Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang kajian pustaka sebagai tinjauan terhadap
penelitian terkait yang pernah dilakukan, selanjutnya landasan teori terkait dengan topik
permasalahan yang dihadapi, kerangka berpikir dan model penelitian yang akan dilakukan.

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah peninjauan kembali terhadap bahan, materi dan sumber-sumber
sejenis dalam wujud apapun untuk kepentingan penelitian yang dilakukan. Tujuan dari kajian
pustaka adalah untuk mengetahui penelitian yang sudah pernah dilakukan dan penelitian yang
tidak/belum pernah dilakukan terkait isu-isu yang berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi (Suartika, 2018).

Penelitian pertama yakni penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) dengan judul
“Analisis Spasial Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung”. Penelitian ini
berupaya untuk mengidentifikasi perubahan luasan ruang terbuka hijau dan perubahan pola
ruang yang terjadi pada Kota Bandung. Dasar dilakukannya penelitian ini karena
ditemukannya permasalahan terkait perkembangan kawasan, pembangunan baru pada suatu
wilayah cenderung diiringi dengan perkembangan dari fisik wilayah tersebut. Proses
pembangunan wilayah berupa pengalihan fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat kota akan fasilitas infrastruktur dan fasilitas lain yang diperlukan dalam
pengembangan sebuah kota, cenderung mempengaruhi keberadaan ruang terbuka hijau yang
dikorbankan dalam membangun dan mengembangkan sebuah kota. Permasalahan dilihat dari
sudut pandang ilmu arsitektur lanskap. Penentuan subjek penelitian dilakukan secara purposif
yaitu teknik menentukan sampel penelitian dengan memilih sampel tertentu yang dinilai
sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian dalam sebuah polulasi (Sugiyono, 2016). Teknik
pengolahan data dilakukan secara kualitatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memberikan informasi
terkait perubahan luasan ruang terbuka hijau Kota Bandung yang terjadi dalam 20 tahun
terakhir dan perubahan pola ruang yang terjadi pada Kota Bandung. Temuan dari penelitian
ini menunjukan terjadinya perubahan fungsi ruang terbuka hijau yang dialihfungsikan
menjadi kawasan pengembangan terkait kebutuhuan Kota Madya. Pada tahun 1991 jumlah
lahan terbangun mencapai 46% dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 62%. Sementara

5
luas RTH mengalami penurunan 54% pada tahun 1991 menjadi hanya sekitar 38% pada
tahun 2001. Perkembangan Kota Bandung dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah penduduk,
faktor ekonomi, kebijakan, struktur ruang dan pola ruang. Hal tersebut mempengaruhi
kebutuhan ruang untuk menunjang aktifitas kota, sehingga Kota Bandung melakukan
pembukaan kawasan dengan fungsi lahan terbuka hijau yang dialihfungsikan sebagai lahan
terbangun sesuai dengan kebutuhan kota.

Penelitian kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sirega dkk (2012) dengan judul
“Pergeseran Fungsi Ruang pada Bangunan Rumah-Toko di Manado”. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya pergeseran fungsi ruang yang terjadi pada
bangunan rumah toko di Manado. Penelitian ini dilakukan didasari penemuan permasalahan
terkait maraknya pergeseran fungsi bangunan hunian menjadi fungsi bangunan rumah toko
pada kawasan permukiman di Manado. Permasalahan yang terjadi yaitu seiring dengan
perkembangan waktu serta menonjolnya aktifitas berdagang dibandingkan aktifitas berhuni,
telah menyebabkan terjadinya perubahan fungsi ruang pada bangunan rumah toko.
Permasalahan dilihat dari sudut pandang ilmu arsitektur. Penentuan subjek penelitian
dilakukan secara purposif, teknik pengolahan data dilakukan secara kualitatif.

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran perubahan
fungsi ruang pada beberapa kelompok bangunan rumah toko di Manado dengan cara meneliti
menurut urutan tahun pembangunannya dan mengindentifikasi faktor-faktor yang
mendominasi terjadinya perubahan fungsi ruang pada bangunan fungsi hunian tersebut.
Dengan hasil dari kedua pengamatan tersebut akan dijadikan bahan untuk merumuskan tipe
atau karakteristik perubahan yang terjadi pada bangunan rumah toko di Manado. Temuan dari
penelitian ini yaitu terjadinya pergeseran pada fungsi bangunan hunian dan fungsi bangunan
rumah toko yang sepenuhnya bergeser fungsi menjadi fungsi toko, hal ini dinyatakan dengan
hilangnya kapasitas atau spasi untuk mengakomodasi tempat untuk berhuni pada bangunan
yang difungsikan sebagai rumah toko. Penemuan kedua yaitu hilangnya konsep bangunan
rumah toko yang semulanya sinergis saling mendukung antar satu sama lain, telah berubah
menjadi individualistik karena hilangnya fungsi ruang sosial yang disebabkan oleh
maksimalisasi penggunaan lahan yang dilakukan masyarakat pada hak tanah milik mereka.

Penelitian ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Karsono (1996) dengan judul
“Perubahan Bentuk Tata Ruang Lingkungan Permukiman di Kauman Surakarta”. Penelitian
ini berupaya untuk mengetahui gambaran perubahan tata ruang lingkungan permukiman yang

6
terjadi pada kawasanan permukiman Kauman Surakarta. Awal mula dilakukan penelitian ini
dilandasi oleh sebuah fenomena terkait adanya perubahan tata ruang lingkungan permukiman
pada kawasan Kauman Surakarta baik secara bentuk fisik dan non fisik seiring
berkembangnya waktu. Permasalahan dilihat dari sudut pandang ilmu arsitektur. Penentuan
subjek penelitian dilakukan secara purposif dan teknik pengolahan data dilakukan secara
deskriptif kualitatif.

