Anda di halaman 1dari 173

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangannya suatu kota memiliki karakteristik bentuk yang
disebut dengan morfologi kota, yang terbentuk karena adanya interaksi baik secara
spasial atau kegiatan masyarakat didalamnya. Morfologi kota yang terbentuk
berupa wujud fisik kota tersebut, wujud fisik kota itu terbentuk utamanya karena
kondisi fisik wilayah dan juga kegiatan masyarakat. Analisis morfologi kota
didasarkan pada areal yang secara fisik menunjukan kenampakan perkotaan
(townscape). Areal yang berbatasan dengan areal yang bukan kota disebut built up
area. Percepatan pertumbuhan kenampakan fisik kekotaan tidak sama untuk setiap
bagian terluar kota, maka bentuk morfologi kota yang terbentuk akan sangat
bervariasi. Seiring dengan berjalannya waktu perkembangan perkotaan akan terus
mengalami perubahan dan terus bergerak untuk mencari ruang-ruang baru dalam
pembentukan wilayah perkotaan. Permasalahan yang kerap timbul dalam
perkembangan kota adalah persoalan politik, sosial, ekonomi, budaya, teknologi
dan aspek fisikal.
Salah satu aspek fisikal perubahan morfologi kota disebabkan perkembangan
perumahan dan permukiman yang berpengaruh terhadap ketersediaan lahan yang
semakin berkurang. Perkembangan perumahan akhir-akhir ini meningkat dengan
pesat, hal tersebut disebabkan oleh karena tuntutan yang sangat tinggi dan
mendesak akan kebutuhan perumahan sebagai tempat tinggal. Perumahan
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting
dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan persoalan yang
sangat dominan dalam kelangsungan hidup manusia untuk menjalankan segala
aktivitasnya.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, ditetapkan bahwa pembangunan
perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu
kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan
kehidupan, memberi arah pada pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja
serta menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan dan pemerataan

1
kesejahteraan rakyat. Sehubungan dengan itu upaya pembangunan perumahan dan
pemukiman terus ditingkatkan untuk menyediakan perumahan dengan jumlah yang
makin meningkat, dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat terutama
golongan yang berpenghasilan rendah dan dengan tetap memperhatikan
persyaratan, minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman,
dan serasi.

Perumahan dan permukiman merupakan permasalahan yang akan selalu


berkembang sejalan dengan pertambahan penduduk. Intensitas pembangunan
dikota yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan lahan untuk
pembangunan perumahan dan permukiman, fasilitas umum, prasarana maupun
kebutuhan lainnya akan semakin meningkat. Sejalan dengan meningkatnya
kebutuhan lahan bagi pembangunan perumahan dan permukiman, terjadi pula
perkembangan nilai lahan baik nilai sosial maupun ekonomisnya. Ketersediaan
lahan kota yang terbatas, membawa dampak semakin sulitnya memperoleh lahan
yang selanjutnya membuat harga lahan terus meningkat. Sementara itu kebutuhan
akan hunian bagi penduduk kota harus dipenuhi mengakibatkan lokasi hunian
bergeser kearah pinggiran kota. Dalam perkembangan perumahan dan pemukiman,
termasuk pembangunan kota-kota baru, perlu diperhatikan kondisi dan
pengembangan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, laju pertumbuhan penduduk
dan penyebarannya, pusat-pusat produksi dan tata guna tanah dalam rangka
membina kehidupan masyarakat yang maju.

Perkembangan perumahan dan permukiman mempunyai andil fisik terbesar dalam


pertumbuhan kota. Permintaan tempat tinggal pasti akan selalu meningkat dari
tahun-ketahun. Hal yang sama terjadi juga di Kecamatan Malalayang yang
merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kota Manado. Berdasarkan RTRW
Kota Manado Tahun 2014 - 2034 kawasan untuk peruntukan perumahan
Kecamatan malalayang termasuk dalam kepadatan sedang dan pengembangan
perumahan diarahkan secara vertikal yang berupa rumah susun dan apartemen.
Luas wilayah Kecamatan Malalayang berdasarkan data BPS Manado tahun 2015
adalah 2.975 Ha dan memiliki jumlah penduduk sekitar 56.344 jiwa. Kondisi ini
membuat kebutuhan akan tempat hunian semakin tinggi sehingga pembangunan
kawasan perumahan dan permukiman tak dapat dihindarkan

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka ditentukan rumusan masalah sebagai


berikut: perubahan morfologi kota di Kecamatan Malalayang

1.3 Tujuan Penelitian

1.Mengidentifikasi Perubahan Morfologi Kota di Kecamatan Malalayang.


2.Menganalisis Komponen Morfologi Kota di Kecamatan Malalayang.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Lokasi Penelitian penelitian berada dikecamatan Malalayan Kota Manado, luas
wilayah Kecamatan Malalayang 2975,9 Ha dan Kecamatan Malalayang terdiri dari
9 kelurahan.

 Kelurahan Malalayang I
 Kelurahan Malalayang II
 Kelurahan Malalayang I Barat
 Kelurahan Malalayang I Timur
 Kelurahan Winangun I
 Kelurahan Winangun II
 Kelurahan Bahu
 Kelurahan Kleak
 Kelurahan Batukota
Batas administrasi Kecamatan malalayang yaitu:

 Sebelah Utara dengan : Kecamatan Sario


 Sebelah Timur dengan : Kecamatan Pineleng
 Sebelah Selatan dengan: Kecamatan Pineleng
 Sebelah Barat dengan : Laut Manado

3
1.5 Kerangka Pemikiran

Kebutuhan Masyarakat Kota

Perkembangan
Perubahan Tata Guna
Permukiman
Lahan

Morfologi Kota

Jarinagn jalan Fungsi bangunan Sistem Plot

Kesimpulan

4
BAB 11
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Morfologi Kota

Morfologi terdiri dari suku kata yaitu morf yang berarti bentuk dan logos
yang berarti ilmu. Secara sederhana morfologi kota berarti ilmu yang
mempelajari produk bentuk-bentuk fisik kota secara logis. Morfologi
merupakan pendekatan dalam memahami bentuk logis sebuah kota sebagai
produk perubahan sosio-spatial. Disebabkan karena setiap karateristik sosial-
spasial di setiap tempat berbeda-beda maka istilah morfologi sangat erat
kaitannya dengan istilah tipologi. Secara sederhana, morfologi berarti ilmu
tentang bentuk. Dalam kontek perkotaan, Carmona et al (2003: 61) berpendapat
bahawa morfologi adalah studi mengenai Form dan Shape dari lingkungan
permukiman.

Form berarti bentuk yang dapat diamati dan merupakan konfigurasi dari
beberapa objek, sementara Shape adalah fitur geometrik atau bentuk eksternal
dan outline dari sebuah benda. Meskipun memiliki pengertian yang hampir
sama, kedua kata ini (form dan shape) memiliki pemahaman dasar yang bebeda,
dimana form menegaskan bentuk yang terdiri dari berbagai unsur dan masing-
masing unsur dapat diamati secara jelas karakteristiknya serta secara visual,
masing-masing unsur tersebut berada dalam satu kesatuan (konfigurasi).
Sebagai contoh: sebuah koridor jalan secara visual terbentuk dari deretan
bangunan dengan ketinggian tertentu dan tersusun dalam jarak tertentu dari
batas jalan. Shape menekankan bentuk eksternal dari Form, atau dengan kata
lain siluet yang dalam konteks Townscape sering disebut sebagai skyline.
Sekumpulan objek yang terletak di atas permukaan tanah akan membentuk pola
tertentu (shape), seperti linier, grid, konsentris, radial, klaster, dan lain
sebagainya.

Kata kunci lainnya adalah ‘lingkungan permukiman’, kata kunci ini


demikian penting sebab dalam literatur-literatur perencanaan dan perancangan
kota disebutkan bahwa peradaban dimulai dari kegiatan bermukin.

5
Kompleksitas dalam pertumbuhan permukiman kemudian membentuk unit-unit
lingkungan yang lebih besar yaitu kota. Jadi lingkungan kota tidak akan dapat
dipisahkan dari lingkungan permukiman.

Morfologi bukan kajian yang statis, dimana hanya mempelajari bentuk fisik
seperti ketinggian bangunan dalam suatu bentang kota (townscape), melainkan
justru berusaha menggali proses yang melatarbelakangi perubahan dan
dinamika terbentuknya lingkungan perkotaan dengan lingkungan fisik sebagai
representasinya. Dengan demikian dengan mempelajari morfologi, seorang
perancang kota dapat tanggap akan keberadaan pola-pola lokal dari proses
terbentuk dan terbangunnya suatu lingkungan perkotaan (Carmona et al. 2003:
61).

Markus Zahn memberi pengertian istilah morfologi sebagai formasi sebuah


objek bentuk kota dalam skala yang lebih luas. Morfologi biasanya digunakan
untuk skala kota dan kawasan. Sedangkan tipologi sebagai klasifikasi watak
atau karakteristik dari formasi ojek-objek, bentukan fisik kota dalam skala lebih
kecil. Istilah tipologi lebih banyak digunakan untuk mendefinisikan bentuk
elemen-elemen kota seperti jalan, ruang terbuka hijau, bangunan dan lain
sebagainya.

Menurut pendekatan morfologi, kota dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Menurut Kostof bahwa kota adalah tempat kumpulan bangunan dan


manusia. (cities are places made up of buildings and people)
b. Menurut Sandi siregar. Kota adalah artefak yang dihuni. Kota sebagai
lingkungan buatan manusia yang memperlihatkan karya engineering besar
dan kompleks, terdiri dari kumpulan bangunan (dan elemen-elemen fisik
lainnya) serta manusia dengan konfigurasi tertentu membentuk satu kesatua
ruang fisik (phsycal spatial entity)
c. Menurut E.N. Bacon bahwa kota adalah artikulasi ruang yang memberikan
suatu pengalaman ruang tertentu kepada partispator.
d. Menurut Ali Madanipour bahwa Kota adalah kumpulan berbagai bangunan
dan artefak (A collection of buildings and artefact) serta tempat untuk
berhubungan sosial.

6
e. Kota menurut Gallion and Eisner (1992: 64) adalah suatu laboratorium
tempat pencarian kebebasan dilaksankan dan percobaan-percobaan diuji
mengenai bentukan-bentukan fisik. Bentukan-bentukan fisik kota adalah
perwujudan kehidupan manusia, polanya dijalin dengan pikiran dan tangan
yang dibimbing oleh suatu tujuan. Bentukan fisik kota terjalin dalam aturan
yang juga mengemukakan lambang-lambang pola-pola ekonomi, sosial,
politis, dan spiritual serta peradaban masyarakatnya. Kota adalah tempat
mengaduk kekuatan-kekuatan budaya dan rancangan kota merupakan
ekspresinya.

2.2 Ruang Lingkup Kajian Morfologi Kota

 Kajian Morfologi kota


A. Kajian Morfologi Kota secara struktural
Analisi struktural menyatakan adanya pemisahan tingkat-tingkatan yang
dikaitkan dengan tastes, preferences dan life styles. Seperti yang
diungkapkan oleh Alonso yang menggunakan pembagian Zona konsentris
dari Burgess untuk menjelaskan spatial distribution-residential mobility
(Yunus, Struktur Tata Ryang Kota, 2000)
B. Kajian Morfologi Kota secara fungsional
Pada tahun 1748 Giambattista Nolli (Zhand, 1999), seorang arsitek italia,
menemukan suatu cara analisis suatu tekstur perkotaan dari segi fungsi
massa dan ruang serta bagaiman hubungannya secara fungsional. Adapun
cara yang harus dilakukan yaitu dengan menunjukan secara analisis semua
massa dan ruang perkotaan yang bersifat publik (dan semipublik) ke dalam
suatu gambaran figure / graund secara khusus. Cara analisis tersebut diberi
nama Nolliplan yaitu semua massa yang bersifat publik atau semipublik
tidak lagi diekspresikan sebagai massa (dengan warna hitam), melainkan
digolongkan bersama tekstur ruang (warna putih).
C. Kajian Morfologi Kota secara Visual
Kajian morfologi kota secara visual dapat dilihat pada analisa linkage
(penghubung) yang membahas hubungan sebuah tempat dengan yang lain
dari berbagai aspek sebagai generator (pergerak) perkotaan. Dalam analisa

7
linkage dikemukakan tiga pendekatan diantaranya linkage visual. Dalam
linkage visual dua atau lebih banyak fragmen (bagian atau pecahan sesuatu)
kota dihubungkan menjadi satu kesatuan secara visual.
 Herbert, lingkup kajian morfologi kota ditekankan pada bentuk-bentuk
fisikal dari lingkungan kekotaan yang dapat diamati dari kenampakannya,
meliputi unsur:
1. Sistem jalan-jalan yang ada,
2. Blok-blok bangunan baik daerah huniam ataupun bukan
(perdagangan / industri),
3. Bangunan-bangunan individual.
 Smailes menekankan lingkup kajian morfologi meliputi:
1. Penggunaan lahan (land use),
2. Pola-pola jalan (street use)
3. Tipe-tipe bangunan.
 Johnson (1981) memfokuskan pada kajian:
1. Rencana jalan (The plan of streets),
2. Tata bangunan (Buildings), dan
3. Kaitan fungsional jalan dan bangunan (Fungtions performed by
its streets, and buildings)
 Le Corbusier, Charta Athen memfokuskan Kajian kota sebagai konfigurasi
massa, sedangkan Rob krier mengemukakan kota sebagai konfigurasi
ruang. Studi ini dikelompokan dalam teori Figure-ground yang
memfokuskan pada hubungan perbandingan tanah/lahan yang ditutupi
bangunan sebagai massa yang padat (figure) dengan void-void terbuka
(ground). Teori dan metode ini meliputi analisis:
1. Pola
2. Tektur
3. Solid-void sebagai elemen perkotaan

8
2.3 Komponen Morfologi Kota

Meskipun masing-masing pengertian di atas memiliki fokus amatan yang


berbeda, tetapi masing-masing menerapkan disiplin yang sama, yaitu adanya skala
observasi dan komponen observasi. Skala observasi merupakan penjenjangan
tingkat kedetailan pengamatan (resolusi) yang berimplikasi pada jenis komponen
fisik dasar yang observasi.

Secara umum, resolusi pengamatan dalam analisis morfologi antara lain


terdiri dari:

 Plot, merupakan skala pengamatan morfologi dengan resolusi yang


paling rendah karena hanya focus ke komponen-komponen fisik yang
berada pada potongan lahan yang sama. Objek-objek dalam sebuah plot
tidak dibatasi oleh ruas jalan apapun, dengan demikian kita dapat
menemukan komponen bangunan dan guna lahan di dalamnya. Plot
yang terdiri dari beberapa kapling biasanya disebut blok.
 Distrik, merupakan sekumpulan plot beserta komponen fisik di
dalamnya yang di hubungkan oleh ruas-ruas jalan. Distrik sudah dapat
memperlihatkan kompleksitas kawasan karena didalamnya dapat
diamati sebaran blok dengan karakteristik fisik lingkungan dan
demografi.
 Kota, secara morfologi merupakan satu kawasan wilayah dengan
kompleksitas struktur dan pola ruang sebagai pusat permukiman.
 Wilayah, merupakan satu kesatuan wilayah yang tersusun dari pusat-
pusat permukiman secara berjenjang.
A. Komponen Morfologi: Muratorian.
Pendekatan ini menganggap tipologi bangunan merupakan akar dari bentuk
kota (Moudon, 1997). Dengan demikian, selain mempergunakan empat
skala amatan (bangunan / plot, distrik, kota dan wilayah), pendekatan ini
mempergunakan empat aspek analisis, antara lain:
1. Elemen Desain, yaitu komponen-komponen yang mendukung
kelengkapan desain, misalnya bangunan terdiri dari atap, pintu, dan

9
lain sebagainya; suatu distrik terdiri dari bangunan-bangunan dan
ruang terbuka, dan lain sebagainya.
2. Struktur internal elemen, yaitu posisi atau hubungan antara elemen
desain, misalnya sebaran ruang terbuka hijau menurut sebaran
bangunan, dan lain sebaginya. Hubungan antara bentuk dan
kegunaan, yaitu komponen yang menjelaskan bagaimana dimensi
dan proporsi ruang serta komponen fisik lainnya dapat
mengakomodasi fungsi ruang.
3. Aspek formal atau perwujudan fisik, yaitu bagaimana desain
bangunan dan kawasan secara fisik mencerminkan makna dan
kegunaan, misalnya pemakaian tutupan lahan berupa rumput tanpa
pagar pada suatu ruang terbuka menandakan bahwa rumput dapat
dipergunakan sebagai alas duduk atau tempat beristirahat, berbeda
halnya apabila kawasan berumput ini diberi pagar vegetasi atau
komponen pembatas lainnya.

Dalam analisisnya, ada beberapa dalil yang harus diperhatikan, antara


lain:

 Bangunan dan lingkungan tidak dapat dipisahkan.


 Bagian dari sebuah kota tidak dapat dipisahkan dari kota secara
keseluruhan
 Sebuah kota hanya dapat dipahami dari dimensi sejarahnya,
karena kota muncul sebagai suksesi dari reaksi dan proses
pertumbuhan.

B. Komponen Morfologi; Conzenian.


M.G.R. Conzen memandang bahwa sangat perlu untuk memperhatikan tiga
komponen morfologi (Carmona et al. 2003: 61), antara lain:

1. Guna lahan (land Use), Merupakan komponen pokok dalam


pertumbuhan kawasan. Komponen ini dianggap sebagai generator

10
sistem aktivasi (activity system) yang sangat menentukan pola dan
arah pertumbuhan kawasan (Kaiser, 1995). Komponen ini memiliki
tingkat temporalitas yang sangat tinggi dalam hal dapat dengan
mudah berubah, terutama dikaitkan dengan nilai ekonomi yang
dimilikinya. Guna lahan sangat mempengaruhi perwujudan fisik
kawasan, terutama dalam menentukan pengembangan kawasan
terbangun dan tidak tebangun. Beberapa penelitian dan literatur
menjelaskan bagaimana tingkat pencampuran (mixture) guna lahan
sangat mempengaruhi vitalitas kawasan, nilai ekonomi dan
beberapa komponen kualitas lingkungan lainnya (Choi dan Sayyar,
2012; Barton et al, 2003:194).
2. Struktur bangunan, komponen ini merupakan representasi dari
tipologi dalam analisis morfologi dan dapat dibahas dalam dua
aspek, antara lain penataan massa dan arsitektur banguna. Penataan
massa terkait dengan bagaimana bangunan tersebar di dalam tapak
berikut kepadatan dan intensitasnya sementara arsitektur dibangun
lebih kepada perwujudan fisik ruang dan bangunan yang
merepresentasikan budaya, sejarah dan kreatifitas suatu komunitas.
3. Pola plot, komponen ini merupakan fungsi derivative dari guna
lahan, sebagai jalur penghubung, jaringan jalan sangat
mempengaruhi efisiensi dan efektifitas fungsi kawasan, jaringan
jalan sebagai representasi dari ruang publik dan dianggap sebagai
generator inti dari vitalitas kawasan sebagaimana dijelaskan dalam
teori space syntax (Hillier dan Hanson, 1984; Hillier, 2007)

C. Komponen Typo-Morphology.
Moudon menjelaskan bahwa pendekatan Typo-Morphology merupakan
refleksi dari dialektik antara tipologi bangunan dengan morfologi kota.
Tradisi dialektik ini menhendaki adanya analisis untuk menemukan
kebenaran mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam perwujudan
lingkungan bangunan secara horisontal (plan / morphology) dan vertikal
(perwujudan desain arsitektur).

11
Dengan demikian, pendekatan ini mempergunakan komponen-
komponen yang dipergunakan dalam pendekatan tipologi dan morfologi.
Dalam kajian kontemporer mengenai perkotaan, pendekatan ini dapat
dipergunakan untuk menguraikan komponen place dengan memasukan
komponen baru yaitu persepsi mengenai makna. Carmona et al (2003: 89)
menjelaskan konsep yang dipergunakan kevin Lynch dalam menguraikan
komponen place dengan mempergunakan tiga buah atribut, yaitu:
 Identitas
 Struktur
 Makna.
Ketiga atribut ini secara jelas mendefinisikan susunan ruang perkotaan
dalam lima tipologi, yaitu:

 District,
 Edge,
 Path
 Landmark
 Node
(Zhand, 1999).

2.4 Morfologi dan Pertumbuhan Kota

Pertumbuhan Kota dapat dipahami dengan melakukan pengamatan pada


komponen-komponen morfologi, baik dengan mempergunakan pendekatan
Conzenian maupun Tipo-Morfologi. Secara fungsional dan ekonomi, pertumbuhan
kawasan dipengaruhi oleh guna lahan, bangunan, plot dan jaringan jalan. Kawasn
perkotaan terbentuk dari sistem aktivitas yang secara kompleks dihubungkan oleh
jaringan pergerakan, interaksi antara kedua sistem ini, sistem aktivitas dan sistem
pergerkan, membuat kawasan perkotaan memiliki nilai ekonomi atau nilai properti
yang distribusinya sangat dipengaruhi oleh karateristik fisik alamiah dan
keterdukungan kedua sistem tersebut. Conzenian memandang pertumbuhan kota
dapat diamati secara geografis dibantu ilmu peta (kartografi). Dengan

12
mempergunakan peta, sebaran potensi fisik alamiah dan buatan dapat dengan
mudah diobservasi dan dianalisis. Guna lahan, kepadatan bangunan, ukuran dan
penguasaan lahan serta jaringan jalan dapat dipetakan dan dijelaskan secara logis
hubungannya satu sama lain. Sama halnya dengan pendekatan Conzenian,
pendekatan tipo-morfologi juga bekembang dengan adanya ilmu dan teknik
pemetaan. Dalam pendekatan ini, arsitektur kota dipandang sebagai satu kesatuan
dengn komponen teknis (firmness), komponen fungsional (commodity) dan estetika
(delight).

Konsep yang diperkenalkan oleh Vitruvius ini (Adams dan Tiesdell, 2013)
masih dipandang relevan untuk menanggapi kompleksitas permasalahan perkotaan
dimana secara geografis, aspek-aspek fisik perkotaan harus dapat diparalelkan
dengan aspek-aspek kognitif penghuninya. Dalam pendekatan tipo-morfologi,
pertumbuhan kota harus dapat dikendalikan sedemikian rupa agar pemahaman
(kognisi) penghuni akan identitas, struktur dan makna ruang dapat seimbang dengan
pertumbuhan motor pergerak ekonomi dan aktivitas perkotaan. Dewasa ini telah
berkembang beberapa teori kontemporer yang berusaha menjelaskan bagaimana
ruang secara geografis dapat bertumbuh dan mempengaruhi (atau dipengaruhi) oleh
perilaku penghuninya. Para environmentalis mempergunakan iklim mikro (micro
climate) sebagai salah satu parameter perubahan dan pertumbuhan kota yang
diyakini mempengaruhi kognisi dan aktivitas penghuninya, selain juga
mempengaruhi keberlanjutan (sustainability) lingkungan.

