Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH KOTA DAN PERMUKIMAN II

Oleh

SONDANG MAYDA SIHOMBING


(1615012014)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Nilai UAS


KOTA DAN PERMUKIMAN II
Pada

Program Studi S1 Arsitektur


Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan pencipta langit dan bumi yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, terutama rahmat iman dan kekuatan sehingga saya dapat
menyelesaikam Makalah kota dan permukiman II.

Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan melaksanakan tugas ujian akhir
semester mata kuliah kota dan permukiman II program studi S1 Arsitektur
Universitas Lampung.

Penyusun Makalah ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa dukungan dan
bantuan dari semua pihak. Untuk itu perkenankan saya menyampaikan terima kasih
yang tulus pada dosen pembimbing, teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu sehingga Makalah ini dapat diselesaikan.

Sangat disadari bahwa Makalah ini baik isi maupun tehnik penulisannya masih
banyak kekurangan, oleh sebab itu sangat diharapkan saran dan perbaikan dari
pembaca demi penyempurnaan Makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Lampung , 19 Desember 2018

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Permukiman merupakan objek material geografi dan dapat
pula dipandang sebagai objek formal geografi. Objek material
geografi meliputi gejala-gejala yang terdapat dan terjadi di
permukaan bumi, sedangkan objek formal geografi adalah cara
memandang dan cara berfikir mengenai permukiman melalui
pendekatan keruangan. Studi mengenai permukiman merupakan
bagian dari ilmu studi geografi karena permukiman merupakan
bagian geosfer yang dalam lingkup keruangan.
Pembangunan millenium abad ke-21 ditandai dengan pesatnya
laju pertumbuhan penduduk baik di kawasan perkotaan maupun di
kawasan perdesaan. Dampak dari meningkatnya pertumbuhan
penduduk adalah ketidakseimbangan ekologi lingkungan hal ini
berkaitan dengan adanya perluasan kawasan permukiman.
Diperkirakan dalam skala global dua pertiga penduduk dunia akan
tinggal dikawasan perkotaan sedangkan di Indonesia diperkirakan
hingga 60%, artinya kawasan perkotaan di Indonesia akan
menghadapi tantangan kompleks berupa dampak tekanan penduduk
yang meningkat (Mangunjaya, 2006).
Perkembangan penduduk di berbagai kawasan di Indonesia
baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat
urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan
yang serius. Masalah perkotaan yang serius diantaranya, timbulnya
permukiman kumuh. Seiring dengan pertumbuhan penduduk di
daerah perkotaan, kebutuhan akan perumahan, penyediaan
prasarana dan sarana permukiman akan meningkat pula, baik
melalui peningkatan maupun pembangunan baru.
Kurang siapnya kota dengan sistem perencanaan dan
pengelolaan kota yang kurang tepat dalam mengantisipasi

3
pertambahan penduduk dengan berbagai motif dan keragaman
nampaknya juga memicu timbulnya permasalahan permukiman.
Pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman baik
dari segi perumahan maupun lingkungan permukiman yang
terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat disediakan oleh
masyarakat sendiri maupun pemerintah, sehingga daya dukung
prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang ada mulai
menurun dan pada akhirnya akan memberikan kontribusi terjadinya
permukiman kumuh.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai
slum area sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah
perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai
perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial
lainnya. Meluasnya lingkungan permukiman kumuh di perkotaan
telah menimbulkan dampak pada peningkatan frekuensi bencana di
perkotaan, meningkatnya potensi kerawanan dan konflik sosial,
menurunnya tingkat kesehatan masyarakat dan menurunnya kualitas
pelayanan prasarana dan sarana permukiman.
Keberadaan kawasan permukiman kumuh dapat menjadi
masalah serius ditinjau dari berbagai aspek yakni aspek keruangan,
sosial, lingkungan dan estetika. Hal ini antara lain disebabkan
adanya budaya masyarakat yang hidup sesuka hati dan dalam
melakukan pembangunan rumah tidak memerhitungkan ruang-
ruang untuk fasilitas penunjang kawasan permukiman yang mereka
tempati, dengan kata lain membangun seadanya tanpa
memerhatikan etika dan estetika lingkungan.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan permukiman? Dimanakah kedudukan
permukiman dalam sebuah system perkotaan?
2. Tipologi permukiman apa saja yang ada di perkotaan?

4
3. Apa yang dimaksud dengan permukiman kumuh (slum area), dan
bagaimana tipologinya ? hal-hal apa saja yang harus diperhatikan untuk
mengatasi kekumuhuhan dipermukiman kota ?
4. Bagaimana teori permukiman menurut CA Doxiadis?
5. Apa yang dimaksud dengan prakarsa penyediaan hunian diperkotaan
terdiri atas prakarsa formal dan prakarsa informal ?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Menjelaskan definisi permukiman dan kedudukannya dalam sebuah
system perkotaan.
2. Untuk mengetahui apa saja tipologi permukiman yang ada di
perkotaan.
3. Untuk mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengatasi
kekumuhan yang terjadi di permukiman kota.
4. Menjelaskan definisi permukiman menurut CA Doxiadis.
5. Mengetahui apa itu prakarsa penyediaan hunian diperkotaan yang
terdiri atas prakarsa formall dan informal.

D. MANFAAT MAKALAH
1. Menambah wawasan pengetahuan mengenai permukiman dalam
system perkotaan.
2. Sebagai bahan untuk mempelajari beberapa teori dan hal-hal yang
perlu diketahui tentang kota dan permukiman.
6. Sebagai bahan tambahan bagi mahasiswa lain dalam mempelajari
hal-hal yang berkaitan dengan kota dan permukiman.
7. Makalah ini secara praktis digunakan untuk menambah
wawasan/informasi mengenai kualitas permukiman kumuh, sehingga
diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah
terkait dengan penanganan permukiman.

5
E. LINGKUP PEMBAHASAN
Adapun batasan masalah yang ditetapkan dalam laporan ini adalah
hanya berfokus pada data yang terdapat dalam susunan rumusan masalah.

F. METODEOLOGI PEMBAHASAN
Metode pembahasan yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu
menguraikan dan menjelaskan data kemudian dianalisa untuk mendapatkan
suatu kesimpulan. Pengumpulan data diperoleh dengan cara :
a) Studi Literatur Mengumpulkan semua referensi dan data – data terkait
yang nantinya akan menjadi arahan dan panduan dalam menganalisis
permasalahan permukiman kumuh.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
makalah, manfaat makalah, lingkup pembahasan, dan metodologi
peneliatian dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Memuat uraian tentang tinjauan pustaka dan teori relevan yang
terkait dengan teori figure ground dan linkage serta bahasan yang
terkait laporan.

BAB III PEMBAHASAN


Berisi pembahsan dan uraian terkait dengan rumusan masalah yang
sudah ada.

BAB IV KESIMPULAN
Berisi tentang hasil dan pembahasan permasalahan terkait kawasan
yang terpilih.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ELEMEN PERANCANGAN KOTA


Shirvani (1985) dalam bukunya yang berjudul The Urban Design
Process mengemukakan elemen perancangan kota yang terdiri dari :

 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) merupakan cerminan hubungan dan


keterkaitan antara sirkulasi dan kepadatan aktivitas dalam sebuah kawasan.
Setiap kawasan memiliki karakteristik penggunaan lahan yang berbeda,
sesuai dengan daya tampungnya, kemudahan pencapaian, parkir, sistem
transportasi dan kebutuhan penggunaan lahan individual. Perencanaan guna
lahan selalu mengacu kepada kebijaksanaan pemerintah dan menjadi
pedoman dalam pengembangan fungsi kawasan tertentu.

 Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)

Bentuk dan massa bangunan menunjukkan ciri kawasan yang mencakup


ketinggian, rasio luas lantai (FAR), coverage, street-line setback, skala,
bahan, tekstur, warna yang kesemuanya harus memperhatikan kesesuaian
dengan lingkungan sekitar.

 Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking)

Sirkulasi dan parkir merupakan sistem pergerakan dan elemen utama


yang memberi bentuk lingkungan kota. Karena sistem pergerakan ini dapat
membentuk arah dan mengendalikan pola aktivitas kota melalui sistem
jaringan jalan, jalur pejalan kaki dan sistem perhentian/transit yang
menghubungkan dan memusatkan pergerakan.

 Ruang Terbuka (Open Space)

Perencanaan ruang terbuka merupakan elemen penting yang harus


dilakukan secara integral dengan perencanaan bangunan dan saling

7
menunjang. Open space ini dapat berupa taman dan lapangan, jalur hijau
kota dan semua elemen penyusunnya.

 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways)

Jalur pejalan kaki, terutama di kawasan pusat kota sangat penting selain
untuk mendukung kelangsungan aktivitas kawasan, juga menunjang
keindahan. Jalur pejalan kaki harus mendukung interaksi antar elemen
perancangan kota yang lain, berhubungan erat dengan lingkungan terbangun
dan pola aktivitas yang ada serta sesuai dengan perubahan fisik kota.

 Aktivitas Penunjang (Activity Support)

Penunjang kegiatan terdiri dari semua kegiatan yang memperkuat


penggunaan ruang publik. Penunjang kegiatan tidak hanya berupa jalur
pedestrian atau plaza tetapi fungsi-fungsi yang dapat menumbuhkan
aktivitas lain, sehingga kawasan tersebut hidup setiap waktu dan menunjang
terciptanya interaksi pengguna kawasan.

 Tanda-tanda (Signase)

Penandaan berguna untuk menunjukkan arah dan fungsi bangunan serta


kawasan tertentu. Penandaan tidak hanya dilakukan melalui pemberian
papan nama dan arah panah, tetapi juga dapat dilakukan melalui pembedaan
bentuk atau ciri visual lain.

 Konservasi (Preservation)

Upaya pelestarian harus melindungi kelestarian lingkungan yang telah ada


dan ruang-ruang kawasan yang sudah terbentuk seperti bangunan
bersejarah. Preservasi juga dilakukan terhadap aktivitas yang sudah
berlangsung dengan memperhatikan aspek sejarah kawasan selama aktivitas
tersebut masih dianggap sesuai.