Temuan dari penelitian ini dijabarkan dengan cara memaparkan dua hasil temuan,
yaitu temuan perubahan tata ruang kawasan secara fisik dan non fisik yang terjadi pada tata
ruang lingkungan kawasan Kauman Surakarta. Secara fisik, 1) Terjadi pergeseran tampilan
wajah kota yang mulai melupakan nilai kelestarian budaya tradisional pada wujud bangunan,
2) Terjadi perubahan bentuk tata ruang pada bagian depan kota, perubahan yang terjadi yaitu
kawasan depan kota mulai menjadi zona komersil, sedangkan pada bagian belakang
kota/hinterland tidak terjadi perubahan pada tata ruang, hanya terjadi kepadatan pada zona
permukimannya, hal ini terjadi karena tingkat kepadatan penduduk pada Kota Surakarta yang
tiap tahunnya terus meningkat dan bertambah.

Secara non fisik yaitu 1) perubahan nilai sosial budaya pada masyarakat sekitar dalam
bertetangga, yang semulanya terjalin hubungan mengenal antar satu sama lain dan keterikatan
dalam berkehidupan bersama, sekarang telah terjadi perubahan yaitu mulai hilangnya nilai
kebersamaan terhadap masyarakat dikarenakan mulai banyaknya pendatang baru yang tinggal
pada kawasan kota khususnya pada kawasan bagian depan kota, sehingga masyarakat lokal
dan masyarakat pendatang tidak saling mengenal dan mulai menjalani hidup secara
individualis.

Dari ketiga pemaparan kajian pustaka tersebut memberikan pemahaman awal bahwa
perubahan fungsi tata ruang sangat didasari oleh berkembangnya waktu dan zaman, hal ini
memberikan dampak terhadap perubahan non fisik terkait perubahan perilaku dari
penduduknya, baik secara kehidupan sosialnya maupun secara kehidupan individunya. Selain
perubahan fungsi tata ruang berpengaruh terhadap perilaku masyarakatnya, juga berpengaruh
terhadap wujud fisik bangunan kotanya. Terjadi perubahan-perubahan fungsi bangunan yang
tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang yang disahkan oleh pihak pemerintah, sehingga
dengan keadaan ini secara tidak langsung memunculkan permasalahan-permasalahan pada
kawasan yang tiap waktu terus bertambah.

7
Dengan demikian dipaparkan pemahaman dari judul penelitian yang diangkat, yaitu
Perubahan Spasial di Jalan Lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning, Denpasar
dalam sudut pandang ilmu Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Desa dan Kota.
Rangkuman kajian pustaka dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.

8
2.2 Kerangka Berpikir

Penjabaran kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:

LATAR BELAKANG
Terjadi perubahan spasial dari yang semulanya hunian, kini menjadi perdagangan dan jasa
Marak bangunan yang menempel dengan bibir jalan
Marak aktifitas parkir kendaraan di bahu jalan
Wajah perumahan yang semrawut karena marak pemasangan reklame, kanopi dan banner dagangan
Berkurangnya ruang parkir untuk kendaraan pengunjung di tanah milik
Aksesbilitas di jalan lingkungan perumahan rawan kemacetan

TUJUAN PENELITIAN
Untuk memberikan bahan masukan kepada pihak pemerintah terkait :
Data perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan perumnas
Penyebab terjadinya perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan perumnas
Dampak dari perubahan spasial yang terjadi terhadap lingkungan perumnas

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning?
Apa yang menyebabkan terjadinya perubahan spasial di jalan lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning?
Bagaimana dampak dari perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning?

KAJIAN TEORI METODE PENELITIAN KUALITATIF DATA AREA PENELITIAN


PENDEKATAN STUDI KASUS
Perubahan spasial HOLISTIK (SINGLE CASE UNIT) Lokasi
Definisi spasial Di jalan lingkungan perumahan
Perubahan spasial nasional monang-maning
Perubahan bentuk spasial TEKNIS ANALISIS DATA Fisik
Tanda-tanda perubahan bentuk spasial KUALITATIF SECARA INTERAKTIF Spasial perumahan terkait
Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya perubahan ruang fisik dengan tolok
perubahan spasial ukur perubahan secara sistem
Faktor kebutuhan ruang meningkat spasial
Faktor kebutuhan sosial dan gaya hidup Non fisik
Faktor mencari penghasilan tambahan Faktor-faktor yang berkembang di
Faktor penduduk memaknai hunian lingkungan masyarakat
Faktor pemanfaatan ruang
Faktor tata letak/lokasi usaha
Dampak perubahan spasial
Dampak sosial
Dampak lingkungan
Dampak ekonomi

KESIMPULAN
Kondisi perubahan spasial di jalan lingkungan perumahan nasional monang-maning
Penyebab terjadinya perubahan spasial di jalan lingkungan perumahan nasional
monang-maning
Dampak dari perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan perumahan nasional
monang-maning

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

9
2.3 Konsep

Hartono (2011) menyatakan bahwa konsep dalam penelitian adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan gejala atau isu secara abstrak, contohnya seperti kejadian,
keadaan dan kelompok. Dengan demikian diharapkan peneliti mampu memformulasikan
pemikirannya ke dalam konsep secara jelas dalam kaitannya dengan penyederhanaan
beberapa masalah yang berkaitan dengan satu dan lainnya. Konsep merupakan unsur pokok
daripada penelitian. konsep merupakan hal yang abstrak, maka perlu diterjemahkan dalam
kata-kata sedemikian rupa, sehingga dapat di ukur secara empiris dan jelas.

