Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN AKHIR

STRATEGI PENGADAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA YANG LAYAK DAN


TERJANGKAU BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH YANG BEKERJA PADA
SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Studi Kasus: Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Semarang


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perumahan dan Permukiman
(TKP 438)

Dosen Pengampu :
Dr. Ing. Asnawi, ST
Ir. Nany Yuliastuti, MSP
Dr.-Ing. Wisnu Pradoto, MSP
Sariffuddin, ST, MT

Oleh:
Kelompok 8 B

Alwan Fauzan Atmaja 21040113140122


Putri Auliza Wulandari 21040113120018
Dhita Mey Diana 21040113120028
Dhafina Almas 21040113130108
Septian Edo AP 21040113130136
Annisa Bayanti N. 21040113140132

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengertian Rumah
adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Permukiman sering disebut perumahan dan
atau sebaliknya permukiman berasal dari kata housing dalam bahasa inggris yang artinya adalah perumahan dan
kata human settlement yang artinya adalah permukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau
kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana lingkungan. Perumahan menitikberatkan pada fisik atau benda mati,
yaitu house dan land settlement. Permukiman memberikan kesan tentang pemukiman atau kumpulan pemukim
beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga permukiman menitikberatkan pada sesuatu yang
bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan permukiman
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakikatnya saling melengkapi
(Kurniasih, 2007).
Pada dasarnya, rumah merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat. Pada pasal 3 UU No.1 Tahun
2011 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan rumah yang layak huni dan terjangkau adalah rumah yang memenuhi
persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya, yang
mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Perumahan dan permukiman juga menjadi perhatian pemerintah
dalam penyediaan hunian yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat. Sehingga, perlu adanya pengembangan
perumahan dan permukiman yang terpadu, terarah dan terencana. Oleh karena itu, perumahan dan permukiman
juga merupakan bagian dari fokus perencanaan wilayah dan kota.
Pertumbuhan penduduk yang setiap tahun semakin meningkat, berbanding lurus dengan permintaan akan
hunian yang layak. Peningkatan kebutuhan tersebut tidak dapat diimbangi dengan supply pemenuhan kebutuhan
perumahan dan permukiman. Maka supply untuk pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman semakin sulit
dengan kenyataan bahwa semakin sedikit lahan yang tersedia sebagai perumahan dan permukiman sehingga harga
untuk lahan tersebut sangat tinggi. Kebutuhan perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup
masyarakat, baik kalangan atas, menengah, maupun bawah. Namun sebagian masyarakat kita, khususnya
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih banyak yang belum memiliki rumah layak huni. Permasalahan
tersebut muncul antara lain disebabkan rendahnya dan terbatasnya daya beli masyarakat berpenghasilan rendah.
Apalagi pada kondisi seperti sekarang ini, dimana beban ekonomi yang semakin berat.
Universitas Diponegoro merupakan salah satu Universitas terkemuka di Indonesia. Universitas tersebut
berada di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Keberadaan Universitas Diponegoro ini menjadi daya tarik untuk

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 1


banyak orang untuk bekerja baik segi formal maupun non formal di sekitar kampus. Banyaknya masyarakat yang
menggantungkan nasibnya di daerah ini, menimbulkan semakin banyak pula permintaan akan hunian yang layak
bagi MBR khususnya yang bekerja di sektor formal dan informal sekitar Kampus Universitas Diponegoro.
Berdasarkan hal tersebut diperlukan strategi untuk mengatasi permintaan permukiman di Kota Semarang khususnya
di Kecamatan Tembalang. Rumah susun merupakan jawaban paling rasional yang dapat diterapkan untuk
menyediakan hunian yang mendekatkan masyarakat dengan tempat kerjanya. Bagi konsumen golongan menengah
ke bawah penyediaan hunian vertikal diwujudkan dalam bentuk rumah susun sewa sederhana (rusunawa). Hal
tersebut agar memenuhi kebutuhan hunian masyarakat berpenghasilan rendah serta meningkatkan kualitas hunian
di lokasi yang berdekatan dengan pusat pertumbuhan di Kota Semarang.

1.2 Perumusan Masalah


Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu terkait pengadaan rumah susun sederhana yang layak
dan terjangkau di Kawasan Universitas Diponegoro Kota Semarang adalah:
 Sulitnya mencari investor dalam pengadaan hunian layak dan terjangkau bagi MBR
 Terdapatnya rumah yang tidak sesuai dengan ketentuan/peraturan bangunan/lingkungan
 Mahalnya biaya pembangunan tempat tinggal yang layak dan sesuai peraturan
 Sulitnya mencari lahan yang murah untuk tempat tinggal karena keterbatasan lahan
 Kurangnya sarana prasarana pendukung dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi MBR

1.3 Tujuan, danSasaran


1.3.1 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka laporan ini dibuat dengan tujuan untuk
menyusun konsep strategi pengorganisasian dan kemitraan pembangunan rumah susun yang terjangkau bagi
penyewa berpenghasilan rendah (low income people) yang bekerja pada sektor formal dan informal di Kota
Semarang.
1.3.2 Sasaran
 Mengetahui dasar hukum yag terkait dengan perumahan dan permukiman
 Mengidentifikasi kondisi fisik alam yang ada di wilayah studi;
 Melakukan inventarisasi masyarakat kurang mampu di wilayah studi sesuai dengan informasi yang didapatkan
dari kuisioner
 Identifikasi potensi dan masalah perumahan dan permukiman masyarakat kurang mampu di wilayah studi baik
dari segi fisik, sosial dan ekonomi
 Mengkompilasikan data, baik hasil kegiatan di lapangan dan hasil kuisioner
 Menentukan kawasan proritas perumahan dan permukiman masyarakat kurang mampu

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 2


 Menyusun kesimpulan dan rekomendasi terhadap penanganan kawasan perumahan dan permukiman
masyarakat kurang mampu di wilayah studi

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Spasial
Ruang lingkup spasial merupakan ruang lingkup wilayah amatan yang telah dilakukan survei. Ruang lingkup
spasial berada di Kecamatan Tembalang di Kelurahan Meteseh. Kelurahan Meteseh termasuk dalam BWK VI yang
berfungsi sebagai kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, dan pendidikan, dengan batas administrasi sebagai
berikut :
 Utara : Kelurahan Mangunharjo dan Bulusan
 Barat : Kelurahan Kramas dan Bulusan
 Timur : Kelurahan Mangunharjo dan Kabupaten Demak
 Selatan : Kelurahan Rowosari

Sumber: Bappeda Kota Semarang 2011


Gambar 1.1
Peta Kelurahan Meteseh
1.4.2 Ruang Lingkup Substansial
Dalam pembuatan laporan ini didasari dengan Perda Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 – 2013, RDTRK Semarang 2010 – 2030, RP4D Kota
Semarang Tahun 2008. Selain itu juga harus diperhatikan kondisi secara umum Kota Semarang dari sisi letak
geografis, topografi, penggunaan lahan, dan kependudukan.Untuk kecamatannya sendiri juga dilihat aspek
geografis, penggunaan lahan, kependudukan serta sarana dan prasaran yang tersedia. Selain itu terdapat potensi
dan permasalahan di perumahan masyarakat yang kurang mampu, baik yang ada di Semarang maupun yang ada di
kecamatan itu sendiri.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 3


Pada bagian analisis kawasan perumahan untuk masyarakat yang kurang mampu, terdapat analisis disektor
kependudukan dan karakteristik rumah yang ada, baik secara makro (Kecamatan) maupun mikro (Kelurahan).
Setelah itu menentukan kawasan yang menjadi prioritas untuk dibantu terlebih dahulu.Prioritas tersebut dapat
muncul setelah kita melakukan analisis.Kemudian hal terakhir adalah memberikan rekomendasi untuk menangani
perumahan yang menjadi prioritas maupun non prioritas.

1.5 Kerangka Pikir


Berikut adalah alur pemikiran penulis dalam penelitian mengenai penyediaan rumah susun yang layak huni
dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerja disektor formal dan informal disekitar
lingkungan Universitas Diponegoro dari tahap pencarian data, analisis hingga keluaran atau output penelitian yang
ingin dicapai.

Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016


Gambar 1.1
Bagan Kerangka Pikir

1.6 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan


Pendekatan dan metodologi dalam kegiatan penyusuanan laporan mengenai inventarisasi pemukiman
masyarakat kurang mampu di Kawasan Perencanaan terdiri dari tahapan dalam proses kegiatan sesuai lingkup yang

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 4


ada dalam TOR mulai dari mencari issu dan permasalahan, cara menganalisis sampai dengan output dalam
kegiatan ini. Proses kegiatan yang dibagi menjadi beberapa tahap dari mulai tahap persiapan sampai dengan
rencana dan prioritas lokasi penanganan perumahan masyarakat kurang mampu adalah sebagai berikut, yaitu isu
dan permasalahan; input; proses; output.

1.7 Sistematika Penulisan


Berikut adalah sistematika penulisan dalam penyusunan laporan ini.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian penyediaan rumah susun bagi masyarakat
berpenghasilan rendah, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, kerangka pikir, dan
metodologi pelaksanaan pekerjaan.
BAB II KOTA SEMARANG DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN BAGI MBR
Bab ini membahas mengenai permasalahan permukiman yang dihadapi oleh pemerintah Kota Semarang
serta kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Semarang dalam menyediakan hunian
yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
BAB III STUDI PUSTAKA
Bab ini mencakup penjelasan-penjelasan yang menjadi dasar penelitian penyediaan rumah susun yang
layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerja disektor formal dan
informal disekitar lingkungan Universitas Diponegoro.
BAB IV STUDI LAPANGAN KARAKTERISTIK FISIK DAN LINGKUNGAN
Bab ini membahas mengenai karakteristik fisik berupa fasilitas-fasilitas penunjang hunian, penggunaan
lahan, dan daya dukung lahan serta kependudukan.
BAB V KONSEP RENCANA PENGADAAN PERUMAHAN YANG LAYAK DAN TERJANGKAU
Bab ini membahas konsep rencana pengadaan rumah susun yang layak huni dan terjangkau bagi
masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerja disektor formal dan informal di Kawasan Universitas
Diponegoro berdasarkan analisis karakteristik fisik dan non fisik lokasi rencana pembangunan rusunawa.
BAB VI KONSEP DAN STRATEGI KEMITRAAN
Bab ini membahas mengenai konsep kerjasama dengan lembaga terkait dalam pelaksanaan
pembangunan, pembiayaan, pengadaan lahan, dan pelaksanaan pembangunan rumah susun yang layak
huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerja disektor formal dan informal.
BAB VII PENUTUP DAN REKOMENDASI
Bab berisi kesimpulan dari seluruh laporan ini serta rekomendasi dalam pengadaan rumah susun yang
layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerja disektor formal dan
informal disekitar lingkungan Universitas Diponegoro.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 5


BAB II
GAMBARAN UMUM DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN BAGI MBR

2.1 Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Kota Semarang


Dalam pembukaan UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Salah satu aspek
mendasar dalam kehidupan yang layak dan sesuai dengan martabat kemanusiaan adalah setiap warga negara
harus memiliki rumah tempat berteduh dan bermukim. Oleh karena itulah, perumahan dan permukiman amat
mendasar hakikatnya bagi upaya pembangunan yang berjiwa pemerataan dan berkeadilan. Cita-cita mulia
pembukaan UUD 1945 menyatakan, kebutuhan sandang, pangan dan papan tiap warga wajib terpenuhi. Namun
demikian, faktanya saat ini masih banyak masyarakat yang tinggal dan bermukim di bantaran sungai, tepian rel
kereta api, kolong jembatan dan lahan-lahan kosong yang tidak layak huni karena sejatinya tidak diperuntukkan
untuk permukiman dan tidak dilayani infrastruktur secara memadai seperti air bersih, listrik dan sanitasi. Masyarakat
kesulitan mengakses rumah yang murah, sehat dan layak huni hingga akhirnya muncullah permukiman kumuh.
Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan permasalahan umum perumahan dan permukiman di setiap
daerah yang ada di Indonesia, termasuk kota Semarang.
Permukiman kumuh dan permukiman liar yang muncul, baik itu di kota Semarang maupun daerah lain yang
ada di Indonesia, diakibatkan dari banyaknya masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak
mampu membeli rumah pribadi karena harga yang ditawarkan tidak terjangkau. Pemerintah sudah berusaha
membangun dan menyediakan rumah atau rumah susun bersubsidi, namun pada praktiknya banyak yang tidak tepat
sasaran (masyarakat berpenghasilan rendah) dan justru dijadikan ladang untuk berbisnis (diperjual-belikan,
disewakan). Selain itu, rumah atau rumah susun bersubsidi biasanya memiliki fasilitas yang kurang memadai serta
letaknya yang jauh dari tempat kerja sehingga mengurangi minat masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan
rendah, untuk menempati hunian tersebut dan memilih tinggal di rumah liar atau permukiman kumuh yang dekat
dengan tempat kerja mereka dan memiliki harga yang terjangkau.

