Dosen Pengampu :
Retno Susanti, ST.,
Prof. Dr.Ir. Sugiono Soetomo, CES., DEA
Ir. Parfi Khadiyanto, M.Si
Ir. Nurini, MT
Dr. Ing. Santy Paulla Dewi, ST.,MT
Grandy Loranesa Wungo , ST.,MT
Kelompok A2 :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I PENDAHULUAN
1.3.2 Sasaran
Mengidentifikasi aspek morfologi seperti struktur dan bentuk pada daerah Kecamatan
Genuk.
Mengidentifikasi karakteristik sosial budaya pada daerah Kecamatan Genuk.
Mengidentifikasi sejarah perkembangan wilayah Kecamatan Genuk.
Mengidentifikasi karakter khusus yang terdapat pada Kecamatan Genuk.
1.5 Metode
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif, dimana
pendekatan penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek alamiah, dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).
Pendekatan kualitatif ini akan dilakukan dalam penelitian terhadap objek atau fenomena
yang ada melalui periaku,tindakan dan kata-kata misalnya dengan cara wawancara dan turun
langsung ke Kecamatan Genuk. Untuk jenis penelitian ini adalah deskriptif dimana objek atau
fenomena yang diamati dalam penelitian dilakukan dengan mendiskripsikan apa yang ada
atau mengobservasi. Selain itu dilakukan juga penelitian jenis survey dimana nantinya
peneliti meneliti objek atau fenomena yang ada dengan cara datang langsung ke tempat
penelitian dan mengambil data primer melalui beberapa sampel.
Ada dua metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain :
Gambar 2
Bentuk Versailles
Gambar 3
Bentuk Washington DC
Gambar 4
Kota Srirangan, India Selatan
b. Unplanned City
Unplanned City (kota tidak terencana) merupakan satu segmen kota yang proses
perkembangan dan pertumbuhannya tidak ada campur tangan perencana dan tidak
direncanakan sebelumnya. Bentuk kota ini banyak terjadi pada kota metropolitan,
dimana satu segmen kota berkembang secara spontan mengikuti bermacam-macam
kepentingan dan kebutuhan mendesak yang saling terkait serta menyesuaikan
dengan kondisi geografis di wilayah tersebut sehingga kota memiliki bentuk yang
tidak teratur dan tidak geometris.
Menurut Christopher Alexander (1987), unplanned city memiliki ciri-ciri yaitu:
Pertumbuhan terjadi secara bertahap
Pertumbuhan tidak diketahui kapan awal mula dan kapan berakhirnya
Masyarakat berperan besar dalam proses pembentukan kota.
Pola yang terbentuk dari unplanned city merupakan pola organik. Pola organik
merupakan organisme yang berkembang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan sosial
dalam masyarakatnya dari waktu ke waktu tanpa adanya perencanaan. Pola organik
terbentuk secara spontan dan mengikuti kondisi topografi wilayah yang ada. Sifat
pola organik ini adalah fleksibel, tidak geografis, biasanya berupa garis melengkung
dan dalam perkembangan masyarakat mempunyai peran yang besar dalam
menentukan bentuk kotanya. Berbeda dengan bentuk grid dan diagram yang
biasanya ditentukan penguasa kotanya (Kostof, 1991).
Elemen-elemen pembentuk kota yang memiliki pola organik, oleh Kostol
dianalogikan secara biologis seperti organ tubuh manusia, yaitu:
Square, open space sebagai paru-paru.
Center, pusat kota sebagai jantung yang memompa darah (traffic).
Jaringan jalan sebagai saluran arteri darah dalam tubuh.
Kegiatan ekonomi kota sebagai sel yang berfikir.
Bank, pelabuhan, kawasan industri sebagai jaringan khusus dalam tubuh.
Unsur kapital (keuangan dan bangunan) sebagai energi yang mengalir ke
seluruh sistem perkotaan.
Salah satu contoh dari Unplanned City yaitu salah satu kota di Eropa, Kota
Tashkent, ibukota negara Uzbekistan.
