Disusun Oleh:
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah- Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan
penelitian ujian tengah semester yang berjudul “Situasi Konflik Kepemilikan
Tanah di Sekitar Rel Kereta Api Cisaat Kabupaten Sukabumi”ini tepat pada
waktunya. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Sri Damayanti M.Si,
selaku dosen pengampu Sosiologi Perkotaan yang telah membimbing saya.
Juga saya ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah
membantu dalam segala hal sehingga pembuatan laporan penelitian ini,dapat
tersusun dengan sebagai mana mestinya.
Saya menyadari bahwa laporan penelitian yang saya tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya sangat membutuhkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan laporan penelitian ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................
1.3 Tujuan..........................................................................................................................
2.2 Kasus tumpang tindih kepemilikan tanah di bantaran rel kereta api ...........................
3.1 Kesimpulan................................................................................................................
3.2 Saran..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA……...…………………………………………………13
LAMPIRAN DOKUMENTASI……………………………………………..14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah adalah “mode of production” atau moda produksi, demikian kata Karl
Marx. Kian luas seorang bangsawan atau tuan tanah di zaman feodal menguasai
tanah, maka pengaruhnya akan semakin luas dan semakin produktif. Tanah
sebagai sumberdaya yang amat penting, oleh kebanyakan orang memang telah
dipandang sebagai simbolisasi harga diri, prestise, dan status sosial sedari dulu,
bukan saja di zaman feodal seperti diungkapkan oleh Karl Marx tadi, namun juga
jauh beberapa abad sebelumnya. Karena berfungsi sebagai penopang kehidupan
manusia, tanah dimaknai sebagai obyek sumber bagi penghidupan manusia yang
layak. Dan sumber penghidupan ini pada gilirannya memberi pengaruh dan
dampak terhadap pola budaya dan sosial masyarakat yang memanfaatkan tanah
pada lingkungan tertentu. Dengan demikian sangat jelas bahwa tanah selain
sebagai fungsi fisik muka bumi, juga mempunyai peran penting dalam
mendukung kehidupan sosial budaya masyarakat secara umum.
Hingga saat ini, penguasaan atas tanah tetap merupakan sebuah hak yang
fundamental. Dapat dilihat, bagaimana kerap terjadinya pertikaian yang tak sedikit
berujung pada kematian akibat perebutan tanah, dan bagaimana bantaran sungai
yang terkesan kurang layak untuk ditempati, oleh kaum miskin kota yang
marginal, diurug untuk kemudian ditimbun sebagai tempat untuk mereka tinggal
dan bertahan hidup, adalah sedikit gambaran tentang sangat berartinya tanah bagi
kehidupan manusia pada zaman sekarang ini.
Marzali (1978) dalam Purba, Jonny (2002: 58-59), menyatakan kota atau
daerah perkotaan dapat didefinisikan sebagai sebuah komunitas yang relatif luas,
dihuni secara padat oleh penduduk yang beraneka ragam dari segi pekerjaan,
pendidikan, dan gaya hidup. Di perkotaan ini jaringan komunikasi sangat
kompleks dan intensif, dan bangunan-bangunannya banyak terbuat dari batu yang
tahan lama, tinggi dan besar.
1
2
Merujuk kepada tulisan Linda D. Ibrahim, istilah kota atau tepatnya perkotaan
(urban) merujuk pada unit pemukiman dikaitkan dengan dinamika kehidupan
masyarakat, heterogen, padat, modern, kompleks, multikultural, yang bertolak
belakang dengan desa. Kehidupan sosial budaya masyarakat perkotaan mencakup
diferensiasi sosial, pola hubungan sosial, kelompok stratejik, sistem struktur sosial
yang mewarnai lokalitas sebuah kota.
3
1
Sebagaimana diungkapkan oleh Mulyono Sadyohutomo. Manajemen Kota dan Wilayah: Realita
dan Tantangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008. Hal. 94-95.
Ruang sendiri hanyalah berupa materi fisik yang mewadahi proses kehidupan
ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat.2
4
2
Linda D. Ibrahim. Kehidupan Sosial Budaya Kota. Dalam Soegijoko, S. Budhy Tjahjati, dkk. Bunga
Rampai: Pembangunan Kota Indonesia Abad 21 (Buku 1: Konsep dan Pendekatan Pembangunan
Perkotaan di Indonesia). Jakarta: URDI, 2005. Hal. 199-200.
Sukabumi, terlebih karena diterapkannya UU Agraria tahun 1870, dimana dalam
periode tahun tersebut juga terjadi perubahan pada masyarakat.
Dari uraian Latar Belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.Bagaimana letak dan keadaan geografis rel kereta Stasiun Cisaat Sukabumi?
2.Bagaimana kasus tumpang tindih kepemilikan tanah di bantaran rel kereta api
itu terjadi?
1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui bagaimana letak dan keadaan geografis rel kereta Stasiun
Cisaat Sukabumi.
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif dengan tinjauan literatur .Dalam penulisan laporan penelitian ini
meliputi, letak geografis kota , hak milik tanak rek kereta api serta konflik dengan
masyarakat. Tinjauan literatur dilakukan dengan cara mencari referensi dari
berbagai sumber terpercaya, seperti jurnal ilmiah, buku, ataupun pemikiran
penulis lainnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan
dokumentasi.Analisis data adalah proses dengan mengakses data,
5
HASIL PENELITIAN
Kota Sukabumi secara Geografis terletak di bagian selatan Jawa Barat pada
koordinat 106 ˚45’50” Bujur Timur dan 106˚45’10” Bujur Timur, 6˚50’44”
Lintang Selatan, di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketingiannya
584 meter di atas permukaan laut, dan berjarak 120 km dari Ibukota Negara
(Jakarta) atau 96 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung). Batas-batas
wilayah Kota Sukabumi meliputi:
7
Secara administratif, Kota Sukabumi dibagi ke dalam 7 (tujuh) kecamatan
yaitu Kecamatan Gunung Puyuh, Cikole, Citamiang, Warudoyong, Baros,
Lembursitu dan Cibeureum. Jarak terjauh dari balai kota adalah Kecamatan
Lembursitu, yakni sejauh 7 km.
2.2 Kasus Tumpang Tindih Kepemilikan Tanah di Bantaran Rel Kereta Api
Cisaat Sukabumi
Rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi
manusia, karena merupakan unsur yang harus dipenuhi guna menjamin
kelangsungan hidup manusia. Penduduk yang memiliki sejumlah harta atau
dengan penghasilan yang memadai untuk mendirikan tempat tinggal dapat
memiliki tempat tinggal. Sementara penduduk apalagi kaum urban yang tidak
memiliki tempat tinggal maka mereka akan menempati ruang-ruang privat
maupun ruang terbuka. Tanah-tanah yang dianggap tidak ditempati atau tidak
diurus oleh pemiliknya banyak ditempati oleh kaum-kaum yang berjuang mencari
kehidupan di kota. Pada masa kolonial tanah di wilayah kota-kota di Hindia
Belanda sebagaimana diungkapkan oleh Flieringa dibedakan antara lain:
2. Tanah wakaf
5. Tanah-tanah partikelir
8
Sesuia kata narasumber salah satu warga yang dekat rumahnya di Stasiun
Cisaar adalah Pak Didi kata beliau “pada masa kolonial, ketika modernisasi sarana
transportasi kereta api di Surabaya, dimulai pada tahun 1889 perusahaan swasta
Oost Java Stroomtram Maatschappij (OJSM) mendapat kebebasan
mengeksploitasi jaringan kereta api mulai Ujung sampai Sepanjang. Menurut
Basundoro (2012) Kemudian pada tahun 1923 proyek tersebut diteruskan dengan
jalur Darmo-Wonokromo-Kupang-Staadstuin-Sawahan dengan dipimpin oleh Ir.
A. Terkhule. Seperti yang disampaikan sebelumnya banyak penduduk yang tidak
memiliki akses tanah di Surabaya memilih menduduki tanah partikelir. Tanah-
tanah partikelir membentang dari Ujung sampai Tembok Dukuh, Krangganstraat
sampai Gunungsari, serta sepanjang sebelah barat rel trem milik OJSM.
Sementara rel OJSM membentang mulai Pelabuhan Tanjung Perak, Aloon-Aloon
Straat, Kawasan Simpang ke selatan melewati Palemlaan, Darmo Boulevard
sampai Dierentuin (Kebun Binatang Surabaya) di Wonokromo. Basundoro
(2013), mengungkapkan bahwa sementara tanah partikelir di wilayah Surabaya
Timur di sekitar rel kereta api dari Semampir ke arah Kapasaristraat. Tanah
partikelir di sekitar rel kereta api inilah yang sebelumnya ditempati oleh penduduk
yang tidak memiliki tanah, hingga akhirnya ketika masa sekarang muncul
tumpang tindih status kepemilikan tanah.”
9
2.3 Konflik Kepemilikan Tanah di Area Stasiun Cisaat Sukabumi
Pada awalnya niat pada sisi negara berbuat baik dalam konsep tata ruang kota
yang ideal, namun dalam praktiknya konsep tata ruang tersebut mengalami bias,
dan rentan terjadi kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaannya. Pada tahun
2012 PT KAI Daop VIII Sukabumi mengeluarkan surat PT KAI nomor
JB.312/XII/3/K.D8-2012 yang ditujukan bagi penghuni bangunan di kanan-kiri
rel. Isi surat tersebut perihal penertiban bangunan. Surat yang ditandatangani
Executive
10
Tanah dapat disewakan kepada pihak ketiga dengan membayar kepada orang
yang dianggap “menguasai wilayah” setempat, walaupun tanpa sepengetahuan
pemilik tanah.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam penyusunan laporan penelitian ini penulis tidak terlepas dari adanya ke
salahan dalam penulisan ataupun dari keterbatsan pengetahuan mengenai materi y
ang disampaikan. Maka dari itu penulis sangat terbuka menerima saran dan kritikn
ya. Dan semoga dengan adanya laporan penelitian ini bisa bermanfaat bagi pemba
ca sekaligus menambah wawasan pengetahuan.
12
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Stasiun Cisaat
15