 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways)

Jalur pejalan kaki, terutama di kawasan pusat kota sangat penting selain
untuk mendukung kelangsungan aktivitas kawasan, juga menunjang

8
keindahan. Jalur pejalan kaki harus mendukung interaksi antar elemen
perancangan kota yang lain, berhubungan erat dengan lingkungan terbangun
dan pola aktivitas yang ada serta sesuai dengan perubahan fisik kota.

B. ELEMEN PERANCANGAN KOTA


Citra kota dapat disebut juga sebagai kesan atau persepsi antara pengamat
dengan lingkungannya. Kesan pengamat terhadap lingkungannya tergantung
dari kemampuan beradaptasi “pengamat” dalam menyeleksi, mengorganisir
sehingga lingkungan yang diamatinya akan memberikan perbedaan dan
keterhubungan. Persepsi atau perseive dapat diartikan sebagai pengamatan
yang dilakukan secara langsung dikaitkan dengan suatu makna. Persepsi setiap
orang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman
yang dialami, sudut pengamatan, dan lain-lain.
Lynch dalam bukunya yang berjudul Perancangan Kota Secara Terpadu
mengemukakan lima elemen pokok yang dapat menentukan image suatu kota
yaitu:

1) Path

Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang


untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama,
jalan transit, lintasan kereta api, salutan, dsb. Path memiliki identitas yang
lebih baik apabila terdapat penampakan yang kuat, tujuan rute-rute sirkulasi
yang jelas/belokan yang jelas.

2) Edge

9
Elemen linear yang tidak dilihat sebagai path. Edge berada pada
batas antar dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear,
misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi,
dsb. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang terdapat
tempat untuk masuk. Edge merupakan pengakhiran dari
sebuah district/batasan sebuah district dengan yang lainnya. Identitasnya
akan terlihat lebih baik jika kontinuitasnya tampak jelas, demikian pula
kejelasan fungsi batasnya untuk membagi/menyatukan.
3) District
District merupakan kawasan-kawasan kota dalam dua dimensi.
Sebuah district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola dan wujud) dan
batas yang khas pula, dimana orang merasa harus mengakhiri/memulainya.
Identitasnya akan terlihat lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas
tampilannya dan dapat dilihat homogen serta funsi dan posisinya jelas.
4) Node
Node merupakan simpul/lingkaran daerah pertemuan arah/aktivitas
yang dapat diubah ke arah/aktivitas yang lain, misalnya persimpangan lalu
lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam
skala makro besar, pasar, taman, square, dsb. Tidak semua persimpangan
jalan merupakan suatu node, namun yang menetukan adalan
citra place terhadapnya. Node merupakan suatu tempat dimana orang
memiliki perasaan ’masuk’ dan ’keluar’ dalam tempat yang
sama. Node akan mempunayi identitas yang loebih baik jika tempatnay
memilki bentuk yang jelas, mudah diingat serta memiliki tampilan visual
yang berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk).
5) Landmark
Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang
menonjol dari kota. Landmark dapat membantu orang untuk
mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang mengenali suatu
daerah. Landmark mempunyai identitas yang lebih baik jika bentuknya
jelas dan unik dalam lingkungannya, terdapat sekuens dan perbedaan skala
dari beberapa landmark sehingga tercipta rasa nyaman dalam orientasi.

10
C. ELEMEN ESTETIKA
Elemen estetika meupakan elemen yang ditimbulkan dari adanya
konfigurasi massa bangunan dengn maksud dan tujuan tertentu. Elemen ini
digunakan sebagai pertimbangan dalam perancangankawasan. Adapun
elemen-elemen estetika tersebut adalah sebagai berikut :
a) SUMBU
Elemen ini merupakan garis maya yang seakan-akan menghubungkan
antara satu titik dengan titik yang lain dalam satu konfigurasi masa
bangunan.
b) Simetri
Merupakan distribusi bentuk-bentuk ruang-ruang yang sama dan seimbang
terhadap suatu garis bersama (sumbu)/ titik (pusat). Simetri adalah suatu
media atau objek dengan bentuk dan ukuran di kedua sisinya (kanan dan
kiri) sama.Macam-macam simetri:

1) Simetri Bilateral
Merupakan susunan yang seimbang dari unsur-unsur atau bidang atau
massa bangunan yang sama terhadap sumbu yang sama.
2) Simetri Radial
Merupakan susunan yang terdiri dari unsur-unsur yang sama dan seimbang
terhadap dua sumbu atau lebih.
a. Hierarki
Hirarki adalah penonjolan salah satu objek yang memiliki hirarki lebih
tinggi dibandingkan objek lain menurut besarnya, potongan /
penempatannya secara relatif terhadap bentuk-bentuk dan ruang-ruang
lain dari suatu organisasi. Hirarki menunjukkan derajat kepentingan

11
dari bentuk dan ruang serta peran-peran fungsional, formal dan
simbolis.
Hirarki dicapai dengan:

 Ukuran luar biasa

 Tampak dengan ukuran yang menyimpang dari unsur-unsur lain

 Wujud yang unik

 Dengan membedakan bentuk wujud secara jelas dari unsur-unsur lai

 Lokasi atau penempatan strategis

 Bentuk dan ruang dapat ditempatkan secara strategis agar perhatian


tertuju pada unsur tersebut.

b. Balance
Balance yaitu rasa yang menyatakan bahwa ada keseimbangan dalam
suatu kawasan. Perancangan yang proporsional dapat menciptakan
kesan ini misalnya dengan persebaran bangunan atau aktivitas yang
merata atau pengaturan penempatan antara bentuk-bentuk / ruang-
ruang yang serupa maupun tidak serupa sehingga dapat menimbulkan
keseimbangan.
c. Irama
Irama merupakan suatu bentuk konfigurasi massa banguanan yang
menimbulkan perasaan keteraturan bagi pengamat. Elemem ini dapat
ditunjukkan dengan adanya suatu bentuk yang diulang baik ukuran atau
warna atau bentuk.
d. Skala
Skala adalah proporsi tertentu yang digunakan untuk menetapkan
pengukuran dan dimensi-dimensi. Skala memandang besarnya unsure
bangunan atau ruang terhadap bentuk-bentuk lain. Skala terdiri dari:

 Skala umum merupakan unsur-unsur bangunan terhadap bentuk lain


di dalam lingkupnya.

12
 Skala Manusia merupakan skala yang dipergunakan sebagai acuan /
pedoman dalam menyeimbangkan kawasan perancangan adalah
skala manusia.

e. Proporsi
Proporsi merupakan konfigurasi massa bangunan yang ditujukan untuk
menimbulkan perasaan tertentu bagi pengamat yang berhubungan
dengan detail dalm konfigurasi itu sendiri.
f. Konteks dan Kontras

Kontekstual merupakan suatu konfigurasi massa bangunan yang


menimbulkan perasaan unity meskipun terdiri dari satuan massa
bangunan yang berbeda.
Kontras merupakan suatu konfigurasi yang menimbulakn adanya
perasaan adanya perbedaan dalam konfigurasi tersebut.
Organisasi ruang adalah susunan ruang-ruang yang berkaitan menurut
fungsi, kedekatan, atau alur sirkulasi sehingga menjadi pola-pola
bentuk dan ruang yang saling berhubungan. Macam-macam organisasi
ruang :
 Terpusat merupakan komposisi terpusat yang terdiri dari ruang yang
dikelompokan mengelilingi suatu ruang pusat yang besar dan
dominan.

 Linier merupakan komposisi bangunan yang dibatasi oleh satu


sumbu.

 Radial merupakan komposisi bangunan seperti organisasi ruang


terpusat. Hanya saja pada radial ruang yang dikelompokkan tersusun
lebih sempurna.

 rid/papan catur merupakan komposisi yang tertata rapi, sehingga


menimbulkan kesan keteraturan karena organisasi penyusunannya
berupa suatu blok-blok.

 Cluster merupakan komposisi gabungan antara organisasi ruang


yang satu dengan lainnya.

13
D. ELEMEN PERANCANGAN KOTA
a. Land Use (tata guna lahan)
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah
peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan
dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.
Pemisahan letak fungsi lahan dengan pertimbangan optimalisasi lahan.
Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan terdapat berbagai
macam bangunan industri atau di dalam kawasan perekonomian akan
terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di dalam kawasan
pemerintahan akan memiliki bangunan perkantoran pemerintah.
Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara
sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.

Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam


penataan ruang kota, termasuk di dalamnya adalah aspek pencapaian,
parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan untuk penggunaan
lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna
lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan
yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat
memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu
kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
b. Bentuk dan Massa Bangunan
Building form and massing membahas mengenai bagaimana
bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu
kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang

14
ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa
seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan,
fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang
yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon
(skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang
tidak terpakai). Building form and massing dapat meliputi kualitas
yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu :
a. Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang manusia,
baik yang berada dalam bangunan maupun yang berada pada jalur
pejalan kaki (luar bangunan). Ketinggian bangunan pada suatu
kawasan membentuk sebuah garis horizon (skyline). Ketinggian
bangunan di tiap fungsi ruang perkotaan akan berbeda, tergantung
dari tata guna lahan. Sebagai contoh, bangunan di sekitar bandara
akan memiliki ketinggian lebih rendah dibanding bangunan di
kawasan perekonomian.
b. Kepejalan Bangunan
Pengertian dari kepejalan adalah penampilan gedung dalam
konteks kota. Kepejalan suatu gedung ditentukan oleh
perbandingan tinggi : luas : lebar : panjang, olahan massa (desain
bentuk), dan variasi penggunaan material.
c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan
berbanding luas tapak (jika KLB=200%, maka di tapak seluas
100m2, dapat dibangun bangunan dengan luas lantai 200m2 - lantai
banyak). Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya
dukung tanah, daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan
faktor-faktor khusus tertentu sesuai dengan peraturan atau
kepercayaan daerah setempat.
d. Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)
Adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak
keseluruhan. Koefisien Dasar Bangunan dimaksudkan untuk

15
menyediakan area terbuka yang cukup di kawasan perkotaan agar
tidak keseluruhan tapak diisi dengan bangunan. Hal ini
dimaksudkan agar daur lingkungan tidak terhambat terhambat,
terutama penyerapan air ke dalam tanah.
e. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as
jalan. Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan
bangunan di tepi jalan kota. Selain itu juga berfungsi sebagai jarak
keselamatan pengguna jalan, terutama jika terjadi
kecelakaan.
f. Langgam
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan
karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi
digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran
dari langgam ini dalam skala urban jika direncanakan dengan baik
dapat menjadi guide line yang dapat menyatukan fragmen-fragmen
dan bentuk bangunan di kota.
g. Skala
Rasa akan skala dan perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang
atau bangunan dapat memainkan peranan dalam menciptakan
kontras visual yang dapat membangkitkan daya hidup dan
kedinamisan.
h. Material
Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam
perancangan. Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh
hubungan antar elemen visual.
i. Tekstur
Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu
yang dilihat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih besar dapat
menimbulkan efek-efek tekstur.
j. Warna

16
Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna), dapat
memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan.

