Disusun oleh :
YASMIN FADHILLA ISHMA SOFA
NIM . 1705202370008
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
Secara berurutan, tata ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti suatu pola
konsentris ini adalah sebagai berikut :
1) Daerah Pusat atau Kawasan Pusat Bisnis (KPB).
Daerah pusat kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah ini
terdapat bangunan-bangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial, ekonomi,
poitik dan budaya
2) Daerah Peralihan.
Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan penduduk kurang mampu dalam
kehidupan sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar terdiri dari pendatang-
pendatang yang tidak stabil (musiman), terutama ditinjau dari tempat tinggalnya. Di
beberapa tempat pada daerah ini terdapat kegiatan industri ringan, sebagai perluasan
dari KPB.
3) Daerah Pabrik dan Perumahan Pekerja.
Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja pabrik yang ada di daerah ini. Kondisi
perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah peralihan, hal ini disebabkan karena
kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal di sini adalah dari golongan pekerja kelas
rendah.
4) Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya.
Daerah ini dihuni oleh penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding
dengan penduduk yang menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik ditinjau dari
pemukimannya maupun dari perekonomiannya.
5) Daerah Penglaju.
Daerah ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola hidup daerah
pedesaan disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan perkotaan dan
sebagian yang lain menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan, Kebanyakan
penduduknya mempunyai lapangan pekerjaan nonagraris dan merupakan pekerja-
pekerja penglaju yang bekerja di dalam kota, sebagian penduduk yang lain adalah
penduduk yang bekerja di bidang pertanian.
Elemen-elemen pembentuk kota pada kota organik, oleh kostol dianalogikan secara
biologis seperti organ tubuh manusia, yaitu :
1) Square, open space sebagai paru-paru.
2) Center, pusat kota sebagai jantung yang memompa darah (traffic).
3) Jaringan jalan sebagai saluran arteri darah dalam tubuh.
4) Kegiatan ekonomi kota sebagai sel yang berfikir.
5) Bank, pelabuhan, kawasan industri sebagai jaringan khusus dalam tubuh.
6) Unsur kapital (keuangan dan bangunan) sebagai energi yang mengalir ke seluruh sistem
perkotaan.
Menurut Kevin Lynch (1981), definisi model organik atau kota biologis adalah kota
yang terlihat sebagai tempat tinggal yang hidup, memiliki ciri-ciri kehidupan yang
membedakannya dari sekedar mesin, mengatur diri sendiri dan dibatasi oleh ukuran dan batas
yang optimal, struktur internal dan perilaku yang khas, perubahannya tidak dapat dihindari
untuk mempertahankan keseimbangan yang ada, menurutnya bentuk fisik organik :
1) Membentuk pola radial dengan unit terbatas.
2) Memiliki focused centre.
3) Memiliki lay out non geometrik atau cenderung romantis dengan pola yang
membentuk lengkung tak beraturan.
4) Material alami.
5) Kepadatan sedang sampai rendah.
6) Dekat dengan alam
Di dalam model organik ini, organisasi ruang telah membentuk kesatuan yang terdiri
dari unit-unit yang memiliki fungsi masing-masing. Kota terbentuk organik mudah untuk
mengalami penurunan kualitas karena perkembangannya yang spontan, tidak terencana dan
sepotong-sepotong. Masyarakat penghuni kota ini bermacam-macam yang merupakan
percampuran antara berbagai macam manusia dalam suatu tempat yang memiliki
keseimbangan. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, saling menyimpang tetapi juga
saling mendukung satu sama lain. Kota organik memiliki ciri khas pada kerjasama pemeliharan
lingkungan sosial oleh masyarakat.
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu kawasan dan
sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang lebih luas, menurut Gallion
dalam buku ¨The Urban Pattern¨ disebutkan bahwa perubahan suatu kawasan dan sebagian
kota dipengaruhi letak geografis suatu kota. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perubahan
akibat pertumbuhan daerah di kota tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada
jaringan transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan cepat tumbuh sehingga
beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah.
Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi (mengingat skala perubahan cukup
besar) dalam lingkungan termasuk didalamnya perubahan penggunaan lahan secara organik,
terdapat beberapa hal yang bisa diamati yaitu :
1. Pertumbuhan terjadi satu demi satu, sedikit demi sedikit atau terus menerus.
2. Pertumbuhan yang terjadi tidak dapat diduga dan tidak dapat diketahui kapan dimulai
dan kapan akan berakhir, hal ini tergantung dari kekuatan-kekuatan yang melatar
belakanginya.
3. Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses segmental yang
berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan proses yang komprehensif dan
berkesinambungan.
4. Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang
ada dalam populasi pendukung.
5. Faktor-faktor penyebab perubahan lainya adalah vision (kesan), optimalnya kawasan,
penataan yang maksimal pada kawasan dengn fungsi-fungsi yang mendukung,
penggunaan struktur yang sesuai pada bangunan serta komposisi tapak pada kawasan.
(Cristoper Alexander, A New Theory Of Urban Design, 1987, 14:32-99).
Uraian diatas sesuai dengan kondisi kawasan penelitian yang berada di kawasan bencana
alam, yaitu adanya perubahan pola tata ruang lingkungan permukiman (kampung kota)
mengarah kepada tatanan kawasan mitigasi bencana alam yang nantinya melalui tahapan
proses terus menerus yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
manusianya.
2.3.5. Teori Central Place
Dikemukakan oleh Christaller (dalam Daldjoeni, 1992), suatu kota berkembang
sebagai akibat dari fungsinya dalam menyediakan barang dan jasa untuk daerah sekitarnya.
Teori Urban Base juga menganggap bahwa perkembangan kota ditimbulkan dari fungsinya
dalam menyediakan barang kepada daerah sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-batas
kota tersebut. Menurut teori ini, perkembangan ekspor akan secara langsung mengembangkan
pendapatan kota. Disamping itu, hal tersebut akan menimbulkan pula perkembangan industri-
industri yang menyediakan bahan mentah dan jasa-jasa untuk industri-industri yang
memproduksi barang ekspor yang selanjutnya akan mendorong pertambahan pendapatan kota
lebih lanjut (Hendarto, 1997).
Kajian pengembangan wilayah perkotaan di Indonesia selama ini selalu didekati dari
aspek sektoral dan aspek spasial. Pada kajian aspek sektoral lebih menyatakan ukuran dari
aktivitas masyarakat suatu wilayah perkotaan dalam mengelola sumberdaya alam yang
dimilikinya. Sementara itu, kajian aspek spasial (keruangan) lebih menunjukkan arah dari
kegiatan sektoral atau dimana lokasi serta dimana sebaiknya lokasi kegiatan sektoral tersebut.
Pendekatan yang mengacu pada aspek sektoral dan spasial tersebut mendorong lahirnya
konsep pengembanan wilayah perkotaan yang harus mampu meningkatkan efisiensi
penggunaan ruang sesuai daya dukung, mampu memberi kesempatan kepada sektor untuk
berkembang tanpa konflik dan mampu meningkatkan kesejahteraan secara merata. Konsep
tersebut digolongkan dalam konsep pengembangan wilayah perkotaan yang didasarkan pada
penataan ruang.
Kaitan dengan perihal diatas, ada tiga kelompok konsep pengembangan wilayah yaitu
konsep pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional dan konsep pendekatan desentralisasi
(Alkadri et all, Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, 1999).
1. Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan investasi secara
besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai
infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan
diharapkan melalui proses tetesan ke bawah (trickle down effect). Penerapan konsep
ini di Indonesia telah melahirkan adanya 111 kawasan andalan dalam RTRWN.
2. Konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara
sengaja diantara berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi yang
komplementer. Konsep ini menempatkan suatu kota atau wilayah mempunyai hirarki
sebagai pusat pelayanan relatif terhadap kota atau wilayah yang lain. Sedangkan konsep
desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari
sumberdana dan sumberdaya manusia.