Gambar 5
Kota Tashkent
Kota Semarang termasuk dalam klasifikasi kota yang termasuk dalam irisan dari
planned dan unplanned city. Pada mulanya Kota Semarang termasuk dalam
klasifikasi planned, karena Kota Semarang direncanakan sebagai kawasan
perniagaan dan kawasan penyebaran agama Islam. Dengan letaknya yang berada di
pesisir, Kota Semarang pun mengalami perkembangan dan pembangunan yang
pesat. Namun, seiring berjalannya waktu, perkembangan yang pesat dari Kota
Semarang semakin tidak terkontrol dan terjadi fenomena urban sprawl. Hal ini
mengindikasikan Kota Semarang termasuk ke dalam klasifikasi unplanned city.
2.3. Struktur Ruang dan Pola Ruang Kota
Berdasarkan Undang-Undang nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang,
pengertian dari struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan
pengertian dari pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
Menurut Yunus (2000), terdapat 5 macam pendekatan untuk mengidentifikasi
struktur ruang kota, antara lain:
a. Pendekatan Ekologikal (Ecological Approach)
b. Pendekatan Ekonomi (Economic Approach)
c. Pendekatan Morfologikal (Urban Morphological Approach)
d. Pendekatan Sistem Kegiatan (Activity Systems Approach)
e. Pendekatan Ekologi Faktoral (Factoral Ecology Approach)
Berdasarkan pendekatan ekologikal, yang memandang manusia sebagai makhluk
hidup yang mempunyai hubungan interrelasi dengan lingkungannya yang terwujud
dalam bentuk penggunaan lahan, terdapat 3 macam teori struktur tata ruang kota. 3 teori
tersebut antara lain:
a. Teori Konsentris
Teori ini dikemukakan oleh Burgess, yang mana bentuk guna lahan suatu kota
membentuk suatu zona konsentris. Burgess mengemukakan bahwa wilayah kota
dibagi dalam 5 (lima) zona penggunaan lahan yaitu:
Lingkaran dalam terletak pusat kota (central business district atau CBD) yang
terdiri bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan pusat
perbelanjaan.
Lingkaran kedua terdapat jalur atau zona peralihan yang terdiri dari: rumah-
rumah sewaan, kawasan industri, dan perumahan buruh.
Lingkaran ketiga terdapat jalur atau zona rumah buruh, yaitu kawasan
perumahan untuk tenaga kerja pabrik.
Lingkaran keempat terdapat kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja
kelas menengah, yang merupakan permukiman yang lebih baik.
Lingkaran kelima merupakan zona penglaju yang merupakan tempat kelas
menengah dan kaum berpenghasilan tinggi.
Gambar 6
Teori Konsentris
b. Teori Sektor
Teori ini dikemukakan oleh Homer Hoyt. Hoyt menyatakan bahwa
perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di dalam suatu kota, berangsur-
angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh sector-sektor yang sama
terlebih dahulu. Alasan ini terutama didasarkan pada adanya kenyataan bahwa di
dalam kota-kota yang besar terdapat variasi sewa tanah atau sewa rumah yang besar.
Dalam teori ini Hoyt mengemukakan beberapa masukan tambahan dari bentuk
guna lahan kota yang berupa suatu penjelasan dengan penggunaan lahan
permukiman yang lebih memfokusan pada pusat kota dan sepanjang jalan
transportasi. Dalam teorinya ini, Hoyt membagi wilayah kota dalam beberapa zona,
yaitu:
Lingkaran pusat, terdapat pusat kota atau CBD
Sektor kedua terdapat kawasan perdagangan dan industry
Sektor ketiga terdapat kawasan tempat tinggal kelas rendah
Sektor keempat terdapat kawasan tempat tinggal kelas menengah
Sektor kelima terdapat kawasan ternpat tinggal kelas atas.
