontan, diatur menurut pendapat masyarakat secara
umum yang dipengaruhi oleh adat istiadat, kepercayaan, agama, sesuai dengan kondisi alamiah,
sehingga lahir suatu pola kota organik yang berorientasi pada alam, dan mempunyai sosial yang
kuat. Berkembangnya masyarakat baik kuantitas maupun kualitas menuntut terbentuknya suatu
kota yang lebih teratur, agar lebih mudah dan terarah pengorganisasiannya melalui pola grid.
Sehingga bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa kedua faktor alam dan faktor aspirasi masyarakat
tersebut saling dikombinasikan untuk menghasilkan suatu pola yang harmonis antara kehidupan
manusia dan lingkungan alamnya.
Pola permukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik
daerahnya. Kondisi fisik yang dimaksud antara lain meliputi iklim, kesuburan tanah, dan
topografi dan ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di wilayah tersebut. Pengaruh
kondisi fisik ini sangat terlihat pada pola permukiman di daerah pedesaan, sedangkan di daerah
perkotaan kurang begitu jelas, mengingat penduduk kota sangat padat, kecuali yang bertempat
tinggal sepanjang aliran sungai, biasanya membentuk pola linear mengikuti aliran sungai.
Menurut Bintarto, ada tiga pola permukiman penduduk dalam hubungannya dengan
bentang alamnya, yaitu sebagai pola persebaran pemukiman penduduk dipengaruhi oleh keadaan
iklim, keadaan tanah, tata air, topografi dan ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di
wilayah tersebut. Ada tiga pola pemukiman penduduk dalam hubungannya dengan bentang
alamnya, yaitu sebagai berikut:
Beberapa pola persebaran penduduk dengan lokasi dan iklim yang berbeda akan dikemukan
dibawah ini :
1. Fenyebaren Penduduk di daerah iklim hujan tropik
2. Di daerah-daerah tropis yang banyak hujannya menyebabkan adanya daerahdaerah
kosong yang luas, misalnya Amazone dan Kongo. Di daerah ini selain faktor hujan yang
menjadi penphalarg bagi perkembangan penduduk, juga serangga yang berbisa atau
penyaldt tropis. Di daerah daerah ini kebanyakan penduduk tinggal di sepanjang sungai
yang merupakan sumber ais baçi kehidupannya dan peruniannya dan menjadi medium
hubungan melalui sungai dengan dunia luar. Apak lain alah di Jawa, Nigeria Selatun,
Sailan dan beberapa tempat di kepulauan Filipina, periduduknya padat, kanna adanya
pengaruh vukanisme dan hujan yang cukup menyuburkan tanahnya.
3. Penyebaran Penduduk Gurun tropis
4. Gurun tropis pada umumnya berpenduduk sangat jarang. Persediaan aimya kurang sekali.
Kerapatan penduduk di daerah Waha dan Oase sangat berbeda-teda, Karakteristik ialah
Mesir Penduduk di luar Delta Ni dan lembah Nil berjumlah sekiter so ribu. sedang
jumlah penduduk Mesir ada 22 juta. Di Australia, daeråh gurun merupakan tanah-tanah
yang kosong. karena curah hujan yang sedikit dan tanah yarg tidak subur. Seluruh
Australia di sebelah barat daya hampir tidak mempunyai nilai lagi bagi orang-orang yang
sudah beradap. Pantai Peru tidak didiami orang kecuali di darah-daerah hujan yang
sempit memanjang dimana terdapat aliran-aliran sungai yang mengalir dari Andes ke
Pasifik. Gurun Atacama di Chili adalah kosong. Demikian juga Gurun Colorado Sanora
hampir tidak berpenduduk, kecuali lembah Imperial.
5. Penyebaran renduduk di dacrh iklim Subtropik-Laut-Tengah.
6. Pada lintang yang sama, ternyata iklim laut tengah lebi jarang penduduknya dari pada
iklim subtropics. Hal ini disebabkan adanya perbedaan waktu musim jatulunya hujan.
Daerah batas sebelah timur jatuhnya hujan pada musim panas, yakni pada waktu mereki
memerlukan air untuk menanam sedang di dacrah balas sebelah barat, hujan jatuh pada
waktu yang tidak diperlukan.
7. Penyebaran penduduk di daerah iklim Sub Polar
8. Penduduk di daerah sedikit, karena :
a. Vegetasi dan hewan yang jarang
b. Perhubungan yang sangat sulit.
c. Banyaknya kematian karena kelaparan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Bale, Jhon. 1991. Geografi Sosial. Jakarta: U.P. Gajah Mada. BPS. 1996.