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan bagian


dasar dari sebuah penelitian, dalam memulai sebuah penelitian harus didasari pemaparan
pemikiran yang dilakukan untuk memperjelas arah yang diteliti pada penelitian tersebut.
Dengan demikian perlu merangkai konsep untuk memperjelas arah penelitian dan
permasalahan yang akan dipecahkan.

2.3.1 Perubahan Spasial

Perubahan yang dimaksud pada penelitian ini adalah perubahan pemanfaatan lahan.
Tjahjati (1997) menyatakan bahwa perubahan pemanfaatan lahan merupakan suatu mutasi
lahan menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan
yang berkembang ke penggunaan lainnya. Spasial yang dimaksud pada penelitian ini adalah
ruang fisik yang terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan
yang terjadi karena faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat (Mulyati, 1998).

Menurut Sujarto (1977) permukiman merupakan kawasan yang terdiri dari unsur
wisma/tempat tinggal, karya/tempat berkarya, suka yang terdiri dari tempat
rekreasi/bersantai/hiburan, dan penyempurna yang terdiri dari peribadatan, pendidikan,
kesehatan dan utilitas umum yang terintegrasi di dalam suatu lingkungan dan hubungan satu
sama lain oleh unsur Marga (jaringan jalan).

Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada bangunan untuk tempat
tinggal dimana konsep-konsep sosial-kemasyarakatan terjalin didalamnya, seperti keluarga,
hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain (Ningrum, 2018).

10
Budihardjo (1994) menjelaskan secara umum bahwa perumahan adalah suatu
lingkungan mukim (tempat tinggal) manusia yang terdiri dari sekelompok rumah dengan
berbagai macam fasilitas sosial, fasilitas umum, jaringan pergerakan, serta sarana dan
prasarananya.

Dengan demikian maksud dari perubahan spasial pada penelitian ini adalah perubahan
ruang fisik yang terjadi di lingkungan perumahan, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang
terjadi karena faktor-faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat.

2.3.2 Jalan Lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning, Denpasar

Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah dan hanya
untuk kendaraan-kendaraan kecil. Status kepemilikan jalannya adalah milik Negara yang
disediakan sebagai prasarana untuk umum. (Joyopuspito, 1989).

Rahma (2010) menyatakan bahwa perumahan terdiri dari dua tipe, yaitu tipe
perumahan terencana adalah sekelompok rumah atau bangunan lainnya yang dibangun
bersamaan sebagai sebuah pengembangan tunggal, bentuknya bervariasi di negara-negara
manapun. Perumahan terencana biasanya dibangun dengan hanya beberapa gaya rancangan
rumah atau bangunan, sehingga penampilannya menjadi seragam (Yudohusodo, 1991).

Sedangkan perumahan tidak terencana adalah perumahan yang dibangun oleh


perorangan secara swasembada dalam suatu kawasan perumahan atau perkampungan dan
tidak mempunyai keseragaman dari aspek bentuk, ukuran, kualitas, dan tata letak bangunan
serta tidak adanya masterplan yang jelas dalam penyediaan sarana dan prasarana perumahan
(Rahma, 2010).

Perumahan memiliki karakteristik yaitu lokasinya yang tetap dan hampir tidak
mungkin dipindah dan pemanfaatannya dalam jangka panjang dan secara fisik dapat
dimodifikasi (Siddik dalam Rahma, 2010).

Perumahan Nasional Monang-Maning, Denpasar adalah perumahan terencana, yaitu


sekelompok rumah atau bangunan lainnya yang dibangun bersamaan sebagai sebuah
pengembangan tunggal yang melalui proses perencanaan dari pihak Pemerintah Daerah
Badung dan melalui PT.Karya Makmur sebagai penyelenggara di lapangan, bentuknya

11
bervariasi dan hanya dibangunan dengan beberapa gaya rancangan rumah atau bangunan
yang terdiri dari tipe D.15, tipe D.21 dan tipe D.25 (tegalkertha.denpasarkota.go.id).

Perumahan Nasional Monang-Maning adalah lingkungan perumahan yang terdiri dari


10 blok perumahan dan memiliki pola ruang sebagai kawasan permukiman. Terkait dengan
luasnya lingkup kawasan penelitan dan keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian,
lokasi penelitian akan dibatasi dan fokus pada perumahan nasional yang terletak di blok IV.

Pemilihan blok perumahan tersebut didasari oleh spasial yang mengalami perubahan
yang paling menonjol serta dilengkapi jaringan jalan yang strategis yang bersentuhan
langsung dengan jalan utama dan jalan lingkungan perumahan serta menjadi penghubung
antar lokasi-lokasi strategis, namun pada penelitian ini fokus pada perubahan yang terjadi di
jalan lingkungan perumahan yang tersedia di bagian selatan Perumahan Blok IV. Jalan
lingkungan di bagian selatan perumahan blok IV ini dilengkapi kemudahan aksesbilitas baik
menuju kawasan CBD dan aksesbilitas besar seperti by pass mahendradatta dan jalan imam
bonjol.

