Anda di halaman 1dari 168

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah Indonesia, mahasiswa senantiasa memainkan peran penting

dalam setiap perubahan yang terjadi guna menegakan kesejahteraan sosial dan

kepentingan demokrasi. Arbi Sanit menyebutkan bahwa sebagai kaum intelektual,

mahasiswa berpeluang untuk berada pada posisi terdepan dalam proses perubahan

masyarakat. Dengan posisi mahasiswa di masyarakat atau bangsa, dikenal dua

peran pokok yang selalui tampil mewarnai aktivitas mereka selama ini. Pertama,

ialah sebagai kekuatan korektif terhadap penyimpangan yang terjadi di dalam

berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kedua, yaitu sebagai penerus kesadaran

masyarakat luas akan problema yang ada dan menumbuhkan kesadaran untuk

menerima alternatif perubahan yang dikemukakan atau didukung oleh mahasiswa

itu sendiri, sehingga masyarakat berubah ke arah kemajuan.1

Mahasiswa sebagai salah satu komponen sosial, bagaimanapun

strategisnya, tak pernah lepas dari kaitan-kaitan dialektis dengan struktur yang

ada, baik sosial maupun politik. Mereka sebagai pelaku sosial harus melakukan

respons terhadap perubahan yang terjadi.2 Mahasiswa berperan sebagai agent of

change (agen perubahan), moral force (kekuatan moral), iron stock (perangkat

keras) suatu bangsa.3

1
Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa antara Aksi Moral dan Politik,
Yogyakarta: INSIST Press & Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 10.
2
Muhammad A.S. Hikam, Politik Kewarganegaraan – Landasan Redemokrasi di Indonesia
Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999, hlm. 222.
3
Alfian. Dikutip dalam R. Andriadi Achmad, Mahasiswa Hanya Bisa Demo, Jakarta: PT
Mimpiku Bukusiana, 2007, hlm. 4.

1
Sejarah mencatat, gerakan mahasiswa Indonesia setidaknya telah 7 kali

melakukan perubahan dalam waktu yang berbeda. Pertama, angkatan 1908,

dimana Boedi Oetomo, menjadi suatu wadah perjuangan yang pertama kali

memiliki struktur pengorganisasian moderen. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908

oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini

merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari

primordialisme Jawa yang ditampilkannya. Kemajuan yang selaras buat negeri

dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan

dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan menjadi tujuan awal perkumpulan

ini. Angkatan 1908, terus mengangkat permasalahan pendidikan dan isu-isu

gerakan pemuda yang berorientasi kepada nasib bangsa. Akhir tahun 1909

gerakan ini telah mencapai 10.000 anggota. Gerakan ini sangat istimewa karena

keberaniannya menentang kolonialisme serta satu tekad untuk Indonesia

Merdeka.4

Tidak berbeda dengan angkatan 1908, angkatan 1928 juga telah meletakan

tonggak sejarah persatuan Indonesia. Pada pertengahan 1923, serombongan

mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah

menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan

perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi

politik yang dihadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat

berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama,

adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di

Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi
4
Fachry Ali, Mahasiswa, Sistem Politik dan Negara, INTI Sarana Aksara, Jakarta, 1985, hlm. 3

2
Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan

mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada

tanggal 11 Juli 1925. Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya

dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI),

prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang

bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi

wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi

mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam

pada tahun 1930-an. Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual,

dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang

memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda

dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28

Oktober 1928, dimotori oleh PPPI. Masa-masa sulit berujung pada cita-cita pra-

kemerdekan yakni Indonesia merdeka.5

Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang

ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi dan akibat pengaruh sikap

penguasa Belanda yang menjadi liberal. Muncul kebutuhan baru untuk menjadi

partai politik terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas.

Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI),

sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia

(PNI). Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman

pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda,

5
Adi Suryadi Culla, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Sketsa Pergolakan Mahasiswa dalam Politik
dan Sejarah Indonesia (1908-1998), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 28

3
antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau

politik dan hal ini ditindaklanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar

dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi

Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.6

Praktis, akibat kondisi yang vakum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan

akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan

berdiskusi bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama

yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh,

adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-

tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan

kehidupan bangsa. Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah dalam

kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul

Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan

Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan. Peristiwa ini dikenal

kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok. Usaha untuk menentang

imperialisme dan kolonialisme oleh para pemuda ini berhadapan langsung dengan

sistem yang diwariskan oleh kolonial.7

Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-

kelompok mahasiswa, di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa

Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di

Malang tahun 1947. Selanjutnya mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi

Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil

6
Facry Ali, op.cit., hlm. 4
7
Ibid., hlm. 4

4
kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri

Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni

PMKRI, HMI, PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat

Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila

(Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama

agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI

menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Munculnya KAMI

diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI),

Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana

Indonesia (KASI), dan lain-lain. Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan

mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan

Orde Baru. Terjadinya penyimpangan terhadap pancasila dan UUD 1945 akibat

Demokrasi Terpimpin Soekarno mendesak angkatan 1966 untuk melakukan

gerakan untuk melakukan perubahan sistem politik dan struktur pemerintahan

Indonesia dari Orde lama ke Orde Baru dibenderai Kesatuan Aksi Mahasiswa

Indonesia (KAMI).8

Realitas berbeda terjadi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah

bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer,

untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer. Pada Tahun

1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk

Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo sebagai reaksi

kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah,

mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force Universitas Indonesia
8
Ibid. hlm. 4-5

5
TFUI) sampai Komisi Empat. Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi

perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat.9

Menjelang Pemilu 1971, muncul berbagai pernyataan sikap

ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap

sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat.

Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorong munculnya

Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh

Arief Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan. Protes terus

berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik dan pemborosan anggaran

negara dalam proyek taman mini Indonesia indah, berikutnya tahun 1973 selalu

diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes

PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada

15 Januari 1974.10 Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang

korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan

lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga. Gerakan ini berbuntut

dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.11

Pada periode 1978 terjadi pendudukan militer atas kampus-kampus karena

mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain

adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam

melakukan aksi di wilayah kampus. Gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar

9
Ibid. hlm. 4-5
10
Ibid, hlm. 4-5.
11
Muridan S Widjojo er al, Penakluk Rezim Orde Baru, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999,
hlm. 58-59.

6
kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu

militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya

Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan Normalisasi Kehidupan

Kampus/Badan Koordinasi Kegiatan Mahasiswa (NKK/BKK) di seluruh

Indonesia.12 Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun

tidak membuahkan hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978

telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa

untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak

kepemimpinan nasional. Konsolidasi berlangsung terus, tuntutan agar Soeharto

turun masih menggema jelas, menggegerkan semua pihak. Banyak korban

akhirnya jatuh. Termasuk media-media nasional yang ikut mengabarkan,

dibubarkan paksa. Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos

di Jakarta dan Bandung saja namun meluas secara nasional meliputi kampus-

kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor, Ujung pandang (sekarang Makassar),

dan Palembang. 28 Oktober 1977, delapan ribu anak muda menyemut di depan

kampus ITB. Mereka berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!".13

Pada tahun berikutnya di tahun 1998 gerakan mahasiswa telah memainkan

peran yang sangat krusial. Gerakan perjuangan mahasiswa Indonesia pernah

mencatat sejarah saat detik-detik menjelang transisi menuju demokrasi. Gerakan

tersebut muncul di berbagai daerah di Indonesia untuk menuntut adanya reformasi

12
NKK/BKK adalah peraturan yang membuat mahasiswa tidak bisa melakukan gerakan sama
sekali hal ini dikarenakan tanggung jawab keamanan kampus diletakkan di pundak rektor sehingga
setiap kegiatan mahasiswa harus berdasarkan persetujuan rektor yang mendopolitisir peran
mahasiswa, dikutip dalam Muridan S Widjojo er al, Penakluk Rezim Orde Baru, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1999, hlm. Ibid., 53-54.
13
Ibid, hlm. 58-59.

7
ekonomi dan politik. Mahasiswa memformulasikan reformasi tersebut sebagai

agenda krusial terkait krisis ekonomi yang melanda Indonesia akibat rapuhnya

struktur ekonomi dan politik rezim orde baru. Rezim tersebut rapuh karena sarat

dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Isu reformasi terus meluas

hingga akhirnya menuntut Soeharto agar mundur.14 Menurut M. Nyman,

fenomena tersebut adalah cerminan menguatnya kembali kekuatan politik dalam

transisi demokrasi dan mahasiswa adalah pilar utamanya. 15 Mahasiswa telah

sukses dalam membuat perubahan sosial dengan melakukan perubahan yang

fundamental bagi sistem politik di Indonesia.

Namun kondisi berbeda justeru ditunjukan oleh gerakan mahasiswa

pascareformasi 1998 di Indonesia yang mengalami kekaburan arah atau

disorientasi gerakan.16 Berdasarkan hasil Kongres Mahasiswa Indonesia (KMI)

yang diselenggarakan di kampus Universitas Indonesia Depok, menyimpulkan

bahwa gerakan mahasiswa pascareformasi masih solid dan kritis. Namun gerakan

mahasiswa pascareformasi tidak lagi memiliki isu bersama seperti gerakan

mahasiswa 1998 yang menjadikan orde baru sebagai musuh bersama.17

Menurut Nugroho Fredivianus (Presiden BEM Insitut Teknologi

Surabaya) anggapan yang memandang gerakan mahasiswa terpecah belah dan

karena itu pula reformasi gagal tidaklah benar. Yang terjadi sebenarnya adalah

gerakan mahasiswa pascareformasi terpilah-pilah antar daerah dan masing-masing


14
Asrinaldi, Kekuatan-kekuatan Politik Di Indonesia, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2014, hlm. 3
15
Ibid., hlm. 3
16
Disorientasi merupakan kekacauan kiblat; kesamaran arah: -- pandangan akan timbul apabila
terdapat kesenjangan antara organisasi sosial dan sistem nilai kebudayaan, diakses dari Kamus
Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/disorientasi, pada tanggal 16 Agustus 2016 pukul
20.00 WIB.
17
Media Indonesia, Gerakan Mahasiswa Pascareformasi Masih Solid dan Kritis, Media Indonesia
Edisi Jumat 3 April 2003, hlm. 4

8
kelompok mahasiswa itu sibuk berkonsentrasi dengan isunya masing-masing.

Sehingga aksi-aksi mahasiswa di daerah tidak memiliki keselarasan. Misalnya ada

gerakan mahasiswa yang lebih peduli pada UU Sisdiknas, Irak, Kepemimpinan

rezim penguasa, kenaikan BBM dan TDL, atau utang konglomerat dan isu-isu

lainya. Hal ini menyebabkan gerakan mahasiswa kurang terarah dan tidak

memiliki bargaining.18

Senada dengan pernyataan Nugroho, Indra Maulana (Ketua BEM Unpad),

menyatakan bahwa gerakan mahasiswa sekarang terpolarisasi merupakan situasi

yang tidak menguntungkan karena di negara ini masih banyak permasalahan

kompleks yang membutuhkan kontribusi mahasiswa untuk mencarikan solusinya.

Seperti kondisi bangsa yang tidak menentu, rakyat hidup dalam himpitan

kemiskinan. Hanya melalui sinkronisasi, koordinasi, dan soliditas gerakan,

mahasiswa bisa mengajukan alternatif solusi dan tidak memposisikan sebagai

bagian dari permasalahan bangsa.19

Pernyataan para aktivis mahasiswa di atas semakin diperkuat oleh

penelitian yang dilakukan Andik Matulessy tentang gerakan mahasiswa, ia

menyatakan bahwa setelah tahun 1998 yang dianggap sebagai tahun kemenangan

gerakan mahasiswa, maka suara protes mahasiswa seakan tertelan oleh hingar

bingar persoalan ekonomi dan politik. ketidakmampuan gerakan mahasiswa untuk

tampil kembali dalam kekuatan yang besar membuat bargaining power mereka

mulai menurun. Hal tersebut karena nuansa protes lebih mengarah pada ruang

gerak yang relatif sempit. Selain itu isu yang dibawa oleh gerakan mahasiswa

18
Ibid.
19
Ibid.

9
cenderung parsial dan bernuansakan kepentingan kelompok tertentu (primordial),

sehingga kurang memiliki naungan solidaritas dari kelompok mahasiswa yang

lain.20

Berangkat dari kondisi gerakan mahasiswa di Indonesia pascareformasi

yang mengalami disorientasi gerakan atau kekaburan aran dengan tidak memiliki

fokus isu bersama, hal senada juga terjadi dalam gerakan mahasiswa di daerah,

khususnya gerakan mahasiswa di kota Padang pada tahun 2013-2014. Gerakan

mahasiswa di kota Padang Padang sedikitnya terbagi ke dalam lima isu utama

yang disuarakan kelompok mahasiswa sepanjang tahun 2013 hingga 2014,

yakninya isu korupsi, pendidikan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM),

kemerdekaan Palestina, dan penolakan pembangunan rumah sakit Siloam.

Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini yang merupakan aksi-aksi

yang pernah dilakukan oleh aliansi gerakan mahasiswa di Padang pada tahun 2013

hingga 2014:

20
Andik Matulessy, Mahasiswa dan Gerakan Sosial, Srikandi, Surabaya, 2005, hlm. 1-3.

10
Berdasarkan jumlah organisasi mahasiswa yang terlibat dalam aksi-aksi

mahasiswa di Kota Padang sebagaimana terlihat pada pada tabel di atas, dapat

dipahami bahwa gerakan mahasiswa di Kota Padang pada hari ini memberi

perhatian yang jauh lebih besar dalam mengawal isu kenaikan harga BBM

dibandingkan dengan isu-isu lainnya seperti isu korupsi, pendidikan, Palestina,

dan tolak Siloam. Kenaikan harga BBM tersebut memang selalu mendapat protes

11
keras dari berbagai organisasi mahasiswa di Kota Padang, akan tetapi, dari semua

organisasi mahasiswa yang pernah melakukan penolakan tersebut, hanya beberapa

organisasi saja yang tetap konsisten dalam melakukan penolakan kenaikan harga

BBM di tahun 2013 dan 2014. Pada tabel. 1.1 di atas dapat dilihat perbandingan,

hanya beberapa organisasi saja yang konsisten melakukan penolakan kenaikan

harga BBM di tahun 2013 dan 2014, yaitu, HMI, Front Mahasiswa Nasional

Cabang Padang, dan Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik

Unand.

Salah seorang aktivis HMI, Arifki Chaniago, menyatakan bahwa dalam

penolakan kenaikan harga BBM di kota Padang, HMI Cabang Padang memiliki

peranan besar, hal itu dibuktikan dengan adanya aktivis HMI yang seringkali

mengisi posisi yang strategis sebagai koordinator umum gerakan mahasiswa

dalam menolak kenaikan harga BBM di tahun 2013 dan 2014 yang saat itu di

ketuai oleh Ikhwan Ramadhan Siregar. Ini merupakan kepercayaan dan tanggung

jawab yang besar dalam sebuah aksi demonstrasi, karena dalam aksi tersebut

koordinator umum harus mampu mengatur jalannya aksi dan berkoordinasi

dengan organisasi-organisasi mahasiswa lainnya.21

Hal senada juga diungkapkan oleh Yudi Fernandes yang menilai HMI

Cabang Padang merupakan salah satu organisasi yang konsisten mengawal setiap

kebijakan kenaikan harga BBM di kota Padang. Secara kepemimpinan pun HMI

Arifki Chaniago merupakan Aktifis HMI Cabang Padang, merupakan koordinator lapangan aksi
21

menolak kenaikan harga BBM tahun 2014 di kota Padang. Arifki Chaniago, wawancara,
Wawancara pada 08 Januari 2016, di Sekretariat HMI Komisariat ISIP Unand , Jalan Tunggang,
Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang.

12
cukup dipercayai mengisi posisi penting sebagai koordinator umum dalam

gerakan menolak kenaikan harga BBM di tahun 2013 dan 2014 di kota Padang.22

Meskipun isu kenaikan harga BBM mendapat perhatian yang lebih besar

dimana HMI memiliki peran strategis dalam gerakan tersebut namun tidak

menunjukkan bahwa isu BBM menjadi fokus isu bersama yang bersifat substantif

yang hendak diusung oleh gerakan mahasiswa di Kota Padang. Aksi yang yang

dilakukan oleh berbagai organisasi mahasiswa tersebut lebih bersifat temporer dan

tidak berkelanjutan walaupun sebelumnya gelombang protes terlihat begitu besar.

Setelah aksi selesai mahasiswa kembali ke kampus masing-masing dan gerakan

pun kembali meredup. Tujuan dari aksi tersebut pun belumlah tercapai yang mana

terhenti pada upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah saja yang pada akhirnya

tetap naiknya Harga BBM di tahun 201323 dan di tahun 201424 tanpa ada aksi

lanjutan dari mahasiswa dalam menolak kenaikan harga BBM tersebut.

Gerakan yang dilakukan mahasiswa masih bersifat reaktif, baru sebatas

menunjukkan keberpihakan mahasiswa kepada rakyat kecil namun tidak memiliki

22
Yudi Fernandes merupakan Aktifis UKM PHP Unand, merupakan koordinator lapangan aksi
menolak kenaikan harga BBM tahun 2013 di kota Padang, Wawancara pada tanggal 12 Januari
2016, di Sekretariat UKM PHP Unand , Pusat Kegiatan Mahasiswa lt. 2.
23
Pengumuman Nomor 07.PM/12/MPM/2013 tentang penyesuaian harga eceran BBM bersubsidi,
sesuai ketentuan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2013,
dan peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2013. Pemerintah secara resmi menaikkan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar mulai Sabtu (22/6/2013) pukul
00.00 WIB. Harga premium naik Rp 2000 menjadi Rp 6.500 per liter dan harga solar naik Rp
1.000 menjadi Rp 5.500 per liter, dikutip dalam Pebrianto Eko Wicaksono, Premium Rp 6.500,
Solar Rp 5.500 Mulai Sabtu Pukul 00.00, Edisi 23 Juni 2013, diakses dari
http://bisnis.liputan6.com, pada tanggal 25 Januari 2016 pukul 21.30 WIB.
24
Pada pukul 00.00 WIB terhitung sejak tanggal 18 November 2014. Harga premium ditetapkan
dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Harga solar ditetapkan dari 5.500 menjadi 7.500 , dikutip dalam
Sabrina Asril, Jokowi tetapkan harga premium 8.500 dan solar 7.500, diakses dari
http://nasional .kompas.com, Edisi 19 November 2014, diakses pada tanggal 25 Januari 2016
pukul 21.45 WIB.

13
persiapan matang yang didukung dengan hasil kajian mendalam terhadap isu.

Belum bersatunya seluruh elemen mahasiswa yang ada di kota dalam

merumuskan isu bersama yang substantif membuat gerakan mahasiswa terbagi ke

dalam beberapa isu yang berbeda dengan basis massa yang sedikit jumlahnya

sehingga menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa di kota Padang tidak memiliki

visi gerakan bersama yang terlihat adalah kekaburan arah gerakan dan tidak

terkonsolidasi dengan baik dikarenakan tidak adanya organisasi mahasiswa yang

mampu menjadi motor penggerak di kota Padang.

B. Rumusan Masalah
Dalam kondisi gerakan mahasiswa di kota Padang yang mengalami

kekaburan arah gerakan sesungguhnya HMI Cabang Padang memiliki

kemampuan mengkonsolidasikan atau menjadi motor gerakan mahasiswa di Kota

Padang dikarenakan HMI merupakan lembaga mahasiswa tertua dan cukup

matang dalam sejarah perkembangan gerakan mahasiswa. Kemampuan tersebut

ditunjukkan dalam gerakan mahasiswa di kota Padang pada saat reformasi 1998,

HMI Cabang Padang merupakan organisasi Mahasiswa yang cukup berpengaruh

dalam dinamika kemahasiswaan di kota Padang yang ditandai dengan banyaknya

kader HMI yang menjadi pemimpin lembaga senat kemahasiswaan pada waktu

itu. Para pimpinan lembaga kemahasiswaan intra kampus tersebut, yang juga

merupakan kader-kader HMI Cabang Padang, juga ikut berpartisipasi dalam

gerakan reformasi yang dikoordinir oleh HMI Cabang Padang sebagai organisasi

yang mengkader mereka. Dengan demikian mahasiswa yang memiliki basis di

kampus masing-masing dapat dikerahkan secara kelembagaan untuk berpartisipasi

14
aktif dalam gerakan reformasi 1998. Sederhananya dapat diasumsikan bahwa

HMI Cabang Padang merupakan lokomotif dalam gerakan reformasi 1998.25

Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa HMI merupakan

organisasi yang cukup berpengaruh dalam perjalanan gerakan mahasiswa pada

saat reformasi 1998 di Kota Padang hingga hari ini yaitu dengan peranannya yang

cukup berpengaruh dalam gerakan mahasiswa menolak kenaikan harga BBM di

kota Padang. Selain isu BBM, sebagaimana telah dikonfirmasi oleh Sekretaris

HMI Cabang Padang, Rahmad Ramli, yang menyatakan bahwa HMI juga terlibat

aktif dalam mengawal beberapa isu baik isu yang bersifat keislaman maupun

kebangsaan, setidaknya terdapat 3 isu utama yang diangkat HMI Cabang Padang

dalam kurun waktu 2013-2014 yaitu SP3 22 Kasus Korupsi di Padang, kenaikan

harga BBM, dan aksi solidaritas untuk Palestina. Hal ini dikarenakan HMI punya

misi keislaman dan kebangsaan sehingga memberikan kemudahan bagi HMI

untuk melakukan upaya konsolidasi dengan lembaga mahasiswa dengan berlatar

ideologi berbeda.26

Apabila kita mengacu kepada flatform HMI kemudian kita perbandingkan

dengan flatform HMI Cabang Padang maka terdapat beberapa hal yang perlu

dicermati secara seksama. Sebagaimana diketahui HMI merupakan organisasi

yang berperan sebagai alat perjuangan yang berasaskan islam dan bersifat

independen. Visi HMI yaitu, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi

yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
25
Eka Vidya Putra dikutip oleh Yogi Prima Danu, Gerakan Sosial Politik Himpunan Mahasiswa
Islam Cabang Padang Pada Saat Reformasi Indonesia Tahun 1998, Padang, 2012, Skripsi FISIP-
UNAND, hlm, 8.
26
Rahmad Ramli merupakan Sekretaris HMI Cabang Padang Periode 2014-2015, Wawancara
pada 24 Februari 2016, di Kampus Universitas Bung Hatta, Kota Padang.

15
dan makmur yang diridhai oleh Allah ta’ala”. Misi HMI yaitu, membina pribadi

muslim untuk mencapai akhlaqul karimah, membina pribadi muslim yang

mandiri, mengembangkan potensi kreatif, keilmuan, sosial dan budaya,

mempelopori pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemaslahatan

masa depan umat manusia, memajukan kehidupan umat dalam mengamalkan

Dienul Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,

memperkuat Ukhuwah Islamiyah sesama umat Islam sedunia, berperan aktif

dalam dunia kemahasiswaan, perguruan tinggi dan kepemudaan untuk menopang

pembangunan nasional, ikut terlibat aktif dalam penyelesaian persoalan sosial

kemasyarakatan dan kebangsaan.27

Di HMI cabang sendiri memiliki visi mengembalikan HMI Cabang

Padang pada khittahnya. Misi HMI Cabang Padang yaitu meningkatkan

solidaritas dan kekeluargaan sesama kader HMI Cabang Padang, mewujudkan

kader HMI yang kreatif, inovatif dan solutif dalam nilai-nilai keislaman,

mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan tujuan HMI, menjalin hubungan

baik dan kerjasama dengan pihak eksternal dan internal HMI Cabang Padang, dan

meningkatkan eksistensi HMI Cabang Padang.28

Dari perbandingan flatform HMI dan HMI Cabang Padang diatas terdapat

dua catatan penulis dalam hal visi dan misi HMI Cabang Padang. Pertama, secara

visi HMI Cabang Padang, menimbulkan kesan telah terjadi pergeseran nilai di

HMI Cabang Padang dari khittahnya dengan visi utama HMI. Kedua, secara misi

27
Anggaran Dasar Himpunan Mahasiswa Islam Kongres XXIX di Pekanbaru, tanggal 22
November – 5 Desember 2015
28
Laporan Pertanggungjawaban Kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang
Periode 2014-2015.

16
HMI cabang padang perlu kiranya kita melihat perbandingan realitas yang terjadi

di lapangan dengan kondisi idealnya. Berdasarkan beberapa gerakan yang

dilakukan HMI Cabang Padang pada tahun 2013-2014 memperlihatkan kenyataan

bahwa HMI Cabang Padang yang diharapkan mampu menjadi lokomotif gerakan

mahasiswa di kota Padang justeru juga mengalami hal senada dengan organisasi-

organisasi mahasiswa lainnya yang mengalami penurunan aktivitas gerakan baik

secara intensitas maupun kualitas. Gerakan-gerakan yang dilakukan HMI terlihat

belum terorganisir secara optimal dan lebih cenderung bersifat reaktif serta

minimnya kajian yang konsisten dan mendalam terhadap isu sehingga tidak

menggambarkan orientasi gerakan HMI yang berperan sebagai alat perjuangan

dan sesuai dengan flatform HMI Cabang Padang itu sendiri. Pernyataan tersebut

didasarkan atas beberapa aksi-aksi berikut yang pernah dilakukan HMI Cabang

Padang pada tahun 2013-2014 di Kota Padang:

Pertama, pada isu SP3 22 kasus korupsi dan aksi solidaritas untuk

palestina tidak menunjukkan adanya partisipasi yang besar dari organisasi

mahasiswa sehingga tidak terlihatnya konsolidasi yang matang dalam gerakan

tersebut dan terkesan spontanitas, sedangkan pada aksi penolakan kenaikan harga

BBM yang memiliki massa jauh lebih besar namun tidak menunjukkan bahwa isu

tersebut sebagai isu substantif yang hendak diusung oleh gerakan mahasiswa di

Padang. Gerakan mahasiswa juga belum terkonsentrasi secara baik hal itu terlihat

dari beberapa organisasi yang hanya fokus pada isu-isu tertentu saja namun tidak

terlibat dalam aksi penolakan kenaikan harga BBM begitupun sebaliknya.