2.2 Kebijakan Pembangunan Perumahan di Kota Semarang


Kota Semarang merupakan salah satu dari kota – kota besar di Indonesia yang mengalami perkembangan
cukup pesat. Kondisi ini ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, hal ini dibuktikan
dengan jumlah penduduk yang mencapai 1.584.881 jiwa di tahun 2014 (Kota Semarang dalam Angka tahun 2015).
Sebagai wilayah perkotaan, Semarang tidak luput dari permasalahan permukiman kumuh (slum) dan permukiman
liar (squatter). Oleh karena itu, upaya memperbaharui suatu kawasan perkotaan dengan meningkatkan mutu
lingkungan permukiman penduduk diwujudkan melalui pembangunan permukiman sebagai bentuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 6


memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur (Pasal 5: UU No. 4 Tahun 1992
Tentang Perumahan dan Permukiman).
Pembaharuan kawasan perkotaan ini merupakan bentuk peremajaan kota sebagai solusi dalam
perencaanaan tata ruang yang baik. Pemerintah Kota Semarang mengambil suatu kebijakan dalam peremajaan kota
melalui pembangunan rumah susun, yang dituangkan dalam Perda Kota Semarang nomor 14 tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011- 2031 dalam pasal 80 poin B yang menyebutkan bahwa
rencana pengembangan kawasan perumahan kepadatan tinggi salah satunya melalui peningkatan kualitas hunian di
kawasan perumahan melalui pembangunan secara vertikal (rumah susun/apartemen). Rumah susun adalah
bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian – bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan – satuan yang
masing – masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama (Pasal 1: UU nomor 20 tahun 2011 Tentang Rumah
Susun).
Kota Semarang mengalami perkembangan cukup pesat, didukung pula sebagai kota transit yang
menunjukkan bahwa Kota Semarang berpotensi dalam sektor perekonomian, bisnis dan jasa menyebabkan
banyaknya investor yang berniat mendirikan bangunan rumah susun berskala besar dan modern. Hal ini perlu
diantisipasi pemerintah Kota Semarang agar pembangunan rumah susun dapat sesuai target dan tepat sasaran.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Semarang berencana membuat Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang
pembuatan rumah susun dan apartemen berikut dengan fasilitas umum dan sosial sebagai bukti bahwa
pembangunan rumah susun merupakan bentuk perhatian Pemerintah Kota Semarang. Rencana pemerintah dalam
membuat Peraturan Daerah (Perda) ini pernah tercantum dalam media Semarang Metro edisi 18 Mei 2012.
Kawasan perumahan dalam RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031 meliputi kawasan perumahan dengan
kepadatan tinggi, sedang, dan rendah. Adapun ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan perumahan seperti
yang terdapat pada RTRW Kota Semarang tersebut meliputi:
a. Pengembangan perumahan vertikal (rumah susun/apartemen) dilakukan di kawasan pusat kota (BWK I, BWK
II dan BWK III) dan kawasan lainnya yang terdapat kawasan permukiman padat dan kumuh dengan tujuan
untuk menambah ruang terbuka hijau dengan KDB paling tinggi 80 %;
b. Pengembangan perumahan kepadatan sedang sampai tinggi diarahkan pada BWK IV, BWK V, BWK VI, BWK
VII dan BWK X dengan koefisien dasar bangunan paling tinggi 60% (enam puluh persen);
c. Pengembangan rumah tinggal tunggal diizinkan paling tinggi 3 (tiga) lantai;
d. Pengembangan perumahan di BWK IV, BWK V, BWK VI, BWK VII, BWK VIII, BWK IX, dan BWK X yang
dilakukan oleh pengembang paling sedikit 10.000 m2 untuk perumahan landed house sedangkan dengan luas
lahan kurang dari 10.000 m2 dapat diizinkan dengan ketentuan pengembangan vertikal dan paling sedikit 50
rumah dengan tetap menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas;

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 7


e. Pembangunan perumahan wajib menyediakan prasarana, sarana dan utilitas dengan proporsi 40% dari luas
lahan termasuk penyediaan RTH publik paling sedikit 20% dari luas lahan perumahan;
Selain itu, terdapat Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) kabupaten/kota. RPIJM disusun
mengacu pada kebijakan spasial dan sektoral, baik di tingkat nasional maupun daerah. Kebijakan spasial meliputi
RTRWN, RTRW Provinsi, dan RTRW Kabupaten/Kota. Sedangkan kebijakan sektoral terdiri dari RPJMN, RPJMD
Provinsi, dan RPJMD Kabupaten/Kota. RPIJM perlu mempertimbangkan teknis dalam perencanaan pembangunan.

2.3 PertumbuhanEkonomidanKesenjanganEkonomi (gini ratio) Kota Semarang


Kinerja indikator-indikator tersebut sampai dengan tahun 2014 adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan PDRB
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu daerah dapat digambarkan dari
data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besaran PDRB dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai
kinerja perekonomian suatu wilayah pada suatu periode tertentu, terutama yang dikaitkan dengan kemampuan
suatu wilayah dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. PDRB juga dapat digunakan untuk mengetahui nilai
produk yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian
pada satu periode di suatu daerah tertentu.
b. Laju Inflasi
Dalam konteks ilmu ekonomi makro, inflasi adalah proses meningkatnya harga dari sekelompok barang dan
jasa secara terus menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar. Inflasi diukur sebagai persentase perubahan
Indeks Harga Konsumen (indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu), deflektor Produk Domestik
Bruto (menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, atau indeks-indeks lain dalam tingkat
harga keseluruhan). Inflasi dapat disebabkan antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya
likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau spekulasi, serta akibat adanya ketidaklancaran suplai dan distribusi
barang. Jika besarannya tidak terkendali, inflasi akan mempengaruhi kondisi perekenomian masyarakat.
Perkembangan inflasi di Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh kebijakan makro ekonomi dari Pusat yang
memengaruhi kenaikan harga-harga. Inflasi Kota Semarang di tahun 2014 meningkat menjadi sebesar 8,53%
dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebesar 8,19%. Untuk tahun 2014, angka inflasi Kota Semarang ini lebih
tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah yang tercatat sebesar 8,22%, namun masih lebih rendah dibandingkan
inflasi nasional yang sebesar 8,36%. Seperti terlihat dalam grafik dibawah ini:
c. Pendapatan per Kapita
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu daerah. Pendapatan per
kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan suatu daerah dengan jumlah penduduk daerah tersebut.
Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolok
ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah daerah; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 8


makmur daerah tersebut Ditinjau dari jumlah PDRB Perkapita (atas dasar harga berlaku) pada tahun 2011-2014,
Kota Semarang mengalami peningkatan pada tahun 2014. Pada tahun 2013 nilainya sebesar Rp. 39.124.435,42 dan
di tahun 2014 nilainya meningkat menjadi Rp. 43.230.365,42. Peningkatan nilai PDRB per kapita ini secara umum
menandakan adanya tingkat pendapatan masyarakat yang lebih baik, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Kota
Semarang.
d. Indeks Gini
Untuk memberikan gambaran tentang tingkat pemerataan maupun ketimpangan pendapatan Kota Semarang
digunakan pendekatan teori Gini Ratio yaitu menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah
pola pengeluaran suatu masyarakat ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang atau tinggi. Indeks gini adalah
ukuran ketimpangan ekonomi dalam pendapatan distribusi yang ditentukan dengan koefisien gini rasio antara 0 – 1
(>0 dan<1).Dari data BPS tahun 2013 seperti terlihat pada tabel diatas, indeks Gini Ratio Kota Semarang tahun 2014
diperkirakan akan mencapai angka (0,3836). Meski hal ini berarti ketimpangan pendapatan penduduk di Kota
Semarang masih dalam level sedang, namun tetap harus menjadi perhatian Pemerintah Kota Semarang karena
angka ketimpangan ini menunjukkan peningkatan dari tahun 2012 yang hanya menunjuk pada angka 0,3518.
e. Rasio Penduduk Miskin
Pemerintah Kota Semarang memperhitungkan rasio kemiskinan di Kota Semarang didasarkan pada
identifikasi dan verifikasi warga miskin yang dilakukan setiap 2 tahun sekali dan akan dituangkan kedalam
Keputusan Walikota. Untuk tahun 2013 sesuai dengan Keputusan Walikota Semarang Nomor 050/716 Tentang
Penetapan Warga Miskin Kota Semarang Tahun 2013 jumlah warga miskin mencapai 373.978 jiwa atau mencapai
21,49 %. Sedangkan untuk data warga miskin tahun 2014 masih menggunakan data tahun lalu dan akan dilakukan
identifikasi dan verifikasi ulang di tahun 2015. Meski secara statistik angka ini mengalami penurunan cukup signifikan
dari tahun sebelumnya namun masih diperlukan usaha yang cukup keras bagi Pemerintah Kota Semarang untuk
mencapai target indikator yang tertuang dalam dokumen RPJMD 2010-2015. Sebagai bahan pertimbangan,
berdasarkan data versi BPS Prov. Jateng, data rilis September 2012 rasio penduduk miskin Kota Semarang hanya
menyentuh angka 5,13% dan bahkan jauh lebih rendah bila dibandingkan angka kemiskinan Jawa Tengah yang
mencapai rasio 14,46% atau 4.836 juta jiwa per bulan Maret tahun 2014.

2.4 PermukimanKumuh di Kota Semarang


Salah satu indikasi rumah sehat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah rumah tinggal yang
memiliki luas lantai per kapita minimal 10 m2. Pada tahun 2014 masih ada sekitar 12,31% rumah tangga yang
menempati rumah dengan luas lantai kurang dari 20 m2. Selain itu masih ada sekitar 0,57% rumah tangga yang tidak
memakai jamban untuk keperluan buang air besar. Kondisi perumahan di Kota Semarang terlihat semakin membaik
selama periode 2013–2014. Hal ini dapat dilihat pada meningkatnya jumlah rumah tangga yang memiliki perumahan
dengan kondisi lantai bukan tanah, beratap layak dan berdinding permanen. Persentase rumahtangga dengan lantai

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 9


rumah bukan tanah pada tahun 2014 mencapai 95,79%, sementara itu hampir semua rumahtangga tinggal di rumah
dengan atap yang layak. Selain itu persentase rumah tangga yang menempati rumah dengan dinding
permanen/tembok jumlahnya hampirmencapai 91,73%.
Akses terhadap air minum bersih tampaknya masih menjadi masalah yang serius bagi penduduk di Kota
Semarang, hal ini terlihat dari masih tingginya persentase rumah tangga dengan jarak penampungan tinja yang
kurang dari 10 m. Dari rumah tangga yang memakai sumber air minum dengan air yang diambil dari dalam tanah,
masih ada 2,78% dengan jarak ke penampungan tinja <10 m. Pemakaian air ledeng sebagai sumber air minum pada
tahun 2014, tercatat sudah lebih dari 20%. Beberapa hal tersebut yang belum bisa dipenuhi oleh hunian yang dimiliki
oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah menyebabkan rumah mereka kurang sehat dan terkesan kumuh.
Proses terbentuknya permukiman kumuh, terjadi karena para pekerja memilih tinggal di dekat tempat kerja.
Perkembangan Kota Semarang bermula dari sekitar pelabuhan yang diikuti pertumbuhan industri di sekitar Genuk
dan Kaligawe. Sementara perdagangan dan jasa berada di sekitar Johar. Perkembangan yang begitu pesat di pusat
perdagangan, industri, dan jasa mengakibatkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Sementara pada bagian
lain, para pendatang seringkali tidak memiliki keterampilan dan bekal yang cukup dari kampung halaman. Kondisi
permukiman kumuh itu berbeda dengan standar permukiman yang ada di kota. Permukiman itu, acap tidak layak
huni lantaran kotor, lusuh, tidak sehat, tidak tertib, dan tidak teratur. Tapi hingga saat ini keberadaan rumah kurang
sehat di semarang semakin berkurang seiring dengan di galakkannya program pemerintah dalam rangka penyediaan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Berikut merupakan jumlah rumah kurang sehat dalam 5 tahun
terakhir :
TabelII.1
Jumlah Rumah Kurang Sehat Kota Semarang 2010-2014
No Tahun Rumah Kurang Sehat
1 2010 37.118
2 2011 37.806
3 2012 33.858
4 2013 31.611
5 2014 35.316
Sumber :BPS Kota Semarang, 2015

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 10


BAB III
STUDI PUSTAKA

3.1 Pengertian MBR (low income people)


Masyarakat Berpenghasilan Rendah merupakan keluarga/ rumah tangga yang mempunyai penghasilan
maksimun Rp1,5 juta pertahun (Kemen PU, 2016). Berdasarkan konsep pemerintah, MBR yang berhak
mendapatkan subsidi perumahan adalah masyarakat dengan penghasilan maksimal Rp3,5 juta untuk rumah tapak
dan Rp 5,5 juta untuk rusun. Batasan penghasilan ini dinaikkan dari sebelumnya Rp2,5 juta rumah tapak dan Rp4,5
juta untuk rusun. Penghasilan MBR ini harus memiliki struk gaji, sehingga dinilai bankable oleh lembaga
keuangan.MBR yang mesti disubsidi pemerintah dalam mendapatkan tempat tinggal. Kedua kelompok MBR itu
adalah masyarakat formal dan informal yang memiliki keterbatasan menjangkau harga rumah, seperti tukang bakso,
pramuniaga, tukang sate, dan sebagainya. Keduanya memiliki persamaan berupa memiliki penghasilan.Definisi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang berhak mendapatkan subsidi pembiayaan perumahaan perlu
diubah. Pengubahan definisi dikarenakan konsep MBR saat ini belum mencakup golongan masyarakat
berpenghasilan tidak tetap atau informal. (Bersatu, 2012).

3.2 Rumah Layak Huni (Adequate Housing) dan Terjangkau (Affordable Housing)
Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, disebutkan bahwa
permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Dan berdasarkan PP No. 80 tahun 1999 tentang
kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun berdiri sendiri, rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi
persyaratan kesehatan, keselamatan dan kenyamanan.Menurut Silas (2008: 369), rumah disebut layak bila
memenuhi aspek sehat, aman, terjamin, dapat dicapai dan mampu dibayar, termasuk kebutuhan dasar, bebas
dikriminasi dan kepastian kepemilikannya.

3.3 Peraturan Terkait Perumahan dan Permukiman


3.3.1 Pengadaan Lahan
Pengadaan lahan adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan lahan dengan cara memberikan ganti rugi
kepada yang melepaskan atau menyerahkan lahan, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan
lahan. Pengadaan lahan dapat dilakukan oleh pihak swasta dan pemerintah. Pengadaan lahan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah untuk pelaksanaan pembangunan demi kepentingan umum dapat dilaksanakan dengan
carapelepasan atau penyerahan hak atas lahan, atau juga dengan pencabutan hak atas lahan. Menurut Pasal 2 ayat

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 11


(2) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan lahan Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, bahwa pengaturan
pengadaan lahan untuk kepentingan umum ditegaskan sebagai berikut:
“Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan lahan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pembangunan
untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah
ditetapkan lebih dahulu “
Selanjutnya mengacu pada Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang,
disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk :
a. Mengetahui rencana tata ruang;
b. Berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang;
c. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Susunan Panitia Pengadaan lahan Kabupaten atau Kota terdiri sebagai berikut:
a. Sekretaris Daerah sebagai ketua merangkap anggota.
b. Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai wakil ketua merangkap anggota.
c. Kepala Kantor Perlahanan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai sekretaris merangkap anggota.
d. Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan lahan atau
pejabat yang ditunjuk sebagai anggota.
3.3.2 Pembiayaan
Secara umum pembiayaan pembangunan rumah susun di Indonesia masih bersumber pada dana APBN dan
APBD, sehingga dengan adanya ketergantungan terhadap APBN dan APBD akan ada permasalahan bila sewaktu-
waktu dana yang didapatkan tidak sesuai dengan rencana anggaran. Untuk itu, perlu adanya strategi pembiayaan
yang relevan dengan menggunakan alternatif-alternatif sumber pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan
pembangunan secara umum dapat dibagi menjadi sumber pembiayaan konvensional dan sumber pembiayaan non-
konvensional. Sumber pembiayaan konvensional antara lain transfer, hutang, dan laba perusahaan, sedangkan
sumber pembiayaan non konvensional terdiri dari Development Exaction, Joint Venture, dan Obligasi.
3.3.3 Sarana dan Prasarana
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan
Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Perumahan & Permukiman di Daerah pada BAB IV tentang Prasarana, Sarana, dan
Utilitas menjelaskan bahwa prasarana, sarana, dan utilitas untuk perumahan dan permukiman yang harus di
sediakan oleh pengembang antara lain:
Pada pasal 8 menjelaskan bahwa prasarana perumahan dan permukiman antara lain jaringan jalan;
jaringan saluran pembuangan air limbah; jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase); dan tempat

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 12


pembuangan sampah. Sedangkan pada pasal 9 menjelaskan bahwa sarana perumahan dan permukiman antara lain
sarana perniagaan/perbelanjaan; sarana pelayanan umum dan pemerintahan; sarana pendidikan; sarana kesehatan;
sarana peribadatan; sarana rekreasi dan olah raga; sarana pemakaman; sarana pertamanan dan ruang terbuka
hijau; dan sarana parkir.