Batasan area penelitian yang diamati adalah perubahan dari ruang fisik yang terdiri
dari lingkungan perumahan, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang terletak di spasial
Perumnas Blok IV yang bersentuhan langsung dengan jalan lingkungan. Dengan demikian
pemilihan lokasi penelitian di jalan lingkungan bagian selatan perumahan Blok IV Perumnas
Monang-Maning sudah mampu mewakili sebagai lokus penelitian perubahan spasial ini. Pada
penelitian ini, perumahan blok IV di lingkungan perumahan nasional Monang-Maning akan
disingkat dengan sebutan Perumnas.

Dari uraian konsep di atas disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian
yang menganalisis perubahan ruang fisik yang terbentuk pada lingkungan permukiman,
rumah tinggal dan bangunan yang terjadi karena faktor yang berkembang di lingkungan
masyarakat di jalan lingkungan bagian selatan Perumahan Nasional Monang-Maning,
Denpasar.

2.4 Landasan Teori

Kerlinger dalam Sarwono, dkk (2006) menyatakan bahwa landasan teori adalah
landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori yang sering diperlukan sebagai tuntunan
untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam penelitian. Landasan teori juga berfungsi
sebagai kerangka acuan yang dapat mengarahkan suatu penelitian kearah yang lebih jelas.

12
Dalam meninjau lebih awal untuk memecahkan permasalahan terkait perubahan spasial
kawasan dapat dilihat sebagai berikut.

2.4.1 Perubahan Spasial

1. Definisi Spasial

Mulyati (1995) memberikan penjelasan bahwa spasial adalah ruang fisik yang
terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang terjadi
karena faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat.

Mendra (2016) menambahkan bahwa spasial merupakan unsur pokok dalam


memahami arsitektur. Spasial berfungsi sebagai wadah aktivitas manusia baik secara fisik
maupun psikis. Hal tersebut juga mengakibatkan pola spasial dapat terlihat sebagai hubungan
antara arsitektur, lingkungan dan budaya tempat spasial tersebut berada.

2. Perubahan Spasial

Yunus (2005) menyatakan bahwa perubahan spasial ditandai dengan dua cara, yaitu
perubahan spasial secara horizontal dan perubahan spasial secara vertikal. Pada dasarnya
perubahan spasial disebabkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan yang terjadi di lahan
milik tersebut. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan
dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya.

a. Perubahan Spasial Secara Horizontal

Perkembangan spasial secara horizontal dilakukan dengan melakukan perluasan


pemanfaatan lahan terhadap spasial di tanah milik masing-masing individu. Perkembangan
spasial secara horizontal mengakibatkan perubahan fungsi lahan sehingga akan berdampak
pada kehadiran ruang terbuka hijau di tanah milik yang akan semakin berkurang dengan
terjadinya perkembangan secara horizontal ini.

b. Perubahan Spasial Secara Vertikal

Setiap tanah milik yang memiliki keterbatasan dalam ketersediaan lahan dapat
dilakukan perkembangan spasial secara vertikal. Perkembangan spasial secara vertikal dapat
diartikan sebagai bentuk penambahan ruang dengan menambah jumlah lantai bangunan
(Yunus, 2005). Namun dalam perkembangannya, pembangunan secara vertikal harus
memiliki ketahanan tanah yang memadai untuk menopang bangunan dengan lantai banyak.

13
3. Perubahan Bentuk Spasial

Perubahan menurut Habraken (1982) merupakan hasil campur tangan atau perbuatan
dari manusia, individu, kelompok atau organisasi dalam kontrol kekuasaan suatu bagian
tempat. Dikatakan sebagai suatu kekuasaan karena setiap orang atau kelompok memiliki
kemapuan untuk memutuskan perletakan, pemindahan atau pengurangan suatu elemen pada
tempat kuasaannya/hak miliknya.

Bentuk spasial merupakan manifestasi kesepakatan sosial dalam arti bahwa


lingkungan merupakan kelompok hunian dengan berbagai fasilitasnya (Habraken, 1978).
Terdapat 3 aspek yang dapat dijadikan tolok ukur untuk melihat perubahan lingkungan fisik
permukiman yang membentuk satu kesatuan sistem yaitu :

a. Sistem Spasial

Sistem spasial yaitu suatu tolok ukur perubahan bentuk spasial rumah tinggal yang
berkaitan dengan organisasi ruang atau keruangan. Sistem ini mencakup hirarki ruang,
orientasi ruang dan pola hubungan ruang. Pengertian dari masing-masing cakupan dari
perubahan spasial dengan tolok ukur secara sistem spasial dipaparkan sebagai berikut.

 Hirarki Ruang

Prinsip hierarki pada suatu komposisi arsitektur muncul dengan adanya perbedaan
diantara bentuk-bentuk dan ruang-ruang. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan derajat
kepentingan dari bentuk dan ruang serta peran-peran fungsional, formal dan simbolis yang
dimainkan di dalam organisasinya. Sistem nilai untuk mengukur tingkatatan nilai sebuah
ruang akan tergantung pada situasi khusus, kebutuhan dan keinginan dari para pemakai dan
keputusan-keputusan perancanganya (Ching, 1996).

