Anda di halaman 1dari 8

CRITICAL JOURNAL REVIEW

TEORI TATA GUNA LAHAN

DISUSUN OLEH :
Nama : Jeremia Sitorus
NIM : 5193550021
Kelas : A – Ekonomi Transportasi
Dosen Pengampu : Syahreza Alvan, S.T., M.Si

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
A. IDENTITAS JURNAL

1. Jurnal Nasional
Judul Jurnal : TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KAWASAN BANDAR UDARA SAM
RATULANGI MANADO
Penulis : Daniel Mambo Tampi, Sonny Tilaar, Cynthia E.V Wuisang
Penerbit : E-journal UNSRAT
Tahun Terbit : 2015
Kota Terbit : Manado
Halaman : 8 Halaman
ISSN :-
Alamat Situs : https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/spasial/article/viewFile/8242/7801

2. Jurnal Internasional
Judul Jurnal : ANALYSIS OF LAND USE SPATIAL PATTERN CHANGE OF TOWN
DEVELOPMENT USING REMOTE SENSING
Penulis : Samsul Arifin, Mukhoriyah, Dipo Yudhatama
Penerbit : International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences
Tahun Terbit : 2018
Kota Terbit : Jakarta Timur
Halaman : 10 Halaman
ISSN :-
Alamat Situs : http://jurnal.lapan.go.id/index.php/ijreses/article/viewFile/2795/2398
B. RINGKASAN JURNAL

1. Jurnal Nasional
Tata guna lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual
(Vink dalam Widayanti).
Tata guna lahan adalah upaya atau hasil upaya mengatur penggunaan tanah yang rasional,
dan serasi; penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi
pemanfaatan tanah; melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sbg
satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Dengan memahami ruang sebagai
wadah yang meliputi ruang darat, laut dan udara termasuk di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah (UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang), maka peranan penatagunaan lahan
menjadi sangat penting, tidak hanya sebagai ruang fungsional tempat berlangsungnya aktivitas
tetapi juga secara politik sebagai wujud teritori atau wilayah kedaulatan. (Kaiser et al dalam
Parlindungan, 2014).
Menurut Jayadinata (1999) dalam pola tata guna tanah perkotaan yang berhubungan
dengan nilai ekonomi, terdapat beberapa teori antara lain Teori Jalur Sepusat atau teori konsentrik
(Concentric zone theory), Teori Sektor (Sector theory), dan Teori Pusat Lipatganda (Multiple nuclei
concept).

Perubahan tata guna lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi
penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe tata guna lahan yang
lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu
yang berbeda (Wahyunto dalam Widayanti). Perubahan tata guna lahan dalam pelaksanaan
pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua
berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Para ahli berpendapat bahwa perubahan tata guna lahan lebih disebabkan oleh adanya
kebutuhan dan keinginan manusia.Menurut McNeill dalam Widayanti faktor-faktor yang
mendorong perubahan tata guna lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya.Aspek
politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan yang mempengaruhi
terhadap pola perubahan tata guna lahan.Perubahan tata guna lahan di suatu wilayah merupakan
pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan tata guna
lahan tersebut akan berdampak terhadap manusia dan kondisi lingkungannya.

Menurut Bourne dalam Yusrin (2006) perubahan pola tata guna lahan pada kawasan
permukiman dan perkotaan berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural terhadap alam,
dan dipengaruhi oleh:

• Faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan manusia akan tempat tinggal, potensi
manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi.
• Faktor fisik kota, meliputi pusat kegiatan sebagai pusat-pusat pertumbuhan kota dan
jaringan transportasi sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian.
• Faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.

METODOLOGI PENELITIAN

Secara garis besar, metode penelitian yang dilakukan melalui tahapan - tahapan sebagai
berikut : Merumuskan latar belakang masalah tentang guna lahan di kawasan sekitar bandara
khususnya di Kelurahan Lapangan. Studi literatur meliputi :a. Konsep tata guna lahan. b. Perubahan
tata guna lahan. c. Perkembangan tata guna lahan. Mengumpulkan data primer dan sekunder,
Analisis data kualitatif, Merumuskan kesimpulan dan saran.

