Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS PERKEMBANGAN PERKOTAAN METROPOLITAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN

Indonesia seperti halnya negara-negara dunia ketiga lainnya, sedang mengalami perkembangan
perkotaan yang pesat. Dalam hal ini, Kota Jakarta dan Kota Cirebon merupakan salah satu
contoh kota yang ada di Indonesia yang mengalami perkembangan perkotaan yang signifikan.
Hal ini ditandai dengan adanya Cirebon Raya dan Jakarta Raya. Pertumbuhan perkotaan ini,
terutama di kota besar dan metropolitan, secara fisik ditandai oleh pertumbuhan fisik kawasan
perkotaan secara ekspansif ke kawasan pinggiran kota yang dikenal sebagai proses
suburbanisasi. Adanya keterbatasan lahan di kawasan pusat/dalam kota menyebabkan kawasan
pinggiran yang harga lahannya relatif murah menjadi lokasi utama untuk pembangunan
perumahan baru dan kegiatan fungsional perkotaan lainnya. Namun, suburbanisasi yang
terjadi cenderung menjadikan kawasan perkotaan secara fisik meluas secara acak/terpencar
(urban sprawl) yang semakin tidak terkendali. Gejala urban sprawl yang ditandai dengan
ekspansi kawasan terbangun yang lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan
penduduk ini pada umumnya tidak diikuti oleh desentralisasi pusat kegiatan/lokasi tempat kerja
secara proporsional. Oleh karena itu, jarak pergerakan yang harus dilakukan oleh penduduk
kota semakin panjang. Dalam konteks inilah kemudian masalah yang terkait dengan tata ruang
perkotaan, sistem transportasi dan lingkungan muncul: kebutuhan lahan untuk pengembangan
perumahan yang menyebabkan urban sprawl, ketergantungan pada kendaraan bermotor yang
semakin tinggi, kemacetan lalu-lintas, peningkatan konsumsi energi, serta pencemaran
udara.Kecenderungan perkembangan kawasan perkotaan yang berlangsung ekspansif dan
sprawl pada dasarnya mengarah pada ketidak-berlanjutan lingkungan perkotaan yang
diindikasikan dengan penurunan daya dukung lingkungan. Dalam kaitannya dengan
perkembangan kota-kota metropolitan (kota raya), menjadi sangat penting untuk memahami
dinamika perkembangan kawasan perkotaan, yang menyangkut perubahan fisik (dari kawasan
tidak terbangun ke kawasan terbangun); perubahan fungsional (dari dominasi penggunaan
lahan pertanian ke bukan-pertanian); perubahan spasial (dari kawasan kecil menjadi besar, baik
secara horisontal maupun vertikal); perubahan sosialekonomi (dari sektor primer ke sektor
industri, perdagangan dan jasa); perubahan demografis (dari kepadatan penduduk rendah ke
kepadatan penduduk yang tinggi).

