(RANPERDA)
TAHUN 2013
TENTANG
TEBO
(BAPPEDA)
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO
NOMOR : ......TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN
KAWASAN PERMUKIMAN KABUPATEN TEBO
TAHUN 2013 – 2033
MEMUTUSKAN :
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
5. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem
pembiayaan, serta peran masyarakat.
7. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik merupakan kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
8. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih
dari satu satuan permukiman.
9. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan.
12. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan untuk tujuan mendapatkan
keuntungan.
13. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat.
14. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah
bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
15. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
khusus.
16. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri.
17. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
18. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi
sebagai tempat hunian.
19. Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebiut Kasiba adalah sebidang tanah yang
fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang.
20. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang
fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan
bagian dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
21. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah
sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, rencana
rinci tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.
22. Konsolidasi tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan
tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman guna
meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan
partisipasi aktif masyarakat.
23. Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang berasal dari anggaran
pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau
sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
24. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau setiap
pengeluaran yang akan diterima kembali untuk kepentingan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman baik yang berasal dari dana masyarakat,
tabungan perumahan, maupun sumber dana lainnya.
25. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar
tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.
26. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
27. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian.
29. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
30. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan susunan jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
31. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
32. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau
aspek fungsional.
33. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan
pelayanan pada tingkat wilayah.
34. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
35. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
36. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
37. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan subagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
38. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
BAB II
Bagian Kesatu
Kegunaan RP3KP
Pasal 2
(1). RP3KP digunakan sebagai :
a. Dokumen perencanaan pelaksanaan SPM Bidang Perumahan Rakyat sesuai
indikator, nilai dan batas waktu pencapaian yang ditetapkan.
b. Perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota untuk peruntukan perumahan
dan kawasan permukiman.
c. Pedoman ditingkat kota, untuk mengatasi permasalahan perumahan dan
kawasan permukiman yang tinggi intensitasnya, dalam mengatur dan
menyelenggarakan perumahan dan kawasan permukiman secara teratur dan
terorganisasikan.
(2). RP3KP dipergunakan sebagai alat dalam menetapkan strategi :
a. Pengembangan perumahan dan kawasan pemukiman dalam wilayah yang
bersangkutan.
b. Pengembangan investasi pembangunan prasarana dan sarana berskala
pelayanan regional.
c. Pengembangan wilayah kota.
d. Pengawasan dan pengendalian terselenggaranya keterpaduan program antar
sektor dan antar lokasi perumahan dan kawasan permukiman terhadap
kawasan fungsional lainnya.
(3). SPM Bidang Perumahan rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
mencakup 2 (dua ) jenis pelayanan dasar meliputi :
a. Rumah layak huni dan terjangkau.
b. Lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas
(PSU).
(4). Indikator dari rumah layak huni dan terjangkau sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) huruf a meliputi :
a. Cakupan ketersediaan rumah layak huni.
b. Cakupan layanan rumah layak huni yang terjangkau.
(5). Indikator dari lingkungan yang sehat dan aman yang di dukung prasarana, sarana
dan utilitas (PSU) sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b adalah cakupan
lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan prasarana, sarana dan
utilitas (PSU).
Bagian Kedua
Pasal 3
(1). Kedudukan RP3KP dalam Sistem Perencanaan Pembangunan meliputi :
a. Merupakan bagian integral dari rencana pembangunan kota.
b. Merupakan jabaran dan pengisian Rencana Tata Ruang Wilayah dalam bentuk
rencana untuk peruntukan perumahan dan kawasan permukiman yang
selanjutnya akan diacu oleh seluruh sektor terkait.
c. Mempunyai kedudukan yang sama dengan berbagai rencana sektoral yang ada.
(2). Penyusunan RP3KP mengacu pada dokumen kebijakan daerah meliputi :
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
c. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Rincian Tata Ruang yang mengatur
secara khusus ruang untuk perumahan dan kawasan permukiman.
Pasal 4
Pasal 5
Bagian Ketiga
Prinsip RP3KP
Pasal 6
a. Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dari sistem
perencanaan pembangunan daerah dan rencana tata ruang wilayah.
b. Mengintegrasikan kegiatan antara pemerintah dengan pemerintah daerah, antar
sektor serta antara dunia usaha dan masyarakat.
c. Sesuai dengan kondisi kependudukan dan potensi yang dimiliki masing-masing
daerah, dinamika perkembangan ekonomi dan sosial budaya daerah.
d. Menerapkan kebijakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dengan
pola hunian berimbang.
e. Melibatkan peran serta masyarakat setempat, dunia usaha dan pemangku
kepentingan lainnya.