Pendekatan tersebut mempunyai berbagai kelemahan. Dari kondisi ini munculah
beberapa konsep untuk menanggapi kelemahan tersebut. Konsep tersebut antara lain people
center approach yang menekankan pada pembangunan sumberdaya manusia, natural
resources-based development yang menekankan sumberdaya alam sebagai modal
pembangunan, serta technology based development yang melihat teknologi sebagai kunci dari
keberhasilan pembangunan wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa aplikasi konsep tersebut
kurang berhasil dalam membawa kesejahteraan rakyat.
Fenomena persaingan antar wilayah, tren perdagangan global yang sering memaksa
penerapan sistem outsourcing, kemajuan teknologi yang telah merubah dunia menjadi lebih
dinamis, perubahan mendasar dalam sistem kemasyarakatan seperti demokratisasi, otonomi,
keterbukaan dan meningkatnya kreatifitas masyarakat telah mendorong perubahan paradigma
dalam pengembangan wilayah. Dengan semakin kompleksnya masalah tersebut dapat
dibayangkan akan sangat sulit untuk mengelola pembangunan secara terpusat, seperti pada
konsep-konsep yang dijelaskan di atas.
Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser pada upaya
yang mengandalkan tiga pilar yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi.
Ketiga pilar tersebut merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi
membentuk satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu
wilayah. Kinerja tersebut akan berbeda dengan kinerja wilayah lainnya, sehingga mendorong
terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi persaingan antar
wilayah untuk menjadi pusat spatial network dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Namun
pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lain apabila salah didalam mengelola spatial
network tadi tidak mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu harus diterapkan
konsep pareto pertumbuhan yang bisa mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan
dikelola oleh Pemerintah Pusat. Konsep pareto ini diharapkan mampu memberikan keserasian
pertumbuhan antar wilayah perkotaan dengan penerapan insentif-insentif kepada wilayah
perkotaan yang kurang berkembang.
Pola pemekaran atau ekspansi kota mengikuti jalur transportasi juga dikemukakan oleh
Hoyt dalam Daldjoeni (1998), secara lengkap pola pemekaran atau ekspansi kota menurut
Hoyt, antara lain, sebagai berikut :
1. Perluasan mengikuti pertumbuhan sumbu mengikuti jalur jalan transportasi ke daerah-
daerah perbatasan kota. Dengan demikian polanya akan berbentuk bintang.
2. Daerah-daerah hinterland di luar kota semakin lama semakin berkembang dan akhirnya
menggabung pada kota yang lebih besar.
3. Menggabungkan kota inti dengan kota-kota kecil yang berada di luar kota inti atau
disebut dengan konurbasi.
Data publikasi yang diunduh dari Scopus melalui kata kunci “urban” development”
“theory” dengan limit “urban development” mengenai urban development diketahui terdapat
1030 artikel penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2022. Sebaran data publikasi per tahun
dapat dilihat pada Tabel 1.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pentingnya urban development adalah untuk menciptakan kualitas hidup yang lebih
baik bagi penduduk perkotaan, mengatasi masalah seperti kemacetan lalu lintas, polusi udara,
kepadatan penduduk, dan memberikan akses yang lebih baik ke layanan dasar seperti
pendidikan, perawatan kesehatan, dan pekerjaan. Dengan pertumbuhan populasi yang terus
meningkat di daerah perkotaan, urban development menjadi kunci untuk memastikan
keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat perkotaan.
Urban development juga mencakup aspek sosial dan ekonomi, seperti pengembangan
ekonomi lokal, pekerjaan, perumahan yang terjangkau, dan inklusi sosial. Dalam banyak kasus,
ini melibatkan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mencapai
tujuan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Penting untuk merencanakan dan
melaksanakan urban development dengan bijak agar perkotaan dapat tumbuh secara
berkelanjutan, ramah lingkungan, dan memberikan kualitas hidup yang baik bagi
penduduknya.
Daftar Pustaka