Pada bab ini akan diuraikan tentang kajian pustaka sebagai tinjauan terhadap
penelitian terkait yang pernah dilakukan, selanjutnya landasan teori terkait dengan topik
permasalahan yang dihadapi, kerangka berpikir dan model penelitian yang akan dilakukan.
Kajian pustaka adalah peninjauan kembali terhadap bahan, materi dan sumber-sumber
sejenis dalam wujud apapun untuk kepentingan penelitian yang dilakukan. Tujuan dari kajian
pustaka adalah untuk mengetahui penelitian yang sudah pernah dilakukan dan penelitian yang
tidak/belum pernah dilakukan terkait isu-isu yang berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi (Suartika, 2018).
Penelitian pertama yakni penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) dengan judul
“Analisis Spasial Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung”. Penelitian ini
berupaya untuk mengidentifikasi perubahan luasan ruang terbuka hijau dan perubahan pola
ruang yang terjadi pada Kota Bandung. Dasar dilakukannya penelitian ini karena
ditemukannya permasalahan terkait perkembangan kawasan, pembangunan baru pada suatu
wilayah cenderung diiringi dengan perkembangan dari fisik wilayah tersebut. Proses
pembangunan wilayah berupa pengalihan fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat kota akan fasilitas infrastruktur dan fasilitas lain yang diperlukan dalam
pengembangan sebuah kota, cenderung mempengaruhi keberadaan ruang terbuka hijau yang
dikorbankan dalam membangun dan mengembangkan sebuah kota. Permasalahan dilihat dari
sudut pandang ilmu arsitektur lanskap. Penentuan subjek penelitian dilakukan secara purposif
yaitu teknik menentukan sampel penelitian dengan memilih sampel tertentu yang dinilai
sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian dalam sebuah polulasi (Sugiyono, 2016). Teknik
pengolahan data dilakukan secara kualitatif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memberikan informasi
terkait perubahan luasan ruang terbuka hijau Kota Bandung yang terjadi dalam 20 tahun
terakhir dan perubahan pola ruang yang terjadi pada Kota Bandung. Temuan dari penelitian
ini menunjukan terjadinya perubahan fungsi ruang terbuka hijau yang dialihfungsikan
menjadi kawasan pengembangan terkait kebutuhuan Kota Madya. Pada tahun 1991 jumlah
lahan terbangun mencapai 46% dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 62%. Sementara
5
luas RTH mengalami penurunan 54% pada tahun 1991 menjadi hanya sekitar 38% pada
tahun 2001. Perkembangan Kota Bandung dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah penduduk,
faktor ekonomi, kebijakan, struktur ruang dan pola ruang. Hal tersebut mempengaruhi
kebutuhan ruang untuk menunjang aktifitas kota, sehingga Kota Bandung melakukan
pembukaan kawasan dengan fungsi lahan terbuka hijau yang dialihfungsikan sebagai lahan
terbangun sesuai dengan kebutuhan kota.
Penelitian kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sirega dkk (2012) dengan judul
“Pergeseran Fungsi Ruang pada Bangunan Rumah-Toko di Manado”. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya pergeseran fungsi ruang yang terjadi pada
bangunan rumah toko di Manado. Penelitian ini dilakukan didasari penemuan permasalahan
terkait maraknya pergeseran fungsi bangunan hunian menjadi fungsi bangunan rumah toko
pada kawasan permukiman di Manado. Permasalahan yang terjadi yaitu seiring dengan
perkembangan waktu serta menonjolnya aktifitas berdagang dibandingkan aktifitas berhuni,
telah menyebabkan terjadinya perubahan fungsi ruang pada bangunan rumah toko.
Permasalahan dilihat dari sudut pandang ilmu arsitektur. Penentuan subjek penelitian
dilakukan secara purposif, teknik pengolahan data dilakukan secara kualitatif.
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran perubahan
fungsi ruang pada beberapa kelompok bangunan rumah toko di Manado dengan cara meneliti
menurut urutan tahun pembangunannya dan mengindentifikasi faktor-faktor yang
mendominasi terjadinya perubahan fungsi ruang pada bangunan fungsi hunian tersebut.