Pasal 7
(1). Penyusunan RP3KP mempertimbangkan :
a. Aspek idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, teknologi, serta
pertahanan dan keamanan.
b. Pendekatan pengembangan wilayah terpadu.
c. Peran dan fungsi kawasan perkotaan.
d. Peran dan fungsi kawasan bagian wilayah perkotaan.
e. Keterkaitan antar kawasan perkotaan dan antara kawasan perkotaan dengan
kawasan bagian wilayah perkotaan.
f. Keterpaduan antara perumahan dan kawasan permukiman dengan lingkungan
buatan serta daya dukung lingkungan alami.
g. Pembiayaan pemenuhan kebutuhan rumah bagi penduduk kawasan
perkotaan dan kawasan bagian wilayah perkotaan.
(2). Penyusunan RP3KP dilaksanakan secara terintegrasi antara matra ruang, program
dan kegiatan.
(3). Jangka waktu berlakunya RP3 KP selama 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali
setiap 5 (lima) tahun.
BAB III
Azas
Pasal 8
Azas yang digunakan dalam penyusunan RP3KP Kabupaten Tebo meliputi azas manfaat,
adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan kepada diri sendiri,
keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 9
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 10
(1). Lingkup wilayah perencanaan merupakan daerah dengan batas yang ditentukan
berdasarkan aspek administratif.
(2). Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu Kabupaten Tebo
(3). Batas-batas administrasi Kabupaten Tebo meliputi :
a. Sebelah Utara : Provinsi Pekanbaru
b. Sebelah Selatan : Bungo dan Kabupaten Batanghari
c. Sebelah Timur : Kabupaten Tanjung Jabung Barat
d. Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Barat
(4). Luas wilayah Kabupaten Tebo adalah 646.100 ha atau 6.461 km2
(5). Materi yang dibahas dalam RP3KP meliputi :
a. Visi dan misi pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman;
b. Tujuan, kebijakan dan strategi pembangunan dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman;
c. Rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman;
d. Program penanganan pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman;
e. Ketentuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang;
f. Kelembagaan;
g. Peran serta masyarakat; dan
h. Pemantauan, pengawasan, pengendalian pembangunan serta pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman.
(6). Lingkup wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (4), tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB IV
Bagian Kesatu
Kawasan Permukiman
Pasal 11
Kawasan Permukiman
Pasal 12
a. Perumahan yang layak huni adalah perumahan yang memenuhi kelayakan sebagai
tempat tinggal termasuk dukungan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang sesuai
dengan itu;
b. Kawasan permukiman yang berwawasan lingkungan adalah kawasan permukiman
yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan sehingga
berkarakter berkelanjutan serta memperhatikan kerawanan bencana yang rawan
dialami;
c. Kawasan permukiman yang produktif adalah kawasan permukiman yang dapat
mendukung penghidupan masyarakat, baik pada sektor produksi primer, sektor
produksi sekunder, maupun sektor produksi tersier
BAB V
KAWASAN PERMUKIMAN
Bagian Kesatu
Kawasan Permukiman
Pasal 13
Pasal 14
(1). Untuk mewujudkan tujuan pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ditetapkan kebijakan
dan strategi pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman.
(2). Strategi pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman
Kabupaten Tebo sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
(1). Strategi untuk memenuhi perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni
meliputi :
a. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan;
b. Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan dan sanitasi; dan
c. Memenuhi kecukupan luas minimum.
(2). Strategi untuk memenuhi perumahan dan kawasan permukiman sehat dan aman
yang didukung prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) meliputi :
a. Mengembangkan jaringan jalan menuju perumaha dan kawasan permukiman;
b. Mengembangkan sanitasi di perumahan dan kawasan permukiman;
c. Mengembangkan jaringan drainase dan pengendalianbanjir di perumahan dan
kawasan permukiman;
d. Mengembangkan persampahan di perumahan dan kawasan permukiman;
e. Memenuhi kebutuhan air minum di perumahan dan kawasan permukiman; dan
f. Memenuh kebutuhan listrik diperumaha dan kawasan permukiman.
(3). Strategi untuk meningkatkan kualitas permukiman kumuh di Kabupaten Tebo
meliputi :
a. Melakukan perbaikan atau pemugaran permukiman kumuh dan permukiman
liar meliputi rehabilitasi dan renovasi;
b. Melakukan peremajaan permukiman kumuh dan permukiman liar dengan
membangun prasarana dan sarana lingkungan perumahan dan kawasan
permukiman baru yang lebih layak dan sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah;
c. Mengembangkan lingkungan permukiman melalui pengelolaan dan
pemeliharaan berkelanjutan untuk perumahan formal dan non formal; dan
d. Meningkatkan kualitas permukiman.