3.4 Peraturan, Pedoman, PersyaratanTeknis Lingkungan Siap Bangun (LISIBA), Rumah Susun yang Layak
dan Terjangkau
Di Indonesia terdapat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2007 tentang pedoman teknis
pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi. Rumah susun tersebut dibangun untuk memenuhi
kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah dan berpenghasilan rendah terutama di kota
metropolitan/besar. Kriteria perencanaan rusuna bertingkat tinggi meliputi kriteria umum dan kriteria khusus. Kriteria
umum yang dimaksud adalah kriteria persyaratan untuk pemenuhan tujuan pengaturan bangunan gedung,
sedangkan kriteria khusus adalah kriteria persyaratan untuk pemenuhan tujuan pengaturan bangunan rusuna
bertingkat tinggi. Berikut adalah kriteria perencanaan rusuna bertingkat tingi:
1. Kriteria Umum
Penyelenggaraan Rusuna Bertingkat Tinggi harus memenuhi kriteria umum perencanaan sebagai berikut:
a. Bangunan Rumah Rusuna Bertingkat Tinggi harus memenuhi persyaratan fungsional, andal, efisien,
terjangkau, sederhana namun dapat mendukung peningkatan kualitas lingkungan di sekitarnya dan
peningkatan produktivitas kerja.
b. Kreativitas desain hendaknya tidak ditekankan kepada kemewahan material, tetapi pada kemampuan
mengadakan sublimasi antara fungsi teknik dan fungsi sosial bangunan, dan mampu mencerminkan
keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya;
c. Biaya operasi dan pemeliharaan bangunan gedung sepanjang umurnya diusahakan serendah mungkin;
d. Desain bangunan rusuna bertingkat tinggi dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat dilaksanakan dalam waktu
yang pendek dan dapat dimanfaatkan secepatnya.
e. Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus diselenggarakan oleh pengembang atau penyedia jasa konstruksi
yang memiliki Surat Keterangan Ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kriteria Khusus
a. Rusuna bertingkat tinggi yang direncanakan harus mempertimbangkan identitas setempat pada wujud
arsitektur bangunan tersebut;
b. Masa bangunan sebaiknya simetri ganda, rasio panjang lebar (L/B) < 3, hindari bentuk denah yang
mengakibatkan puntiran pada bangunan;
c. Jika terpaksa denah terlalu panjang atau tidak simetris : pasang dilatasi bila dianggap perlu;

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 13


d. Lantai Dasar dipergunakan untuk fasos, fasek dan fasum, antara lain : Ruang Unit Usaha, Ruang Pengelola,
Ruang Bersama, Ruang Penitipan Anak, Ruang Mekanikal-Elektrikal, Prasarana dan Sarana lainnya, antara
lain Tempat Penampungan Sampah/Kotoran;
e. Lantai satu dan lantai berikutnya diperuntukan sebagai hunian yang 1 (satu) Unit Huniannya terdiri atas : 1
(satu) Ruang Duduk/Keluarga, 2 (dua) Ruang Tidur, 1 (satu) KM/WC, dan Ruang Service (Dapur dan Cuci)
dengan total luas per unit adalah 30 m2.
f. Luas sirkulasi, utilitas, dan ruang-ruang bersama maksimum 30% dari total luas lantai bangunan;
g. Denah unit rusuna bertingkat tinggi harus fungsional, efisien dengan sedapat mungkin tidak menggunakan
balok anak, dan memenuhi persyaratan penghawaan dan pencahayaan;
h. Struktur utama bangunan termasuk komponen penahan gempa (dinding geser atau rangka perimetral) harus
kokoh, stabil, dan efisien terhadap beban gempa;
i. Setiap 3 (tiga) lantai bangunan rusuna bertingkat tinggi harus disediakan ruang bersama yang dapat
berfungsi sebagai fasilitas bersosialisasi antar penghuni.
j. Sistem konstruksi rusuna bertingkat tinggi harus lebih baik, dari segi kualitas, kecepatan dan ekonomis
(seperti sistem formwork dan sistem pracetak) dibanding sistem konvensional;
k. Dinding luar rusuna bertingkat tinggi menggunakan beton pracetak sedangkan dinding pembatas antar
unit/sarusun menggunakan beton ringan, sehingga beban struktur dapat lebih ringan dan menghemat biaya
pembangunan.
l. Lebar dan tinggi anak tangga harus diperhitungkan untuk memenuhi keselamatan dan kenyamanan, dengan
lebar tangga minimal 110 cm;
m. Railling/pegangan rambat balkon dan selasar harus mempertimbangkan faktor privasi dan keselamatan
dengan memperhatikan estetika sehingga tidak menimbulkan kesan masif/kaku, dilengkapi dengan
balustrade dan railling;
n. Penutup lantai tangga dan selasar menggunakan keramik, sedangkan penutup lantai unit hunian
menggunakan plester dan acian tanpa keramik kecuali KM/WC;
o. Penutup dinding KM/WC menggunakan pasangan keramik dengan tinggi maksimum adalah 1.80 meter dari
level lantai.
p. Penutup meja dapur dan dinding meja dapur menggunakan keramik. Tinggi maksimum pasangan keramik
dinding meja dapur adalah 0.60 meter dari level meja dapur;
q. Elevasi KM/WC dinaikkan terhadap elevasi ruang unit hunian, hal ini berkaitan dengan mekanikal-elektrikal
untuk menghindari sparing air bekas dan kotor menembus pelat lantai;
r. Material kusen pintu dan jendela menggunakan bahan allumunium ukuran 3x7 cm, kusen harus tahan bocor
dan diperhitungkan agar tahan terhadap tekanan angin. Pemasangan kusen mengacu pada sisi dinding luar,

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 14


khusus untuk kusen yang terkena langsung air hujan harus ditambahkan detail mengenai penggunaan
sealant;
s. Plafond memanfaatkan struktur pelat lantai tanpa penutup (exposed);
t. Seluruh instalasi utilitas harus melalui shaft, perencanaan shaft harus memperhitungkan estetika dan
kemudahan perawatan;
u. Ruang-ruang mekanikal dan elektrikal harus dirancang secara terintegrasi dan efisien, dengan sistem yang
dibuat seefektif mungkin (misalnya : sistem plumbing dibuat dengan sistem positive suction untuk menjamin
efektivitas sistem).
v. Penggunaan lif direncanakan untuk lantai 6 keatas, bila diperlukan dapat digunakan sistem pemberhentian
lif di lantai genap/ganjil
Berikut merupakan prototype rusuna bertingkat tinggi oleh Kementerian Pekerjaan Umum:

(a) (b)
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2016
Gambar 3.1
Prototype Rusuna; (a) Tampak Potongan; (b) Denah Lantai Typical

3.5 Standar Perhitungan Biaya Pembangunan RumahTinggal yang Terjangkau


Perhitungan biaya pembangunan rumah tinggal dalam bentuk rumah susun memiliki standar yaitu
menggunakan analisis biaya dan manfaat untuk mengetahui besaran maupun kerugian serta kelayakan suatu proyek
pembangunan.
Analisa biaya dan manfaat digunakan untuk mengetahui besaran maupun kerugian serta kelayakan suatu
proyek pembangunan, yang meliputi pembiayaan maupun manfaat dari suatu program pembangunan. Analisis
biaya-manfaat (CBA), kadang-kadang disebut analisis manfaat-biaya (BCA), adalah proses sistematis untuk
menghitung dan membandingkan manfaat dan biaya dari proyek untuk dua tujuan:
 Untuk menentukan apakah itu adalah investasi yang sehat (pembenaran/kelayakan).
 Untuk melihat bagaimana membandingkan dengan proyek-proyek alternatif (peringkat/prioritas tugas).

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 15


3.6 Berbagai Program, Fasilitas dan Dukungan Pemerintah Terkait Pembiayaan, Pengadaan Lahan,
Pengurusan Perijinan dan Lain-Lain Dalam Kegiatan Pembangunan Perumahan Terjangkau Bagi MBR
Berdasarkan catatan pemerintah, MBR merupakan penyumbang angka backlog terbesar dari total backlog 15
juta unit. Backlog merupakan pesanan untuk barang atau jasa yang belum terlayani, pesanan untuk barang atau jasa
yang perusahaan belum sampaikan atau berikan kepada pelanggannya.Backlog yang disampaikan pemerintah
adalah adanya gap atau jurang pemisah antara jumlah rumah terbangun berbanding jumlah rumah yang dibutuhkan
masyarakat.Untuk terus memperkecil gap atau rationya, pemerintah melalui Kemenpera menggulirkan program 1
juta unit rumah bagi golongan MBR. Pemerintah juga menggandeng salah satu bank BUMN yang core bisnis-nya
berkenaan dengan pembiayaan rumah, yaitu BTN yang merupakan pelopor dalam urusan pembiayaan rumah atau
perumahan.Rumah murah bersubsidi itu dihargai tidak lebih dari Rp 125 juta, dan untuk bulan Oktober 2015 sudah
dipesan sebanyak 431.000 unit rumah. Menariknya, DP rumah murah bersubsidi itu hanya sebesar 1% atau sekitar
Rp 1,25 juta, dari sebelumnya sebesar 5%. Sementara bunga yang ditetapkan hanya sebesar 5% dari sebelumnya
7,5% dan berlaku flat (tetap), dengan tenor (jangka waktu angsuran) selama 25 tahun.
Pada Program Sejuta Rumah, ada dua jenis perumahan yang akan dibangun, yakni rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) berupa hunian yang memperoleh Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
dan rumah non-MBR yang di proyeksikan membangunan sekitar 30-40 ribu unit. Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat menyiapkan dua skema pengadaan lahan untuk mendorong keberlanjutan program sejuta
rumah, yakni melalui pembelian tanah oleh Perum Perumnas dan pemberian aset pemerintah dari Kementerian
Keuangan. Ketersediaan lahan menjadi persoalan utama dalam merumahkan masyarakat berpenghasilan rendah
atau MBR.Pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru sebagai landasan hukum, yaitu Peraturan Pemerintah
(PP) No.83/2015 sebagai pengganti PP No.15/2004.
Untuk menentukan apakah sebuah keluarga masuk ke dalam golongan MBR dan kemudian layak
mendapatkan subsidi rumah, terdapat sebuah klasifikasi yang dituangkan melalui Permenpera No 5/Permen/M/2007
pada tanggal 9 Februari 2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan dukungan fasilitas subsidi
perumahan melalui KPRS/KPRS Mikro Bersubsidi. Dalam peraturan menteri tersebut, Kemenpera menetapkan
kriteria MBR berdasarkan penghasilan masyarakat berdasar kelompok sasaran I sampai III, dengan besaran Rp1,7
juta s/d Rp2,5 juta (Kelompok Sasaran I), Rp1 juta s/d Rp1,7 juta (Kelompok Sasaran II), dan dibawah Rp1 juta
(Kelompok Sasaran III).

3.7 Lesson Learned Best Practice Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat
Rusunawa Jatinegara Barat merupakan contoh sistem penyediaan hunian bagi warga miskin yang efektif.
Meskipun dibangun oleh Kementerian PU dengan dana APBN, namun rusun yang pembangunannya dimulai tahun
2013 dapat dimulai setelah Pemprov DKI menyerahkan aset lahan untuk pembangunan rusunawa tersebutdengan
luas lahan 0,7 Ha. Kelebihan dari Rusunawa Jatinegara Barat, dibandingkan rusun-rusun lain adalah

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 16


peruntukkannya yang tepat sasaran dan sekelas apartemen. Rusunawa Jatinegara Barat ditujukan untuk merelokasi
warga Kampung Pulo yang sudah 30 tahun lebih selalu menolak direlokasi. Rusunawa Jatinegara Barat memiliki
lokasi yang tidak jauh dari perumahan warga yang akan ditertibkan, sehingga sangat strategis dengan biaya sewa
per bulan sebesar Rp 300.000 per unit. Lama pelaksanaan pembangunan rusunawa Jatinegara Barat adalah 1 tahun
(2013-2014), dengan total anggaran Rp160,24 miliar. Terdiri dari Tower A, 280 unit hunian tipe 30 (Rp81,45 miliar)
dan Tower B, 266 unit hunian tipe 30 (Rp78,79 miliar).

(a) (b)
Sumber: megapolitan.kompas.com
Gambar 3.2
Rumah Susun Sewa Jatinegara Barat; (a) Fasade Rusunawa; (b) Faslitas Rusunawa

Rusunawa Jatinegara terdiri dari dua tower, 16 lantai (KDB 40% dan KLB 4,5) dengan kapasitas mencapai
520 unit hunian dengan luas 30m2 per unit. Jenis rusun di Jatinegara Barat juga tidak lagi berkonsep Rusunami
(Rumah susun hak milik), tapi Rusunawa (Rumah susun sewa) hal ini untuk mencegah berpindahnya kepemilikan,
dijual ke orang-orang kaya yang pada akhirnya dijadikan lahan bisnis dengan disewakan lagi. Kasus yang banyak
terjadi adalah, mereka yang mendapatkan rusunami subsidi, menjualnya kepada para pemilik modal, lalu kembali ke
bantaran kali.
Rusunawa Jatinegara Barat juga dilengkapi empat lift orang dan satu lift barang. Di lantai satu, telah
disediakan satu unit rusun bagi kaum difabel, lobi, posko kesehatan dan ruang administrasi. Lantai dua ada area
yang disiapkan untuk sekolah PAUD, Pusat Jajanan Serba Ada (Pujasera) atau Food court. Selain itu di lantai dua
ada control room, genset dan panel room. Di control room ada 8 layar monitor untuk mengawasi 54 CCTV. Unit
hunian mulai di lantai tiga. Satu unit rusun berisi dua kamar tidur, satu kamar mandi dan sebuah ruangan yang bisa
digunakan sebagai dapur dan ruang tamu. Di dalamnya, fasilitasnya terbilang lengkap dan menggunakan teknologi
canggih ramah lingkungan. Contohnya di bawah wastafel terdapat grease trap yang berfungsi menyaring air
pembuangan Pengelola juga telah menyediakan satu kamar mandi yang telah dipasang shower.Di kamar mandi
maupun ruang tamu juga dipasangi exhaust atau sistem pembuangan hawa.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 17


BAB IV
KARAKTERISTIK FISIK DAN LINGKUNGAN

4.1 Studi Lapangan Karakteristik Pegawai Formal/Informal (MBR)


Universitas Diponegoro merupakan salah satu universitas di Kota Semarang yang terletak di Kecamatan
Tembalang. Adanya Kampus Undip membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan luar Semarang sebagai
tenaga pengajar, tenaga keamanan, dan lain sebagainya. Tenaga kerja yang ada terdiri dari tenaga formal dan
informal. Namun sayangnya, sebagian besar dari tenaga kerja di Kawasan Undip termasuk masyarakat
berpendapatan rendah sehingga belum memiliki rumah tinggal milik sendiri yang layak dan terjangkau.
4.1.1 Studi Lapangan Karakteristik Pegawai Formal (MBR)
Tenaga kerja formal yang ada di Kampus Undip terbagi menjadi tiga kategori yaitu pegawai tetap, pegawai
kontrak, dan pegawai outsourcing. Sebagian besar tenaga kerja formal yang ada merupakan pegawai kontrak
sebesar 73% seperti dosen tetap non pns dan pegawai bagian administrasi, bahkan paling sedikit adalah pegawai
outsourcing sebesar 4%. Dilihat dari status perkawinan tenaga kerja formal sebagian besar sudah menikah dengan
persentase sebesar 94,76%.

