Anda di halaman 1dari 8

Follow Up Pelatihan Kader Dasar (PKD)

Organisasi Pergerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (PMII)


Tahun 2023
: Adam Bram
: Syafiq Rahman
Tulisan ini adalah rangkuman dari catatan kecil kami pada riset kecil-kecilan yang bergerak dan
berfokus di bidang pergerakan pemuda dan mahasiswa untuk kemudian kami coba dedikasikan
untuk menjawab beberapa pertanyaan individual maupun komunal, riset kecil-kecilan kami juga
melibatkan beberapa wawancara dengan tokoh dan pembacaan dengan kawan, Sayidurrahman
Al-Huzaifi, presiden mahasiswa uin periode lalu, Ridwan malik, mantan mahasiswa uin dan
arena 98, beberapa wawancara yang kami jadwalkan terpaksa kami batalkan karena waktu kami
tidak banyak, diantaranya ada Savic Ali, ketua Forkot yang memotori demonstran seluruh bem
kala 98, Bu Wiwin, Aktifis perempuan yang juga turut andil dalam 98, dan beberapa wawancara
internal maupun eksternal lainnya, salam perjuangan.

A. PERAN GERAKAN PEMUDA

Gerakan adalah suatu langkah dalam mencapai suatu tujuan tertentu, Gerakan pemuda
memiliki peran krusial dalam meraih tujuan Bersama dalam beberapa kebijakan dan arah
bangsa ini, gerakan pemuda tentu acapkali menjadi buah pertimbangan dalam menentukan
tujuan dan arah kebijakan karena gerakan pemuda yang dipandang membawa kepentingan
Bersama dalam konteks ini yakni rakyat Indonesia, memang sudah seharusnya begitu dan
seperti itu.

Peran pemuda sangat sering dikaitkan dengan kemajuan suatu bangsa. Bahkan di Indonesia,
peran pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah tidak diragukan lagi. Hal ini
bahkan sudah terjadi sejak masa perjuangan sejarah kemerdekaan Indonesia dan sebelum itu.
Deklarasi Sumpah Pemuda, merupakan salah satu bukti bahwa pemuda Indonesia memilki
peran penting dalam perjuangan bangsa pemuda adalah aset bangsa yang sangat mahal dan
tidak ternilai harganya. Pemuda adalah tonggak bagi kemajuan dan pembangunan bangsa.
Generasi muda menjadi komponen penting yang perlu dilibatkan dalam pembangunan sebuah
bangsa. Hal ini dikarenakan generasi muda memiliki fisik yang kuat, pengetahuan yang baru,
inovatif dan juga memiliki tingkat kreatifitas yang tinggi. Tanpa adanya peran pemuda
sebuah bangsa akan sulit mengalami perubahan.

Maka dari hal tersebut, Mahasiswa jelas sekali dibutuhkan dan penting dalam setiap lini masa,
setiap pesan yang dititipkan, perjuangan yang diteruskan juga harapan yang terus mengalir
pada regenerasi pergerakan mahasiswa adalah gambaran betapa penting dan dibutuhkannya
hadirnya mahasiswa sebagai elemen independent nan murni yang diharapkan bisa terus
mengambil peran dalam masyarakat, sejak zaman yang lalu pun demikian, peran mahasiswa
selalu penting dalam setiap peristiwa revolusi yang terjadi di negara ini.

Peran Gerakan mahasiswa dalam merubah sejarah tertulis jelas di buku-buku yang berebaran
dimana-mana, soe hok gie, Tan Malaka, Pijar, hingga peristiwa 98, namun, peran gerakan
mahasiswa menurut Ridwan Malik tidak bisa terlepas dari konteks Zaman, dimana mahasiswa
menurutnya dalam hal ini juga salah satu korban budaya karena perbedaan iklim masyarakat,
Savic Ali dan Sudirman Said juga berpendapat sama, budaya populis yang merambatnya
bahkan lebih cepat dari sebuah revolusi kuba, adalah tantangan zaman yang tak bisa sekedar
diabaikan, menurut Syaidurrahman Alhuzaifi, Budaya populis ini juga yang menjadi salah satu
jawaban akan gerakan mahasiswa yang ternlai padam (kecuali kalau ada beberapa isu yang
memang ramai di media sosial).

Setelah, ‘kemenangan’ mahasiswa yang berhasil meruntuhkan orde baru dengan menggandeng
buruh tani dan rakyat miskin kota, beberapa kalangan mahaiswa, aktifis senior utamanya,
mulai berafiliasi ringan dengan parpol-parpol, tak sedikit yang kian ditawari kursi, dimasa kini,
beberapa kalangan mempertanyakan eksistensi itu. Peran mahasiswa dalam hal ini tidak
independent menurut beberapa kalangan atas kejadian itu, hari ini juga (mungkin) esok,
gerakan mahasiswa akan terus diniai begitu, tidak murni, ditunggangi, membawa kepentingan,
dan lain-lain, mau semurni apapun gerakan itu.