(4). Strategi untuk penanganan permukiman liar di Kabupaten Tebo meliputi :
a. Pembatasan aksesibilitas menuju kawasan permukiman liar;
b. Pemutusan jaringan utilitas listrik dan air minum di permukiman liar;
c. Relokasi pada kawasan layak huni di sekitar wilayah semula; dan
d. Pemulihan fungsi ruang sebagaimana diatur pada rencana tata ruang wilayah.
(5). Strategi untuk menyediakan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah
meliputi :
a. Mendata masyarakat berpenghasilan rendah yang belum memiliki tempat
tinggal dan penduduk yang tinggal di sekitar bantaran sungai
b. Menyediakan lahan untuk pembangunan dan pengembangan perumahan;
c. Mengembangkan jaringan jalan menuju kelokasi pengembangan perumahan dan
jalan lingkungan;
d. Menyediakan kebutuhan air bersih dan listrik untuk masyarakat yang akan
menghuni perumahan; dan
e. Mengarahkan masyarakat yang tinggal dibantaran sungai untuk pengembangan
perumahan permukiman kewilayah daratan..
BAB VI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1). Rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan pemukiman
sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (5) huruf c adalah rencana
pengembangan perumahan permukiman kawasan perkotaan dan pedesaan.
(2). Rencana pengembangan perumahan permukiman kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) yaitu Kawasan permukiman perkotaan atau dikenal juga
dengan kawasan perkotaan dalam wilayah Kabupaten Tebo ditetapkan dalam RTRW
Kabupaten Tebo, berupa penetapan dalam rencana struktur ruang (penetapan
PKWp, PKL, dan PPK) dan rencana pola ruang (penetapan kawasan permukiman).
Kawasan permukiman perkotaan atau kawasan perkotaan yang direncanakan
Bagian Kedua
Pasal 17
(1). Pengembangan perumahan perkotaan di Kabupaten Tebo sebagaimana dimaksud
dalam pasal 16 ayat (1 ) yaitu Penetapan kawasan perkotaan didasarkan pada
penetapan RTRW Kabupaten Tebo, di mana sebagian terbesar dari kawasan
perkotaan tersebut masih berkarakter sebagai kawasan perdesaan, yang
diprediksikan dalam jangka waktu 20 tahun ke depan akan mengalami transisi
fungsi menuju menjadi kawasan perkotaan.
(2). Pusat kegiatan atau ibukota kecamatan yang diidentifikasikan sebagai kawasan
perkotaan di masa datang tersebut dewasa ini adalah pusat pertumbuhan perdesaan
(rural growth center) yang akan berbentuk sebagai kawasan perkotaan kecil (dengan
jumlah penduduk di bawah 100.000 jiwa. Adapun pengembangan perumahan
perkotaan dalam pasal ini meliputi :
a. PKWP Muara Tebo yang meliputi ; Kelurahan Muaro Tebo, Tebing Tinggi, Desa
Mangun Jayo, Bedaro Rampak, dan Sungai Alai.
b. PKL Wirotho Agung meliputi; Kelurahan Wirotho Agung, Desa PErintis, dan
Rimbo Mulyo
c. PKL Sungai Bengkal Meliputi; Kelurahan Sungai Bengkal, Desa Sungai Aro, Dan
Desa Muara Ketalo
d. PPK Pulau Temiang meliputi; Keluarahan Kelurahan Pulau Temiang, Desa Pulau
Panjang, Desa Lubuk Banteng, dan Desa Teluk Kuali
e. PPK Mengupeh Meliputi ; Keluarahan Mengupeh, Desa Muara Kilis, Desa
Rantau Api, dan Desa Penapalan
f. PPK Karang Dadi Meliputi ; Keluarahan Karang Dadi, Desa Sido Rejo, Desa Giri
Purno
g. PPK Suka Damai meliputi ; Kelurahan Sukadamai dn Desa Wanareja
h. PPK Sungai Abang meliputi; Kelurahan Sungai Abang, Desa Aur Cino, Dusun
Baru, Tabun dan Desa Teluk KAyu Putih
i. PPK Balai Rajo meliputi ; Keluarahan Balai Rajo, Desa Teluk KEpayang Pulau
Indah, Desa PAseban, dan Desa Cermin Alam
j. PPK Teluk Singkawang meliputi ; Keluarahan Teluk SIngkawang, Desa LEmbak
Bungur, Dan Desa Punti Kalo.
k. PPK Sekutur Jaya meliputi ; Keluarahan Sekutur Jaya, dan Desa Tanjung Aur
Seberang
l. PPK Pintas Tuo meliputi; Kelurahan Pintas Tuo, Desa Embacang Gedang, Desa
Bangko Pintas, Desa Bangun Seranten.