Dengan hasil dari kedua pengamatan tersebut akan dijadikan bahan untuk merumuskan tipe
atau karakteristik perubahan yang terjadi pada bangunan rumah toko di Manado. Temuan dari
penelitian ini yaitu terjadinya pergeseran pada fungsi bangunan hunian dan fungsi bangunan
rumah toko yang sepenuhnya bergeser fungsi menjadi fungsi toko, hal ini dinyatakan dengan
hilangnya kapasitas atau spasi untuk mengakomodasi tempat untuk berhuni pada bangunan
yang difungsikan sebagai rumah toko. Penemuan kedua yaitu hilangnya konsep bangunan
rumah toko yang semulanya sinergis saling mendukung antar satu sama lain, telah berubah
menjadi individualistik karena hilangnya fungsi ruang sosial yang disebabkan oleh
maksimalisasi penggunaan lahan yang dilakukan masyarakat pada hak tanah milik mereka.
Penelitian ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Karsono (1996) dengan judul
“Perubahan Bentuk Tata Ruang Lingkungan Permukiman di Kauman Surakarta”. Penelitian
ini berupaya untuk mengetahui gambaran perubahan tata ruang lingkungan permukiman yang
6
terjadi pada kawasanan permukiman Kauman Surakarta. Awal mula dilakukan penelitian ini
dilandasi oleh sebuah fenomena terkait adanya perubahan tata ruang lingkungan permukiman
pada kawasan Kauman Surakarta baik secara bentuk fisik dan non fisik seiring
berkembangnya waktu. Permasalahan dilihat dari sudut pandang ilmu arsitektur. Penentuan
subjek penelitian dilakukan secara purposif dan teknik pengolahan data dilakukan secara
deskriptif kualitatif.
Temuan dari penelitian ini dijabarkan dengan cara memaparkan dua hasil temuan,
yaitu temuan perubahan tata ruang kawasan secara fisik dan non fisik yang terjadi pada tata
ruang lingkungan kawasan Kauman Surakarta. Secara fisik, 1) Terjadi pergeseran tampilan
wajah kota yang mulai melupakan nilai kelestarian budaya tradisional pada wujud bangunan,
2) Terjadi perubahan bentuk tata ruang pada bagian depan kota, perubahan yang terjadi yaitu
kawasan depan kota mulai menjadi zona komersil, sedangkan pada bagian belakang
kota/hinterland tidak terjadi perubahan pada tata ruang, hanya terjadi kepadatan pada zona
permukimannya, hal ini terjadi karena tingkat kepadatan penduduk pada Kota Surakarta yang
tiap tahunnya terus meningkat dan bertambah.
Secara non fisik yaitu 1) perubahan nilai sosial budaya pada masyarakat sekitar dalam
bertetangga, yang semulanya terjalin hubungan mengenal antar satu sama lain dan keterikatan
dalam berkehidupan bersama, sekarang telah terjadi perubahan yaitu mulai hilangnya nilai
kebersamaan terhadap masyarakat dikarenakan mulai banyaknya pendatang baru yang tinggal
pada kawasan kota khususnya pada kawasan bagian depan kota, sehingga masyarakat lokal
dan masyarakat pendatang tidak saling mengenal dan mulai menjalani hidup secara
individualis.
Dari ketiga pemaparan kajian pustaka tersebut memberikan pemahaman awal bahwa
perubahan fungsi tata ruang sangat didasari oleh berkembangnya waktu dan zaman, hal ini
memberikan dampak terhadap perubahan non fisik terkait perubahan perilaku dari
penduduknya, baik secara kehidupan sosialnya maupun secara kehidupan individunya. Selain
perubahan fungsi tata ruang berpengaruh terhadap perilaku masyarakatnya, juga berpengaruh
terhadap wujud fisik bangunan kotanya. Terjadi perubahan-perubahan fungsi bangunan yang
tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang yang disahkan oleh pihak pemerintah, sehingga
dengan keadaan ini secara tidak langsung memunculkan permasalahan-permasalahan pada
kawasan yang tiap waktu terus bertambah.
7
Dengan demikian dipaparkan pemahaman dari judul penelitian yang diangkat, yaitu
Perubahan Spasial di Jalan Lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning, Denpasar
dalam sudut pandang ilmu Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Desa dan Kota.
