pustaka, konsep, landasan teori serta model penelitian. Tinjauan pustaka akan
yang akan dilakukan. Konsep dan landasan teori digunakan sebagai pijakan untuk
pembahasan hasil penelitian. Model Penelitian merupakan sintesa antara teori dan
luar negeri yang menjadi rujukan maupun perbandingan terhadap penelitian ini.
Beberapa penelitian yang relevan untuk dijadikan referensi pada penelitian ini,
penelitian.
Di dalam tinjauan pustaka ini, akan dibahas dua topik yang dianggap
penting dan perlu untuk dikaji dalam rangka memperkaya hasil penelitian dan
menjelaskan alasan penelitian ini layak untuk dilakukan, yaitu antara lain :
mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi penduduk asli yang sebagian besar
1
bermatapencaharian sebagai petani. Dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa
pada awalnya sebelum terjadi alih fungsi lahan, para petani tersebut berada pada
satu lokasi tertentu dan memiliki kekerabatan kuat. Kemudian setelah terjadinya
alih fungsi lahan pertanian dan tidak berlanjutnya aktivitas ekonomi, para petani
tersebut mulai berpencar (memilih untuk tidak tinggal di suatu lokasi bersama-
sama), dan walaupun ada beberapa petani yang masih memilih tinggal bersama
namun mereka enggan melakukan kegiatan bersama atau terlibat paguyuban. Hal
pusat Kota Denpasar dengan penelitian penulis yang berada di daerah pinggiran
yang sangat dominan terhadap terjadinya proses alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan terbangun. Masyarakat Bali pada umumnya menganut sistem waris
pertanian yang dahulunya dimiliki dalam jumlah luas dibagi menjadi bagian-
bagian lebih kecil untuk dibagi-bagikan kepada setiap keturunan laki-laki. Bidang
lahan pertanian yang semakin kecil ini kurang memadai untuk digarap sebagai
lahan pertanian karena hasil pertanian yang didapat tidak mampu mencukupi
2
Suharyanto dkk (2015) mengemukakan bahwa Kabupaten di Bali yang
mengalami penurunan luas sawah tertinggi akibat alih fungsi lahan pertanian
berturut-turut selama kurun waktu 1999-2013 adalah Kabupaten Tabanan 204 Ha,
Kabupaten Buleleng 135 Ha, Kabupaten Gianyar 64 Ha, dan Kabupaten Badung
mempengaruhi laju konversi lahan sawah di Bali adalah koefisien regresi linier
berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa faktor penentu laju alih fungsi lahan sawah berturut-turut
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan hotel dan akomodasi lainnya dan nilai tukar
petani. Sedangkan pertumbuhan jalan beraspal dan regulasi PERDA RTRW tidak
berpengaruh banyak. Hal lain dari penelitian ini yang dapat menjadi masukan
(perspektif kausal dan temporal yang meliputi aliran dan penggerak perubahan).
3
kebudayaan, pusat pemerintahan, daerah pariwisata dan kota pelajar serta
mengkaji tipe mobilitas penduduk yang terjadi di daerah pinggiran tersebut, yaitu
penduduk permanen dan penduduk non permanen (nglaju). Pola ini sama dengan
yang terjadi di Kota Denpasar yang juga memiliki intensitas tinggi yang akhirnya
lebih menitikberatkan pada gejala Urban Sprawl yang telah terjadi dengan
melakukan analisis peningkatan migrasi secara konsisten serta kepadatan per area
penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan mengambil sampel dari
data pokok. Sebagai masukan adalah cara penentuan wilayah pinggiran dan pusat
penduduk.
wilayah peri-urban yang terutama pada aspek fisik dan sosial ekonomi di
4
sehingga dapat dibaca pola dan arah perkembangan yang terjadi.