Peran mahasiswa hari ini adalah agen perubahan, kalaupun statmen itu akan keliru tapi
bukankah itu yang selama ini digaungkan orang -orang, lantas, merubah apa, dan apa yang
akan dirubah, peran mahasiswa?, dalam beberapa riset dan wawancara kami mengatakan
bahwa tantangan terberat era 98 adalah menghindarkan mahasiswa dari anarkisme, hari ini
dan hari yang akan datang, tantangan terberat mahasiswa bukan lagi anarkisme, tapi sesuatu
yang lebih jauh rumiit dari itu, pertanyaannya kemudian adalah apakah riset ini menjawabnya?,
tentu tidak secara gamblang.

B. HISTORIS GERAKAN PEMUDA DAN MAHASISWA.

Gerakan mahasiswa sejatinya bukan sesuatu yang ahistoris. Gerakan mahasiswa telah
melewati spektrum waktu yang panjang dengan dinamika-dinamika yang terjadi sesuai dengan
kondisi sosialmasyarakat pada zamannya. Sejarah pergerakan Indonesia tak bisa dilepaskan
pada masa perkembangan 1912-1926. Pada masa itu pergerakan mulai menampilkan kesadaran
politik baru dalam bentuk yang modern dan akrab dengan kita saat ini, seperti surat kabar,
rapat, pemogokan, serikat, partai dan ideologi yang pada awalnya organisasi tersebut bernama
Tri Koro Darmo, kemudian menjadi Jong Java , Jong Sumatranen Bond , Jong Celebes, Jong
Ambon, Sekar Rukundan Pemuda Kaum Betawi.tak hanya itu, gerakan mahasiswa di luar
negeri juga termasuk, mahasiswa sedang belajar di Belanda. Vereeninging tahun 1922,
disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang
berorientasi politik dengan jelas. Akhirnya pada tahun 1925, organisasi ini lebih mempertegas
identitas nasionalisme dengan berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia.

Juga peranan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dipelopori oleh seluruh pemuda tanah air.
Indonesia Moeda. Sejak tahun 1931 IM mengadakan kongres pemuda yang beranggotakan
semua kalangan pelajar yang ada. Kongres ini berhasil memberikan semangat nasonalisme
yang luar biasa di kalangan pemuda untuk secepatnya memerdekakan tanah air Indonesia. Pada
17 Agustus 1945.

Pada sisi lain, gerakan mahasiswa yang beragam ini mencerminkan corak keBhinekaan
Indonesia, datangnya Jepang hingga kemerdekaan pada 1945 erat kaitannya dengan kekuatan
gerakan rakyat. Mereka melakukan perang gerilya, mogok, aksi massa, berorganisasi, rapat
akbar, dan berpartai untuk menuntaskan proses revolusi nasional yang anti neo-kolonialisme
dan anti neo-imprealisme.
Para mahasiswa, pemuda bersama rakyat berupaya menghabisi sisa- sisa kolonialisme dan
feodalisme dengan tuntutan nasionalisasi, landreform dan berdikari. Namun pada 1965-1967,
gerakar revolusi nasional yang hampir 60 tahun terbangun mendapatkan balasan yang amat
menyakitkan, pelakunyaadalah rezim orde baru .

Moertopo telah membuat rakyat buta politik. Keadaan tersebut membuat masyarakat yang
marah terhadap penguasa tak dapat menyalurkan aspirasinya dalam gerakan politik yang
terorganisir, sehingga yang terjadi adalah kerusuhan. Hingga terjadi peristiwa Malari yang
dilakukan generasi mahasiswa 1973-1974. Akibat peristiwa tersebut Rezim orbamengambil
tindakan normalisasi kehidupan kampus dalam kehidupan politik. Karena menurut rezim orba,
kampus selama priode tersebut menjadi pusat mobilisasi mahasiswa dan pusat kritik terhadap
penguasa.

Gerakan mahasiswa pada era akhir 1980 sampai 1998 mulai balajar dari kekalahan atau
kesalahan gerakan sebulumnya pasca 1965, yaitu karena terpisah dari kekuatan rakyat dan
mereka tak memiliki basis massa yang kuat serta.

Gerakan mahasiswa pada massa itu melakukan strategi hidup dan berjuang bersama rakyat .
Gerakan 1998 menuntut reformasi yang terus bergulir.