(3). Pengembangan perumahan Perdesaan di Kabupaten Tebo sebagaimana dimaksud
dalam pasal 16 ayat (1 ) yaitu Kawasan permukiman yang terletak di luar kawasan
permukiman perkotaan yang telah ditetapkan di atas adalah kawasan permukiman
perdesaan. Mengingat karakter utama kawasan perdesaan ini adalah kawasan
dengan kegiatan utama pertanian dengan kepadatan bangunan relatif rendah, maka
sebagai acuan kawasan untuk menetapkan rencana adalah lingkungan hunian di
dalam wilayah administrasi masing-masing desa yang bersangkutan.
(4). Peta rencana pengembangan perumahan perkotaan dan pedesaanp sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Pasal 18
(1). Rencana Lingkungan Hunian Tepi Sungai merupakan Penataan terhadap lingkungan
hunian permukiman di tepi sungai terkait dengan letaknya di tepi sungai yang
berkenaan dengan:
b. Keterkaitan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat dengan badan air berupa
sungai tersebut yang perlu dijaga keberlanjutannya.
d. Penerapan perangkat insentif dan disinsentif dalam rangka (1) mengurangi atau
membatasi bangunan rumah yang membelakangi sungai, (2) pengembangan
atau pembangunan bangunan rumah menghadap sungai di sebelah luar jalan
yang berperan sebagai jalan inspeksi, dan (3) pergeseran pengembangan atau
pembangunan rumah ke lokasi bukan tepi sungai, terutama ke tepi jalan raya
yang tidak terletak di sempadan sungai.
Paragraf 3
Pasal 19
(1). Lingkungan hunian permukiman di tepi jalan berkembang secara linear atau
memanjang di tepi dan mengikuti jaringan jalan utama yang ada.
Paragraf 4
Pasal 20
(1). Sejalan dengan karakter kegiatannya yaitu pertanian dan perkebunan, lingkungan
hunian permukiman di pedalaman dengan kegiatan pertanian dan perkebunan ini
cenderung masih dominan sebagai kawasan permukiman perdesaan atau
lingkungan hunian perdesaan.
(2). Terhadap lingkungan hunian permukiman di pedalaman dengan kegiatan pertanian
dan perkebunan ini, terkait dengan pelayanan ekonomi (pemasaran produksi dan
distribusi kebutuhan), pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, dan lainnya),
pelayanan administrasi pemerintahan (desa ke ibukota kecamatan, dan ibukota
kecamatan ke ke ibukota kabupaten), dan pelayanan transportasi/pergerakan, maka
perlu direncanakan:
Pasal 21
(1). Pengembangan permukiman transmigrasi di Kabupaten Tebo adalah dengan pola
pertanian/perkebunan, dengan kata lain disiapkan pada tahap awalnya sebagai
permukiman perdesaan yang berkarakter frontier (perintisan awal).
(2). Berdasarkan bahasan tersebut pada pasal 19 ayat 1, maka perencanaan yang
berkaitan dengan lingkungan hunian permukiman transmigrasi ini akan meliputi:
Paragraf 6
Pasal 22
(1). Perkembangan lingkungan hunian permukiman perkebunan baru merupakan rumah
atau kumpulan rumah (perumahan) yang berkarakter perdesaan (rural) yang
tersebar. Perencanaan untuk lingkungan hunian permukiman perkebunan baru
tersebut meliputi:
Paragraf 7
Pasal 19
(1). Lingkungan hunian permukiman komunitas adat terpencil (KAT) ini terletak
umumnya dalam kawasan hutan (hutan suaka alam dan pelestarian alam) berupa
Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh
(TNBT). Ada upaya memukimkan masyarakat KAT ke lokasi di luar kawasan hutan
tersebut, yaitu seperti yang terdapat di Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir.
perencanaan terhadap lingkungan hunian permukiman KAT ini dilakukan dengan
bentuk yang meliputi:
PERENCANAAN PERUMAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
(1). Perumahan adalah sekumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
(2). Tingkatan perumahan dalam perencanaan ini adalah komplek perumahan terencana
secara khusus dan tidak terencana secara khusus. Sehubungan dengan pendefinisian
bahwa perumahan dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU)
serta bentuk-bentuk karakter perumahan tersebut di atas, maka dapat dibedakan
perumahan tersebut yang meliputi.