Kesimpulan
menjadi non-pertanian yang terjadi di daerah pinggiran kota yang lain serta
masyarakatnya.
wawasan untuk memahami permasalahan dalam penelitian ini. Beberapa hal yang
yang memiliki relevansi serta metode penelitian dapat dijadikan gambaran tentang
langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini. Teknik penyajian data dari
mengambil referensi dari berbagai disiplin ilmu yang lain sehingga mampu
5
bahwa penelitian ini asli dan sifatnya baru karena dari pengamatan sebelumnya
belum dijumpai penelitian yang serupa. Telah banyak dilakukan penelitian dengan
fokus yang sama yaitu mengkaji alih fungsi lahan di daerah pinggiran kota,
namun penelitian ini memiliki lokus dan time frame yang berbeda yaitu Desa
Berawal dari isu fenomena alih fungsi lahan yang terjadi di Desa Batubulan,
Gianyar, kemudian penulis melakukan study literatur terkait isu tersebut, dan
melakukan grand tour ke lokasi penelitian dengan melihat fenomena yang terjadi.
6
Isu Kawasan :
- Terjadinya ekspansi penduduk akibat interaksi spasial kota ke daerah pinggiran kota
- Terjadinya penyusutan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian
- Terbentuk permukiman yang sporadis (tidak tertata)
- Terganggunya keseimbangan ekologis
- Terjadi spekulasi lahan yang tak terkendali
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana perkembangan pola spasial akibat alih fungsi lahan
di Desa Batubulan, Gianyar dalam kurun tahun 1964 - 2016 ?
b. Apa saja faktor-faktor pendorong dan penarik terjadinya alih fungsi lahan
di daerah pinggiran kota di Desa Batubulan, Gianyar?
c. Bagaimana kecendrungan arah perkembangan alih fungsi lahan di daerah pinggiran kota
di Desa Batubulan, Gianyar?
Ribbon Sporadic
Development Development
Pattern Pattern
Temuan Penelitian :
Alih Fungsi Lahan Pertanian di Daerah Pinggiran Kota
Studi Kasus: Desa Batubulan, Gianyar
Rekomendasi
Diagram 2.1:
Bagan Kerangka Berpikir pada Proses Penelitian
7
2.2.2 Konsep
penyamaan definisi dari pokok permasalahan yang akan dibahas. Selain itu,
berfungsi juga untuk memberikan batasan terminologi teknis dari judul dan
penelitian. Pada sub bab ini dijelaskan mengenai batasan peristilahan alih fungsi
fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang
dan potensi lahan itu sendiri. Kustiwan (1997) mendefinisikan alih fungsi lahan
Alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan dapat bersifat sementara.
Jika lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan permukiman atau
industri, maka alih fungsi ini bersifat permanen. Namun, jika lahan sawah
diubah menjadi lahan sawah kembali. Alih fungsi lahan yang bersifat permanen,
pada umumnya lebih besar dan berdampak serius daripada alih fungsi yang
8
bersifat sementara.
bukan hanya fisikal, tetapi juga perubahan sosioekonomik dan budaya penduduk
perdesaan yang antara lain menyangkut struktur produksi, mata pencaharian, dan
adat-istiadat penduduk.
Pengertian alih fungsi lahan pada penelitian ini difokuskan pada proses
penggunaan lahan, yaitu (a) perluasan batas kota, (b) peremajaan di pusat kota, (c)
fungsi yang terjadi pada suatu lahan dalam kurun waktu yang berbeda. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut yaitu faktor politik dan
suatu lahan karena adanya kebijakan yang diambil oleh pengambil keputusan.
terjadilah alih fungsi atau perubahan penggunaan lahan (Ariani, 2011: 9).