Status Pekerjaan Responden Status Perkawinan Responden


Pegawai Formal Pegawai Formal
13,11%

28,22% 30,24%
84, 67%
94,76%

Tenaga Kontrak Tetap ( PNS)


Outscoring/Lainnya Belum Menikah Menikah

(a) (b)
Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016
Gambar 4.1
(a) Status Pekerjaan Responden Pegawai; dan (b) Status Perkawinan Responden
Penghasilan tenaga kerja formal terbagi menjadi empat kelompok. Pegawai yang berpenghasilan 3,5 juta
sampai 5 juta sebesar 5,6%, pegawai dengan pengahasilan 2 juta hingga 3,5 juta sebesar 41,48%, pegawai dengan
penghasilan 1 juta sampai 2 juta sebesar 35,41%, dan pegawai dengan penghasilan di bawah 1 juta sebesar 1,1%.
Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai memiliki penghasilan di atas UMR Kota
Semarang. Dari penghasilan yang didapat, beberapa persennya dialokasikan untuk tempat tinggal. Sebagian besar
banyak bertempat tinggal dengan menyewa rumah atau pun kos. Sebagian besar pegawai formal yaitu 43%

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 18


bertempat tinggal dengan harga sewa rumah lebih dari 7,5 juta per tahunnya dan 2% dari total pegawai formal
bertempat tinggal dengan harga sewa rumah di bawah 3 juta.

Rata-Rata Penghasilan Responden Harga Sewa Rumah Responden Pegawai


Pegawai Formal per Bulan Formal
1,1% 1,1% 3,3% 22,17%
5,6%
51,39%

35,41% 40,30%
41,48%
18,14%
<Rp 300.000 per bulan
Rp 300.001-400.000 per bulan
< Rp 1.000.000 Rp 1j - 2jt Rp 2jt - 3,5 jt Rp 400.001-500.000 per bulan
3,5 jt - 5jt 5jt - 6,5 jt > 6,5 jt > Rp 500.000 per bulan

(a) (b)
Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016
Gambar 4.2
(a) Rata-Rata penghasilan Responden Pegawai per Bulan; dan (b) Harga Sewa Rumah Tinggal
Dari harga sewa yang dibayarkan untuk rumah tinggal, 62,7% sudah merasa puas akan kondisi rumah dan
lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Akan tetapi, ada beberapa juga yang memiliki keinginan untuk pindah rumah
dengan hak milik sendiri bukan sewa.

4.1.2 Studi Lapangan Karakteristik Pegawai Informal (MBR)

Status Pekerjaan Responden Pekerja Status Perkawinan Responden Pekerja Informal


Informal
3,17%
4% 4% 2% 7% 6% Buruh
Belum Menikah

Fotocopy 19,84%
Menikah
23% Wiraswasta
76,98% Duda/Janda
Karyawan
(meninggal)
54% Satpam
Supir

(a) (b)
Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016
Gambar 4.3
(a) Status Pekerjaan Pekerja Informal; dan (b) Status Perkawinan Responden Pekerja Informal
Tenaga kerja informal yang ada di sekitar Kampus Undip terbagi menjadi beberapa jenis pekerjaan seperti
buruh, tukang fotokopi, wiraswasta, karyawan, dan satpam. Sebagian besar tenaga kerja informal yang ada
merupakan wiraswasta sebesar 54% dan paling sedikit ialah juru parkir sebesar 2%. Dilihat dari status perkawinan

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 19


tenaga kerja non formal sebagian besar sudah menikah sebanyak 76,98%, belum menikah 19,84%, dan berstatus
janda atau duda 3,17%.
Penghasilan tenaga kerja informal terbagi menjadi empat kelompok. Pegawai yang berpenghasilan 3,5 juta
sampai 5 juta sebesar 17,46%, pegawai dengan pengahasilan 2 juta hingga 3,5 juta sebesar 21,43%, pegawai
dengan penghasilan 1 juta sampai 2 juta sebesar 53,97%, dan pegawai dengan penghasilan di bawah 1 juta sebesar
3,17%. Dari prosentase tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja non formal memiliki penghasilan di
atas UMR Kota Semarang. Dari penghasilan yang didapat, beberapa persennya dialokasikan untuk tempat tinggal.
Sebagian besar banyak bertempat tinggal dengan menyewa rumah atau pun kos. Sebagian besar pegawai non
formal yaitu 94% bertempat tinggal dengan harga sewa rumah di bawah 3 juta per tahunnya.

3,97% 3,17% Rata-Rata Penghasilan


Responden Pegawai Informal
per Bulan

17,46% < 1jt


Rp 1jt - 2jt
Rp 2jt - 3,5jt
21,43% 53,97% Rp 3,5jt - 5jt
> 6,5jt

Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016


Gambar 4.4
Rata-Rata Penghasilan Responden Pegawai Informal per Bulan

Dari harga sewa yang dibayarkan untuk rumah tinggal, 68% sudah merasa puas akan kondisi rumah dan
lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Akan tetapi, ada beberapa juga yang memiliki keinginan untuk pindah rumah
dengan hak milik sendiri bukan sewa. Pekerja non formal yang memiliki niat untuk pindah lebih berminat untuk
pindah ke rumah tapak sebesar 83% yang jaraknya 1 sampai 10 kilometer dari tempat kerja atau jika ditempuh
dalam jangka waktu 15 ampai 20 menit dengan harga sewa atau cicilan yang juga terjangkau yaitu 800.000 sampai
900.000 per bulan.
4.1.3 Analisis Penyediaan Rusunawa Ditinjau Dari Preferensi MBR di Kawasan Universitas Diponegoro
Pembahasan analisis preferensi masyarakat di Kawasan Undip dalam pemanfaatan rusunawa meliputi
empat hal penting yaitu fasilitas hunian yang dipilih oleh MBR sesuai dengan kondisi perokomian, ketersediaan MBR
dalam pemanfaatan rusunawa, pola pikir masyarakat terhadap pemanfaatan rusunawa, tipe dan fungsi vertical
houses yang diinginkan oleh MBR serta kajian beberapa hal yang dapat meningkatkan minat MBR terhadap vertical
houses. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa MBR memilih untuk pindah jika dibandingkan

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 20


tetap tinggal di hunian saat ini. 75% MBR ingin pindah ke hunian yang lebih layak dan 25% MBR yang tidak ingin
pindah dikarenakan keterbatasan dana dan sudah merasa nyaman tinggal di hunian saat ini.
Terdapat empat pilihan hunian yang ditawarkan kepada MBR yaitu rumah susun, rumah toko, rumah tapak
dan lainnya. Sebagian besar MBR yaitu 40% memilih rumah tapak karena biaya pembangunan sesuai kemampuan
dan hak milik. 27% MBR memilih rusunawa karena harga sewa yang murah, jumlah keluarga yang masih sedikit dan
hanya sementara di rusunawa. 25% MBR memilih lainnya seperti rumah kontrak karena sebagai hunian sementara,
harga sewa dapat disesuaikan dengan pendapatan, dianggap sebagai hunian yang nyaman. Dan hanya 8% MBR
yang memilih rumah toko melalui KPR Bank dan dinilai sebagai hunian yang paling nyaman.
Berdasarkan hasil studi maka dapat diketahui bahwa sebagaian besar MBR di Kawasan Undip tidak bersedia
tinggal di rusunawa. Terdapat 74% MBR di K yang tidak bersedia tinggal di rusunawa yang beralasan bahwa
rusunawa dinilai tidak nyaman dan tidak aman, tidak dapat dijadikan sebagai hak milik, harga sewa setiap bulan
dianggap sebagai beban yang berat, fasilitas di rusunawa kurang memadai dan hunian saat ini dianggap lebih
nyaman.

4.2 Gambaran Umum Rumah Susun Eksisting (Rumah Susun Karangroto)


Rumah Susun Karangroto berada di Kelurahan Karangroto, Kecamatan Genuk. Rusun ini sebenarnya terdiri
dari dua kawasan yaitu Rusun Karangroto Lama dan Rusun Karangroto Baru yang memiliki letak berdekatan tetapi
jalu pintu masuk yang berbeda jalan. Rusun Karangroto lama terdiri dari 3 lantai dan terdiri dari 2 tower tetapi
terkesan sangat kumuh dan rapuh. Sedangkan Rusun Karangroto baru terdiri dari 4 tower yaitu blok A, B, C, D dan
tiap blok memiliki warna berbeda serta terdiri dari 5 lantai. Rusun Karangroto masih sangat bagus dan rapi karena
merupakan bangunan baru yang mulai di huni tahun 2013. Setiap lantai merupakan 1 RT dan tiap blok merupakan
paguyuban yang terdiri dari 4 RT karena lantai paling bawah hanya digunakan sebagai tempat parkir dan fasilitas
umum. Blok A dan B merupakan 1 RW yaitu RW 12 dimana blok A tediri dari RT 1,2,3, dan 4 sedangkan blok B
terdiri dari RT 5,6,7, dan 8. Begitu juga dengan Blok C dan D merupakan 1 RW yaitu RW 13 dimana blok C tediri dari
RT 1,2,3, dan 4 sedangkan blok D terdiri dari RT 5,6,7, dan 8.

(a) (b)
Sumber: (a) google.map.com; (b) Hasil Observasi Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016
Gambar 4.5
(a) Peta Citra; dan (b) Rumah Susun Sewa Karangroto
4.2.1 Aspek Kelembagaan/Kemitraan
Rusun Karangroto dikelola oleh Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Semarang. Setiap bulannya
ada pemantauan dari dinas dan juga memungut uang sewa serta biaya listrik dan air yang sudah di kolektifkan tiap

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 21


paguyuban. Tiap lantai memiliki perangkat RT yang lengkap serta peraturan dan kegiatan yang diatur oleh masing-
masing lantai. Meskipun setiap lantai berjalan dengan kegiatannya masing-masing, tetapi setiap bulan diadakan
acara paguyuban baik berupa kerja bakti ataupun kegiatan lainnya yang mampu menciptakan kekompakan antar
warganya.
4.2.2 Aspek Peraturan/Ketentuan Bangunan/Lingkungan
Peraturan yang ada pada rusun yaitu peraturan yang di tetapkan oleh Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota
Semarang berupa Peraturan dan Tata Tertib Bangunan Penghuni.
4.2.3 Aspek Pembiayaan
Pembangunan Rusun Karangroto tersebut dibiayai oleh Kementerian Perumahan Rakyat dengan anggaran
dana sebesar Rp1,2 miliar. Kini pembangunan tersebut sudah selesai dan harga sewa tiap lantainya berbeda. Warga
yang menyewa rusun diwajibkan memayar biaya sewa 1 tahun penuh di awal tetapi setelah itu mereka boleh
membayarnya per tahun atau perbulan tergantung kemampuan mereka. Harga sewa rusun semakin murah bila
semakin ke atas dengan rincian sebagai berikut :
 Lantai 2 : Rp110.000,00/bulan
 Lantai 3 : Rp100.000,00/bulan
 Lantai 4 : Rp90.000,00/bulan
 Lantai 5 : Rp70.000,00/bulan
4.2.4 Aspek Pengadaan Lahan
Pemerintah Kota Semarang hanya bertugas menyediakan lahan siap bangun pada awal pembangunan Rusu
Karangroto. Lahan pembangunan rusunawa tersebut masing-masing satu tower berukuran 1.200 meter persegi.
Lahan yang menggunakan aset Pemkot Semarang tersebut luasnya 1,5 hektare dan yang sudah diuruk sekitar 7.000
meter. Lahan yang gunakan daulu memiliki fungsi sebagai tanah bengkok sehingga Pemkot Semarang mendapatkan
lahan yang cukup luas untuk membangun 4 tower rusun.
4.2.5 Aspek Teknologis Bangunan dan Infrastruktur Lingkungan

(a) (b)
Sumber:Hasil ObservasiKelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016
Gambar 4.7
Sarana dan Prasarana Rusun Karangroto (a) Tempat Parkir; (b) TK Permata; (c) Gazebo
Sarana prasarana yang di sediakan standar atau sama dengan rusun-rusun lain yang di bangun di Kota
Semarang yaitu listrik, air minum, tempat ibadah, dan parkir. Pada lantai satu digunakan sebagai tempat parkir
motor, parkir sepeda, musholla, gazebo, sebagai ruang serbaguna. Untuk listrik sudah di sediakan instalasi di tiap
lantainya yang berdekatan dengan fasilitas pemadam kebakaran. Fasum yang dimaksud tersebut di sediakan bila

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 22


ada rapat yang akan diadakan serta bila terdapat ibu-ibu yang hamil dan akan melahirkan diperbolehkan untuk
tinggal sementara disitu. Di seberang fasum terdapat ruang olahraga yang dapat digunakan untuk tenis meja. Pada
blok D, fasum yang tidak digunakan sudah diperuntukkan menjadi tempat Kelompok Belajar, sedangkan fasum di
blok A digunakan sebagai Posyandu.
4.2.6 Aspek Prosedur/Mekanisme Perijinan/Proses Pelaksanaan Pembangunan
Warga yang diperbolehkan tinggal di Rusun Karangroto merupakan warga yang di relokasi dari kawasan
kumuh (ilegal) seperti tinggal di atas bantaran sungai atau tanah milik PT Kereta Api serta keluarga yang belum
memiliki rumah. Sementara untuk yang legal rumah warga akan dibedah masuk dalam program bedah rumah.
Persyaratan untuk menempti Rusun Karangroto yaitu dengan menunjukkan KTP Semarang untuk suami dan istri,
Kartu Keluarga, Surat Nikah, Surat Keterangan belum memiliki rumah, serta membayar sewa 1 tahun penuh di awal.
4.2.7 Aspek Pemberdayaan
Warga melakukan upaya kerja bakti dan renovasi secara swadaya untuk menghapus kesan kumuh ini,
sekaligus ingin mewujudkan Rusunawa Karangroto sebagai rusunawa percontohan. Meski tergolong rusunawa
baru, namun warga bersama Organisasi Persatuan Putra Daerah Semarang (Papda), melakukan inisiatif
pembenahan serta perawatan fasilitas rusunawa. Warga melakukan kerja bakti membersihkan rumput ilalang liar
yang tumbuh di sekitar rusun, serta perbaikan lantai yang rusak secara swadaya. Dengan berbagai upaya tersebut,
mereka ingin mewujudkan rusunawa Karangroto, sebagai rusunawa percontohan minimal untuk tingkat Kota
Semarang. Di rusunawa ini, fasilitas posyandu yang dipelopori oleh ibu-ibu setempat, juga sudah menunjukkan
aktifitas yang tidak kalah dari warga kampung lainnya yang sudah mapan.
Rusun ini dipilih sebagai best practice karena biaya sewanya yang murah dan tidak berbeda jauh dengan
biaya sewa rusun lain di Kota Semarang seperti Rusun Pekunden yang berkisar antara Rp70.000,00 –
Rp100.000,00 dan Rusun Bandarharjo yang berkisar antara Rp55.000,00 – Rp125.000,00. Selain biaya sewa yang
murah, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa warga disana sudah merasa
nyaman dan senang untuk tinggal disana meskipun fasilitas yang ada belum terlalu lengkap dan juga beberapa kali
pernah terjadi kasus pencurian.

