Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kota adalah sebuah wilayah yang berkembang secara dinamis sehingga
mengakibatkan tuntutan kebutuhan ruang yang sangat tinggi, terutama kebutuhan
terhadap lahan permukiman. Kota yang semakin padat tidak dapat mengakomodir
kebutuhan ruang tersebut yang kemudian akan berkembang ke wilayah sekitarnya
yakni menuju wilayah pinggiran kota. Wilayah pinggiran kota merupakan wilayah
yang letaknya berada di luar batas administrasi kota dengan karakteristik
peralihan kawasan antara kota dan desa. Dengan perkembangan spasial yang
masif, di masa depan wilayah pinggiran kota akan mengalami perkembangan yang
kompleks dan memiliki karakteristik yang serupa dengan kota. Tanpa adanya
peran pemerintah daerah dalam menata wilayah pinggiran ini, maka akan
menyebabkan kepadatan dan kerapatan bangunan, kawasan kumuh serta
kemacetan lalu lintas. Sehingga kajian terhadap perkembangan wilayah pinggiran
kota sangat diperlukan untuk mengetahui bagaimana wilayah pinggiran kota dapat
berkembang dan permasalahan yang diakibatkan jika wilayah ini semakin
berkembang.
Fenomena perembetan kota menuju wilayah pinggiran adalah
implementasi dari perkembangan berbagai elemen kota seperti spasial, demografi,
ekonomi, infrastruktur, serta sosial dan budaya. T.Yoyok (1997) menyatakan
bahwa daerah pinggiran kota (urban fringe) merupakan wilayah yang mengalami
perkembangan akibat pemekaran kota di satu sisi dan intervensi wilayah
perdesaan akibat konversi lahan pertanian di sisi satunya. Dampaknya adalah
terjadi siklus perkembangan kota terhadap kenampakan fisik wilayah pinggiran
kota yang berakibat pada perubahan fisik maupun non fisiknya.
Wilayah pinggiran kota atau disebut juga Wilayah Peri Urban adalah
wilayah yang berkenampakan kekotaan sekaligus kedesaan dalam satu wilayah.
Secara komprehensif, pinggiran kota adalah sebuah zona peralihan yang

1
mengalami aglomerasi wilayah yang membentuk pola kekotaan. Wilayah ini pada
mulanya merupakan daerah kenampakan desa namun kemudian dengan adanya
interaksi spasial diikuti munculnya katalisator (fungsi bangunan yang memiliki
pengaruh yang tinggi dalam mempengaruhi ruang) yang menjadi pemicu
tumbuhnya perekonomian masyarakat dan mengakibatkan daerah ini menjadi
berkembang. Dampak ini dapat menyebabkan perkembangan wilayah pinggiran
kota menjadi wilayah berkenampakan kota seperti intensitas fisik ruang, mobilitas
dan aksesibilitas. Intensitas dan mobilitas kegiatan berdampak terhadap
terbentuknya koridor kegiatan perekonomian baik barang maupun jasa. Secara
tidak langsung, hal ini diikuti oleh pergerakan aglomerasi spasial kota yang
semakin meluas dan berdampak pada tuntutan peningkatan ruang yang akan
dimanfaatkan.
Munculnya asumsi bahwa wilayah pinggiran kota merupakan bayangan
masa depan kota dimana dalam perkembangannya, wilayah ini memiliki
karakteristik bentuk yang disebut dengan Morfologi. (Dahal, Benner, & Lindquist,
2017) menyatakan bahwa Morfologi merupakan bentuk fisik kawasan yang
ditinjau dari struktur yang membentuk pola tertentu. Berdasarkan pernyataan
tersebut, morfologi dapat terbentuk dan berkembang karena adanya interaksi
spasial yang kemudian memicu interaksi sosial-ekonomi masyarakat didalamnya.
Sehingga kenampakan fisik morfologi tidak hanya berkaitan dengan bentuk fisik
saja melainkan juga terdapat korelasi antar fungsi bangunan.
Fenomena perembetan kota menuju wilayah pinggiran seperti ini dapat
dilihat di kota Denpasar yang memiliki daerah pinggiran kota yaitu di utara
terdapat Kelurahan Sempidi dan Kelurahan Darmasaba, di barat terdapat
Kelurahan Dalung, di barat daya terdapat Kelurahan Kuta, dan di timur terdapat
Desa Batubulan. Dari beberapa daerah pinggiran yang berbatasan langsung
dengan kota Denpasar, Desa Batubulan dipilih sebagai lokasi penelitian karena
dinilai memiliki tingkat kompleksitas ruang yang rendah tetapi paling nampak
peralihan antara lahan kekotaan dan lahan kedesaannya. Desa Batubulan memiliki
pola perkembangan yang unik dimana terdapat aliran sungai sebagai pemisah

2
batas administratifnya, sehingga perkembangan spasial akan dibatasi oleh aliran
sungai dan cenderung menuju arah yang lain.