Morfologi kota mempengaruhi iklim mikro dengan beberapa cara (carmona


et al. 2003; 85), antara lain:

 Konfigurasi ruang yang akan mempengaruhi efisiensi energi, terutama


energi pergerakan dan polusi.
 Keterbukaan terhadap cahaya matahari dan pengendalian angin melalui
penataan massa bangunan.
 Pengendalian kebisingan dan polusi.
 Pengendalian suhu udara, dimana fenomena urban heat island telah
menjadi isu global dikawasan perkotaan.

13
Pendekatan lain yang merupakan bagian dari perkembangan ilmu
morfologi adalah teori space syntax (Hillier dan Hanson, 1984; Hillier 2007;
Carmona et al, 2003: 171). Teori ini memberi penjelasan logis terhadap
konfigurasi ruang dalam kaitannya dengan perilaku pergerkan manusia.
Pendekatan ini menganggap konfigurasi ruang sebagai akar atau generator
pertumbuhan kawasan yang secara logis berkaitan dengan presepsi dan
perilaku penghuni serta berimplikasi pada beberapa aspek ekonomi ruang
kota seperti nilai guna lahan. Dalam kajian perkotaan kontemporer,
penelitian konfigurasi ruang dengan mempergunakan pendekatan space
syntax diarahkan untuk membangun konsep yang kuat dalam
menggabungkan kawasan lama (historic district) dengan kawaasan baru
(Karimi, 2000). Susunan ruang dianggap sebagai bentuk warisan budaya
yang mengalami perkembangan dalam jangka waktu yang lama. Dalam hal
ini, budaya tidak dianggap sebagai artefak yang mati (Hillier, 2007;30),
tetapi unsur organik yang harus dijaga integritasnya dengan lingkungan
yang baru agar tujuan fungsional, social, budaya, dan lingkungan dalam
pembentukan kawasan perkotaan dapat tercapai.

Morfologi sebagai formasi sebuah objek bentuk kota dalam skala


yang lebih luas. Morfologi perkotaan adalah penataan atau formasi
keadaan kota yang sebagai objek dan sistem yang dapat diselidiki secara
struktural, fungsional, dan visual (Zhand, 1999). Tiga unsur morfologi
kota yaitu unsur-unsur penggunaan lahan, pola-pola jalan dan tipe-tipe
bangunan. Dari sinilah pertama kali muncul istilah “Townscape”
(Smailes, 1955).

Dari pengertian–pengertian tersebut, morfologi kota secara sederhana


dapat diartikan sebagai:

 Bentuk-bentuk fisik kota dengan diketahui secara structural, fungsional


dan visual.
 Morfologi Kota satu dengan Kota lain dapat berbeda-beda, sehingga
morfologi kota ini menjadi pembentuk karateristik atau ciri khas suatu
kota.

14
2.5 Kajian Bentuk-bentuk Kota

Morfologi biasanya digunakan untuk skala kota dan kawasan. Morfologi


kota pada eksistensi keruangan dan bentuk-bentuk wujud karateristik kota yaitu
analisis bentuk kota dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Yunus, struktur tata
ruang kota, 2000). Jadi morfologi kota tidak hanya sebatas menganalisa bentuk kota
tetapi juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk kota
tersebut. (Birkhamshaw, Alex J and Whitehand, 2012) menyatakan bahwa dalam
aspek-aspek urban morfologi, penetapan karateristik perkotaan dari berbagai jenis
bentuk adalah hal yang mendasar terutama dalam kaitannya untuk membedakan
dan melakukan pemetaan wilayah yang kebijakan setiap wilayah juga berbeda-
beda. Dengan adanya teori tersebut maka dalam suatu penelitian morfologi kota,
memerlukan kajian morfologi kota dengan berbagai jenis bentuk atau aspek.

Menurut Conzen dalam Birkhamshaw, Alex J and Whitehand (2012)


morfologi kota memiliki tiga komponen yaitu:

1. Ground Plan (pola jalan, blok bangunan)


2. Bentuk bangunan (tipe bangunan)
3. Utilitas lahan / bangunan.

Analisis bentuk kota meliputi:

A. Bentuk-bentuk kompak
Terdiri atas:
 Bentuk bujur sangkar (the square cities)
 Bentuk empat persegi panjang (the rectangular cities),
 Bentuk kipas (fan shaped cities),
 Bentuk bulat (rounded cities),
 Bentuk pipa (ribbon shaped cities),
 Bentuk gurita atau bintang (octopus / star shaped cities),

15
TABEL 2.1 BENTUK – BENTUK KOMPAK
EKSPRESI KERUANGAN DARI MORFOLOGI KOTA

Gambar/Bentuk Uraian
Kota berbentuk bujur sangkar
menunjukkan adanya kesempatan
Bentuk bujur sangkar (the square cities)
perluasan kota ke segala arah yang relatif
seimbang dan kendala fisikal relatif tidak
begitu berarti. Hanya saja adanya jalur
transportasi pada sisi-sisi memungkinkan
terjadinya percepatan pertumbuhan areal
kota pada arah jalur tersebut.
Dengan melihat bentuk ini mengesankan
Bentuk empat persegi panjang (the
bahwa dimensi memanjang sedikit lebih
rectangular cities)
besar daripada dimensi melebar. Hal ini
dimungkinkan karena adanya hambatan-
hambatan pada salah satu sisinya.
Hambatan-hambatan tersebut berupa
lereng yang terjal, perairan, gurun pasir,
hutan.

Bentuk semacam ini sebenarnya


Bentuk kipas (fan shaped cities) merupakan bentuk sebagian lingkaran.
Dalam hal ini kearah luar lingkaran kota
mempunyai kesempatan berkembang yang
relatif seimbang namun dibeberapa bagian
atau sisinya akan mengalami hambatan
berupa hambatan alami sepeti perairan,
pegunungan dan hambatan artificial
berupa saluran buatan, zoning, ring roads.

16
Bentuk ini sebenarnya mirip dengan
bentuk empat persegi panjang namun
Karena dimensi memanjangnya jauh lebih
besar dari pada dimensi melebar, maka
Bentuk pipa (ribbon shaped cities)
dimensi ini menempati klasifikasi
tersendiri dan menggambarkan bentuk
pita. Jelas terlihat bahwa peranan jalur
memanjang sangat dominan dalam
mempengaruhi perkembangan areal
kekotaannya, serta terhambatnya
perluasan areal ke samping. Biasanya
bentuk semacam ini berada pada sepanjang
lembah pegunungan atau sepanjang jalur
transportasi darat utama.
Peran jalur transportasi pada bentuk ini
Bentuk gurita atau bintang (octopus /
sangat dominan sebagaimana bentuk pita,
star shaped cities)
namun pada bentuk gurita jalur
transportasi tidak hanya satu jalur saja
tetapi terdapat beberapa jalur ke luar kota.
Hal ini bias terjadi menerus apabila tidak
ada hambatan yang berarti pada jalur
tersebut.
Bentuk kota seperti ini merupakan bentuk
Bentuk bulat (rounded cities)
yang paling ideal daripada suatu kota,
karena kesempatan perkembangan areal
kearah luar dapat dikatakan seimbang.
Jarak dari pusat kota kea rah bagian
luarnya sama dan tidak ada kendala-
kendala fisik yang berarti pada pada sisi-
sisi luar kotanya.
Sumber: Yunus (1999)

17
B. Bentuk-bentuk tidak kompak
Terdiri atas:
 Bentuk terpecah (fragmented cities),
 Bentuk berantai (chained cities),
 Bentuk terbelah (split cities),
 Bentuk stellar (stellar cities).

TABEL 2.2 BENTUK – BENTUK TIDAK KOMPAK

Gambar/Bentuk Uraian
Fragment Cities (terpecah), bentuk
Bentuk terpecah (fragmented cities)
awalnya adalah bentuk kompak namun
dalam skala yang kecil, dan akhirnya
saling menyatu dan membentuk kota yang
besar. Bentuk ini berkembang, namun
perluasan areal kota tidak langsung
menyatu dengan kota induk (membentuk
enclaves) pada daerah-daerah pertanian di
disekitarnya. Pada negara berkembang,
enclaves merupakan permukiman -
permukiman yang berubah dari sifat
pedesaan menjadi perkotaan.
Chained Cities (berantai), bentuk ini
Bentuk gurita atau bintang (octopus /
terpecah namun hanya terjadi di sepanjang
star shaped cities)
rute tertentu. Jarak antara kota induk dan
kenampakan-kenampakan kota baru tidak
terlalu jauh, maka beberapa bagian
membentuk kesatuan fungsional yang
sama (khususnya dibidang ekonomi).
Bentuk ini juga bisa disebut Ribbon City
dengan skala yang besar.

18
Split Cities (terbelah), bentuk ini
Bentuk terbelah (split cities)
menggambarkan bentuk kota yang kompak
namun sektor terbelah oleh perairan yang
lebar. Pada perpotongan ini biasanya
dihubingkan oleh kapal/jembatan. Contoh
kota yang menerapkan bentuk ini adalah
kota Buda (barat) dan Pest (timur) di
sungai Danube, sehingga dikenal sebagai
kota Budapest.
Stellar Cities (satelit), bentuk kota ini
Bentuk stellar (stellar cities)
biasanya didukung oleh teknologi
transportasi yang maju dan juga
komunikasi yang maju. Karena
modernisasi maka terciptalah megapolitan
kota besar, yang dikelilingi oleh kota
satelit.

Sumber: Yunus (1999)

2.6 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kota

Aspek perkembangan dan pengembangan wilayah tidak dapat lepas dari adanya
ikatan-ikatan ruang perkembangan wilayah secara geografis. Menurut Yunus
(1981) proses perkembangan, ini dalam arti luas tercermin, Chapin (dalam
Soekonjono, 1998) mengemukakan ada 2 hal yang mempengaruhi tuntutan
kebutuhan ruang yang selanjutnya menyebabkan perubahan penggunaan lahan
yaitu:

1. Adanya perkembangan penduduk dan perekonomian,


2. Pengaruh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan.

Secara teoritis dikenal tiga cara perkembangan dasar di dalam kota, dengan tiga
istilah teknis, yaitu perkembangan horizontal, perkembangan vertikal, serta
perkembangan interstisial (Markus Zahnd, perancangan kota secara terpadu,
2006;25)

19
A. Perkembangan horizontal
Cara perkembangannya mengarah ke luar. Artnya, daerah bertambah,
sedangkan ketinggian dan kuantitas lahan terbangun (coverage) tetap sama.
Perkembangan dengan cara ini sering terjadi dipinggir kota, dimana lahan
masih lebih murah dan dekat jalan raya yang mengarah ke kota (dimana
banyak keramaian).

B. Perkembangan vertikal
Cara perkembangannya mengarah ke atas. Artinya, daerah pembangunan
dan kuantitas lahan tebangun tetap sama, sedangkan ketinggian bangunan-
bangunan bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat
kota (dimana harga lahan mahal) dan pusat-pusat perdagangan yang
memiliki potensi ekonomi.

C. Perkembangan interstisial
Cara perkembangannya bergerak ke dalam. Artinya, daerah dan ketinggian
bangunan- bangunan rata-rata tetap sama, sedangkan kuantitas lahan
terbangun (coverage) bertamabah. Perkembangan dengan cara ini sering
terjadi di pusat kota dan antara pusat kota dan pinggir kota yang
kawasannya sudah dibatasi dan hanya dapat di padatkan.

2.7 Pedoman RTRW Kota Manado 2014-2034 Tentang Permukiman.

Wilayah Malalayang merupakan daerah pinggiran dari kota Manado yang memiliki
kecenderungan untuk terus berkembang sebagai wilayah permukiman yang
tentunya juga akan mengalami perubahan guna lahan dari waktu ke waktu.
Berdasarkan RTRW Kota Manado 2014-2034 pengembangan kawasan peruntukan
perumahan, kecamatan Malalayang termasuk perumahan dangan kepadatan sedang
(KDB 45%-59%) pengembangan perumahan diarahkan secara vertikal berupa
rumah susun, kondominium, dan apartemen. Untuk Pengembangan kawasan
perdagangan dan jasa berskala kawasan, kecamatan Malalayang mencakup pusat-
pusat pembelanjaan utama seperti kompleks pertokoan dan mall, pasar, bank, dan
pelayanan-pelayanan jasa lainnya yang berskala wilayah dan untuk kawasan

20
perkantoran swasta kecamatan Malalayang termasuk kawasan perkantoran swasta
dan penembangan kawasan industri. Dalam peraturan daerah Kota Manado No 1
tahun 2014 tentang RTRW Kota Manado tahun 2014-2034 dalam Pasal 38 tentang
Pola pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf
b, meliputi, kawasan peruntukan perumahan dan Kawasan peruntukan perdagangan
dan jasa yaitu:
 Paragraf 1 Pasal 39 Tentang Kawasan Peruntukan Perumahan yaitu:
1. Pengembangan kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 huruf a, meliputi:
a) perumahan dengan kepadatan sangat tinggi (KDB lebih besar dari
75%) meliputi perumahan di Kecamatan Wenang, Sario, Singkil,
dan Tuminting dengan luas kurang lebih 266 Ha;
b) perumahan dengan kepadatan tinggi (KDB 60%-75%) meliputi
perumahan di sebagian Kecamatan Wanea dan sebagian
Kecamatan Tikala dan Kecamatan Paal Dua, dengan luas kurang
lebih 577 Ha;
c) perumahan dengan kepadatan sedang (KDB 45%-59%) meliputi
perumahan di sebagian Kecamatan Wanea, sebagian Kecamatan
Tikala dan Kecamatan Paal Dua, dan Kecamatan Malalayang,
sebagian Kecamatan Mapanget dengan luas kurang lebih 600 Ha;
dan
d) perumahan dengan kepadatan rendah (KDB 30%-44%) meliputi
perumahan di sebagian Kecamatan Mapanget, Kecamatan
Bunaken dan Kecamatan Bunaken Kepulauan dengan luas kurang
lebih 667 Ha.
e) Pengembangan perumahan diarahkan secara vertikal berupa
rumah susun, kondominium dan apartemen, di Kecamatan Sario,
Kecamatan Wanea, Kecamatan Wenang, Kecamatan Singkil, dan
Kecamatan Tuminting dan Kecamatan Malalayang.
 Paragraf 2 Pasal 40 Tentang Kawasan Perdagangan dan Jasa yaitu:
Kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
huruf b meliputi:

21
a) Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa berskala regional dan
kota di kawasan pusat kota lama di sebagian Kecamatan Wenang
dan kawasan reklamasi di Kecamatan Sario dan sebagian Kecamatan
Wenang;
b) Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa berskala kawasan di
wilayah Kecamatan Wanea, Kecamatan Malalayang, Kecamatan
Sario, Kecamatan Tikala, Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Singkil,
Kecamatan Tuminting, dan Kecamatan Mapanget;
c) Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa pada pusat-pusat
pelayanan lingkungan sebagaimana tertuang dalam rencana struktur
ruang, terdiri atas :
1) pengembangan kawasan perdagangan dan jasa di kawasan
PPK yang berlokasi di kawasan Pusat Kota yang ada di
Kecamatan Malalayang, Kecamatan Sario, Kecamatan
Wenang dan Kecamatan Tuminting mencakup pusat-pusat
perbelanjaan utama seperti kompleks pertokoan dan mall,
pasar, bank, dan pelayanan-pelayanan jasa lainnya yang
berskala wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2) huruf a;
2) pengembangan kawasan perdagangan dan jasa di kawasan
SPPK mencakup pusat perbelanjaan, pasar tradisional dan
pertokoan/ruko terbatas, lokasi SPPK seperti yang
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b;
3) pengembangan kawasan perdagangan dan jasa di kawasan
PPL mencakup tempat perdagangan pasar berskala lokal
dan pertokoan termasuk pasar tradisional, warung yang
terbatas, lokasi PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2) huruf c;
4) pengembangan kawasan super blok di kawasan Bailang di
Kecamatan Bunaken, di Kawasan Mapanget Barat-Pandu,
Kawasan Kairagi di Kecamatan Mapanget dan Kawasan
Ranomuut Kecamatan Paal Dua; dan

22
5) pengembangan kawasan reklamasi pantai Kecamatan
Malalayang dan Kecamatan Tuminting.
 Paragraf 3 Pasal 41 Tentang Kawasan Perkantoran yaitu:
1. Kawasan perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c
meliputi:
a) perkantoran Pemerintah; dan
b) perkantoran Swasta
2. Kawasan perkantoran pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a) pengembangan kantor pemerintah dan pemerintah provinsi di
Kecamatan Wanea dan Kecamatan Mapanget, pemerintah kota di
Kecamatan Tikala, dan Kecamatan Mapanget; dan
b) rencana dan pengembangan kantor pemerintah, pemerintah
provinsi dan pemerintah kota di Kecamatan Mapanget.
3. Kawasan perkantoran swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat dikembangkan di Kecamatan Wenang, Kecamatan Tikala,
Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Mapanget, Kecamatan Tuminting,
Kecamatan Singkil, Kecamatan Malalayang, Kecamatan Sario dan
Kecamatan Wanea.

23
Gambar 2.1 Peta RTRW Pola Ruang Kota Manado Tahun 2014-2034

24
Gambar 2.2 Peta Eksisting Pola Ruang Kecamatan Malalayang (RTRW Kota Manado Tahun 2014 - 20134)

25
TABEL 2.3 PENELITIAN SEJENIS

NO SUMBER NAMA JURNAL VOLUME/NO/TAHUN METODE PENELITIAN HASIL DAN KESIMPULAN


Metode dalam penelitian ini Identifikasi Komponen Morfologi.
1 Amandus BENTUK Volume 4, No. 2 adalah metode diskriptif. Komponen morfologi terdiri dari tiga
Jong Tallo, KENAMPAKAN Tahun 2016
FISIK Metode diskriptif berusaha elemen yaitu penggunaan lahan, pola
Yulia Pratiwi,
Indri Astutik (MORFOLOGI) menggambarkan dan jaringan jalan, dan bangunan (pola dan
KAWASAN menginterpretasikan objek kepadatan). Identifikasi bertujuan untuk
PERMUKIMAN DI
WILAYAH sesuai dengan keadaan yang mengetahui karakteristik tiap komponen
PINGGIRAN ada (Sugiyono, 2010). pembentuk morfologi yang ada pada
SELATAN KOTA Batasan substansi yang kawasan permukiman wilayah pinggiran
SURAKARTA
dibahas dalam penelitian ini selatan Kota Surakarta. Karakter tiap
adalah komponen dan bentuk komponen ini menjadi masukan dalam
morfologi. Komponen analisis bentuk morfologi kawasan
morfologi berupa penggunaan permukiman wilayah pinggiran selatan
lahan, pola jaringan jalan, dan Kota Surakarta
bangunan (kepadatan dan
pola) dijadikan sebagai
variabel dalam penelitian.

26
Penelitian ini menggunakan Secara keseluruhan pusat kota jika
Amandus Identifikasi Pola Vol. 35, No. 1 analisa deskriptif kualitatif dilihat dari morfologi secara struktur
2 Jong Tallo, Morfologi Kota Tahun 2007 dengan maksud menganalisa pemerintahannya maka kawasan alun-
Yulia Pratiwi, (Studi Kasus:
berdasarkan karakteristik alun Tugu merupakan pusat
dIndri Astutik Sebagian Kecamatan
Klojen, kegiatan-kegiatan dalam pemerintahan kota Malang yang
Di Kota Malang) ruang yang mempengaruhi ditunjang dengan adanya fasilitas
faktor fisik suatu kota sebagai pendidikan, militer dan tentunya fasilitas
tempat pelaksanaan kegiatan perkantoran. Jika dilihat dari segi
dan bentuk-bentuk fisik fungsionalnya maka masing-masing
lingkungan yang diakibatkan kawasan memiliki bentuk ciri dan
oleh faktor non fisik dari karakteristik
terbentuknya suatu morfologi
kota. Analisa ini dilakukan
untuk mendapatkan suatu
keluaran berupa usulan suatu
pola morfologi kota jika
dilihat secara fisik.

27
Penelitian dilakukan di Perkembangan morfologi Kampung
Morfologi Kampung Vol. 6 No. 2,
Arief kawasan Kampung Kalengan Kalengan Bugangan
Kalengan Kelurahan Tahun 2013
Fadhilah, dengan luas ±7,5 Ha, terletak (dapat dibagi dalam 5 fase) erat kaitannya
3 Bugangan Kota
Titien Woro di dalam wilayah Kelurahan dengan lingkungan rumah tinggal
Semarang
Murtini, Bugangan, Kecamatan Bugangan.
Bambang Semarang Timur, Kota  Perkembangan unit-unit usaha
Supriyadi. Semarang. Cakupan Kampung Kalengan dari fase I –
penelitian membahas ruang V mengindikasikan
kampung dalam lingkup perkembangan ke arah timur,
meso. Setelah melakukan seiring dengan pra-pasca
mini-tour dan dengan pembangunan Jalan Barito.
memperhatikan sasaran  Pada Fase I-II, unit usaha
penelitian, diperoleh rumusan Kampung Kalengan berada di
unit analisis sebagai pengarah dalam lingkungan rumah tinggal.
penelitian dan dasar Pada fase III, sebagian unit usaha
pembentuk garis besar Kampung Kalengan berada di
pertanyaan pertanyaan dalam dalam lingkungan rumah tinggal
wawancara. Dirumuskan dan sebagian di tepi Jalan Barito,
bahwa kajian tentang ruang dan sebagian lagi mencoba
kampung tidak hanya membuka usaha di LIK

28
membicarakan elemen fisik, Bungangan Baru. Fase IV-V,
namun juga aspek nonfisik hampir seluruh unit usaha
seperti sosial, budaya, dan Kampung Kalengan berada di
ekonomi, sesuai keadaan sepanjang Jalan Barito.
kontekstual. Berikut yang  Integrasi keruangan antara
menjadi unit analisis lingkungan rumah tinggal
penelitian. Bugangan dan unit usaha
Elemen perkembangan ruang Kampung Kalengan awalnya
kampung adalah kesatuan, kemudian
 skema sirkulasi menjadi dua sisi keruangan,
 penggunaan lahan namun tetap tidak dapat
 massa bangunan dipisahkan.
Kajian morfologi dilakukan
melalui pendekatan historis
dengan metode kualitatif, di
mana objek penelitian tidak
akan dilepaskan dari
konteksnya dan dilihat dalam
kerangka holistik (Muhadjir,
1996).