Maraknya pembangunan di kota-kota besar di Indonesia dapat memacu pertumbuhan


ekonomi. Sebagai dampaknya, kota-kota tersebut akan menjadi magnet bagi penduduk untuk
berdatangan mencari pekerjaan dan bertempat tinggal. Hal ini sering disebut dengan
urbanisasi. Namun urbanisasi ini menimbulkan berbagai macam masalah karena tidak ada
pengendalian di dalamnya. Masalah ini lah yang dihadapi Negara Indonesia saat ini yaitu
pertumbuhan konsentrasi penduduk yang tinggi. Lebih buruk lagi, hal ini tidak diikuti dengan
kecepatan yang sebanding dengan perkembangan industrialisasi. Masalah ini akhirnya
menimbulkan fenomena yaitu urbanisasi berlebih. Adanya urbanisasi yang berlebih ini telah
menimbulkan berbagai masalah di Indonesia. Tidak hanya menimbulkan masalah di kota yang
dituju namun juga menimbulkan masalah di desa yang ditinggalkan. Masalah yang terjadi kota
antara lain yaitu meningkatnya angka kemiskinan sehingga pemukiman kumuhnya juga
meningkat, peningkatan urban crime dan masih banyak masalah lain. Di desa juga akan timbul
masalah diantaranya yakni berkurangnya sumber daya manusia karena penduduknya telah
pergi ke kota, desa akhirnya tidak mengalami perkembangan yang nyata. Urbanisasi dipicu
adanya perbedaan pertumbuhan atau ketidakmerataan fasilitas-fasilitas dari pembangunan,
khususnya antara daerah pedesaan dan perkotaan. Akibatnya, wilayah perkotaan menjadi
magnet menarik bagi kaum urban untuk mencari pekerjaan. Dengan demikian, urbanisasi
sejatinya merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan penduduk atau masyarakat. Perkembangan urbanisasi di Indonesia sendiri perlu
diamati secara serius. Banyak studi memperlihatkan bahwa tingkat konsentrasi penduduk di
kota-kota besar di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Studi yang dilakukan oleh
Warner Ruts tahun 1987 menunjukkan bahwa jumlah kota-kota kecil (<100 ribu penduduk)
sangat besar dibandingkan dengan kota menengah (500 ribu sampai 1 juta penduduk). Kondisi
ini mengakibatkan perpindahan penduduk menuju kota besar cenderung tidak terkendali. Ada
fenomena kota-kota besar akan selalu tumbuh dan berkembang, kemudian membentuk kota
yang disebut kota-kota metropolitan. Salah satu kota yang telah mengalami hal ini adalah kota
Jakarta sebagai ibu kita dari negara Indonesia sendiri. Dimulai sebagai kota besar kemudian
berkembang menjadi kota metropolitan dan saat ini mengarah menjadi kota megapolitan.
Kondisi perkotaan yang semakin tidak terkendali akibat adanya urbanisasi yang berlebih, telah
menimbulkan berbagai masalah baru seperti meningkatnya kriminalitas akibat kemiskinan,
pengangguran besar-besaran, bertambahnya pemukiman kumuh, dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, urbanisasi akan dlihat sebagai faktor penentu bagai sebuah kota dapat berkembang
baik secara fisik, maupun secara sosial. Dengan begitu, bentuk atau pengertian dari urbanisasi
itu dapat dilihat dengan lebih jelas juga akibat dampak yang ditimbulkannya terhadap
kehidupan di kota. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang Perkembangan Perkotaan
di negara dunia ketiga, dan kemudian nanti akan diperoleh tujuan yakni mengetahui
bagaiamana analisis perkembangan perkotaan di Negara Dunia Ketiga.

PEMBAHASAN
Perkembangan kota menurut Yunus dalam (Wahyuni,2011) dapat diartikan sebagai suatu
kondisi yang mengalami perubahan, baik secara fisik maupun sosial ekonomi dalam waktu yang
berbeda dari proses spesialisasi, membentuk kerjasama antar wilayah, dan merangsang
interaksi antar wilayah, dimana suatu wilayah memiliki fungsi sebagai pusat pertumbuhan dan
wilayah lain dijadikan sebagai wilayah pendukung atau hindterlannya. (Adisasmita,2008) dalam
perkembangan suatu wilayah juga merupakan proses berlangsungnya suatu pertumbuhan kota
yang diakibatkan karena adanya hubungan stuktural (keterkaitan antar sektor) maupun dari
segi fungsional (interaksi antar sub sistem dalam suatu wilayah). Menurut (Kustiwan,2009) teori
perkembangn kota yang menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju perkembangan
kota dalam wilayah yang lebih luas yaitu Economic Base Theory dan Growth Pole
Theory.Adanya keterkaitan ini berwujud dalam suatu sistem dalam perkotaan. Keterkaitan ini
dapat berupa pergerakan barang, jasa, bahan, manusia, capital, sebagai suatu bentuk aktivitas
yang timbul dari kondisi kota tersebut. Menurut (Catanese,1989) dalam (Wahyuni,2011) faktor-
faktor yang mempengaruhi suatu perkembangan dibagi menjadi faktor fisik dan faktor non fisik.
Faktor fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan sebuah kota yaitu, faktor geografis
(kondisi topografi yang relative datar),dan faktor lokasi (kondisi infrastuktur jalan sebagai
penghubung suatu kota yang melihat kota dijalur utama) Perkembangan kota dipengaruhi juga
oleh faktor non fisik yaitu faktor perkembangan penduduk (faktor kelahiran dan kepadatan
penduduk), faktor aktivitas kota (kondisi perkonomian dari komoditas unggulan dan bentuk
tipologi ekonomi). Sehingga suatu perkembangan kota sebenarnya terbentuk dari aktivitas kota
itu sendiri yang menimbulkan suatu ekspansi luas lahan ke kota pinggirannya, kemudian
membentuk sistem perkotaan yang berevoulusi menjadi perkotaan metropolitan.