17
Kedua, dalam hal konsistensi gerakan, gerakan yang dilakukan HMI lebih

bersifat temporer dan tidak permanen padahal tujuan dari aksi tersebut belumlah

tercapai, seperti halnya kasus SP3 22 kasus korupsi yang berdasarkan

perkembangan terakhir sampai kepada rencana eksaminasi kasus namun belum

ada kejelasannya hingga saat ini.29 Hal senada juga terjadi dalam aksi menolak

kenaikan harga BBM yang terhenti pada upaya mempengaruhi kebijakan

pemerintah saja yang pada akhirnya tetap naiknya Harga BBM di tahun 2013 30

dan di tahun 201431 tanpa ada aksi lanjutan dari mahasiswa menolak kenaikan

harga BBM tersebut. Ketiga, dari beberapa isu yang telah dikawal oleh HMI

belum memperlihatkan fokus isu utama yang hendak dikaji secara mendalam oleh

HMI Cabang Padang untuk dikonsolidasikan agar berkembang menjadi gerakan

yang lebih besar. Pada akhirnya gerakan pengawalan terhadap isu tidak berjalan

secara optimal. Hal ini menimbulkan kesan gerakan yang dilakukan hanya bersifat

momentum saja tanpa disertai kajian lanjutan agar mahasiswa memiliki analisis

yang tajam dan mendalam terhadap sebuah persoalan.

Dengan demikian HMI sebagai organisasi mahasiswa yang cukup

pengaruh dan peranan di kota Padang maka penting untuk dilihat secara lebih
29
Fiddy Angriawan, Jaksa Agung Akan Eksaminasi 22 Kasus Korupsi Di Padang, Edisi 19 Juni
2014, diakses dari http://news.okezone.com//jaksa-agung-akan-eksaminasi-22-kasus-korupsi-di-
Padang,pada tanggal 2 Maret 2016 pukul 19.00 WIB.
30
Pengumuman Nomor 07.PM/12/MPM/2013 tentang penyesuaian harga eceran BBM bersubsidi,
sesuai ketentuan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2013,
dan peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2013. Pemerintah secara resmi menaikkan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar mulai Sabtu (22/6/2013) pukul
00.00 WIB. Harga premium naik Rp 2000 menjadi Rp 6.500 per liter dan harga solar naik Rp
1.000 menjadi Rp 5.500 per liter, dikutip dalam Pebrianto Eko Wicaksono, Premium Rp 6.500,
Solar Rp 5.500 Mulai Sabtu Pukul 00.00, Edisi 23 Juni 2013, diakses dari
http://bisnis.liputan6.com, pada tanggal 25 Januari 2016 pukul 21.30 WIB.
31
Pada pukul 00.00 WIB terhitung sejak tanggal 18 November 2014. Harga premium ditetapkan
dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Harga solar ditetapkan dari 5.500 menjadi 7.500 , dikutip dalam
Sabrina Asril, Jokowi tetapkan harga premium 8.500 dan solar 7.500, Edisi 19 November 2016,
diakses dari http://nasional .kompas.com, pada tanggal 25 Januari 2016 pukul 21.45 WIB.

18
mendalam tentang bagaimana eksistensi gerakan HMI Cabang Padang hari ini.

Hal ini bertujuan agar dapat ditemukan solusi persoalan yang terjadi atas

menurunnya soliditas, kualitas dan kuantitas gerakan mahasiswa di kota Padang.

Dengan teridentifikasinya permasalahan di internal HMI sendiri dapat sekiranya

menjadi bahan diskusi kritis bagi proses pembenahan internal HMI sehingga

sumber daya potensial HMI terwujud dalam mobilisasi sumber daya faktual yang

diharapkan dapat kembali menjadi motor gerakan mahasiswa di kota Padang.

Tingginya tingkat partisipasi politik mahasiswa dalam proses demokrasi tentu

akan menyokong jalannya demokrasi yang lebih kondusif. Hal ini sejalan dengan

semangat yang tertuang dalam visi HMI Cabang Padang yang tetap kokoh dan

eksis dalam mengemban tugas selaku iron stock, agent of change, dan guardian

value bagi umat dan bangsa ini.32

Untuk menganalisis disorientasi gerakan mahasiswa dengan HMI Cabang

padang sebagai objek penelitian maka penulis menilai terdapat dua kemungkinan

utama sebagai faktor penyebabnya dilihat secara internal dan eksternal HMI

dengan menggunakan teori integrasi gerakan sosial. Pertama, secara internal

peneliti menilai adanya hambatan secara internal organisasi HMI sendiri secara

kapasitas sumber daya HMI untuk mengorganisasikan sebuah gerakan. Kedua,

secara eksternal dilihat dari sisi peluang terwujudnya gerakan yakninya peluang

politik yang terjadi pascareformasi yang melahirkan sistem politik baru dengan

arena politik yang terbuka luas serta permasalahan yang semakin kompleks

menyebabkan fokus mahasiswa menjadi tidak terkonsentrasi membuat mahasiswa

perlu menyusun kembali format gerakan mahasiswa sesuai dengan situasi politik.
32
Laporan Pertanggungjawaban HMI Cabang Periode 2014-2015, Hlm. 2.

19
Berdasarkan pemaparan di atas, maka hal yang menarik minat peneliti dan

menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi arah gerakan HMI Cabang Padang memasuki dekade kedua

pascareformasi 1998 di Indonesia yang mengalami kekaburan arah atau

disorientasi gerakan, adapun pertanyaan penelitian yang nantinya akan diteliti

yaitu:

Apa faktor-faktor yang menyebabkan disorientasi gerakan HMI Cabang

Padang pada tahun 2013-2014 di kota Padang?

C. Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor penyebab disorientasi

gerakan HMI Cabang Padang pada tahun 2013-2014 di kota Padang.

D. Manfaat Penelitian

1. Dari segi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangan pemikiran di bidang ilmu sosial-politik maupun studi lainnya

dan bermanfaat pula bagi penelitian berikutnya yang relevan.

2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

diskusi ilmiah bagi aktivis mahasiswa Kota Padang pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya serta menjadi masukan dalam membangun

soliditas gerakan sosial mahasiswa Kota Padang di masa yang akan datang.

20
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Kepustakaan

Pada bagian ini, peneliti menyusun penjelasan tentang penelitian terdahulu

yang relevan, pendekatan teoritis yang digunakan. Kajian terhadap teori-teori atau

hasil studi terdahulu yang difokuskan pada konsep utama yang digunakan:

1. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian terdahulu bertujuan untuk melihat perbandingan latar

belakang, proses dan tujuan dari gerakan mahasiswa terhadap permasalahan

yang akan diteliti, yakninya mengenai Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI) Cabang Padang di kota Padang pada tahun 2013-2014. Adapun

penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, merupakan hasil penelitian thesis yang dilakukan oleh

Andik Matulessy yang kemudian ditulis menjadi buku yang berjudul

“Mahasiswa dan Gerakan Sosial”.33 Penelitian ini selain menggambarkan

33
Andik Matulessy, Mahasiswa dan Gerakan Sosial, Srikandi, Surabaya, 2005, hlm. 1-3.

21
gerakan mahasiswa secara nasional dan juga mengambil contoh gerakan

mahasiswa yang terjadi di Jawa Timur, Madura, Maluku, dan Jakarta.

Penelitian ini menemukan bahwa setelah tahun 1998 yang dianggap sebagai

tahun kemenangan gerakan mahasiswa, maka suara protes mahasiswa seakan

tertelan oleh hingar bingar persoalan ekonomi dan politik. ketidakmampuan

gerakan mahasiswa untuk tampil kembali dalam kekuatan yang besar

membuat bargaining power mereka mulai menurun. Hal tersebut karena

nuansa protes lebih mengarah pada ruang gerak yang relatif sempit. Selain itu

isu yang dibawa oleh gerakan mahasiswa cenderung parsial dan bernuansakan

kepentingan kelompok tertentu (primordial), sehingga kurang memiliki

naungan solidaritas dari kelompok mahasiswa yang lain.

Kaitan dengan penelitian ini adalah membantu peneliti melihat

penyebab-penyebab munculnya gerakan sosial diakibatkan ketidakpuasan

individu-individu terhadap sistem politik yang diwujudkan dalam partisipasi

aktif dalam gerakan mahasiswa namun belakangan ini kekuatan gerakan

mahasiswa telah jauh mengalami penurunan. Penelitian ini juga ingin melihat

faktor-faktor penyebab menurunnya aktivisme gerakan mahasiswa paska

reformasi di kota Padang. Pada penelitian di atas Andik Matulessy melihat

partisipasi mahasiswa dalam gerakan sosial dilihat dari tinjauan psikologi

dengan menganalisis perilaku individu sedangkan pada penelitian ini peneliti

melakukan fokus analisis terhadap kelompok atau lembaga gerakan

mahasiswa berdasarkan tinjauan sosiologis.

22
Kemudian, Penelitian dilakukan oleh Yogi Prima Danu34, dengan

judul, “Gerakan Sosial Politik Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang

Pada Saat Reformasi Indonesia Tahun 1998”. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan analisa deskriptif dengan menggambarkan secara

mendalam Gerakan sosial politik yang dilakukan HMI cabang Padang.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola gerakan sosial yang

ditempuh oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Padang pada masa

Reformasi Indonesia tahun 1998. Tipe penelitian yang digunakan adalah

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan

bahwa pola gerakan sosial politik HMI Cabang Padang dalam reformasi

Indonesia tahun 1998 dapat dianalisa melalui ruang lingkup (revolusioner

atau reformis) dan pencapaian (gerakan sosial lama atau baru). Dari segi

ruang lingkup, pola gerakan sosial politik HMI Cabang Padang pada saat

reformasi 1998 adalah pola gerakan reformis yang cenderung memperbaharui

struktur sosial secara normative, dan bukanlah pola gerakan revolusioner

yang menghendaki perubahan secara radikal.

Dari penelitian yang dilakukan Yogi Prima Danu, terdapat kesamaan

pada objek penelitian yakninya HMI Cabang Padang, dan yang menjadi

perbedaannya adalah konteks waktu penelitian, permasalahan yang di teliti,

dan tujuan dari penelitian, yakninya Yogi mendeskripsikan tentang pola

gerakan HMI pada saat reformasi 1998 yang mana gerakan yang dilakukan

HMI diidentikkan dengan sebuah gerakan sosial sedangkan penelitian ini

34
Yogi Prima Danu, Gerakan Sosial Politik Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang Pada
Saat Reformasi Indonesia Tahun 1998, Padang, 2012, Skripsi FISIP-UNAND.

23
ingin melihat terjadinya perubahan orientasi gerakan HMI paska reformasi di

kota Padang yang lebih bersifat temporer dalam pengawalan suatu isu atau

tidak kontiniutas dalam mencapai tujuan gerakan.

Ketiga, merupakan skripsi yang ditulis As’ad Albatroy Jalius 35,

dengan judul “Peran Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang dalam

Gerakan Reformasi Tahun 1998 Di Kota Padang”. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus dan

menggunakan konsep peran. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa

HMI Cabang Padang berperan dalam gerakan reformasi 1998 di Kota Padang.

Peran itu tidak saja dalam keikutsertaan massa, unsur pimpinan, dan aktor-

aktor HMI dalam proses demonstrasi dimana peran ini bersifat organisasi

maupun peran secara personal dengan memobilisasi mahasiswa di perguruan

tinggi melalui kader-kadernya. Krisis sosial yang dihadapi oleh bangsa

Indonesia adalah faktor yang menyebabkan HMI cabang Padang terlibat

dalam gerakan reformasi 1998. HMI Cabang Padang menjadi lokomotif

dalam gerakan reformasi 1998 di kota Padang waktu itu.

Dari penelitian yang dilakukan As’ad diatas, terdapat kesamaan objek

penelitian dengan penelitian ini yaitu HMI Cabang Padang, dan yang menjadi

perbedaannya adalah konteks waktu penelitian, permasalahan yang di teliti,

dan tujuan dari penelitian. Dari penelitian yang dilakukan As’ad memberikan

gambaran kepada peneliti mengenai kiprah HMI dalam gerakan mahasiswa di

As’ad Albatroy Jalius, Peran Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang dalam Gerakan
35

Reformasi Tahun 1998 Di Kota Padang, Padang, 2013, SKRIPSI FISIP-UNAND.

24
kota Padang yang mampu melihat persoalan sosial sekaligus menjadi

lokomotif gerakan mahasiswa yang dianalis menggunakan konsep peran.

Maka dalam penelitian ini peneliti ingin mengalisis gerakan-gerakan HMI

pada tahun 2013-2014 di kota Padang yang lebih bersifat reaksioner dengan

menggunakan pendekatan integrasi gerakan sosial.