29
TABEL 2.4 PENELITIAN SEBELUMNYA DI KECAMATAN MALALAYANG

NO SUMBER NAMA JURNAL VOLUME/NO/TAHUN HASIL DAN KESIMPULANAN

1. Terdapat tiga parameter yang signifikan


Sonny Tilaar KAJIAN NILAI LAHAN Vol.5, No.2: 96-102, memengaruhi nilai lahan yaitu jarak
Staf Pengajar Jurusan PERMUKIMAN DI Agustus 2013 lahan dari/ke pusat kota, dari/ke jalan
1
Arsitektur, WILAYAH ISSN 2085-7020 arteri dan letak lahan dan parameter yang
Universitas Sam KECAMATAN paling signifikan adalah jarak lahan
Ratulangi Manado MALALAYANG KOTA dari/ke jalan arteri.
MANADO 2. Harga jual lahan cenderung lebih tinggi
dari harga NJOP, dan rata-rata harga jual
lahan permukiman di wilayah
Malalayang berbeda dengan harga rata-
rata menurut NJOP, di mana rata-rata
perbedaannya adalah sebesar Rp.
258.392,8/m2.

30
1. Kesimpulan Tentang Kondisi
Sonny Tilaar, KAJIAN VOL 9 NO.3 Permukiman Terencana di Kota Manado
2 Octavianus H.A. TIPOMORFOLOGI November 2012  Pertumbuhan permukiman terencana di
Rogi, KAWASAN kota Manado merupakan salah satu
Alvin J. Tinangon PERMUKIMAN aspek yang signifikan mempengaruhi
TERENCANA morfologi kota, khususnya pada area
DI KOTA MANADO periferial.
 Secara periodik dapat diamati adanya
trend dari rasio okupansi lahan per unit
rumah yang semakin meningkat.
Artinya, tipologi permukiman terencana
mulai bergeser pada tipe-tipe yang
memiliki figure ground yang lebih
“longgar”, dalam pengertian dominasi
komponen void (ruang luar) semakin
menonjol.
2. Kesimpulan Tentang Tipomorfologi
Kawasan Permukiman Terencana Di
Kota Manado: Studi Kasus Kawasan
Permukiman ALANDREW

31
 Aspek tipologi kawasan :
Kawasan permukiman terencana
cenderung merupakan bentuk
alih guna lahan pertanian dan
perkebunan pada wilayah
periferial kota.
Aksesibilitas kawasan
permukiman terencana
cenderung berupa jalur jalan
baru yang dirintis pengembang
dan terkoneksi dengan jalur-
jalur jalan eksisting di sekitar
lokasi kawasan. Akses
umumnya berupa akses tunggal,
dengan pola sirkulasi keluar
masuk kawasan yang berciri
kuldesak.
 Aspek morfologi kawasan :
Morfologi kawasan terutama
teridentifikasi pada tiga aspek

32
utama, masing-masing adalah
fisik unit hunian, figure ground
kawasan dan kondisi lingkungan
terbangun sekitar kawasan.
Dari aspek figure ground,
perubahan yang terjadi adalah
peralihan dominasi void ke solid
secara gradual, yang
menyiratkan peningkatan rasio
penutupan lahan oleh bangunan,
yang bermuara pada semakin
tingginya tingkat kepadatan
bangunan pada kawasan
3. Walaupun tidak begitu signifikan,
kondisi lingkungan sekitar kawasan
terlihat mengalami perubahan berupa
bertumbuhnya sejumlah unit bangunan
yang dihadirkan secara swadaya oleh
masyarakat di sekitar kawasan

33
1. Berdasarkan hasil pengamatan pada
Grenda Frecya Finda ANALISIS kawasan sepanjang koridor jalan Wolter
3
Bujung PERUBAHAN FUNGSI Monginsidi Kota Manado,
KAWASAN kecenderungan perubahan fungsi
SEPANJANG KORIDOR kawasan antara tahun 2004 – 2014
JALAN WOLTER daerah orientasi sebagai fungsi
MONGINSIDI KOTA permukiman mengarah pada fungsi
MANADO perdagangan barang dan jasa atau
cenderung mengarah pada aktivitas
komersil. Hal ini ditandai dengan
perubahan jumlah lahan terbangan
berdampingan dengan perubahan fungsi
bangunan yang berdiri pada wilayah
penelitian yang mengikuti koridor dan
lebih cenderung mengarah pada pusat
kota. Perubahan fungsi bangunan sendiri
dikategorikan menjadi perubahan fungsi
hunian menjadi hunian sekaligus
komersil, perubahan bangunan tanah
kosong menjadi bangunan komersil dan

34
perubahan jenis usaha satu ke usaha
lainnya. Perubahan fungsi yang paling
dominan adalah perubahan hunian
menjadi hunian sekaligus bangunan
komersil
2. Melihat perubahan fungsi kawasan yang
terjadi pada kawasan sepanjang koridor
Jalan Wolter Moninsidi Kota Manado
maka ditemukan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut, yaitu
faktor yang pertama dan paling
berpengaruh adalah faktor aksesibilitas.
Faktor lainnya yang juga mempengaruhi
perubahan fungsi kawasan sepanjang
koridor Jalan Wolter Monginsidi Kota
Manado adalah faktor ekonomi, faktor
daya dukung lahan, faktor
perkembangan kota dan faktor kebijakan
pemerintah.

35
TABEL 2.5 TABEL KOMPARASI ELEMEN MORFOLOGI KOTA

PARA AHLI ELEMEN MORFOLOGI KOTA KESIMPULAN


1. Ground Plan (pola jalan, Beberapa sumber mengemukakan bahwa tinjauan
Conzen dalam Birkhamshaw, Alex J blok bangunan) terhadap morfologi kota ditekankan pada bentuk-
and Whitehand (2012) 2. Bentuk bangunan (tipe bentuk fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini
bangunan) dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal
3. Utilitas lahan / bangunan. yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan
1. Sistem jalan-jalan yang yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian
ada, (perdagangan /industri) dan juga bangunan-
2. Blok-blok bangunan baik bangunan individual (Herbert, 1973). Sementara itu
daerah huniam ataupun Smailes (1955) sebelumnya telah memperkenalkan 3
Herbert (1973
bukan (perdagangan / unsur morfologi kota yaitu; (1) unsur-unsur
industri), penggunaan lahan (2) pola-pola jalan dan (3) tipe-
3. Bangunan-bangunan tipe bangunan (land use, street plan/lay out,
individual architectural style of buildings & their design). Dari
1. Penggunaan lahan (land sinilah pertama kali muncul istilah “Townscape”

use), (Smailes, 1955). Cozen (1962) mengemukakan

Smailes (1995) 2. Pola-pola jalan (street use) pendapat yang sama dengan Smailes (1955) dimana

3. Tipe-tipe bangunan. komponen-komponen “townscape” terdiri dari

36
1. Rencsns jalan (The plan of “plan, architectural style and land use”. Jhohnson
streets), (1981) mengemukakan 3 komponen yang bebeda
2. Tata bangunan (Buildings), ,yaitu ;(1) the plan of streets; (2) buildings and (3)
dan functions performed by its streets, and buildings. Di
Johnson (1981)
3. Kaitan fungsional jalan dan sini terlihat bahwa unsur penggunaan lahan secara
bangunan (Fungtions eksplisit tidak disebutkan, karena “land use”
performed by its streets, kekotaan sendiri pada hakekatnya merupakan
and buildings) pencerminan fungsi daripada bangunan-bangunan
dan jalan-jalan yang ada pada suatu areal, dari ketiga
unsur tersebut “plan” menunjukan unsur yang paling
jarang mengalami perubahan, kemudian unsur yang
kedua (architectural style) dan unsur yang paling
dinamis adalah “land use”. Untuk analisis
“townscape” lebihmenekankan pada analisis proses
dan bukan analisis pola.

37
TABEL 2.6 TABEL VARIABEL MORFOLOGI KOTA

VARIABEL ANALISIS
Komponen ini dianggap sebagai generator sistem aktivitas (activity system) yang sangat
menentukan pola dan arah pertumbuhan kawasan (Kaiser, 1995). Komponene ini memiliki
tingkat temporalitas yang sangat tinngi dalam hal dapat literature dengan mudah berubah,
terutama dikaitkan dengan nilai ekonomi yang dimilikinnya. Guna lahan sangat
Penggunaan Lahan mempengaruhi perwujudan fisik kawasan, terutama dalam menentukan pengembangan
kawasan terbangun dan tidak terbangun. Beberapa penelitian dan literature menjelaskan
bagaimana tingkat pencampuran (mixture) guna lahan sangat mempengaruhi vitalitas
kawasan, nilai ekonomi dan beberapa komponen kualits lingkungan lainnya (Choi dan
Sayyar, 2012; Barton et al, 2003:194).
Komponen ini merupakan representasi dari typology dalam analisis morfologi dan dapat
dibahasa dalam dua aspek, antara lain penataan massa dan arsitektur bangunan. Penataan
Sistem bangunan massa terkait dengan bagaimana bengunana tersebar di dalam tapak berikut kepadatan dan
intensitasnya, sementara arsitektur bangunan lebih perwujudan fisik ruang dan bangunan
yang merepresentasikan budaya, sejarah dan kreatifitas suatu komunitas.
Komponene ini dapat dibahas dari aspek ukuran (dimensi) dan sebarannya sebarannya.
Ukuran plot ini mempengaruhi intensitas pemanfaatan lahannya sementara sebaran plot
Pola Plot
akan mempengaruhi pembentukan jaringan penghubung, Secara umum, pola plot ini

38
sangat dipengaruhi oleh potensi alamiah terutama kontur dan kondi geologi, secara
hokum, plot dibatasi oleh batas kepemilikan yang sangat mempengaruhi pola penguasaan,
pemanfaatan dan pengelolaan ruang.
Komponene ini merupakan fungsi derivatif dari guna lahan, sebagai jalur penghubung,
jaringan jalan sangat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas fungsi kawasan. Jaringan
Jaringan Jalan jalan sebagai representasi dari ruang publik dianggap sebagai generator inti dari vitalitas
kawasan sebagaimana dijelaskan dalam teori space syntax (Hillier dan Hanson, 1984;
Hillier, 2007).

39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kecamatan
Malalayang, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, Kecamatan Malalayang
merupakan salah satu dari 9 kecamatan yang ada di Kota Manado. Letak geografis
Kecamatan Malalayang berada pada kisaran 01°27’39” LU dan 124°47’31” BT.
Luas wilayah Kecamatan Malalayang adalah 2975,90 Ha. Wilayah Penelitian di
lakukan di Kecamatan Malalayang dengan luas wilayah lokasi penelitian meliputi
9 kelurahan yakni Kelurahan Malalayang 2, Kelurahan Malalayang 1, Kelurahan
Malalayang 1 Barat, Kelurahan Malalayang 1 Timur, Kelurahan Winangun 1,
Kelurahan Winangun 2, Kelurahan Bahu, Kelurahan kleak dan Kelurahan Batu
Kota dengan total luasan wilyah penelitian yaitu 2.975.90 Ha. Secara administrasi
Kecamatan Malalayang berbatas dengan:

Sebelah Utara dengan : Kecamatan Sario, Teluk Manado

Sebelah Timur dengan : Kecamatan Wanea

Sebelah Selatan dengan: Kecamatan Pineleng (Kabupaten Minahasa)

Sebelah Barat dengan : Kecamatan Mandolang (Kabupaten Minahasa)

3.2 Waktu Penelitian


Waktu Penelitian dilakukan selama 3 bulan yakni pada bulan Agustus 2017
sampai dengan bulan oktober 2017. Adapun gambaran mengenai lokasi penelitian
dapat dilihat pada gambar berikut.

40
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kecamatan Malalayang tahun 2017

41
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan Analisis spasial. Analisis spasial ialah suatu
teknik atau proses yang melibatkan sejumlah fungsi hitungan dan evaluasi logika
matematis yang dilakukan terhadap data spasial dalam rangka untuk mendapatkan
ekstraksi, nilai tambah, atau informasi baru yang juga beraspek spasial. Oleh
karena luas lingkupnya, banyak bahasan yang dapat dicakup olehnya. Demikian
pula halnya dengan ArcGIS yang kaya akan fungsi-fungsi spasial. Analisis dalam
SIG memiliki beberapa metode pendekatan. Ada dua metode pendekatan yang
secara umum digunakan, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitaf
(Sadahiro, 2006)
Metode penelitian kualitatif dapat diterapkan sebagai salah satu metode
analisis dalam Sistem Informasi geografis. Data yang dipergunakan merupakan
data spasial yang memiliki klasifikasi data yang sifatnya kualitatif. Contoh peta
yang memiliki tingkatan data kualitatif adalah peta penggunaan lahan.

3.4 Bahan dan Alat Penelitian


Bahan dan alat penelitian merupakan hal-hal yang dibutuhkan dalam suatu
penelitian, baik itu untuk mengumpulkan data maupun sebagai perangkat yang
digunakan untuk mengolah data.
 Bahan Penelitian
Data spasial berupa peta administratif Kecamatan Malalayang, peta RTRW
Kota Manado, dan Peta Penggunaan lahan Kecamatan Malalayang.
 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Perangkat keras (hardware) yang terdiri atas:
a) Intel Inside 2,1 Ghz, 1 GB RAM, dan 230 GB HDD, merupakan
alat yang digunakan untuk menjalankan program, pemprosesan
data, dan penyimpanan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
b) Printer, merupakan alat untuk mencetak peta, laporan, serta
hasil pengolahan data lainnya yang dibutuhkan dalam
penelitian.

42
2. Perangkat lunak (Software)
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perangkat lunak yang berbasis SIG, yaitu software ArcView GIS dan
ArcGIS Version 10.1
3. Alat lapangan yang digunakan terdiri atas:
a) GPS (Global Positioning System), GPS dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui titik koordinat dari objek
penelitian. Titik koordinat ini sangat penting dalam proses
pengolahan peta digital.
b) Kamera, digunakan untuk mengambil gambar objek penelitian
di lapangan yang sesuai dengan sasaran penelitian.

3.5 Metode pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengumpulan data sekunder dan
primer:
Tabel 3.1 Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan
No Jenis Data Sumber
Data
Data Primer
 Penggunaan Lahan pengamatan
 Fungsi bangunan langsung/observasi,
1  Pola jaringan jalan Lokasi Penelitian
survei lapangan dan
dokumentasi.

Data Sekunder
 Data Penduduk  Studi pustaka  BPS Kota Manado
 Peta RTRW Kota Manado  Studi pustaka  BAPEDA
2014 – 2034
 Peta administrasi  Studi pustaka  BAPEDA
 Peta Penggunaan Lahan  Studi pustaka  BAPEDA
2  Peta Topografi  Studi pustaka  BAPEDA
 Peta kelerengan  Studi pustaka  BAPEDA
 Pete Jenis Tanah  Studi pustaka  BAPEDA
 Peta Curah Hujan  Studi pustaka  BAPEDA
 Peta jaringan jalan
 Studi pustaka  BAPEDA

43
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam suatu penelitian
karena suatu penelitian tidak akan berjalan tanpa adanya data. Pengumpulan data
adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperolah data yang
diperlukan (Nazir, 2005:174).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
 Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan cara pengumpulan data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto,
2002:206). Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mendapatkan data sekunder mengenai kondisi umum daerah penelitian,
keadaan dan penggunaan lahan yang ada, peta lokasi daerah penelitian, serta
data-data dokumentasi lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini.
 Observasi lapangan
Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat atau mengamati
perubahan fenomena perkembangan kawasan khususnya kawasan
permukiman Kecamatan Malalayang yang kemudian dapat dilakukan
penilaian atas perubahan tersebut. Peneliti berperan sebagai observer
dengan melihat objek dan kepekaan mengungkapkan serta membaca
permasalahan yang terjadi. Teknik pengamatan/observasi ini dipilih
ditentukan digunakan untuk menjelaskan dinamika pengaruh
perkembangan permukimana terhadap perubahan morfologi kota.
 Teknik Survei
Data dibutuhkan untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan/penentuan
kebijakan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan. Oleh sebab itulah penting
untuk dilakukan pengumpulan data guna menunjang kegiatan tersebut. Saat
ini telah dilakukan berbagai cara pengumpulan data dan salah satu yang
terkenal dan sering digunakan adalah metode survei. Survei adalah teknik
pengumpulan data dengan mengambil sebagian objek populasi, tetapi dapat
mencerminkan populasi dengan memperhatikan keseimbangan antara
jumlah variabel, akurasi, tenaga, waktu dan biaya. Teknik ini dilakukan

44
untuk melihat langsung kondisi variabel penelitian di lapangan, dalam hal
ini adalah Perkembangan Permukiman terhadap Morfologi Kota, kecamatan
Malalayang. Data yang diharapkan dari teknik pengumpulan data ini adalah
data penggunaan lahan terbangun dan tidak terbangun di kecamatan
Malalayang.

3.7 Teknik Analisis Data


3.6.1 Metode Analisis Data
Dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Global Information System
(GIS) ArcView dapat dilakukan analisis spasial dengan mudah. Secara garis besar
tahapan dalam analisis spasial untuk penyusunan data spasial dilakukan dengan
Teknik Overlay atau tumpangsusun
 Overlay atau tumpangsusun
Superimpose (overlay) menggunakan jenis tool yaitu intersect dan
Union.
1. Intersect, memiliki fungsi yang hampir dama dengan clip,
intersect digunakan untuk membuat fitur dengan memotong
sebuah fitur dengan fitur lain yang bersinggungan
2. Union, digunakan untuk menggabungkan beberapa polygon
sehingga menghasilkan satu polygon dengan informasi baru.

Dalam analisis spasial lewat metode overlay (tumpeng susun), dapat


dilakaukan dengan cara memasukan data yang teriri dari, peta-peta tematik
dan peta penggunaan lahan. Peta tematik terdiri dari peta pete topografi, peta
kelerengan. Peta jenis tanah dan peta curah hujan. Dan untuk peta
penggunaan lahan menngunakan peta RTRW Kota Manado Tahun 2014 –
2034 lalu memasukan peta citra kecamatan malalayang tahun 2004 dan
2009, sehingga proses analiss Overlay (tumpeng susun) tersebut
menghasilkan data spasial baru (data analisis) berupa peta time series atau
peta perubahan lahan dari tahun 2004, 2009 dan 2016.

45
TABEL 3.2 Variabel Penelitian
No Parimeter Variabel Metode Analisis Analisis

Aspek Kependudukan  Perkembangan Penduduk dari


 Perkembangan Penduduk tahun 2012 samapai tahun 2016
 Kepadatan Penduduk  Kepadatan Penduduk dari tahun
2012 samapi tahun 2016
Lahan Terbangun  Pola penggunaan Lahan dari tahun
 Permukiman 2004, tahun 2009 dan tahun 2016
 Perdagangan  Pola Perubahan Lahan tahun 2004
Umum/Pertokoan Metode Kualitatif dan Analisis dan tahun tahun 2016
1 Morfologi Kota  Jasa Pelayanan Umum Spasial Menggunakan Softwer  Pemanfaat Lahan Permukiman di
 Transportasi ArcGis daerah rawan longsor.
 Jasa Kesehatan
 Jasa Pendidikan
 Lembaga/Kantor
 Pasar
 Jasa Peribadatan
 Instalasi Listrik/Telkom

46
Lahan Tidak Terbangun
 Perkebunan
 Perkuburan
 Kolam
 Tanah Kosong

 Pola Plot  Perubahan Pola Plot Kecamatan


Malalayang Tahun 2003 dan 2016

 Pola Jaringan Jalan  Perubahan Pola Jaringan Jalan


Kecamatan Malalayang Tahun

 Sistem Bangunan (fungsi 2003 dan 2016

dan Pola) Kepadatan  Perubahan Pola dan Kepadatan

Bangunan Bangunan Kecamatan Malalayang


Tahun 2003 dan 2016
 Kepadatan Bangunan

47
BAB IV
HASIL DAN KESIMPULAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Data luas Wilayah
Berdasarkan data statistik daerah Kecamatan Malalayang Tahun 2017 yang
diperoleh dari Badan Pusat statistik Kota Manado, secara keseluruhan Kecamatan
Malalayang mempunyai luas 3029.75 Ha, yang meliputi 9 kelurahan yang ada di
kecamatan malalayang yakni, Kelurahan Malalayang 2, Kelurahan Malalayang 1,
Kelurahan Malalayang 1 Barat, Kelurahan Malalayang 1 Timur, Kelurahan Winangun
1, Kelurahan Winangun 2, Kelurahan Bahu, Kelurahan kleak dan Kelurahan Batu Kota
dengan total luasan wilyah penelitian yaitu 2.975.90 Ha untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel, grafik dan peta administrasi kecamatan malalayang tahun 2017
dibawah ini.

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Administrasi di Kecamatan Malalayang Tahun 2017

No Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Presentase (%)


1 Malalayang 2 700.00 23,10
2 Malalayang 1 900.00 29,70
3 Malalayang 1 Barat 672.00 22,18
4 Malalayang 1 Timur 320.85 10,59
5 Winangun 1 155.00 5,12
6 Winangun 2 62.00 2,05
7 Bahu 87.50 2,89
8 Kleak 60.40 1,99
9 Batu Kota 72.00 2,38
Jumlah 3029.75 100.00

Sumber: Kecamatan Malalayang Dalam Angka tahun 2017

52
2% 2%
2% 3%
Malalayang 2
5% 23% Malalayang 1
Malalayang 1 Barat
11% Malalayang 1 Timur
Winangun 1
Winangun 2
Bahu
22%
30% Kleak
Batu Kota

Gambar 4.1 Presentase luas wilayah kelurahan di kecamatan malalayang

Berdasarkan Tabel 4.1 dan grafik presentase luas wilayah administrasi


kecamatan malalayang, bahwa yang mempunyai presentase luas wilayah tertinggi yaitu
Kelurahan Malalayang 1 dengan presentase 29,70% sedangkan wilayah yang memliki
presentase luas wilayah terkecil yaitu Kelurahan Kleak dengan presentase 1,99%.