9
Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari
suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi lahan muncul sebagai
memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi lahan pertanian juga terjadi secara cepat
juga bertujuan memenuhi kebutuhan akan perumahan yang jumlahnya jauh lebih
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan alih fungsi lahan adalah
menjadi lahan non pertanian sebagai akibat dari adanya pembangunan sarana dan
b) Pola Spasial
sistem, cara kerja, atau bentuk (struktur) yang tetap, sedangkan spasial dapat
diartikan sebagai hal yang berkenaan dengan ruang atau tempat. Secara
yang terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan
spasial dapat dikatakan sebagai bentuk keruangan dalam bentuk fisik daerah atau
kawasan tertentu dalam konteks suatu kota atau desa. Hariyono (2007)
10
menjelaskan bahwa spasial memiliki korelasi yang sangat kuat dengan aspek
bahwa pola spasial ialah bentuk ruang yang bukan hanya dibatasi oleh batas-batas
fisik secara geometri, namun juga dapat dibatasi oleh sebuah aktifitas, fenomena
atau batas persepsi manusia itu sendiri. Branch dalam Yoelianto (2005)
mengemukakan bahwa pada skala yang lebih luas, pola spasial secara keseluruhan
spasial perkembangan suatu wilayah di atas tanah relatif datar digambarkan secara
Dalam penelitian ini yang dapat disimpulkan mengenai pola spasial adalah
11
adalah pola yang dihasilkan dari proses perkembangan suatu wilayah meliputi
perubahan fungsi lahan, arah pergerakan fungsi lahan, frekuensi, dan tahap
sistematis, progresif dan berkesinambungan secara menyeluruh baik fisik dan non
fisik (Aryana, 2012). Suatu perkembangan mengacu pada kualitas, yaitu suatu
adalah konteks masa lalu, masa sekarang hingga kemungkinan di masa depan
berpengaruh pada obyek arsitektur yang berada dalam suatu kesatuan ekologi.
Dalam pandangan ini, dimensi waktu menjadi hal yang sangat penting pada setiap
adalah sebuah perubahan dari waktu ke waktu yang merubah kondisi secara fisik
fisik dan non fisik saling mempengaruhi satu sama lainnya. Transformasi fisik
mengarah pada perubahan fisik kawasan seperti perubahan pemanfaatan lahan dan
12
karakteristik jalan, sedangkan transformasi non fisik mengarah pada perubahan
macam proses ini merupakan proses perkembangan spasial utama yang menandai
itu untuk negara yang sudah berkembang proses perkembangan spasial vertikal
aktifitas alih fungsi lahan pertanian yang terjadi, dimana terjadi perubahan dari
waktu ke waktu yang merubah kondisi terutama fisik Desa Batubulan, dengan
Landasan teori adalah landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori
permasalahan dalam sebuah penelitian. Pada sub bab ini diuraikan tentang
karakteristik daerah pinggiran kota, interaksi spasial antara kota dan daerah
13
perkembangan fisik daerah pinggiran kota, dan pergeseran guna lahan.
Pengertian Dasar
area). Istilah ini muncul pertama kali tahun 1937 oleh T.L. Smith di Lousiana
untuk menandakan area terbangun di luar jangkauan sebuah kota (dalam Pryor,
1968). Daerah pinggiran kota telah banyak disebut dalam literatur dengan
berbagai istilah, antara lain urban fringe, peri-urban atau suburbia. Menurut
Conzen (1960) dalam jurnalnya yang berjudul “How cities internalize their former
areas adalah sebuah daerah yang terbentuk secara perlahan menjadi sebuah zone
yang bertumbuh pesat di pinggiran kota dan tersusun dari berbagai karakteristik
daerah pinggiran kota adalah sebagai daerah transisi bukan daerah antara desa dan
kota, namun daerah perdesaan yang menyatu dengan daerah perkotaan yang
diwarnai oleh disparitas karakter desa dan kota yang kuat baik secara fisik spatial
dan sosio kultural. Yunus (2008) menjelaskan bahwa daerah pinggiran kota
adalah suatu daerah yang juga dikenal sebagai daerah urban fringe atau daerah