Mereka menuntut dihapuskannya «KKN» . Mereka menuntut Soeharto mundur dari jabatan
sebagai presiden lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa pada tanggal
17 Mei 1998. Tindakan represif menewaskan aktivis mahasiswa untuk meredam gerakan ini
di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa.

Tahun ke tahun, masa ke masa, mahasiswa dan gerakannya adalah salah satu dari komponen
tak terpisahkan dalam sejarah, dalam memandang peranan gerakan beberapa orang mengamini
paham dualisme dalam memahaminya, bahwa ada hitam juga putih, kotor juga bersih, marah
senang, dan banyak lainnya, namun gerakan sebenarnya lebih komleks dari itu, dalam konteks
waktu, pergerakan dan mahasiswa bukan sekedar tentang masa lalu, dan masa kini, sekarang,
tapi juga masa depan, masa yang akan datang, hanya dengan itu gerakan mahasiswa menjadi
visioner, atau kita menyebutnya dengan istilah lain yang lebih rumit dengan gerakan proresif.

Pergerakan di UIN Yogyakarta (bisa dibilang) menjadi makin masif pasca revormasi besar-
besaran era Soeharto, hal itu karena juga beberapa pihak menanggapi dan menganggap
mundurnya soeharto sebagai puncak dari kemenangan mahasiswa dan pergerakannya, hal ini
juga yang membuat label “kampus putih” pada UIN memudar seiring berjalaannya zaman,
statmen-statmen serupa juga keluar dari pihak -pihak yang kami wawancarai, Ridwan malik
melihat pergerakan mahasiswa pasca turunnya Soeharto dengan euforia yang menurun, sampai
pada era 2010-an, Syaidurrahman Al-huzaifi juga sependapat, menurutnya setelah 2014
bahkan hanya ada 2 demo yang memiliki jiwa pergerakan mahasiswa yang hidup, itupun
menjadi demo inisiatif yang independen, tidak lagi menggandeng buruh tani dan rakyat miskin
kota, sampai pada kebijakan uang gedung (namun dengan istilah lain) barulah pergerakan
mahsiswa kembali mulai melawan, meskipun hanya sebentar, hari ini sampai ent sah kapan,
pergerakan mahasiswa akan terus ternilai moralis dan dilinai ditunggangi oleh beberap apihak

C. Gerakan moralis dan politik progresif


Tentunya pergerakan mahasiswa memiliki implementasi yang berbeda. Dalam
pergerakan ini sekiranya ada 2 gerakan yaitu: Gerakan moralis dan politik progresif.
Gerakan moralis adalah suatu pergerakan yang tidak memiliki dampak signifikan.
Artinya Gerakan ini hanya stagnan pada situasi kasus tertentu dan tak bisa bergerak lebih
jauh untuk mencapai tujuan tertentu. agaknya untuk mengetahui Gerakan moralis lebih
jauh seperti apa, perlu memahami kasusnya begini; melihat atas dasar keresah bersama
dalam kampus, berpendidikan adalah hak bagi siapapun tanpa terkecuali, entah yang
miskin ataupun kaya. Polemiknya adalah ada banyak mahasiswa yang nggak mampu
membayar Uang Kuliah tungga (UKT), lebih-lebih di kampus UIN Jogja.
Membaca realitas, pergerakan mahasiswa di UIN Jogja cendrung moralis. Kok bisa
rek? Dalam permasalahan yang sama soal dana Pendidikan kampus yang nggak bisa di
jangkau oleh kalangan mahasiswa, uang UKT yang makin kesana-sini makin nggak jelas
dimata mahasiswa.
Dalam kasus itu, pastinya ada salah satu teman kalian mendapat golongan UKT
tinggi padahal dia miskin, begitupun sebaliknya. Sangat jelas yang harus berperan dalam
kasus ini adalah organisasi mahasiswa sebab meninjau dari salah satu tujuannya adalah
membela kaum tertindas. Akan tetapi mereka (ormawa), melakukan aksi menolak UKT
mahal di waktu dekat pembayaran, bukan jauh-jauh hari sebelumnya.
Begitulah pandangan Gerakan moralis. Seakan pada Gerakan ini organisasi
mahasiswa, hanya berangan-angan yang mengharap suatu perubahan. Kan lucu,
mamalukan Lurr.!
Sedangkan Gerakan politik progresif ialah Gerakan yang memakai dialektika
historis. Membaca lebih detail kasus tertentu dengan landasan undang-undang, dan berpikir
progresif tentang ancangan apa yang harus dilakukan. Gerakan politik progresif ini, bisa
dengan membentuk komunal yang dilakukan dengan aksi nyata maupun maya guna untuk
menciptakan kesadaran bersama.
D. Problem dan tandangan pergerakan
Pada ranah kampus, PMII hadir dalam mengawal dan merespon kebijakan kampus
yang bersinggungan langsung dengan mahasiswa. Suatu asas PMII yang sangat muliya
agar menjadi solusi dan menjawab tantangan yang ada dalam segala ranah. Tetapi tunggu
dulu, memasuki era modernis ini masih begitu banyak problem pergerakan itu sendiri:
1. Politik Identitas
Politik itu kejam, yang nggak paham politik siap-siap kalian bakal jatuh
eksistensinya. Dalam pergerakan, identitas lebih mudah memahaminya dengan symbol
atau lambang pergerakan.
Dalam organisasi PMII sendiri, masih banyak orang-orang bergerak bukan atas
dasar keresahan, ketimpangan, melainkan yang mereka bawa adalah lambang PMII.
Ayolah jangan sok kontra dengan saya, banyak diantara kalian yang pecundang berdiri di
garda terdepan mengibarkan bendera PMII. Membela ketimpangan kok pakek lambang,
bulshit, katanya pergerakan mahasiswa.
Bila kita flesbek kebelakang pada rezim orde baru penurunan presiden soeharto,
pergerakan mahasiswa membentuk kesadaran bersama antar elemen yang mendapat
dukungan dari berbagai buruh, petani, dan rakyat miskin kota. Artinya, pergerakan
mahasiswa dulu dapat menyentuh kesadaran semua elemen, itu dulu, bukan sekarang.