2. Pendekatan Teoritis yang Digunakan

Dalam penelitian ini, teori yang akan peneliti gunakan adalah teori

gerakan sosial. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai definisi gerakan

sosial menurut para ahli, tipologi gerakan sosial, dan terakhir adalah

pendekatan integrasi gerakan sosial yang nantinya akan peneliti gunakan

sebagai pisau analisis dalam penelitian ini.

a. Definisi Gerakan Sosial


Sunarto menyebutkan bahwa gerakan sosial sering diidentikkan

dengan masalah politik, karena memang gerakan sosial lahir dari sebuah

kepentingan individu atau kelompok masyarakat, baik yang terorganisasi

maupun tidak. Gerakan sosial pada hakikatnya merupakan hasil perilaku

kolektif yaitu sebuah perilaku yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah

orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil

tanggapan atau respon. Akan tetapi, gerakan sosial berbeda dengan

perilaku kolektif. Gerakan sosial sifatnya lebih terorganisasi dan lebih

25
memiliki tujuan dan kepentingan bersama dibandingkan perilaku kolektif.

Perilaku kolektif dapat terjadi secara spontan, namun gerakan sosial

memerlukan sebuah proses mengorganisasikan massa.36

Senada dengan Sunarto, Hagopian menyebutkan bahwa pada

dasarnya studi tentang gerakan (movement) merupakan studi tentang

aspek dinamis dari kehidupan politik. Seperti diketahui, semua peristiwa

politik selalu mengisyaratkan interaksi segmen sosial, mobilisasi, dan

pengorganisasian sosial yang pada akhirnya akan mempengaruhi suatu

sistem politik.37

McAdam dan Snow mendaftar sejumlah karakteristik geakan sosial

sebagai berikut: (1) berbentuk aksi-aksi kolektif dan bersama; (2) memiliki

tujuan yang berorientasi perubahan; (3) memiliki karakter sebagai

organisasi; (4) memiliki aspek kontinuitas, meski kadang temporal; dan (5)

aksi kolektif bersifat ekstra-institusional, atau setidaknya kombinasi antara

aksi ekstra institusional (demonstrasi di jalan-jalan) dan institusional

(lobi).38 Dengan mengawinkan kelima elemen di atas, kita dapat menarik

kesimpulan bahwa gerakan sosial adalah “kolektivitas atau tindakan

sekelompok orang yang dalam beberapa hal dilakukan oleh organisasi dan

memiliki dimensi berkelanjutan di luar prosedur dan mekanisme

institusional politik formal, dengan tujuan yang sama untuk menentang

36
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan
Poskolonial, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 223-224.
37
Mark N Hagopian, Regimen, Movement, and Ideologies: A Comparative Introduction to
Political Science, Longman, New York, 1978 dikutip dalam Andik Matulessy, Mahasiswa dan
Gerakan Sosial, Srikandi, Surabaya, 2005, hlm. 67.
38
Doug McAdam & Benford Snow (ed.), Social Movement Dikutip dalam Burhanudin Muhtadi,
Dilema PKS: Suara dan Syariah, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2012, hlm. 51.

26
status quo. Dengan tegas, McAdam dan Snow masih mempertahankan

klaim bahwa aktor-aktor gerakan sosial adalah pihak di luar elemen

pelembagaan politik formal, termasuk partai politik.39

b. Tipe-tipe pergerakan sosial

Piotr Sztompka,40 mengemukakan enam klasifikasi/topologi

Gerakan sosial yang muncul dengan berbagai bentuk yang berbeda.

Perbedaan itu dilihat dari berbagai faktor yang disimpulkan dalam tabel

berikut :

Pertama, menurut bidang perubahan gerakan terbagi menjadi


gerakan refromasi, radikal dan revolusioner. Gerakan reformasi yaitu
hanya mengubah aspek tertentu kehidupan masyarakat tanpa menyentuh
inti struktur institusinya (hanya menginginkan perubahan). Contoh
gerakan pro dan anti aborsi. Gerakan radikal yaitu gerakan yang
mengupayakan perubahan lebih mendalam yang menyentuh landasan
organisasi sosial. Contoh gerakan antiapartheid di afrika selatan. Gerakan
revolusioner yaitu gerakan yang menginginkan perubahan di semua aspek
inti struktur sosial (politik, ekonomi dan cultural) yang ditujukan untuk
mencapai transformasi total masyarakat. Kedua, Menurut kualitas
perubahan yang diinginkan terbagi menjadi gerakan progresif dan
konservatif. Gerakan progresif, gerakan ini ingin membentuk masyarakat
ke dalam satu pola yang belum pernah ditemukan sebelumnya.
Orientasinya ke masa depan baru. Contoh gerakan republik. Gerakan
konservatif yaitu gerakan yang mengarah ke masa lalu dan berupaya
memperbaiki institusi, hukum, cara hidup dan keyakinan yang telah mapan
di masa lalu. Tekanan diletakkan pada tradisi. Contoh gerakan royalis

39
Ibid.
40
Piotr Sztompka, Sosiologi perubahan sosial, Jakarta : Prenada Media Group, 2005, hlm. 332-
336.

27
yang menganjurkan kembali ke aturan dinasti. Ketiga, menurut target yang
dinginkan menurut target yang diinginkan terbagi menjadi gerakan sosial
politik dan gerakan sosio kultural, gerakan suci dan sekuler. Gerakan
sosial politik yang berupaya mengubah stratifikasi politik, ekonomi dan
kelas. Gerakan ini senantiasa menentang penguasa negara atas nama
rakyat. Gerakan sosio-kultural yang ditujukan pada aspek keyakinan,
norma nilai dan symbol pada kehidupan sehari-hari. Gerakan suci adalah
gerakan yang ingin menyelamatkan. Gerakan suci adalah gerakan yang
ingin menyelamatkan.

Keempat, menurut arah perubahan yang yang diinginkan gerakan


sosial terbagi dua yaitu positif dan negatif. Positif, kebanyakan gerakan
ingin memperkenalkan perubahan tertentu yang diyakini bisa membawa ke
arah positif. Negatif, terlepas dari arah perubahan yang diinginkan namun
ketika respon perubahan dinilai negative maka ini dianggap adalah efek
samping yang diharapkan. Kelima, berdasarkan strategi yang melandasi
Logika instrumental, berusaha mendapatkan kekuasaan politik dengan
tujuan mendapatkan kontrol politik. Logika pernyataan perasaan, berjuang
menegaskan identitas dan pengakuan bagi nilai-nilai mereka. Contoh
gerakan feminism. Keenam, menurut periode kemunculan gerakan sosial
terbagi kepada gerakan sosial lama dan baru. Gerakan sosial lama yang
memusatkan perhatian di bidang ekonomi, anggota direkrut dari kelas
sosial tertentu, organisasi kaku, dan desentralisasi. Contoh: Gerakan Buruh
(pemikiran Marx tentang penindasan kaum Borjuis) dan gerakan petani.
Gerakan sosial baru memusatkan perhatian pada isu baru, kepentingan
baru dan medan konflik sosial. Contoh: gerakan feminis, gerakan
mahasiswa, gerakan guru, atau gerakan profesi lain.

c. Gerakan Mahasiswa

Salah satu bentuk gerakan sosial adalah gerakan mahasiswa.

Hamka menyebutkan bahwa gerakan atau aksi kolektif mahasiswa

termasuk dalam kategori gerakan sosial karena memiliki beberapa ciri

khas, antara lain:41

Pertama, Gerakan mahasiswa diwadahi oleh organisasi, baik yang

bersifat permanen untuk jangka panjang maupun gerakan temporer


41
Matulssy, op.cit., hlm. 45-48.

28
(anomic) dalam jangka pendek. Sebagai contoh gerakan yang bersifat

permanen, yakni HMI, PMII, GMNI, PMKRI, sedangkan yang bersifat

temporer seperti KAMI, KAMMI, SMID. Kedua, Setiap gerakan

mahasiswa memiliki tujuan yang berbeda-beda menurut keragaman

organisasi. Pada gerakan mahasiswa yang permanen, tujuannya

mempengaruhi kebijakan pemerintah. Sedangkan pada gerakan mahasiswa

yang temporer bertujuan menekan kebijakan pemerintah dan melakukan

perubahan politik. Ketiga, Gerakan mahasiswa dilakukan dengan penuh

kesadaran bukan semata-mata atas dasar ketidakpuasan dan emosi yang

membabi buta. Jadi gerakan mahasiswa didasarkan pada adanya idealisme,

kepekaan, sikap kritis dan sikap anti kemapanan.

Keempat, Setiap gerakan mahasiswa memiliki ideologi yang

bervariasi menurut ideologi dan semangat jaman. Sebagai contoh, HMI

dengan ideologi islam, GMNI dengan ideologi nasionalisme, KAMI

dengan ideologi radikalisme, SMID dan PIJAR dengan ideologi populisme

kiri, dengan membela kaum buruh dan tani. Kelima, Gerakan mahasiswa

tidak membentuk lembaga resmi seperti partai politik namun lebih

menekankan aksi-aksi kolektif yang inkonvensional untuk mewujudkan

tujuan gerakan. Sarana mobilisasi aksi massa berupa organisasi temporer

seperti kasatuan aksi/komite dan solidaritas ad-hoc untuk menggelar

parlemen jalanan. Keenam, Di dalam menggelar aksi kolektif, gerakan

mahasiswa menampilkan isu-isu strategis sebagai sarana untuk

memobilisasi massa dan mengefektifkan aksi. Sebagai contoh KAMI

29
dengan isu Tritura, dan aksi mahasiswa tahun 1998 mengangkat isu KKN,

penurunan harga bahan pokok, pencabutan Undang-Undang Politik, serta

penurunan presdiden Soeharto.

Andik Matulessy menambahkan bahwa gerakan mahasiswa sebagai

bentuk gerakan sosial selalu muncul dengan bentuk organisasi tertentu,

baik dari tingkatan yang sedderhana maupun yang kompleks. Aktivitas

mereka pun didasari oleh berbagai alasan dan strategi tertentu yang dibuat

untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Selain itu gerakan mahasiswa

relatif memiliki usia yang lama untuk berkembang, paling tidak selama

masa mereka kuliah dalam waktu 3 sampai dengan 4 tahun. Namun

demikian gerakan mahasiswa tidak pernah padam sama sekali, selalu

beraktifitas dalam bentuk yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi

sosial politik sebuah negara.42

Hariman Siregar menyatakan bahwa gerakan mahaiswa

merupakan pilar ke 5 demokrasi, selain eksekutif, legislatif, yudikatif dan

pers sebagai penyuplai informasi. Sejarah mencatat bahwa kekuatan kaum

muda yang notabene terwakili oleh mahasiswa merupakan kekuatan politik

yang potensial dan memiliki bargaining power yang sulit

tertandingindimulai dari gerakan yang dilakukan Dr Soetomo pada 20 Mei

1908 hingga hingga memuncaknya suhu politik tahun 1998.43

Darmawan dalam sebuah survey di Yogyakarta terhadap 200


mahasiswa sekitar bulan mei 2004 menemukan bahwa sekitar 70 %

42
Ibid., hlm. 12.
43
Ibid., hlm. 13-14

30
mahasiswa masih yakin bahwa mereka adalah kekuatan perubahan (agent
of change). Lebih jauh lagi mahasiswa menjadi tulang punggung dalam
memberi warna kehidupan politik di dalam maupun di luar negeri, karena
ada keterkaitan yang erat antara gerakan mahasiswa dengan stabillitas atau
instabilitas nasional. Kondisi stabilitas tersebut yang akhirnya bisa
menjadi tolok ukur kepercayaan dunia Internasional terhadap Indonesia.44

Coleman & Kerbo berpandangan bahawa salah satu tekanan yang

penting untuk mempengaruhi perubahan opini publik sebagai solusi

terhadao berbagai problem sosial yang terjadi di masyarakat adalah

melalui gerakan sosial. Gerakan sosial memunculkan kesadaran sosial dan

menekan negara untuk menuntaskannya. Kesadaran publik itu bisa

berbentuk berbagai aksi deminstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa

di perguruan tinggi.45

Lipset mencatat berbagai peristiwa yang menunjukkan peran

penting gerakan mahasiswa dalam memunculkan suatu perubahan sosial

politik suatu negara. Peristiwa tersebut anatara lain; Jatuhnya pemerintah

diktator Juan Peron di Argentina (1995); Perez Jimenez di Venezuela

(1958); mendudukan kembali Ngo Din Diem di Vietnam (1963);

melakukan kekerasan dan kekacauan massal untuk merespon terhadap The

Japan-USA Security Treaty di Jepang tahun 1960, yang memperkuat

(Darmawan dalam Nasri, 1993), dikutip dalam Matuleesy., Ibid, hlm. 19.
44

45
J.W Coleman., HR Kerbo, Social Problems: A Brief Introduction. Preniticeall, Upper Sadle,
New Jersey, 2003, dikutip dalam Matulessy, Ibid., hlm. 22.