Gambar 7
Teori Sektor
Gambar 8
Teori Banyak Pusat
Selain dari pendekatan ekologikal, struktur ruang suatu kota juga dapat dilihat
melalui pendekatan morfologikal. Pendekatan morfologikal ditekankan pada bentuk-
bentuk- fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota
secara fisikal yang antara lain tercermin pada sistern jalan-jalan yang ada, blok-blok
bangunan baik daerah hunian ataupun bukan (perdagangan/ industri) dan juga bangunan
bangunan individual (Herbert, 1973). Pendekatan morfologikal tersebut dapat dilihat
melalui ekspresi keruangan morfologi kota.
Struktur ruang Kota Semarang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan
mengikuti perkembangan zaman. Pada masa orde lama, Kota Semarang memiliki struktur
kota yang konsentris, dengan pembangunan yang berpusat di Kawasan CBD yaitu
Kawasan Simpang Lima. Kemudian pada masa orde baru dan reformasi pembangunan,
mulai muncul pusat-pusat pelayanan baru di Kota Semarang yang membuat struktur
ruang Kota Semarang menjadi banyak pusat.
The Rectagular Cities atau biasa disebut 4 persegi Panjang merupakan bentuk
yang mempunyai space atau lahan kosong yang cukup besar dan luas guna
pengembangan wilayah. Biasanya daerah yang menggunakan bentuk ini adalah
daerah yang bertopografi perairan, hutan, gurun pasir, dan berlereng.
Fan shaped Cities
Fan Shapes Cities (kipas) merupakan bentuk yang biasanya digunakan untuk
bemtuk lahan aluvial atau pesisir. Pada perkembangannya dominasi kota
pelabuhan atau coastal menggunakan bentuk ini karena cukup baik untuk
perkembangan perdagangan. Kendala yang dihadapi yaitu berasal dari perairan,
berada pada delta sungai yang besar.
Rounded Cities
Bentuk rounded cities atau bentuk bulat ini adalah bentuk yang paling ideal
untuk kota, karena mempunyai kelebihan yaitu perkembangannya kesegala
penjuru arah dan juga seimbang. Dalam bentuk ini, bisa dilakukan
peraturan/perencanaan yaitu:
bila lambat ; dipacu dg Planned Unit Development
bila terlalu cepat ; dapat dihentikan
batas luar ; green belt zoning / growth limitation
Ribbon shaped Cities
Ribbon Shaped Cities (pita), bentuk ini sangat dipengaruhi oleh jalur
transportasi dan terhambatnya perluasan areal ke samping.
Octopus/Star shaped Cities
Chained Cities (berantai), bentuk ini terpecah namun hanya terjadi di sepanjang
rute tertentu. Jarak antara kota induk dan kenampakan-kenampakan kota baru
tidak terlalu jauh, maka beberapa bagian membentuk kesatuan fungsional yang
sama (khususnya dibidang ekonomi). Bentuk ini juga bisa disebut Ribbon City
dengan skala yang besar.
Split Cities
Split Cities (terbelah), bentuk ini menggambarkan bentuk kota yang kompak
namun sektor terbelah oleh perairan yang lebar. Pada perpotongan ini biasanya
dihubingkan oleh kapal/jembatan. Contoh kota yang menerapkan bentuk ini
adalah kota Buda (barat) dan Pest (timur) di sungai Danube, sehingga dikenal
sebagai kota Budapest.
Stellar Cities
Stellar Cities (satelit), bentuk kota ini biasanya didukung oleh teknologi
transportasi yang maju dan juga komunikasi yang maju. Karena modernisasi
maka terciptalah megapolitan kota besar, yang dikelilingi oleh kota satelit.
Roger Trancik, salah satu tokoh perancangan kota, menulis buku yang berisi
tentang tiga pendekatan terhadap urban design theory yaitu: Figure-ground theory,
Linkage-system theory, dan Place theory.
a. Figure Ground Theory
Teori-teori figure ground dipahami dari tata kota sebagai hubungan tekstual
antara bentuk yang dibangun (Building Mass) dan ruang tebuka (Open Space).
Analisis figure ground merupakan alat untuk mengidentifikasi tekstur dan pola
ruang, serta sebagai alat untuk mengidentifikasi masalah keteraturan massa atau
ruang perkotaan. Setelah dilakukan analisis ini, manfaat yang didapatkan yaitu dapat
menangani masalah ketepatan dan perubahan dalam perancangan kota, dan
menentukan pedoman dasar dalam perancangan kota yang konkret sesuai dengan
tekstur konteksnya.
Figure Ground Plan merupakan suatu peta hitam putih yang memperhatikan dan
menjelaskan suatu komposisi yang menarik antara ruang luar (eksterior) dan ruang
dalam (interior), yaitu antara ruang positif yang telah terisi figure (urban solid) dan
ground (urban void).
Figure (Urban Solid)
Blok-blok massa bangunan dari suatu elemen unsur masif yang
mempunyai fungsi wadah aktifitas manusia sehingga memberikan suatu
kehadiran massa dan obyek pada jalan atau tapak yang cenderung bersifat
‘private domain’. Biasanya digambarkan dengan tekstur warna hitam.
Adapun beberapa tipologi urban solid antara lain:
Single Block (Blok Tunggal)
Satu massa bangunan dalam sebuah blok yang dibatasi jalan atau elemen
alamiah.
Edge Defining Block (Blok sebagai Tepi)
Konfigurasi massa bangunan yang menjadi pembatas sebuah ruang.
Field Block (Blok Medan)
Konfigurasi yang terdiri dari kumpulan massa bangunan tersebar secara
luas.
Ground (Urban Void)
Merupakan latar yang berupa ruang terbuka jalan (urban space, open
space), plasa, poche, taman, dan sebagainya. Umumnya urban void digambarkan
dengan tekstur warna putih.
Adapun beberapa tipologi urban void antara lain:
Pola Angular
Konfigurasi yang dibentuk oleh massa dan ruang secara menyiku.
Pola Aksial
Konfigurasi massa bangunan dan ruang di sekitar poros keseimbangan yang
tegak lurus terhadap suatu bangunan monumentalis.
Pola Grid
konfigurasi massa dan ruang yang dibentuk perpotongan jalan-jalan secara
tegak lurus.
Pola Kurva Linier
konfigurasi massa bangunan dan ruang secara linier (lurus menerus
melengkung).
Pola Radial Konsentris
Konfigurasi massa dan ruang yang memusat.
Pola Organis
Konfigurasi massa dan ruang yang dibentuk secara tidak beraturan.
b. Linkage System Theory
Linkage system adalah hubungan sebuah tempat dengan tempat yang lain sebagai
suatu generator perkotaan. Hubungan ini dapat berupa garis semu, dan garis
tersebut dapat berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang
berbentuk segaris dan sebagainya.
Terdapat 3 macam pendekatan linkage system theory, antara lain:
Linkage Visual
Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi
satu kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam
berbagai skala.
Terdapat 5 elemen linkage visual, yang merupakan elemen yang memiliki ciri
khas dan suasana tertentu yang mampu menghasilkan hubungan secara visual.
Garis
Menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa
(bangunan atau pohon).
Koridor
Dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang membentuk
sebuah ruang.
Sisi
Menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan elemen
garus namun sisi bersifat tidak langsung.
Sumbu
Mirip dengan elemen koridor, namun dalam menghubungkan dua daerah
lebih mengutamakan salah satu daerah saja.
Irama
Menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang
Linkage Struktural
Merupakan jenis pendekatan linkage system yang menggabungkan dua atau
lebih bentuk struktur kota menjadi satu kesatuan tatanan. Pendekatan ini
menyatukan beberapa kawasan melalui bentuk jaringan struktural yang lebih
dikenal dengan sistem kolase (collage). Tidak setiap kawasan memiliki arti
struktural yang sama dalam kota, sehingga cara menghubungkannya secara
hierarkis juga dapat berbeda.
Terdapat 3 elemen linkage struktural yang mencapai hubungan secara
arsitektural, yaitu:
Tambahan
Melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.
Sambungan
Memperkenalkan pola baru pada lingkungan kawasan.
