Anda di halaman 1dari 3

Nama : Bara Junizar Dean Raffarin

NPM : 20051010057
Prodi : Arsitektur
Mata Kuliah : Perumahan dan Permukiman
Kelas :A
Dosen Pengampu : 1. Ir. Muchlisiniyati Safeyah, MT.
2. Yusvika Ratri Harmunisa, S. Ars., M. Ars.

TUGAS PERUMAHAN & PERMUKIMAN (FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI

Menurut Lee (dalam Yunus, 2005) terdapat 6 faktor yang mempengaruhi proses perkembangan
ruang perkotaan ke wilayah pinggiran kota. Adapun keenam faktor itu adalah sebagai berikut:

1. Faktor Aksesibilitas (Accessibility)

Faktor aksesibilitas sangat terkait dengan keterjangkauan lokasi sehingga berperan


dalam perubahan penggunaan lahan. Lokasi yang mempunyai aksesibilitas yang cukup baik
cenderung mengalami perkembangan yang pesat termasuk perkembangan horizontal dengan
cara interaksi antara wilayah pinggiran kota dan pusat kota.

2. Faktor Pelayanan Umum (Public Services)

Faktor pelayanan umum merupakan salah satu faktor yang menjadi daya tarik bagi
penduduk untuk melakukan migrasi daari pusat kota ke wilayah pinggiran kota. Semakin baik
tingkat pelayanan umum yang disediakan oleh wilayah pinggiran, semakin banyak pula
penduduk yang ingin tinggal di wilayah pinggiran kota.

3. Karakteristik Lahan (Land Characteristics)

Karakteristik lahan berkaitan dengan kondisi geografis dari lahan di wilayah pinggiran
kota. Lahan di wilayah pinggiran kota cenderung memiliki karakteristik lahan yang subur, air
tanahnya dangkal, serta kondisi lingkungan yang masih baik dibandingkan dengan pusat kota,
sehingga lahan di wilayah pinggiran kota sering dimanfaatkan sebagai kawasan permukiman.

4. Karakteristik pemilik lahan (land owners characteristic)

Karakteristik pemilik lahan berkaitan dengan bagaimana pemilik lahan memanfaatkan


asset lahan yang dimilikinya. Perilaku pemilik lahan yang berada dalam kondisi ekonomi yang
mapan akan sangat berbeda dengan perilaku pemilik lahan yang berada dalam kondisi ekonomi
yang terbatas dimana mereka cenderung untuk menjual lahan yang dimilikinya.
5. Peraturan mengenai tata guna lahan (regulatory measures)

Keberadaan peraturan mengenai penggunaan lahan di wilayah pinggiran kota juga


berpengaruh terhadap perkembangan ruang kearah wilayah pinggiran kota. Peraturan yang ada
biasanya bertujuan untuk mengurangi beban di pusat kota.

6. Prakarsa Pengembang (developer initiatives)

Prakarsa pengembang disini lebih diartikan pada kemampuan pengembang untuk


melihat nilai ekonomis lahan yang berada di pinggiran kota. Nilai lahan yang terjangkau oleh
pengembang dimanfaatkan untuk membangun kawasan permukiman yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana pendukungnya. Hal ini yang menyebabkan perkembangan ruang
perkotaan kea rah wilayah pinggiran kota. Menurut Branch (dalam Koestoer, 2001) bahwa
perkembangan kota dipengaruhi oleh 8 unsur yaitu topografi, bangunan, jalur transportasi,
ruang terbuka, kepadatan bangunan, iklim lokal, vegetasi tutupan, dan kualitas estetika.

ANALISA

Menurut pendapat saya pribadi, saya menemukan berbagai faktor yang menurut saya cukup
mempengaruhi perkembangan permukiman di Indonesia saat ini, yang pertama seperti pada
data diatas yaitu Faktor aksesibilitas, Faktor pelayanan umum, Faktor karakteristik lahan,
Faktor karakteristik pemilik lahan, Faktor peraturan tata guna lahan dan Faktor Prakarsa
pengembang. Keenam poin ini harus berjalan satu arah tanpa menitiberatkan salah satunya alias
harus seimbang. Saya mengambil contoh kasus di Indonesia khususnya di daerah Medan.
Propinsi Sumatera Utara khususnya kota Medan merupakan kota yang sedang berkembang, hal
ini tidak terlepas dari masalah penyediaan sarana hunian yakni berupa perumahan bagi
permukiman.

Banyak pembangunan perumahan yang tersebar di kota Medan dalam beberapa tahun ini
khususnya di Medan johor, Medan tembung,Tanjung morawa, dan Medan sunggal, namun
hanya sedikit yang dapat di katakan layak sebagai perumahan yang ideal di kota Medan.

Beberapa contoh masalah perumahan menengah kebawah di kota Medan, sebagai berikut :

a. Tidak adanya fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau posyandu (pos pelayanan terpadu)
padahal lokasi perumahan sangat jauh dari fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit.

b. Tidak adanya fasilitas umum lainnya seperti lapangan bermain anak-anak (playground),
dimana fasilitas ini selain untuk anak-anak, juga sebagai sarana sosialisasi antar penduduk
setempat.

c. Tidak adanya fasilitas rekreasi bagi penghuni kawasan permukiman, seluruh lahan dijadikan
kavling rumah.

d. Tidak adanya tempat buang sampah yang memadai di kawasan Journal of Architecture and
Urbanism Research, 3 (1) Oktober 2019: 27-46 35 Permukiman, sehingga sampah-sampah
berserakan dimana-mana dan seringkali memanfaatkan lahan-lahan kosong milik orang lain
sebagai tempat buang sampah.

e. Tidak adanya tempat buang sampah pribadi di rumah-rumah tinggalnya.

Saran saya untuk beberapa permasalahan yang telah disebutkan diatas adalah yang pertama kita
harus menyediakan posko atau tenda yang memilik fasilitas penunjang kesehatan untuk jangka
pendek, kenapa kita harus memikirkan jangka pendek terlebih dahulu? Karena ini menyangkut
kesehatan dan keselamatan yang merupakan aspek sangat penting bagi seluruh lapisan
masyarakat, baru setelah itu kita memikirkan jangka panjangnya seperti membangun kembali
puskesmas atau rumah sakit tentunya dengan perkiraan biaya serta material yang dibutuhkan.
Kemudian yang kedua adalah menyediakan tempat untuk beristirahat yang mungkin sekiranya
paling banyak dibutuhkan pada area area yang terkenal dengan keramaian penduduknya.
Walaupun belum tentu kita dapat memastikan apakah kita mampu mendirikan taman bermain
untuk anak-anak atau hany sekedar memberikan kursi dan meja untuk para pengunjung.

Simpulan dari saya mengenai kasus tersebut adalah menyediakan fasilitas yang layak untuk
para pengunjung sehingga pengunjung dapat menikmatinya dengan baik.

Referensi : https://ojs.uma.ac.id/index.php/jaur/article/view/2908 (jurnal)

Anda mungkin juga menyukai