Rangkuman kajian pustaka dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
8
2.2 Kerangka Berpikir
Penjabaran kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:
LATAR BELAKANG
Terjadi perubahan spasial dari yang semulanya hunian, kini menjadi perdagangan dan jasa
Marak bangunan yang menempel dengan bibir jalan
Marak aktifitas parkir kendaraan di bahu jalan
Wajah perumahan yang semrawut karena marak pemasangan reklame, kanopi dan banner dagangan
Berkurangnya ruang parkir untuk kendaraan pengunjung di tanah milik
Aksesbilitas di jalan lingkungan perumahan rawan kemacetan
TUJUAN PENELITIAN
Untuk memberikan bahan masukan kepada pihak pemerintah terkait :
Data perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan perumnas
Penyebab terjadinya perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan perumnas
Dampak dari perubahan spasial yang terjadi terhadap lingkungan perumnas
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning?
Apa yang menyebabkan terjadinya perubahan spasial di jalan lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning?
Bagaimana dampak dari perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan Perumahan Nasional Monang-Maning?
KESIMPULAN
Kondisi perubahan spasial di jalan lingkungan perumahan nasional monang-maning
Penyebab terjadinya perubahan spasial di jalan lingkungan perumahan nasional
monang-maning
Dampak dari perubahan spasial yang terjadi di jalan lingkungan perumahan nasional
monang-maning
9
2.3 Konsep
Hartono (2011) menyatakan bahwa konsep dalam penelitian adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan gejala atau isu secara abstrak, contohnya seperti kejadian,
keadaan dan kelompok. Dengan demikian diharapkan peneliti mampu memformulasikan
pemikirannya ke dalam konsep secara jelas dalam kaitannya dengan penyederhanaan
beberapa masalah yang berkaitan dengan satu dan lainnya. Konsep merupakan unsur pokok
daripada penelitian. konsep merupakan hal yang abstrak, maka perlu diterjemahkan dalam
kata-kata sedemikian rupa, sehingga dapat di ukur secara empiris dan jelas.
Perubahan yang dimaksud pada penelitian ini adalah perubahan pemanfaatan lahan.
Tjahjati (1997) menyatakan bahwa perubahan pemanfaatan lahan merupakan suatu mutasi
lahan menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan
yang berkembang ke penggunaan lainnya. Spasial yang dimaksud pada penelitian ini adalah
ruang fisik yang terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan
yang terjadi karena faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat (Mulyati, 1998).
Menurut Sujarto (1977) permukiman merupakan kawasan yang terdiri dari unsur
wisma/tempat tinggal, karya/tempat berkarya, suka yang terdiri dari tempat
rekreasi/bersantai/hiburan, dan penyempurna yang terdiri dari peribadatan, pendidikan,
kesehatan dan utilitas umum yang terintegrasi di dalam suatu lingkungan dan hubungan satu
sama lain oleh unsur Marga (jaringan jalan).
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada bangunan untuk tempat
tinggal dimana konsep-konsep sosial-kemasyarakatan terjalin didalamnya, seperti keluarga,
hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain (Ningrum, 2018).
10
Budihardjo (1994) menjelaskan secara umum bahwa perumahan adalah suatu
lingkungan mukim (tempat tinggal) manusia yang terdiri dari sekelompok rumah dengan
berbagai macam fasilitas sosial, fasilitas umum, jaringan pergerakan, serta sarana dan
prasarananya.
Dengan demikian maksud dari perubahan spasial pada penelitian ini adalah perubahan
ruang fisik yang terjadi di lingkungan perumahan, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang
terjadi karena faktor-faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat.
Rahma (2010) menyatakan bahwa perumahan terdiri dari dua tipe, yaitu tipe
perumahan terencana adalah sekelompok rumah atau bangunan lainnya yang dibangun
bersamaan sebagai sebuah pengembangan tunggal, bentuknya bervariasi di negara-negara
manapun. Perumahan terencana biasanya dibangun dengan hanya beberapa gaya rancangan
rumah atau bangunan, sehingga penampilannya menjadi seragam (Yudohusodo, 1991).
Perumahan memiliki karakteristik yaitu lokasinya yang tetap dan hampir tidak
mungkin dipindah dan pemanfaatannya dalam jangka panjang dan secara fisik dapat
dimodifikasi (Siddik dalam Rahma, 2010).