BAB VIII
KAWASAN PERMUKIMAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 24
(1). Program penanganan pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (5) huruf d adalah
indikasi program.
(2). Program penanganan pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman meliputi :
a. Indikasi program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman;
b. Indikasi program Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Lingkungan
Hunian;
c. Indikasi program Pembangunan dan Pengembangan Permukiman;
d. Indikasi program Pembangunan dan Pengembangan Perumahan;
e. Indikasi program Pembangunan dan Pengembangan Rumah; dan
Bagian Kedua
Pasal 25
(1). Indikasi program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Perkotaan meliputi :
a. Identifikasi peralihan dari tidak terbangun akan menjadi terbangun,
b. Identifikasi peralihan dari terbangunawal akan menjadi terbangun kemudian
c. Identifikasi pergerseran lokasi lingkungan hunian dari lokasi awal ke lokasi
lainnya,
d. Identifikasi perbedaan intensitas perkembangan lingkungan hunian dalam
kawasan perkotaan,
(2). Indikasi program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Perdesaan meliputi :
a. Identifikasi peralihan dari tidak terbangun akan menjadi terbangun dengan
corak ekspansi, densifikasi horizontal, atau densifikasi vertical
b. Identifikasi peralihan dari pemanfaatan semula menjadi pemanfaatan kemudian
c. Identifikasi pergeseran lokasi lingkungan hunian dari lokasi awal kelokasi
lainnya
d. Identifikasi perbedaan intensitas perkembangan fisik dalam wilayah
desa/kawasan perdesaan.
(3). Indikasi program pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tercantum dalam Lampiran XXIX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Pasal 26
Bagian keempat
Bagian Kelima
Bagian Keenam
Pasal 28
(1). Indikasi program Pembangunan dan pengembangan rumah pendekatan existing
meliputi ;
a. Pembangunan dan pengembangan penanganan backlog rumah perkotaan
meliputi;
1. Kecamatan Tebo Tengah (269 rumah)
2. Kecamatan Tebo Ilir (136 rumah)
3. Kecamatan Sumay (200 rumah)
4. Kecamatan Tebo Ulu (87 rumah)
5. Kecamatan VII Koto (tidak ada)
6. Kecamatan Rimbo Bujang (1.021 rumah)
7. Kecamatan Ribo Ilir (489 rumah)
8. Kecamatan Rimbo Ulu (291 rumah)
9. Kecamatan Tengah Ilir (489 rumah)
10. Kecamatan VII Koto Ilir (1.301 rumah)
11. Kecamatan Serai Serumpun (tidak ada)
12. Kecamatan Muara Tabir (tidak ada)
b. Pembangunan dan pengembangan rumah pendekatan existing, penanganan
backlog rumah pedesaan meliputi;
1. Kecamatan Tebo Tengah (18 rumah)
2. Kecamatan Tebo Ilir (491 rumah)
3. Kecamatan Sumay (1.100 rumah)
4. Kecamatan Tebo Ulu (tidak ada)
5. Kecamatan VII Koto (tidak ada)
6. Kecamatan Rimbo Bujang (490 rumah)
7. Kecamatan Ribo Ilir (500 rumah)
8. Kecamatan Rimbo Ulu (258 rumah)
9. Kecamatan Tengah Ilir (606 rumah)
10. Kecamatan VII Koto Ilir (112 rumah)
11. Kecamatan Serai Serumpun (806 rumah)
12. Kecamatan Muara Tabir (166 rumah)
(2) Indikasi program pembangunan khusus penanganan masalah yaitu :
a. Program pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) meliputi;
1. Identifikasi jumlah rumah untuk MBR dan lokasi di kawasan permukiman
perkotaan dan kawasan permukiman perdesaan.
2. Pembangunan rumah untuk MBR di kawasan permukiman perkotaan dan
kawasan permukiman perdesaan.
b. Program pembangunan rumah tidak layak huni (RUTILAHU) meliputi;
1. Identifikasi jumlah RUTILAHU dan lokasi di kawasan permukiman
perkotaan dan kawasan permukiman perdesaan.
2. Pembangunan RUTILAHU di kawasan permukiman perkotaan dan kawasan
permukiman perdesaan.
c. Program pembangunan rumah masyarakat komunitas adat terpencil (KAT)
meliputi;
1. Identifikasi jumlah rumah yang dibutuhkan, sesuai jumlah rumah tangga/KK
yang bersedia di mukimkan di luar kawasan hutan.
2. Identifikasi lokasi pembangunan rumah masyarakat KAT di luar kawasan
hutan.