4.3 Gambaran Umum Lokasi Lahan


Dalam merancang rumah susun sewa untuk MBR perlu diketahui karakteristik lahan dan perumahan
dikawasan tersebut. Karakteristik ini di perlukan untuk memperkirakan bagaimana harga rumah yang akandibangun
yang berdasarkan kemampuan sasaran yang ada di kawasan perencanaan.
4.3.1 Justifikasi Pemilihan Lokasi
Lokasi rencana pembangunan rusunawayang akan dikaji adalah Kelurahan Meteseh. Berdasarkan Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang menyebutkan bahwaKecamatan Tembalang termasuk dalam BWK
VI yang salah satu peruntukannya sebagai permukiman. Selainitu, dari aspek fisik lokasi rencana pembangunan

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 23


rusunawa berada pada lahan kosong dan persawahan non teknis, sehinggalahan tersebut memenuhi kriteria lokasi
perumahan.Justifikasi deliniasi dari lokasi rencana pembangunan rusunawa diantaranya aspek buatan yaitu jalan.
Sedangkan untuk justifikasi pemilihan lokasi diantaranya, topografi landai (0 – 2%) sehingga sesuai untuk kawasan
permukiman, memiliki sarana dan prasarana lingkungan yang memadai,dekat dengan jalan kolektor sehingga
memiliki akses yang mudah, mayoritas berupa lahan non terbangun, sertaharga lahan murah yaitu Rp200.000,00-
Rp500.000,00 per meter, sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan.
Lokasi lahan yang dipilih dengan kisaran hargatanah Rp200.000-Rp500.000, sangat berbeda dengan
hargalahan yang berada di sekitar kawasan Universitas Diponegoro, Kecamatan Tembalang yang berkisarlebih dari
Rp1.000.000,00 per meter. Melalui kisaran harga tersebut, pegawai formal dan informalyang tergolong MBR dapat
menjangkau pembayaran untuk perumahan yang akan dibangun. Oleh karena itu,lokasi rencana pembangunan
rusunawa yang terletak di Kelurahan Meteseh ini tepat dijadikan lokasi terpilih untukpembangunan rusunawa bagi
pegawai formal/informal.
4.3.2 Konstelasi Wilayah
Kelurahan Meteseh merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Tembalang.Berdasarkan
rencana pengembangan pusat kegiatan di BWK VI berfungsi utama sebagai pendidikan,dengan rencana lokasi
pengembangan sub pusat pelayanan kota di Kelurahan Meteseh sebagai permukiman berkepadatan sedang. Berikut
adalah batas wilayah administrasi Kelurahan Meteseh:
 Utara : Kelurahan Mangunharjo dan Bulusan
 Barat : Kelurahan Kramas dan Bulusan
 Timur : Kelurahan Mangunharjo dan Kabupaten Demak
 Selatan : Kelurahan Rowosari

(a) (b)
Sumber: Hasil ObservasiKelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016
Gambar 4.8
(a) Peta Kelurahan Meteseh; (b) Peta Deliniasi Lokasi rencana pembangunan rusunawa

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 24


Pada Lokasi rencana pembangunan rusunawa perencanaan ini penerapan pembangunannya disesuaikan
terhadap RDTRK dan RTRW pada konstelasi terhadap Kecamatan Tembalang terhadap Kelurahan Meteseh. Lokasi
perancangan berada di bagian barat Kelurahan Meteseh dapat dilihat pada gambar. Lokasi rencana pembangunan
rusunawa ini memiliki luas 1,22Ha. Berikut batas wilayah administrasi lokasi perancangan:
 Utara : Sawah
 Barat : Sawah
 Timur : Sawah
 Selatan : Jalan Lokal Rowosari dan Sawah
4.3.3 Kondisi Fisik (Geografis Lahan)
Dalam penentuan lokasi rencana pembangunan rusunawa untuk perenanaan pembangunan rumah susun
sewa bagi pegawai formal/informal, dilakukan analisis aspek geografis sebagai penentuan kelayakan lokasi rencana
pembangunan rusunawa:
Tabel IV.1
Kondisi Fisik (Geografis Lahan) Lokasi Rencana Pembangunan Rusunawa
Aspek Fisik Kondisi Eksisting Gambar

Lokasi rencana pembangunan rusunawa


merupakan daerah perbukitan yang memiliki
tingkat kelerengan yang berbeda. Berdasarkan
peta topografi yang bersumber dari BAPPEDA
Topografi tahun 2011, tingkat kelerengan yang terdapat di
lokasi rencana pembangunan rusunawa
sebagian besar kelerengan 2-15%. Berikut peta
topografi lokasi rencana pembangunan
rusunawa.

Jenis tanah pada lokasi rencana pembangunan


Litologi rusunawa adalah mediteran coklat tua. Pada
jenis tanah ini cocok untuk didirikan bangunan.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 25


Aspek Fisik Kondisi Eksisting Gambar

Lokasi rencana pembangunan rusunawa memiliki


suhu udara berkisar antara 21 0C-420C dengan
iklim tropis. Berdasarkan peta klimatologi curah
Klimatologi hujan lokasi rencana pembangunan rusunawa
antara 27,7 -34,7 mm/hari. Berikut peta
klimatologi lokasi rencana pembangunan
rusunawa.

Pada lokasi rencana pembangunan rusunawa


Rawan mempunyai kerawanan bencana sangat rendah,
Bencana karena berada pada kelerengan yang redah dan
tidak di lewati sesar dan kekar

Guna Guna lahan pada kondisi eksisting adalah sawah


Lahan dan tegalan.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 26


Aspek Fisik Kondisi Eksisting Gambar

Kesesuaian lahan pada lokasi lokasi rencana


Daya
pembangunan rusunawa yaitu kawasan
Dukung
budidaya. Kawasan budidaya dapat didirikan
Lahan
bangunan baik rusun atau bangunan lainnya.

Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016

4.3.4 Kondisi Non Fisik


Aspek non fisik lokasi rencana pembangunan rusunawa membahas aspek kependudukan, sosial budaya
dan perekonomian.Dalam aspek kependudukan, membahas jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan mata
pencaharian masyarakat.Aspek sosial budaya membahas kebiasaan dan adat istiadat yang masih berlaku.Aspek
perekonomian membahas kegiatan perekonomian yang berkontribusi terhadap pendapatan di lokasi rencana
pembangunan rusunawa.

75+
70-74
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
laki-laki
30-34
25-29 perempuan

20-24
15-19
10-14
5-9
0-4

-1500 -1000 -500 0 500 1000

Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016


Gambar 4.9
Piramida Penduduk Lokasi Rencana Pembangunan RusunawaKelurahan Meteseh Tahun 2014

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 27


Lokasi rencana pembangunan rusunawaKelurahan Meteseh memiliki jumlah penduduk sebesar 15.621 tahun
2014 (Kota Semarang dalam Angka 2015) dengan kepadatan penduduk sebesar < 150 jiwa/ha yang berupa
kepadatan tingi. Berdasarkan piramida penduduk, lokasi rencana pembangunan rusunawa Karanganyar Gunung
memiliki bentuk piramida expansive yang berarti jumlah penduduk yang paling tinggi adalah penduduk usia muda
dengan tingkat kelahiran yang tinggi dan jumlah penduduk tua yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
ketergantungan lokasi rencana pembangunan rusunawa kecil. Mayoritas penduduk bekerja sebagai pegawai
sebesar 16%, sementara yang bekerja pada sector pengusaha hanya 1%.

Presentase Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Meteseh


1% 2%
0%
1%
6% pengusaha
buruh industri
13% buruh bangunan
pedagang
angkutan
8%
pns
61%
pensiunan
8%
petani
lainnya

Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016


Gambar 4.10
Presentase MataPencaharian Penduduk Kelurahan Meteseh Tahun 2014

Kondisi sosial budaya di lokasi rencana pembangunan rusunawa masih mempertahankan asas kegotong-
royongan. Hal ini ditinjukkan oleh intensitas kegiatan sosial yang diadakan setiap bulan seperti kegiatan kerja bakti
membersihkan lingkungan sekitar.Namun intensitas interaksi masyarakat sudah jarang dilakukan karena kesibukan
tiap individu dan kurangnya ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berkumpul. Dalam melakukan kegiatan
sehari-hari, penduduk lokasi rencana pembangunan rusunawa lebih memilih menggunakan angkutan pribadi dalam
menunjang mobilitasnya.Hal ini dikarenakan aspek kenyamanan dan kualitas angkutan umum yang masih rendah.
4.3.5 Kondisi Sarana-Prasarana
Dalam penentuan lokasi rencana pembangunan rusunawa i untuk perencanaan pembangunan rumah susun
sewa untuk pegawai formal/informal dari aspek infrastruktur dibedakan atas sarana dan prasarana.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 28


Tabel IV.2
Kondisi Sarana-Prasarana Lokasi Rencana Pembangunan Rusunawa
Kondisi Sarana Lokasi rencana pembangunan rusunawa, Kelurahan Meteseh
Sarana Kondisi Eksisting Gambar
Pendidikan Terdapat SMP Islam Nurul Huda dengan jarak kurang
dari 1 km dari lokasi rencana pembangunan rusunawa.
Terdapat Musholla di antara permukiman dengan jarak
Peribadatan kurang dari 1 km dari lokasi rencana pembangunan
rusunawa.

Terdapat RS Ketileng dengan jarak lebih dari 1 km dari


Kesehatan
lokasi rencana pembangunan rusunawa.

Perdagangan dan Terdapat pertokoan di sekitar lokasi rencana


Jasa pembangunan rusunawa.

Transportasi Lokasi rencana pembangunan rusunawa masih dilalui


kendaraan umum berupa angkot.

Kondisi Prasarana Lokasi rencana pembangunan rusunawa, Kelurahan Meteseh


Sarana Kondisi Eksisting Gambar
Air Bersih Permukiman di sekitar lokasi rencana pembangunan
rusunawa sudah terlayani fasilitas air bersih.

Jalan Lokasi rencana pembangunan rusunawa sudah dilewati


jalan lokal dengan beberapa titik yang berlubang.

Drainase Lokasi rencana pembangunan rusunawa belum memiliki


drainase.
Sanitasi Permukiman di sekitar lokasi rencana pembangunan
rusunawa sudah memiliki fasilitas sanitasi.

Listrik Lokasi rencana pembangunan rusunawa sudah


terlayani jaringan listrik.

Persampahan Permukiman di sekitar lokasi rencana pembangunan


rusunawa sudah memiliki fasilitas persampahan.

Telekomunikasi Lokasi rencana pembangunan rusunawa sudah


terlayani jaringan telekomunikasi.

Sumber: Hasil Obseravsi Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 29


4.3.6 Potensi dan Masalah
Berdasarkan analisis sebelumnya, wilayah studi berupa tegalan tersebut tepat untuk dijadikan lokasi rencana
pembangunan rusun untuk pegawai yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Berikut merupakan
uraian potensi dan masalaha lahan lokasi rencana pembangunan rusun.
A. Potensi Lokasi Rencana Pembangunan Rusunawa
1. Masih terdapat banyak lahan kosong dengan topografi datar yang dapat di manfaatkan sebagai lahan
permukiman
2. Dekat dengan akses jalan berupa jalan lokal dengan lebar 6 meter sehingga memiliki akses yang mudah
3. Merupakan sub pelayanan kota pada BWK VI Kota Semarang
4. Memiliki harga lahan yang masih murah, yaitu Rp200.000,00 – Rp500.000,00 (BPN, 2016)
5. Jarak lokasi perencanaan dekat dari fasilitas lingkungan
6. Memiliki radius <10 km (dekat) dengan Kampus Universitas Diponegoro
B. Permasalahan Lokasi Rencana Pembangunan Rusunawa
1. Terdapat beberapa titik jalan berlubang (jalan rusak)
2. Merupakan lahan pertanian sehingga memerlukan waktu untuk agar lahan siap bangun (land clearing)
3. Belum lengkapnya sarana dan prasarana pendukung untuk kegiatan hunian yang dapat dijangkau dengan
berjalan kaki

Sumber: Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016


Gambar 4.11
Peta Permasalahan di Wilayah Studi

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 30


BAB V
KONSEP RENCANA PENGADAAN PERUMAHAN LAYAK DAN TERJANGKAU

5.1 Identifikasi Lokasi untuk Pendekatan Penataan Kawasan


5.1.1 Kriteria Lokasi Lahan untuk Penataan Kawasan
Selain aspek fisik seperti kelerengan, jenis tanah, curah hujan, dan hidrogeologi, penentuan lokasi lahan
untuk penataan kawasan didasari pada beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Jarak dengan tempat kerja
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan lokasi lahan untuk penataan kawasan, mayoritas responden
berpendapat atau mengingikan lokasi berjarak tidak lebih dari 5 km dari lokasi kerja (lingkungan kampus
Universitas Diponegoro Tembalang)
2. Waktu tempuh menuju tempat kerja
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan lokasi lahan untuk penataan kawasan, mayoritas responden
berpendapat atau mengingikanlokasi mampu ditempuh dengan kendaraan tidak lebih dari 20 menit dari lokasi
kerja (lingkungan kampus Universitas Diponegoro Tembalang)
3. Harga lahan
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan lokasi lahan untuk penataan kawasan, kemampuan untuk membayar
dari Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR) yang bekerja di lingkungan kampus Universitas Diponegoro
tembalang per bulan tidak lebih dari Rp500.000,- sehingga untuk memenuhi permintaan tersebut harus dicari
lokasi lahan dengan harga semurah mungkin agar biaya pembangunan rusun tidak terlalu tinggi.
4. fasilitas penunjang
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan lokasi lahan untuk penataan kawasan, mayoritas responden sudah
menikahyaitu sebesar 66% dari total responden, sehingga diperlukan fasilitas-fasilitas penunjang seperti
fasilitas pendidikan karena mayoritas responden sudah berkeluarga, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan,
dan fasilitas lainnya. Oleh sebab itu, pemilihan lokasi lahan untuk penataan kawasan sebaiknya dekat dengan
fasilitas-fasilitas tersebut.
5.1.2 Justifikasi Lokasi Lahan untuk Penataan Kawasan
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disebutkan sebelumnya, berikut adalah beberapa alternatif pilihan
lokasi lahan untuk penataan kawasan:
1. Lokasi 2 – Kelurahan Karanganyar Gunung, Kecamatan Candisari
Jarak dengan tempat kerja :6 km
Waktu tempuh menuju tempat kerja :16 menit
Harga lahan : Rp500.000/m2 – Rp1.000.000/m2

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 31


Fasilitas penunjang disekitar lokasi : SD, SMP, SMA, Masjid
2. Lokasi 3 – Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang
Jarak dengan tempat kerja : 4,8 km
Waktu tempuh menuju tempat kerja : 12 menit
Harga lahan :Rp200.000/m2 - Rp500.000/m2
Fasilitas penunjang disekitar lokasi : SD, SMP, SMA, RSUD Kota Semarang (Ketileng), Masjid

Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2016 (diolah)


Gambar 5.1
Peta Lokasi Lahan; (a) Kelurahan Karanganyar Gunung; (b) Kelurahan Meteseh

Dari 2 opsi alternatif tersebut, lokasi kedua yang berada di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang dipilih
sebagai lokasi lahan untuk penataan kawasan karena memenuhi semua kriteria yang diinginkan oleh para
responden.