peri urban atau nama lain yang muncul kemudian merupakan daerah yang
terhadap peri kehidupan penduduk baik desa maupun kota di masa yang akan
datang. Oleh karena wilayah kota dan desa memiliki dimensi kehidupan yang
14
maka di daerah antara ini kemudian muncul atribut khusus yang merupakan
hibrida dari keduanya. Bryant mengilustrasikan Regional City atau kota yang
zona transisi antara lahan di kota yang secara keseluruhan terurbanisasi dengan
15
4. Gerakan pendirian bangunan pada masyarakat, Pemerintah memberikan
yang ditunjuk
Karakteristik Wilayah
sebagai suatu daerah yang berada dalam proses transformasi dari perdesaan
Giyarsih, 2001) menyebutkan bahwa paling tidak terdapat terdapat empat karakter
yang dapat dipakai untuk mengklasifikasikan suatu daerah dapat disebut sebagai
penduduk pendatang dan lokal, antara penduduk desa dan kota, serta
16
kerja, serta berbagai aspek sosial lainnya. Kurtz dan Eicher (dalam Yunus, 1987)
menemukan enam definisi mengenai daerah pinggiran kota yang menjadi ciri-ciri
perkembangan peri-urban:
a) Kawasan dimana tata guna lahan rural dan urban saling bertemu dan
b) Rural urban triage meliputi semua suburbia, kota satelit dan teritorium
lain yang berlokasi langsung di luar kota, dimana labor force-nya terlibat
di bidang non-farming
c) Suatu kawasan yang letaknya diluar perbatasan kota yang resmi, tetapi
oriented residents)
e) Suatu kawasan pedesaan yang terbuka yang dihuni oleh orang-orang yang
Model Zonifikasi
ini mempunyai baik ciri perkotaan maupun ciri perdesaan (Soussan, 1981). Oleh
karena sulitnya melacak batas-batas peralihan kota-desa, baik fisik maupun non-
17
fisik, kebanyakan ahli membatasi diri pada sebagian dari sekian banyak ciri yang
ada.
wilayah. Menurut Yunus (2008), delineasi wilayah ini dapat ditentukan dengan
berdasarkan kota berdasarkan unit fisikal (jaringan jalan, saluran air, dll)
Struktur spatial wilayah WPU menurut Pryor (dalam Yunus, 2008) dapat
dibedakan ke dalam 2 kategori, yaitu urban fringe di satu sisi dan rural fringe di
sisi yang lain. WPU disebut rural-urban fringe, yang merupakan gabungan dari
rural fringe dan urban fringe. Dengan alasan bahwa kenyataannya WPU
18
Gambar 2.3 :
Segitiga Pemanfaatan Lahan Daerah Pinggiran Kota
(Sumber: Pryor, 1968)
kota menjadi dua, yaitu: 1) “urban fringe” 2) “rural fringe” yang dibatasi oleh
lahan perdesaan, wilayah ini disebut “urban fringe”, Sebaliknya, apabila wilayah
yang diteliti memiliki >50% lahan perdesaan dan <50% lahan perkotaan maka
Demikian pula halnya dengan konsep kota regional (regional city) yang
dikemukakan oleh Russwurm (1975 dalam Bryant et al., 1982). Ahli ini juga
100% perkotaan dan 100% perdesaan. Berbeda dengan Pryor yang membagi
19
Gambar 2.4 : Jalur Pembagian Daerah Pinggiran Kota
(Sumber: Bryant,dkk 1982 - diadaptasi dari Russwurm, 1975)
elemen morfologi perkotaan sudah mulai menyusup namun masih sangat sedikit.
semua kota selalu ditandai oleh urut-urutan sub zone seperti itu dan juga
20
kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi.
meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan. Kebutuhan ruang ini akan selalu ruang
di daerah pinggiran kota. Gejala pengambilalihan ruang non urban oleh pengguna
perembetan kenampakan fisik kekotaan kearah luar disebut urban sprawl (Yunus,
1997).
Lebih jauh Yunus (2000) menjelaskan bahwa, secara garis besar ada tiga
Merupakan suatu proses penjalaran sifat kekotaan yang terjadi di sepanjang jalur-
jalur yang memanjang di luar daerah terbangun. Jalur memanjang ini biasanya
merupakan jalur transportasi baik darat maupun sungai. Jalur ini telah mengontrol
Teori yang dikemukakan oleh Northam sama dengan teori poros yang
jalur transportasi. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut perkembangan ini
Elongated Development.