3. Pembangunan rumah masyarakat KAT dengan jumlah dan lokasi yang
ditetapkan/disepakati.
(3) Indikasi program pengembangan dan rumah prediktif yaitu :
a. Program pengembangan dan pemukiman rumah prediktif di kawasan
permukiman perkotaan meliputi;
1. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Tebo Tengah
2. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Tebo Ilir
3. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Sumay
4. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Tebo Ulu
5. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
VII Koto
6. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Rimbo Bujang
7. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Rimbo Ilir
8. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Rimbo Ulu
9. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Tengah Ilir
10. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
VII Koto Ilir
11. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Serai Serumpun
12. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perkotaan di Kecamatan
Muara Tabir
b. Program pengembangan dan pemukiman rumah prediktif di kawasan
permukiman perdesaan meliputi;
1. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Tebo Tengah
2. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Tebo Ilir
3. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Sumay
4. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Tebo Ulu
5. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
VII Koto
6. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Rimbo Bujang
7. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Rimbo Ilir
8. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Rimbo Ulu
9. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Tengah Ilir
10. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
VII Koto Ilir
11. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Serai Serumpun
12. Pengembangan dan pembangunan rumah prediktif perdesaan di Kecamatan
Muara Tabir
BAB IX
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 29
a. Menjamin tersedianya rumah mewah, rumah menengah dan rumah sederhana bagi
masyarakat yang dibangun dalam satu hamparan atau tidak dalam satu hamparan
untuk rumah sederhana;
c. Mewujudkan subsidi silang untuk penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum
serta pembiayaan pembangunan perumahan;
d. Menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara social dan ekonomi; dan
Bagian Kedua
Paragraf 1
Umum
Pasal 30
Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan pemukiman wajib dengan
hunian berimbang kecuali diperuntukkan bagi rumah sederhana dan/atau rumah susun
umum.
Pasal 31
(1). Penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman dengan hunian berimbang
harus memenuhi persyaratan lokasi dan lokasi dan komposisi.
(2). Penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman dengan hunian berimbang
dilaksanakan di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan
permukiman.
(3). Perumahan, pemukiman, lingkungan dan hunian kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan skala sebagai berikut :
a. Perumahan dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) sampai
dengan 1.000 (seribu) rumah;
b. Pemukiman dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) sampai
dengan 3.000 (tiga ribu) rumah;
c. Lingkungan hunian dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 3.000 (tiga
rumah) sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) rumah; dan
d. Kawasan pemukiman dengan jumlah rumah lebih dari 10.000 (sepuluh ribu)
rumah.
Paragraf 2
Lokasi
Pasal 32
(1). Persyaratan lokasi hunian berimbang sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat
(1) dilaksanakan dalam satu kota pada :
a. Satu hamparan; dan
b. Tidak dalam satu hamparan.
(2). Lokasi hunian berimbang dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1 ) huruf a wajib dilaksanakan pada permukiman, lingkungan hunian dan
kawasan permukiman.
(3). Lokasi hunian berimbang dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1 ) huruf a sekurang-kurangnya menampung 1.000 (seribu) rumah.
(4). Lokasi hunian berimbang tiadak dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan pada perumahan yang sekurang-
kurangnya menampung 50 (lima puluh) rumah.
(5). Dalam hal tidak dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
maka pembangunan rumah sederhana oleh setiap orang harus memenuhi
persyaratan :
a. Dibangun dalam satu wilayah kota; dan
b. Penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja.
Paragraf 3
Komposisi
Pasal 33
Pasal 35
(1). Komposisi luasan lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 huruf b merupakan
perbandingan luas lahan untuk rumah sederhana terhadap luas lahan keseluruhan.
(2). Luasan lahan rumah sederhana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-
kurangnya 25% (dua puluh lima per seratus) dari luas lahan keseluruhan dengan
jumlah rumah sederhana sekurang-kurangnya sama dengan jumlah rumah mewah
ditambah jumlah rumah menengah.
Bagian Ketiga
Perencanaan
Pasal 36
(1). Perecanaan perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang dilakukan oleh setiap orang.
(2). Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan untuk lokasi
baru dan/atau pada lokasi pengembangan yang sebagian sudah terbangun.
(3). Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat disusun dalam satu
hamparan atau tidak dalam satu hamparan.
(4). Perencanaan tidak dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3 )
wajib diajukan oleh setiap orang yang sama.
(5). Perencanaan lokasi baru dan/atau pada lokasi pengembangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disusun dalam bentuk dokumen perencanaan yang
menjamin terlaksananya hunian berimbang.