Morfologi dalam sudut pandang tata ruang memiliki tiga komponen dalam
mengidentifikasi kondisi fisik kawasan. Komponen tersebut ditinjau dari
Penggunaan Lahan untuk mencermati pemanfaatan lahan kawasan, Jaringan Jalan
untuk mengamati fungsinya yaitu sebagai penghubung antar kawasan, dan
Kepadatan Bangunan yang mencermati pusat permukiman di Desa Batubulan.
Berdasarkan komponen Penggunaan Lahan, di Desa Batubulan terdapat isu
strategis yaitu (1) lahan yang cukup potensial untuk dibangun perumahan baru
mengingat harga tanah yang murah serta jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat
Kota Denpasar. (2) Terdapat pasar desa dan sekolah dasar yang berada di dalam
kawasan perumahan atau di jalan lingkungan sehingga menjadi tarikan pergerakan
yang cukup besar ke dalam kawasan perumahan padat penduduk. (3) Terdapat
kompleks perumahan didalam kawasan perumahan padat penduduk, yaitu terdapat
kompleks perumahan Pipit Permai dalam kawasan perumahan padat penduduk
yang di Gang Pipit. Dengan mencermati komponen penggunaan lahan, dapat
diketahui rona kawasan serta persentase lahan terbangun dan lahan tidak
terbangun di Desa Batubulan. Selanjutnya dapat dilakukan analisis untuk
mengetahui katalisator atau pusat perkembangan yaitu fungsi bangunan yang
mempengaruhi perkembangan kawasan.
Dari komponen Pola Jaringan Jalan, terdapat 2 faktor yang terjadi akibat
pengaruh jaringan jalan yaitu (1) Faktor internal (berada di dalam wilayah Desa
Batubulan), perkembangan koridor Jalan Raya Batubulan mengakibatkan
peningkatan akses sehingga memicu pertumbuhan permukiman di sekitarnya, dan
akses jalan menjadi konsen utama dalam hal ini. (2) Faktor eksternal (korelasi
Desa Batubulan dengan wilayah luar), dengan fungsi jalan sebagai kolektor
primer Jalan Raya Batubulan memiliki hirarki skema pelayanan yang membentuk
titik simpul. Simpul ini merupakan kegiatan spasial yang terjadi antara Kota
Denpasar dengan Perkotaan Gianyar, sehingga Desa Batubulan menjadi daerah
penyangga yang menghubungkan antara pusat kegiatan tersebut. Dengan

3
mencermati jaringan jalan, akan dapat diketahui peran akses terhadap interaksi
spasial.
Dan dari komponen Kepadatan Bangunan, Desa Batubulan mulai
mengalami densifikasi atau pemadatan kawasan permukiman. Dengan
mencermati komponen bangunan, sehingga dapat diketahui sebaran kepadatan
bangunan sehingga dapat memunculkan kawasan yang menjadi sentral
pertumbuhan permukiman di Desa Batubulan serta kawasan yang menjadi
pendukung pusat pertumbuhannya.
Sesungguhnya ketiga komponen morfologi memiliki keterkaitan dimana
sebuah elemen dan kegiatan dapat memacu timbulnya kegiatan pendukung atau
disebut juga dengan multiplier effect. Komponen penggunaan lahan ditinjau
berdasarkan kondisi perkembangan permukiman dari tahun 2002-2019 untuk
mengetahui arah perkembangan permukiman yang ada di Batubulan. Kemudian
ketiga komponen morfologi mengalami interaksi spasial sehingga membentuk
pusat pertumbuhan yaitu kawasan mana yang menjadi kawasan inti dan kawasan
penyangga untuk membentuk rona kawasan di Desa Batubulan. Adapun dasar
dalam menentukan tujuan penelitian ini yaitu berdasarkan korelasi antara arah
perkembangan permukiman dan interaksi spasial yang terjadi. Serta berdasarkan
Perpres nomor 45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan
Sarbagita, yang menyebutkan bahwa Desa Batubulan ditetapkan sebagai zona
permukiman untuk menopang perkotaan dan wilayah pedesaan disekitarnya. Atas
dasar tersebut maka akan diperoleh tujuan dari penelitian ini yaitu kesesuaian
lahan di Desa Batubulan dalam menopang perkembangan spasial serta
peruntukannya sebagai kawasan permukiman.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk Morfologi Desa Batubulan?

2. Bagaimana interaksi spasial yang terjadi di Desa Batubulan?

4
3. Bagaimana peran interaksi spasial dalam pengaruhnya terhadap

perkembangan morfologi permukiman pinggiran kota di Desa Batubulan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengetahui peran interaksi

spasial dalam pengaruhnya terhadap perkembangan morfologi permukiman

pinggiran kota di Desa Batubulan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai referensi atau masukan terkait kenampakan wilayah pinggiran

kota bagi pemerintah, stakeholder, dan dunia akademisi dalam dunia

perencanaan wilayah dan kota.

2. Secara praktis, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai pemaparan

akademis ilmu perencanaan wilayah dan kota tentang wilayah

pinggiran kota. Bahwa sesungguhnya wilayah ini adalah sebuah

wilayah yang sangat berpotensi menunjang kemajuan kota tetapi juga

dapat berdampak merestrukturisasi wilayah desa.

Anda mungkin juga menyukai