Menurut Spreegen (1965), prinsip dasar perancangan kota,


mensintesa berbagai hal penting berkaitan bentuk dan massa
bangunan, meliputi berbagai hal sebagai berikut :
a. Skala, dalam hubungannya dengan sudut pandang manusia,
sirkulasi, bangunan disekitarnya dan ukuran kawasan.
Ruang kota, yang merupakan elemen dasar dalam perencanaan
kota yang harus memperhatikan bentuk (urban form), skala, sense
of enclosure dan tipe urban space.
b. Massa kota (urban mass), yang di dalamnya meliputi bangunan,
permukaan tanah, objek-objek yang membentuk ruang kota dan
pola aktivitas.
E. SIRKULASI DAN PARKIR
Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat
membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan
keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-
tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu
kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat
untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk,
mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu
sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain
sebagainya.

17
Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan
yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh
visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling
sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam
perancangan kota.

Sirkulasi dan Parkir di Wilayah Pantai Marina

Elemen ruang parkir memiliki dua efek langsung pada kualitas lingkungan,
yaitu :
 Kelangsungan aktivitas komersial.
 Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota.

Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi


persyaratan :
 keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar Kawasan
 pendekatan program penggunaan berganda
 tempat parkir khusus
 tempat parkir di pinggiran kota.

Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus selalu


memperhatikan :

18
 Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra
kawasan dan aktivitas pada kawasan.
 Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan membuat
lingkungan yang legible.
 Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik dalam
mewujudkan tujuan dari kawasan.

F. RUANG TERBUKA
Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut
lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan,
trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa
tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan
sungai, green belt, taman dan sebagainya.
Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait dengan perabot
taman/jalan (street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat
sampah, papan nama, bangku taman dan sebagainya.
Menurut S Gunadi (1974) dalam Yoshinobu Ashihara, ruang luar
adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. Ruang luar dipisahkan
dengan alam dengan memberi jadi bukan alam itu sendiri (yang dapat meluas
tak terhingga).

Alun Alun Simpang Lima Semarang

19
Elemen ruang terbuka kota meliputi lansekap, jalan, pedestrian, taman,
dan ruang-ruang rekreasi. Langkah-langkah dalam perencanaan ruang terbuka:
 Survey pada daerah yang direncanakan untuk menentukan kemampuan
daerah tersebut untuk berkembang.
 Rencana jangka panjang untuk mengoptimalkan potensi alami (natural)
kawasan sebagai ruang publik.
 Pemanfaatan potensi alam kawasan dengan menyediakan sarana yang
sesuai.
 Studi mengenai ruang terbuka untuk sirkulasi (open space circulation)
mengarah pada kebutuhan akan penataan yang manusiawi.

G. JALAN PEJALAN KAKI


Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-
elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan
pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan
fisik kota di masa mendatang.

Pedestrian Way di Madura

Perubahan-perubahan rasio penggunaan jalan raya yang dapat

20
mengimbangi dan meningkatkan arus pejalan kaki dapat dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
 Pendukung aktivitas di sepanjang jalan, adanya sarana komersial seperti
toko, restoran, café.
 Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-rambu, lampu, tempat duduk,
dan sebagainya.

Dalam perancangannya, jalur pedestrian harus mempunyai syarat-


syarat untuk dapat digunakan dengan optimal dan memberi kenyamanan pada
penggunanya. Syarat-syarat tersebut adalah :
 Aman dan leluasa dari kendaraan bermotor.
 Menyenangkan, dengan rute yang mudah dan jelas yang disesuaikan
dengan hambatan kepadatan pejalan kaki.
 Mudah, menuju segala arah tanpa hambatan yang disebabkan gangguan
naik-turun, ruang yang sempit, dan penyerobotan fungsi lain.
 Punya nilai estetika dan daya tarik, dengan penyediaan sarana dan
prasarana jalan seperti: taman, bangku, tempat sampah dan lainnya.

H. AKTIVITAS PENDUKUNG
Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-
kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan
karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap
fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung
tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga
mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang
dapat menggerakkan aktivitas.
Meliputi segala fungsi dan aktivitas yang memperkuat ruang terbuka
publik, karena aktivitas dan ruang fisik saling melengkapi satu sama lain.
Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana pendukung jalur pejalan kaki
atau plaza tapi juga pertimbangankan guna dan fungsi elemen kota yang dapat
membangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi, alun-alun,
dan sebagainya.

21
PKL di area Museum Fatahilah Jakarta

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan desain activity


support adalah :
 Adanya koordinasi antara kegiatand engan lingkungan binaan yang
dirancang.
 Adanya keragaman intensitas kegiatan yang dihadirkan dalam suatu ruang
tertentu.
 Bentuk kegiatan memperhatikan aspek kontekstual.
 Pengadaan fasilitas lingkungan.
 Sesuatu yang terukur, menyangkut ukuran, bentuk dan lokasi dan fasilitas
yang menampung activity support yang bertitik-tolak dari skala manusia

I. PRESERVASI
Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap
lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa,
area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya
perlindungan terhadap bangunan bersejarah.

22
Jembatan Mberok dan Kali Semarang, Kota Lama Semarang

Manfaat dari adanya preservasi antara lain:


 Peningkatan nilai lahan
 Peningkatan nilai lingkungan
 Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek komersial
 Menjaga identitas kawasan perkotaan
 Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi

J. SIGNAGE
Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas,
media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan
sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro maupun mikro, jika
jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter yang berbeda. Sebagai contoh,
jika banyak terdapat penandaan dan tidak diatur perletakannya, maka akan
dapat menutupi fasad bangunan di belakangnya. Dengan begitu, visual
bangunan tersebut akan terganggu. Namun, jika dilakukan enataan dengan
baik, ada kemungkinan penandaan tersebut dapat menambah keindahan visual
bangunan di belakangnya.

23
Oleh karena itu, pemasangan penandaan haruslah dapat mampu
menjaga keindahan visual bangunan perkotaan. Dalam pemasangan penandaan
harus memperhatikan pedoman teknis sebagai berikut:
 Penggunaan penandaan harus merefleksikan karakter kawasan.
 Jarak dan ukuran harus memadahi dan diatur sedemikian rupa agar
menjamin jarak penglihatan dan menghindari kepadatan.
 Penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan
arsitektur di sekitar lokasi.
 Pembatasan penggunaan lampu hias kecuali penggunaan khusus untuk
theatre dan tempat pertunjukkan (tingkat terangnya harus diatur agar tidak
mengganggu).
 Pembatasan penandaan yang berukuran besar yang mendominir di lokasi
pemandangan kota.

24
Penandaan mempunyai pengaruh penting pada desain tata kota
sehingga pengaturan bentuk dan perletakan papan-papan petunjuk sebaiknya
tidak menimbulkan pengaruh visual negatif dan tidak mengganggu rambu-
rambu lalu lintas.

25
BAB III
PEMBAHASAN

A. PERMUKIMAN
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU no.4 tahun 1992,
tentang Perumahan dan Permukiman).
Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah
bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan.
Permukiman merupakan suatu kebutuhan pokok yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Dari deretan lima kebutuhan hidup manusia pangan,
sandang, permukiman, pendidikan dan kesehatan, nampak bahwa permukiman
menempati posisi yang sentral, dengan demikian peningkatan permukiman
akan meningkatkan pula kualitas hidup.
Saat ini manusia bermukim bukan sekedar sebagai tempat berteduh,
namun lebih dari itu mencakup rumah dan segala fasilitasnya seperti
persediaan air minum, penerangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan
lainnya. Pengertian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumaatmadja
(1988) sebagai berikut:
“Permukiman adalah bagian permukaan bumi yang dihuni manusia
meliputi segala sarana dan prasarana yang menunjang kehidupannya yang
menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan”.
Awal dibangunnya tempat tinggal semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan fisik, selanjutnya pemilikan tempat tinggal berkemban fungsinya
sebagai kebutuhan psikologis, estetika, menandai status sosial, ekonomi dan
sebagainya. Demikianlah makna permukiman yang ada pada masyarakat pada
saat ini.

26
Kedudukan permukiman dalam perkotaan:
a) Teori Konsentris (EW Burgess, Amerika Tahun 1920)
Pola yang berasal dari suatu tempat pengelompokkan penduduk
yang masing-masing bagian berkembang sedikit demi sedikit keluar. Tepat
pertama akan menjadi pusat kegiatan dan dikelilingi daerah atau zona yang
berbentuk lingkaran yang berlapis-lapis.
Pembagian zona menurut EW Burgess:
1. Zona Central Bussines Distric (CBD) disebut inti kota atau down town.
Ditandai dengan adanya gedung-gedung, pasar, pertokoan, fasilitas
umum.
2. Zona Transisi: merupakan daerah industri dan pabriK
3. Zona permukiman kelas rendah: permukiman buruh
4. Zona permukiman kelas menengah
5. Zona kelas atas: perumahan elit
6. Zona jalur batas kota desa: Pinggiran kota, ,merupakan tempat para
penglaju.

b) Teori Sektoral
Teori ini dikemukakan oleh Homer Hoyt tahun 1930. Pada teori ini
sektor-sektor yang menjadi bagian dari kota dapat berkembang sendiri
tanpa banyak dipengaruhi oleh pusat kota. Perkembangan kota
dipengaruhi oleh aktivitas penduduk dan topografi kota terutama aliran
sungai.