Perkotaan Metropolitan menurut (Friedman,1975) dalam (Yunus,2006) terbentuk dari empat


tahapan proses keruangan, yaitu terbentuknya kota-kota lokal yang berdiri sendiri, terjadinya
dominasi kota dengan perekonomian regional terhadap kota-kota lain, adanya penggabungan
antara kota-kota dominan dengan kota-kota yang lebih kecil dalam cakupan wilayah, dan
penggabungan kota-kota dominan menjadi suatu system kekotaan yang amat sangat besar.
Sedangkan menurut pendapat (Glesson, 2004) jika dilihat dari morfologinya, suatu
metropolitan dapat dilihat dari arah perkembangan kota. Dan perkembangan metropolitan
Cirebon Raya yang terbagi menjadi faktor fisik dan faktor non fisik menujukan bahwa
metropolitan Cirebon Raya mengalami perkembangan kota dari faktor penduduk, ekonomi
serta faktor fisik. Dilihat dari perkembangan penduduk, penduduk dengan laju tertinggi berada
di wilayah Kota Cirebon dengan laju perkembangan 2% dari tahun 2011-2014. Perkembangan
ekonomi untuk wilayah metropolitan Cirebon Raya ini juga menjukan pola perkembangan yang
sama, karena dominasi perkembangan berada di wilayah Kota Cirebon karena merupakan
wilayah cepat tumbuh dengan dominasi sektor perdagangan. Faktor fisik untuk mengukur
perkembangan kota metropolitan Cirebon Raya menujukan pemusatan di wilayah Kota Cirebon
karena hampir 55 % kawasan merupakan lahan terbangun, perkembangan paling cepat berada
di wilayah Kabupaten Cirebon. Kemudian Metropolitan Jakarta memiliki laju perkembangan
kota sangat tinggi dan kompleks. Gejala tersebut mulai terasa sejak akhir tahun 60-an hingga
sekarang. Hingga kini urbanisasi di Jakarta telah membengkak lebih dari 10 juta jiwa dengan
pertambahan penduduk relatif tinggi. Akibatnya telah terjadi kemacetan lalu lintas,
pencemaran lingkungan, banjir, dan penggunaan lahan yang tak terkendali. Kondisi seperti ini
telah menjadi fenomena keseharian bagi pertumbuhan Kota Jakarta. Perkembangan
pemanfaatan lahan di Jakarta mulai meningkat dengan dimulainya Repelita. Pada Pelita I dan II,
pemerintah bertindak sebagai satu-satunya pemrakarsa pembangunan. Namun kemudian pada
Pelita III peran swasta mulai nampak dan memiliki kemampuan untuk melakukan investasi
pembangunan. Sebagai akibatnya, kawasan dengan kepadatan rendah yang awalnya
diperuntukkan sebagai cachtment area (daerah tangkapan air) berubah menjadi lahan
perumahan. Demikian pula dengan kawasan pinggiran Jakarta (perbatasan dengan Botabek),
sudah berkembang pesat aktivitas-aktivitas perumahan dan industri. Perkembangan lebih lanjut
tidak hanya di wilayah Kota Jakarta, melainkan menyebar sampai ke wilayah Bogor, Bekasi,
Tangerang, dan Depok hingga kemudian ditetapkan sebagai wilayah perluasan Kota Jakarta
yang disebut dengan Jabodetabek.

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai