Anda di halaman 1dari 22

Morfologi Kota | 1

KATA PENGATAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang Stuktur Kota Kawasan BWP Lumajang-Sukodono.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang Stuktur Kota
Kawasan BWP Lumajang-Sukodono ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Jember, 07 Mei 2018

Penulis

Morfologi Kota | i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 10
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................... 11
3.1 Identifikasi Elemen Struktur Kota .................................................................... 11
3.2 Struktur Ruang Kota Kawasan BWP Lumajang-Sukodono ............................. 12
3.3 Pola jaringan jalan................................................................................................... 14
3.4 Perkiraan Keberadaan Lahan Persawahan di Masa Mendatang.............................. 15
Daftar Putaka .................................................................................................................... 18

Morfologi Kota | ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berkembangannya peradaban manusia, kita sebagai
manusia semakin kompleks hal yang dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan
kehidupan kita. Contohnya yang dulu manusia hidup secara berpindah (nomaden),
pada masa sekarang yang sudah maju peradabannya manusia memiliki pola hidup
secara menetap. Dengan pola hidup yang menetap seperti masa sekarang,
terbentuklah suatu kawasan sebagai tempat berkumpulnya suatu komunitas dengan
beragam kegiatan yang menjadi cikal bakal suatu kota.

Kota menurut UU No. 22 th. 1999 Tentang Otonomi Daerah, kota adalah
kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi. Lalu menurut Kamus Tata Ruang Kota adalah pemukiman yang
berpenduduk relatif besar, luas area terbatas, pada umumnya bersifat non-agraris,
dan kepadatan penduduk relatif tinggi. Ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan di
kawasan perkotaan bukan kegiatan yang homogen, namun lebih cenderung
heterogen (beragam) yang menjadi ciri utama suatu wilayah untuk bisa disebut
kota.

Lumajang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia.


Ibu kotanya adalah Lumajang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten
Probolinggo di utara, Kabupaten Jember di timur, Samudra Hindia di selatan,
serta Kabupaten Malang di barat. Kabupaten Lumajang terletak di wilayah Tapal
Kuda, Jawa Timur. Kabupaten Lumajang teridentifikasi sebagai wilayah kota yang
sesuai dengan pernyataan UU tersebut, lebih spesifiknya adalah di Kecamatan
Lumajang dan Sukodono yang menuntun saya dalam pembuatan makalah ini
tentang struktur kota bagian wilayah perkotaan lumajang.

Alasan saya memilih studi kasus wilayah Kabupaten Lumajang karena


kawasan tersebut merupakan kawasan yang cukup unik. Karena tipikal kawasan

Morfologi Kota | 1
perkotaan di Indonesia jarang sekali lahan persawahan yang ada di kawasan
perkotaan. Namun untuk di BWP Lumajang-Sukodono, lahan sawah termasuk di
dalamnya. Dengan adanya lahan sawah di daerah perkotaan dapat menyebabkan
berkurangnya lahan sawah akibat dari pertumbuhan kota yang terus berkembang.
Oleh karena itu, saya tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang kawasan studi
kasus saya.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana bentuk struktur kota dari kawasan BWP Lumajang-Sukodono?
2. Bagaimana bentuk pola jaringan jalan dari kawasan BWP Lumajang-
Sukodono?
3. Bagaimana perkiraan keberadaan lahan persawahan berdasarkan tren
perkembangan kota?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami struktur kota dari kawasan BWP Lumajang-
Sukodono
2. Mengetahui dan memahami pola jaringan jalan dari kawasan BWP
Lumajang-Sukodono
3. Memperkirakan keberadaaan lahan persawahan di kawasan perkotaan
terhadap pertumbuhan kota di masa mendatang

Morfologi Kota | 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur Ruang

Struktur ruang didefinisikan sebagai susunan pusat-pusat permukiman dan


sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional
(UU No.26 Tahun 2007). Rencana struktur ruang kota merupakan gambaran pola
tata guna lahan serta jaringan jalan yang terbentuk didalamnya oleh karena kedua
hal tersebut akan saling mempengaruhi satu sama lain (Sujarto, 1998 dalam
Setiawan, 2004). Struktur ruang kota memperlihatkan penggunaan ruang kota oleh
pergerakan dan aktivitas masyarakat dengan pertimbangan kondisi fisik kota,
sehingga struktur ruang kota tergantung kepada kondisi fisik yaitu penggunaan
lahan dan pola jaringan transportasi serta kondisi non fisik yaitu pergerakan dan
aktivitas masyarakat didalamnya.

Struktur Ruang Wilayah Kota

Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan


kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa
perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan
melayani fungsi kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala
kota, yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan
internasional. Penjabaran struktur kota membentuk pola kota yang
menginformasikan antara lain kesesuaian lahan, kependudukan, guna lahan, sistem
transportasi dan sebagainya, dimana kesemuanya berkaitan satu sama lain. Unsur-
unsur pembentuk struktur tata ruang kota menurut Doxiadis dalam Pontoh (2009)
terbagi menjadi 4 unsur,antara lain :

1. Individu manusia (Antropos) dan masyarakat (Society)


Di kota besar dengan kepadatan tinggi, terdapat perbedaan komposisi umur
dan jenis kelamin, dalam struktur pekerjaan, dalam pembagian tenaga buruh
dan struktur social. Hal ini memaksa manusia untuk mengembangkan
karakteristik yang berbeda sebagai individual, kelompok, unit dan
komunitas.

Morfologi Kota | 3
2. Ruang kehidupan (Shells)
Ruang kehidupan dari perumahan perkotaan memiliki banyak karakteristik
meskipun ukurannya bervariasi. Semakin besar ukuran perumahan, semakin
internasional karakteristiknya; sementara semakin kecil ukurannya semakin
dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal.
3. Jaringan (Network)
Salah satu cara paling mendasar untuk menggambarkan struktur
permukiman adalah berhubungan dengan jaringan dan terutama sistem
sirkulasi – jalur transportasi dan titik-titik pertemuan (nodal point).
4. Alam (Nature)
Keadaan permukiman perkotaan berbeda dengan permukiman pedesaan.
Lansekap yang ada biasanya lebih luas dan berlokasi di daerah dataran,
dekat dengan danau, sungai atau laut dan dekat dengan rute transportasi.

Teori struktur kota dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Teori Konsentris (Concentric Theory)


Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human
ecology, adalah hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut
pengamatan Burgess, Kota Chicago ternyata telah berkembang sedemikian
rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan yang konsentris yang
mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda. Burgess berpendapat
bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai dari
pusatnya. Kemudian seiring bertambahnya penduduk kota, meluas ke

Morfologi Kota | 4
daerah pinggiran atau menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul
berbentuk konsentris dengan struktur bergelang atau melingkar.

Gambar 1 Ilustrasi Konsentris

2. Teori Sektoral (Sector Theory)

Gambar 2 Ilustrasi Sektoral

Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul


berdasarkan penelitiannya pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan bahwa
proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektor daripada sistem gelang
atau melingkar seperti yang dikemukakan dalam teori konsentris oleh
Burgess. Hoyt juga meneliti Kota Chicago untuk mendalami Daerah Pusat
Kegiatan (Central Business District) yang terletak di pusat kota. Ia

Morfologi Kota | 5
berpendapat bahwa pengelompokan penggunaan lahan kota menjulur
seperti irisan kue tar.
3. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua
geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat
dalam wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang
dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt. Pertumbuhan kota yang
berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk yang
kompleks ini disebabkan oleh munculnya inti-inti kota baru yang berfungsi
sebagai kutub pertumbuhan. Inti-inti baru akan berkembang sesuai dengan
penggunaan lahannya yang fungsional dan membentuk struktur kota yang
memiliki sel-sel pertumbuhan. inti kota dapat berupa kampus perguruan
tinggi, Bandar udara, kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus.
Keuntungan ekonomi menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan
secara mengelompok sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks
industri mencari lokasi yang berdekatan dengan sarana transportasi.
Perumahan baru mencari lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan
dan tempat pendidikan.

Gambar 3 Ilustrasi Multiple-Nuclei

Morfologi Kota | 6
Struktur tata ruang kota pada dasarnya dibentuk oleh dua elemen utama, yaitu link
dan node. Kedua elemen tersebut sekaligus merupakan elemen utama transportasi
(Morlok, 1978:89). Link (jalur) adalah suatu garis yang mewakili suatu panjang
tertentu dari suatu jalan, rel atau rute kendaraan. Sedangkan node adalah suatu titik
tempat suatu jaringan jalan bertemu. Ada tiga sistem pola jalan yang dikenal, yaitu:

a. Pola jalan tidak teratur (Irregular System)


tidak memiliki fokus pada analisis tuntutan pengguna jalan pada masa saat
ini atau kebutuhan di masa depan. Oleh karena itu, jaringan jalan kota tidak
terorganisir atau mempertimbangkan secara terintegrasikonektivitas atau
mobilitas. Sistem Transportasi kota didasarkan pada kerangka jalan yang
tidak teratur.pola dengan persimpangan yang kurang produktif.