Pengertian Hierarki dalam arsitektur menggambarkan komponen-komponen


bangunan atau organisasi ruang dengan seberapa menonjol/penting mereka. Semakin terlihat
suatu bentuk/ruang, maka semakin penting fungsi ruang tersebut dan estetika dari
keseluruhan desain. Hierarki sebagai salah satu prinsip arsitektur adalah tentang memahami
mengapa beberapa bagian ditekankan dan memiliki bobot visual lebih dari elemen lainnya.
Hirarki dalam arsitektur paling sering ditetapkan melalui penggunaan bentuk, ukuran, warna,
atau lokasi atau penempatan yang unik (Clark dan Pause, 1995).

14
 Orientasi Ruang

Orientasi merupakan pandangan yang mendasari pikiran, perhatian dan


kecenderungan, sedangkan orientasi bangunan merupakan arah hadap bangunan. Orientasi
ruang dalam arsitektur terdiri dari orientasi terhadap mata angin, orientasi terhadap
sungai/parit, orientasi terhadap sebuah ruang, orientasiterhadap sumbu imaginer dan orientasi
terhadap jalan lingkungan/jalan (Habraken dalam Ciptadi, 2013).

 Pola Hubungan Ruang

Pola hubungan ruang adalah beraneka ragam bentuk yang dapat dimanipulasi untuk
menciptakan suatu volume ruang tersendiri. Beberapa bangunan terdiri dari beberapa ruang
mandiri. Ruang-ruang tersebut pada umumnya tersusun atas sejumlah ruang yang berkaitan
satu sama lain menurut fungsi, jarak atau alur gerak (Habraken dalam Ciptadi, 2013).

Dengan demikian, pola hubungan ruang merupakan suatu konfigurasi bentuk yang
membentuk suatu daerah yang mempengaruhi kualitas visual dengan cara-cara dasar
menghubungkan ruang-ruang suatu bangunan satu sama lain dan diorganisir menjadi pola-
pola bentuk dan ruang yang saling terkait. Pola hubungan ruang secara mendasar
dikelompokan menjadi 4 bagian yang dijabarkan sebagai berikut (Habraken dalam Ciptadi,
2013).

1. Ruang di Dalam Ruang

Di dalam jenis hubungan ruang ini, ruang yang lebih besar berfungsi sebagai suatu
daerah tiga dimensi untuk ruang kecil didalamnya.

2. Ruang-Ruang yang Saling Berkaitan

Dalam jenis hubungan ruang ini, ruang yang saling berkaitan dihasilkan dari irisan
atau potongan dua ruang yang membentuk suatu daerah ruang bersama. Bagian yang saling
berkaitan dapat melebur dengan salah satu ruang dan menjadi bagian yang menyatu dari
ruang tersebut.

3. Ruang-Ruang yang Bersebelahan

Jenis ini merupakan suatu hubungan ruang yang paling umum. Hal tersebut
memungkinkan definisi yang jelas dan untuk fungsi masing-masing ruang menjadi jelas
terhadap fungsi dan persyaratan simbolisnya. Tingkat kontinuitas visual maupun ruang yang

15
terjadi antara dua ruang yang berdekatan akan tergantung pada sifat alami bidang yang
memisahkan sekaligus menghubungkan keduanya.

4. Ruang-Ruang yang dihubungkan oleh Sebuah Ruang Bersama

Dua buah ruang yang terpisah oleh jarak dapat dihubungkan atau dikaitkan satu sama
lain oleh ruang ketiga yaitu ruang perantara. Hubungan visual dan hubungan keruangan
antara kedua ruang tergantung pada sifat ruang ketiga digunakan bersama-sama. Ruang
perantara dapat berbeda dalam bentuk dan orientasi dari kedua ruang lainnya untuk
menunjukkan fungsinya sebagai penghubung.

b. Sistem Fisik

Sistem fisik yaitu suatu tolok ukur perubahan bentuk spasial rumah tinggal yang
berkaitan dengan konstruksi dan penggunaan material-material yang digunakan dalam
mewujudkan suatu fisik bangunan. Seperti struktur konstruksi atap, dinding, lantai dan lain
sebagainya.

c. Sistem Model

Sistem model yaitu suatu tolok ukur perubahan bentuk spasial yang berkaitan dengan
perwujudan bentuk rumah tinggal meliputi fasade, bentuk pintu dan jendela serta unsur-unsur
lain baik di dalam maupun diluar bangunan. Karena pada dasarnya bentuk tatanan lingkungan
fisik permukiman dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem tersebut.

4. Tanda-tanda Perubahan Bentuk Spasial

Dalam kaitannya dengan elemen pembentuk ruang dalam suatu tapak, ada tiga dasar
yang dapat dikatakan sebagai tanda-tanda atau indikasi suatu perubahan pada fisik spasial
(Habraken, 1982). Ketiga hal tersebut dipaparkan sebagai berikut.

16
a. Penambahan

Gambar 2.2 Indikasi perubahan bentuk spasial dengan cara penambahan


Sumber : Habraken, 1982.
Penambahan adalah kegiatan penambahan suatu elemen di dalam suatu tapak
sehingga terjadi perubahan. Misalnya menambah sekat partisi pada suatu ruang, sehingga
ruang yang tercipta bertambah. Menambah elemen fasad (pintu, jendela atau elemen fasad
lainnya) pada bidang pelingkup tertentu dan sebagainya.

b. Pengurangan/eliminasi

Gambar 2.3 Indikasi perubahan bentuk spasial dengan cara pengurangan


Sumber : Habraken, 1982.
Pengurangan/eliminasi adalah kegiatan pengurangan suatu elemen dalam suatu tapak,
sehingga terjadi perubahan. Seperti contoh yaitu membongkar salah satu bidang dinding
ruangan dengan maksud memperluas ruang atau menyatukan dua ruangan menjadi satu,
menghilangkan jendela pada fasad dan mengganti model jendela tersebut juga termasuk
perubahan akibat pengurangan elemen pada suatu bagian ruang.