21
2. Pola Perkembangan Konsentris (concentric development)
luar daerah perkotaan yang telah terbangun dan menyatu dengannya secara
kompak. Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus, 1999) atas dasar studi
kasusnya mengenai morfologi Kota Chicago. Menurut Burgess, suatu kota yang
bagiannya. Masing-masing zona tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh
permukiman kekotaan yang menyatu dengan daerah yang sudah terbangun dan
kompak. Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona
22
3. Pola Perkembangan Meloncat (leap-frog development)
luar daerah terbangun utamanya dan daerah pembangunan baru yang terbentuk
daerah terbangun baru yang tidak menyatu dengan daerah terbangun utama dan
pertanian.
wilayah mega urban diawali dengan adanya dua kota yang terhubungkan oleh
efektif, wilayah koridor kedua kota besar tersebut turut berkembang yang pada
yang termasuk dalam mega urban sesuai dengan struktur ruang di atas terdiri dari:
1) Kota Besar
kota
23
Selain itu, disebutkan oleh McGee (1991) bahwa wilayah yang disebut
1) Bercirikan jumlah penduduk yang besar di dalam lahan padi yang sempit
mudah.
lainnya.
6) Wilayah mega urban atau biasa disebut “invisible” atau “grey area” oleh
Kota
24
3) Karakteristik personal pemilik lahan
5) Aksesibilitas lahan
fringe” antara lain: 1) unsur manusia dan 2) fungsi-fungsi kekotaan yang ada.
tempat tinggal serta fungsi-fungsi kekotaan menuju daerah pinggiran kota lebih
tata guna lahan sebagian besar disesbabkan oleh adanya daya sentrifugal
(centrifugal force) dan daya sentripetal (centripetal force) pada suatu kota. Lebih
jauh dijelaskan, bahwa secara garis besar kekuatan-kekuatan dinamis ini dapat
25
terjadinya pergerakan penduduk dan fungsi-fungsi perkotaan dari
penarik. Makin kuat faktor pendorong maupun penarik makin besar pula kekuatan
tersebut dan sebaliknya makin lemah faktor pendorong dan penarik makin lemah
daerah asal (place of origin) sedangkan faktor penarik adalah faktor-faktor yang
yang merupakan kombinasi dari push factors pada bagian dalam dan pull factors
pada bagian luar dapat diperinci lagi ke dalam enam jenis kekuatan yaitu :
26
Kekuatan mendorong berasal dari ruang yang terletak pada bagian dalam kota
dan dalam hal ini muncul sebagai akibat adanya kepadatan struktur lalu lintas,
dari bagian luar kota dengan kondisi ruang yang relatif jauh lebih lega.
berasal dari bagian dalam kota berujud penggunaan lahan yang terlalu intensif
adanya kekuatan mendorong dan kekuatan menarik dari situasi lokasi dalam
kehidupan dan lingkungan. Kekuatan yang mendorong dari dalam kota antara
lain adanya nilai lahan yang tinggi, pajak yang tinggi, larangan-larangan
tertentu yang ada dalam tatanan kehidupan masyarakat kota, sementara itu
kekuatan-kekuatan menarik dari daerah pinggiran kota antara lain harga lahan
rendah, pajak rendah dan, kebebasan yang lebih banyak dalam tatanan
kehidupan masyarakat.
27
5) Kekuatan-kekuatan status penempatan dan organisasi penempatan (the forces
fungsi ditinjau dari status dan organisasi sistem fungsi tersebut. Adanya
bentuk-bentuk fungsi yang tidak berkembang dengan baik, pola kepadatan lalu
itu adanya bentuk-bentuk fungsi yang moderen, pola-pola yang dinamis, bebas
dari kepadatan lalu lintas yang sangat tinggi dan fasilitas transportasi yang
menarik.
dirinya sebagai anggota masyarakat, warga negara dan mahluk hidup yang
pada bagian luar dan pull factors pada bagian dalam dapat diperinci menjadi lima
jenis yaitu :
Kekuatan site yang menarik dari bagian dalam kota antara lain adanya
multiple levels use of building di pusat kota dari basement yang paling bawah
28
langit.