27
Pembagian zona menurut Homer Hoyt:
1. Inti kota
2. Perdagangan, industry kecil, pabrik
3. Perumahan kelas rendah
4. Perumahan kelas menengah
5. Perumahan kelas elit

c) Teori Inti Kegiatan GandaTeori ini dikemukakan oleh CD Haris dan EL


Ulman tahun 1945. Teori ini mengkritik pendapat Burges dan Hoyt yang
berpendapat bahwa dalam kota hanya terdapat satu pusat kegiatan.
Menurut teori ini bahwa dalam wilayah perkotaan terdapat tempat-tempat
tertentu yang berfungsi sebagai inti-inti kota. Seperti kompleks sekolah
dan perguruan tinggi, pusat pelabuhan, pusat industry.
Pembagian zona:
1. Zona pusat daerah kegiatan
2. Zona terdapat grosier dan manufaktur
3. Zona daerah permukiman kelas rendah
4. Zona permukiman kelas menengah
5. Zona permukiman kelas tinggi
6. Zona daerah manufaktur barat
7. Zona daerah di luar PDK
8. Zona daerah permukiman Sub Urban
9. Zona daerah industry Sub Urban

28
B. TIPOLOGI PERMUKIMAN
Klasifikasi Fungsi Permukiman Menurut Lewis Mumford (The Culture
Of Cities, 1938) dalam Wesnawa, 2015:27) mengemukakan 6 jenis Kota
berdasarkan tahap perkembangan permukiman penduduk kota. Jenis tersebut
diantaranya:
1. Eopolis dalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan
masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa ke arah
kehidupan kota.
2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih
mencirikan sifat-sifat agraris.
3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh
penduduknya sebagian kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor industri.
4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari
beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur
perkotaan.
5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya
kekacauan pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas
tinggi
6. Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan
penduduknya.

Tipe Permukiman Menurut Wesnasa (2015:32) mengemukakan tipe


permukiman dapat dibedakan menjadi 2 tipe permukiman.

29
a) Tipe Permukiman berdasarkan waktu hunian Ditinjau dari waktu hunian
permukiman dapat dibedakan menjadi permukiman sementara dan
permukiman bersifat permanen.
 Tipe sementara dapat dihuni hanya bebeerapa hari (rumah tenda
penduduk pengembara), dihuni hanya untuk beberapa bulan (kasus
perumahan peladang berpindah secara musiman), dan hunian hanya
untuk beberapa tahun (kasus perumahan peladang berpisah yang
tergantung kesuburan tanah).
 Tipe permanen, umumnya dibangun dan dihuni untuk jangka waktu
yang tidak terbatas. Berdasarrkan tipe ini, sifat permukiman lebih
banyak bersifat permanen. Bangunan fisik rumah dibangun
sedemikian rupa agar penghuninya dape menyelenggarakan
kehidupannya dengan nyaman.
b) Tipe permukiman menurut karakteristik fisik dan nonfisik.
Pada hakekatnya permukiman memiliki struktur yang dinamis,
setiap saat dapat berubah dan pada setiap perubahan ciri khas lingkungan
memiliki perbedaan tanggapan. Hal ini terjadi dalam kasus permukiman
yang besar, karena perubahan disertai oleh pertumbuhan. Sebagai suatu
permukiman yang menjadi semakin besar, secara mendasar dapat berubah
sifat, ukuran , bentuk, rencana, gaya bangunan, fungsi dan
kepentingannya. Jadi jika tempat terisolasi sepanjang tahun kondisinya
relatif tetap sebagai organisme statis suatu kota besar maupun kecil akan
menghindari kemandegan, kota akan berkembang baik kearah vertikal
maupun horizontal, fungsi baru berkembang dan fungsi lama menghilang,
pengalaman sosial dan transformasi ekonomi mengalami perkembangan
pula. Pada akhirnya terpenting untuk dipertimbangkan bahwa semua
permukiman memiliki jatidiri masing-masing secara khas. Baik tanpa
fisik, peranan dan fungsi, sejarah, arsitektur dan perencanaan jalan pada
setiap permukiman memiliki keunikan sendiri.

Berdasarkan Hamid shirvani (1985), yang mengklasifikasikan


elemen urban design dalam delapan kategori, dapat disimpulkan bahwa sebuah
permukiman perkotaan memiliki tipologi yang mirip dengan delapan kategori

30
yang dipaparkan sebgaai berikut :
1. Tata Guna Lahan (Land Use)
Pada prinsipnya land use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk
menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu,
sehingga secara umum dapat memberikan gambaran keseluruhan
bagaimana daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
Land use bermanfaat untuk pengembangan sekaligus pengendalian
investasi pembangunan. Pada skala makro, land use lebih bersifat
multifungsi / mixed use.
2. Bentuk Dan Massa Bangunan (Building Form And Massing)
Bentuk dan masa bangunan tidak semata - mata ditentukan oleh
ketinggian atau besarnya bangunan, penampilan maupun konfigurasi dari
masa bangunannya, akan tetapi ditentukan juga oleh :
a. Besaran Bangunan
b. Intensitas bangunan : BCR (buillding covered rasio ) “KDB” dan FAR
(Floor Area Ratio) “KLB”.
c. Ketinggian bangunan.
d. Sempadan Bangunan
e. Ragam - Fasade
f. Skala
g. Material
h. Tekstur, dan
i. Warna
3. Sirkulasi dan Parkir (Circulation And Parking )
Masalah sirkulasi kota merupakan persoalan yang membutuhkan
pemikiran mendasar, antara prasarana jalan yang tersedia, bentuk
struktur kota, fasilitas pelayanan umum dan jumlah kendaraan bermotor
yang semakin meningkat. Diperlukan suatu manajemen transportasi yang
menyeluruh terkait dengan aspek-aspek tersebut.
Di sebagian besar negara maju sudah dicanangkan atau digencarkan
penggunaan moda transportasi umum (mass transport) dan mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi. Selain penghematan BBM. Langkah ini

31
akan membantu pengurangan pencemaran udara kota berupa partikel
beracun (CO2 misalnya) maupun kebisingan dan bahaya lalu lintas lainnya.
Kebijakan ini mengarah terciptanya suatu lingkungan kota menuju kondisi
minimalis transportasi (zero transportation).
Selain kebutuhan ruang untuk bergerak, moda transport juga
membutuhkan tempat untuk berhenti (parkir).Kebutuhan parkir semakin
meingkat terutama di pusat-pusat kegiatan kota (CBD). Sarana pergerakan,
atau sirkulasi, merupakan media bagi manusia dalam melakukan kegiatan
untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karenanya, keberadaan sarana
pergerakan pada suatu ruang kota-jalur jalan dan system pergerakan tidak
terlepas dari tata bangunan dan ruang ruang terbuka, serta kondisi
masyarakatnya.
4. Ruang Terbuka ( Open Space )
Ruang terbuka bisa menyangkut lansekap; elemen keras
(hardscape yang meliputi : jalan, trotoar dsb) serta elemen lunak
(softscape) berupa taman dan ruang rekreasi dikawasan kota. Elemen-
elemen terbuka juga menyangkut lapangan hijau, ruang hijau kota, pohon-
pohonan, bangku – bangku (tempat duduk), tanaman, air, penerangan,
paving, kios-kios, tempat-tempat sampah, air minum (drinking
fountain), sculpture, jam dan sebagainya.
5. Area Pedestrian ( Pedestrian area )
Pedestrian merupakan elemen penting pada desain dan bukan hanya
bagian dari program keindahan. Mereka adalah sistem kenyamanan serta
elemen pendukung untuk ritel dan vitalitas ruang kota.
Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi keterikatan terhadap
kendaraan dikawasan pusat kota, mempertinggi kualitas lingkungan
melalui sistem perancangan yang manusiawi, menciptakan kegiatan
pedagang kaki lima (retail) yang lebih banyak dan akhirnya akan
membantu kualitas udara di kawasan tersebut.
6. Pendukung Kegiatan ( activity support )
Pendukung kegiatan adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-
kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi

32
dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh
terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan-kegiatannya. Pendukung
kegiatan tidak hanya menyediakan jalan, pedestrian atau plaza, tetapi juga
harus mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-
elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas, misalnya : pusat
perbelanjaan, taman rekreasi, pusat perkantoran, perpustakaan, area PKL,
dan sebagainya.
Bentuk, lokasi dan karakter area spesifik akan menarik fungsi,
penggunaan dan aktivitas yang spesifik pula, sehingga suatu aktivitas
cenderung berlokasi ditempat yang paling sesuai dengannya.
7. Tanda-tanda ( signage )
Tanda- tanda petunjuk jalan, arah kesuatu kawasan tertentu pada jalan
tol atau di jalan kawasan pusat kotasemakin membuat semarak atmosfir
lingkungan kotatersebut. Peraturan yang mengatur tentang tanda-tanda
tersebut sebagian kota Indonesia masih belum sepenuhnya diatur hingga
pada masalah teknis. Akibatnya perkembangan papan-papan reklame
terutama, mengalami persaingan yang berlebihan,baik dalam penempatan
titik-titiknya, dimensi atau ukuran billboardnya, kecocokan bentuk, dan
pengaruh visual terhadap lingkungan kota.
8. Preservasi ( Preservation ) – Perlindungan
Suatu standar ruang yang digunakan untuk rehabilitasi. Preservasi
merupakan bagian dari konservasi, yang mana suatu bangunan harus selalu
dikaitkan dengan keseluruhan kota. Konsep tentang konservasi kota
memperhatikan aspek : bangunan-bangunan tunggal, struktur dan gaya
arsitektur, hal yang berkaitan dengan kegunaan, umur bangunan atau
kelayakan bangunan

C. PERMUKIMAN KUMUH
Permukiman merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan
menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan yang fatal dan
kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau
kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya.