17
c. Pergerakan/perpindahan

Gambar 2.4 Indikasi perubahan bentuk spasial dengan cara pemindahan


Sumber : Habraken, 1982.
Pergerakan/perpindahan adalah suatu kegiatan perubahan yang disebabkan oleh
perpindahan atau pergeseran elemen pembentuk ruang pada suatu tapak. Misalnya
memindahkan atau menggeser posisi bidang dinding pada suatu ruang ke tempat lain atau ke
sisi lain, memindahkan posisi tangga, memindahkan posisi pintu dari satu sisi ke sisi lain
pada fasad atau bidang ruang lainnya juga termasuk pergerakan menyebabkan suatu fisik
bangunan dikatakan berubah.

2.4.2 Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya Perubahan Spasial

Perubahan spasial rumah tinggal disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kebutuhan
untuk ruang yang lebih besar, pemenuhan kebutuhan sosial dan gaya hidup (Pratiwi, 2009),
serta untuk mencari penghasilan tambahan (Salim, 1998). Berdasarkan Tipple (1999),
kebutuhan akan akomodasi yang lebih besar menjadi alasan utama pemilik rumah
memperbesar rumah. Lebih jauh, Moser (1998) mengungkapkan bahwa kepemilikan rumah
dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam mengubah atau memperbesar rumah mereka
dan menjadi aset untuk warga dengan penghasilan menengah kebawah untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka di masa depan.

1. Faktor Penduduk Memaknai Hunian

Aktivitas yang dilakukan oleh manusia juga berkaitan dengan makna hunian menurut
penghuni perumahan yang bersangkutan. Hunian merupakan suatu tempat beristirahat,
tempat berlindung dan sebagainya. Hal tersebut bergantung pada pendapat masing-masing
penghuni terhadap pandangannya dengan sebuah hunian. Misalnya, penghuni yang tinggal di
rumah kontrakan, pasti memiliki perilaku dan pandangan yang berbeda terhadap penghuni
perumahan yang merupakan rumahnya sendiri. Penghuni perumahan yang mengontrak,
pastinya lebih tidak memperhatikan kualitas ruang dan tidak mengurusi rumah dibandingkan
dengan penghuni dengan rumah milik sendiri (Silas, 2002).

18
Rumah merupakan tempat penyelenggara kehidupan dan penghidupan bagi setiap
manusia. Rumah dianggap sebagai kebutuhan dasar yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (Silas, 2002). Berikut ini merupakan beberapa
pikiran mengenai makna hunian yang dipaparkan sebagai berikut.

1. Rumah Sebagai Investasi

Rumah mempunyai nilai investasi karena rumah sebagai sarana berusaha, melalui
rumah penghuni dapat meningkatkan pendapatannya untuk melangsungkan kehidupannya
(Silas, 2002). Dalam hal ini, masyarakat menganggap rumah hanya sebagai sumber
keuntungan yang sewaktu-waktu dapat berpindah kepemilikan. Di satu sisi, rumah
merupakan produk investasi yang nilainya turun dari masa ke masa sehingga cukup sulit
untuk menganggap rumah sebagai produk yang sama di setiap masa. Di sisi lain, rumah
dianggap fleksibel sebagai tempat yang bisa mendukung penyesuaian kebutuhan dalam
keluarga. Rumah dapat direnovasi sesuai dengan gaya hidup penghuninya (Ronald dan
Hirayama, 2006).

2. Rumah Sebagai Tempat Berlindung

Rumah dianggap sebagai tempat fisik untuk tinggal dan sebagai tempat berlindung.
Rumah juga dianggap sebagai kebutuhan utama dan dasar dari keluarga. Konsep rumah
selain dianggap sebagai tempat fisik, juga meliputi semua layanan dan fasilitas yang
diperlukan untuk kehidupan keluarga, serta pendidikan bagi penghuinya (Ridlo, 2001).

3. Rumah Sebagai Warisan Budaya

Rumah dipandang sebagai warisan keluarga dan budaya dalam keluarga. Adapun
rumah sebagai warisan memiliki beragam bentuk. Contohnya adalah rumah dengan gaya
arsitektur vernakular yang masih dipertahankan keasliannya sampai sekarang. Rumah sebagai
warisan budaya dianggap sebagai peninggalan budaya dalam sebuah keluarga secara turun
temurun dari beberapa garis keturunan (Ernawi, 2009).

2. Faktor Pemanfaatan Ruang

Damsar (1997) menyatakan bahwa pemanfaatan dan penggunaan ruang bagi aktor
ekonomi dalam hal ini adalah orang-orang yang terlibat dalam aktivitas jual beli terutama
ditujukan kepada fungsi ekonomi, disamping juga dapat diselimuti oleh kombinasi dengan
aspek lain seperti politik, sosial dan budaya.