11
bervariasi dan hanya dibangunan dengan beberapa gaya rancangan rumah atau bangunan
yang terdiri dari tipe D.15, tipe D.21 dan tipe D.25 (tegalkertha.denpasarkota.go.id).
Pemilihan blok perumahan tersebut didasari oleh spasial yang mengalami perubahan
yang paling menonjol serta dilengkapi jaringan jalan yang strategis yang bersentuhan
langsung dengan jalan utama dan jalan lingkungan perumahan serta menjadi penghubung
antar lokasi-lokasi strategis, namun pada penelitian ini fokus pada perubahan yang terjadi di
jalan lingkungan perumahan yang tersedia di bagian selatan Perumahan Blok IV. Jalan
lingkungan di bagian selatan perumahan blok IV ini dilengkapi kemudahan aksesbilitas baik
menuju kawasan CBD dan aksesbilitas besar seperti by pass mahendradatta dan jalan imam
bonjol.
Batasan area penelitian yang diamati adalah perubahan dari ruang fisik yang terdiri
dari lingkungan perumahan, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang terletak di spasial
Perumnas Blok IV yang bersentuhan langsung dengan jalan lingkungan. Dengan demikian
pemilihan lokasi penelitian di jalan lingkungan bagian selatan perumahan Blok IV Perumnas
Monang-Maning sudah mampu mewakili sebagai lokus penelitian perubahan spasial ini. Pada
penelitian ini, perumahan blok IV di lingkungan perumahan nasional Monang-Maning akan
disingkat dengan sebutan Perumnas.
Dari uraian konsep di atas disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian
yang menganalisis perubahan ruang fisik yang terbentuk pada lingkungan permukiman,
rumah tinggal dan bangunan yang terjadi karena faktor yang berkembang di lingkungan
masyarakat di jalan lingkungan bagian selatan Perumahan Nasional Monang-Maning,
Denpasar.
Kerlinger dalam Sarwono, dkk (2006) menyatakan bahwa landasan teori adalah
landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori yang sering diperlukan sebagai tuntunan
untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam penelitian. Landasan teori juga berfungsi
sebagai kerangka acuan yang dapat mengarahkan suatu penelitian kearah yang lebih jelas.
12
Dalam meninjau lebih awal untuk memecahkan permasalahan terkait perubahan spasial
kawasan dapat dilihat sebagai berikut.
1. Definisi Spasial
Mulyati (1995) memberikan penjelasan bahwa spasial adalah ruang fisik yang
terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang terjadi
karena faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat.
2. Perubahan Spasial
Yunus (2005) menyatakan bahwa perubahan spasial ditandai dengan dua cara, yaitu
perubahan spasial secara horizontal dan perubahan spasial secara vertikal. Pada dasarnya
perubahan spasial disebabkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan yang terjadi di lahan
milik tersebut. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan
dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya.
Setiap tanah milik yang memiliki keterbatasan dalam ketersediaan lahan dapat
dilakukan perkembangan spasial secara vertikal. Perkembangan spasial secara vertikal dapat
diartikan sebagai bentuk penambahan ruang dengan menambah jumlah lantai bangunan
(Yunus, 2005). Namun dalam perkembangannya, pembangunan secara vertikal harus
memiliki ketahanan tanah yang memadai untuk menopang bangunan dengan lantai banyak.
13
3. Perubahan Bentuk Spasial
Perubahan menurut Habraken (1982) merupakan hasil campur tangan atau perbuatan
dari manusia, individu, kelompok atau organisasi dalam kontrol kekuasaan suatu bagian
tempat. Dikatakan sebagai suatu kekuasaan karena setiap orang atau kelompok memiliki
kemapuan untuk memutuskan perletakan, pemindahan atau pengurangan suatu elemen pada
tempat kuasaannya/hak miliknya.
a. Sistem Spasial
Sistem spasial yaitu suatu tolok ukur perubahan bentuk spasial rumah tinggal yang
berkaitan dengan organisasi ruang atau keruangan. Sistem ini mencakup hirarki ruang,
orientasi ruang dan pola hubungan ruang. Pengertian dari masing-masing cakupan dari
perubahan spasial dengan tolok ukur secara sistem spasial dipaparkan sebagai berikut.