33
Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang
tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk
mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat
miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam
hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun
kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu
ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota.
Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika
sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi
terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan
mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor
ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi
eksistensi kota yang mensejahterahkan.
Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman
masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang
dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya
pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang
potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan. Sehingga dapat
dirumuskan masalah-masalah apa sajayang timbul akibat adanya permukiman
kumuh dan bagaimana cara mengatasinya?
a. Pengertian dan Karakteristik Permukiman Kumuh

Menurut Khomarudin (1997) permukiman kumuh dapat


didefinisikan sebagai berikut suatu lingkungan yg berpenghuni padat
(melebihi 500 org per Ha) dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang rendah, jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya dibawah
standartd, sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis
dan kesehatan serta hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang
lain dan diluar perundang-undangan yang berlaku.
Menurut UN Habitat, kumuh merupakan kekurangan akses
terhadap air sehat, kekurangan akses terhadap sanitasi dan infrastuktur
lain, ketidakamanan status perumahan, buruknya kualitas struktur
perumahan (lantai,dinding,atap).

34
Menurut UU No.1 Tahun 2011 tentang PKP, Permukiman kumuh
adalah permukaan yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan banguanan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

b. Faktor-faktor Terbentuknya Permukiman Kumuh


Adapun timbulnya kawasan kumuh menurut Hari Srinivas (2003)
dapat dikelompokan sebagai berikut:
 Faktor internal: Faktor budaya, agama, tempat bekerja, tempat lahir,
lama tinggal, investasi rumah, jenis bangunan rumah.
 Faktor eksternal: Kepemilikan tanah, kebijakan pemerintah

Penyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh menurut


Khomarudin (1997) antara lain adalah :
 Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok
masyarakat, berpenghasilan rendah,
 Sulit mencari pekerjaan,
 Sulitnya mencicil atau menyewa rumah,
 Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan,
 Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah
serta
 Disiplin warga yang rendah.
 Kota sebagai pusat perdagangan yang menarik bagi para pengusaha,
 Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.

Tipologi Permukiman Kumuh:


 Aman
o Kepadatan Penduduk diatas 400 jiwa atau 97 unit rumah/KK
perhektar, berdesakan, jumlah rumah tidak sebanding dengan
jumlah penduduk
o Konstruksi bangunan dominan terbuat dari material bahan
bangunan yang seadanya dan tidak permanen

35
o Tata letak bangunan rumah tidak teratur, mengelompok, kepadatan
bangunan rapat, jaringan listrik semrawut, tata permukiman tanpa
perencanaan
 Nyaman
o Kondisi rumah memiliki ukuran bangunan yang sempit, tidak
memenuhi standar layak huni, rumah dihuni lebih dari 1 (satu)
keluarga, rumah hanya menjadi tempat berteduh.
o Kondisi prasarana dengan rendahnya kualitas MCK, air bersih,
drainase, jalan lingkungan, dan fasilitas pembuangan limbah
manusia dan ruang terbuka hijau (RTH), banyak genangan arir
o Fasilitas sosial yang minim, baik sekolah, rumah ibadah, balai
pengobatan dan lainnya
o Kesejahteraan masyarakat yang rendah karena kemampuan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar (kriteria keluarga
pra-KS)
 Sehat
o Kesehatan bangunan rumah dominan rumah yang memiliki
perncahayaan matahari dan ventilasi: tidak ada pembagian
ruangan, lantai lembab dan pengap
o Kesehatan Lingkungan rendah dengan kurangnya suplai air bersih,
drainase dan sampah menjadi tempat perindukan vektor penyakit,
kondisi jamban secara umum tidak sesuai dengan standar
o Kerawanan kesehatan, tingginya angka penyebaran penyakit ISPA,
Diare, Penyakit Kulit dan Usia Harapan Hidup

Berdasarkan kondisi dan permasalahan lingkungan yang ada,


permukiman kumuh dapat dikategorikan menjadi beberapa tipologi.
Masing-masing tipologi memiliki karakter khas yang memberi corak
kehidupan lingkungan permukiman tersebut. Ketujuh tipologi
permukiman kumuh tersebut adalah sebagai berikut:
1. Permukiman kumuh nelayan
Permukiman kumuh nelayan adalah permukiman kumuh yang
terletak di luar arena antara garis pasang tertinggi dan terendah,

36
dengan bangunan-bangunan yang langsung bertumpu pada tanah, baik
itu bangunan rumah tinggal atau bagunan lainnya. Rata-rata lokasinya
ditepi pantai.
2. Permukiman kumuh dekat pusat kegiatan sosial ekonomi
Permukiman kumuh dekat pusat kegiatan sosial-ekonomi
adalah permukiman kumuh yang terletak di sekitar pusat-pusat
aktifitas sosial-ekonomi. Seperti halnya lingkungan industri, sekitar
pasar tradisional, pertokoan, lingkungan pendidikan/kampus, sekitar
obyek-obyek wisata dan pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi
lainnya.
3. Permukiman kumuh pusat kota
Permukiman kumuh pusat kota adalah permukiman kumuh
yang terletak di tengah kota (urban core), yang sebagai permukiman
lama atau kuno atau tradisional. Permukiman yang dimaksud disini
adalah permukiman yang dahulu merupakan permukiman yang
diperuntukkan bagi hunian kalangan menengah ke bawah.
4. Permukiman kumuh pinggiran kota
Permukiman kumuh pinggiran kota adalah permukiman
kumuh yang berada di luar pusat kota (urban fringe), yang ada pada
umumnya merupakan permukiman yang tumbuh dan berkembang di
pinggiran kota sebagai konsekuensi dari perkembangan kota,
perkembangan penduduk yang sangat cepat serta tingkat perpindahan
penduduk dari desa ke kota yang sangat tinggi.
5. Permukiman kumuh daerah pasang surut
Permukiman kumuh daerah pasang-surut adalah permukiman
kumuh yang terletak didaerah antara garis pasang tertinggi dan
terendah yang secara berkala selalu terendam air pasang, dengan
sebagian besar tipe bangunan yang ada baik itu bagunan rumah tinggal
maupun bangunan lainnya adalah tipe panggung. Jalan penghubung
antara bangunan yang satu dengan bangunan lainnya adalah jalan
titian. Karakter lain yang cukup menonjol adalah perletakan dermaga
atau tempat menambak perahu yang berdekatan dengan permukiman.

37
6. Permukiman kumuh daerah rawan bencana
Permukiman kumuh rawan bencana adalah permukiman
kumuh yang terletak didaerah rawan bencana alam, khususnya tanah
longsor, gempa bumi dan banjir.
7. Permukiman kumuh tepian sungai
Permukiman kumuh tepian sungai adalah permuiman kumuh
yang berada di diluar Garis Sempadan Sungai (GSS). Permukiman
kumumuh tepian sungai ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipe:
 Apa bila sungai yang bersangkutan mempunyai tanggul, maka
dengan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, lingkungan permukiman yang
dimaksud terletak sekurang-kurangnya 5 (lima) meter sepanjang
kaki tanggul sedangkan untuk sungai tidak bertanggul, letak
permukiman yang dimaksud berada diluar sempadan sungai yang
lebarnya ditetapkan oleh pemerintah setempat. Demikian juga
permukiman untuk sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul,
yang berada diwilayah perkotaan, letak permukiman yang
dimaksud berada diluar sempadan garis sempadan sungai yang
lebarnya ditetapkan oleh pemerintah setempat.
 Lingkungan permukiman yang kumuh yang berada dikota-kota
yang secara histories menetapkan sungai sebagai komponen
prasarana yang sangat vital dan masih berlangsung sampai saat ini.
Pada umumnya letak permukiman kumuh dikota-kota seperti ini
berada di koridor tepian sungai. Karakteristik bangunban dan
lingkungan ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu tipe
rakit, panggung dan bertumpu langsung pada tana. Unit-unit
bangunan tipe panggung pada umumnya merupakan transisi
antara bangunan tipe rakit yang bertumpu langsung pada tanah.

Mengatasi Permukiman Kumuh dapat dilakukan dengan beberapa hal.


Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di
kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan
adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan

38
lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan
pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi
penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat
diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha
perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Menurut
Cities Alliance (lembaga internasional yang menangani hibah, pengetahuan
dan advokasi untuk kepentingan peningkatan permukiman kumuh di dunia)
dalam Lana Winayanti (2011) ada beberapa hal yang dapat dilakukan
pemerintah untuk mencegah pertumbuhan permukiman kumuh baru yaitu:

a. Kepastian bermukim (Secure Tenure).