Dalam penelitian ini digunakan metode analisis kualitatif. Dalam analisis kualitatif,
beberapa hal yang dapat dilakukan secara simultan, antara lain melakukan pengumpulan data dari
lapangan, membaginya kedalam kategori-kategori dengan tema-tema yang spesifik, memformat
data tersebut menjadi suatu gambaran yang umum, dan mengubah gambaran tersebut menjadi teks
kualitatif (Creswell dalam Hardiansyah, 2010). Dalam penelitian kualitatif ini ada dua pendekatan
yaitu Analisis Deskriptif dan Analisis Interaktif,serta pendekatanmapping/overlay.

KESIMPULAN

Faktor-faktor yang memengaruhi tata guna lahan adalah terdiri atas faktor internal dan
eksternal.Faktor internal dipengaruhi oleh 1).Faktor manusia; Jumlah penduduk yang bervariasi
setiap tahun, Daya tarik lahan, Kenyamanan, serta adanya peminjaman lahan, 2). Faktor fisik kota;
Aksesibilitas dan sarana prasarana, 3). Faktor Bentang Alam; luas lahan, topografi, jenis tanah,
Sedangkan Faktor Eksternal yang memengaruhi tata guna lahan adalah 1). Regulasi; belum
terarahnya pedoman RTRW Kota Manado, serta belum adanya sinergi dengan beberapa kebijakan
2).Adanya Pola Tata Guna Lahan; Jarak ke pusat kota, jarak ke pusat perdagangan jasa, jarak ke
kawasan wisata, jarak ke wilayah hinterland.
Saran dalam penelitian ini antara lain: Masyarakat harus memiliki status penguasaan
lahannya dengan jelas, jika belum jelas langsung berkoordinasi dengan pemerintah setempat,
dengan menanyakan konsekuensi serta proses pembuatan izin tinggal, Pemerintah harus menata
kembali seluruh tatanan atau aspek yang berkaitan dengan tata guna lahan di sekitar
bandara.Pemerintah harus berkoordinasi dengan pihak bandara dan menyamakan persepsi konsep
RTRW dan KKOP agar berjalan sinergis.

Pemerintah harus segera membuat aturan berupa RDTR yang mengatur ketinggian
bangunan serta KDB dan KLB sekitar kawasan Bandara Sam Ratulangi.Bagi
Akademisiberdasarkan beberapa analisis yang dibuat penulis sesuai dengan tujuan penelitian yang
terjawab, maka sekiranya perlu dilakukan penelitian lanjut tentang:Kawasan yang meliputi KKOP
(Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) Bandara Sam Ratulangi, Kawasan
kebisingan sekitar bandara Sam Ratulangi Bandara Sam Ratulangi, Dampak
kawasan permukiman terhadap kawasan Bandara Sam Ratulangi

2. Jurnal Internasional
Penilaian karakter fisik suatu kota dinilai relatif lebih mudah dibandingkan dengan aspek
sosial budaya. Penting untuk mengenali jenis bentuk kota dan memprediksi perilaku masyarakat di
kota dan sekitarnya. Berdasarkan karakteristik tersebut, diperlukan kajian pola perkembangan fisik
kota. Tujuan penelitian adalah menganalisis perubahan pola ruang kota akibat pertumbuhan kota
melalui penginderaan jauh. Data multitemporal Landsat 5/7/8 tahun 2000, 2006 dan 2015 di
wilayah Jabodetabek digunakan.