central zone ini, bahkan zona ini merupakan pusat kegiatan tidak hanya untuk
ditingkatkan.
forces hanya saja kini menganggap bahwa daerah bagian dalam kota
29
mempunyai kekuatan-kekuatan menarik dalam hal mengangkat harkat
antara lain:
lainnya
terciptanya perilaku yang berbeda-beda dari tempat yang satu ke tempat yang lain
perpaduan antara desa dan kota sudah tentu memiliki daya tarik bagi pemenuhan
30
kebutuhan diatas. Meluasnya ekspansi wilayah perkotaan ke daerah pinggiran
tinggal di bagian dalam kota untuk mencari tempat baru di daerah pinggiran
penduduk
telah lama menjadi perhatian para ahli dan pemerhati lingkungan. Para ahli
panjang, dan lahan pertanian produktif yang masih ada hendaknya dilindungi dari
Menurut Bryant, Russwurm dan McLellan (1982) dan McGee (1997), alih
31
fungsi lahan pada suatu bidang lahan tertentu dapat mempengaruhi bidang lahan
terhadap lahan pertanian yang masih bertahan pada suatu kawasan, antara lain:
jumlah pendatang ke daerah pinggiran kota berdampak pada tiga hal, yaitu: 1)
2.3.5 Adaptasi
Steward (1955). Menurut Moran (1982), jika dilihat dari sudut pandang ekologi
dalam merespon umpan balik negatif dari lingkungan hidup suatu makhluk hidup.
Umban balik yang dimaksudkan adalah segala perubahan yang disebabkan oleh
Berdasarkan hal tersebut ditas maka, adaptasi terbagi dalam tiga tipe; 1)
fisiologi dan adaptasi perilaku merupakan adaptasi biologi atau evolusi, agar
32
manusia dapat bertahan hidup dan berhasil bereproduksi. Sedangkan adaptasi
kebudayaan dipahami sebagai proses budaya yang terjadi dalam rangka untuk
hambatan yang bersifat negatif bagi makhluk hidup. Hambatan tersebut terjadi
akibat keterbatasan fisik makhluk itu sendiri, selain memang telah menjadi hukum
alam. Bagaimana pun juga, dalam hal ini yang menjadi inti adalah hubungan
rencana tindakan yang dilakukan manusia baik secara sadar maupun tidak sadar,
secara eksplisit maupun implisit dalam merespon berbagai kondisi internal atau
33
kognitif yang dipelajari melalui sosialisasi dari pendukung suatu budaya, yang
alih fungsi lahan yang terjadi yang secara spontan berpengaruh terhadap
isu pada penelitian ini. Pada model penelitian akan dijabarkan variabel-variabel
apa saja yang menjadi objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian pada
penelitian ini (Arikunto, 1998). Variabel akan sangat memudahkan bagi penulis
untuk mencari apa saja data yang perlu diambil dan diobservasi dari lapangan.
34
adalah faktor-faktor yang dipengaruhi oleh adanya fenomena alih fungsi lahan
pada penelitian ini. Secara spasial, variabel inilah yang akan membentuk
perkembangan pola spasial dan merupakan implikasi ruang yang muncul sebagai
dan sub-sub variabel terhadap isu penelitian yaitu terjadinya alih fungsi lahan
35
VARIABEL BEBAS
INTERNAL
VARIABEL TERIKAT
Karakter Fisik Lahan
Aksesibilitas Alih Fungsi Lahan Daerah
Infrastruktur
Pinggiran Kota di Desa
Peraturan Tata Guna Lahan
Batubulan, Gianyar
EKSTERNAL
Persepsi Petani/Pemilik
Lahan FISIK SOSIAL EKONOMI
Persepsi Penduduk
BUDAYA
Pendatang
Inisiatif Pengembang
Diagram 2.2 :
Model Penelitian pada Proses Penelitian
36
Jumlah Luas Lahan Pertanian &
Non Pertanian
37
38