19
Upaya penggunaan dan pemanfaatan ruang sedemikian rupa hingga bagaimana
menjadikan ruang sebagai tempat yang strategis atau bagaimana memperoleh ruang yang
strategis sehingga posisi yang ditempati menghasilkan sesuatu yang menguntungkan (segi
finansial, akses kepada pembeli dan lain-lain) (Damsar, 2002).

Strategi yang utama yaitu bertujuan untuk memperindah dan mempercantik ruang,
sehingga menarik orang untuk memperhatikan atau sekedar melirik tempat tersebut. Strategi
kedua ditujukan untuk membuat orang yang berlama-lama dan kembali lagi di lain waktu ke
tempat yang sama (Damsar, 2002).

3. Faktor Tata Letak/Lokasi Usaha

Menurut Dewar dan Watson (1990), lokasi sebuah usaha merupakan faktor yang
penting serta berpengaruh pada keberhasilan usaha tersebut. Ada 3 faktor utama yang
mempengaruhi lokasi tersebut yakni :

a. Lokasi yang menimbulkan pergerakan populasi/orang, usaha-usaha sangat peka


pada sirkulasi dan konsentrasi dari pejalan kaki, lalu lintas dan paling berhasil dari sebuah
usaha adalah karena begitu dekat dengan orang banyak. Berlandaskan hal tersebut usaha-
usaha yang paling berhasil yaitu yang berada/berlokasi di CBD (Central Businness District)
dan kumpulan perdagangan formal yang lain, seperti pusat/konsentrasi industri, sekitar
terminal transportasi umum (terminal bus, stasiun kereta api) dan lokasi yang memiliki
kepadatan yang tinggi.

b. Sumber-Sumber Persediaan (Barang yang diperjualbelikan), faktor kedua yang


mempengaruhi keberhasilan lokasi sebuah usaha adalah kunjungan dari sumber-sumber
utama dari persediaan (is the siting of mayor sourcess of supply) barang-barang yang
diperjualbelikan.

c. Lokasi dari Pembeli, dari sudut pandang perencanaan sebuah usaha, faktor ketiga
yang mempengaruhi keputusan dalam menentukan lokasi usaha adalah kebutuhan untuk
melayani konsumen semudah dan sedekat mungkin. Dalam artian bahwa lokasi usaha
sebaiknya mudah dijangkau oleh konsumen, baik yang menggunakan kendaraan pribadi,
pejalan kaki ataupun yang menggunakan angkutan umum.

20
2.4.3 Dampak Perubahan Spasial

Dampak didefinisikan sebagai kondisi yang harus diterima atau dirasakan oleh
sesuatu (obyek) sebagai akibat dari adanya suatu kegiatan (Aditianata, 2011). Menurut Fabos
dalam Mardiansyah (1999), apabila dilihat ke dalam konteks kasus sebenarnya, dampak yang
terjadi akibat perubahan spasial menyangkut dampak segi sosial, dampak segi lingkungan dan
dampak segi ekonomi.

1. Dampak Sosial

Mardiansyah (1999) menjelaskan dampak sosial yang terjadi adalah berupa intensitas
gangguan yang muncul diakibatkan oleh perubahan spasial. Intensitas gangguan berupa
gangguan kenyamanan, gangguan teritori dan gangguan sosial. Masing-masing definisi
dijabarkan sebagai berikut.

1) Gangguan kenyamanan, gangguan ini ditimbulkan yaitu dari segi audio dan visual
yang diakibatkan oleh aktifitas kegiatan komersial. Contoh gangguan audio adalah
bising yang ditimbulkan oleh kegiatan komersial baik dari pengiring musik di
beberapa tempat komersial maupun kendaraan pengunjung yang lalu lalang.
Gangguan tersebut mengakibatkan ketidaknyamanan penghuni dan membuat
lingkungan perumahan menjadi ramai.
2) Gangguan teritori/area, gangguan ini terjadi disaat teritori penghuni berbenturan dan
bersinggungan dengan kegiatan komersial yang seharusnya tidak memasuki teritori
lingkungan hunian. Hal ini menjadi berbenturan karena berpengaruh terhadap
kenyamanan dan keamanan penghuni, sehingga privasi menjadi berkurang.
3) Gangguan sosial, gangguan ini terjadi ketika adanya pertikaian, beda pendapat atau
perselisihan antara penghuni rumah dengan pihak komersial yang terjadi. Gangguan
sosial ini juga bisa mencakup tentang hubungan pertetanggaan. Ketika semakin
banyak bangunan komersial yang muncul, semakin banyak individu baru yang
muncul, maka hubungan pertetanggaan antar penghuni semakin berkurang karena
tidak memiliki banyak tetangga lagi, sehingga semakin lama komunikasi antar
tetangga akan hilang. Hal ini terjadi karena kegiatan sosial antar penghuni yang bisa
membuat para penghuni berkumpul menjadi tidak ada lagi.