Hak atas tanah adalah hak individu atau kelompok untuk menghuni
atau menggunakan sebidang tanah. Hak atas tanah dapat berupa hak milik
atau hak sewa. Kejelasan hak atas tanah memberikan keyakinan akan masa
depan – rasa aman karena kejelasan hak (sewa ataupun milik) akan
meningkatkan kestabilan jangka panjang dan mengakibatkan penghuni
berkeinginan berinvestasi untuk peningkatan kualitas rumah dan
lingkungan mereka. Perbaikan secara bertahap oleh masyarakat dapat
meningkatkan kualitas komunitas. Perlu ada kerangka kerja yang jelas
tentang kepastian bermukim. Seringkali masyarakat permukiman kumuh
menghadapi berbagai hambatan untuk memiliki atau memperoleh
kejelasan hak atas tanah dan hak atas hunian yang layak. Pasar tanah pada
umumnya agak disfungsional dan peraturan yang ada menyulitkan
pemerintah daerah untuk mencari tanah terjangkau dan berada di lokasi
yang strategis bagi penghuni permukiman kumuh yang padat.
Pengendalian tanah seringkali terkait dengan kekuatan politik dan korupsi,
sehingga menyulitkan memperoleh informasi tentang penguasaan dan
kepemilikan tanah, penggunaan dan ketersediaan tanah.
b. Mendapatkan hak segabai warga kota.
Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh adalah bagian dari
penduduk perkotaan, dan seharusnya mempunyai hak yang sama atas
kesehatan dan pelayanan dasar kota. Hak ini seringkali dibatasi oleh
kemampuan pemerintah dalam mewujudkan pelayanan dasar ini. Proses

39
merealisasi hak penghuni permukiman kumuh tergantung pada kapasitas
mereka untuk berinteraksi dengan pemerintah. Salah satu kunci adalah
menciptakan ‘ruang’ dimana masyarakat permukiman kumuh dan
pemerintah dapat saling berdialog tentang peluang-peluang meningkatkan
komunitas permukiman kumuh. Melalui dialog, setiap pihak dapat
meletakkan hak dan tanggung jawab, serta merancang program
peningkatan permukiman kumuh yang lebih responsif terhadap kebutuhan
masyarakat. Apabila proses ini tidak dipahami oleh masyarakat dan
pemerintah, maka akan sulit program ini berhasil.

Pemerintah juga telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan


Pembangunan Nasional (Bappenas). Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas
diuraikan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun
2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas
pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam struktur organisasi, proses
pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional, serta komposisi sumber daya
manusia dan latar belakang pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya,
Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat
Utama, serta 7 deputi yang masing-masing membidangi bidang-bidang
tertentu. Yang di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro,
pembangunan ekonomi, pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya
manusia, pembangunan regional dan sumber daya alam, pembangunan hukum,
penerangan, politik, hankam dan administrasi negara, kerja sama luar negeri,
pembiayaan dalam bidang pembangunan, pusat data dan informasi
perencanaan pembangunan, pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan
perencanaan pembangunan (pusbindiklatren), program pembangunan nasional
(propenas), badan koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen
pembangunan nasional, hubungan eksternal.

Warga kumuh kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka selanjutnya.
Seharusnya, pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan melakukan
relokasi ke kawasan khusus. Dengan penyediaan lahan khusus tersebut,

40
pemerintah bisa membangun suatu kawasan tempat tinggal terpadu berbentuk
vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan untuk disewakan kepada
mereka. Namun, pembangunan rusun tersebut juga harus dilengkapi sarana
pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat ibadah, dan pasar yang bisa diakses
hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan kendaraan. Bangunan
harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan banyak lahan.
Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga
masyarakat tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat
harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau tersebut.

Pemerintah dapat menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak


hanya menyediakan pembangunan secara fisik, tetapi juga penyediaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mereka dapat belajar survive.
Perlu dukungan penciptaan pekerjaan yang bisa membantu mereka survive,
misalnya dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang membantu mereka
untuk mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk
kebutuhan hidup.

Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di


perkotaan. Karena orang yang tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar
apa yang menjadi masalah, termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan,
persoalan mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui
kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara persis
instrumen dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam mengatasi
permukiman kumuh. Dalam mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada
intervensi dari negara, terutama untuk menilai program yang disampaikan
masyarakat sudah sesuai sasaran atau harus ada perbaikan. Permukiman
kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata tetapi yang
lebih penting mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di kawasan
kumuh. Jadi masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar tetap bersih,
rapi, tertur dan indah. Sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman, tertip,
dan asri

41
D. TEORI PERMUKIMAN
Istilah “permukiman” dalam buku “Ekistics” diartikan sebagai “Human
Settlements” yaitu hunian untuk manusia. Sehingga permukiman bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sebagai tempat manusia hidup dan
berkehidupan. Secara etimologis, ekistics mempunyai arti yang lebih luas dari
sekedar permukiman. Di dalamnya termasuk pengertian mengenai hubungan
manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan manusia dengan
alam.

Permukiman

Pemikiran awal ekistics telah dimulai sejak tahun 1940-an. Namun,


sebagai ilmu, ekistics baru ditulis lebih sistimastis oleh Constantinos A.
Doxiadis pada tahun 1967. C.A Doxiadis adalah orang Yunani yang lahir pada
tahun 1913 dari keluarga yang berperan besar dalam memukimkan kembali
pengungsi di Yunani di antara dua perang dunia. Ayah Doxiadis adalah seorang
dokter anak yang menduduki jabatan menteri yang bertanggung jawab pada
pemukiman kembali para pengungsi, kesejahteraan sosial dan kesehatan
masyarakat.
Doxiadis mendapat pendidikan formal di Yunani dan menyelesaikan
sarjana Arsitektur di Technical University of Athens pada tahun 1935. Ia
kemudian bekerja dan meneruskan sekolah di Berlin-Charlottenburg
University. Mendapatkan gelar Dr. Ing. Dengan judisium penghargaan pada
tahun 1936. Doxiadis meninggal pada tanggal 28 Juni 1978. Doxiadis tertarik
untuk menulis ilmu permukiman karena perhatiannya yang besar pada
masyarakat yang kurang beruntung dan tinggal di permukiman kumuh.
1. Teori Elemen Ekistics

42
Permukiman adalah tempat manusia hidup dan berkehidupan. Oleh
karenanya, suatu permukiman terdiri atas the content (isi) yaitu manusia
dan the container (tempat fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam
dan buatan manusia).
Permukiman terdiri dari 2 unsur yaitu :
a. Manusia yang bermukim (the content) adalah manusia sebagai
individu maupun sebagai kelompok sosial

Individu kelompok sosial

b. Wadah tempat manusia bermukim (the container) baik yang bersifat


alami maupun buatan manusia

Alami

43
Buatan Manusia

Agar menjadi suatu wujud permukiman, maka kedua unsur tersebut


(manusia dan wadah) harus ada walaupun untuk sementara. Manusia atau
kelompok manusia bila tidak bermukim disuatu tempat, tidak dapat dikatakan
sebagai permukiman. Untuk dapat disebut permukiman apabila ada hubungan
antara manusia dan wadah kehidupannya.
Kedua unsur permukiman bila digabungkan menjadi satu kesatuan, akan
membentuk suatu permukiman manusia dalam skala besar yang memiliki
keterbatasan geografis dari permukaan bumi. Karena permukaan bumi ini pada
umumnya ada yang dapat digunakan sebagai tempat bermukim yaitu “Daratan”
dan ada yang tidak dapat digunakan sebagai tempat bermukim yaitu “Lautan”.
Doxiadis mengatakan bahwa permukiman tidak hanya digambarkan
dalam tiga demensi saja, tetapi harus empat dimensi. Karena ada unsur manusia
yang hidup dan selalu berubah karakter dan budayanya dari waktu ke waktu.
2 Unsur Permukiman yaitu Isi (manusia) dan Tempat (wadah) dapat
dibagi menjadi lima elemen utama yang disebut lima elemen Ekistics :
1. Alam (Nature)
2. Manusia (Human)
3. Masyarakat (Society)
4. Lindungan (Shells)

44
5. Jejaring (Network)
Ke lima elemen ini bekerja bersama dalam suatu permukiman.
Ekistics adalah ilmu mengenai permukiman, bukan mengenai manusia,
alam, jejaring, lindungan ataupun masyarakat. Kekuatan pembentuk suatu
permukiman antara lain oleh adanya kekuatan sosial, kekuatan ekonomi,
kekuatan politik, ideology dan lainnya.

Doxiadis seorang arsitek perencana Yunani dengan Teori Ekistik-nya


(1960) memberikan pemikiran baru tentang bagaimana cara memandang
“masalah hunian untuk manusia”. Teorinya berdasarkan “Ekologis” yang
disebutnya sebagai “Teori Permukiman”.
Menurut Doxiadis, pemukiman mempunyai 5 elemen yang saling terkait
dan menentukan yaitu
a. A l a m
alam merupakan tempat manusia tinggal .Alam mempunyai arti
yang lebih luas yang masih natural tanpa adanya aktifitas manusia,
sedangkan lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar
mahluk hidup, lingkungan adalah tempat adanya interaksi antar mahluk
hidup, termasuk manusia didalamnya.

b. Masyarakat
Masyarakat (society) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup atau sebaliknya, dimana kebanyakan interaksi
adalah antara individu-individu yang terdapat dalam kelompok tersebut.
Pada umumnya sebutan masyarakat dipakai untuk mengacu sekelompok
individu yang hidup bersama dalam satu komunitas yang tertata dan
teratur. Masyarakat adalah suatu jaringan yang menghubungkan antar
entitas-entitas. Selain itu Masyarakat juga merupakan kelompok atau

45
komunitas yang interdependen atau individu yang saling bergantung dan
membutuhkan antara yang satu dengan lainnya(mahlik sosial ).

c. Manusia
Manusia terciptasebagai makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan
dengan kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lain, segala bentuk
kebudayaan, tatanan hidup, dan sistem kemasyarakatan terbentuk karena
interaksi dan hubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya.

d. Lindungan (Shell)
Adalah tempat manusia berlindung, tinggal dan bertempat
didalamnya, dmenciptakan sebuah lindungan berupa tempat tertutup yang
dapat mewadahi segala aktifitasnya dan terlindung dari kondisicuaca dan
alam secara langsung,

e. Jaringan
Jaringan, seperti misalnya jalan dan jaringan utilitas merupakan
unsur yang memfasilitasi hubungan antar sesama maupun antar unsur yang
satu dengan yang lain. Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa
permukiman adalah paduan antara unsur manusia dengan masyarakatnya,

46
alam dan unsur buatan sebagaimana digambarkan Doxiadis melalui
ekistiknya. jaringan merupakan salah satu elemen penting dalam hubungan
dan interaksi antar manusiakarena menjadi syarat mutlak tercapainya
sebuah interaksi antar sesama manusia yang efektif dan efisien.