Salah satu contoh kongkrit nyata dalam politik identitas adalah dalam melakukan
aksi massa, sadar tidak sadar seakan tidak ada bentuk kesolitan pergerakan mahasiswa,
maksudnya adalah ketika pergerakan A turun, malah pergerakan B merasa sok apatis
terhadap aksi massa itu.
Dari contoh kasus itu, kalian bisa menerka bahwa pergerakan masa kini mengalami
kemorosotan dalam kesadaran. Lantas pertanyaanya kenapa pergerakan mahasiswa dulu
dapat menyentuh kesadaran elemen (buruh, petani, dan rakyat mkiskin kota)? Sebab,
problem tantangan dulu tak sek kompleks sekarang.
Politik identitas nyatanya tak hanya bertaut pada identitas organisasi saja. Politik
identitas juga menjangkit identitas personal dari pribadi aktor Gerakan. Misalnya, beberapa
aktor ini menduduki posisi di struktural gerakan bukan karena keresahan atau kebaikan
organisasi. Namun untuk menjunjung identitas personalnya agar dipandang baik dan
harum di kalangan manusia. Alhasil, aktor tersebut hanya akan berjalan jika ia
menguntungkan identitasnya, dan akan mager jika memberatkan dirinya, sekalipun itu
hajat organisasi;..
2. Memasuki Budaya Populis
Memasuki zaman yang makin edan, pergerakan mahasiswa kini perlu
dipertanyakan eksistensinya. Mengapa tidak, kesadaran dalam pergerakan kini penuh tanda
tanya? Tentang kesadaran merupakan kunci paling dasar dalam pergerakan mahasiswa.
Di era orde baru kaum pergerakan tidak mengenal istilah staylist, hedonis dan hal-
hal yang serupa. Sehingga pikirannya terkonstruk tak lain adalah fenomena sosial yang
terjadi dan berbagai keresahan masyarakat waktu itu.
Memasuki era digitalisasi, hal itu merambat mengkonsruk pikiran-pikiran para
pergerakan. Bagaimana tidak, berbagai Aplikasi kekinian dan berbagai iklan dalam gatget
membuat manusia maupun kaum pergerakan itu sendiri lebih beriorientasi kepada hal-hal
kesenangan semata. Memperkaya diri dengan beragam karakter hedon sehingga kesadaran
dalam berpikirnya terhadap keresahan sosial terabaikan.
3. Hilangnya Intelektual
Dunia populis yang terjadi sekarang telah membunuh pikiran intelektual
pergerakan. Dalam hasil wawancara yang telah kita lakukan bahwa pergerakan dulu
terhadap wacana kampus sangat kuat, tak lepas dari maraknya diskusi di luar kampus,
memberikan krtik terhadap kekuasaan. Budaya populis dan politik identitas melahirkan
suatu budaya leyeh-leyeh yang mengedepankan sensasi ketimbang esensi. Maka dari sini,
mahasiswa gerakan akhirnya berusaha menjadi pseudo intelektual, ketimbang intelektual
itu sendiri. Hari-harinya banyak digunakan untuk kebutuhan sensasi hingga hal-hal
esensial seperti pertajaman intelektual kian memudar. Maka dalam lingkaran setan ini lah
mahasiswa gerakan sekarang hidup.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Tentu bukan gerakan moralis, dong.

Anda mungkin juga menyukai