31
kembali pemerintahan Kinshi: demonstrasi oktober 1956 di Polandia dan

gerakan menjatuhkan Soekarno tahun 1966 di Indonesia.46

d. Pendekatan Integrasi Gerakan Sosial

Ada kesepakatan yang muncul di kalangan sarjana gerakan sosial

terkait dengan pentingnya tiga faktor: Political opportunities

(kesempatan politik), mobilising structure (struktur mobilisasi) atau

resource mobilisation (mobilisasi sumber daya), dan framing processes

(proses pembingkaian). Dalam tradisi penelitian gerakan sosial, hampir

semua perspektif dalam kajian ini adalah menjelaskan, pertama-tama dan

paling utama teori-teori munculnya gerakan sosial.47 Kajian gerakan

sosial memfokuskan diri pada upaya sistematik untuk memahami: (1)

Asal usul gerakan sosial dan faktor-faktor serta proses-proses yang

membentuk atau menjelaskan kemunculan gerakan tersebut dan (2)

keberhasilan atau hambatan dan pembentukan atau pengorganisasian

gerakan.48

Sebelum terjadi perspektif integrasi gerakan sosial, setiap tren

intelektual dari ketiga faktor di atas lebih menekankan pada satu aspek

gerakan saja. Misalnya, para pendukung mobilisasi sumber daya

(resource mobilisation) lebih menekankan dinamika organisasi dari aksi

46
Seymor Martin Lipset, Student and Politics in Comparative Perspective. Deadulus, Vol:97 No. 1
dikutip dalam Matulessy, Ibid., hlm. 67-68.
47
Doug McAdam, John D McCarthy & Mayer N Zald. Dikutip dalam Burhanudin Muhtadi,
Dilema PKS: Suara dan Syariah, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2012, hlm. 20
48
Ibid., hlm. 20.

32
kolektif, sementara para pendukung pembingkaian aksi kolektif

(collective action frames) mengktirik teori mobilisasi sumber daya

(resource mobilisation) dan kesempatan politik (political opportunity)

karena terlalu banyak memberi perhatian pada masalah-masalah politik

dan organisasi, mengabaikan pentingnya kontruksi sosial sebuah gagasan

(lihat gambar 2.1).49

Untuk itu, pendekatan ini tidak akan menjelaskan setiap faktor

secara terpisah dan juga tidak akan memberi porsi pembahasan terlalu

banyak pada terhadap satu aspek saja dalam gerakan sosial. Studi ini

justeru akan menggabungkan ketiga tren itu atau faktor yang muncul

dalam studi gerakan sosial tersebut di atas. Masing-masing pendekatan

akan diperlakukan secara proporsional dalam bentuk yang terintegrasi

satu sama lain.50

Gambar 2.1.
Pendekatan Integrasi Gerakan Sosial51

Struktur Kesempatan
Politik

Aksi
Framing
Kolektif
Teori Mobilisasi
49
Ibid., hlm. 20. Sumber Daya
50
Ibid., hlm. 20-21.
51
Ibid., hlm. 22.

33
Faktor pertama dalam pendekatan intgrasi sosial yaitu Political

opportunities (kesempatan politik). Argumen utama mengapa perlu untuk

meneliti kondisi-kondisi atau mekanisme situasi adalah bahwa berhasil

atau tidaknya aktivis gerakan dalam mengembangkan klaim-klaim

tertentu, mobilisasi suporter, dan menyebarkan pengaruh adalah sangat

tergantung pada konteks sosial politik. Dalam hal ini kajian gerakan

sosial fokus pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kapasitas

aktor dalam menciptakan perubahan. Inilah yang kemudian dikenal

sebagai struktur kesempatan politik (political opportunity structure) yang

menekankan signifikansi kesempatan politik yang terbuka celahnya

ketika negara begitu rentan (vulnerable) sehingga memicu munculnya

gerakan-gerakan sosial.52

Pada awal 1980-an, para teoretikus gerakan sosial mulai

memasukkan faktor-faktor eksternal ini ke dalam analisis mereka. Salah

satu konsep paling menonjol yang lahir dari upaya ini adalah konsep

“struktur kesempatan politik” (political opportunity structure), yang

secara bebas dapat dipahami sebagai konteks politik yang lebih luas

berupa represi negara dan perpecahan di kalangan elite yang dominan;

konsep ini melingkupi kondisi-kondisi yang beragam yang di bawahnya

perlawanan gerakan-gerakan sosial tumbuh dan berkembang atau

52
Ibid.

34
merosot dan mati. Dalam satu esainya yang terkenal, McAdam

menguraikan empat dimensi kesempatan politik: (1) keterbukaan atau

ketertutupan relatif dari sistem politik yang formal dan terlembagakan.

Gerakan sosial muncul ketika tingkat akses terhadap lembaga-lembaga

politik mengalami keterbukaan; (2) stabilitas atau instabilitas aliansi

kelompok elite yang secara tipikal mencirikan sebuah komunitas politik.

gerakan sosial muncul ketika keseimbangan politik sedang tercerai berai

sedangkan sedangkan keseimbangan politik baru belumlah terbentuk; (3)

ada atau tidak-adanya sekutu di tingkat elite. Ketika para elit politik

mengalami konflik besar dan konflik ini dipergunakan oleh para pelaku

perubahan sebagai kesempatan oleh para pelaku perubahan menggalang

dukungan para elit yang berada di dalam sistem untuk melakukan

perubahan; dan (4) kemampuan aparat-aparat negara untuk melakukan

represi.53

Menurut McAdam, keterbukaan dan ketertutupan sistem politik

adalah faktor kesempatan politik yang paling dominan dalam

mempengaruhi dan menentukan kemunculan gerakan.pendapat ini

didukung oleh Dyke dengan menyatakan bahwa “suatu kelompok

masyarakat lebih berpotensi melakukan mobilisasi ketika sistem

pelembagaan rekatif terbuka terhadap mereka. Sebaliknya, semakin

tertutup suatu sistem politik, maka semakin kecil kesempatan yang ada

bagi munculnya aksi kolektif.54


53
Quintan Wiktorowics, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, Yayasan Abad
Indonesia, Jakarta, 2012, hlm. 14.
54
Muhtadi, op.cit., hlm. 92-94.

35
Berdasarkan definisi kesempatan politik di atas, dengan

menggunakan analisis struktur kesempatan politik peneliti hendak

melihat pengaruh faktor eksternal yaitu sejauh mana pengaruh sistem

politik terhadap gerakan HMI Cabang Padang. peneliti berpandangan

bahwa kondisi politik yang sangat terbuka pascareformasi 1998 di

Indonesia akan membuat sebagian organisasi mahasiswa merasa gerakan

melalui aksi protes berkesinambungan tidak lagi efektif ketika negara

bersikap lebih akomodatif dalam menerima aspirasi masyarakat dan

pemerintah dipercayai cukup mampu menyelesaikan permasalahan-

permasalahan yang dikeluhkan masyarakat sehingga gerakan mahasiswa

acapkali terhenti ditengah jalan dan terkesan reaktif meskipun tujuan dari

gerakan belumlah tercapai.

Faktor kedua pendekatan integrasi gerakan sosial yaitu mobilising

structure (struktur mobilisasi) atau resource mobilisation (mobilisasi

sumber daya). Penting untuk diperhatikan bahwa ketergantungan pada

kesempatan politik saja tidak akan mampu menciptakan gerakan.

Sebagaimana diungkapkan oleh McAdam dan Snow, “situasi politik yang

mendukung sekalipun hanyalah menciptakan potensi struktural tertentu

bagi munculnya aksi kolektif”. Ketika kapasistas organisasi dan jejaring

yang memadai tidak terpenuhi, maka potensi politik yang kondusif

tersebut tidak akan terejawantahkan dalam bentuk gerakan sosial.

Dengan demikian, studi tentang “alat atau intrumen” (means) atau

mekanisme relasional sangat penting bagi para aktivis, dalam rangka

36
menyediakan infrastruktur pendukung yang mereka butuhkan untuk

melakukan aksi kolektif. Sekurang-kurangnya ada tiga aspek

infrastruktur yang sangat penting: jejaring komunikasi dan pemimpin

atau tokoh gerakan, dan basisk keanggotaan. Studi tentang alat-alat

dikenal sebagai pendekatan resource mobilisation (mobilisasi sumber

daya) atau mobilising structure (struktur mobilisasi).55

Pertama, basis keanggotaan, McCarthy menjelaskan apa yang

dimaksud dengan struktur mobilisasi yang berkaitan dengan basis

keanggotaan atau sumber daya organisasi adalah sejumlah cara kelompok

gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif termasuk di dalamnya taktik

gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial. Struktur mobilisasi juga

memasukan serangkaian-serangkaian posisi sosial dalam kehidupan

sehari-hari dalam struktur mobilisasi mikro. Tujuannya adalah mencari

lokasi-lokasi di dalam masyarakat untuk dimobilisasi. Dalam konteks ini,

unit-unit keluarga, jaringan pertemanan, asosiasi tenaga sukarela, unit-

unit tempat bekerja dan elemen-elemen negara itu sendiri menjadi lokasi-

lokasi sosial bagi struktur mobilisasi mikro. Dengan mempergunakan

definisi kerja di atas, McCarthy berpendapat, kita sebenarnya dapat

menelusuri karakteristik sejarah gerakan sosial. Berdasarkan definisi

McCarthy, kita juga mampu menentukan dua kategori yang membentuk

struktur mobilisasi, yaitu, struktur formal dan informal.56

55
Muhtadi, op.cit., hlm. 22.
56
Situmorang, op. cit., hlm. 38.

37
Kedua, Jejaring komunikasi merupakan wadah yang digunakan

oleh organisasi gerakan untuk menyampaikan gagasan-gagasan kepada

masyarakat luas. Selain memanfaatkan relasi basis keanggoataan yang

bersifat formal dan informal, relasi sosial yang memerantarai hubungan

antara anggota ataupun sesama pelaku gerakan dapat lebih diperkuat

dengan memanfaatkan jejaring komunikasi berupa televisi, radio,

pamflet, buku-buku, video, kaset dst. 57

Ketiga, Para Pemimpin atau kepemimpinan, sangat penting dalam

gerakan sosial, mereka menginspirasi komitmen, memobilisasi sumber-

sumber, menciptakan dan memahami kesempatan-kesempatan,

menyusun strategi, membingkai tuntutan-tuntutan, dan mempengaruhi

hasil-hasil. Pemimpin gerakan (leaders movement) didefinisikan sebagai

pembuat keputusan strategis (strategic decision-makers) yang

menginspirasi dan mengorganisasi orang lain untuk berpartisipasi dalam

gerakan sosial.58

Melalui teori struktur mobilisasi sumber daya, peneliti hendak

melihat kondisi internal HMI seperti: Dukungan basis kenaggotaan,

jejaring komunikasi, dan kepemimpinan, maupun sumber daya

pendukung lainnya di internal HMI yang berpengaruh besar dalam peran

HMI Cabang Padang dalam melakukan gerakan mahasiswa. Didasarkan

atas besarnya aliansi gerakan mahasiswa di kota Padang dalam menolak

kenaikan harga BBM yang tergabung berbagai organisasi di dalamnya

57
Muhtadi., Ibid.
58
Muhtadi., Ibid.

38
disertai peran strategis aktivis HMI dalam gerakan tersebut, peneliti

kemudian beranggapan bahwa faktor kepemimpinan tokoh HMI

menyebabkan HMI dapat mengkoordinasikan organisasi-organisasi yang

berbeda dalam gerakan tersebut. Sedangkan dilihat dari rendahnya

partisipasi mahasiswa dalam gerakan bersama HMI Cabang Padang atau

tidak bersatunya gerakan Mahasiswa dapat disebabkan tidak

terbentuknya secara matang struktur formal dan informal maupun

jejaring komunikasi yang dimiliki HMI dalam mengkonsolidasikan dan

mobilisasi sumber daya potensial menjadi sumber daya aktual.

Faktor ketiga dalam pendekatan integrasi gerakan sosial yaitu

framing processes (proses pembingkaian). Dalam pendekatan gerakan

sosial, adanya penelitian menyeluruh terhadap mekanisme kognitif dan

norma-norma yang sesuai dengan gagasan dan cita-cita bersama, atau apa

yang disebut sarjana gerakan sosial sebagai “pembingkaian aksi kolektif”

(collective action frames). Pembingkaian adalah skema penafsiran yang

“memungkinkan para pendukung gerakan sosial agar bisa memposisikan,

menerima, dan menandai peristiwa-peristiwa. Dengan kata lain, proses

pembingkaian menunjukkan “apa yang mesti dilihat, apa yang dianggap

penting sehingga (para aktivis) kemudian mampu menjelaskan apa yang

sedang terjadi. Dengan demikian gagasan dan kontruksi keyakinan yang

melandasi adanya gerakan sosial dinilai tak kalah penting dengan faktor

mobilisasi sumber daya organisasi dan terbukanya proses kesempatan

politik. Singkat kata, pembingkaian adalah untuk menjelaskan “skema

39
interpretasi” (schemata of interpretation) yang memungkinkan seseorang

untuk mencari dasar legitimasi dan memotivasi untuk terlibat dalam aksi-

aksi kolektif. Ada hubungan sejajar antara peserta gerakan dan organisasi

gerakan. Disatu sisi, gerakan sosial dianggap sebagai kendaraan untuk

menyampaikan dan mengekspresikan sistem kepercayaan dan gagasan.