Hirarki Ruang
Prinsip hierarki pada suatu komposisi arsitektur muncul dengan adanya perbedaan
diantara bentuk-bentuk dan ruang-ruang. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan derajat
kepentingan dari bentuk dan ruang serta peran-peran fungsional, formal dan simbolis yang
dimainkan di dalam organisasinya. Sistem nilai untuk mengukur tingkatatan nilai sebuah
ruang akan tergantung pada situasi khusus, kebutuhan dan keinginan dari para pemakai dan
keputusan-keputusan perancanganya (Ching, 1996).
14
Orientasi Ruang
Pola hubungan ruang adalah beraneka ragam bentuk yang dapat dimanipulasi untuk
menciptakan suatu volume ruang tersendiri. Beberapa bangunan terdiri dari beberapa ruang
mandiri. Ruang-ruang tersebut pada umumnya tersusun atas sejumlah ruang yang berkaitan
satu sama lain menurut fungsi, jarak atau alur gerak (Habraken dalam Ciptadi, 2013).
Dengan demikian, pola hubungan ruang merupakan suatu konfigurasi bentuk yang
membentuk suatu daerah yang mempengaruhi kualitas visual dengan cara-cara dasar
menghubungkan ruang-ruang suatu bangunan satu sama lain dan diorganisir menjadi pola-
pola bentuk dan ruang yang saling terkait. Pola hubungan ruang secara mendasar
dikelompokan menjadi 4 bagian yang dijabarkan sebagai berikut (Habraken dalam Ciptadi,
2013).
Di dalam jenis hubungan ruang ini, ruang yang lebih besar berfungsi sebagai suatu
daerah tiga dimensi untuk ruang kecil didalamnya.
Dalam jenis hubungan ruang ini, ruang yang saling berkaitan dihasilkan dari irisan
atau potongan dua ruang yang membentuk suatu daerah ruang bersama. Bagian yang saling
berkaitan dapat melebur dengan salah satu ruang dan menjadi bagian yang menyatu dari
ruang tersebut.
Jenis ini merupakan suatu hubungan ruang yang paling umum. Hal tersebut
memungkinkan definisi yang jelas dan untuk fungsi masing-masing ruang menjadi jelas
terhadap fungsi dan persyaratan simbolisnya. Tingkat kontinuitas visual maupun ruang yang
15
terjadi antara dua ruang yang berdekatan akan tergantung pada sifat alami bidang yang
memisahkan sekaligus menghubungkan keduanya.
Dua buah ruang yang terpisah oleh jarak dapat dihubungkan atau dikaitkan satu sama
lain oleh ruang ketiga yaitu ruang perantara. Hubungan visual dan hubungan keruangan
antara kedua ruang tergantung pada sifat ruang ketiga digunakan bersama-sama. Ruang
perantara dapat berbeda dalam bentuk dan orientasi dari kedua ruang lainnya untuk
menunjukkan fungsinya sebagai penghubung.
b. Sistem Fisik
Sistem fisik yaitu suatu tolok ukur perubahan bentuk spasial rumah tinggal yang
berkaitan dengan konstruksi dan penggunaan material-material yang digunakan dalam
mewujudkan suatu fisik bangunan. Seperti struktur konstruksi atap, dinding, lantai dan lain
sebagainya.
c. Sistem Model
Sistem model yaitu suatu tolok ukur perubahan bentuk spasial yang berkaitan dengan
perwujudan bentuk rumah tinggal meliputi fasade, bentuk pintu dan jendela serta unsur-unsur
lain baik di dalam maupun diluar bangunan. Karena pada dasarnya bentuk tatanan lingkungan
fisik permukiman dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem tersebut.
Dalam kaitannya dengan elemen pembentuk ruang dalam suatu tapak, ada tiga dasar
yang dapat dikatakan sebagai tanda-tanda atau indikasi suatu perubahan pada fisik spasial
(Habraken, 1982). Ketiga hal tersebut dipaparkan sebagai berikut.