5.2 Carring Capacity dan Karakteristik Penduduk Yang Akan Ditampung


Karakteristik pengguna merupakan jumlah dan jenis pengguna yang akan diwadahi dalam tapak. Jumlah
pengguna dihitung berdasarkan carrying capacity yaitu kapasitas maksimum lahan dalam mewadahi atau
menampung manusia. Analisis karakteristik pengguna pada buku perencanaan ini, luas total wilayah studi
perencanaan tapak adalah 1,22 Ha. Berikut ini pada Gambar 5.1 dijelaskan pembagian ruang pengguna.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 32


ASUMSI

FUNGSI 1 jiwa = 100 m2


TERBANGUN
1 KK = 5 jiwa
70 %. 8540 m2
RUANG TERBANGUN
= 5978 m2
70 %. 12.200 m2 CARRYING
CAPACITY
LUAS TAPAK = 8540 m2 SIRKULASI
5978 m2 : 10 m2
1,22 Ha 30 %.8540 m2
Sumber: Analisis = 598 jiwa
12.200 m2 RUANG NON = 2562 m2
TERBANGUN = 119 KK

30 %. 12.200 m2

= 3660 m2

Sumber : Analsis Kelompok 8B Perencanaan Perumahan dan Permukiman, 2016


Gambar 5.2
Skema Carrying Capacity

Berdasarkan perhitungan carrying capacity diketahui bahwa 70% dari luas total wilayah studi perencanaan
perumahan dan permukiman yang sebesar 8540 m2 30% digunakan sebagai ruang terbangun dan sisanya yaitu 30%
dari luas total wilayah studi digunakan sebagai ruang non terbangun. Luas sebesar 8540 m2 yang diperuntukkan
sebagai ruang terbangun dibagi menjadi 70% sebagai fungsi terbangun dan 30% sebagai sirkulasi. Fungsi terbangun
dibagi dengan 10 m2 untuk mengetahui jumlah pengguna. Dengan asumsi per Kepala Keluarga adah 5 jiwa, oleh
karena itu lahan yang dipilih dapat menampung 119 KK. dikarenakan rencana pembangunan adalah rumah susun,
maka dapat menampung lebih banyak penduduk.
Perencanaan hunian untuk MBR akan yang akan dibangun dalam bentuk rusun yang memiliki fasilitas
penunjang dan pelayanan untuk hunian. Rumah susun sewa tersebut terdiri 4 tower masing masing terdiri dari 5
lantai, dimana:
Lantai pertama :diperuntukkan untuk sarana penunjang dan pelayanan lainnya seperti 42 unit sarana
perdagangan dan jasa, 1 sarana pendidikan TK, 1 sarana kesehatan, 2 sarana peribadatan (mushola), 1 pos
satpam, 1 ruang sekretariat, dan 1 aula/ balai warga, serta diperuntukkan untuk lahan parkir penghuni rumah
susun dengan luas 500 m2 atau memiliki kapasitas 125 mobil dan 200 motor.
- Lantai 2, 3, 4, dan 5 : diperuntukkan untuk hunian sebanyak 500 unit dengan luas 30 m2 setiap unitnya.
Analisis Kebutuhan ruang kasawan perancangan dapat dilihat dari Tabel V.1 pada lampiran.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 33


5.2.1 Analisis Tapak
Analisis tapak terdiri dari sembilan analisis, yaitu analisis konstelasi wilayah, analisis topografi, analisis
aksesbilitas, analisis view, analisis vegetasi, analisis arah mata angin, analisis drainase, analisis kebisingan, dan
analisis lingkungan. Berikut pada tabel V.2 merupakan penjelasan dari tiap analisis pada kawasan perencanaan
pembangunan rumah susun:
Tabel V.2
Analisis Tapak
Analisis Konstelasi

(a) (b)
Sumber: Hasil Observasi Kelompok Rencana Pembangunan Rusunawa 8b, 2016
Gambar 5.3
(a) Peta Kelurahan Meteseh; (b) Peta Deliniasi Lokasi rencana pembangunan rusunawa

- Kelurahan Meteseh
Kelurahan Meteseh merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Tembalang. Berdasarkan rencana
pengembangan pusat kegiatan di BWK VI berfungsi sebagai pusat pendidikan dan permukiman. Berikut adalah batas
wilayah administrasi Kelurahan Meteseh:
Utara : Kelurahan Mangunharjo dan Bulusan
Barat : Kelurahan Kramas dan Bulusan
Timur : Kelurahan Mangunharjo dan Kabupaten Demak
Selatan : Kelurahan Rowosari
- Deliniasi Wilayah
Pada wilayah studi perencanaan ini penerapan pembangunannya disesuaikan terhadap RDTRK dan RTRW pada konstelasi
terhadap Kecamatan Tembalang terhadap Kelurahan Meteseh. Lokasi perancangan berada di bagian barat Kelurahan
Meteseh dapat dilihat pada gambar. Lokasi perancangan tapak ini memiliki luas 1,22 Ha. Berikut batas wilayah administrasi
lokasi perancangan mikro:
Utara : Sawah
Timur : Sawah
Selatan : Sawah
Barat : Jalan Lokal Rowosari dan Sawah
Pada wilayah studi yang berada di Kelurahan Meteseh terdapat Universitas Diponegoro dimana lokasinya hanya berjarak ≤
5 km dari wilayah studi. Karena lokasinya yang berdekatan dengan aktivitas pendidikan maka nantinya akan dikembangkan
rumah susun umum untuk mewadahi pegawai formal maupun infromal yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah
yang bertempat tinggal disekitar lokasi tersebut.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 34


Analisis Topografi

Data: Analisis: Respon:


Kelerengan di wilayah studi Dengan kondisi wilayah Seluruh wilayah perancangan cocok dijadikan lahan
ialah 0-2% masuk ke dalam yang datar secara terbangun karena tidak terdapat kontur dan masuk ke dalam
kategori datar. keseluruhan, maka lokasi klasifikasi datar secara keseluruhan. Lahan terbangun yang
perancangan sangat akan dikembangkan di wilayah perancangan adalah rumah
cocok dijadikan lahan susun beserta fasilitas penunjangnya.
terbangun.
Analisis Aksesibilitas

Data: Analisis: Respon:


Wilayah studi berada sekitar Berdasarkan zona Dengan aksesibilitas yang rendah maka wilayah studi cocok
10 sampai 20 meter dari aksesibiltas tersebut untuk dibangun hunian berupa rusun yang pada dasarnya
Jalan Meteseh Rowosari. dapat ditentukan zona hunian perlu dibangun di lingkungan yang aksesibilitas rendah
Sehingga, tidak dilewati bagi publik dan zona bagi dan kebisingan yang rendah agar tidak mengganggu
angkutan umum ataupun privat. kenyamanan penghuni.
kendaraan pribadi meskipun
Jalan Meteseh Rowosari
adalah jalan yang sering
dilewati kendaraan pribadi
dan kendaraan besar seperti
truk dan bus. Dengan begitu,
aksesibilitas yang dimiliki
wilayah studi rendah.
Analisis Lingkungan

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 35


Keterangan:
(a) Pasar Meteseh
(b) Kantor KUA
(c) Perdagangan dan
Jasa
(
b
)

Data: Analisis: Respon: K


a
Di sekitar wilayah studi Analisis lingkungan Rusun yang akan dibangun di wilayah studi dapat diberikan
n
sebagian besar berupa tersebut melihat dengan harga yang terjangkau melihat
t
kondisi sekitar yang
sawah namun terdapat sarana yang berada di masih sepi namun tetap layak untuk o
dibangun hunian karena
fasilitas seperti KUA, luar kawasan sudah ada fasilitas seperti pasar, toko,
r dan rumah makan.
toko/warung, rumah makan, perancangan, yang
dan pasar yang berjarak nantinya akan tercipta K
sekitar 30 sampai 70 meter. zonasi bagi U
rumah susun yang akan A
dibangun.
(c) Perdagangan dan Jasa
Analisis View

Data: Analisis: Respon:


View from site Pada lokasi View to site berupa bangunan rumah susun bertingkat dan
Pemandangan yang dapat perancangan, belum terdapat pepohonan peneduh di sekelilingnya, dan view from
dilihat dari dalam lokasi terdapat view to site. Hal site berupa taman dan rumah susun.
perancangan ke luar lokasi ini dikarenakan orientasi
perancangan adalah sawah manusia sebagai
(ruang terbuka hijau) pengguna terhadap
View to site lingkungannya yang
Tidak adanya pemandangan dapat terlihat saat ini
yang dapat dilihat ke dalam adalah belum terdapat
lokasi perancangan. suatu bangunan yang
menampilkan view
tertentu.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 36


Analisis Vegetasi

Data: Analisis: Respon:


Vegetasi yang ada di wilayah RTH di kawasan Pada wilayah studi akan ditanami pohon ketapang yang
studi dan lingkungan perancangan masih memiliki fungsi sebagai peneduh sehinga penghuni rusun dan
sekitarnya di dominasi belum memenuhi pengunjung merasakan kesejukan udara yang dihasilkan
tanaman padi karena wilayah kebutuhan aktivitas pohon ketapang.
studi berada di sekitar sawah. sosial warga karena
hanya berupa hamparan
sawah.
Analisis Arah dan Lintasan Matahari

Data: Analisis: Respon:


Arah angin yang ada di Setelah diketahui arah Arah angin dan lintasan matahari menghasilkan arah
wilayah studi dari arah angin dan lintasan menghadap bangunan rusun yang akan dibangun yaitu di
Tenggara ke Barat Laut, dan matahari, diambil Tenggara atau Barat Laut.
lintasan matahari dari arah perpotongan sudut
Timur ke Barat. terkecilnya yang disebut
sumbu ideal, letaknya
berada di antara sumbu
arah matahari dan arah
angin.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 37


Analisis Drainase

Data: Analisis: Respon:


Sistem drainase yang Untuk mengurangi Drainase di lokasi perencanaan memiliki jenis drainase tersier
terdapat pada kawasan limpasan air yang dapat dengan konstruksi terbuka (sepanjang jalan lingkungan) dan
perancangan yaitu drainase mengakibatkan banjir, air konstruksi tertutup (disepanjang sisi bangunan). Pola
tersier di sepanjang jalan hujan pada atap drainasenya mengalir dari saluran tersier menunju ke saluran
lingkungan, dengan bangunan di alirkan pada sekunder. Pola aliran ini mengalir dari selatan ke utara sebab
perkerasan tanah dengan lubang biopori. titik terendah di lokasi perencanaan berada di bagian utara,
konstruksi terbuka. Sedangkan sisanya dan pola aliran mengikuti dari tinggi ke rendah untuk
dialirkan melalui drainase memperlancar aliran air drainase.
yang berakhir di sungai.
Analisis Kebisingan

Data: Analisis: Respon:


Zona Bising Rendah Dari zona kebisingan Zona Publik
Kawasan yang termasuk yang telah diketahui, Zona publik berada di zona dengan kebisingan tinggi karena
kedalam zona bising rendah, dapat menentukan zona membutuhkan ruang dengan tingkat aksesibilitas dan
karena masih berupa non peruntukan lahan pada mobilitas yang tinggi.Kawasan ini cocok digunakan sebagai
terbangun (sawah) dan zona tersebut. Zona zona publik seperti kawasan perdagangan dan jasa. Zona
kawasan hanya dilalui jalan peruntukan tersebut publik ini diperuntukkan bagi penduduk rumah susun maupun
lingkungan, sehingga jarang terbagi menjadi zona penduduk dari luar lokasi perencanaan rumah susun.
dilalui kendaraan besar dan aktivitas penunjang bagi Zona Privat
memiliki kebisingan yang kebisingan tinggi, dan Kawasan dengan kebisingan rendah cocok digunakan sebagai
rendah. zona aktivitas utama bagi zona privat untuk kepentingan hunian. Dengan tingkat
kebisingan rendah. kebisingan yang rendah maka akan menimbulkan suasana
tenang dan privat.
Sumber : Analsis Kelompok 8B Perencanaan Perumahan dan Permukiman, 2016

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 38


5.3 Konsep Rumah Susun Terjangkau Bagi MBR
Lokasi perencanaan rumah susun bagi MBR yang berlokasi dekat dengan kampus Undip menjadikan
daerah tersebut cocok dijadikan sebagai rumah susun bagi para pegawai formal / informal di sekitar Undip. Lokasi
perencanaan berada di Kecamatan Tembalang di Kelurahan Meteseh. Kelurahan Meteseh termasuk dalam BWK VI
yang berfungsi sebagai kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, dan pendidikan. Selain itu, dari aspek fisik
lokasi rencana pembangunan rusunawa berada pada lahan kosong dan persawahan non teknis, sehingga lahan
tersebut memenuhi kriteria lokasi perumahan. Pada lokasi perencanaan juga memiliki topografi landai (0 – 2%)
sehingga sesuai untuk kawasan permukiman, memiliki sarana dan prasarana lingkungan yang memadai, dekat
dengan jalan kolektor sehingga memiliki akses yang mudah, mayoritas berupa lahan non terbangun, serta harga
lahan murah yaitu Rp200.000,00-Rp500.000,00 per meter, sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan. Melalui
kisaran harga tersebut, pegawai formal dan informal yang tergolong MBR dapat menjangkau pembayaran untuk
perumahan yang akan dibangun. Oleh karena itu, lokasi rencana pembangunan rusun yang terletak di Kelurahan
Meteseh ini tepat dijadikan lokasi terpilih untuk pembangunan rusunawa bagi pegawai formal/informal di sekitar
UNDIP. Pada lokasi perencanaan tidak terdapat permasalahan non fisik karena lokasi perencanaan masih
merupakan lahan kosong tetapi sudah dilengkapi fasilitas publik di sekitarnya sehingga nantinya mudah bagi
masyarakat yang tinggal di rumah susun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konsep perencanaan untuk rumah susun ini akan dibuat menjadi rumah susun umum dimana rumah susun
yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah kebawah dan
berpenghasilan rendah yang pembangunannya mendapatkan kemudahan dan bantuan pemerintah. Rusun yang
akan di bangun akan di rencanakan mampu menampung 500 keluarga MBR yang dibagi kedalam 4 tower rusun.
Setiap rusun terdiri dari 5 lantai dimana lantai dasar di khususkan bagi penempatan fasilitas umum sedangkan 4
lantai di atasnya akan digunakan sebagai hunian. Pada setiap lantainya akan di lengkapi utilitas dasar yang dapat
mendukung kebutuhan sehari-hari untuk tiap unit huniannya.