Tembusan
Terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada di sekitarnya dan akan
disatukan sebagai pola-pola yang sekaligus menembus didalam suatu
kawasan
Linkage Bentuk yang Kolektif
Teori linkage memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota
satu dengan lainnya. Dalam teori linkage, sirkulasi merupakan penekanan pada
hubungan pergerakan yang merupakan kontribusi yang sangat penting. Linkage
memperhatikan dan mempertegaskan hubungan-hubungan dan pergerakan-
pergerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric).
Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota yang
sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan
kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota. Teori ini terbagi menjadi 3
tipe linkage urban space yaitu:
Compositional form
Bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi.
Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung
Mega form
Susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis
lurus dan hirarkis.
Group form
Bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang
terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan
pola ini.
c. Place Theory
Teori place berkaitan dengan makna sebuah kawasan sebagai sebuah tempat
perkotaan secara arsitektural. Manusia memerlukan sistem places yang memiliki arti
dan stabil untuk mengembangkan kehidupannya dan budayanya. Trancik
merumuskan bahwa sebuah space akan muncul bila dibatasi void, dan kemudian
sebuah space akan menjadi place ketika ruang tersebut mempunyai arti dari
lingkungan yang berasal dari budaya manusia di dalamnya.
Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang
dikemukakan Kevin Lynch untuk desain ruang kota:
Legibillity (kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga
kotanya. Suatu kawasan bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai
distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola
keseluruhannya.
Identitas dan susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek
dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang
lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya.
Sedangkan untuk susunan atau struktur artinya adalah adanya kemudahan
pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang
terbukanya.
Imageability
Kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk
timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image tersebut ditekankan
pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut
identitas dengan strukturnya.
2.6. Townscapes
Townscapes adalah cara untuk mengenal bentuk fisik kota dari segi kualitas fisik atau
visual maupun emosional. Townscapes dapat dikenali dari perletakan bangunan, jalan,
yang berkaitan dengan tingkat perasaan dan emosi pengamat. Pengamatan dan analisis
terdapat townscapes ini berfungsi untuk mengenali wajah kota. Berbeda dengan citra
kota, analisis townscapes lebih menitikberatkan pada seni, sehingga menimbulkan emosi.
Dalam bukunya yang berjudul The Concise Townscape, Gordon Cullen mengemukakan 4
nilai utama dalam pengamatan terhadap Townscapes. Nilai-nilai tersebut antara lain:
a. Place
Place adalah suatu space yang mempunyai makna sehingga menimbulkan emosi dan
perasaan terhadap pengamatnya. Suatu place memiliki keunikan dan karakter
khusus.
b. Content
Content adalah isi suatu kawasan yang mempengaruhi perasaan terhadap keadaan
lingkungan kota. Content dapat berupa warna, tekstur, skala, gaya, karakter, dan
keunikan. Content tergantung pada dua factor yaitu tingkat kesesuaian dan tingkat
kreativitas.
c. The Functional Tradition
The functional tradition adalah kualitas elemen-elemen yang membentuk lingkungan
perkotaan yang memiliki segi ekonomis, efektif, dan efesien.
d. Serial Vision
Serial vision adalah gambaran visual yang ditangkap pengamat yang terjadi saat
berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain, sehingga menjadi potongan gambar
yang bertahap.
Selain Cullen, terdapat tokoh lain yaitu Jim McCluskey yang menulis buku Road Form and
Townscape. Dalam tulisannya, McCluskey menitikberatkan pada bentuk jalan, dimana
dimana jalan lebih dari sekadar rute, tetapi terdapat aktivitas di dalamnya. McCluskey
mengklasifikasikan Townscape dalam 6 kategori, antara lain:
a. Junction
T-Junction
Disebut juga pertigaan, digunakan untuk memberikan rasa tertentu pada
suatu jalan dengan memblokir pemandangan lain kecuali di depannya.