16
a. Penambahan
b. Pengurangan/eliminasi
17
c. Pergerakan/perpindahan
Perubahan spasial rumah tinggal disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kebutuhan
untuk ruang yang lebih besar, pemenuhan kebutuhan sosial dan gaya hidup (Pratiwi, 2009),
serta untuk mencari penghasilan tambahan (Salim, 1998). Berdasarkan Tipple (1999),
kebutuhan akan akomodasi yang lebih besar menjadi alasan utama pemilik rumah
memperbesar rumah. Lebih jauh, Moser (1998) mengungkapkan bahwa kepemilikan rumah
dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam mengubah atau memperbesar rumah mereka
dan menjadi aset untuk warga dengan penghasilan menengah kebawah untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka di masa depan.
Aktivitas yang dilakukan oleh manusia juga berkaitan dengan makna hunian menurut
penghuni perumahan yang bersangkutan. Hunian merupakan suatu tempat beristirahat,
tempat berlindung dan sebagainya. Hal tersebut bergantung pada pendapat masing-masing
penghuni terhadap pandangannya dengan sebuah hunian. Misalnya, penghuni yang tinggal di
rumah kontrakan, pasti memiliki perilaku dan pandangan yang berbeda terhadap penghuni
perumahan yang merupakan rumahnya sendiri. Penghuni perumahan yang mengontrak,
pastinya lebih tidak memperhatikan kualitas ruang dan tidak mengurusi rumah dibandingkan
dengan penghuni dengan rumah milik sendiri (Silas, 2002).
18
Rumah merupakan tempat penyelenggara kehidupan dan penghidupan bagi setiap
manusia. Rumah dianggap sebagai kebutuhan dasar yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (Silas, 2002). Berikut ini merupakan beberapa
pikiran mengenai makna hunian yang dipaparkan sebagai berikut.
Rumah mempunyai nilai investasi karena rumah sebagai sarana berusaha, melalui
rumah penghuni dapat meningkatkan pendapatannya untuk melangsungkan kehidupannya
(Silas, 2002). Dalam hal ini, masyarakat menganggap rumah hanya sebagai sumber
keuntungan yang sewaktu-waktu dapat berpindah kepemilikan. Di satu sisi, rumah
merupakan produk investasi yang nilainya turun dari masa ke masa sehingga cukup sulit
untuk menganggap rumah sebagai produk yang sama di setiap masa. Di sisi lain, rumah
dianggap fleksibel sebagai tempat yang bisa mendukung penyesuaian kebutuhan dalam
keluarga. Rumah dapat direnovasi sesuai dengan gaya hidup penghuninya (Ronald dan
Hirayama, 2006).
Rumah dianggap sebagai tempat fisik untuk tinggal dan sebagai tempat berlindung.
Rumah juga dianggap sebagai kebutuhan utama dan dasar dari keluarga. Konsep rumah
selain dianggap sebagai tempat fisik, juga meliputi semua layanan dan fasilitas yang
diperlukan untuk kehidupan keluarga, serta pendidikan bagi penghuinya (Ridlo, 2001).
Rumah dipandang sebagai warisan keluarga dan budaya dalam keluarga. Adapun
rumah sebagai warisan memiliki beragam bentuk. Contohnya adalah rumah dengan gaya
arsitektur vernakular yang masih dipertahankan keasliannya sampai sekarang. Rumah sebagai
warisan budaya dianggap sebagai peninggalan budaya dalam sebuah keluarga secara turun
temurun dari beberapa garis keturunan (Ernawi, 2009).
Damsar (1997) menyatakan bahwa pemanfaatan dan penggunaan ruang bagi aktor
ekonomi dalam hal ini adalah orang-orang yang terlibat dalam aktivitas jual beli terutama
ditujukan kepada fungsi ekonomi, disamping juga dapat diselimuti oleh kombinasi dengan
aspek lain seperti politik, sosial dan budaya.
19
Upaya penggunaan dan pemanfaatan ruang sedemikian rupa hingga bagaimana
menjadikan ruang sebagai tempat yang strategis atau bagaimana memperoleh ruang yang
strategis sehingga posisi yang ditempati menghasilkan sesuatu yang menguntungkan (segi
finansial, akses kepada pembeli dan lain-lain) (Damsar, 2002).