(6). Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 sekurang-kurangnya
meliputi :
a. Rencana tapak;
b. Desain rumah;
c. Spesifikasi teknis rumah;
d. Rencana kerja perwujudan hunian berimbang; dan
e. Rencana kerjasama.
(7). Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 wajib mendapat
pengesahan dari Bupati.
Paragraf 2
Pembangunan
Pasal 37
(1). Setiap orang membangun perumahan dan kawasan permukiman wajib
mewujudkan hunian berimbang sesuai dengan perencanaan.
(2). Pembangunan permukiman lingkungan hunian dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang hanya dilakukan oleh badan hukum bidang perumahan
dan kawasan permukiman.
(3). Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa badan hukum
yang berdiri sendiri atau kumpulan badan hukum dalam bentuk kerjasama.
(4). Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat berbentuk :
a. Konsorsium;
b. Kerjasama operasional; dan
c. Bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5). Pembangunan rumah sederhana dalam rangka perwujudan hunian berimbang
dilaksanakan secara proporsional sesuai rencana dan jadwal penyelesaian
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang tertuang dalam
rencana kerja perwujudan hunian berimbang.
Paragraf 3
Pengendalian
Pasal 38
(1). Pengendalian perumahan dan kawasan pemukiman dengan hunian berimbang
dilakukan pada :
a. Tahap perencanaan;
b. Tahap pembangunan; dan
c. Tahap pengembangan.
(2). Pengendalian pada tahap perencanaan sebagaimana didimaksud dalam ayat (1)
huruf a sesuai dengan perencanaan.
(3). Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana di dimaksud dalam ayat (1)
huruf b meliputi :
a. Perizinan;
b. Penertiban; dan
c. Penataan.
(4). Pengendalian pada tahap pengembagan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
c ditujukan bagi setiap orang yang mengaju kan izin pengembangan atau
perluasan perumahan dan kawasan permukiman.
Pasal 39
Pasal 40
BAB X
KELEMBAGAAN
Pasal 41
(1). Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyusunan dokumen RP3KP.
(2). Untuk mendukung penyelenggaraan RP3KP, Bupati sesuai kewenangannya
menunjuk dan/atau membentuk kelembagaan sesuai tahapan RP3KP, meliputi :
a. Kelembagaan tahap penyusunan RP3KP; dan
b. Kelembagaan tahap pemanfaatan RP3KP.
Bagian Kesatu
Pasal 42
(1). Penyusunan RP3KP difasilitasi melalui Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan
Permukiman (Pokja PKP).
(2). Pok ja PKP s ebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di bentuk sebelum dimulainya
pelaksanaan penyusunan RP3KP.
(3). Pembentukan Pokja PKP ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4). Ketentuan mengenai pembentukan Pokja PKP serta tugas-tugasnya ditetapkan
tersendiri dengan Peraturan Bupati.
Pasal 43
Pokja PKP sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) mempunyai tugas :
Pasal 45
Ketua Pokja PKP menyampaikan dokumen RP3 KP kepada Bupati sesuai kewenangannya
guna diproses legalisasinya.
Bagian Kedua
Pasal 46
(1). Lembaga yang bertanggung jawab pada tahap pemanfaatan RP3KP adalah SKPD
yang membidangi perumahan dan kawasan pemukiman.
(2). SKPD s ebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas :
a. Mengkoordinasikan penyusunan program perumahan dan kawasan
permukiman dengan sektor terkait;
b. Mengkoordinasikan pelaksanaan RP3 KP secara terpadu sebagai dasar bagi
penentuan perizinan dalam pelaksanaan pembangunan pengembangan
perumahan kawasan permukiman;
c. Merumuskan pelaksanaan dan mengkoordinasikan masalah-masalah yang
timbul dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta
memberikan araahan dan pemecahannya;
d. Mengkoordinasikan penyusunan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman di daerah;
e. Membantu memaduserasikan penatagunaan tanah dan penatagunaan sumber
daya alam lainnya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang terkait dengan
peru mahan dan kawasan permukiman;
f. Melakukan pemantauan dan evalu asi terhadap pelaksanaan RP3KP; dan
g. Melaporkan progress pelaksanaan RP3 KP terhadap Bupati.
(3). Tata cara pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan RP3KP sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf f ditetapkan tersendiri dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
Pasal 47
(1). Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yaitu dilakukan engan
melibatkan peran serta masyarakat.