5.4 Rencana Prasarana, Sarana dan Utilitas Dasar (PSUD) Lingkungan untuk Penataan Kawasan Kumuh
Yang Akan Dibangun dan Perhitungan RAB
5.4.1 Rencana Prasarana Rumah Susun dan RAB
a. Jaringan Jalan
Jaringan jalan yang direncanakan di lokasi perancangan berupa jalan lokal dan jalan lingkungan serta
dengan perkerasan paving. Lebar jalan lokal yaitu 6 meter dan lebar jalan lingkungan yaitu 4 meter.
b. Jaringan Drainase
Konsep jaringan drainase yang direncanakan adalah drainase tertutup dan jaringan drainase yang
mengikuti jaringan jalan lokal serta memutari rusun. Jaringan drainase penting untuk mengalirkan air
permukaan yang biasanya berupa air hujan ke bangunan reaapan buatan.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 39


c. Jaringan Sanitasi
Untuk jaringan sanitasi akan disediakan tangki septik di tiap blok rusun dan tiap unit memiliki sistem sanitasi
pribadi masing-masing.
Selain ketiga prasarana di atas, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah
Susun, rumah susun harus dilengkapi dengan :
a. Jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai perpipaan dan perlengkapannya termasuk
meter air, pengatur tekanan air, dan tangki air dalam bangunan;
b. Jaringan listrik yang memenuhi persyaratan mengenai kabel dan perlengkapannya, termasuk meter listrik
danpembatas arus, serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
c. Jaringan gas yang memenuhi persyaratan beserta perlengkapannya, termasuk meter gas, pengatur arus,
serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
d. Saluran pembuangan air hujan yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, dan pemasangan;
e. Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, dan pemasangan;
f. Saluran dan/atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan terhadap kebersihan,
kesehatan, dan kemudahan;
g. Tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya; alat transportasi
yang berupa tangga, lift atau eskalator sesuai dengan tingkat keperluaan dan persyaratan yang berlaku;
5.4.2 Biaya Pra Konstruksi
Pembangunan sebuah rumah susun diperlukan anggaran khusus untuk Pra Konstruksi seperti pembebasan
lahan dan Izin Mendirikan Bangunan. Berikut ini adalah anggaran untuk Pra Konstruksi:
Tabel V.4
Rincian Anggaran biaya Pra Konstruksi
Rincian
Program Kegiatan Asumsi Sumber Biaya Total (Rp)
Kuantitas
Satuan
Biaya pembebasan lahan dilakukan
Pembebasan Lahan satu tahap dengan harga Asumsi
300,000 12,200 3,660,000,000
Rp500.000,00 per meter persegi
Perda
No.12
Perizinan Terkait Retribusi Kota Semarang untuk
Tahun - -
Pembangunan (IMB) bangunan bertingkat 7,866,027
2000 Kota
Semarang

Pematangan Lahan Biaya pematangan lahan 55.000/m2 Asumsi


55,000 12,200 671,000,000

Total Biaya 4.338.866.027


Sumber : Analsis Kelompok 8B Perencanaan Perumahan dan Permukiman, 2016

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 40


Biaya izin mendirikan bangunantelah diatur dalam Perda No 12 Tahun 2000 Kota Semarang tentang
Bangunan. Rincian retribusi izin mendirikan bangunan terlampir
5.4.3 Rencana Sarana Rumah Susun dan RAB
Rencana anggaran yang digunakan merupakan dasar pembiayaan dalam pembangunan sarana di rumah
susun bagi MBR pada lokasi perencanaan. Pembiayaan pembangunan sarana-sarana yang akan dibangun di lokasi
perencanaan adalah terlampir pada tabel V.4.
5.5 Desain Fisik Rumah Tinggal dan Perhitungan RAB sesuai Desain Rumah Baru yang Akan Dibangun
Berikut adalah desain fisik bangunan beserta perhitungan RAB,
5.5.1 Desain Fisik Bangunan
Berikut merupakan desain fisik rusun yang akan dibangun.

Sumber : Analsis Kelompok 8B Perencanaan Perumahan dan Permukiman, 2016


Gambar 5. 1
Desain Rumah Susun

Rumah susun yang akan dibangun terdiri dari 4 tower dan tersusun menjadi 5 lantai. Basement dan lantai 1
digunakan sebagai sarana prasarana. Lantai 2-5 merupakan hunian sebanyak 504 (140 unit/lantai). Terdapat sarana
pendidikan berupaTK, tempat bermain,sarana kesehatan berupa klinik dan apotek, dll. Rusun dilengkapi pos
kemanan. Tiap unit luasnya 6 x 7 m yang terdiri dari dua ruang kamar, dapur, kamar mandi, dan ruang keluarga.
Perhitungan RAB untuk hunian rusun sudah terlampir pada Tabel V.6 dan V.7.
5.5.2 RAB Rumah Susun Keseluruhan
Berikut merupakan RAB rusun sewa secara keseluruhan dengan mempertimbangkan harga pembebasan
lahan, biaya perijinan (IMB), rencana prasarana, rencana sarana, desain fisik hunian, dan gaji tenaga kerja.
Tabel V. 8
Perhitungan RAB Rumah Susun Keseluruhan
Komponen Rincian Anggaran
Pembebasan Lahan Rp3,660,000,000
IMB Rp7,866,027
Pematangan Lahan Rp671,000,000
Hunian Rp18,499,176,596
Sarana Rp13324680000

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 41


Komponen Rincian Anggaran
Prasarana Rp1.464.654.450
Tenaga Kerja Rp2703600000
Total RAB Rp38,866,322,623
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 8B Perumahan dan Permukiman, 2016

5.6 Konsep dan Rencana Pengorganisasian Masyarakat dan Kemitraan


Penyediaan rusun bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan bentuk penyelesaian dari masalah
yang sedang dikaji. Dalam penyediaannya, pemerintah tidak mungkin menjalankan penyediaan pembangunan rusun
sendiri karena adanya keterbatasan dana. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan pihak
swasta. Tujuan dari kerjasama ini ialah terwujudnya penyediaan rusun dengan memberikan keuntungan kepada
kedua pihak. Bentuk kemitraan yang digunakan ialah konsep service contract yang merupakan salah satu bentuk
dari konsep PPP. Bentuk kontrak pelayanan (service contract) merupakan bentuk kemitraan yang lebih banyak
menitikberatkan pada peran pemerintah, baik dari sisi investasi maupun penyediaan jasa layanan. Akan tetapi,
pemerintah diuntungkan dalam hal penanggungan risiko komersil yang akan ditanggung pihak swasta. Pemerintah
mengendalikan badan usaha dan meminta pihak ketiga (kontraktor) memberikan jasa pelayanan (dan pekerjaan)
selama periode tertentu dan kemudian pemerintah membayar kontraktor atas jasa tersebut dengan mencicil dalam
beberapa tahun sesuai kesepakatan. Berikut adalah diagram justifikasi konsep pengelolaan PPP.
Tabel V.11
RAB Sarana Rumah Susun
Keuntungan Aset Akhir
Jangka
Konsep Justifikasi Aset Awal
Waktu Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta
Dapat membantu
pemerintah dalam
pembangunan
rusun tanpa
Lahan dimiliki
memberatkan pihak Swasta
oleh
pemerintah karena mendapatkan
PPP masyarakat
pembangunan yang Bangunan bayaran atas
dengan kemudian
dilakukan swasta dan lahan jasanya
bentuk 3-5 pemerintah Lahan dan
disesuaikan dengan akan sesuai -
SC tahun melakukan bangunan
budget yang dimiliki menjadi hak kesepkatan
(Service pembebasan
oleh pemerintah dan pemerintah dalam
Contract) lahan dengan
memberi pembangunan
membeli
keuntungan bagi rusun
lahan tersebut
swasta sesuai
dengan
kesepakatan dalam
kontrak
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 8B Perumahan dan Permukiman, 2016

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 42


5.7 Rencana Penjadwalan Kegiatan dan Program Kerjasama Stakeholder
5.7.1 Rencana Penjadwalan Kegiatan
Pelaksanaan pengadaan rumah susun bagi buruh pegawai formal dan non formal di kawasan Universitas
Diponegoro dilaksanakan selama 2 tahun mulai dari tahap persiapan sampai pembangunan. Tahap persiapan
dilakukan selama 40 hari dan tahap pembangunan selama 210 hari. Tahap pembangunan kembali pemukiman
kumuh dibagi menjadi 1 tahap, sebanyak 504 unit. Tabel rincian penjadwalan kegiatan dapat dilihat pada Tabel V.12
Rencana Penjadwalan Kegiatan (terlampir).
a. Kerjasama Program Stakeholder
Pengelolaan rumah susun bagi MBR melibatkan berbagai macam pihak seperti pihak pemerintah, swasta,
dan masyarakat. Pihak-pihak tersebut berperan aktif dalam pembangunan dan pengelolaan rumah susun dari tahap
pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi. Pihak-pihak yang terlibat memiliki peran masing-masing dalam
perencanaan yang saling berkaitan satu sama lain dalam mendukung pengadaan rumah susun. Pembangunan dan
pengoperasian rumah susun dilakukan oleh pihak pemerintah, swasta dan masyarakat secara bersama-sama dan
berkesinambungan. Sehingga selama masa pembangunan dan pengoperasian selama 5 tahun akan menghasilkan
keuntungan bagi pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Berikut pada tabel V.13 dan tabel tabel V.14 adalah tingkat kepentingan dalam pengadaaan pemukiman
bagi MBR.
Tabel V.13
StakeholderTerkait
No Stakeholder Kepentingan
Masyarakat
1 Pegawai Formal Undip
Penerima manfaat langsung dari penyediaan tempat tinggal
2 Pegawai Informal Undip
Pemerintah Pusat
 Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
Kementerian Pekerjaan Umum dan  Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
3
Perumahan Rakyat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di daerah;
 Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan
pengembangan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
 Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik
Kementerian ATR/BPN negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan
 Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah
Pemerintah Daerah
 Pengoordinasian penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD)
4 Bappeda
 Pengoordinasian kebijakan perencanaan di bidang pembangunan
perekonomian, pembangunan prasarana dan sarana, pembangunan
kesejahteraan masyarakat, pembangunan tata praja, pembangunan
aparatur dan keuangan
 Penyediaan tempat tinggal bagi pegawai formal dan pegawai informal
5 Dinas Cipta Karya
merupakan bagian dari tanggung jawab Dinas Cipta Karya sebagai

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 43


penanggung jawab kegiatan perumahan permukiman.
 Penyediaan tempat tinggal bagi pegawai formal dan pegawai informal
mendukung upaya perbaikan lingkungan permukiman.
 Pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan Barang Milik daerah
Dinas Pengelolaan Keuangan dan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati
6
Aset Daerah  Memberikan saran dan pertimbangan yang bersifat umum maupun teknis
di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
 Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
7 Dinas Perhubungan
prasarana dan sarana di bidang perhubungan serta transportasi
 Melaksanakan pembinaan teknis penyelenggaraan kesehatan
 Memproses pemberian/penerbitan izin di Bidang Kesehatan
8 Dinas Kesehatan
 Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
kesehatan
Mengkoordinasikan, membina dan merumuskan pemberian saran,
9 Dinas Bina Marga, SDA dan ESDM pertimbangan dan bimbingan dalam rangka pemanfaatan, pembangunan,
pengembangan, peningkatan, rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.
 Memperkuat lembaga dan mengembangkan jaringan antar lembaga
Dinas Tenaga Kerja dan
10  Mencegah, mengendalikan dan mengatasi masalah kesejahteraan sosial
Transmigrasi
 Mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan sosial
Lembaga Keuangan
11 Perbankan Menyalurkan kredit pemilikan rumah
Swasta
 Pelaksanaan kegiatan teknis pembangunan sesuai peraturan yang berlaku
12 Developer
 Melakukan koordinassi dengan pihak-pihak terkait pembangunan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 8B Pembangunan Rumah Susun, 2016

Tabel V.14
Pemetaan Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pengaruh Stakeholder
Tingkat Pengaruh
Tidak Sedikit Pengaruh Sangat
Berpengaruh
Berpengaruh Pengaruh Sedang Berpengaruh
Kemenpera,
Tidak Dinas
Kemen
Penting Tenaga Kerja
ATR/BPN
dan
Sedikit
Transmigrasi, Perbankan
Penting
Penting Developer,Dinas
Dinas
Tingkat Cipta Karya,
Perhubungan,
Kepentingan Sangat DPKAD, dan Bappeda
Dinas
Penting Dinas Bina
Kesehatan
Marga
Pegawai
Pemain Formal dan
Utama Informal
Undip
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 8B Pembangunan Rumah Susun, 2016

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 44


BAB VI
KONSEP KEMITRAAN, PEMBIAYAAN, PENGADAAN LAHAN DAN PEMBANGUNAN

6.1 Konsep dan Strategi Kelembagaan/Kemitraan


Hal yang perlu diperhatikan dalam aspek kelembagaan adalah peranan masing-masing stakeholder dalam
penanganan masalah pemukiman kumuh bagi MBR pada pegawai formal dan informal di Kawasan Universitas
Diponegoro. Dalam pengadaan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah ini, strategi kemitraan yang
digunakan adalah menggunakan bagian dari PPP berupa service contract, di mana terjadi kerja sama antara
pemerintah dan swasta. Pemerintah bertindak Service
Contract
sebagai perencana, pemodal sedangkan swasta Developer Pemerintah
berperan sebagai developer. Sedangkan untuk
sistem kemitraan dalam pembiayaan
menggunakan sistem FLPP di mana Rusunawa
FLPP
Terjangkau
pemerintah, developer dan perbankan saling
bekerja sama untuk program pembiayaan Gambar 6.1 Perbankan
Konsep Kelembagaan Rusunawa Meteseh
perumahan murah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.

6.2 Konsep dan Strategi Peraturan/Ketentuan Bangunan/Lingkungan


Dalam melaksanakan proyek pembangunan rusunawa di Keluraha Meteseh, diperlukan kemitraan
pemerintah dan swasta dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan/ketentuan
bangunan/lingkungan. Ketentuan tersebut sebagai panduan rancang untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
penataan bangunan dan lingkungan rusunawa. Lokasi kasiba merupakan lokasi perencanaan yang berada di
kawasan permukiman berkepadatan sedang berdasarkan RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031, yaitu pada BWK
VI. Lokasi perencanaan merupakan lahan kosong sehingga akan diintegrasikan menjadi rumah susun sewa tipe 30
dengan 4 tower untuk 500 unit hunian dengan asumsi rendahnya angka pembangunan. Hal ini telah sesuai dengan
syarat penentuan lokasi kasiba/lisiba yang mengacu pada Peraturan Menteri No 32 Tahun 2006.
Untuk ketentuan bangunan, akan direncanakan sesuai dengan Peraturan Menteri No. 17/PRT/M/2010
dimana denah bangunan gedung berbentuk L, dengan panjang lebih dari 50 m, sehingga dilakukan pemisahan
struktur atau delatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa atau penurunan tanah. Selain itu untuk
menunjang kesehatan bangunan, bangunan rusunawa yang direncanakan mempunyai ventilasi alami dan/atau
ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya. Selain itu, bangunan rusunawa harus mempunyai bukaan
permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau
bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 45


bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami, sesuai dengan SNI 03—6390-2000.
Pembangunan rumah susun tersebut memiliki strategi memenuhi persyaratan ekologis yang mencakup keserasian
dan keseimbangan fungsi lingkungan. Sedangkan untuk bangunan rusunawa disediakan pintu dan/atau koridor yang
memadai untuk memadai terselenggaranya fungsi bangunan gedung dengan lebar minimal 1.2 m. Arah bukaan daun
pintu dalam ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan (kearah luar).