21
2. Dampak Lingkungan

Nidyasari (2011) menjelaskan bahwa dampak lingkungan terjadi akibat munculnya


kegiatan komersial di kawasan hunian menimbulkan polusi yang lebih tinggi. Hal ini karena
orang yang menuju kawasan ini semakin ramai/meningkat, sehingga intensitas lalu lintas
menjadi padat, serta menyebabkan pembuangan polusi udara dari kendaraan yang lebih
banyak.
Selanjutnya dari segi spasial di dalam perumahan, spasial menjadi tidak teratur seperti
terjadinya perubahan GSB (garis sempadan bangunan) di tempat komersial dan
penyimpangan fungsi bangunan. Perubahan GSB (garis sempadan bangunan) terjadi karena
cenderung ruang-ruang komersil terletak bersentuhan langsung dengan bibir jalan/mudah
terlihat, sedangkan penyimpangan fungsi bangunan yang terjadi adalah peruntukan ruang
yang seharusnya memiliki fungsi sebagai hunian, justru ada beberapa yang meyimpang
menjadi komersial, sehingga di kawasan ini menjadi kawasan campuran antara bangunan
hunian dan komersial (Nidyasari, 2011)
Ningrum (2018) menambahkan dampak lingkungan yang terjadi akibat perubahan
spasial yaitu dampak terhadap jalan/aksesbilitas, adanya suatu aktivitas baru yang
mengakibatkan berkembangnya aktifitas-aktifitas baru pada jalan. Berkembangnya aktifitas-
aktifitas baru pada jalan yang dimaksud adalah fungsi jalan yang semulanya digunakan untuk
wadah kendaraan berlalu lintas, cenderung berkembang fungsi-fungsi baru pada ruang
manfaat jalan menjadi ruang-ruang untuk parkir kendaraan pada bahu jalan, berdagang dan
lain sebagainya. Dengan demikian jalan/aksesbilitas rawan terjadinya kemacetan lalu lintas
akibat banyaknya kendaraan yang lewat dan kendaraan yang terparkir dengan tidak teratur.

Gangguan visual, gangguan ini terjadi ketika nilai estetika lingkungan perumahan
menjadi turun derajatnya, karena terlihat lebih kumuh dan berantakan, yang disebabkan
banyaknya spanduk dan reklame serta bangunan komersial yang tidak teratur (Mardiansyah,
1999).

3. Dampak Ekonomi

Aditianata (2011) menjelaskan bahwa dampak ekonomi adalah satu-satunya dampak


positif karena munculnya fungsi bangunan komersial membuka lapangan pekerjaan baru bagi
karyawan yang akan bekerja di tempat usaha yang baru muncul ini. Dengan adanya
bangunan komersial maka pendapatan daerah menjadi meningkat karena pemasukan-
pemasukan dari kegiatan usaha yang berlangsung.

22
Pihak pengembang juga diuntungkan dari IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan) yang
lebih tinggi dibandingkan fungsi hunian. kegiatan komersial yang menjamur di kawasan
hunian menjadikan kawasan ini memiliki nilai yang tinggi untuk investasi jangka waktu ke
depan karena harga tanah menjadi tinggi.

Wicaksono (2008) menjabarkan pihak yang menerima dampak ekonomi/positif yang


dari perubahan spasial pihak pemerintah dan pihak masyarakat yang dijabarkan sebagai
berikut.

a) Dampak ekonomi bagi pemerintah, dampak ini antara lain meningkatnya


penerimaan pajak bagi pemerintah dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi lingkungan
tersebut.

b) Dampak ekonomi bagi masyarakat, indikator yang dapat digunakan untuk


mengukur dampak ini adalah terbukanya peluang baru dalam penyerapan tenaga kerja.
Dampak positif lainnya adalah dengan produktifnya penggunaan lahan tersebut dapat
meningkatkan harga lahan di lingkungan tersebut.

23
2.5 Model Penelitian

KAJIAN TEORI HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Rumah, perumahan dan permukiman


Umum Spasial Tipe perumahan METODE PENELITIAN Gambaran Umum Spasial di
Karakteristik perumahan Jalan Lingkungan Perumahan
Nasional Monang-Maning
Denpasar K
E
Perubahan spasial KUALITATIF PENDEKATAN S
Bagaimana Definisi spasial STUDI KASUS HOLISTIK I
Perubahan Perubahan spasial (SINGLE CASE UNIT) M
Spasial yang Perubahan bentuk spasial Perubahan Spasial yang terjadi P
terjadi ? Tanda-tanda perubahan bentuk spasial Lokasi di Jalan Lingkungan U
Di Jalan Lingkungan Perumahan Perumahan Nasional Monang-
Nasional Monang-Maning, Denpasar L
PERUBAHAN Maning, Denpasar
Fisik A
SPASIAL DI Perubahan spasial dengan tolok ukur N
JALAN secara sistem spasial yang meliputi
LINGKUNGAN Apa Penyebab Hal-hal yang menyebabkan terjadinya hirarki ruang, orientasi ruang dan pola D
PERUMAHAN Terjadinya perubahan spasial hubungan ruang
Faktor kebutuhan ruang meningkat Penyebab terjadinya perubahan A
Perubahan Non-fisik
Faktor kebutuhan sosial dan gaya hidup spasial di Jalan Lingkungan N
Spasial? Faktor-faktor perubahan spasial yang
Faktor mencari penghasilan tambahan Perumahan Nasiona Monang- S
berkembang di lingkungan masyarakat
Faktor penduduk memaknai hunian Maning, Denpasar A
Faktor pemanfaatan ruang TEKNIK ANALISIS DATA R
Faktor tata letak/lokasi usaha KUALITATIF SECARA A
INTERAKTIF N
Bagaimana
dampak dari
perubahan Dampak dari perubahan spasial
spasial yang yang terjadi di jalan lingkungan
terjadi ? Perumahan Nasional Monang-
Dampak perubahan spasial
Maning, Denpasar
Dampak sosial
Dampak lingkungan
Dampak ekonomi

Proses
Input Output

24

Anda mungkin juga menyukai