(2). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu dilakukan dengan
memberikan masukan dalam :
a. Penyusunan rencana pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
b. Pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
c. Pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman;
d. Pemeliharaan dan perbaikan perumahan dan kawasan permukiman; dan
e. Pengendalian penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
(3). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu dilakukan dengan
membentuk Forum Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 48
(1). Forum sebagaimana d imaksud dalam Pasal 47 ayat (3) mempunyai fungsi dan
tugas :
a. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
b. Membahas dan merumuskan pemikiran arah
c. Pengembangan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
d. Meningkatkan peran dan pengawasan masyarakat;
e. Memberikan masukan kepada pemerintah; dan
f. Melakukan peran arbitrase dan mediasi dibidang penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman.
(2). Forum sebagaimana di maksud pada ayat (1) terdiri dari unsur :
a. Instansi pemerintah yang terkait dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
b. Asosiasi perusahaan penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman;
c. Asosiasi profesi penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman;
d. Asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha penyelenggara perumahan dan
kawasan permukiman;
e. Pakar di bidang perumahan dan kawasan permukiman; dan
f. Lembaga swadaya masyarakat dan/atau yang mewakili konsumen yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman.
Pasal 49
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
70 ayat (1) dan ayat (2), serta forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) dan
Pasal 71 diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
PERMUKIMAN
Pasal 50
(1). Pemantauan merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyelenggaraan kawasan
permukiman secara langsung, tidak langsung dan/atau melalui laporan
masyarakat.
(2). Pengawasan meliputi pemantauan, evaluasi dan koreksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3). Pengendalian pemb£angunan perumahan dan kawasan permukiman meliputi :
a. Pengendalian pada tahap pembangunan; dan
b. Pengendalian pada tahap pemanfaatan.
(4). Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
huruf a di lakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan pada kawasan
permukiman yang terdiri atas kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
(5). Pengendalian dilakukan untuk menjaga kualitas kawasan permukiman.
(6). Pengendalian pada tahap pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf
b dilakukan dengan :
a. Pemberian insentif;
b. Pengenaan disinsentif; dan
c. Pengenaan sanksi.
(7). Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a berupa :
a. Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan;
b. Pemberian kompensasi;
c. Subsidi silang;
d. Pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana dan utilitas umum; dan
e. Kemudahan prosedur perizinan.
(8). Pengenaan di sinsentif sebagaimana dim aksud pada aya t (6) huruf b berupa :
a. Pengenaan retribusi daerah;
b. Pembatasan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum;
c. Pengenaan kompensasi; dan
d. Pengenaan sanksi berdasarkan undang-undang ini.
BAB XIII
SANKSI
Pasal 51
(1). Ketentuan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap :
a. Pembangunan dan pengembangan perumahan dan pengembangan
permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
b. Pembangunan dan pengembangan perumahan dan pengembangan
permukiman yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam izin pemanfaatan
ruang.
(2). Arahan pengenaan sanksi terhadappelanggaran pembangunan dan pengembangan
perumahan dan pengembangan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1 ) akan dilakukan dengan pemberian sanksi administratif.
(3). Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Pembatasan kegiatan pembangunan;
c. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
d. Penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan;
e. Penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel);
f. Kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu;
g. Pembatasan kegiatan usaha;
h. Pembekuan izin mendirikan bangunan;
i. Pencabutan izin mendirikan bangunan;
j. Pembekuan / pencabutan surat bukti kepemilikan rumah;
k. Perintah pembongkaran bangunan rumah;
l. Pembekuan izin usaha;
m. Pencabutan izin usaha;
n. Pengawasan;
o. Pembatalan izin;
p. Kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu;
q. Pencabutan insentif;
r. Pengenaan denda administratif; dan
s. Penutupan lokasi.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 52
(1). Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
kewenangan khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
(2). Dalam melakukan tugas penyidikan, Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
berwenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
pelanggaran;
b. .Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan;
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
sanksi;
f. Mendatangkan orang yang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan
hubungannya perkara dan
g. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik
bahwa tidak terdapat bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada
penuntut umum, tersangka dan keluarganya.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 53
PENUTUP
Pasal 54
(1). Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
berlaku selama 20 (dua puluh) tahun.
(2). Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
sebagaimana dimaksud dalam aya t (1), dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali setelah 5
(lima ) tahun.
(3). Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas dan/atau wilayah Daerah yang ditetapkan dengan Undang-
Undang, Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat ditinjau kembali lebih
dari 1(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 55
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya
akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
Pasal 56
Peraturan Daerah ini mulai berlaku padatanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tebo.
Ditetapkan di Tebo
Pada tangga l 2012
BUPATI TEBO,
ttd.
Diundangkan di Tebo
pada tanggal 2013
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TEBO,
ttd.