53
Gambar 4.2 Peta Administrasi Kecamatan Malalayang Tahun 2017

54
4.1.2 Kondisi Topografi dan Kemiringan Lereng Kecamatan Malalayang
Berdasarkan kondisi topografi, Kecamatan Malalayang berada pada kisaran lereng
yang sangat bervariasi terdiri atas kisaran lereng 8-15%, 15-25%, 25-45% dan > 45%.
kemiringan lereng di Kecamatan Malalayang didominasi oleh kemiringan lereng 0-8
% seluas 1413.15 Ha, kemudian kemiringan lereng yang tidak mendominasi berada
pada kemiringan lereng >40 % seluas 1.31Ha. Dengan demikian pada kawasan tertentu
di Kecamatan Malalayang, sebagian wilayahnya sulit untuk dilaksanakan kegiatan
pembangunan terutama pada lokasi yang berada pada kisaran lereng > 45% sehingga
peruntukannya ditetapkan sebagai kawasan lindung. Berdasarkan peta penggunaan
lahan permukiman Kecamatan Malalayang, didominasi oleh permukiman yang berada
pada kemiringan lereng 0-8 % seluas ±736.65 Ha kemudian penggunaan lahan
permukiman yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 25-40 % seluas
±32.57 Ha.

Tabel 4.2 Ketinggian dari Permukaan Laut


No Keluarahan Ketinggian dari Perumukaan Laut (m)
1 Kelurahan Malalayang 2 10 -100
2 Kelurahan Malalayang 1 10 -210
3 Kelurahan Malalayang 1 Barat 10 -170
4 Kelurahan Malalayang 1 Timur 10 -300
5 Kelurahan Winangun 1 50 -150
6 Kelurahan Winangun 2 60 -110
7 Kelurahan Bahu 10 - 70
8 Kelurahan Kleak 10 – 50
9 Kelurahan Batu Kota 50 -120

Sumber: Hasil Analisis GIS Tahun 2017

55
Tabel 4.3 Luas Kelerengan Kecamatan Malalayang

Tingkat Kemiringan Luas (Ha) Presentase

0-8% 1413.15 87.26


8-15% 172.4 10.65
15-25% 32.57 2.01
25-45% 1.31 0.08
Jumlah 1619.43 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

2% 0%

11%

0-8%
8-15%
15-25%
25-45%

87%

Gambar 4.3 Presentase luas Kelerengan Kecamatan Malalayang (Hasil Analisis Tahun 2017)
2017

56
Gambar 4.4 Peta Topografi Kecamatan Malalayang (hasil Analisis Tahun 2017)

57
Gambar 4.5 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Malalayang (Hasil Analisis Tahun 2017)
2017
58
4.1.3 Jenis Tanah Kecamatan Malalayang

Jenis tanah yang terdapat di kecamatan Malalayang ada dua jenis yaitu jenis tanah
aluvial dan jenis tanah latosol, jenis tanah aluvial biasanya terdapat di bagian
dataran rendah yaitu sekitaran pesisir, sungai, dan sebgainya. Sehingga untuk
kepekaan terhadap ancaman longsor bersifat tidak peka, sedangkan jenis tanah
latosol terdapat pada dataran tinggi yaitu bagian perbukitan maupun pegunungan.
Dan untuk kepekaan terhadap ancaman longsor bersifat agak peka. Untuk jenis
tanah yang mendominasi di kecamatan Malalayang adalah jenis tanah latosol atau
latosol dengan luas area yaitu 1275.96 ha, dan jenis tanah alluvial dengan luas area
yaitu 357.42 ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel jenis tanah dan peta
jenis tanah kecamatan Malalayang dibawah ini.

Tabel 4.4 Luas Jenis Tanah 9 Kelurahan di Kecamatan Malalayang

No Kelurahan Jenis Tanah Luas (Ha)


Latosol 238.39
1 Malalayang 2
Aluvial 39.02
Latosol 258.84
2 Malalayang 1
Aluvial 84.08
3 Malalayang 1 Barat Latosol 282.68
Latosol 188.49
4 Malalayang 1 Timur
Aluvial 58.72
5 Winangun 1 Latosol 216.41
6 Winangun 2 Latosol 51.22
7 Bahu Aluvial 98.26
8 Kleak Aluvial 65.36
Latosol 39.94
9 Batu Kota
Aluvial 11.99
Jumlah 1633.40
Sumber: Hasil Analisis GIS 2017 dan RTRW Kota Manado tahun 2014-2034

59
Tabel 4.5 Luas Keseluruhan Jenis Tanah Kecamatan Malalayang

Jenis Tanah Luas (Ha) Tekstur Tanah Presentase

Aluvial 357.42 Pasir Berlempung 22%


Latosol 1275.96 Berlempung 78%
Total 1633.38 100%

Sumber: Hasil Analisis GIS 2017 dan RTRW Kota Manado tahun 2014-2034

22%

78%

Aluvial Latosol

Gambar 4.6 Presentase luas Jenis tanah Kecamatan Malalayang (Hasil Analisis Tahun 2017)
2017

60
Gambar 4.7 Peta Jenis Tanah Kecamatan Malalayang (Hasil Analisis Tahun 2017)

61
4.1.4 Curah Hujan Kecamatan Malalayang

Kecamatan Malalayang terbagi ke dalam 1 wilayah curah hujan dengan rata-rata


tahunan yaitu curah hujan dengan kisaran 2001-3000 mm/thn dengan luasan
1.634.97 Ha dan presentase 100%. Curah hujan kisaran 2001-3000 mm/thn
mendominasi daerah penelitian. Hal ini berarti daerah penelitian berada pada
kawasan yang mempunyai curah hujan rata-rata tahunan yang relatif tinggi. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel luas curah hujan dan peta curah hujan
kecamatan malalayang dibawah ini:

Tabel 4.6 Curah Hujan di Kecamatan Malalayang

Curah hujan Luas (Ha) Presentase (%)


2001 - 3000 mm/thn 1.634.97 100
Sumber: Hasil Analisis GIS 2017 dan RTRW Kota Manado tahun 2014-2034

2001 - 3000 mm/thn

100%

Gambar 4.8 Presentase Curah Hujan Kecamatan Malalayang (Hasil Analisis Tahun 2017)

62
Gambar 4.9 Peta Curah Hujan Kecamatan Malalayang (Hasil Analisis Tahun 2017)

63
4.1.5 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kecamatan Malalayang
RTH merupakan bagian penting dari struktur pembentuk kota yang memiliki fungsi
utama sebagai fungsi ekologis, terutama sebagai penghasil oksigen dan sebagai
kawasan resapan air. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
ditetapkan luas RTH minimal yang harus disediakan oleh suatu kota adalah sebesar
30% dari luas wilayah. Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai infrastruktur hijau
perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi)
guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh
RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan
keindahan wilayah perkotaan tersebut. Ruang terbuka hijau pada Kawasan
kecamatan malalayang merupakan salah satu dari kawasan lindung dalam pola
ruang Kota Manado Tahun 2014 – 2034, luas RTH Kecamatan Malalayang yaitu
17.35 ha. Dimana tiap keluarahan yang berada di Kecamatan Malalayang
mempunyai luasan RTH beragam, Kelurahan Batu Kota mempunyai luas RTH
yaitu 2,26 ha yang merupakan kelurahan dengan luas RTH dominan yang berada di
Kecamatan Malalayang sedangkan Keluarahan yang tidak mempunyai RTH yaitu
kelurahan Malalayang 1 Timur dan Kelurahan Winangun 2, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dan peta pola ruang RTRW Kota Manado tahun 2014-2034.

Tabel 4.7 Luas Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Malalayang

No Kelurahan Luas (Ha) Presentase (%)


1 Malalayang 2 0.37 5%
2 Malalayang 1 2.11 28%
3 Malalayang 1 Barat 0.91 12%
4 Malalayang 1 Timur - -
5 Winangun 2 - -
6 Winangun 1 0.21 3%
7 Bahu 0.05 1%
8 Kleak 1.68 22%
9 Batu Kota 2.26 30%
Jumlah 7.59 100%
Sumber: Hasil Analisis GIS dan RTRW Kota Manado tahun 2014-2034

64
5% Malalayang 2
Malalayang 1
30% Malalayang 1 Barat
28%
Malalayang 1 Timur
Winangun 2
Winangun 1
Bahu
12% Kleak
22%
Batu Kota
3%
0%

Gambar 4.10 Presentase Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Malalayang (Hasil Analisis Tahun 2017)
2017

65
4.2 Aspek Penduduk

4.2.1 Jumlah dan Perkembangan Penduduk Kecamatan Malalayang

Permasalahan yang ada dalam suatu wilayah merupakan masalah yang saling
terkait dan saling berpengaruh pada wilayah sekitarnya, sehingga untuk mengetahui
perkembangan penggunaan lahan Kecamatan Malalayang maka perlu di ketahui
terlebih dahulu jumlah dan perkembangan penduduk di Kecamatan Malalayang
yang mengakibatkan desakan dan kebutuhan terhadap lahan semakin meningkat.
Perkembangan penduduk di Kecamatan Malalayang dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir cenderung mengalami peningkatan dan penurunan tiap tahunnya. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya migrasi masuk, kelahiran dan kematian di wilayah
tersebut. Jumlah penduduk Kecamatan Malalayang pada tahun 2012 sebanyak
57.031 Jiwa, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik jumlah
penduduk tiap tahunnya dibawah ini.

Tabel 4.8 Jumlah Penduduk di Kecamatan Malalayang Tahun 2012 - 2016


Tahun
No Kelurahan 2012 2013 2014 2015 2016
1 Kelurahan Malalayang 2 6.721 10.360 10.329 10.329 10.360
2 Kelurahan Malalayang 1 8.790 8.697 8.652 8.595 8.789
3 Kelurahan Malalayang 1 Barat 4.984 5.626 5.642 5.642 5.665
4 Kelurahan Malalayang 1 Timur 5.014 5.913 5.540 5.540 5.904
5 Kelurahan Winangun 1 6.952 7.652 7.653 7.653 7.653
6 Kelurahan Winangun 2 3.000 2.857 2.858 2.858 2.857
7 Kelurahan Bahu 7.333 7.018 7.251 7.251 7.121
8 Kelurahan Kleak 5.158 5.220 4.954 4.954 5.178
9 Kelurahan Batu Kota 3.288 3.503 3.510 3.510 3.504
Jumlah 51.240 56.846 56.389 56.344 57.031
Sumber : Kecamatan Malalayang dalam angka tahun 2012-2017

66
1. Jumlah Penduduk Tahun 2012
Jumlah penduduk di kecamatan malalayang tahun 2012 terbagi atas 2 jenis kelamin
yaitu laki-laki dan perempuan, dimana jumlah penduduk yang mendominasi adalah
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 25.951 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 25.289 jiwa. jumlah penduduk
perempuan terbanyak berada di kelurahan malalayang 1 yaitu 4.380 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan terendah berada di kelurahan winangun 2 yaitu 1.392
jiwa dan untuk jumlah penduduk laki-laki terbanyak berada di kelurahan
malalayang 1 yaitu 4.410 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki terendah berada di
kelurahan winangun 2 yaitu 1.608 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel dan grafik presentase jumlah penduduk kecamatan malalayang tahun 2012 di
bawah ini:

Tabel 4.9 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan


Malalayang Tahun Tahun 2012

Tahun 2012
No Kelurahan
Laki – laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)
1 Malalayang 2 3.304 3.417
2 Malalayang 1 4.410 4.380
3 Malalayang 1 Barat 2.464 2.520
4 Malalayang 1 Timur 2.494 2.520
5 Winangun 1 3.449 3.503
6 Winangun 2 1.608 1.392
7 Bahu 3.351 3.982
8 Kleak 2.550 2.608
9 Batu Kota 1.659 1.629
Jumlah 25.289 25.951
Sumber: Badan Pusat statistik, Kecamatan Malalayang dalam angka tahun 2012

Tahun 2012

Kelurahan Batu Kota


Kelurahan Kleak
Kelurahan Bahu
Kelurahan Winangun 2
Kelurahan Winangun 1 Perempuan
Kelurahan Malalayang 1 Timur Laki - laki
Kelurahan Malalayang 1 Barat
Kelurahan Malalayang 1
Kelurahan Malalayang 2
0 1000 2000 3000 4000 5000

Gambar 4.11 Grafik Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Malalayang Tahun 2012
67
2. Jumlah Penduduk Tahun 2013
Jumlah penduduk di kecamatan malalayang tahun 2013 terbagi atas 2 jenis kelamin
yaitu laki-laki dan perempuan, dimana jumlah penduduk yang mendominasi adalah
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 29.054 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 27.792 jiwa. jumlah penduduk
perempuan terbanyak berada di kelurahan malalayang 2 yaitu 5.506 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan terendah berada di kelurahan winangun 2 yaitu 1.321
jiwa dan untuk jumlah penduduk laki-laki terbanyak berada di kelurahan
malalayang 2 yaitu 4.854 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki terendah berada di
kelurahan winangun 2 yaitu 1.536 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel dan grafik presentase jumlah penduduk kecamatan malalayang tahun 2013 di
bawah ini:

Tabel 4.10 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Di Kecamatan Malalayang Tahun Tahun 2013

Tahun 2013
No Kelurahan
Laki – laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)
1 Malalayang 2 4.854 5.506
2 Malalayang 1 4.352 4.345
3 Malalayang 1 Barat 2.775 2.851
4 Malalayang 1 Timur 2.932 2.981
5 Winangun 1 3.867 3.785
6 Winangun 2 1.536 1.321
7 Bahu 3.207 3.811
8 Kleak 2.568 2.652
9 Batu Kota 1.701 1.802
Jumlah 27.792 29.054
Sumber: Badan Pusat statistik, Kecamatan Malalayang dalam angka tahun 2013

Tahun 2013

Kelurahan Batu Kota


Kelurahan Kleak
Kelurahan Bahu
Kelurahan Winangun 2
Kelurahan Winangun 1 Perempuan
Kelurahan Malalayang 1 Timur Laki - laki
Kelurahan Malalayang 1 Barat
Kelurahan Malalayang 1
Kelurahan Malalayang 2
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Gambar 4.12 Grafik Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Malalayang Tahun 2013
68
3. Jumlah Penduduk Tahun 2014
Jumlah penduduk di kecamatan malalayang tahun 2014 terbagi atas 2 jenis kelamin
yaitu laki-laki dan perempuan, dimana jumlah penduduk yang mendominasi adalah
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 28.422 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 27.967 jiwa. jumlah penduduk
perempuan terbanyak berada di kelurahan malalayang 2 yaitu 5.300 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan terendah berada di kelurahan winangun 2 yaitu 1.537
jiwa dan untuk jumlah penduduk laki-laki terbanyak berada di kelurahan
malalayang 2 yaitu 5.029 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki terendah berada di
kelurahan winangun 2 yaitu 1.537 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel dan grafik presentase jumlah penduduk kecamatan malalayang tahun 2014 di
bawah ini:

Tabel 4.11 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Di Kecamatan Malalayang Tahun Tahun 2014

Tahun 2014
No Kelurahan
Laki – laki (Jwa) Perempuan (Jiwa)
1 Malalayang 2 5.029 5.300
2 Malalayang 1 4.378 4.274
3 Malalayang 1 Barat 2.783 2.859
4 Malalayang 1 Timur 2.732 2.808
5 Winangun 1 3.862 3.791
6 Winangun 2 1.537 1.321
7 Bahu 3.398 3.853
8 Kleak 2.493 2.461
9 Batu Kota 1.755 1.755
Jumlah 27.967 28.422
Sumber : Badan Pusat statistik, Kecamatan Malalayang dalam angka tahun 2014

Tahun 2014

Kelurahan Batu Kota


Kelurahan Kleak
Kelurahan Bahu
Kelurahan Winangun 2
Kelurahan Winangun 1 Perempuan
Kelurahan Malalayang 1 Timur Laki - laki
Kelurahan Malalayang 1 Barat
Kelurahan Malalayang 1
Kelurahan Malalayang 2
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Gambar 4.13 Grafik Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Malalayang Tahun 2014

69
4. Jumlah Penduduk Tahun 2015
Jumlah penduduk di kecamatan malalayang tahun 2015 terbagi atas 2 jenis kelamin
yaitu laki-laki dan perempuan, dimana jumlah penduduk yang mendominasi adalah
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 29.054 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 27.792 jiwa. jumlah penduduk
perempuan terbanyak berada di kelurahan malalayang 2 yaitu 5.300 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan terendah berada di kelurahan winangun 2 yaitu 1.321
jiwa dan untuk jumlah penduduk laki-laki terbanyak berada di kelurahan
malalayang 2 yaitu 5.029 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki terendah berada di
kelurahan winangun 2 yaitu 1.537 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel dan grafik presentase jumlah penduduk kecamatan malalayang tahun 2015 di
bawah ini:

Tabel 4.12 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Di Kecamatan Malalayang Tahun Tahun 2015

Tahun 2015
No Kelurahan
Laki – laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)
1 Malalayang 2 5.029 5.300
2 Malalayang 1 4.342 4.248
3 Malalayang 1 Barat 2.783 2.859
4 Malalayang 1 Timur 2.732 2.808
5 Winangun 1 3.862 3.791
6 Winangun 2 1.537 1.321
7 Bahu 3.406 3.857
8 Kleak 2.493 2.461
9 Batu Kota 1.755 1.755
Jumlah 27.792 29.054
Sumber : Badan Pusat statistik, Kecamatan Malalayang dalam angka tahun 2015

Tahun 2015

Kelurahan Batu Kota


Kelurahan Kleak
Kelurahan Bahu
Kelurahan Winangun 2
Kelurahan Winangun 1 Perempuan
Kelurahan Malalayang 1 Timur Laki - laki
Kelurahan Malalayang 1 Barat
Kelurahan Malalayang 1
Kelurahan Malalayang 2
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Gambar 4.14 Grafik Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Malalayang Tahun 2015

70
5. Jumlah Penduduk Tahun 2016
Jumlah penduduk di kecamatan malalayang tahun 2016 terbagi atas 2 jenis kelamin
yaitu laki-laki dan perempuan, dimana jumlah penduduk yang mendominasi adalah
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 28.882 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 28.149 jiwa. jumlah penduduk
perempuan terbanyak berada di kelurahan malalayang 2 yaitu 5.506 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan terendah berada di kelurahan winangun 2 yaitu 1.321
jiwa dan untuk jumlah penduduk laki-laki terbanyak berada di kelurahan
malalayang 2 yaitu 4.854 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki terendah berada di
kelurahan winangun 2 yaitu 1.536 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel dan grafik presentase jumlah penduduk kecamatan malalayang tahun 2016 di
bawah ini:

Tabel 4.13 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Di Kecamatan Malalayang Tahun Tahun 2016

Tahun 2016
No Kelurahan
Laki - laki Perempuan
1 Malalayang 2 4.854 5.506
2 Malalayang 1 4.467 4.322
3 Malalayang 1 Barat 2.801 2.864
4 Malalayang 1 Timur 2.939 2.965
5 Winangun 1 3.867 3.786
6 Winangun 2 1.536 1.321
7 Bahu 3.325 3.796
8 Kleak 2.616 2.562
9 Batu Kota 1.744 1.760
Jumlah 28.149 28.882
Sumber : Badan Pusat statistik, Kecamatan Malalayang dalam angka tahun 2016

Tahun 2016

Kelurahan Batu Kota


Kelurahan Kleak
Kelurahan Bahu
Kelurahan Winangun 2
Kelurahan Winangun 1 Perempuan
Kelurahan Malalayang 1 Timur Laki - laki
Kelurahan Malalayang 1 Barat
Kelurahan Malalayang 1
Kelurahan Malalayang 2
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Gambar 4.15 Grafik Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Malalayang Tahun 2016

71
Tabel 4.14 Jumlah dan Perkembangan Penduduk
di Kecamatan Malalayang Tahun 2012-2016

Jumlah Penduduk Pertambahan Presentase


No Tahun
(Jiwa) (Jiwa) (%)
1 2012 51.240 - -
2 2013 56.846 5.606 9,86
3 2014 56.389 - 457 - 0,81
4 2015 56.344 - 45 - 0,08
5 2016 57.031 687 1,20

Rata-rata 55.570 1.447 2,54

Sumber : Kecamatan Malalayang dalam angka tahun 2012-2017

58000
56000
54000
52000
50000
48000
2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 4.16 Grafik Jumlah Penduduk 5 Tahun

Berdasarkan tabel 4 dan Gambar 5 jumlah pertumbuhan penduduk di Kecamatan


Malalayang cenderung mengalami peningkatan dan penurunan. Penurunan jumlah
penduduk terjadi pada tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu 457 jiwa dan pada tahun
2014 ke tahun 2015 yaitu 45 jiwa. Pertambahan penduduk yang tinggi terjadi pada
tahun 2012 ke tahun 2013 dengan pertambahan 5.606 jiwa, sedangkan pertambahan
penduduk yang paling rendah terjadi pada tahun 2015 ke 2016 dengan jumlah 687
jiwa.

72
4.2.2 Kepadatan Penduduk Kecamatan Malalayang tahun 2016
Kepadatan Penduduk di Kecamatan Malalayang pada tahun 2016 adalah sebanyak
363 jiwa per Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 57.031 jiwa dan luas wilayah
3029.75 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6 dan Peta Kepadatan
Penduduk Kecamatan Malalayang Tahun 2016

Tabel 4.15 Kepadatan Penduduk Kecamatan Malalayang Tahun 2016

Luas Penduduk Kepadatan


No Kelurahan Penduduk
Ha % Jumlah % Jiwa/Ha
1 Malalayang 1 900,00 29.71 8.789 15.41 10
2 Malalayang 2 700,00 23.1 10.360 18.17 15
3 Malalayang 1 Barat 672,00 22.18 5.665 9.93 8
4 Malalayang 1 Timur 320,85 10.59 5.904 10.35 18
5 Bahu 87,50 2.89 7.121 12.49 81
6 Kleak 60,40 1.99 5.178 9.08 86
7 Batu Kota 72,00 2.38 3.504 6.14 49
8 Winangun 1 155,00 5.12 7.653 13.42 49
9 Winangun 2 62,00 2.05 2.857 5.01 46
Sumber: hasil analisis GIS dan Kecamatan Malalayang dalam angka tahun 2012-2017

Tabel 4.16 Klasifikasi Kepadatan Penduduk

No Kelas Kepadatan Penduduk


jiwa/Ha
1 Rendah <150
2 Sedang 151-200
3 Tinggi 201-400
4 Sangat Padat >400
Sumber: BSN (Badan Standarnisasi Nasional)

73
Gambar 4.17 Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Malalayang Tahun 2017 (Hasil Analisis Tahun 2017)

74
4.2 Identifikasi Perubahan Morfologi Kota

4.2.4 Penggunaan Lahan di Kecamatan Malalayang

Penggunaan lahan pada kawasan dibedakan dalam penggunaan lahan terbangun dan
penggunaan lahan tidak terbangun. Total luas penggunaan lahan terbangun di
kecamatan Malalayang tahun 2016 seluas 777.09 ha atau setara dengan 47.53%
total luas kawasan. Penggunaan lahan tidak terbangun seluas 857.86 ha atau setara
dengan 52.47% total luas kawasan.

