Fenomena yang kerap terjadi di Indonesia tak lain berupa tren urbanisasi yang makin
hari terus mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini banyak faktor yang mendorong
fenomena ini semakin berbondong-bondong. Maraknya pembangunan memicu
pertumbuhan ekonomi namun di lain sisi akan menjadi patron utama bagi masyarakat yang
berdatangan untuk mencari penghidupan bagi kelangsungan hidupnya. Tak jarang, jika setiap
tahunnya urbanisasi terus mengalami kecepatan kenaikan urbanisasi yang berlebih. Oleh
karenanya, masalah yang di timbulkan dari urbanisasi tak lain yakni kota yang di tuju namun
juga akan menjadi masalah pada desa yang di tinggalkan. Menurut Haryono (1999),
meningkatnya arus urbanisasi tersebut nampaknya berseiring banyaknya pusat-pusat
perekonomian yang dibangun di daerah perkotaan, terutama dalam bidang industrialisasi.
Urbanisasi akan berjalan seiring waktu secara dinamis, karena seolah menjadi pembatas hak
asasi manusia untuk lebih progres atas kelangsungan hidupnya. Sehingga hal tersebut akan
mengalami ketimpangan yang berujung pada dehumanisasi sosial. Adanya urbanisasi ini
mengubah kota sebagai pusat pertumbuhan yang cepat sehingga akan berimplikasi pada
pembangunan infrastruktur dasar dan pelayanan publik. Kurangnya pelayanan air bersih,
sistem sanitasi yang baik, penyediaan rumah, dan transportasi yang baik untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhan penduduk kota menjadi penyebab utama timbulnya berbagai
dehumanisasi di kota negara yang sedang berkembang. (Nurmandi, 2022).
Terlihat banyak sekali yang terjadi hari ini akibat banyak di dirikannya pabrik-pabrik,
hotel, kantor, pembangunan transportasi dan industrialisasi lainnya dalam menunjang
penstabilan pertumbuhan ekonomi. Sandy dalam koestoer (2001:43) menyatakan bahwa
kehidupan masyarakat kota yang serba kompleks memerlukan dukungan prasarana kota yang
memadai baik secara kuantitatif maupun kualitatif, agar seluruh aktifitas penduduk dapat
berjalan dengan aman, tertib lancar dan sehat. Ternyata, tetap saja dalam realitas yang terjadi
sumber daya lahan di kota relatif terbatas di banding dengan perkembangan jumlah penduduk
akibat urbanisasi ini. sehingga di perlukan wujud penata-laksanaan lahan secara harmonis dan
dinamis (Adisasmita, 2006:160). Guna menghadapi masalah yang begitu kompleksitas
tersebut, maka pemerintah sedang mengusahakan berbagai cara dan kebijakan untuk
merespons masalah tersebut. Semakin tidak terkendali akibat urbanisasi yang berlebih
sembari banyak usaha dan solusi yang di lakukan berbagai pihak terutama pemerintah sebagai
pemegang otoritas kebijakan. Dalam hal ini pemerintah mengawalinya dengan memetakan
dan menginventarisir masalah agar mudah dalam menanggulangi masalah yang terjadi.
Tak hanya sekedar penata-laksanaan lahan saja, jika di telisik lebih detail lagi faktor lain
yang sering kita jumpai tak lain adalah bidang sosial, budaya. Jika banyak sumber daya alam
manusia pergi ke kota maka akan semakin banyak pula pengangguran akibat over population.
Karena melimpahnya tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan.
Demikian pula, memicu terjadinya pengangguran makan akan mengakibatkan meningkatnya
golongan tunawisma, gelandangan dan tumbuhnya pemukian kumuh. Orang pengangguran
juga dapat menimbulkan kriminalitas sosial akibat tidak ada lagi pacuan kerja selain
merampok dan mencuri orang. Ini adalah salah satu contoh dari banyak permasalahan yang
terjadi. Selain itu, jaminan kesehatan dan pendidikan tentu di pertanyakan kembali. Apakah
dari pemerintah sendiri dapat meratakan dalam memenuhi hak rakyatnya? Tentu saja, jika
mengalami over population ada beberapa yang tidak kebagian dalam mendapatkannya.
Pelayanan yang terbatas dengan jaminan ketika tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal
tepat yang sulit di percaya.