Gambar 4 Perbedaan Pola Jaringan jalan

Morfologi Kota | 7
b. Pola jalan radial konsentris (Radial Concentric System) Dalam jenis pola
ini jaringan jalan berbentuk lingkaran yang berasal dari pusat daerah.
Paradigma pola radial dapat ditemukan di Rajiv Chowk, New Delhi, India

Gambar 5 Contoh Kota Rajiv Chowk, India

c.
d. Pola jalan bersiku (Grid)
Pola persegi panjang / blok / grid adalah rencana di mana jalan-jalan
dan jalan-jalan dalam bentuk grid atau blok berjalan tegak lurus satu sama
lain sehingga membentuk grid atau blok. Wilayah kota New York, AS
adalah contoh nyata dari pola seperti ini di mana jalan-jalan dan jalan-jalan
berjalan pada sudut sembilan puluh derajat satu sama lain. Biasanya dalam
pola seperti ini jalan-jalan dan jalan-jalan saling berjauhan dan butuh waktu
lama untuk mencapai pusat daerah atau kota.
Pola jenis ini biasanya dianggap lemah dari sudut pandang
keselamatan jalan ketika kendaraan bertemu pada arah yang berlawanan di
persimpangan. Biasanya jalan utama lebar yang melewati pusat daerah dan
jalan lain yang menghubungkannya sempit. Pola ini cukup mudah untuk
dibuat dan dipelihara. Pola jalan jenis ini memiliki pandangan estetika yang
baik dan geometri jalan lebih mudah dipahami.

Morfologi Kota | 8
Kota yang dibentuk dengan pola grid dimaksudkan untuk
membentuk permukiman yang teratur, untuk kepentingan penguasaan
militer, serta untuk mengakomodasi kebutuhan militer, perdagangan
kapitalis dan kota industri.

Gambar 6 New York, AS

Morfologi Kota | 9
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang saya lakukan untuk memperoleh data adalah
dengan cara survey primer. Survey primer ini merupakan cara saya untuk
memperoleh data secara mandiri tanpa perantara suatu instansi. Survey primer ini
meliputi kawasan BWP Lumajang-Sukodono.

Selain survey primer, saya juga melakukan survey sekunder untuk


memperoleh data. Survey sekunder ini merupakan cara memperoleh data yang tidak
mungkin saya peroleh secara mandiri melalui suatu perantara seperti Bappeda
Kabupaten Lumajang

Lalu, pemaparan data yang telah saya peroleh dan saya analisis
menggunaakan metode kualitatif-deskriptif yang menenkankan pada aspek non-
numerikal dan dibantu dengan representasi peta jika memungkinkan.

Morfologi Kota | 10
BAB IV
PEMBAHASAN
3.1 Identifikasi Elemen Struktur Kota
1. Daerah Pusat Kegiatan(DPK)/central business district(CBD)
Central Business District (CBD) atau Daerah Pusat Kegiatan (DPK) adalah
bagian kecil dari kota yang merupakan pusat dari segala kegiatan politik, social,
budaya, ekonomi, dan teknologi. CBD merupakan zona dengan derajat aksesibilitas
tinggi pada suatu kota. Central Business District memiliki ciri-ciri yang
membedakannya dari bagian kota yang lain, yaitu:
 Adanya pusat perdagangan, terutama sektor retail
 Banyak kantor-kantor institusi perkotaan
 Tidak dijumpai adanya industri berat atau manufaktur
 Jarang permukiman, dan kalaupun ada merupakan permukiman tinggi dan
mewah (kondominium)
 Ditandai dengan adanya zonasi vertikal, yaitu banyak bangunan bertingkat
yang memiliki diferensiasi fungsi
 Adanya jalur pedestrian, yaitu suatu zona yang dikhususkan untuk pejalan
kaki karena sering terjadi kemacetan lalu lintas.

Kawasan BWP Lumajang-Sukodono juga mempunyai DPK yang berupa


alun-alun. Alun-alun ini sebagai kawasan yang menjadi tempat kantor-kantor
institusi pemerintahan berada dan sebagai pusat kegiatan masyarakat sekitar.