Penggunaan lahan yang mengikuti pola jaringan jalan menunjukan adanya


pemusatan aktivitas pada kawasan tersebut. Hal tersebut menunjukan pusat
kawasan yang identik dengan penggunaan lahan perdagangan jasa pada kawasan
permukiman Kecamatan Malalayang. Pusat kawasan permukiman Kecamatan
Malalayang berada sepanjang Jl. Wolter Monginsidi. Kenampakan penggunaan
lahan perdagangan jasa menunjukan pemusatan aktivitas pada sepanjang jalan
dengan fungsi arteri primer. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel mengenai
pola pemanfaatan lahan di Kecamatan Malalayang dan peta penggunaan lahan di
Kecamatan Malalayang tahun 2004, tahun 2009 dan penggunaan lahan tahun 2016.
Di bawah ini:

75
Tabel 4.17 Pemanfaatan Lahan Di Kecamatan Malalayang Tahun 2016

No Lahan Terbangun Luas (Ha) Presentase (%) Lahan Tidak Terbangun Luas (Ha) Presentase (%)

1 Permukiman 679.77 87.48 Perkebunan 838.84 97.78


2 Perdagangan Umum/Pertokoan 20.70 2.66 Perkuburan 2.30 0.27
3 Jasa Pelayanan Umum 5.36 0.69 Kolam 2.04 0.24
4 Transportasi 1.62 0.21 Tanah Kosong 14.69 1.71
5 Jasa Kesehatan 21.88 3.13
6 Jasa Pendidikan 41.58 5.35
7 Lembaga/Kantor 0.31 0.04
8 Pasar 2.00 0.26
9 Jasa Peribadatan 1.35 0.17
10 Instalasi Listrik/Telkom 0.07 0.01
Total 777.09 100.00 Total 857.86 100.00

Total Keseluruhan 1634.95 Ha

Presentase (%) 47.53% 52.47%

Sumber : RTRW tahun 2014-2034 dan Hasil Analisis 2017

76
LahanTerbangun
48% Lahan Tidak
Terbangun
52%

Lahan Tidak Terbangun LahanTerbangun

Gambar 4.18 Presentase Pemanfaatan Lahan Di Kecamatan malalayang tahun 2016

Gambar 4.19 Penggunaan Lahan Perdagangan dan jasa si sepanjang Jl. R.W. Monginsidi

77
1. Penggunaan Lahan Tahun 2014
Penggunaan Lahan di Kecamatan Malalayang Tahun 2004 terdiri dari: Perkebunan,
perdagangan dan jasa, jasa pelayanan umum, transportasi, jasa kesehatan, jasa
Pendidikan, Lembaga dan kantor, pasar, jasa peribadatan, perkuburan, instalasi
listrik dan Telkom, kolam, permukiman, dan tanah kosong. Luas pola pemanfaatn
lahan dikecamatan Malalayang tahun 2004 yaitu sebesar 1631.56 Ha, dimana
penggunaan lahan didominasi oleh lahan perkebunan 888.68 Ha, lahan permukiman
606.89 Ha, dan penggunaan lahan yang tidak mendominasi yaitu instalasi listrik
dan telkom dengan luas lahan 0.07 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada
tabel dan grafik pola penggunaan lahan di Kecamatan malalayang Tahun 2004
dibawah ini:

Tabel 4.18 Pola Pemanfaatan Lahan Tahun 2004 Di Kecamatan Malalayang

Luas Lahan Tahun


No Penggunaan Lahan Presentase (%)
2004 (Ha)
1 Perkebunan 888.68 54.47%
2 Perdagangan Umum/Pertokoan 15.55 0.95%
3 Jasa Pelayanan Umum 5.36 0.33%
4 Transportasi 1.62 0.10%
5 Jasa Kesehatan 21.88 1.34%
6 Jasa Pendidikan 41.58 2.55%
7 Lembaga/Kantor 0.31 0.02%
8 Pasar 2.00 0.12%
9 Jasa Peribadatan 1.35 0.08%
10 Perkuburan 2.30 0.14%
11 Instalasi Listrik/Telkom 0.07 0.00%
12 Kolam 1.38 0.08%
13 Permukiman 606.89 37.20%
14 Tanah Kosong 42.59 2.61%
Jumlah 1631.56 100.00%
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2017

78
Perkebunan
3% Perdagangan Umum/Pertokoan
Jasa Pelayanan Umum
Transportasi
Jasa Kesehatan
37% Jasa Pendidikan
Lembaga/Kantor
55% Pasar
Jasa Peribadatan
Perkuburan
0% Instalasi Listrik/Telkom
0%
Kolam
0%
0% 0% 1% Permukiman
0% 3% 0% 0% 1%

Gambar 4.20 Presentase Penggunaan Lahan Di Kecamatan Malalayang Tahun 2004

79
Gambar 4.21 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Malalayang Tahun 2004 (Hasil Analisis Tahun 2017)

80
Gambar 4.22 Peta Citra Kecamatan Malalayang Tahun 2004 (Hasil Analisis Tahun 2017)

81
2. Penggunaan Lahan Tahun 2009
Penggunaan Lahan di Kecamatan Malalayang Tahun 2009 terdiri dari: Perkebunan,
perdagangan dan jasa, jasa pelayanan umum, transportasi, jasa kesehatan, jasa
Pendidikan, Lembaga dan kantor, pasar, jasa peribadatan, perkuburan, instalasi
listrik dan Telkom, kolam, permukiman, dan tanah kosong. Luas pola pemanfaatan
lahan dikecamatan Malalayang tahun 2009 yaitu sebesar 1634.94 Ha, dimana
pengguanaan lahan didominasi oleh lahan perkebunan 848.65 Ha, lahan
permukiman 670.15 Ha, dan penggunaan lahan yang tidak mendominasi yaitu
instalasi listrik dan telkom dengan luas lahan 0.07 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat
di lihat pada tabel dan grafik pola penggunaan lahan di Kecamatan malalayang
Tahun 2009 dibawah ini:

Tabel 4.19 Pola Pemanfaatan Lahan Tahun 2009 Di Kecamatan Malalayang

Luasan Lahan Tahun 2009


No Penggunaan Lahan Presentase (%)
(Ha)
1 Perkebunan 848.65 51.91
2 Perdagangan Umum/Pertokoan 18.40 1.13
3 Jasa Pelayanan Umum 5.36 0.33
4 Transportasi 1.62 0.10
5 Jasa Kesehatan 23.35 1.43
6 Jasa Pendidikan 41.58 2.54
7 Lembaga/Kantor 0.31 0.02
8 Pasar 2.00 0.12
9 Jasa Peribadatan 1.35 0.08
10 Perkuburan 2.30 0.14
11 Instalasi Listrik/Telkom 0.07 0.00
12 Kolam 1.38 0.08
13 Permukiman 670.15 40.99
14 Tanah Kosong 18.42 1.13
Jumlah 1634.94 100.00
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2017

82
1% Perkebunan
Perdagangan Umum/Pertokoan
Jasa Pelayanan Umum
Transportasi
Jasa Kesehatan
41% Jasa Pendidikan
Lembaga/Kantor
52%
Pasar
Jasa Peribadatan
Perkuburan
Instalasi Listrik/Telkom
0%
0% Kolam
0% 0% 2% Permukiman
0% 0% 3% 0% 0% 1%

Gambar 4.23 Presentase Penggunaan Lahan Di Kecamatan Malalayang Tahun 2009

83
Gambar 4.24 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Malalayang Tahun 2009 (Hasil Analisis Tahun 2017)

84
Gambar 4.25 Peta Citra Kecamatan Malalayang Tahun 2009 (Hasil Analisis Tahun 2017)

85
3. Penggunaan Lahan Tahun 2016
Penggunaan Lahan di Kecamatan Malalayang Tahun 2016 terdiri dari: perkebunan,
perdagangan dan jasa, jasa pelayanan umum, transportasi, jasa kesehatan, jasa
pendidikan, lembaga dan kantor, pasar, jasa peribadatan, perkuburan, instalasi
listrik dan telkom, kolam, permukiman, dan tanah kosong. Luas pola pemanfaatan
lahan dikecamatan Malalayang tahun 2016 yaitu sebesar 1634.97 Ha, dimana
pengguanaan lahan didominasi oleh lahan perkebunan 838.84 Ha, lahan
permukiman 679.77 Ha, dan penggunaan lahan yang tidak mendominasi yaitu
instalasi listrik dan telkom dengan luas lahan 0.07 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat
di lihat pada tabel dan grafik pola penggunaan lahan di Kecamatan Malalayang
Tahun 2016 dibawah ini:

Tabel 4.20 Pola Pemanfaatan Lahan Tahun 2016 Di Kecamatan Malalayang

Luasan Lahan Tahun 2016


No Penggunaan Lahan Presentase (%)
(Ha)
1 Perkebunan 838.84 51.31
2 Perdagangan Umum/Pertokoan 20.70 1.27
3 Jasa Pelayanan Umum 5.36 0.33
4 Transportasi 1.62 0.10
5 Jasa Kesehatan 24.34 1.49
6 Jasa Pendidikan 41.58 2.54
7 Lembaga/Kantor 0.31 0.02
8 Pasar 2.00 0.12
9 Jasa Peribadatan 1.35 0.08
10 Perkuburan 2.30 0.14
11 Instalasi Listrik/Telkom 0.07 0.00
12 Kolam 2.04 0.12
13 Permukiman 679.77 41.58
14 Tanah Kosong 14.69 0.90
Jumlah 1634.95 100.00
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2017

86
1% Perkebunan
Perdagangan Umum/Pertokoan
Jasa Pelayanan Umum
Transportasi
Jasa Kesehatan
40%
Jasa Pendidikan
Lembaga/Kantor
53% Pasar
Jasa Peribadatan
Perkuburan
Instalasi Listrik/Telkom
0%
0% Kolam
0% 3%
0% Permukiman
0% 0% 0% 2% 0% 1%

Gambar 4.26 Presentase Penggunaan Lahan Di Kecamatan Malalayang Tahun 2016

87
Gambar 4.27 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Malalayang Tahun 2016 (Hasil Analisis Tahun 2017)

88
Gambar 4.28 Peta Citra Kecamatan Malalayang Tahun 2016 (Hasil Analisis Tahun 2017)

89
4.2.5 Analisis Perubahan Pola Penggunaan Lahan di Kecamatan Malalayang
Penggunaan lahan di Kecamatan Malalayang mengalami perubahan setiap tahun,
hal ini dipengaruhi oleh kegiatan dan pertumbuhan penduduk yang mendiami
kawasan. Sebagian besar lahan di Kecamatan Malalayang merupakan lahan
produktif diantaranya adalah lahan perkebunan sedangkan selebihnya merupakan
lahan permukiman serta bangunan lainnya. Penggunaan lahan di Kecamatan
Malalayang tiap tahunnya mengalami peningkatan sehingga kebutuhan akan ruang
dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan akan kebutuhan ruang tersebut
menyebabkan terjadinya perkembangan kota. Penggunaan lahan di Kecamatan
Malalayang pada tahun 2004 seluas 1623.25 ha dan 2009 seluas 1634.76 ha
sedangkan pada tahun 2016 seluas 1634.88 ha. Penggunaan lahan permukiman di
Kecamatan Malalayang pada tahun 2004 sebanyak 38.19 % pada tahun 2009
sebanyak 40.99 % sedangkan pada tahun 2016 sebanyak 41.67 %. Perubahan
penggunaan lahan terbesar terjadi pada penggunaan lahan perkebunan dimana lahan
perkebunan pada tahun 2004 seluas 888.68 ha dan pada tahun 2016 seluas 838.84
ha atau berkurang 58.71 ha. Sedangkan untuk tanah kosong pada tahun 2004 seluas
42.59 ha dan pada tahun 2016 seluas 14.69 ha atau berkurang 27.65 ha. Hal ini
disebabkan oleh perkembangan permukiman yang tiap tahunnya mengalami
peningkatan. Peningkatan perubahan lahan terjad pada lahan permukiman dimana
pada tahun 2004 seluas 606.89 ha dan pada tahun 2016 seluas 679.77 ha atau
meningkat 58.71 ha, sedangkan untuk lahan prdagangan umum dan pertokoan pada
tahun 2004 seluas 15.55 ha dan pada tahun 2016 seluas 20.70 atau meningkat 5.15
ha dan untuk penggunann lahan jasa kesehatan pada tahun 2004 seluas 21.88 ha dan
pada tahun 2016 seluas 24.34 ha atau meningkat 2.46 ha, dan untuk kolan pada
tahun 2004 seluas 1.38 ha dan pada tahun 2016 seluas 2.04 atau meningkat 0.66 ha,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel analisis perubahan lahan dan tabel
perbandingan luas penggunaan lahan dibawah ini.

90
Tabel 2.21 Analisis Perubahan penggunaan Lahan Tahun 2004 - 2016

Penggunaan Lahan
No Luas (Ha)
Perubahan (+/-)

1 Permukiman 58.71
2 Perdagangan Umum/Pertokoan 5.15
3 Jasa Kesehatan 2.46
4 Perkebunan - 35.90
5 Kolam 0.66
6 Tanah Kosong - 27.65

Tidak Berubah

7 Lembaga/Kantor -
8 Instalasi Listrik/Telkom -
9 Jasa Pelayanan Umum -
10 Jasa Pendidikan -
11 Transportasi -
12 Pasar -
13 Perkuburan -
Sumber: Hasil Analisis 2017

91
Tabel 4.22 Perbandingan Luas Pengguanaan Lahan

Luas Luas
Selisih (+/-) Selisih (+/-)
No Penggunaan Lahan
Tahun 2004 (Ha) Tahun 2009 (Ha) (Ha) Tahun 2009 (Ha) Tahun 2016 (Ha) (Ha)

1 Perkebunan 888.68 848.65 40.03 848.65 838.84 9.81


2 Perdagangan Umum/Pertokoan 15.55 18.40 -2.85 18.40 20.70 -2.30
3 Jasa Pelayanan Umum 5.36 5.36 - 5.36 5.36 -
4 Transportasi 1.62 1.62 - 1.62 1.62 -
5 Jasa Kesehatan 21.88 23.35 -1.47 23.35 24.34 -0.99
6 Jasa Pendidikan 41.58 41.58 - 41.58 41.58 -
7 Lembaga/Kantor 0.31 0.31 - 0.31 0.31 -
8 Pasar 2.00 2.00 - 2.00 2.00 -
9 Jasa Peribadatan 1.35 1.35 - 1.35 1.35 -
10 Perkuburan 2.30 2.30 - 2.30 2.30 -
11 Instalasi Listrik/Telkom 0.07 0.07 - 0.07 0.07 -
12 Kolam 1.38 1.38 - 1.38 2.04 -0.66
13 Permukiman 606.89 670.15 -63.26 670.15 679.77 -9.62
14 Tanah Kosong 42.59 18.42 24.17 18.42 14.69 3.73
Jumlah 1631.56 1634.94 1634.94 1634.97
Sumber: Hasil Analisis 2017

92
Gambar 4.29 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Malalayang Tahun 2004 - 2016 (Hasil Analisis Tahun 2017)

93
4.2.6 Pemanfaatan Lahan Permukiman Di Daerah Rawan Longsor
Tanah longsor merupakan suatu aktivitas dari proses gangguan keseimbangan yang
menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yang lebih rendah. Kondisi topografi yang berbukit dan bergunung,
tingginya tingkat kepadatan penduduk di wilayah perbukitan serta pemanfaatan
lahan dan ruang yang kurang baik menimbulkan tekanan terhadap ekosistem. Untuk
menghindari jatuhnya korban yang lebih besar dan banyak akibat bahaya tanah
longsor, diperlukan upaya-upaya yang mengarah kepada tindakan meminimalisir
akibat yang akan ditimbulkan. Untuk dapat memantau dan mengamati fenomena
tanah longsor di suatu kawasan diperlukan adanya suatu identifikasi dan pemetaan
daerah rawan tanah longsor yang mampu memberikan gambaran kondisi kawasan
yang ada berdasarkan faktor penyebab terjadinya tanah longsor. Tingkat kerawanan
Tanah longsor di kecamatan Malalayang terjadi karena Lereng atau tebing dan
penggunaan lahan, Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya
pendorong. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah
1800 dengan bidang longsor mendatar. Dalam penggunaan lahan, penataan lahan
yang tidak tepat pada daerah lereng dapat menyebakan terjadinya tanah longsor.
Berdasarkan hasil identifikasi, kondisi pemanfaatn lahan pada daerah rawan
bencana longsor dengan tingkat kerawanan tinggi di kecamatan malalayang
mempunyai luas area 153.91 ha, dan untuk daerah rawan bencana longsor tingkat
cukup rawan di kecamatan malalayang mempunyai luas area 241.81 ha, dan utuk
daerah tidak rawan longsor mempunyai luas area 1284.57 ha. Klasifikasi tingkat
rawan longsor terbagi atas 3 tingkatan yaitu, wilayah tidak rawan, wilayah cukup
rawan, dan wilayah rawan. Tingkat rawan longsor tinggi berada di kelurahan
malalayang 1 timur dengan luas area rawan longsor 25.33 ha, untuk tingkat wilayah
cukup rawan berada di kelurahan winangun 1 dengan luas area 60,64 ha dan untuk
wilayah tidak rawan berada di kelurahan malalayang 1 dengan luas area 272.46 ha.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel klasifikasi rawan longsor dan peta
pemanfaatan lahan di daerah rawan longsor dibawah ini.

94
Tabel 4.23 Parameter Kerawanan Longsor

No Parameter Kriteria
Datar, Kemiringan 0-8%
Landai, Berombak sampai bergelombang, Kemiringan 8-15%
1 Kelerengan Agak curam, Berbukit, Kemiringan 15-25%
Curam s/d Sangat curam, Kemiringan 25-40%
Sangat curam s/d Terjal, Kemiringan >40%
Alluvial
Mediteran, Brown forest, Non calcic brown
2 Jenis Tanah
Andosol
Litosol
Curah Hujan <1000 mm/thn
Curah Hujan <1500-2000 mm/thn
3 Curah Hujan
Curah Hujan <2000-2500 mm/thn
Curah Hujan >25000 mm/thn
Sumber: Nugroho Dkk (2009)

Tabel 4.24 Klasifikasi Rawan Longsor Kecamatan Malalayang

No Kelurahan Wilayah Tidak Wilayah Cukup Wilayah


Rawan (Ha) Rawan (Ha) Rawan (Ha)

1 Malalayang 2 233.46 35.14 9.11


2 Malalayang 1 272.46 45.67 25.33
3 Malalayang 1 Barat 216.62 51.33 14.90
4 Malalayang 1 Timur 169.91 24.72 52.42
5 Winangun 1 123.87 60.64 31.66
6 Winangun 2 32.14 11.61 7.52
7 Bahu 98.21 - -
8 Kleak 65.38 - -
9 Batu Kota 26.48 12.70 12.97
Jumlah 1284.57 241.81 153.91

Sumber: Hasil Analisis 2017

95
Gambar 4.30 Peta Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan Longsor Kecamatan Malalayang (Hasil Analisis Tahun 2017)

96
4.2.7 Identifikasi Komponen Morfologi Kota Kecamatan Malalayang
4.2.7.1 Pola Plot Bangunan
1. Pola Plot Bangunan di Kelurahan Malalayang 2

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan Malalayang 2 didominasi dengan


pola plot permukiman dengan luasan 215.47 Ha dan persentase 75,00%. Dimensi
pola plot permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang tidak beraturan,
dimana sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal. Pola plot yang tidak mendominasi
yaitu pola plot mix use dengan luasan 0.21 Ha dengan presentase 0,07% dan
mempunyai dimensi atau ukuran yang kecil dimana sebaranya mengikuti jaringan
jalan arteri primer. Sedangkan pola plot yang mendominasi di sepanjang jaringan
jalan arteri primer yaitu pola plot perdagangan dan jasa dengan luasan 6,28 Ha dan
presentase 2.19%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, presentase dan peta
pola plot kelurahan Malalayang 2 dibawah ini:

Tabel 4.25 Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 2

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Jasa Pendidikan 5.40 1.88
2 Mix Use 0.21 0.07
3 Perdagangan dan Jasa 6.28 2.19
4 Perkebunan 57.94 20.17
5 Permukiman 215.47 75.00
6 Terminal 1.99 0.69
Jumlah 287.29 100.00
Sumber : Hasil Analisis 2017

1% 2% 0% 2% Jasa Pendidikan

Mix Use
20%

Perdagangan dan
Jasa
75% Perkebunan

Permukiman

Gambar 4.31 Presentase Luasan Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 2

97
Terminal Mix Use

Permukiman Jasa Pendidikan

Gambar 4.32 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 2 Tahun 2017

98
2. Pola Plot Bangunan di Kelurahan Malalayang 1

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan Malalayang 1 didominasi dengan


pola plot permukiman dengan luasan 242.86 Ha dan persentase 70,43%. Dimensi
pola plot permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang tidak beraturan,
dimana sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal. Pola plot yang tidak mendominasi
yaitu pola plot jasa kesehatan dengan luasan 0.19 Ha dengan presentase 0,06% dan
mempunyai dimensi atau ukuran yang kecil dimana sebaranya mengikuti jaringan
jalan arteri primer. Sedangkan pola plot yang mendominasi di sepanjang jaringan
jalan arteri primer yaitu pola plot perdagangan dan jasa dengan luasan 6.34 Ha dan
presentase 1,84%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, presentase dan peta
pola plot kelurahan Malalayang 1 dibawah ini:

Tabel 4.26 Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Jasa Kesehatan 0.19 0.06
2 Jasa Pendidikan 0.23 0.07
3 Lapangan 0.27 0.08
4 Mix Use 0.91 0.26
5 Perdagangan dan Jasa 6.34 1.84
6 Perkebunan 94.02 27.27
7 Permukiman 242.86 70.43
Jumlah 344.82 100.00
Sumber : Hasil Analisis 2017

0% 0% 0% 0% 2%

Jasa Kesehatan
Jasa Pendidikan
27%
Lapangan
Mix Use
Perdagangan dan Jasa
71% Perkebunan
Permukiman

Gambar 4.33 Presentase Luasan Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1


99
Perdagangan dan Jasa Jasa Kesehatan

Mix Use Permukiman

Gambar 4.34 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Tahun 2017
100
3. Pola Plot Bangunan di Kelurahan Malalayang 1 Barat

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan Malalayang 1 Barat didominasi


dengan pola plot permukiman dengan luasan 168.46 Ha dan persentase 59,13%.
Dimensi pola plot permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang tidak
beraturan, dimana sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal. Pola plot yang tidak
mendominasi yaitu pola plot kantor dengan luasan 0,36 Ha dengan presentase
0,13% dan mempunyai dimensi atau ukuran yang kecil dimana sebaranya
mengikuti jaringan jalan arteri primer. Sedangkan pola plot yang mendominasi di
sepanjang jaringan jalan arteri primer yaitu pola plot jasa kesehatan dengan luasan
23,27 Ha dan presentase 8,17%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel,
presentase dan peta pola plot kelurahan Malalayang 1 Barat dibawah ini:

Tabel 4.27 Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Barat

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Mix Use 0.74 0.26
2 Jasa Kesehatan 23.27 8.17
3 Jasa Pendidikan 1.27 0.45
4 Kantor 0.36 0.13
5 Perdagangan dan Jasa 1.67 0.59
6 Permukiman 168.46 59.13
7 Perkebunan 79.38 27.86
8 Perumahan Terencana 9.75 3.42
Jumlah 284.90 100.00
Sumber : Hasil Analisis 2017

3% 0% 1% 0%
Mix Use
1%
8% Jasa Kesehatan
Jasa Pendidikan
28%
Kantor
Perdagangan dan Jasa
Permukiman
59%
Perkebunan
Perumahan Terencana

Gambar 4.35 Presentase Luasan Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Barat

101
Jasa Kesehatan Perdagangan dan Jasa

Permukiman Mix Use

Gambar 4.36 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Barat Tahun 2017
102
4. Pola Plot Bangunan di Kelurahan Malalayang 1 Timur

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan Malalayang 1 Barat didominasi


dengan pola plot permukiman dengan luasan 168.46 Ha dan persentase 59,13%.
Dimensi pola plot permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang tidak
beraturan, dimana sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal. Pola plot yang tidak
mendominasi yaitu pola plot kantor dengan luasan 0,36 Ha dengan presentase
0,13% dan mempunyai dimensi atau ukuran yang kecil dimana sebaranya
mengikuti jaringan jalan arteri primer. Sedangkan pola plot yang mendominasi di
sepanjang jaringan jalan arteri primer yaitu pola plot jasa kesehatan dengan luasan
23,27 Ha dan presentase 8,17%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel,
presentase dan peta pola plot kelurahan Malalayang 1 Barat dibawah ini:

Tabel 4.28 Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Timur

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Jasa Pendidikan 0.85 0.34
2 Kantor 0.34 0.14
3 Mix Use 0.22 0.09
4 Pemerintahan 0.08 0.03
5 Perdagangan dan Jasa 1.13 0.46
6 Perkebunan 71.86 29.10
7 Permukiman 120.22 48.69
8 Perumahan Terencana 52.01 21.06
9 Tempat Peribadatan 0.22 0.09
Jumlah 246.93 100.00
Sumber : Hasil Analisis 2017

0% 0% 0% 0% 0%
1%
Jasa Pendidikan

21% Kantor
29% Mix Use
Pemerintahan
Perdagangan dan Jasa

49% Perkebunan
Permukiman

Gambar 4.37 Presentase Luasan Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Timur

103
Perdagangan dan jasa Permukimann

Mix Use Perumahan Terencana

Gambar 4.38 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Timur Tahun 2017
104
5. Pola Plot Bangunan di Kelurahan Malalayang Winangun 1

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan Winangun 1 didominasi dengan


pola plot permukiman dengan luasan 142,05 Ha dan persentase 61,99%. Dimensi
pola plot permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang tidak beraturan,
dimana sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal. Pola plot yang tidak mendominasi
yaitu pola plot jasa pendidikan dengan luasan 0,67 Ha dengan presentase 0.29%
dan mempunyai dimensi atau ukuran yang kecil dimana sebaranya berada di dalam
kawasan perumahan terencana. Sedangkan pola plot yang mendominasi di
sepanjang jaringan jalan ring road yaitu pola plot perdagangan dan jasa dengan
luasan 3.92 Ha dan presentase 1.71%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel,
presentase dan peta pola plot kelurahan winangun 1 dibawah ini:

Tabel 4.29 Pola Plot Bangunan Kelurahan Winangun 1

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Perdagangan dan Jasa 3.92 1.71
2 Jas Pendidikan 0.67 0.29
3 Mix Use 2.99 1.30
4 Permukiman 142.05 61.99
5 Perumahan Terencana 37.92 16.55
6 Lapangan 1.01 0.44
7 Perkebunan 40.59 17.71
Jumlah 229.15 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

2% 0%
1%

18% Perdagangan dan Jasa


0% Jasa Pendidikan
Mix Use
Permukiman
17%
Perumahan Terencana
62% Lapangan
Perkebunan

Gambar 4.39 Presentase Luasan Pola Plot Bangunan Kelurahan Winangun 1

105
Permukiman Perumahan Terencana

Jasa Pendidikan Mix Use

Gambar 4.40 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Winangun 1 Tahun 2017
106
6. Pola Plot Bangunan di Kelurahan Malalayang Winangun 2

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan Winangun 2 didominasi dengan


pola plot permukiman dengan luasan 43,68 Ha dan persentase 85,38%. Dimensi
pola plot permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang merata atau
berkumpul, dimana sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal dan jaringan jalan
arteri primer. Pola plot yang tidak mendominasi yaitu pola plot jasa pendidikan
dengan luasan 1,14 Ha dengan presentase 2,23% dan mempunyai dimensi atau
ukuran yang kecil dimana sebaranya berada pada jaringan jalan arteri primer.
Sedangkan pola plot yang mendominasi di sepanjang jaringan jalan arteri primer
yaitu pola plot Kawasan militer dengan luasan 2,32 Ha dan presentase 4,53%.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, presentase dan peta pola plot
kelurahan winangun 2 dibawah ini:

Tabel 4.30 Pola Plot Bangunan Kelurahan Winangun 2

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Militer 2.32 4.53
2 Jasa Pendidikan 1.14 2.23
3 Perdagangan dan Jasa 1.23 2.40
4 Permukiman 43.68 85.38
5 Perkebunan 2.79 5.45
Jumlah 51.16 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

2%
2%
6% 5%

Militer
Jasa Pendidikan
Perdagangan dan Jasa
Permukiman
Perkebunan

85%

Gambar 4.41 Presentase Luasan Pola Plot Bangunan Kelurahan Winangun 2

107
Permukiman Kawasan Militer

Perdagangan dan Jasa

Gambar 4.42 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Winangun 2 Tahun 2017
108
7. Pola Plot bangunan di Kelurahan Bahu

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan Bahu didominasi dengan pola plot
permukiman dengan luasan 45.82 Ha dan persentase 52.80%. Dimensi pola plot
permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang merata atau berkumpul, dimana
sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal. Sedangkan untuk pola plot jasa
Pendidikan dengan luasan 22.4 Ha dan presentase 25.81% mempunyai dimensi
yang merata dan sebaranya berada pada jaringan jalan lokal dan kolektor primer.
Pola plot yang tidak mendominasi yaitu pola plot fasilitas publik dengan luasan
0.14 Ha dengan presentase 0.16% dan mempunyai dimensi atau ukuran yang kecil
dimana sebaranya berada pada jaringan jalan arteri primer. Sedangkan pola plot
yang mendominasi di sepanjang jaringan jalan arteri primer yaitu pola plot mix use
dan pola plot perdagangan dan jasa dengan masing-masing mempunyai luasan
4.712 Ha dan 7.52 Ha presentase 5.43% dan 8.67%. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel, presentase dan peta pola plot kelurahan bahu dibawah ini:

Tabel 4.31 Pola Plot Bangunan Kelurahan Bahu

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Mix Use 4.71 5.43
2 Pasar 1.21 1.39
3 Jasa Pendidikan 22.4 25.81
4 Perdagangan dan Jasa 7.52 8.67
5 Permukiman 45.82 52.80
6 Tempat Peribadatan 1.9 2.19
7 Bank 0.31 0.36
8 Fasilitas Publik 0.14 0.16
9 Hotel 0.77 0.89
10 Jasa Kesehatan 0.41 0.47
11 Kantor 1.59 1.83
Jumlah 86.78 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017
0% 1% 1% 2% Mix Use
0% 1%
2% Pasar
5% Jasa Pendidikan
Perdagangan dan Jasa
26% Permukiman
Tempat Peribadatan
53% Bank
9% Fasilitas Publik
Hotel
Jasa Kesehatan
Kantor
Gambar 4.43 Presentase Luasan Pola Plot Kelurahan Bahu
109
Mix Use Perdagangan dan Jasa

Jasa Pendidikan

Gambar 4.44 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Bahu Tahun 2017
110
8. Pola plot Bangunan di Kelurahan Kleak

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan Kleak didominasi dengan pola plot
permukiman dengan luasan 34.78 Ha dan persentase 60.67%. Dimensi pola plot
permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang merata atau berkumpul, dimana
sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal. Sedangkan untuk pola plot jasa
Pendidikan dengan luasan 18.30 Ha dan presentase 31.92% mempunyai dimensi
yang merata dan sebaranya berada pada jaringan jalan lokal dan kolektor primer.
Pola plot yang tidak mendominasi yaitu pola plot pemerintahan dengan luasan 0.05
Ha dengan presentase 0.09% dan mempunyai dimensi atau ukuran yang kecil
dimana sebaranya berada pada jaringan jalan lokal. Sedangkan pola plot yang
mendominasi di sepanjang jaringan jalan arteri primer yaitu pola plot jasa kesehatan
dengan luasan 2.96 Ha dan presentase 5.16%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel, presentase dan peta pola plot kelurahan kleak dibawah ini:

Tabel 4.32 Pola Plot Bangunan Kelurahan Kleak

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Mix Use 0.12 0.21
2 Hotel 0.08 0.14
3 Jasa Kesehatan 2.96 5.16
4 Jasa Pendidikan 18.3 31.92
5 Permukiman 34.78 60.67
6 Tempat Peribadatan 0.64 1.12
7 Perdagangan dan Jasa 0.40 0.70
8 Pemerintahan 0.05 0.09
Jumlah 57.33 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

1% 1% 0% 0% 0%
Mix Use
5%
Hotel

Jasa Kesehatan
32%
Jasa Pendidikan

Permukiman
61%
Tempat Peribadatan

Perdagangan dan Jasa

Pemerintahan

Gambar 4.45 Presentase Luasan Pola Plot Bangunan Kelurahan Kleak


111
Permukiman Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Tempat Peribadatan


Gambar 4.46 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Kleak Tahun 2017
112
9. Pola Plot Bangunan di Kelurahan Batu Kota

Pola plot pada kawasan permukiman Kelurahan batu kota didominasi dengan pola
plot permukiman dengan luasan 36.03 Ha dan persentase 69.42%. Dimensi pola
plot permukiman mempunyai dimensi atau ukuran yang merata atau berkumpul,
dimana sebaranya mengikuti jaringan jalan lokal. Pola plot yang tidak mendominasi
yaitu pola plot perkebunan dengan luasan 15.87 Ha dengan presentase 30.58% dan
mempunyai dimensi atau ukuran yang sedang dimana sebaranya diantara pola plot
permukiman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, presentase dan peta pola
plot kelurahan kleak dibawah ini:

Tabel 4.33 Pola Plot Bangunan Kelurahan Batu Kota

No Plot bangunan Luasan (Ha) Presentase (%)


1 Perkebunan 15.87 30.58
2 Permukiman 36.03 69.42
Jumlah 51.9 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

31%

Permukiman
perkebunan

69%

Gambar 4.47 Presentase Luasan Pola Plot Bangunan Kelurahan Batu kota

113
Permukiman

Gambar 4.48 Peta Pola Plot Bangunan Kelurahan Batu Kota Tahun 2017

114
4.2.7.2 Pola Jaringan Jalan
1. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Malalayang 2

Dimensi jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 2


menunjukan tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di
kawasan permukiman kelurahan malalayang 2 terbagi atas 2 fungsi jalan yaitu jalan
arteri primer dan jaringan jalan lokal primer. Fungsi jalan dengan peranan lebih
tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding dengan fungsi jalan
dengan peranan lebih rendah. Jalan artri primer seperti jalan wolter monginsidi
mempunyai dimensi atau lebar jalan 16 m dan jalan lokal primer seperti jalan
manibang mempunyai dimensi atau lebar jalan 6 m. Selain dimensi jaringan jalan,
bentuk dasar dari struktur jaringan jalan yang menjadi masukan pola jaringan jalan.
Jalan utama pada kawasan ini berupa jalan arteri primer dikarenakan jalan ini yang
melintasi pusat kawasan. Bentuk dasar jaringan jalan pada kawasan permukiman
kelurahan malalayang 2 adalah berbentuk bercabang. Bentuk jalan utama jalan
arteri primer (memiliki dimensi lebar jalan lebih besar) bercabang dengan dan jalan
lokal (dimensi lebar jalan lebih kecil). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dan peta pola jaringan jalan kelurahan mlalayang 2 di bawah ini.

Tabel 4.34 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Malalayang 2 Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Wolter Monginsidi Arteri Primer 16 m
2 Jl. Winwin Lokal Primer 6m
3 Jl. Maruasey Lokal Primer 6m
4 Jl. Manibang Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

115
Jl. Wolter Monginsidi Jl. Manibang

Gambar 4.49 Peta Pola Jalan Kelurahan Malalayang 2 Tahun 2017


116
2. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Malalayang 1

Dimensi jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 1


menunjukan tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di
kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 terbagi atas 3 fungsi jalan yaitu jalan
arteri primer, jalan kolektor primer dan jaringan jalan lokal primer. Fungsi jalan
dengan peranan lebih tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding
dengan fungsi jalan dengan peranan lebih rendah. Jalan artri primer seperti jalan
wolter monginsidi mempunyai dimensi atau lebar jalan 16 m, jalan kolektor primer
seperti jalan sea mempunyai lebar jalan atau dimensi 7 m dan jalan lokal primer
seperti jalan parigi 7 mempunyai dimensi atau lebar jalan 6 m. Selain dimensi
jaringan jalan, bentuk dasar dari struktur jaringan jalan yang menjadi masukan pola
jaringan jalan. Jalan utama pada kawasan ini berupa jalan arteri primer dikarenakan
jalan ini yang melintasi pusat kawasan permukiman. Bentuk dasar jaringan jalan
pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 adalah berbentuk bercabang.
Bentuk jalan utama jalan Arteri Primer (memiliki dimensi lebar lebih besar)
bercabang dengan jalan kolektor primer (dimensi lebar jalan sedang) dan jalan lokal
(dimensi lebar jalan lebih kecil). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan
peta pola jalan kelurahan malalayang 1 dibawah ini:

Tabel 4.35 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Malalayang 1 Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Wolter Monginsidi Arteri Primer 16 m
2 Jl. Sea Kolektor Primer 7m
3 Jl. Parigi 7 Lokal Primer 6m
4 Jl. Minanga Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

117
Jl. Minanga Jl. Parigi 7

Gambar 4.50 Peta Pola Jalan Kelurahan Malalayang 1 Tahun 2017


118
3. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Malalayang 1 Barat

Dimensi jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 barat


menunjukan tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di
kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 barat terbagi atas 3 fungsi jalan yaitu
jalan arteri primer, jalan kolektor primer dan jaringan jalan lokal primer. Fungsi
jalan dengan peranan lebih tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding
dengan fungsi jalan dengan peranan lebih rendah. Jalan artri primer seperti jalan
wolter monginsidi mempunyai dimensi atau lebar jalan 16 m, jalan kolektor primer
seperti jalan sea mempunyai lebara jalan atau dimensi 7 m dan jalan lokal primer
seperti jalan RSU kandow mempunyai dimensi atau lebar jalan 6 m. Selain dimensi
jaringan jalan, bentuk dasar dari struktur jaringan jalan yang menjadi masukan pola
jaringan jalan. Jalan utama pada kawasan ini berupa jalan Arteri Primer
dikarenakan jalan ini yang melintasi pusat Kawasan permukiman. Bentuk dasar
jaringan jalan pada Kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 barat adalah
berbentuk bercabang. Bentuk jalan utama jalan Arteri Primer (memiliki dimensi
lebar lebih besar) bercabang dengan jalan kolektor primer (dimensi lebar jalan
sedang) dan jalan lokal (dimensi lebar jalan lebih kecil). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dan peta pola jalan kelurahan malalayang 1 barat dibawah ini:

Tabel 4.36 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Malalayang 1 Barat Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Wolter Monginsidi Arteri Primer 16 m
2 Jl. Sea Kolektor Primer 7m
3 Jl. 5 September Kolektor Primer 7m
4 Jl.RSU Kandow Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

119
Jl. RSU Kandow Jl. Sea

Gambar 4.51 Peta Pola Jalan Kelurahan Malalayang 1 Barat Tahun 2017
120
4. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Malalayang 1 Timur

Dimensi jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 timur


menunjukan tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di
kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 timur terbagi atas 2 fungsi jalan yaitu
jalan arteri primer dan jaringan jalan lokal primer. Fungsi jalan dengan peranan
lebih tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding dengan fungsi jalan
dengan peranan lebih rendah. Jalan artri primer seperti jalan wolter monginsidi
mempunyai dimensi atau lebar jalan 16 m dan jalan lokal primer seperti jalan
tanjung merah mempunyai dimensi atau lebar jalan 6 m. Selain dimensi jaringan
jalan, bentuk dasar dari struktur jaringan jalan yang menjadi masukan pola jaringan
jalan. Jalan utama pada kawasan ini berupa jalan arteri primer dikarenakan jalan ini
yang melintasi pusat Kawasan permukman. Bentuk dasar jaringan jalan pada
Kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 timur adalah berbentuk bercabang.
Bentuk jalan utama jalan arteri primer (memiliki dimensi lebar jalan lebih besar)
bercabang dengan dan jalan lokal (dimensi lebar jalan lebih kecil). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihata pada tabel dan peta pola jalan kelurahan malalayang 1 timur
dibawah ini:

Tabel 4.37 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Malalayang 1 Timur Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Wolter Monginsidi Arteri Primer 16 m
2 Jl. Tanjung Merah Lokal Primer 6m
3 Jl. Krida Lokal Primer 6m
4 Jl. Puri Indah Permai Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

121
Jl. Tanjung Merah Jl. Puri ndah

Gambar 4.52 Peta Pola Jalan Kelurahan Malalayang 1 Timur Tahun 2017
122
5. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Winangun 1

Dimensi jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan winangun 1


menunjukan tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di
kawasan permukiman kelurahan winangun 1 terbagi atas 2 fungsi jalan yaitu jalan
arteri primer dan jaringan jalan lokal primer. Jalan artri primer seperti jalan ring
road manado atau jalan lingkar mempunyai dimensi atau lebar jalan 12 m dan jalan
lokal primer seperti jalan rawasari mempunyai dimensi atau lebar jalan 6 m. Fungsi
jalan dengan peranan lebih tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding
dengan fungsi jalan dengan peranan lebih rendah. Selain dimensi jaringan jalan,
bentuk dasar dari struktur jaringan jalan yang menjadi masukan pola jaringan jalan.
Jalan utama pada kawasan ini berupa jalan arteri primer seperti jalan sam ratulang
2 yang menjadi jalan penghubung kota Manado dan kota Tomohon dan jalan
ringroad manado sebagai jalan lingkar dikarenakan jalan ini yang melintasi pusat
kawasan. Bentuk dasar jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan
winangun 1 adalah berbentuk bercabang. Bentuk jalan utama jalan arteri primer
(memiliki dimensi lebar jalan lebih besar) bercabang dengan dan jalan lokal
(dimensi lebar jalan lebih kecil). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan
peta pola jalan kelurahan winangun 1 dibawah ini:

Tabel 4.38 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Winangun 1 Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Ring Road Manado Arteri Primer 12 m
2 Jl. Sam Ratulangi 2 Arteri Primer 9m
3 Jl. Harapan Lokal Primer 6m
4 Jl. Rawasari Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

123
Jl. Ring Road Manado Jl. Sam Ratulang 2

Gambar 4.53 Peta Pola Jalan Kelurahan Winangun 1 Tahun 2017


124
6. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Winangun 2

Dimensi jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan winangun 2


menunjukan tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di
kawasan permukiman kelurahan winangun 2 terbagi atas 2 fungsi jalan yaitu jalan
arteri primer dan jaringan jalan lokal primer. Fungsi jalan dengan peranan lebih
tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding dengan fungsi jalan
dengan peranan lebih rendah. Jalan artri primer seperti jalan sam ratulangi 2 yang
menghubgungkan kota Manado dan kota Tomohon mempunyai dimensi atau lebar
jalan 9 m dan jalan lokal primer seperti jalan pulau sulawesi mempunyai dimensi
atau lebar jalan 6 m. Selain dimensi jaringan jalan, bentuk dasar dari struktur
jaringan jalan yang menjadi masukan pola jaringan jalan. Jalan utama pada kawasan
ini berupa jalan Arteri Primer dikarenakan jalan ini yang melintasi pusat Kawasan
permukian. Bentuk dasar jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan
winangun 2 adalah berbentuk bercabang. Bentuk jalan utama jalan arteri primer
(memiliki dimensi lebar jalan lebih besar) bercabang dengan dan jalan lokal
(dimensi lebar jalan lebih kecil). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan
peta pola jalan kelurahan winangun 2 di bawah ini:

Tabel 4.39 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Winangun 2 Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Sam Ratulangi 2 Arteri Primer 16 m
2 Jl. Temboan Lokal Primer 6m
3 Jl. Pulau Sulawesi Lokal Primer 6m
4 Jl. Santo Joseph Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

125
Jl. Santo Joseph Jl. Sam Ratulangi 2

Gambar 4.54 Peta Pola Jalan Kelurahan Winangun 2 Tahun 2017


126
7. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Bahu.