6.3 Konsep dan Strategi Dalam Pembiayaan


Sesuai rencana, rusun yang akan dibangun ialah rusunawa (rumah susun sederhana sewa), di mana calon
penghuni hanya memiliki hak menyewa bukan hak memiliki. Oleh karena itu, sistem pembayarannya pun berupa
sistem sewa, berbeda dengan rusunami (rumah susun sederhana milik) yang sifatnya dibeli. Sistem pembayaran
juga disesuaikan dengan sistem pembiayaan rusun yang dibangun. Pembiayaan pembangunan rusun dibantu oleh
pihak swasta berupa dana pinjaman yang didapat dari bank yang bersepakat bekerja sama. Dana pinjaman tersebut
akan dibayar oleh pemerintah secara bertahap atau mencicil selama jangka waktu yang ditentukan. Dari RAB yang
disusun pemerintah menyediakan dana yang berasal dari APBN dan APBD yaitu Rp4.073.190.610,00 untuk
pembangunan rusun. Sisa biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan adalah Rp34.793.132.012,00 maka
pemerintah melakukan pinjaman dana kepada bank yang bersedia untuk bekerjasama sebesar sisa biaya tersebut.
Total biaya yang dipinjam pemerintah dari bank dikalikan dengan bunga bank yang berlaku yaitu 11,75% dan
pinjaman dicicil selama 20 tahun. Maka total biaya pembangunan rusun bersama bunganya ialah
Rp42.954.515.634,00.
Rusun diperuntukkan bagi MBR dengan penghasilan maksimal per bulan Rp2.500.000,00. Calon penghuni
disyaratkan untuk membayarkan uang sebesar 1 tahun menyewa rusun tergantung pada lantainya. Rusun terdiri dari
5 lantai dan hunian dimulai di lantai kedua. Harga rusun setiap lantai berbeda, semakin tinggi lantai maka semakin
mahal. Harga sewa merupakan harga yang ditetapkan untuk mengganti biaya pembangunan rusun dan pinjaman
banksesuai dengan besarnya kewajiban membayar cicilan kepada bank per tahun serta pendapatan minimum calon
penghuni.Harga sewa rusun termurah terdapat di lantai dua dengan harga Rp200.000,00. Setiap naik satu lantai
harga sewa naik kelipatan Rp50.000,00. Dengan sistem pembiayaan tersebut maka selama 20 tahun pembayaran
hutang pemerintah kepada bank dan biaya konstruksi dapat dilunasi.

6.4 Konsep dan Strategi Dalam Pengadaan Lahan


Konsep dan strategi pengadaan lahan untuk rumah susun bagi MBR yaitu dengan cara membeli lahan
kosong atau lahan yang belum terbangun sehingga tidak memerlukan biaya tambahan untuk membongkar
bangunan. Lahan yang dicari bukan lahan yang berada di pinggir jalan, melainkan sedikit menjorok kedalam
sehingga mendapatkan harga yang lebih murah. Konsekuensinya, pengembang harus membuatkan akses dengan
membeli lahan yg berada dipinggir jalan menuju ke lokasi rumah susun. Selain harga lahan, perlu diperhatikan pula

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 46


jarak lokasi lahan dengan lokasi kerja, waktu tempuh menuju lokasi kerja, fasilitas penunjang, dan aspek fisik seperti
kelerengan, jenis tanah, curah hujan dan hidrogeologi. Lahan lokasi pembangunan rusun memiliki harga
Rp275.000,00 per m2 dengan luas 12.000 m2 sehingga dana yang harus dikeluarkan untuk pembebasan lahan
adalah Rp3.300.000.000,00. Luas lahan yang diperlukan untuk membuka akses menuju rumah susun yaitu 600 m 2
dengan harga rata-rata Rp600.000,00/m2 sehingga dana yang harus dikeluarkan untuk pembukaan akses adalah
Rp360.000.000,00. Biaya total pengadaan lahan adalah Rp3.660.000.000,00.

6.5 Konsep dan Strategi Dalam Teknologis Bangunan dan Infrastruktur Bangunan
Konsep non fisik perancangan hunian bagi MBR adalah rusunawa yaitu rumah susun dengan konsep sewa.
Sedangkan untuk konsep fisik yang di terapkan yaitu berupa bentuk dan fungsi fisik dari sarana dan prasarana
rumah susun. Rumah susun tersebut terdiri dari 4 tower dengan jumlah lantai tiap towernya adalah lima lantai dan
total 500 unit hunian. Semua unit memiliki type yang sama yaitu type 30 m 2 dengan sirkulasi sebesar 30%. Rusun
Blok A terdiri dari 40 unit, Rusun Blok B terdiri dari 32 unit, Rusun Blok C terdiri dari 16 unit, dan Rusun Blok D terdiri
dari 37 unit. Setiap unit terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang tamu dan tempat menjemur
pakaian. Setiap lantai rusun memiliki 2 selasar kecil sebagai tempat berkumpul, 1 tabung pemadam kebakaran, 1
terminal listrik, tangga, dan 1 ruang untuk gudang. Desain tiap unitnya akan disediakan sirkulasi udara alami sebagai
penyejuk ruang-ruang dalam bangunan, lubang ventilasi dan pencahayaan, penyaring panas dan tritisan yang akan
dapat memberikan kenyamanan optimal di dalam bangunan walaupun berlantai lima.Pada setiap unit juga terdapat
balkon yang langsung menghubungkan dengan udara luar. Selain sebagai pemasok cahaya dan udara alami, balkon
secara psikologis berfungsi untuk tempat menjemur pakaiann memudahkan evakuasi penyelamatan penghuni.
Infrastruktur yang disediakan di rumah susun sudah di sesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun
2011. Prasarana yang akan di sediakan di rumah susun bagi MBR ini adalah jaringan jalan, jaringan drainase,
jaringan sanitasi, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan air hujan, jaringan air limbah, jaringan gas, jaringan
telepon, jaringan persampahan, serta fasilitas pemadam kebakaran. sedangkan untuk sarana yang di sediakan
adalah berupa dua posyandu, dua pujasera, tiga taman bermain, satu taman kanak-kanak, klinik, apotek, musholla,
pertokoan, parkir komunal, balai pertemuan, pos satpam, TPS, gedung instalasi penguat air bersih, dan 16 tempat
jemuran umum. Prasarana akan di sediakan pada setiap tower rusun. semua prasarana disediakan pada setiap
lantai, sendangkan sarana akan di bangun pada setiap lantai dasar. Pada blok A terdapat sarana disediakan berupa
parkir komunal, taman bermain, dan taman kanak-kanak. Blok B terdiri dari parkir komunal dan pertokoan dan
pujasera. Blok C terdiri dari balai pertemuan dan posyandu. Blok D terdiri dari parkir dan musholla.

6.6 Konsep dan Strategi Prosedur/Mekanisme Perijinan/Proses Pelaksanaan Pembangunan


Konsep pembangunan yang dilakukan atas rumah susun yaitu dengan bangunan bertingkat yang dapat
dihuni bersama, dimana satuan-satuan dari unit dalam bangunan dimaksud dapat dimiliki secara terpisah yang

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 47


dibangun baik secara horizontal maupun secara vertikal. Pembangunan perumahan yang demikian itu sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Sebelum melakukan kegiatan membangun, hal yang perlu dilakukan adalah
permohonan untuk memperoleh IMB. Izin mendirikan bangunan Kota Semarang disesuaikan dengan Perda Nomor
12 Nomor Tahun 2002. Pentingnya IMB pembangunan Rumah susun dalam mendirikan bangunan agar lebih dapat
lebih kuat secara hukum. Setelah perizinan tentang mendirikan bangunan, perizinan yang selanjutnya adalah Surat
izin penunjukkan dan Penggunaan Tanah (SIPPT) dapat diproses. Selain itu, diperlukan izin lokasi dan hak atas
tanah agar lokasi yang dimanfaatkan sebagai pembangunan rumah susun telah sesuai dengan pemanfaatan bagi
aktivitas dominan pada lokasi tersebut.
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UUPA. Hak atas tanah bersumber
dari Hak Menguasai dari Negara, tanah tersebut dapat diberikan kepada perseorangan baik Warga Negara
Indonesia maupun Warga Negara Asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan Badan Hukum Privat
maupun Badan Hukum Publik permohonan ijin kepada Walikota Kepala Daerah melalui Dinas Perumahan.
Pembangunan rumah susun adalah Hak Pakai dengan adanya Surat Keputusan yang di berikan oleh Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah kepada Pemerintah Kota Semarang terhadap tanah,
Maka dengan bagaimanapun masyarakat yang bertempat tinggal di Kawasan Bandarharjo tidak dapat memperoleh
Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang mereka tempati tersebut. Hal tersebut sudah menjadi aturan dalam Peraturan
Perundang-Undangan serta dalam isi sertifikat yang di keluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi Jawa Tengah.

6.7 Konsep dan Strategi MBR, Pemberdayaan dan Keswadayaan


Dalam hal penyediaan rumah susun sederhana sewa, masyarakat diminta terlibat secara langsung untuk
melakukan kerja sama dengan pemerintah sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam hal melakukan proses
konsolidasi lahan karena masyarakat adalah sebagai pemilik aset lahan, konstruksi hingga pasca konstruksi yang
sesuai dengan aturan-aturan berlaku. Hal ini dilakukan agar pembangunan yang dilakukan sesuai dengan kehendak
dan kemampuan serta kebutuhan masyarakat. Adapun model pemberdayaan yang dilakukan ialah mengarah pada
Interest Based Community yang menitikberatkan kepada kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah yang
memiliki tujuan sama yaitu sama-sama membutuhkan rumah untuk tempat tinggal yang nyaman dan terjangkau. Hal
ini dianggap cukup efektif karena sebagian besar masyarakat adalah pegawai formal dan informal dan memiliki
peminatan yang sama untuk mendapatkan hunian yang dekat tempat kerja dan dapat dijangkau dengan mudah.
Oleh karena itu pendekatan pembangunan yang dilakukan di lokasi studi yakni pembangunan perumahan berbasis
pada komunitas dan kemudian lebih spesifik dijelaskan konsep yang diambil ialah pembangunan rumah susun
sederhana sewa.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 48


BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1 Kesimpulan
Lokasi perencanaan berada di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang dengan dominasi penggunaan
lahannya sebagai kawasan permukiman. Justifikasi pemilihan wilayah studi selain karena merupakan lahan kosong
juga karena lokasi perencanaan yang berada tidak jauh dari kawasan Universitas Diponegoro sehingga banyak
pegawai formal dan informal yang notabene sebagai masyarakat berpenghasilan rendah tinggal di lokasi
perencanaan. Dalam hal ini dilakukan perencanaan terkait rencana pembangunan rumah sususn sederhana sewa
tipe bangunan 30. Rusunawa bagi MBR ini direncanakan untuk 500 unit hunian sesuai dengan ketentuan/peraturan
bangunan/lingkungan agar layak huni dengan biaya sewa Rp200.000 - 350.000/bulan/unit hunian. Dalam
merealisasikan pembangunan rusunawa tersebut, dimulai dari proses pengadaan lahan yang menggunakan konsep
land clearing karena berupa lahan kosong yang tidak produktif. Dalam proses pengelolaannya menggunakan konsep
service contract dimana pemerintah memberikan fee kepada pihak swasta yang berperan dalam konstruksi
pembangunan rumah susun sederhana dengan sistem pembiayaan menggunakan konsep sewa. Dimana total biaya
yang dipinjam pemerintah dari bank dikalikan dengan bunga bank yang berlaku yaitu 11,75% dan pinjaman dicicil
selama 20 tahun. Sedangkan konsep pemberdayaan MBR di lokasi perencanaan yaitu mengikutsertakan peran
masyarakat dalam proses pembentukan komunitas di rusunawa agar terciptanya kekeluargaan.

7.1 Rekomendasi
 Pemerintah dihimbau untuk lebih meningkatkan program pengadaan perumahan terjangkau (Affordable
Housing) bagi MBR untuk mengurangi backlog perumahan khusnya bagi MBR
 Pemerintah harus mengikutsertakan masyarakat pada setiap tahap pembangunan agar tercipta masyarakat
yang berdaya dan agar pembangunan menjadi lebih tepat sasaran
 Pemerintah harus mempunyai program yang jelas terhadap penyediaan peruamah untuk MBR seperti
menggagas kembali program KASIBA dan LASIBA
 Pemerintah harus mempunyai program alokasi dana untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR)
 Pemerintah dan Swasta harus ikut bekerjasama dalam meningkatan kesejahtraan masyarakat yang
berpenghasilan rendah (MBR)
 Para stakholder yang terkait dalam perencanaan perumaahan, harus ikut terlibat dalam penanganan
perumahaan masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR)

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 49


DAFTAR PUSTAKA

_____.2016. Direktori Istilah Bidang Pekerjaan Umum. Dalam http://pustaka.pu.go.id.


_____.2015. Pembiayaan Sejuta Rumah Rp 88,5 Triliun. Dalam http://www.perumnas.co.id.
_____. 2015. Berburu Rumah Subsidi Pemerintah Bagi Golongan MBR. Dalam http://www.profperti.com/ diakses
pada Senin, 4 April 2016.
_____.2012. Pengembang Soroti Definisi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dalam
http://www.beritasatu.com.
BPS Kota Semarang Tahun 2014.
Caesario , Emanuel B. 2016. Perizinan Sejuta Rumah Akan Dirampingkan. Dalam http://properti.bisnis.com.
Halim, Lidwina.2010.Tata Cara Pengadaan Lahan. Dalam http://www.hukumproperti.com.
Hamzah, Andi. dan Sudra, I Wayan. 2000. Dasar-dasar Hukum Perumahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hafiyyan.2015. Kementerian PUPR Siapkan Dua Skema Pengadaan Lahan Rumah Murah. Dalam
http://properti.bisnis.com
PERMENDAGRI Nomor 9 Tahun 2009.
Permenpera No.5/Permen/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman
Permenpera No.27Tahun 2012 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah
Sejahtera Dengan Dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Tahun 2011-2031.
RKPD Kota Semarang Tahun 2016, Bappeda Kota Semarang.
Subkhan, M. 2008. Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa di Cengkareng Jawa Barat. Semarang: UNDIP.
UU no 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pembangunan Rusunawa Yang Layak dan Terjangkau 50

Anda mungkin juga menyukai