2. Kawasan Perdagangan dan Retail


Kawasan perdagangan dan jasa di kawasan studi kasus saya sebagian besar
mengikuti sepanjang jalan P.B. Sudirman. Kawasan tersebut relatif dekat
dengan DPK yang menjadi pusat kegiatan pemerintahan maupun
penduduknya. Hal tersebut memberikan akses yang memudahkan penduduk
maupun pelancong untuk membeli suatu barang ataupun jasa. Selain itu,
terdapat pasar yang relatif dekat dengan Jalan P.B. Sudirman yang berarti
memberikan akses mudah jika ingin menuju ke pasar.

Morfologi Kota | 11
Sumber : Survei Primer

Gambar 7 Kawasan Retail

3. Kawasan permukiman
Kawasan Permukiman ini sejatinya dibagi menjadi 3, yaitu: kelas rendah,
menengah, dan atas. Untuk kawasan permukiman di BWP Lumajang
Sukodono, hanya terdapat dua kelas permukiman, yaitu kelas menengah dan
rendah.

Gambar 8 Kawasan Permukiman

3.2 Struktur Ruang Kota Kawasan BWP Lumajang-Sukodono

Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan


kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa
perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota.

Meskipun kawasan BWP lumajang-sukodono memiliki alun-alun sebagai


DPK yang menjadi salah satu ciri teori konsentris yang dikemukakan oleh Burgess
dan juga sebagai peninggalan penataan ruang yang ada di era kolonialisme dan
zaman Kerajaan majapahit, struktur ruang kota dari kawasan BWP Lumajang-
Sukodono adalah lebih mengarah ke Teori Multiple-Nuclei yang dikemukakan oleh

Morfologi Kota | 12
Harris dan Ullman pada tahun 1945. Hal tersebut disebabkan oleh adanya distrik
yang mempunyai corak penggunaan lahan yang sama dan mengelompok pada suatu
tempat.

Tidak berkembang secara memusat dan menyebar seperti pada teori


konsentris, namun berkembang dengan inti yang baru. Misalnya, pada penggunaan
lahan permukiman akan terus dikembangkan karena ada inisiasi untuk
pengembangan permukiman, begitu juga dengan penggunaan lahan lainnya. Akan
terus berkembang luas wilayahnya sampai ada pertemuan antar penggunaan lahan
yang berbeda. Selain itu, adanya keterkaitan antar penggunaan lahan. Contohnya,
kawasan permukiman yang dekat dengan DPK adalah kawasan permukiman kelas
rendah sampai sedang, dan yang kelas tinggi berada jauh di pusat kota. hal tersebut
dikarenakan kebisingan yang diciptakan oleh DPK mendorong permukiman yang
tidak dekat dengan DPK.

Gambar 9 Pola Guna Lahan

Morfologi Kota | 13
3.3 Pola jaringan jalan
Jaringan Jalan adalah satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem
jaringan primer dan sistem jaringan Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan
hierarkis.

Pola jaringan jalan yang ada di kawasan studi kasus saya bepola grid.
Jaringan jalan grid merupakan bentuk jaringan jalan pada sebagian besar kota yang
mempunyai jaringan jalan yang telah direncanakan. Jaringan ini terutama cocok
untuk situasi di mana pola perjalanan sangat terpencar dan untuk layanan
transportasi yang sama pada semua area. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
persimpangan jalan yang membentuk siku dengan tujuan mempermudah akses
akses ke seluruh kawasan. Akibatnya, Namun pola jalan tersebut hanya sebagain
kecil yang memiliki pola jalan Grid. Selebihnya adalah irregular (tidak teratur)

menunjukkan bahwa hanya wilayah dekat dengan pusat kota memiliki pola
grid, selebihnya irregular. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah pusat
kota memang terencana perkembangan karena mendapat pengaruh dari era
kolonialisme. Seiring berjalannya waktu, wilayah akan terus berkembang dan
semakin meluas. Namum perkembangan dan meluasnya wilayah teresebut tanpa
adanya perencanaan yang matang, terutama jaringan jalan yang akan diadakan.

Dibandingkan dengan kota New York, AS jelas terasa bedanya. Kota New
York mengadopsi pola jaringan jalan grid yang terlihat secara kasat mata melalui
citra satelit. Kota New York merupakan contoh ideal dari pola jaringan perkotaan
yang berbentuk grid.