Dimensi jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan Bahu menunjukan


tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di kawasan
permukiman kelurahan kleak terbagi atas 3 fungsi jalan yaitu jalan arteri primer,
jalan kolektor sekunder dan jaringan jalan lokal primer. Fungsi jalan dengan
peranan lebih tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding dengan
fungsi jalan dengan peranan lebih rendah. Jalan artri primer seperti jalan wolter
monginsidi mempunyai dimensi atau lebar jalan 16 m, jalan kolektor primer seperti
jalan bengawan solo mempunyai lebar jalan atau dimensi 7 m dan jalan lokal primer
seperti jalan kampus selatan mempunyai dimensi atau lebar jalan 6 m. Selain
dimensi jaringan jalan, bentuk dasar dari struktur jaringan jalan yang menjadi
masukan pola jaringan jalan. Jalan utama pada kawasan ini berupa jalan arteri
primer dikarenakan jalan ini yang melintasi pusat Kawasan permukian. Bentuk
dasar jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan bahu adalah berbentuk
bercabang. Bentuk jalan utama jalan arteri primer (memiliki dimensi lebar jalan
lebih besar) bercabang dengan jalan kolektor primer (dimensi lebar jalan sedang)
dan jalan lokal (dimensi lebar lebih kecil). Untuk lebih jelasnya dapat dlihat pada
tabel dan peta pola jalan kelurahan bahu di bawah ini:

Tabel 4.40 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Bahu Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Wolter Monginsidi Arteri Primer 16 m
2 Jl. Bengawan Solo Kolektor Primer 7m
3 Jl. Kampus Selatan Lokal Primer 6m
4 Jl. Pulau Sulawesi Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

127
Jl. Wolter Monginsidi Jl. Bengawan Solo

Gambar 4.55 Peta Pola Jalan Kelurahan Bahu Tahun 2017


128
8. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Kleak

Dimensi jaringan jalan pada kawasan permukiman kelurahan kleak menunjukan


tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di kawasan
permukiman kelurahan kleak terbagi atas 3 fungsi jalan yaitu jalan arteri primer,
jalan kolektor sekunder dan jaringan jalan lokal primer. Fungsi jalan dengan
peranan lebih tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding dengan
fungsi jalan dengan peranan lebih rendah. Jalan artri primer seperti jalan bethesda
mempunyai dimensi atau lebar jalan 12 m, jalan kolektor primer seperti jalan santo
joseph mempunyai lebar jalan atau dimensi 7 m dan jalan lokal primer seperti jalan
kampus selatan mempunyai dimensi atau lebar jalan 6 m. Selain dimensi jaringan
jalan, bentuk dasar dari struktur jaringan jalan yang menjadi masukan pola jaringan
jalan. Jalan utama pada kawasan ini berupa jalan arteri primer dikarenakan jalan ini
yang melintasi pusat kawasan permukian. Bentuk dasar jaringan jalan pada
kawasan permukiman kelurahan kleak adalah berbentuk bercabang. Bentuk jalan
utama jalan arteri primer (memiliki dimensi lebar jalan lebih besar) bercabang
dengan jalan kolektor primer (dimensi lebar jalan sedang) dan jalan lokal (dimensi
lebar lebih kecil). Untuk lebih jelasnya dapat dlihat pada tabel dan peta pola jalan
kelurahan kleak di bawah ini:

Tabel 4.41 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Kleak Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Bethesda Arteri Primer 12 m
2 Jl. Santo Joseph Kolektor Primer 6m
3 Jl. Kampus Selatan Lokal Primer 6m
4 Jl. Kampus Timur Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

129
Jl. Kampus Timur Jl. Santo Joseph

Gambar 4.56 Peta Pola Jalan Kelurahan Kleak Tahun 2017

130
9. Pola Jarinagan Jalan Kelurahan Batu Kota

Dimensi jaringan jalan pada Kawasan permukiman kelurahan malalayang 2


menunjukan tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Diman pola jaringan di
Kawasan permukiman kelurahan malalayang 2 terbagi atas 2 fungsi jalan yaitu jalan
arteri primer dan jaringan jalan lokal primer. Fungsi jalan dengan peranan lebih
tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding dengan fungsi jalan
dengan peranan lebih rendah. Selain dimensi jaringan jalan, bentuk dasar dari
struktur jaringan jalan yang menjadi masukan pola jaringan jalan. Jalan utama pada
kawasan ini berupa jalan Arteri Primer dikarenakan jalan ini yang melintasi pusat
kawasan. Bentuk dasar jaringan jalan pada Kawasan permukiman kelurahan
malalayang 2 adalah berbentuk bercabang. Bentuk jalan utama jalan Arteri Primer
(memiliki dimensi lebar lebih besar) bercabang dengan dan jalan lokal (dimensi
lebar lebih kecil).

Tabel 4.42 Dimensi Lebar Jaringan Jalan Kawasan Permukiman


Kelurahan Malalayang 1 Tahun 2017

No Nama Jalan Fugsi Jalan Lebar Jalan


1 Jl. Pulau Gangga Lokal primer 6m
2 Jl. Maluku Lokal Primer 6m
3 Jl. Sulawesi Lokal Primer 6m
4 Jl. Flores Loka Primer 6m
Sumber: Hasil Analisis 2017

131
Jl. Maluku

Gambar 4.57 Peta Pola Jalan Kelurahan Batu Kota Tahun 2017

132
4.2.7.3 Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola)
1. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Malalayang 2
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan malalayang 2 memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi panjang.
Fungsi bangunan di kelurahan malalayang 2 terbagi atas 5 fungsi bangunan, dimana
fungsi bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal dengan jumlah ±2.603
bangunan dengan presentase 94.35 % dan fungsi yang tidak mendominasi adalah
fungsi bangunan mix use dengan jumlah ±1 bangunan dengan presentase 0.04 %.
Kawasan permukiman di kelurahan malalayang 2 jika ditinjau dari bentuk
bangunan maka dapat dikatakan seimbang dan teratur dengan bentuk utama persegi
atau persegi panjang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola bangunan
pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 2 merupakan pola heterogen. Hal
tersebut dikarenakan pada kawasan permukiman kelurauahn malalayang 2
memiliki dua pola yang beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan
yang beragam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik dan peta fungsi
bangunan di kelurahan malalayang 2 dibawah ini:

Tabel 4.43 Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 2 Tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) Persentase (%)


1 Rumah Tinggal 2.603 94.35
2 Jasa Pendidikan 64 2.32
3 Mix Use 1 0.04
4 Perdagangan dan Jasa 80 2.90
5 Terminal 11 0.40
Jumlah 2.759 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

133
0% 3% 1%
2%

Rumah Tinggal
Jasa Pendidikan
Mix Use
Perdagangan dan Jasa
Terminal

94%

Gambar 4.58 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 2 Tahun 2017

134
Rumah Tinggal Mix Use

Gambar 4.59 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 2 Tahun 2017


135
2. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Malalayang 1
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan malalayang 1 memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi panjang.
Fungsi bangunan di kelurahan malalayang 1 terbagi atas 6 fungsi bangunan, dimana
fungsi bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal dengan jumlah ±3.132
bangunan dengan presentase 95.84 % dan fungsi yang tidak mendominasi adalah
fungsi bangunan jasa kesehatan dengan jumlah ±2 bangunan dengan presentase
0.06 %. Kawasan permukiman di kelurahan malalayang 1 jika ditinjau dari bentuk
bangunan maka dapat dikatakan seimbang dan teratur dengan bentuk utama persegi
atau persegi panjang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola bangunan
pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 merupakan pola heterogen. Hal
tersebut dikarenakan pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 memiliki
dua pola yang beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan yang
beragam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik dan peta fungsi
bangunan di kelurahan malalayang 1 dibawah ini:

Tabel 4.44 Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) Persentase (%)


1 Rumah Tinggal 3.132 95.84
2 Jasa Kesehatan 2 0.06
3 Jasa Pendidikan 5 0.15
4 Mix use 19 0.58
5 Perdagangan dan Jasa 107 3.27
6 Rumah Ibadah 3 0.09
Jumlah 3.268 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

136
0% 1% 0%
0%
3%

Rumah Tinggal
Jasa Kesehatan
Jasa Pendidikan
Mix use
Perdagangan dan Jasa
Rumah Ibadah
96%

Gambar 4.60 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Tahun 2017

137
Mix Use Rumah Tinggal

Gambar 4.61 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Tahun 2017


138
3. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Malalayang 1 Barat
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan malalayang 1 barat memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi
panjang. Fungsi bangunan di kelurahan malalayang 1 barat terbagi atas 8 fungsi
bangunan, dimana fungsi bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal
dengan jumlah ±1.740 bangunan dengan presentase 83.69 % dan fungsi bangunan
yang tidak mendominasi adalah fungsi bangunan kantor dengan jumlah ±3
bangunan dengan presentase 0.14 %. Kawasan permukiman di kelurahan
malalayang 1 barat jika ditinjau dari bentuk bangunan maka dapat dikatakan
seimbang dan teratur dengan bentuk utama persegi atau persegi panjang. Dari hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa pola bangunan pada kawasan permukiman
kelurahan malalayang 1 barat merupakan pola heterogen. Hal tersebut dikarenakan
pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 barat memiliki dua pola yang
beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan yang beragam. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik dan peta fungsi bangunan di kelurahan
malalayang 1 barat dibawah ini:

Tabel 4.45 Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Barat Tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) persentase (%)


1 Rumah Tinggal 1.740 83.69
2 Jasa Kesehatan 100 4.81
3 Jasa Pendidikan 10 0.48
4 Kantor 3 0.14
5 Perdagangan dan Jasa 23 1.11
6 Perumahan Terencana 194 9.33
7 Rumah Ibadah 4 0.19
8 Mix Use 5 0.24
Jumlah 2.079 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

139
0% 0%
1%0%
1% 9% Rumah Tinggal
5% Jasa Kesehatan
Jasa Pendidikan
Kantor
Perdagangan dan Jasa
Perumahan Terencana
Rumah Ibadah
84%
Mix Use

Gambar 4.62 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Barat Tahun 2017

140
Rumah Tinggal Mix Use

Gambar 4.63 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Barat Tahun 2017
141
4. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Malalayang 1 Timur
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan malalayang 1 Timur memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi
panjang. Fungsi bangunan di kelurahan malalayang 1 Timur terbagi atas 8 fungsi
bangunan, dimana fungsi bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal
dengan jumlah ±1.274 bangunan dengan presentase 76.06 % dan fungsi bangunan
yang tidak mendominasi adalah fungsi bangunan kantor dengan jumlah ±1
bangunan dengan presentase 0.06 % dan fungsi bangunan pemerintahan dengan
jumlah ±1 bangunan dengan presentase 0.06 %. Kawasan permukiman di kelurahan
malalayang 1 timur jika ditinjau dari bentuk bangunan maka dapat dikatakan
seimbang dan teratur dengan bentuk utama persegi atau persegi panjang. Dari hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa pola bangunan pada kawasan permukiman
kelurahan malalayang 1 timur merupakan pola heterogen. Hal tersebut dikarenakan
pada kawasan permukiman kelurahan malalayang 1 timur memiliki dua pola yang
beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan yang beragam. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik dan peta fungsi bangunan di kelurahan
malalayang 1 timur dibawah ini:

Tabel 4.46 Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Timur Tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) persentase (%)


1 Rumah Tinggal 1.274 76.06
2 Jasa Pendidikan 14 0.84
3 Kantor 1 0.06
4 Mix Use 4 0.24
5 Pemerintahan 1 0.06
6 Perdagangan dan Jasa 27 1.61
7 Perumahan Terencana 351 20.96
8 Rumah Ibadah 3 0.18
Jumlah 1.675 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

142
0%

Rumah Tnggal
21%
Jasa Pendidikan
2%
0% Kantor
0% Mix Use
0% Pemerintahan
1% Perdagangan dan Jasa
76% Perumahan Terencana
Rumah Ibadah

Gambar 4.64 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Timur Tahun 2017

143
Mix Use Rumah Tinggal

Gambar 4.65 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Malalayang 1 Timur Tahun 2017

144
5. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Winangun 1
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan winangun 1 memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi panjang.
Fungsi bangunan di kelurahan winangun 1 terbagi atas 8 fungsi bangunan, dimana
fungsi bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal dengan jumlah ±1.658
bangunan dengan presentase 89.28% dan fungsi bangunan yang tidak mendominasi
adalah fungsi bangunan hotel dengan jumlah ±1 bangunan dengan presentase
0.05% dan fungsi bangunan kantor dengan jumlah ±1 bangunan dengan presentase
0.05%. Kawasan permukiman di kelurahan winangun 1 jika ditinjau dari bentuk
bangunan maka dapat dikatakan seimbang dan teratur dengan bentuk utama persegi
atau persegi panjang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola bangunan
pada kawasan permukiman kelurahan winangun 1 merupakan pola heterogen. Hal
tersebut dikarenakan pada kawasan permukiman kelurahan winangun 1 memiliki
dua pola yang beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan yang
beragam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik dan peta fungsi
bangunan di kelurahan winangun 1 dibawah ini:

Tabel 4.47 Fungsi Bangunan Kelurahan Winangun 1 Tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) Persentase (%)


1 Rumah Tinggal 1.658 89.28
2 Hotel 1 0.05
3 Jasa Pendidikan 3 0.16
4 Mix Use 24 1.29
5 Kantor 1 0.05
6 Perdagangan dan Jasa 21 1.13
7 Perumahan Terencana 144 7.75
8 Rumah Ibadah 5 0.27
Jumlah 1.857 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

145
0% 1% 0%
0% 2%
8% Rumah Tinggal
0%
Hotel
Jasa Pendidikan
Mix Use
Kantor
Perdagangan dan Jasa
Perumahan Terencana
89%
Rumah Ibadah

Gambar 4.66 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Winangun 1 Tahun 2017

146
Mix Use Perumahan Terencana

Gambar 4.67 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Winangun 1 Tahun 2017


147
6. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Winangun 2
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan winangun 2 memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi panjang.
Fungsi bangunan di kelurahan winangun 1 terbagi atas 4 fungsi bangunan, dimana
fungsi bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal dengan jumlah ±683
bangunan dengan presentase 96.61% dan fungsi bangunan yang tidak mendominasi
adalah fungsi bangunan jasa pendidikan dengan jumlah ±5 bangunan dengan
presentase 0.71%. Kawasan permukiman di kelurahan winangun 2 jika ditinjau dari
bentuk bangunan maka dapat dikatakan seimbang dan teratur dengan bentuk utama
persegi atau persegi panjang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola
bangunan pada kawasan permukiman kelurahan winangun 2 merupakan pola
heterogen. Hal tersebut dikarenakan pada kawasan permukiman kelurahan
winangun 2 memiliki dua pola yang beraturan yaitu persegi dan persegi panjang
dan kepadatan yang beragam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik
dan peta fungsi bangunan di kelurahan winangun 2 dibawah ini:

Tabel 4.48 Fungsi Bangunan Kelurahan Winangun 2 Tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) persentase (%)


1 Rumah Tinggal 683 96.61
2 Militer 12 1.70
3 Jasa Pendidikan 5 0.71
4 Perdagangan dan Jasa 7 0.99
Jumlah 707 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

148
1% 1%
2%

Rumah Tnggal
Militer
Jasa Pendidikan
Perdagangan dan Jasa

96%

Gambar 4.68 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Winangun 2 Tahun 2017

149
s
Rumah Tinggal Militer

Gambar 4.69 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Winangun 2 Tahun 2017

150
7. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Bahu
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan bahu memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi panjang. Fungsi
bangunan di kelurahan bahu terbagi atas 12 fungsi bangunan, dimana fungsi
bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal dengan jumlah ±1.277
bangunan dengan presentase 77.72% dan fungsi bangunan yang tidak mendominasi
adalah fungsi bangunan fasilitas publik dengan jumlah ±1 bangunan dengan
presentase 0.06% dan fungsi bangunan pemerintahan dengan jumlah ±1 bangunan
dengan presentase 0.06%. Kawasan permukiman di kelurahan bahu jika ditinjau
dari bentuk bangunan maka dapat dikatakan seimbang dan teratur dengan bentuk
utama persegi atau persegi panjang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola
bangunan pada kawasan permukiman kelurahan bahu merupakan pola heterogen.
Hal tersebut dikarenakan pada kawasan permukiman kelurahan bahu memiliki dua
pola yang beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan yang beragam.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik dan peta fungsi bangunan di
kelurahan bahu dibawah ini:

Tabel 4.49 Fungsi Bangunan Kelurahan Bahu Tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) Persentase (%)


1 Rumah Tinggal 1.277 77.72
2 Bank 4 0.24
3 Fasilitas Publik 1 0.06
4 Hotel 4 0.24
5 Jasa Kesehatan 3 0.18
6 Jasa Pendidikan 105 6.39
7 Kantor 14 0.85
8 Mix Use 96 5.84
9 Pasar 97 5.90
10 Pemerintahan 1 0.06
11 Perdagangan dan Jasa 32 1.95
12 Rumah Ibadah 9 0.55
Jumlah 1.643 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

151
2% 1%
0% Permukiman
6% Bank
1% 6%
0% Fasilitas Publik
0% 6% Hotel
0%
Jasa Kesehatan
0%
Jasa Pendidikan
Kantor
78% Mix Use
Pasar
Pemerintahan

Gambar 4.70 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Bahu Tahun 2017

152
Bank Mix Use

Gambar 4.71 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Bahu Tahun 2017

153
8. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Kleak
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan kleak memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi panjang. Fungsi
bangunan di kelurahan kleak terbagi atas 8 fungsi bangunan, dimana fungsi
bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal dengan jumlah ±836 bangunan
dengan presentase 85.48% dan fungsi bangunan yang tidak mendominasi adalah
fungsi bangunan hotel dengan jumlah ±1 bangunan dengan presentase 0.10% dan
fungsi bangunan pemerintahan dengan jumlah ±1 bangunan dengan presentase
0.10%. Kawasan permukiman di kelurahan kleak jika ditinjau dari bentuk bangunan
maka dapat dikatakan seimbang dan teratur dengan bentuk utama persegi atau
persegi panjang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola bangunan pada
kawasan permukiman kelurahan kleak merupakan pola heterogen. Hal tersebut
dikarenakan pada kawasan permukiman kelurahan kleak memiliki dua pola yang
beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan yang beragam. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik dan peta fungsi bangunan di kelurahan
kleak dibawah ini:

Tabel 4.50 Fungsi Bangunan Kelurahan Kleak Tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) persentase (%)


1 Rumah Tinggal 836 85.48
2 Jasa Kesehatan 28 2.86
3 Mix use 5 0.51
4 Pemerintahan 1 0.10
5 Jasa Pendidikan 91 9.30
6 Perdagangan dan Jasa 9 0.92
7 Rumah Ibadah 7 0.72
8 Hotel 1 0.10
Jumlah 978 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

154
0% 1% 1% 0%
1%
9% Rumah Tinggal
3%
Jasa Kesehatan
Mix use
Pemerintahan
Jasa Pendidikan
Perdagangan dan Jasa
Rumah Ibadah
85%
Hotel

Gambar 4.72 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Kleak Tahun 2017

155
Jasa Pendidikan Rumah Tinggal

Gambar 4.73 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Kleak Tahun 2017

156
8. Sistem Bangunan (Fungsi dan Pola) Kelurahan Batu Kota
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di
kelurahan batu kota memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi panjang.
Fungsi bangunan di kelurahan batu kota terbagi atas 3 fungsi bangunan, dimana
fungsi bangunan yang mendominasi adalah rumah tinggal dengan jumlah ±731
bangunan dengan presentase 99.46% dan fungsi bangunan yang tidak mendominasi
adalah fungsi bangunan aula dengan jumlah ±1 bangunan dengan presentase 0.14%.
Kawasan permukiman di kelurahan batu kota jika ditinjau dari bentuk bangunan
maka dapat dikatakan seimbang dan teratur dengan bentuk utama persegi atau
persegi panjang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola bangunan pada
kawasan permukiman kelurahan batu kota merupakan pola heterogen. Hal tersebut
dikarenakan pada kawasan permukiman kelurahan batu kota memiliki dua pola
yang beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan yang beragam.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel, grafik dan peta fungsi bangunan di
kelurahan batu kota dibawah ini:

Tabel 4.51 Fungsi Bangunan Kelurahan Batu Kota tahun 2017

No Fungsi Bangunan Jumlah Bangunan (±) persentase (%)


1 Aula 1 0.14
2 Rumah Tinggal 731 99.46
3 Rumah Ibadah 3 0.41
Jumlah 735 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2017

157
0% 0%

Aula
Permukiman
Rumah Ibadah

100%

Gambar 4.74 Presentase Fungsi Bangunan Kelurahan Batu Kota Tahun 2017

158
Rumah Ibadah Rumah Tinggal

Gambar 4.75 Peta Fungsi Bangunan Kelurahan Batu Kota Tahun 2017

159
4.2.8 Kepadatan Bangunan Kecamatan Malalayang

Kepadatan bangunan merupakan persentase kawasan terbangun dengan total luas


lahan keseluruhan kawasan terbangun. Kepadatan bangunan kecamatan malalayang
memiliki kepadatan rendah atau dengan nilai 20. Kepadatan bangunan kecamatan
malalayang terbagi atas 9 kelurahan dan mempunyai rata-rata kepadatan bangunan
per hektar yang berbeda yaitu: Kelurahan malalayang 2 mempunyai luas lahan
terbangun yaitu 116.35 ha dengan presentase 14.98% dari luas keseluruhan lahan
terbangun di kecamatan malalayang dan jumlah bangunan ±2.759 bangunan dengan
presentase 17.57% dari jumlah keseluruhan bangunan di kecamatan malalayang,
kelurahan malalayang 1 mempunyai luas lahan terbangun yaitu 138.11 ha dengan
presentase 17.78 % dari luas keseluruhan lahan terbangun di kecamatan malalayang
dan jumlah bangunan ±3.268 bangunan dengan presentase 20.81% dari jumlah
keseluruhan bangunan di kecamatan malalayang, kelurahan malalayang 1 barat
mempunyai luas lahan terbangun yaitu 100.27 ha dengan presentase 12.91% dari
luas keseluruhan lahan terbangun di kecamatan malalayang dan jumlah bangunan
±2.079 bangunan dengan presentase 13.24% dari jumlah keseluruhan bangunan di
kecamtan malalayang, kelurahan malalayang 1 timur mempunyai luas lahan
terbangun yaitu 56.59 ha dengan presentase 7.29% dari luas keseluruhan lahan
terbangun di kecamatan malalayang dan jumlah bangunan ±1.675 bangunan dengan
presentase 10.67% dari jumlah keseluruhan bangunan di kecamatan malalayang,
kelurahan winangun 1 mempunyai luas wilayah terbangun yaitu 128.38 ha dengan
presentase 16.53% dari luas keseluruhan lahan terbangun di kecamatan malalayang
dan jumlah bangunan ±1.857 bangunan dengan presentase 11.83% dari jumlah
keseluruhan bangunan di kecamatan malalayang, kelurahan winangu 2 mempunyai
luas lahan terbangun yaitu 48.19 ha dengan presentase 6.21% dari luas keseluruhan
lahan terbangun di kecamatan malalayang dan jumlah bangunan ±707 bangunan
dengan prsentase 4.50% dari jumlah keseluruhan bangunan di kecamatan
malalayang, kelurahan bahu mempunyai luas lahan terbangun yaitu 89.50 ha
dengan presentase 11.53% dari luas keseluruhan lahan terbangun di kecamatan
malalayang dan jumlah bangunan ±1.643 bangunan dengan presentase 10.46% dari
jumlah keseluruhan bangunan di kecamatan malalayang, kelurahan kleak
mempunyai luas lahan terbangun yaitu 63.21 ha dengan presentase 8.14% dari luas

160
keseluruhan lahan terbangun di kecamatan malalayang dan jumlah bangunan ±978
dengan presentase 6.23% dari jumlah keseluruhan bangunan di kecamatan
malalayang, dan kelurahan batu kota mempunyai luas lahan terbangun yaitu 35.96
ha dengan presentase 4.63% dan jumlah bangunan ±735 dengan presentase 4.68%
dari jumlah keseluruhan bangunan di kecamatan malalayang. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel kepadatan bangunan dan peta kepadatan bangun kecamatan
malalayang dibawah ini:

Tabel 4.52 Klasifikasi Kepadatan Bangunan

Kepadatan Bangunan
No Nilai
(Bangunan/Ha)

1 Tinggi (50) 100


2 Sedang (30) 60-100
3 Rendah (20) <60
Sumber: Ditjen Cipta Karya

Tabel 4.53 Kepadatan Bangunan Kecamatan Malalayang

Luas Lahan Kepadatan


Bangunan (±)
No Kelurahan Terbangun Bangunan
(Bangunan/Ha)
Ha % Bangunan %
1 Malalayang Dua 116.35 14.98 2759 17.57 24
2 Malalayang Satu Barat 100.27 12.91 2079 13.24 21
3 Malalayang Satu 138.11 17.78 3268 20.81 24
4 Malalayang Satu Timur 56.59 7.29 1675 10.67 30
5 Bahu 89.50 11.53 1643 10.46 18
6 Kleak 63.21 8.14 978 6.23 15
7 Batu Kota 35.96 4.63 735 4.68 20
8 Winangun Satu 128.38 16.53 1857 11.83 14
9 Winangun Dua 48.19 6.21 707 4.50 15
Jumlah 776.58 100.00 15701 100.00
Sumber: Hasil Analisis GIS Tahun 2017

161
Gambar 4.76 Peta Kepadatan Bangunan Kecamatan Malalayang Tahun 2017 (Hasil Analisis Tahun 2017)

162
4.2.9. Analisis Morfologi Kota.