Y-Junction
Funelling adalah penyempitan lebar ruang atau jalan secara bertahap. Jadi,
semakin lama jalan yang dilalui, maka lebarnya akan menjadi semakin
menyempit, seperti memasuki suatu jalan yang awalnya lebar kemudian lama
kelamaan menjadi menyempit.
Widening
Widening berupa pergerakan dari tekstur ruang sempit ke ruang yang besar.
Jalan yang kita lalui awalnya sempit kemudian semakin lama akan menjadi
semakin lebar, sehingga membuat perasaan kita menjadi lebih lapang dan
tidak lagi merasa terkurung.
Constriction
Level change merupakan perubahan tingkatan dari posisi yang lebih tinggi
ke posisi yang rendah yang juga dipengaruhi oleh keadaan topografi suatu
kawasan tersebut atau perubahan lebar jalan dari posisi terbuka ke posisi
yang tertutup, sehingga justru dapat menambah keunikan dari suatu
kawasan.
d. Containment
Closure
Suatu bentukan massa mengelilingi atau membatasi ruang (seolah
membentuk ruang tersendiri).
Enclosure
Enclosure merupakan suatu ruang terbuka yang cukup lapang untuk
melakukan berbagai macam aktivitas. Enclosure dapat berupa taman, jalan
yang sangat luas, dan lain sebagainya.
Going into
Going into merupakan pintu gerbang yang menunjukan pengurungan. Jadi,
setelah kita memasuki pintu, maka seolah-olah kita memiliki perasaan
terkurung.
Dead End
Dead end merupakan gang buntu, yang merupakan akhir dari sebuah jalan.
Dead end ini biasanya terletak di kawasan permukiman dimana terdapat
jalan-jalan kecil yang tidak terhubung dengan jalan yang lain.
e. Overhead
The Chasm
The chasm merupakan suatu lorong sempit panjang yang dapat memberi
kesan menakutkan ataupun menyenangkan,
The Colonnade
The collonade merupakan elemen barisan tiang atau kolom berupa pilar-
pilar sebagai penyangga bangunan yang sejajar dengan garis jalan, dan
mampu menimbulkan kesan yang indah, sehingga mampu menimbulkan
perasaan ketertarikan dan penasaran orang-orang untuk masuk ke dalam
bangunan.
The Overhang
Jembatan penghubung antara suatu tempat ke tempat lainnya, the bridge juga
dapat digunakan dalam berbagai cara yang berbeda, seperti aktivitas
berjalan di bawah jembatan, penekanan keterpisahan ruang, efek
penampakan bangunan pada saat turun dari lengkungan.
The Maw
The maw merupakan terowongan gelap yang tertutup atau pintu masuk di
dalam bangunan yang dapat di jalani untuk menghubungkan ke tempat
lain, seperti subway, terowongan bawah tanah, dan lain sebagainya yang
sejenis.
Going Through
Landmark adalah bangunan atau elemen penting yang merupakan ciri khas,
identitas suatu daerah. Landmark membantu orang untuk mengorientasikan
diri di dalam kota dan membantu orang mengenali suatu daerah.
BAB III GAMBARAN WILAYAH STUDI
Berdasarkan Pengamatan dari Google Earth Tahun 2003, lebih banyak terdapat ruang
terbuka dibandingkan dengan ruang terbangun. Daerah Permukiman penduduk masih
bercirikan daerah rural yang mana terdapat banyak ruang terbuka di sekitar ruang
terbangun. Karena Kecamatan genuk baru sekitar 10 tahun diresmikan masuk ke Daerah
Administrasi Kota Semarang pada tanggal 17 April 1993.
Daerah Industri di genuk pada tahun 2003 cenderung relatif sedikit dibandingkan dengan
tahun-tahun berikutnya. Dan daerah permukimannya pun masih lebih terpusat di dekat
daerah industri dan belum menyebar secara merata ke daerah selatan kecamatan genuk.
Dapat disimpulkan bahwa ruang terbangun Kecamatan Genuk pada tahun 2003 luasnya
lebih sedikit dibandingkan dengan ruang terbuka.
Berdasarkan Pengamatan dari Google Earth Tahun 2013, sudah terlihat makin banyaknya
daerah terbangun di kecamatan genuk. Permukiman dan industri semakin bertambah dan
daerah ruang terbuka semakin berkurang. Hal ini menunjukan perkembangan Kecamatan
genuk yang sedang berubah dari daerah yang berciri rural menjadi daerah yang berciri
urban.
Daerah permukiman di Kecamatan genuk mulai berkembang danmenyebar ke selatan.
Daerah industrinya juga semakin bertambah dan mengurangi daerah tambak yang terdapat
di bagian utara kecamatan genuk. Dapat disimpulkan bahwa ruang terbangun sedang
berkembang seiring dengan semakin kentalnya ciri daerah urban dan daerah ruang tertutup
sedang berkurang seiring dengan berkurang kentalnya ciri daerah rural.
Berdasarkan Pengamatan dari Google Earth Tahun 2018, daerah terbangun hampir
mendominasi areal penggunaan lahan dibandingkan dengan daerah terbuka. Permukiman
dan industri semakin bertambah dan daerah ruang terbuka semakin berkurang. Dalam
waktu sekarang, ciri urban di kecamatan genuk tampak lebih dominan dari pada ciri rural
Daerah permukiman di Kecamatan genuk sudah berkembang dan menyebar ke selatan dan
di daerah selatannya juga sudah mulai terakumulasi menjadi daerah yang padat bangunan.
Daerah industrinya juga semakin bertambah terakumulasi menjadi daerah padat bangunan.
Dapat disimpulkan bahwa ruang terbangun sudah mulai mendominasi penggunaan lahan di
Kecamatan Genuk.
3.5 Gambaran Ruang Terbuka
Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka
terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
a. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Menurut Perda Nomor 7 Tahun
2010 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau mengatur luasan RTH yang harus dipenuhi
oleh suatu daerah. Proporsi RTH pada wilayah di perkotaan mencakup 20% ruang
terbuka publik dan 10% ruang terbuka privat. Suatu wilayah harus mencapai 30% dari
luas wilayahnya. Apabila luasan RTH di suatu
daerah belum terpenuhi maka perlu adanya
program dari pemerintah untuk menambah luasan
RTH berdasarkan peraturan atau kebijakan yang
ada. Kecamatan Genuk memiliki luas 2.738,44 ha,
sedangkan luas ruang terbuka hijaunya seluas
1.368,36 ha. sehingga kecamatan Genuk memiliki
ruang terbuka hijau 49,97%. Yang terdiri dari
taman, pekarangan rumah, dan lapangan olahraga.
Taman Bangetayu merupakan salah satu taman
yang berada di Kecamatan Genuk. Taman ini
merupakan taman yang menjadi pusat aktivitas di
kelurahan Bangetayu Kulon.
Jaringan jalan yang terdapat diantara pemukiman yaitu jalan-jalan lokal dengan lebar
jalan yang beragam. Terdapat banyak cabang dan belokan sehingga tidak sedikit pula jalan lokal
yang hanya bisa diakses oleh kendaraan roda dua. Salah satu penyebab keragaman dan
ketidakteraturan sistem jaringan jalan yang ada di Kecamatan Genuk yaitu topografi wilayah
yang memiliki tingkat kelerengan yang berbeda-beda.
Perkerasan jalan yang ada di Kecamatan Genuk bervariasi ada yang menggunakan cor
beton, aspal, paving dan tanah. Jalan arteri menggunakan perkerasan cor beton, untuk jalan
kolektor menggunakan aspal , jalan lokal bervariasi ada yang aspal dan sebagian menggunkan
cor beton, sedangkan untuk paving dan perkerasan tanah digunakan di jalan lingkungan.