Morfologi Kota | 14
Gambar 10 Jaringan Jala

3.4 Perkiraan Keberadaan Lahan Persawahan di Masa Mendatang


Menurut representasi peta diatas, mayoritas letak lahan persawahan di
kawasan BWP Lumajang-Sukodono berdekatan dengan lahan yang digunakan
untuk permukiman. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terjadi di
kawasan BWP Lumajang-Sukodono yang terus meningkat, Para penduduk maupun
developer memilih membangun disekitaran lahan persawahan bukan tanpa alasan.
Hal itu dinilai lahan persawahan merupakan lahan terbuka yang bisa dibangun
untuk penggunaan lainnya. Padahal kebutuhan akan pangan terus meningkat diikuti
dengan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Dengan begitu,
kebutuhan akan lahan yang akan terus meningkat yang menyebabkan lahan
persawahan berkurang. Namun disisi lain, kebutuhan pangan meningkat karena
pertumbuhan penduduk dan lahan persawahan terus berkurang. Maka dapat
disimpulkan bahwa keberadaan lahan persawahan akan terus berkurang di masa
mendatang.

Morfologi Kota | 15
Pertumbuhan penduduk lumajang-sukodono tahun
2010,2015,2016
80680 81141 82003
100000
49949 52639 53304
50000

0
2010 2015 2016

LUMAJANG SUKODONO

Bagan 1 Pertumbuhan Penduduk

Berkaitan dengan struktur kota, pengaruhnya terdapat pada


mengelompoknya penggunaan lahan permukiman yang semakin berkembang dan
meluas. Dengan mengelompoknya penggunaan lahan yang sama, akan terjadi
perluasan. Perluasan tersebut akan berdampak pada alih fungsi lahan dari
persawahan menjadi permukiman.

Berkaitan dengan Pola Jaringan Jalannya, pola jaringan grid memiliki sifat
untuk memaksimalkan lahan per blok yang dibentuk oleh jalan yang saling bertemu
dan membentuk persimpangan. Maka jika suatu lahan berada dalam persimpangan,
memiliki potensi besar untuk memaksimal lahan terbuka untuk dibangun. Tidak
hanya dibangun untuk permukiman saja, tetapi juga dibangun untuk guna lahan
lainnya. Intinya, semua sektor mempunyai peluang untuk ekspansi wilayah ke
persawahan.

Jika hal tersebut dibiarkan, akan berpotensi krisis pangan karena


berkurangnya lahan persawahan. Akibatnya, masuknya produk pangan dari luar
daerah yang masuk ke daerah BWP lumajang-Sukodono. Dengan begitu, akan
menyebabkan para petani pangan kesulitan untuk bersaing dengan produk luar
daerah. Selain itu, proses distribusi pangan dari luar daerah akan menambah emisi
karbon pada atmosfir yang dihasilkan oleh alat transportasi yang digunakan.

Oleh karena itu, pemerintah memiliki peran penting dalam menanggulangi


masalah ini dengan perarturan daerah yang mengatur tata guna lahan terutama
persawahan. salah satu contohnya adalah diberikannya predikat Lahan Pertahanan

Morfologi Kota | 16
Pangan Berkelanjutan (LP2B) di sebagian persawahan untuk mengatur dan
mengendalikan laju pembangunan yang ada di Kawasan BWP Lumajang-
Sukodono.

Keterangan

Asumsi Ekspansi Penggunaan Lahan

Gambar 11Asumsi Ekspansi Penggunaan Lahan

Morfologi Kota | 17
Daftar Putaka
Tallo, Amandus Jong, Dkk. 2014. Identifikasi Pola Morfologi Kota (Studi Kasus :
Sebagian Kecamatan Klojen, Di Kota Malang). Bandung: Institut Teknologi
Bandung

Ilma, Faradina, dan Anita Ratnasari Rakhmatulloh. 2014. Pembentukan Struktur


Ruang Kompak di Kawasan Banyumanik Kota Semarang. Semarang:
Universitas Diponegoro

Kusumastuti. 2016. Proses Dan Bentuk “Mewujudnya” Kota Solo Berdasarkan


Teori City Shaped Spiro Kostof. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Kurniawati, Feri Ema. 2007. Perkembangan Struktur Ruang Kota Semarang


Periode 1960-2007 (Studi Pengembangan Struktur Ruang dari Masa Pasca
Kolonial Sampai 2007). Semarang: Universitas Semarang

Pasaribu, Daniel S., Jeluddin Daud. Karakteristik Struktur Kota Dan


Pengaruhnya Terhadap Pola Pergerakan Di Kota Medan. Medan:
Universitas Sumatera Utara

Khan Sakib Mahmud, dan Md. Shamsul Hoque. 2013. Traffic Flow Interruptions
in Dhaka City: Is Smooth Traffic Flow Possible?. Bengal: Presidency
University

Morfologi Kota | 18
Morfologi Kota | 19

Anda mungkin juga menyukai