4.2.9.1 Perubahan Morfologi Kota Kecamatan Malalayang

Analisis mengenai perubahan morfologi kota kecamatan malalayang dilihat dari 3


komponen morfologi kota yaitu, pola, pola jalan dan struktur dan pola bangunan.

1. Pola Plot Bangunan Kecamatan Malalayang

Pola plot bangunan di Kecamatan malalayang mengalami perubahan dari segi


ukuran (dimensi) sehingga dapat berpengaruh terhadap penggunaan lahan di
kecamatan malalayang. Perubahan pola plot didominasi oleh pola plot permukiman,
dimana dimensi atau luasan pola plot pemukiman kecamatan malalayang pada
tahun 2004 yaitu 709.54 ha dan pada tahun 2016 yaitu 776.58 ha. Perubahan pola
plot bangunan tertinggi terjadi pada pola plot bangunan kelurahan winangun 1,
mempunyai luas lahan 155.00 ha dengan luas pola plot bangunan pada tahun 2004
108.25 ha denga presentase 15% dari luas keseluruhan pola plot bangunan
kecamatan malalayang tahun 2004 dan pusat pesebaranya berada pada jaringan
jalan arteri primer dan jaringan jalan lokal, dan luas plot bangunan kelurahan
winangun 1 pada tahun 2016 yaitu 128.30 ha dengan presentase 17 % dari luas
keseluruhan pola plot bangunan kecamatan malalayang tahun 2016 dan pusat
pesebaranya berada pada jaringan jalan arter dan jaringan jalan lokal, perubahan
pola plot bangunan terendah terjadi pada kelurahan batu kota yang mempunyai luas
lahan 72.00 ha dengan luas pola plot bangunan pada tahun 2004 36.00 ha dengan
presentase 5% dari luas keseluruhan pola plot bangunan kecamatan malalayang
tahun 2004 dan pusat pesebaranya berada pada jaringan jalan lokal, dan luas plot
bangunan kelurahan Batu kota pada tahun 2016 yaitu 36.03 ha dengan presentase
17 % dari luas keseluruhan pola plot bangunan kecamatan malalayang tahun 2016
dan pusat pesebaranya berada pada jaringan jalan lokal. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dan peta perubahan pola plot bangunan kecamtan malalayang
tahun 2004 dan 20016 dibawah ini.

163
Tabel 4.54 Perubahan Luasan Pola Plot Bangunan Kecamatan Malalayang Tahun 2004-2016

Luas Plot Bangunan


Luas Wilayah Presentase
No Kelurahan
(Ha) (%) Tahun 2004 (ha) Presentase (%) Tahun 2016 (ha) Presentase (%)

1 Malalayang 2 700.00 23,10 104.42 15 116.05 15


2 Malalayang 1 900.00 29,70 134.09 19 137.69 18
3 Malalayang 1 Barat 672.00 22,18 88.54 12 100.85 13
4 Malalayang 1 Timur 320.85 10,59 42.68 6 56.59 7
5 Winangun 1 155.00 5,12 108.25 15 128.30 17
6 Winangun 2 62.00 2,05 48.19 7 48.26 6
7 Bahu 87.50 2,89 84.16 12 89.50 12
8 Kleak 60.40 1,99 63.20 9 63.30 8
9 Batu Kota 72.00 2,38 36.00 5 36.03 5
Jumlah 3029.75 100 709.54 100 776.58 100
Sumber: Hasil Analisis GIS Tahun 2017

164
Lokasi Perumahan Puri Indah Lokasi Perumahan Ctran Land Lokasi Perumahan Puri Indah Lokasi Perumahan Ctran Land
Permai Tahun 2004 Tahun 2004 Permai Tahun 2016 Tahun 2016

Kondisi Eksisting Pola Plot Bangunan Kecamatan Malalayang Tahun 2004 Kondisi Eksisting Pola Plot Bangunan Kecamatan Malalayang Tahun 2016

Gambar 4.77 Peta Eksisting Pola Plot Bangunan Kecamatan Malalayang Tahun 2004 dan 2016 (Hasil Analisis Tahun 2017)

165
2. Pola Jaringan Jalan Kecamatan Malalayang

Jaringan jalan ditinjau dari bentuk dasar jalan utama dan dimensi lebar pada
kawasan permukiman Kecamatan Malalayang memiliki pola jalan spinal. Pola
spinal diidentifikasi dari jalan arteri primer pada kawasan permukiman sebagai
jalan utama. Hal tersebut dikarenakan jalan yang berada di pusat kawasan yang
kemudian memiliki cabang dengan fungsi jalan yang lebih rendah yaitu jalan
kolektor sekunder dan jalan lokal. Ditinjau dari fungsi pelayanannya, jaringan jalan
Kecamatan Malalayang terdiri dari sistem primer merupakan penghubung antara
fungsi primer di Kecamtan Malalayang sedangkan Jenis jaringan jalan yang ada
pada lokasi penelitian dibagi atas jalan arteri primer, jalan Kolektor primer dan jalan
lokal/ jalan lingkungan, dimana Fungsi jaringan jalan arteri primer sebagai jalan
penghubung pusat – pusat kawasan seperti perdagangan dan jasa. Pola jaringan
jalan kecamatan malalayang terbentuk karna adanya pertambahan jaringan jalan
baru khususnya jaringan jalan lokal dan jaringan jalan arteri primer sebagai
perkembangan suatu kota, pertambahan jaringan jalan disebabkan oleh munculnya
pemukiman-pemukiman baru di kecamatan malalayang, dimana pertambahan
jaringan jalan baru pada tahun 2016 berada di kelurahan malalayang 1 timur yaitu
jalan puri indah permai dengan lebar jalan 6 m dan mempunyai fungsi jaringan jalan
lokal dan kelurahan winangun 1 yaitu jalan ring road manado dengan lebar jalan 12
m dan mempunyai fungsi sebagai jaringan jalan artei primer. Untul lebih jelasnya
dapat dilihat pada peta eksisting pola jaringan jalan kecamatan malalayang dari
tahun 2004 dan 2016 dibawah ini.

166
Jaringan Jalan Puri Indah Permai Jaringan Jalan Ring Road Jaringan Jalan Puri Indah Permai Jaringan Jalan Ring Road
Tahun 2004 Manado Tahun 2004 Tahun 2016 Manado Tahun 2016

Kondisi Eksisting Pola Jalan Kecamatan Malalayang Tahun 2004 Kondisi Eksisting Pola Jalan Kecamatan Malalayang Tahun 2016
Gambar 4.78 Peta Eksisting Pola Jaringan Jalan Malalayang Tahun 2004 dan 2016 (Hasil Analisis Tahun 2017)
167
3. Sisten Bangunan Kecamatan Malalayang
Sistem bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang berada di 9
kelurahan di kecamatan malalayang memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau
persegi Panjang sedangkan pola bangunan menuntut keseimbangan dan
keteraturan. Kawasan permukiman di 9 kelurahan yang berada kecamatan
malalayang jika ditinjau dari bentuk bangunan maka dapat dikatakan seimbang dan
teratur dengan bentuk utama persegi atau persegi panjang. Dari hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pola bangunan pada kawasan permukiman kecamatan
malalayang merupakan pola heterogen. Hal tersebut dikarenakan pada kawasan ini
memiliki dua pola yang beraturan yaitu persegi dan persegi panjang dan kepadatan
yang beragam. Pola bangunan di kecamatan terbentuk karena bertambahnya jumlah
bangunan baru, Jumlah bangunan di kecamatan malalayang dilihat dari tahun 2004
dan 2016 mengalami peningkatan dimana kelurahan yanga mengalami peningkatan
jumlah bangunan tertinggi adalah kelurahan malalayang 1 timur dengan jumlah
bangunan pada tahun 2004 yaitu ±1.091 bangunan dengan presentase 7.64% dan
pada tahun 2016 jumlah bangunan naik ±1675 bangunan dengan presentase 10.67%
dari jumlah bangunan keseluruhan dikecamatan malalayang tahun 2004, untuk
kelurahan yanga mengalami peningkatan jumlah bangunan terendah yaitu
kelurahan batu kota dengan jumlah bangunan pada tahun 2004 yaitu ±725 dengan
presentase 5.08% dan pada tahun 2016 jumlah bangunan naik ±735 bangunan
dengan presentase 4.68% dari jumlah bangunan keseluruhan dikecamatan
malalayang tahun 2016. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

168
Tabel 4.55 Perbandingan Jumlah Bangunan di Kecamatan Malalayang Tahun
2004 dan Tahun 2016

Jumlah bangunan 2004 Jumlah Bangunan 2016


No Kelurahan Bangunan Bangunan
Presentase Presentase
(±) (±)
1 Malalayang Dua 2.595 18.17 2.759 17.57

2 Malalayang Satu 3.113 21.80 3.268 20.81

3 Malalayang Satu Barat 1.861 13.03 2.079 13.24

4 Malalayang Satu Timur 1.091 7.64 1.675 10.67

5 Winangun Satu 1.695 11.87 1.857 11.83

6 Winangun Dua 692 4.85 707 4.50

7 Bahu 1.568 10.98 1.643 10.46

8 Kleak 941 6.59 978 6.23

9 Batu Kota 725 5.08 735 4.68

Jumlah 14.281 100.00 15.701 100.00

Tahun 2004 Tahun 2004


Tahun 2016 48%
Tahun 2016
52%

Gambar 4.79 Perbandingan Jumlah Bangunan di Kecamatan Malalayang Tahun 2004


dan Tahun 2016

169
Pola Bangunan Perumahan Puri Pola Bangunan Perumahan Citra Pola Bangunan Perumahan Puri Pola Bangunan Perumahan Citra
Indah Permai Tahun 2004 Land Tahun 2004 Indah Permai Tahun 2016 Land Tahun 2016

Kondisi Eksisting Pola Bangunan Kecamatan Malalayang Tahun 2004 Kondisi Eksisting Pola Bangunan Kecamatan Malalayang Tahun 2016

Gambar 4.80 Peta Eksisting Pola Jaringan Jalan Malalayang Tahun 2004 dan 2016 (Hasil Analisis Tahun 2017)

170
4.2.9.2 Analisis Bentuk Morfologi Kota Kecamatan Malalayang

Bentuk morfologi ditinjau dari 3 komponen yaitu Pola Plot Bangunan, pola jaringan
jalan, dan sistem bangunan. Karakteristik ketiga komponen tersebut yang menjadi
masukan dalam analisis bentuk morfologi. Karakteristik komponen memiliki peran
atau kontribusi masing-masing dalam bentuk morfologi. Perpaduan hasil
karakteristik komponen morfologi yang telah diidentifikasi pada tahapan
sebelumnya. Hasil perpaduan tersebut menunjukan bentuk morfologi kipas
Kecamatan Malalayang. Perpaduan komponen untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel analisis bentuk morfologi kecamatan malalayang dibawah ini.

Tabel 4.56 Analisis Bentuk Morfologi Kecamatan Malalayang

Jl. Wolter Monginsidi sebagi jalan Arteri primer (penggunaan


Pusat Kawasan
lahan perdagangan jasa dengan kepadatan tinggi).

Pola plot didominasi dengan pola plot permukiman dan pusat


Pola Plot Bangunan pesebaranya berada pada jaringan jalan arteri dan jaringan
jalan lokal

Pola jaringan jalan spinal, bentuk jalan bercabang dengan


Pola Jaringan Jalan
jenjang dimensi bertingkat.

memiliki bentuk dasar yaitu persegi atau persegi Panjang


Sistem Bangunan
sedangkan pola bangunan menuntut keseimbangan dan
(fungsi dan pola)
keteraturan. Kawasan permukiman dan berpola heterogen
Sumber: Hasil Analisis 2017

Bentuk morfologi kipas didasari oleh pusat kawasan berada pada jalan utama yaitu
jalan Arteri Primer. Pusat kawasan yang dimaksud dengan karakteristik
penggunaan lahan perdagangan jasa. Bentuk semacam ini sebenarnya merupakan
bentuk sebagian lingkaran. Dalam hal ini kearah luar lingkaran kota mempunyai
kesempatan berkembang yang relatif seimbang namun dibeberapa bagian atau
sisinya akan mengalami hambatan berupa hambatan alami sepeti perairan,
pegunungan dan hambatan artificial berupa saluran buatan, zoning, ring roads.

171
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penggunaan lahan permukiman dan perkembangan penduduk yang semakin
dewasa ini merupakan fenomena yang menarik perhatian pemerintah, dalam
penyediaan dan penataan ruang untuk penggunaan lahan bagi kehidupan manusia.
Perkembangan luas permukiman yang terjadi di Kecamatan Malalayang selama
kurun waktu 15 tahun terakhir sejak tahun 2013, tahun 2011, dan tahun 2016
mengalami perkembangan, dimana banyak perubahan lahan tidak terbangun
berubah menjadi lahan terbangun.

Berdasarkan hasil isentifikasi bahwa:


1. Perkembangan Permukiman.
 pertumbuhan penduduk di Kecamatan Malalayang cenderung
mengalami peningkatan dan penurunan. Penurunan jumlah
penduduk terjadi pada tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu 457 jiwa dan
pada tahun 2014 ke tahun 2015 yaitu 45 jiwa. Pertambahan
penduduk yang tinggi terjadi pada tahun 2012 ke tahun 2013 dengan
pertambahan 5.606 jiwa, sedangkan pertambahan penduduk yang
paling rendah terjadi pada tahun 2015 ke 2016 dengan jumlah 687
jiwa.
 Penggunaan Lahan di Kecamatan Malalayang pada tahun 2004
seluas 1623.25 ha dan 2009 seluas 1634.76 ha sedangkan pada tahun
2016 seluas 1634.88 ha.
 Penggunaan lahan permukiman di Kecamatan Malalayang pada
tahun 2004 sebanyak 38.19 % pada tahun 2009 sebanyak 40.99 %
sedangkan pada tahun 2016 sebanyak 41.67 %. Perubahan
penggunaan lahan terbesar terjadi pada penggunaan lahan
perkebunan dimana lahan perkebunan pada tahun 2004 seluas
888.68 ha dan pada tahun 2016 seluas 838.84 ha atau berkurang
58.71 ha. Hal ini disebabkan oleh perkembangan permukiman yang

172
tiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan perubahan
lahan terjad pada lahan permukiman dimana pada tahun 2004 seluas
606.89 ha dan pada tahun 2016 seluas 679.77 ha atau meningkat
58.71 ha,
2. Perubahan Morfologi Kota Kecamatan Malalayang
 pola plot pemukiman kecamatan malalayang pada tahun 2004 yaitu
709.54 ha dan pada tahun 2016 yaitu 776.58 ha. Perubahan pola plot
bangunan tertinggi terjadi pada pola plot bangunan kelurahan
winangun 1, mempunyai luas lahan 155.00 ha dengan luas pola plot
bangunan pada tahun 2004 108.25 ha denga presentase 15% dari
luas keseluruhan pola plot bangunan kecamatan malalayang tahun
2004, luas plot bangunan kelurahan winangun 1 pada tahun 2016
yaitu 128.30 ha dengan presentase 17 % dari luas keseluruhan pola
plot bangunan kecamatan malalayang tahun 2016
 perubahan pola plot bangunan terendah terjadi pada kelurahan batu
kota yang mempunyai luas lahan 72.00 ha dengan luas pola plot
bangunan pada tahun 2004 36.00 ha dengan presentase 5% dari luas
keseluruhan pola plot bangunan kecamatan malalayang tahun 2004,
dan luas plot bangunan kelurahan Batu kota pada tahun 2016 yaitu
36.03 ha dengan presentase 17 % dari luas keseluruhan pola plot
bangunan kecamatan malalayang tahun 2016
 pertambahan jaringan jalan baru pada tahun 2016 berada di
kelurahan malalayang 1 timur yaitu jalan puri indah permai dengan
lebar jalan 6 m dan mempunyai fungsi jaringan jalan lokal dan
kelurahan winangun 1 yaitu jalan ring road manado dengan lebar
jalan 12 m dan mempunyai fungsi sebagai jaringan jalan artei
primer.
 peningkatan jumlah bangunan tertinggi adalah kelurahan
malalayang 1 timur dengan jumlah bangunan pada tahun 2004 yaitu
±1.091 bangunan dengan presentase 7.64% dan pada tahun 2016
jumlah bangunan naik ±1675 bangunan dengan presentase 10.67%

173
dari jumlah bangunan keseluruhan dikecamatan malalayang tahun
2004,
 peningkatan jumlah bangunan terendah yaitu kelurahan batu kota
dengan jumlah bangunan pada tahun 2004 yaitu ±725 dengan
presentase 5.08% dan pada tahun 2016 jumlah bangunan naik ±735
bangunan dengan presentase 4.68% dari jumlah bangunan
keseluruhan dikecamatan malalayang tahun 2016.

5.2 Saran/Rekomendasi
1. Dari hasil Analisa perkembangan permukiman terhadap perubahan
morfologi kota kecamatan malalayang menunjukan bahwa perkembangan
pernukiman di kecamatan malalayang mengalami perubahan dari tahun ke
tahun khususnya perubahan lahan terbangun menjadi tidak terbangun yaitu
lahan perkebunan menjadi lahan permukiman dan salah satu faktor
perkembangan permukiman yaitu bertambahnya jumlah penduduk dari
tahun ke tahun, sehingga dibutuhkan peran yang besar dari pemerintah
dalam hal melihat perkembangan bentuk suatu kota, sehingga
perkembangan atau bentuk suatu kota kedepan tidak semeraut.
2. Sebagai kajian, penelitian tentann morfologi kota atau prubahan bentuk kota
dapat menjadi referensi dalam penelitian seterusnya.

174
DAFTAR PUSTAKA

Abrams, Charles. (1964). Man’s Struggle For Shelter In An Urbanizing World.


London: Cambridge.

Adriana, Marlia (2007), Transformasi Morfologi Permukiman di Tepian Sungai


Martapura, Tesis Program Studi Perumahan dan Permukiman, Institut
Teknologi Bandung.

Conzen, M.R.G., 1962, “The Plan Analysis of An English City Centre”, in


K.Norborg (ed.), Procesdings of the I.G.U. Symposium in Urban
Geography”, Lund: C.W.K. Gleerup.

Faradina Ilma, Anita Ratnasari Rakhmatulloh, 2014. Pembentukan Struktur


Ruang Kompak di Kawasan Banyumanik Kota Semarang, jurnal
pembangunan wilayah dan kota 10 (2): 139-152
Gallion, Arthur, B., FAIA dan Eisner, Simon, APA, 1992, Pengantar Perancangan
Kota, Jilid 1, penerbit Erlangga, Jakarta

Leonataris, C. 2012. “Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan


Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi”. IPB. Bogor

Kuswartojo, tjuk dan suparti A. Salim. 1997. Perumahan dan Pemukiman Yang
Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapertemen dan Kebudayaan.
Zahnd, Markus (2006), Perancangan Kota Secara Terpadu, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado Tahun 2014 -2034


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Pemukiman

Spiro Kostof, 1991 The City Shaped, p.9-39.

Yunus, Hadi Sabari. 1994, Teori dan Model Struktur Keruangan Kota.
Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

175
Yunus, Hadi Sabari. 2000, Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Pelajar

Yudohusodo, S., 1991, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL, Unit


Percetakan Bharakerta, Jakarta

Widiangkoso, G. Epri (2002), Morfologi Kampung Melayu, Studi Kasus :


Morfologi Koridor Layur Semarang, Tesis Magister Teknik Arsitektur,
Universitas Diponegoro, Semarang.

JURNAL

Amandus Jong Tallo, Yulia Pratiwi, Indri Astutik, 2016, BENTUK


KENAMPAKAN FISIK (MORFOLOGI) KAWASAN PERMUKIMAN DI
WILAYAH PINGGIRAN SELATAN KOTA SURAKARTA, Volume 4, No. 2

Amandus Jong Tallo, Yulia Pratiwi, dIndri Astutik, 2007, Identifikasi Pola
Morfologi kota (Studi Kasus: Sebagian Kecamatan Klojen, Di Kota Malang)
Vol. 35, No. 1

Arief Fadhilah, Titien Woro Murtini, Bambang Supriyadi, 2013, Morfologi


Kampung Kalengan Kelurahan Bugangan Kota Semarang, Vol. 6 No. 2,

Sonny Tilaar Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado,
Agustus 2013, KAJIAN NILAI LAHAN PERMUKIMAN DI WILAYAH
KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO, Vol.5, No.2: 96-102

Sonny Tilaar, Octavianus H.A. Rogi, Alvin J. Tinangon, November 2012, KAJIAN
TIPOMORFOLOGI KAWASAN PERMUKIMAN TERENCANA DI
KOTA MANADO, VOL 9 NO.3

Grenda Frecya Finda Bujung, ANALISIS PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN


SEPANJANG KORIDOR JALAN WOLTER MONGINSIDI KOTA
MANADO

176
177

Anda mungkin juga menyukai