Alam

Manu Masya
sia rakat

Lindu Jeja
ngan ring

Tujuan Ekistik adalah adanya keseimbangan antara elemen-elemen


permukiman, agar terpenuhinya kenyamanan dan keamanan bagi manusia.
Kaitan ekistik dengan ilmu lain adalah sebagai berikut :

Ekono
mi

Buda
Sosia
ya
l EKIST
IK Politik
Teknik

System dalam permukiman

Istilah “system” digunakan untuk menunjukkan sebuah “fenomena”


yang strukturnya “sudah jelas” atau “sudah diketahui”. Sedangkan suatu

47
masalah akan tetap menjadi fenomena walaupun strukturnya sudah jelas.
Maka system didefinisikan sebagai “kumpulan elemen-elemen yang
saling berinteraksi dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
tertentu dalam lingkungan yang kompleks”.

Sistem terdiri dari “subsistem” yang disebut dengan “elemen-


elemen”. Secara konseptual (teori ekistics) bahwa elemen permukiman
adalah alam, manusia, masyarakat, lindungan dan jejaring. Masing-
masing elemen ini juga merupakan system, karena terdiri dari “sub elemen”
yang saling terkait. Sistem bersifat menyeluruh, bukan sebuah kumpulan
bagian-bagian.

Bagian dari permukiman yang merupakan “unsur buatan” adalah


Lindungan dan Jejaring sebagai “wadah”. Sedangkan “isinya” adalah
Manusia dan Masyarakat. Alam merupakan “unsur dasar”. Karena di alam
itulah diciptakan Lindungan (rumah tinggal, gedung-gedung sebagai
fasilitas penunjang) sebagai tempat manusia tinggal dan menjalankan
fungsinya. Jejaring (jalan, jaringan utilitas) merupakan unsur yang
memfasilitasi hubungan antar sesama manusia maupun antar unsur yang
satu dengan lainnya.

Doxiadis menjelaskan teorinya mengenai permukiman berpendapat


bahwa permukiman dibuat untuk memuaskan manusia termasuk kepuasan
dalam hal ekonomi, sosial, politik teknologi dan budaya. Suatu
permukiman dinilai baik jika dapat memberikan kebahagiaan dan
keselamatan. Permukiman adalah sesuatu yang dinamis, sepanjang waktu
berubah, memerlukan invstasi baru agar tetap hidup.

Permukiman atau bagian dari permukiman akan mati jika tidak dapat
lagi memuaskan kebutuhan manusia. Kekuatan dari tiap permukiman
tergantung pada lokasinya dalam sistim ekistics secara keseluruhan. Biaya
per kapita akan naik secara proporsional terhadap pelayanan yang diberikan
dan jumlah penduduknya. Lokasi permukiman secara geografis adalah

48
fungsi dari kebutuhannya untuk suatu pelayanan dan interaksinya dengan
besar-kecilnya ukuran permukiman.

Elemen dari permukiman mempertahankan keseimbangan yang


dinamis, yang diekspresikan berbeda dalam tiap bagian, tiap skala dan
selama evolusi suatu permukiman. Sel dasar dari permukiman adalah unit
ekistics yang merupakn ekspresi fisik dari dari suatu komunitas. Komunitas
dan unit ekistics secara organisasi yang hierarkhis terkait satu dengan
lainnya. Masih banyak postulat lain yang pada intinya menjelaskan hukum-
hukum keterkaitan antarelemen permukiman.

Doxiadis mengatakan, setiap usaha untuk membuat dan menjelaskan


hukum yang mengatur suatu permukiman harus bukan hukum sebab-akibat
yang sederhana, tetapi hukum statistic mengenai akibat dan perubahan.

Perumahan adalah wadah fisik atau unsur buatan ( Lindungan dan


Jejaring)

Permukiman adalah perpaduan antara unsur Manusia dengan


Masyarakat, Alam dan unsur buatan (Lindungan dan Jejaring)

49
Contoh Permukiman

Alam Unsur Dasar

Masyarakat Manusia Unsur Isi

Lindungan Jejaring Unsur Buatan Manusia

Sistem Permukiman menurut Doxiadis

1. Alam (lingkungan alamiah)


Sub-elemen lingkungan alamiah :
- Geologi – menjadi daerah bencana
- Topografi – merupakan kendala dalam pembangunan prasarana
- Tanah / Lahan

50
- Air
- Tanaman – sebagai suplai oksigen
- Hewan – bahaya penyakit
- Iklim / cuaca – angin dan matahari

2. Manusia
Kebutuhan manusia harus menjadi perhatian utama dalam
pembangunan. Hal-hal yang harus diperhatikan (sub-elemen Manusia)
:
- Kebutuhan biologis : ruang, udara, makanan dll
- Peraturan indrawi : adanya rangsangan dari lingkungan melalui
indera dan kebutuhan persepsi pada lingkungan
- Kebutuhan emosional : kebutuhan perasaan akan berhubungan
dengan orang lain (interaksi social dengan lingkungan), rasa aman,
keindahan dll
- Nilai-nilai moral
- Termarginalkan dalam pembangunan fisik
- Terdapat kaitan timbal balik antara kualitas hidup dengan kualitas
lingkungan hidup

3. Masyarakat
Elemen masyarakat meliputi :
- Komposisi dan kepadatan penduduk, stratifikasi social, pola budaya
- Perkembangan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan
- Hukum dan administrasi
- Memandang masyarakat tidak monolitik, tetapi harus dilihat
strukturnya
- Masalah sosio-ekonomi : rendahnya pendapatan per-kapita,
keterbatasan lapangan pekerjaan, kebijakan fiscal / pajak belum
menjadi peraturan dalam pembangunan fisik, kesenjangan antar
golongan, kriminilitas dll

51
4. Lindungan
Elemen lindungan meliputi :
- Perumahan
- Fasilitas Sosial
- Fasilitas Ekonomi
- Fasilitas Pemerintahan
- Industri
- Pusat Transportasi
- Permasalahan lindungan meliputi : lokasi, distribusi, pelayanan,
fungsi, konflik antar jenis lindungan, dampak negative, deintegrasi,
ketimpangan kualitas fisik dll
Contoh : over suplay pusat perbelanjaan, konflik antara perumahan
dengan industry di pusat kota, kualitas kota lama menurun,
sebagian area mengalami kemunduran, tidak terurus dll
- Pelaku pembangunan lindungan melibatkan banyak pihak, yang
antara lain pemerintah, swasta dan masyarakat dll. Pelaku inilah
yang mengisi (pemanfaatan ruang) pembangunan fisik tata ruang

5. Jejaring
Elemen jejaring meliputi :
- Sistem penyediaan air
- Sistem penyediaan tenaga (listrik dsn gas)
- Sistem transportasi
- Sistem komunikasi
- Sistem pembuangan air kotor (limbah)
- Rencana dasar fisik (lay out)
- Peran prasarana sebagai alat pengendali pertumbuhan wilayah, maka
diperlukan adanya kerjasama antar daerah untuk menyelesaikan
prioritas yang berbeda, eksternalitas yang negative, skala ekonomi
dan efisien, perbedaan potensi alam, kinerja yang dinilai tidak
parsial.

52
- Masalahnya ada pada pelayanan, belum terpadunya antar daerah dan
antar sector, dana investasi terbatas dll
Sebuah system harus memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan.
Pendekatan system harus memahami keterkaitan antar elemen untuk dapat
memecahkan masalah masa kini dan masa yang akan datang. Memahami
permukiman perkotaan harus mulai dari perspektif system

E. PRAKARSA PENYEDIA HUNIAN ( Formal Dan Informal)


Perumahan formal
Berdasarkan Peraturan Menpera No: 10/PERMEN/M/2007 Tentang
Pedoman Bantuan Stimulan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU)
Perumahan dan Permukiman, perumahan formal adalah rumah atau perumahan
yang dibangun atau disiapkan oleh suatu institusi/lembaga yang berbadan
hukum dan melalui proses perijinan sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam pembangunan perumahan formal terdapat mekanisme yang jelas
sehingga terdapat perencanaan yang formal dengan pelaku utama adalah sektor
publik dan swasta.Sistem dalam penyediaan rumah formal yaitu :

1) Biasanya menyediakan rumah untuk golongan menengah dan golongan


tinggi
2) Banyak terkendala oleh kemampuan developer didalam menyediakan baik
pembiayaan untuk pembangunan rumahnya (construction cost) maupun
pembiayaan kepemilikan rumahnya
Perumahan Informal
Perumahan informal yaitu pembangunan perumahan atau tempat tinggal
secara perseorangan di atas kepemilikan lahan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan. Permukiman ini dihuni oleh
masyarakat sangat miskin dan tidak mempunyai kepemilikan lahan legal. Oleh
sebab itu mereka menempati lahan-lahan kosong ditengah kota baik yang
berupa lahan privat maupun lahan umum.
Berdasarkan sektor formal ini sistem produksi dan pengadaan perumahan
dibagi dua sistem pengadaan, yaitu: 1) pertama, perumahan yang diproduksi
oleh pemerintah umumnya tidak ada motivasi mencari keuntungan; dan 2)

53
kedua, perumahan yang diproduksi oleh perusahaan swasta/pengembang
swasta adalah penyedia perumahan dengan motivasi mencari keuntungan.
Sektor formal hanya mampu menyediakan 20% kebutuhan rumah secara
umum, sedangkan di negara-negara berkembang hanya mampu memfasilitasi
10% saja kebutuhan perumahan. Sementara sektor informal lebih banyak
berperan dalam pengadaan perumahan dengan berbagai proses dan
kompleksitas penyediaaanya mampu menyediakan sekitar 90% perumahan
terutama di negara-negara berkembang. Di dalam permukiman informal ini
banyak istilah yang digunakan, antara lain: low-income settlements,
Spontaneous, Unplanned, Squatter, Slum, Popular settlement, Self-help
housing etc.(Herrle, i 981). Berikut akan dijabarkan perbedaan pengertian dari
permukiman informal ini.
1. Slum dan Squatter

Pemahaman arti Slums and Squatter settlement pada prinsipnya


adalah sama yaitu tentang pemukiman masyarakat miskin, hanya saja kata
"Slums" lebih mengacu pada kondisi atau keadaan suatu permukiman
masyarakat miskin, sedangkan "Squatter settlement" lebih mengacu pada
legalitas permukiman masyarakat miskin. (UNCHS, 1982). Masyarakat
yang tinggal pada permukiman informal merupakan masyarakat miskin
yang sering dianggap menjadi penyebab keburukan kota dan keadaan ini
membuat masyarakat tersebut menjadi terpinggirkan oleh kehidupan
masyarakat kota. Dengan keadaan tersebut hasil karya arsitektur yang
diciptakan oleh masyarakat miskin di permukiman informal secara spontan
sering kali dikenal sebagai hasil karya arsitektur terpinggirkan atau
marginalized architecture.