Strategi yang utama yaitu bertujuan untuk memperindah dan mempercantik ruang,
sehingga menarik orang untuk memperhatikan atau sekedar melirik tempat tersebut. Strategi
kedua ditujukan untuk membuat orang yang berlama-lama dan kembali lagi di lain waktu ke
tempat yang sama (Damsar, 2002).
Menurut Dewar dan Watson (1990), lokasi sebuah usaha merupakan faktor yang
penting serta berpengaruh pada keberhasilan usaha tersebut. Ada 3 faktor utama yang
mempengaruhi lokasi tersebut yakni :
c. Lokasi dari Pembeli, dari sudut pandang perencanaan sebuah usaha, faktor ketiga
yang mempengaruhi keputusan dalam menentukan lokasi usaha adalah kebutuhan untuk
melayani konsumen semudah dan sedekat mungkin. Dalam artian bahwa lokasi usaha
sebaiknya mudah dijangkau oleh konsumen, baik yang menggunakan kendaraan pribadi,
pejalan kaki ataupun yang menggunakan angkutan umum.
20
2.4.3 Dampak Perubahan Spasial
Dampak didefinisikan sebagai kondisi yang harus diterima atau dirasakan oleh
sesuatu (obyek) sebagai akibat dari adanya suatu kegiatan (Aditianata, 2011). Menurut Fabos
dalam Mardiansyah (1999), apabila dilihat ke dalam konteks kasus sebenarnya, dampak yang
terjadi akibat perubahan spasial menyangkut dampak segi sosial, dampak segi lingkungan dan
dampak segi ekonomi.
1. Dampak Sosial
Mardiansyah (1999) menjelaskan dampak sosial yang terjadi adalah berupa intensitas
gangguan yang muncul diakibatkan oleh perubahan spasial. Intensitas gangguan berupa
gangguan kenyamanan, gangguan teritori dan gangguan sosial. Masing-masing definisi
dijabarkan sebagai berikut.
1) Gangguan kenyamanan, gangguan ini ditimbulkan yaitu dari segi audio dan visual
yang diakibatkan oleh aktifitas kegiatan komersial. Contoh gangguan audio adalah
bising yang ditimbulkan oleh kegiatan komersial baik dari pengiring musik di
beberapa tempat komersial maupun kendaraan pengunjung yang lalu lalang.
Gangguan tersebut mengakibatkan ketidaknyamanan penghuni dan membuat
lingkungan perumahan menjadi ramai.
2) Gangguan teritori/area, gangguan ini terjadi disaat teritori penghuni berbenturan dan
bersinggungan dengan kegiatan komersial yang seharusnya tidak memasuki teritori
lingkungan hunian. Hal ini menjadi berbenturan karena berpengaruh terhadap
kenyamanan dan keamanan penghuni, sehingga privasi menjadi berkurang.
3) Gangguan sosial, gangguan ini terjadi ketika adanya pertikaian, beda pendapat atau
perselisihan antara penghuni rumah dengan pihak komersial yang terjadi. Gangguan
sosial ini juga bisa mencakup tentang hubungan pertetanggaan. Ketika semakin
banyak bangunan komersial yang muncul, semakin banyak individu baru yang
muncul, maka hubungan pertetanggaan antar penghuni semakin berkurang karena
tidak memiliki banyak tetangga lagi, sehingga semakin lama komunikasi antar
tetangga akan hilang. Hal ini terjadi karena kegiatan sosial antar penghuni yang bisa
membuat para penghuni berkumpul menjadi tidak ada lagi.
21
2. Dampak Lingkungan
Gangguan visual, gangguan ini terjadi ketika nilai estetika lingkungan perumahan
menjadi turun derajatnya, karena terlihat lebih kumuh dan berantakan, yang disebabkan
banyaknya spanduk dan reklame serta bangunan komersial yang tidak teratur (Mardiansyah,
1999).
3. Dampak Ekonomi
22
Pihak pengembang juga diuntungkan dari IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan) yang
lebih tinggi dibandingkan fungsi hunian. kegiatan komersial yang menjamur di kawasan
hunian menjadikan kawasan ini memiliki nilai yang tinggi untuk investasi jangka waktu ke
depan karena harga tanah menjadi tinggi.
23
2.5 Model Penelitian
Proses
Input Output
24