Jaringan pergerakan Kecamatan Genuk yaitu berupa pola jaringan jalan yang keadaanya sudah
dibilang cukup baik karena ada pembatas jalan yang menjadikan jalan lebih teratur dan tidak
terjadi kesemrawutan untuk penyebarangan transportasi ataupun putar balik arah menjadi lebih
terarah di sepanjang jalan arteri. Namun, keadaan jalan belum sepenuhnya baik , hal tersebut
terjadi berdasarakan kondisi perkerasan yang rusak yang diakibatkan oleh kendaraan berat yang
sering melintasi jalan di sekitar Kecamatan Genuk tanpa memperhatikan keharusan dari
peruntukkan penggunaan jalan seperti lebar badan jalan yang tidak sesuai dengan moda
transportasi yang melintas.
3.7 Kependudukan
Jumlah penduduk di Kecamatan Genuk Kota Semarang tahun 2018 menurut BPS Kota
Semarang Dalam Angka 2019 berjumlah 115.174 jiwa yang terdiri dari 58.681 laki-laki dan
58.493 perempuan.
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
LAKI-LAKI 40.219 42.893 44.638 45.928 46.912 47.854 49.086 50.149 56.681
PEREMPUAN 40.381 42.984 44.329 45.599 46.527 47.357 48.459 49.359 58.493
JUMLAH 80.600 85.877 88.967 91.527 93.439 95.211 97.545 99.508 115.174
PENGUSAHA 1.341 113 123 126 127 126 128 130 263
BURUH
19.570 16.804 18.244 18.244 18.917 18.762 19.059 19.362 39.053
INDUSTRI
BURUH
4.310 5.276 5.728 5.728 5.940 5.891 5.984 6.079 12.261
BANGUNAN
PEDAGANG 4.530 4.715 5.119 5.119 5.308 5.264 5.348 5.433 10.958
ANGKUTAN 1.124 951 1.033 1.033 1.071 1.062 1.079 1.096 2.210
PNS/ABRI 1.329 2.132 2.315 2.315 2.400 2.380 2.418 2.457 4.955
PENSIUNAN 538 501 544 544 564 559 568 577 1.164
JASA/LAINNYA 11.466 2.431 2.639 2.639 2.737 2.714 2.757 2.801 5.649
JUMLAH 49.285 41.552 45.114 45.382 46.778 46.392 47.128 47.877 96.567
115.174 jiwa
KA = 1.097.148 Ha = 0,1049 jiwa/Ha
b. Terminal Terboyo
Terminal Terboyo merupakan terminal yang terletak di kelurahan Terboyo Wetan,
Kecamatan Genuk. Terminal ini juga merupakan salah satu tempat yang penting di Kecamatan
Genuk terutama Kota Semarang karena terminal ini merupakan salah satu terminal yang
berperan penting di Kota Semarang. Meskipun banyak terminal di Semarang namun sejak
dulu Terminal Terboyo yang menjadi pilihan
tempat pemberhentian orang-orang, bahkan
hampir menjadi terminal icon di Semarang.
Eksistensi Terminal Terboyo pun masih berlanjut
bahkan hingga kini meskipun Terminal Terboyo
telah dialihfungsikan untuk terminal truk atau
tempat pemberhentian truk namun masih banyak
juga penumpang dan bus-bus yang menunggu di
Terminal Terboyo. Hal ini juga didukung oleh letak
terminal yang strategis karena berada di jalur
pantura.
e. Pasar Genuk
Pasar Genuk ini berada di kelurahan Genuksari dan merupakan salah satu tempat yang
memiliki peran penting bagi Kecamatan Genuk. Hal ini karena peran pasar penting dalam
kehidupan terkait dengan pemenuhan kebutuhan,
pasti akan banyak orang yang berdatangan ke
pasar terlebih jika pasar besar pasti orang akan
lebih memilih datang kesana karena barang atau
produk yang dijual lebih lengkap. Selain itu dari
segi sejarahnya juga Pasar Genuk sangat kental
dengan terbentuknya Genuk dan tokoh-tokoh
dibalik terbentuknya Genuk, seperti menurut
cerita warga tentang wafat dan dimakamkannya
ajudan Sunan Kalijaga yang dipercaya warga
berada di tengah Pasar Genuk.