Slums adalah sebuah area “terlupakan” dari sebuah wilayah perkotaan,


dimana kondisi perumahan dan standar kehidupan berada dalam tingkat
terendah. Penggunaan istilah Slums mulai dari permukiman padat populasi
di pusat kota yang mulai mengalami degradasi sampai menyebut
permukiman informal, permukiman spontan yang tidak memiliki
legalitas.(Miah, et.al,p. 18, 1999). Slums dibedakan melalui tipe
permukimannya: (i) squatter settlements; (ii) illegal commercial suburban

54
land division; (iii) occupation of overcrowded (pada kepadatan bangunan di
pusat kota). (Lasserve, 2006).

UN-Habibat mendefinisikan “Slums” sebagai berikut: “Slums” as


contiguous settlements where its habitats have insecure residential status,
inadequate access to safe water, inadequate access to sanitation and other
basic infrastructure and services, poor structural housing quality and
overcrowding.The lack of security of tenure, or protection among evictions
is pointed as a main common characteristic of these kinds of settlements.

World Bank mendefinisikan: “Slums” range from high density,


squalid central city tenements to spontaneous squatter settlements without
legal recognition or rights, sprawling at the edge of the city. Some are more
than fifty years old; some are land invasions just underway. Slums have
various names, Favelas, Kampungs, Bidovilles, Tugurios, yet share the
same miserable living conditions.

Hardoy dalam bukunya yang berjudul “Squatter Settlement"


mengatakan bahwa masyarakat miskin mendemonstrasikan kecerdikannya
dalam mengembangkan lingkungan perumahan mereka yang baru dan
dalam mengorganisasikan konstruksi perumahan, walaupun pemerintah
menghargai mereka sebagai ilegal, sering kali jauh lebih sesuai dengan
kebutuhan lokal mereka, income lokal mereka, keadaan iklim lokal di
sekitar mereka, dan bahan dasar lokal mereka dari pada standard-standard
legal dan official yang disyaratkan oleh pemerintah. (Hardoy and
Satterthwaite, 1989).

Menurut Cody (1996) menulis dalam artikel Journal 'Habitat Debate'


ada banyak hal positif yang dapat dipelajari dari perkembangan
marginalized architecture bertolak belakang dari gambaran kekumuhan
yang sering kali diungkapkan oleh banyak orang.

"By regarding the poor as partners and not as problems, community


responsibility, accountability, and development can be returned to the
community itself, and a more responsive and sustainable system of urban
environmental management implemented. To regard the poor not as a

55
problem but a solution requires a radical change in thinking, and in
expectation, but result in a society which is far more equitable and
sustainable? It benefits the urban environment, and it benefits every section
of urban society.

2. Spontaneous Settlement
Hernando de Soto (1991) pakar yang mengkaji perumahan di Meksiko
menyebutkan “Spontaneous settlement” pada permukiman informal di
Meksiko. Menurut de Soto (1991), permukiman informal menjalani proses
yang semula dari menduduki tanah secara gradual oleh rumah tangga yang
datang satu persatu, ataupun secara serempak oleh kelompok besar,
kemudian membangun rumah dan pada akhirnya berharap mendapatkan hak
milik atas tanah dan bangunan. Kondisi ini terbalik bila dilihat dari prosedur
permukiman formal yang mulai dari hak atas tanah, meminta izin dan
kemudian membangun rumahnya.
3. Popular Settlement
Popular settlement ialah Permukiman informal dilihat secara garis
besar melingkupi kesatuan lingkungan permukiman terdiri dari pola
rumah, tipe hunian dan tanah. Pengertian ini mengacu pada keseluruhan
tempat tinggal (tempat berlindung, fasilitas sosial dan infrastruktur) dilihat
dari keunikan masyarakat yang dilatar belakangi oleh keunikan setting
lokasi. Banyak nama digunakan untuk popular settlement antara lain:
Villas miserias (Argentina); Favelas, Alagados (Brazil); Callampas
(Chile); Barriadas, Barrios piratas, Tugorios (Colombia).
4. Self-Help Housing
Self-help housing ialah pengertian umum yang digunakan dalam
sektor perumahan di dunia sebagai konsep yang merujuk pada kemampuan
masyarakat miskin untuk bertahan/berlindung bagi diri dan keluarganya.
Self-help housing merupakan perumahan bagi individu atau kelompok
rumah tangga menyediakan perumahan tanpa akses maupun tanpa adanya
kontrol dari industri perumahan, tanpa dukungan finansial, ataupun tanpa
campur tangan administasi dari pemerintah untuk membuat legalitas

56
perumahan.
5. Autonomous Housing (Housing by People)
John Turner (1992), pakar yang mengkaji perumahan di Amerika
Latin menamakan “barriadas” pada permukiman informal di Lima, Peru
sebagai permukiman otonom (autonomous housing) karena terbangun oleh
individu atau keluarga tanpa campur tangan dari otoritas kota atau otoritas
lainnya. Ada banyak sebutan lain dari informal settlement selain
pemukiman informal, dan sebutan tersebut dipergunakan oleh para ahli
untuk menjelaskan sikap dan pendekatan terhadap perkembangan
permukiman masyarakat miskin. Gagasan J.F.C. Turner (1976) dalam
bukunya Housing by People mengakui bahwa rakyat sebenarnya mampu
mengadakan perumahannya sendiri dengan baik sesuai ukuran dari
pemilik-pemakainya.
6. Pengertian Perumahan Swadaya (Low-income Housing)
Perumahan swadaya (Low-income settlement) istilah yang
digunakan oleh pemerintah sebagai sebutan perumahan informal untuk
masyarakat berpendapatan rendah. Pembangunan perumahan secara
swadaya umumnya dilakukan oleh masyarakat berpendapatan rendah,
tanpa melalui prosedur pembangunan yang formal. Pengadaan hunian
secara swadaya merupakan aset pengadaan rumah yang besar di Indonesia
maupun di berbagai wilayah di Asia pada umumnya. Perumahan swadaya
sekarang ini dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat dengan cara
yang legal formal, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara
maju.
7. Pengertian Urban Kampung (Kampung Kota)
Kampung kota (Urban Kampung) merupakan istilah untuk
permukiman informal di Indonesia. Pengertian Kampung kota
(permukiman informal) ini merupakan penjabaran dari karakteristik unik
kawasan permukiman di Indonesia berdasarkan lokasi geografi wilayah
yang tidak ditemukan pada kota-kota di negara lain. Secara umum
kampung kota (permukiman informal) adalah suatu permukiman ilegal
dibangun secara tidak formal (mengikuti ketentuan-ketentuan kota yang

57
bersangkutan), memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, serta kurangnya
sarana dan prasarana, sehingga kesehatan menjadi masalah utama. Dari
berbagai pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa permukiman kampung
kota adalah istilah untuk permukiman rakyat yang berupa kantung-kantung
perumahan yang padat di kota-kota besar di Indonesia (Raharjo, 2010).
Tetapi pengertian yang lebih tepat menurut Wiryomartono (1995) suatu
permukiman yang tumbuh di kawasan urban tanpa perencanaan
infrastruktur dan jaringan ekonomi kota.
Kampung kota ini sudah menggejala sejak pemerintahan Hindia
Belanda. Kampung kota mulanya terbentuk sebagai kampung pribumi di
kota-kota pada masa kolonian. Menurut Wiryomartono
(1995), Permukiman Informal (kampung kota) di Indonesia di pengaruhi
oleh kebudayaan dan tatacara kehidupan yang dibawa kaum kolonial
berpengaruh pula terhadap perkembangan kota-kota di Indonesia. Pola dan
karakter kolonial dicerminkan dari adanya bagian kota yang disebut daerah
“Elite” dan bagian kota yang merupakan permukiman padat dinamakan
“Kampung”.

58
BAB IV
KESIMPULAN
Pemukiman sering disebut sebagai perumahan. Pemukiman berasal dari
kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human
settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah
atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana lingkungan.
Tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di
kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak
terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara
pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan
permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif
tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.
Terbentuknya pemukiman kumuh dipandang potensial menimbulkan banyak
masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku
menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Pemerintah selain memberikan rumah susun juga harus memberikan
lapangan pekerjaan bagi mereka yang belum punya pekerjaan. Dan masyarakat
harus selalu menjaga lingkungannya agar tetap indah, bersih, dan teratur.

59
DAFTAR PUSTAKA

http://phiihostaa.blogspot.com
https://www.scribd.com/upload-
document?archive_doc=100184351&escape=false&metadata=%7B%22context%
22%3A%22archive%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22
%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%
3A%22web%22%7D
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/spasial/article/download/19095/18653
https://www.academia.edu/10495395/Mengatasi_Masalah_Permukiman_Kumuh_
di_Perkotaan
https://lkmsejahterapringsewubarat.wordpress.com/2017/02/19/permukiman-
kumuh-slum-area-dan-upaya-untuk-mengatasinya/
https://www.researchgate.net/publication/298916226_TIPOLOGI_DAN_POLA_
PENANGANAN_PERMUKIMAN_KUMUH_DI_KOTA_BONTANG_The_Typ
ology_and_Patterns_of_Slum_Improvement_Management_in_Bontang_City
https://bangazul.com/teori-permukiman/

60

Anda mungkin juga menyukai