Teknik klasifikasi telah dilakukan dan menghasilkan lima kelas penggunaan lahan. Itu
adalah air, area terbangun, vegetasi, penggunaan lahan lainnya dan tidak ada data. Hasil analisis di
wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) menunjukkan adanya
perubahan penggunaan lahan dari vegetasi dan area penggunaan lahan lainnya menjadi area
terbangun dengan akurasi rata-rata 78% setiap tahunnya. Pola perkembangan fisik kota terlihat
linier dari tahun 2000 hingga tahun 2006, yang ditegaskan sebagai pola konsentris dari tahun 2006
hingga 2015. Berdasarkan analisis tersebut, terlihat bahwa perkembangan kota di Jakarta sebagai
pusat dipengaruhi oleh tata ruang pengembangan lahan di sekitar kota Depok, Bogor, Bekasi dan
Tangerang.
Pola perkembangan tata ruang dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 di wilayah
Bogor, Bekasi dan Depok adalah pola Linier, sedangkan dari tahun 2006 – 2015 pola perkembangan
tata ruang menunjukkan pola Propagasi Konsentris. Untuk Wilayah Tangerang tahun 2000-2015
perkembangannya berpola Dakwah Konsentris
Metode Peningkatan Built-Up dan Indeks Bareness (EBBI), Tanah Adjusted Vegetation
Index (SAVI) dan Modified Normalized Difference Air Index (MNDWI) efektif dan sederhana
untuk diimplementasikan dan dapat digunakan untuk ekstraksi area built-up di area lain (Sinha et
al.2016) Pemantauan pola fisik pembangunan perkotaan biasanya diamati secara horizontal. Selain
itu juga perlu diamati secara vertikal, sehingga dapat mengamati perkembangan perubahan
bangunan. Penampakan pola perkembangan fisik perkotaan dapat dilihat secara visual pada suatu
lokasi atau titik tertentu, namun pada wilayah yang sangat luas tentunya diperlukan suatu teknologi
yang mampu mengamati secara luas dengan efektif dan efisien. Menggunakan citra Landsat
bersama dengan data sosial ekonomi dalam analisis pascaklasifikasi dapat memetakan dinamika
perubahan spasial dan mengidentifikasi proses urbanisasi. Statistik tutupan lahan/ penggunaan
lahan, diambil dari Landsat pada tahun 1976, 1988 dan 2000, mengungkapkan bahwa area
terbangun telah tumbuh sekitar 47 km2.

Jaringan jalan telah mempengaruhi pola tata ruang dan pembangunan perkotaan, sehingga
perluasan kawasan terbangun memiliki pertumbuhan vertikal dan pertumbuhan horizontal, linier
sepanjang jalan utama (Mundiaet al.2005). Data satelit penginderaan jauh sangat berguna untuk
memantau pola perkembangan fisik kota (Mundhe 2016). Berdasarkan data penginderaan jauh pada
empat tahun yang berbeda (1999, 2004, 2010 dan 2014) dan berdasarkan metode pengambilan
suhu, diperoleh hasil bahwa perluasan kawasan terbangun di Jingzhou tidak berkorelasi dengan
laju pertumbuhan penduduk. (Wang et al. 2018).

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini metode terdiri dari beberapa langkah yaitu: penentuan lokasi, data
yang digunakan, pengolahan data, klasifikasi, pola perkembangan fisik kota, dan analisis fenomena
daerah penelitian.

KESIMPULAN

Dalam waktu 5 tahun Jakarta menjadi pusat baru sebagai kota induk dari kota-kota kecil
Bogor, Depok, Bekasi dan Tengerang. Tahun 2000-2006 Depok, Bogor dan Bekasi membentuk
pola Konsentris Linear, sedangkan tahun 2006 dan 2015 menunjukkan pola Propagasi Konsentris.
Kota Tangerang tahun 2000-2015 mengalami perubahan pola perkembangan pola propagasi pola
konsentris.

Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari dukungan dan saran para peneliti di
lingkungannya.

C. KESIMPULAN
Dari kedua jurnal tersebut, Jurnal Nasional dan Jurnal Internasional dapat disimpulkan
bahwa Tata guna lahan adalah hal yang wajib diketahui saat akan membeli tanah atau hunian
karena hal tersebut akan erat kaitannya dengan persyaratan administrasi. Pemerintah telah
memiliki ketentuan tersendiri mengenai alokasi tanah di suatu wilayah. Jika ketentuan tersebut
dilanggar, maka akan berujung fatal bahkan bisa terjadi penggusuran.

Penduduk yang membutuhkan lahan semakin meningkat setiap tahun, khususnya lahan di
perkotaan, yang menarik perhatian banyak orang, bagi mereka yang tinggal di perkotaan
(penduduk asli) maupun di pedesaan (pendatang). Kebutuhan akan lahan ini, seiring dengan
meningkatnya tingkat mobilitas dan pemusatan wilayah dengan melihat jarak ke pusat-pusat
perdagangan dan jasa, salah satunya adalah pusat.
DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/spasial/article/viewFile/8242/7801

http://jurnal.lapan.go.id/index.php/ijreses/article/viewFile/2795/2398

Anda mungkin juga menyukai