Di sisi lain, “mereka juga terlibat dalam proses produksi makna bagi

peserta, target sasaran, dan pengamat gerakan. Dengan demikian,

gerakan adalah agen-agen penanda yang secara aktif membentuk dan

membangun makna-makna yang sudah ada.59

Di sini budaya atau ideologi ditempatkan sebagai perantara antara

kesempatan politik (faktor eksogen), mobilisasi organisasi (faktor

indogen), dan aksi, dan didefinisikan sebagai “tafsir atau makna yang

diberikan terhadap realitas yang sama-sama didukung oleh partisipan

gerakan.” Pada tingkat yang paling minimal, aspek makna yang dihayati

bersama di atas penting agar para partisipan gerakan (1) merasa bahwa

mereka dizalimi dalam aspek-aspek tertentu kehidupan mereka dan (2)

merasa optimistik bahwa, dengan bertindak secara kolektif, mereka dapat

mengatasi masalah yang diakibatkan kezaliman itu. Tanpa adanya satu

atau kedua perasaan ini, maka orang-orang tidak akan bersedia terlibat di

dalam gerakan sosial, sekalipun kesempatan tersedia untuk lahirnya

gerakan sosial dan karena itu kesempatan ini hanya akan terbuang

59
Muhtadi, op.cit,. hlm. 22-24.

40
percuma. Gerakan “berhenti” hanya sebatas potensi, atau tidak tumbuh

menjadi aktual.60

Salah satu dimensi paling penting dari proses pembingkaian bagi

mobilisasi gerakan adalah resonansi bingkai (frame resonance).

Kemampuan sebuah gerakan untuk mengubah potensi mobilisasi menjadi

mobilisasi yang aktual tergantung pada kemampuan sebuah bingkai

untuk memengaruhi para calon peserta. Ketika sebuah bingkai gerakan

bersandar pada simbol-simbol, bahasa, dan identitas-identitas budaya

lokal, ia lebih mungkin bergema di kalangan para konstituen, dan dengan

demikian memperkuat mobilisasi. Namun, gema tersebut bergantung

bukan hanya pada konsistensinya dengan narasi-narasi budaya,

melainkan juga pada reputasi individu atau kelompok yang

bertanggungjawab mengartikulasikan bingkai tersebut, keutamaan

personal bingkai itu bagi para calon peserta, konsistensi bingkai, dan

kredibilitas empiris bingkai tersebut dalam kehidupan nyata.61

Zald mengidentifikasi beberapa topik yang tidak hanya

berhubungan dengan proses framing namun memainkan peranan penting

membentuk framing. Dengan kata lain, topik-topik ini menjadi sumber

dasar proses pembentukan framing. Topik pertama adalah kontradiksi

budaya dan alur sejarah. Zald berpendapat bahwa kesempatan politik dan

mobilisasi, seringkali tercipta melalui ketegangan budaya dan kontradiksi

yang telah berlangsung lama berkembang dan menjadi bahan proses


60
Quintan Wiktorowics, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, Yayasan Abad
Indonesia, Jakarta, 2012, hlm. 17.
61
Ibid., hlm. 71-72.

41
pembentukan atau penyusunan framing seperti, keluhan dan

ketidakadilan menjadi penyebab mobilisasi sehingga aksi kolektif

menjadi mungkin. Kemungkinan kedua, misalnya, ketika realitas pelaku

sekelompok masyarakat dilihat secara substansi memiliki perbedaan

memiliki dari justifikasi ideologi sebuah gerakan.62

David Snow dan Robert Benford, lebih lanjut, mengidentifikasi

tiga fungsi utama pembingkaian bagi gerakan-gerakan sosial. Pertama,

gerakan sosial membangun bingkai-bingkai yang mendiagnosis kondisi

sebuah persoalan yang perlu ditangani. Hal ini mencakup pelekatan

tanggung jawab dan target-target kesalahan. Kedua, gerakan memberikan

pemecahan terhadap persoalan tersebut, termasuk taktik dan strategi

tertentu yang dimaksudkan untuk berfungsi sebagai obat untuk

ketidakadilan. Ketiga, gerakan memberikan alasan-alasan dasar untuk

memotivasi tumbuhnya dukungan dan tindakan kolektif. Meskipun para

calon peserta mungkin memiliki pemahaman yang sama tentang sebab-

musabab dan pemecahan terhadap persoalan tertentu, bingkai-bingkai

motivasi diperlukan untuk meyakinkan para calon peserta agar mereka

benar-benar terlibat dalam aktivisme, dan dengan demikian mengubah

publik sekitar menjadi para peserta gerakan.63

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti melihat dari beberapa isu

yang disuarakan HMI akan tetapi partisipasi organisasi-organisasi

gerakan mahasiswa juga terbagi ke dalam beberapa isu. Dalam aksi yang

62
Situmorang, op.cit., hlm. 42.
63
Burhanudin Muhtadi, op.cit., hlm. 165.

42
pernah dilakukan HMI terlihat belum bersatunya gerakan mahasiswa

dalam satu wadah dikarenakan tidak bersatunya gerakan mahasiswa

dalam satu wadah gerakan dikarenakan tidak adanya fokus isu bersama

yang akan diangkat. Hal ini dapat dikarenakan strategi pembingkaian

motivasi tidak berjalan secara optimal menjangkau partisipan yang lebih

luas dan bertambah besar namun justeru sebaliknya akan mengalami

ketidakkonsistenan dan mengalami penurunan partisipasi dari peserta

gerakan.

43
B. Skema Pemikiran Penelitian

Gambar 2.2.
Skema Pemikiran

Perubahan sistem politik Isu Gerakan Mahasiswa di Kota


sentralistik-otoriter menjadi Padang pada tahun 2013-2014 yang
desentralisasi demokrasi Pasca juga tidak terkonsentrasi dengan
1998 menjadikan fokus isu fokus isu berbeda-beda antar
gerakan mahasiswa terbagi antar lembaga mahasiswa: Isu korupsi,
daerah pendidikan, BBM, siloam, palestina.

Gerakan Mahasiswa di Kota


Padang lebih dominan mengawal
isu kenaikan harga BBM namun
belum menunjukan perubahan
substantif dan masih lemahnya
kajian

HMI Cabang Padang berperan


strategis dalam gerakan tolak BBM
& memiliki potensi pengaruh cukup
besar menentukan arah gerakan
mahasiswa di kota Padang

Struktur
Kesempatan
Politik
44
HMI Cabang Padang belum
Framing menunjukkan arah perubahan yang
ingin dicapai sebaliknya mengalami
kekaburan arah/disorientasi gerakan
Teori
Mobilisasi
Sumber Daya

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.64

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian studi kasus. Studi

kasus dinilai sebagai suatu studi yang bersifat komprehensif, intens, dan rinci, dan

mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya dalam menelaah masalah-masalah

atau fenomena yang bersifat kontemporer dan kekinian.65

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Padang yang merupakan ibukota provinsi

Sumatera Barat, adapun fokus dari penelitian adalah organisasi Ekstra Kampus
64
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
hlm, 4.
65
Robert K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode, Jakarta: Rajawali Pers, 2003, hlm 2.

45
yakninya HMI Cabang Padang yang berada di Jalan Hang Tuah 158, kota

Padang. Selain berlokasi di HMI Cabang Padang, penelitian ini nantinya juga

akan melakukan triangulasi data ke lembaga-lembaga mahasiswa, ataupun pakar

gerakan sosial di kota Padang yang menjadi informan untuk keperluan triangulasi

data.

C. Peranan Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti adalah instrumen untuk memperoleh data

dan informasi yang dibutuhkan untuk penelitian atau instrumen penelitian. selain

itu, peranan peneliti pun menjadi sangat dominan karena peneliti pub berperan

sebagai instrumen utama yang berperan dalam melakukan perencanaan,

pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya ia menjadi

pelapor hasil penelitiannya sendiri.66

Peran peneliti dalam penelitian yaitu dimulai dengan menentukan judul

penelitian yang akan diteliti di mana sebuah fenomena yang menarik untuk

diteliti. Pada tanggal 4 Agustus peneliti mengajukan judul proposal penelitian ke

sekretariat jurusan ilmu politik dengan judul, “Gerakan Aksi Protes Mahasiswa

Sumatera Barat dalam Upaya Menurunkan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Tahun 2014. Kemudian setelah judulkl penelitian diterima, peneliti mengajukan

permohonan penetapan Pembimbing proposal penelitian ke bagian dekanat

fakultas. Maka pada tangga 11 Agustus 2015 dikeluarkan surat keputusan

penetapan pembimbing proposal peneltian (lihat lampiran I).

66
Lexy Moleong, op., cit. Hlm. 168.

46
Selama proses bimbingan, peneliti berusaha mencari data-data untuk

mencari sebuah kebenaran di lapangan dengan cara mewawancarai beberapa

informan yang terkait dengan judul penelitian. setelah data yang diperoleh dirasa

cukup memadai dan atas persetujuan pembimbing peneleti kemudian mengajukan

permohonan melaksanakan ujian seminar proposal ke sekretariat jurusan Ilmu

Politik. Setelah disetujui pihak jurusan sekaligus penunjukan tim penguji

kemudian peneliti mengajukan permohonan surat keputusan penetapan tim

penguki ke dekanat fakultas. Maka pada tanggal 15 Februari 2016 ditetapkan surat

keputusan pengangkatan tim penguji proposal mahasiswa No:

30/UN16.08.D/PP/2016 (Lihat Lampiran II).

Setelah dilaksanakan ujian seminar proposal dengan keputusan proposal

peneliti disetujui untuk dilanjutkan ke proses penelitian ke lapangan. Penelitian di

lapangan diawali dengan mengurus surat izin penelitian

No.1157/UN16.08.WDI/PP2016 yang dikeluarkan oleh pihak Fakultas ISIP,

Universitas Andalas pada tanggal 17 Mei 2016 (lihat lampiran III).

Kemudian peneliti melanjutkan memohon surat rekomendasi penelitian

kepada kesbangpol Kota Padang pada tanggal 19 Mei 2016. Pada hari yang sama

Kesbangpol Kota Padang langsung memproses permohohan peneliti dan

kemudian mengeluarkan surat rekomendasi penelitian Nomor:

070.05.1226/Kesbang.pol/2016 (lihat lampiran IV).

Sebelum melakukan penelitian dilapangan peneliti terlebih dahulu

menyiapkan pedoman wawancara. Hal ini bertujuan agar data yang diperoleh

47
sesuai dengan kebutuhan penelitian. peneliti juga menjadi lebih mudah untuk

mengarahkan pembicaraan kepada permasalahan yang hendak diteliti (lihat

lampiran V).

Setelah surat izin penelitian dikeluarkan dan pedoman wawancara telah

dipersiapkan, peneliti kemudian melakukan proses wawancara kepada informan

penelitian. Wawancara Pertama peneliti lakukan pada tanggal 6 Juni 2016 di

dengan mewawancarai Rahmad Ramli, Sekretaris HMI Cabang Padang Periode

2014-2015 di Wisma HMI yang berada di jalan Hang Tuah 158 yang mana dua

hari sebelumnya telah membuat janji via telepon. Tepat pada pukul 16.00

wawancara dimulai dan berakhir sekitar pukul 17.30 WIB. Setelah itu dilanjutkan

dengan obrolan santai dan kemudian peneliti juga menanyakan tentang data-data

aksi yang dilakukan HMI pada tahun 2013-2014 di Kota Padang (lihat lampiran

VI).

Informan mengatakan bahwa data-data aksi dilapangan tidak terarsipkan

dengan baik sehingga sulit untuk menyebutkan dengan rinci baik hasil kajian

secara menyeluruh maupun jumlah peserta aksi. Namun, untuk bukti fisik berupa

catatan aksi HMI secara umum dan kondisi objektif internal HMI dapat dilihat

pada laporan pertangungjawaban pengurus HMI Cabang Padang Padang pada

periode 2013-2014 dan periode 2014-2015. Peneliti pun memohon izin untuk

memfotokopy LPJ tersebut. Informan pun mengizinkan peneliti untuk

memperoleh data dari LPJ hingga akhirnya penelitian pun selesai dilakukan

menjelang magrib.

48
Pada hari Rabu tanggal 8 Juni 2016 peneliti melanjutkan wawancara

dengan Jumfanny Ichwal yang merupakan pengurus HMI Bidang Pembinaan

Anggota HMI Cabang Padang Periode 2014-2015. Peneliti telah membuat janji

satu hari sebelumnya dan telah disepakati wawancara akan dilakukan di HMI

Cabang Padang di jalan Hang Tuah No. 158, Kota Padang. Wawancara dimulai

pukul 20.00 WIB dan berakhir pukul 21.30 WIB (lihat lampiran VII).

Keesokan harinya tepat pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2016 peneliti

melakukan wawancara dengan Ikhwan Ramadhan Siregar yang merupakan Ketua

Bidang Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Mahasiswa Periode 2013-2015.

Peneliti melakukan wawancara via telpon dikarenakan informan yang tengah

berada di Sumatera Utara. Peneliti menanyakan waktu dan kesediaan informan

untuk diwawancara kemudian informan menyambut dengan positif maka

wawancara langsung dilakakukan mulai pada pukul 14.00 WIB dan berakhir pada

pukul 15.30 WIB (lihat lampiran VIII).

Pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2016 peneliti juga melakukan wawancara

dengan Febriki Saputra yang menjabat sebagai Ketua Bidang Pembinaan Aparatur

Organisasi HMI Cabang Padang Periode 2013-2014. Peneliti menelpon informan

terlebih dahulu untuk membuat janji pada siang harinya pukul 11.00 WIB.

Informan menyatakan kesediaannya untuk diwawancarai. Dikarenakan kesibukan

informan pada siang hari maka informan menawarkan waktu pada malam hari.

Peneliti sepakat dengan tawaran informan maka wawancara pun dapat

dilaksanakan dimulai pada pukul 21.30 WIB hingga pukul 23.00 WIB bertempat

di Jalan Raden Shaleh No. 17A, Kota Padang (lihat lampiran IX).

49
Informan triangulasi pertama yang berhasil peneliti wawancarai adalah

Saudara Muhammad Taufik yang merupakan mantan Presiden Mahasiswa BEM

KM Universitas Andalas Periode 2013-2014. Peneliti telah mencoba

menghubungi informan untuk membuat kesepakatan wawancara dengan informan

dua minggu sebelumnya. Dikarenakan kesibukan yang dimiliki informan maka

belum ditentukan tanggal pastinya. Pada hari kamis tanggal 9 Juni peneliti

kembali menelpon informan untuk menanyakan waktu dan kesempatan yang

dimiliki informan. Informan menyatakan memiliki waktu dan kesediaan pada

keesokan harinya. Maka disepakati wawancara dilakukan pada hari Jumat tanggal

10 Juni 2016 di Kantor Pengacara Miko Kamal di Jalan Sari Anggrek, Pasar

Raya, Padang. Wawancara pun dapat terlaksana dengan yang dimulai pada pukul

10.00 WIB dan berakhir pada pukul 12.00 WIB (lihat lampiran X).

Kemudian Pada hari Rabu tanggal 15 Juni 2016 peneliti kembali

melanjutkan proses wawancara. Kali ini peneliti berkesempatan untuk melakukan

wawancara dengan Angelique Maria Cuaca yang merupakan seorang aktivis

perempuan sekaligus merupakan Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang

Padang Periode 2012-2015. Satu hari sebelum wawancara peneliti telah terlebih

dahulu menelpon informan untuk membuat janji. Kemudian informan menyatakan

bersedia dan meminta untuk proses wawancara dilakukan di Monumen Gempa

Kota Padang berhubung informan sedang berkegiatan di sana pada hari itu. Maka

sesuai kesepakatan wawancara pun dapat dilaksanakan yang dimulai pada pukul

20.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB (Lihat Lampiran XI).

50
Pada tanggal 19 Juli 2016 peneliti datang ke Sekretariat Unit Kegiatan

Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik Universitas Andalas (UKM PHP UA)

untuk menemui Yudi Fernandes yang merupakan Ketua Umum UKM PHP

Periode 2013-2014 dengan tujuan untuk melakukan proses wawancara. Pada

waktu itu pukul 13.00 WIB saya dapat bertemu langsung dengan Yudi yang

Kebetulan tengah berada di Sekretariat. Informan menyatakan kesediaannya untuk

diwawancarai namun informan meminta waktu sebentar berhubung ada pekerjaan

yang sedang dilakukan sehingga wawancara baru dimulai pada pukul 15.00 WIB

dan berakhir pada Pukul 16.45 WIB (Lihat Lampiran XII).

Pada hari Sabtu tanggal 25 Juni 2016 peneliti bertemu dengan Bapak

Hendra Naldi di Ruangan WD III Bidang Kemahasiswan Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Padang. Setelah sehari sebelumnya telah dibuat janji via telpon

untuk melakukan wawancara pada pukul 12.00 WIB. Informan merupakan

mantan Ketua HMI Cabang Padang Periode 1993-1994 dan mantan Ketua Umum

Badan Koordinasi HMI Sumbar periode 1996-1997. Informan sangat terbuka

terhadap perkembangan HMI hari ini. Banyak informasi maupun kritik dan saran

bagi gerakan mahasiswa hari ini terkhususnya HMI Cabang Padang (lihat

lampiran XIII).

Wawancara berikutnya juga dilakukan terhadap mantan aktivis HMI

Cabang Padang dan merupakan mantan Ketua Umum Badan Koordinasi HMI

Sumbar Periode 2013-2015 yakninya Reno Fernandes di Wisma HMI Cabang

Padang. Wawancara dilakukan pada hari Kamis tanggal 30 Juni 2016 yang

bertepatan dengan acara buka bersama HMI Cabang Se-Sumbar dan KAHMI.

51
Peneliti yang kebetulan juga diundang menyempatkan diri untuk hadir dalam

acara tersebut. Awalnya peneliti hanya ingin membuat janji terlebih dahulu

dengan menemui secara langsung untuk menanyakan kesediaan informan untuk

diwawancarai yang saat itu masih berada di Wisma HMI setelah acara buka

bersama selesai pada pukul 20.00 WIB. Ternyata informan tidak berkeberatan

untuk diwawancarai dengan menyediakan waktu pada pukul 21.00 WIB.

Wawancara pun dapat dilaksanakan pada hari itu juga yang berakhir pada pukul

22.00 WIB (lihat lampiran XIV).

Terakhir, peneliti melakukan wawancara kepada Bapak Eka Vidya Putra

yang merupakan pengamat gerakan mahasiswa di Sumbar dan mantan aktivis

mahasiswa tahun 1998 sekaligus merupakan staf pengajar di Jurusan Sosiologi

Universitas Negeri Padang. Wawancara dilakukan pada hari Senin 4 Juli 2016 di

dekat kediaman informan di Kuranji, Padang. Dua minggu sebelumnya peneliti

sudah mencoba untuk bertemu informan dengan datang ke kampus UNP untuk

menanyakan jadwal informan. Akan tetapi beliau sedang berada di Jakarta untuk

menyelesaikan studi S3. Dua minggu kemudian peneliti kembali mencoba

menghubungi informan yang ketika itu ternyata telah berada di Padang. Pada

siang harinya peneliti membuat janji dengan informan dan informan pun bersedia

untuk meluangkan waktunya pada malam harinya yang mana wawancara dimulai

pukul 22.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB (lihat ampiran XV).

Total waktu yang dihabiskan oleh peneliti dalam proses pengumpulan data

kurang lebih menghabiskan waktu satu bulan dua puluh satu hari. Terhitung sejak

tanggal 19 Juni 2016 peneliti sudah mulai menghubungi informan satu per satu

52
untuk menanyakan kesedian informan dan untuk menyepakati rencana waktu

wawancara. Dalam melakukan penelitian kendala yang dihadapi adalah

penyesuaian waktu antara waktu dan kesempatan yang dimiliki informan dan

peneliti dikarenakan kesibukan yang berbeda-beda tiap-tiap informan. Namun

secara keseluruhan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan didukung sikap

kooperatif masing-masing informan.

D. Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. 67 Teknik yang

digunakan untuk menentukan informan adalah dengan menggunakan

purposive sampling yaitu menentukan informan dengan pertimbangan

tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal. 68 Kriteria

informan yang dipilih adalah sebagai berikut:

1. Merupakan Aktivis HMI Cabang Padang.

2. Terlibat dalam aksi-aksi yang pernah dilakukan HMI pada tahun

2013-2014.

3. Memiliki peran strategis di Internal HMI ataupun dalam struktur

kepengurusan.

67
Ibid..hlm. 90.
68
Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2009, hlm. 66.

53
Tabel 3.1
Daftar Informan
NO Nama Jabatan
Ketua Bidang
Ikhwan Kemahasiswaan dan
1. Ramadan
Perguruan Tinggi Periode
Siregar
2013-2015
Ketua Bidang Pembinaan
Febriki Aparatur Organisasi
2.
Saputra
Periode 2013-2014
Bidang Pembinaan
Jumfany
3. Anggota Periode 2014-
Ichwal
2015
Sekretaris Umum HMI
4. Rahmad Ramli Cabang Padang 2014-2015

E. Unit Analisis

Unit Analisis dalam penelitian ini adalah lembaga atau organisasi

mahasiswa yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Padang dan

organisasi-organisasi mahasiswa lainnya yang terlibat aktif dalam gerakan

mahasiswa di Kota Padang dalam rentang waktu 2013-2014, khususnya

organisasi-organisasi yang pernah terlibat bersama HMI dalam aliansi gerakan

mahasiswa yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa, organisasi-organisasi

tingkat universitas, dan organisasi-organisasi ekstra Kampus (OKP).

54
F. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan pada pengumpulan data pada

penelitian ini adalah:

1. Wawancara

Metode wawancara (interview) mencakup cara yang dipergunakan

oleh seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan

keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang informan, dengan

bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.69 Di dalam melakukan

proses wawancara dengan informan, peneliti memakai wawancara yang sifat

pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara.70

Pembahasan tentang wawancara akan mempersoalkan beberapa segi

yang Merujuk Patton, wawancara ada tiga:71

Pertama, pengertian dan macam-macam wawancara. Wawancara

adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh

dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

69
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat: Edisi Ketiga, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1997, hlm. 129.
70
Moleong menjelaskan bahwa dalam melakukan wawancara seorang peneliti hanya perlu
menyiapkan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan. Sehingga tidak perlu dirumuskan
secara berurutan dalam penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara. Hampir sama
dengan wawancara tak terstruktur. tetapi didalam jenis wawancara ini lebih menyiapkan kerangka
isi penelitian sebelum melakukan wawancara. Tidak seperti wawancara tak terstruktur yang terjadi
secara alami tanpa persiapan yang matang.
71
Moleong, op. cit., hlm.187-188.

55
Kedua, wawancara pembicaraan informal. Hubungan pewawancara

dengan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan

pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan kehidupan sehari-

hari saja. Ketiga, pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara,

pedoman wawancara adalah pentunjuk-petunjuk wawancara yang

memberikan garis-garis pewawancara untuk menggali informasi pada

informan, agar mencakup tujuan dari wawancara.

Merujuk pendapat Patton di atas penelitian ini memenuhi ketiga segi

yang segi wawancara. Pertama, peneliti sebagai pewawancara dan informan-

informan penelitian yang telah ditentukan sebagai pihak terwawancara yang

dianggap memenuhi syarat menjadi informan dalam penelitian ini. Kedua,

wawancara ini dilakukan dalam suasana informal, tidak terburu-buru, dengan

waktu yang cukup panjang sehingga peneliti dapat menggali informasi secara

lebih mendalam. Peneliti tidak mengalami kesulitan yang berarti selama

proses wawancara dilapangan dikarenakan informan dapat bersifat kooperatif

dan meluangkan waktu yang cukup memadai dalam melakukan proses

penelitian. Ketiga, peneliti telah mempersiapkan terlebih dahulu pedoman

wawancara penelitian. Hal ini bertujuan agar memudahkan peneliti

melakukan kontrol terhadap jawaban informan agar tidak melebar dari fokus

pembicaraan dan tujuian penelitian ini (lihat lampiran V: Pedoman

Wawancara).

2. Dokumentasi

56
Bentuk lain dari kualitatif adalah dokumen. Dokumen dapat

diketakorikan sebagai dokumen pribadi, dokumen resmi dan dokumen budaya

populer. Tulisan sendiri yang ditulis oleh informan, dokumen rapat, buku harian,

memo dan lain-lain. Belakangan ini peneliti tertarik dengan dokumentasi, hal ini

dihubungkan dengan observasi dan wawancara dalam menafsirkan data yang

ada.72

Dalam penelitian ini peneliti beberapa dokumen yang dapat

memperkuat hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap informan

penelitian. Dokumen tertulis yang peneliti dapatkan yaitu laporan

pertanggungjawaban HMI Cabang Padang Periode 2013-2014 dan laporan

pertanggungjawaban HMI Cabang Padang Periode 2014-2015 semester I.

Peneliti hanya melampirkan hasil evaluasi beberapa bidang organisasi HMI saja

yang dirasa relevan dengan kebutuhan penelitian ini. Diantaranya bidang

kesekretariatan, pembinaan anggota, pembinaan aparatur organisasi, partisipasi

pembangunan daerah, perguruan tinggi kemahasiswaan dan pemuda, dan

pemberdayaan umat (lihat lampiran XVI). Selain data berupa dokumen ertulis

peneliti juga melampirkan dokumentasi wawancara bersama informan

penelitian yang bersedia untuk diminta foto bersama sebagai bukti telah

dilakukannya wawancara (lihat lampiran XVII).

G. Uji Pembuktian (Triangulasi) Data

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi data dapat diartikan

sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari pelbagai

macam teknik pengumpulan data dan dari sumber yang telah ada. Proses ini
72
Ibid., hlm. 77.

57
dilakukan dengan triangulasi sumber data. Menurut Beni, triangulasi data

diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan

pelbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Pada

penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data.

Sebagaimana yang dikemukakan Moleong, apabila data diperoleh dari

pelbagai sumber, teknik triangulasi yang paling tepat adalah triangulasi

sumber atau pemeriksaan data melalui sumber lain.73

Pada penelitian ini maka peneliti akan melakukan proses triangulasi

data. Triangulasi adalah teknik memeriksa keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau pembanding terhadap data itu.74 Triangulasi sumber data berusaha untuk

membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal itu dapat dicapai dengan

jalan:

 Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

 Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakannya secara pribadi.

 Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

 Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang

73
Ibid., hlm. 78.
74
Ibid., hlm. 331.

58
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang

pemerintahan.

 Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.75

Oleh karena itu, untuk menguji teknik keabsahan data dari 5 cara

triangulasi sumber di atas, penulis lebih banyak membandingkan data hasil

pengamatan dengan data hasil wawancara, serta membandingkan hasil

wawancara dengan orang-orang di luar instansi. Ini dilakukan agar data valid

dan tidak bersifat sepihak saja. Adapun kriteria informan yang menjadi

informan triangulasi data dari penelitian ini adalah:

1. Ketua lembaga mahasiswa yang pernah terlibat dalam gerakan

mahasiswa pada tahun 2013-2014.

2. Mengetahui informasi mengenai keterlibatan HMI Cabang Padang

dalam aksi-aksi mahasiwa ataupun pernah terlibat bersama HMI

dalam gerakan mahasiswa pada tahun 2013-2014 di Kota Padang.

3. Selain aktivis mahasiswa juga dilihat dari sudut pandang

akademisi ataupun pengamat gerakan sosial di Kota Padang.

Berikut ini merupakan daftar informan triangulasi sebagaimana dapat

dilihat pada tabel 3.2:

75
Ibid.

59
Tabel 3.2
Daftar Informan Triangulasi Sumber Data

No Nama Jabatan
1 M Taufik Koordinator Umum Demo BBM Tahun
2014/Presiden BEM KM Universitas
Andalas (Unand) Periode 2013-2014
2 Angelique Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang
Maria Cuaca Padang Periode 2013-2014
3 Yudi Ketua UKM Pengenalan Hukum dan Politik
Fernandes Unand Periode 2013-2014
4 Ranny Emilia Dosen Hubungan Internasional
Unand/Pemerhati gerakan Mahasiswa
5 Eka Vidya Putra Dosen Sosiologi Universitas Negeri
Padang/Pemerhati gerakan Mahasiswa Sumbar
6 Reno Fernandes Ketua Badan Koordinasi (BADKO HMI)
Sumbar Periode 2013-2015
7 Hendra Naldi Ketua HMI Cabang Padang Periode 1993-1994
dan Ketua BADKO HMI Sumbar Periode 1996-
1997

H. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses pengorganisasian data yang terdiri

dari catatan lapangan, hasil rekaman, dokumen berupa laporan dengan cara

mengumpulkan, mengurutkan, mengelompokkan, dan mengkategori data

sehingga mudah untuk diinterpretasikan dan dipahami. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan interpretasi etik dan emik, Interpretasi etik adalah

pengetahuan peneliti tentang permasalahan penelitian. Sedangkan interpretasi

emik ungkapan yang disampaikan informan berupa pendapat dan informasi

menurut pandangannya sendiri.76


76
Ibid., hlm. 82-83.

60
Dalam melakukan interpretasi penelitian ini peneliti terlebih dahulu

merangkum jawaban dari seluruh informan penelitian. Setelah data dirasa sudah

jenuh maka peneliti membuat sebuah kesimpulan sementara dari berdasarkan hasil

dari proses wawancara. Kemudian peneliti menganalis hasil jawaban informan

tersebut menggunakan pendekatan integarsi gerakan sosial setelah itu barulah

didapatkan kesimpulan akhir penelitian.

I. Rancangan Struktur Penulisan

Adapun rancangan struktur penulisan dalam penelitian ini adalah:

1. Bab I Pendahuluan

Dalam sub bab ini akan dibahas alasan-alasan yang mendorong

penulis dalam pengambilan masalah tersebut untuk dijadikan sebuah

penelitian, menonjolkan fakta lapangan yang telah dilakukan oleh penulis

selama survei awal. Rumusan masalah berisi tentang gambaran masalah

penelitian secara mendetail yang diuraikan dalam bentuk statement research.

Kemudian menjelaskan manfaat yang akan diperoleh dengan dilakukan

penelitian ini dari berbagai aspek.

2. Bab II Kerangka Konsep, Teori dan Tinjauan Pustaka

Dalam bagian ini menjelaskan beberapa kajian yang relevan mengenai

gerakann mahasiswa. Setalah itu menggunakan teori untuk membantu

permasalahan yang akan diulas. Selanjutnya membuat skema yang berbentuk

bagan-bagan yang dibuat oleh penulis untuk mudah memahami pemikiran

awal sehingga dilakukannya penelitian ini.

61
3. Bab III Metode Penelitian

Berisikan penjelasan pendekatan penelitian yang digunakan serta tipe

penelitian berdasarkan pembagian dari jenis pendekatan tersebut. Lalu

menjelaskan lokasi yang menjadi tempat dilaksanakannya penelitian. Lokasi

dijelaskan adalah dalam bentuk lembaga atau instansi yang menjadi tujuan

penulis. Selanjutnya, peranan peneliti dalam melakukan penelitian untuk

mendapatkan data, teknik pemilihan informan, unit analisis, teknik

pengumpulan data. Kemudian menjelaskan bagaimana teknik Triangulasi

data dan analisis data serta rancangan struktur penulisan.

4. Bab IV Deskripsi Lokasi Penelitian

Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lokasi hingga struktur

birokrasi yang menjadi tujuan penelitian ini, adapun fokus dari lokasi

penelitian adalah Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang yang terdapat

di kota Padang.

5. Bab V Temuan Analisis Data

Bab ini akan menjelaskan hasil temuan data yang diambil selama

berada di lapangan. Data yang diperoleh akan peneliti interpretasikan

berdasarkan teori yang digunakan.

6. Bab VI Penutup

Berisikan saran serta kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian.

Kesimpulan merupakan penggeneralisasikan hasil yang telah peneliti

dapatkan beserta masukan untuk penelitian selanjutnya.

62
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Deskripsi Umum Kota Padang


Kota Padang Merupakan Ibukota provinsi Sumatera Barat. Adapun

deskripsi secara umum mengenai umum Kota Padang adalah sebagai berikut:

Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatera

sekaligus ibu kota dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini

merupakan pintu gerbang barat Indonesia dari Samudra Hindia. Padang

memiliki wilayah seluas 694,96 km² dengan kondisi geografi berbatasan

dengan laut dan dikelilingi perbukitan dengan ketinggian mencapai 1.853

mdpl. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

(Disdukcapil) Kota Padang tahun 2014, kota ini memiliki jumlah penduduk

sebanyak 1.000.096 jiwa. Padang merupakan kota inti dari pengembangan

wilayah metropolitan Palapa.77

Meskipun memiliki luas total 694,96 km², hampir 70% wilayah Kota

Padang berupa perbukitan dan kawasan hutan lindung. Kota Padang terletak

di pantai barat pulau Sumatera, dengan luas keseluruhan 694,96 km² atau

setara dengan 1,65% dari luas provinsi Sumatera Barat. Hampir 70% dari luas

Kota Padang berupa perbukitan dan kawasan hutan lindung. Hanya sekitar

205,007 km² wilayah yang merupakan daerah efektif perkotaan. Daerah

perbukitan membentang di bagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang

terkenal di Kota Padang di antaranya adalah Bukit Lampu, Gunung Padang,

77
BPS Kota Padang, Luas Daerah dan Jumlah Penduduk Kota Padang diakses dari
http://padangkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/2, pada tanggal 22 Juni 2016 pukul 22.00
WIB.

63
Bukit Gado-Gado, dan Bukit Pegambiran. Kota Padang memiliki garis pantai

sepanjang 68,126 km di daratan Sumatera. Selain itu, terdapat pula 19 buah

pulau kecil, di antaranya yaitu Pulau Sikuai dengan luas 4,4 ha di Kecamatan

Bungus Teluk Kabung, Pulau Toran seluas 25 ha dan Pulau Pisang Gadang di

Kecamatan Padang Selatan.78

B. Sejarah Ringkas Perkembangan Himpunan Mahasiswa Islam

Berdirinya Himpunan mahasiswa Islam (HMI) diprakarsai oleh Lafran

Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam

Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun.

Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah:

Pertama, Penjajahan Belanda yang sudah berabad-abad menimbulkan

kondisi yang memprihatinkan terhadap bangsa Indonesia, baik secara sosial,

politik, ekonomi, maupun budaya, sehingga tuntutan perang untuk merebut

kemerdekaan merupakan langkah mutlak dan populis untuk mencapai

kemaslahatan bangsa Indonesia. Kedua, Adanya kesenjangan dan kejumudan

umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran Islam. Hal ini tidak

terlepas dari sejarah yang mencatat bahwa umat islam merupakan bangsa jajahan

imperialis yang membawa umat islam larut dalam ketertinggalan berbagai macam

bidang, termasuk dalam hal pemahaman dan pengamalan ajaran islam itu sendiri.

Ketiga, Munculnya pertarungan perebutan pengaruh ideologi dunia antara

ideologi komunis dan ideologi liberal yang sama-sama tidak bisa diadopsi secara
78
Ibid.

64
mutlak oleh bangsa indonesia. Keempat, Kondisi mahasiswa, khususnya

mahasiswa islam yang belum memiliki organisasi sebagai wadah perjuangan pada

saat itu.79

Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan, Lafran Pane mengadakan

pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah tafsir. Ketika itu

hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947,

disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan

Senopati), Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI

lainnya, yaitu:

Lafran Pane (Yogyakarta), Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), Dahlan Husein

(Palembang), Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Paelmbang), Maisaroh Hilal (Cucu

K.H. A. Dahlan-Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Ghozali (juga pendiri PII

Semarang), Mansyur, M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan

(Bengkulu), Zulkarnaen (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi

(Malang), dan Bidron Hadi (Yogyakarta).80

Sejarah pergulatan HMI dalam perjalanan bangsa Indonesia memiliki

beberapa fase perkembangan sebagai berikut ini:

79
Agussalim Sitompul, HMI Mengayuh diantara Cita dan Kritik, Surabaya: Bina Ilmu,
1999,dikutip dalam Yogi Prima Danu, Gerakan Sosial Politik Himpunan Mahasiswa Islam Cabang
Padang Pada Saat Reformasi Indonesia Tahun 1998, Padang, 2012, Skripsi FISIP-UNAND, hlm.
63-64.
80
Pengurus Besar HMI, Hasil-Hasil Kongres HMI ke XXVII, Jakarta: PB HMI, 2010, dikutip
dalam Yogi Prima Danu, Gerakan Sosial Politik Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang Pada
Saat Reformasi Indonesia Tahun 1998, Padang, 2012, Skripsi FISIP-UNAND, hlm. 64-65.

65
1. Fase Pengokohan (5 Februari 1947-30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap

kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk

menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang

kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri

tegak dan kokoh.81

2. Fase perjuangan bersenjata (1947-1949)

Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya,

maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun ke

medan pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu

Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing,

sebagai staff, maupun penghubung. Untuk mengahadapi pemberontakan PKI

di Madiun 18 September 1948, Wakil ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro

Membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan komandan Hartono dan wakil

komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu pemerintah menumpas

pemberontakan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke

gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah.82

3. Fase pertumbuhan dan perkembangan HMI (1950-1963)

Selama para kader HMI banyak terjun ke gelanggan pertempuran

melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi

terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk

81
Ibid., hlm. 65.
82
Ibid., hlm. 65.

66
merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama

dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat

tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat melanjutkan kuliahnya

bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksanakan tugas-tugas

konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah

masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari

Yogyakarta ke Jakarta.83

4. Fase Tantangan

Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan

tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan

Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga umat

Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan

HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, mulai dari hasutan, fitnah,

propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dan sebagainya. Usaha-

usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata

tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas

siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30

september 1965 telah membuat PKI sebagai organisasi terlarang.84

5. Fase kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966-1968)

HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde

Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya.


83
Ibid., hlm. 66.
84
Ibid., hlm. 66-67.

67
Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari’ie

Muhammad memprakarsai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober

1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat

bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/PKI sampai ke akar-

akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat umum dilaksanakan

tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba

Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioritasnya dengan masannya

yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang

mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu.

Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat

keamanan sehingga tidak tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban.

Diantaranya antara lain : Arif Rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris

Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin,

Muhammad Syarif al-kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-

pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi

kemaslahatan ummat dan bangsa. Akhirnya puncak tuntutan tersebut berbuah

hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak

sejarah berdirinya Orde Baru.85

6. Fase pembangunan (1969-1970)

Setelah Orde Baru mantap. Pancasila dilaksanakan secara murni dan

konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi lebih mendalam), maka sejak

tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun

85
Ibid., hlm. 67-68.

68
(Repelita). HMI pun sesuai dengn 5 aspek pemikirannya turut pula

memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembangunan.86

7. Fase pergolakan dan pembaharuan pemikiran (1970-1998)

Pada hakikatnya, timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran

yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase

pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi gejala-gejalanya

telah tampak apda tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada

tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang

rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul

menghadang dengan segudang prblema. Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid

(ketua umum PB HMI saat itu) menyampaikan ide masalah integritas umat.

Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai

substansi permasalahan perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi

dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan.87

8. Fase Reformasi

Anas Urbaningrum (Ketua Umum PB HMI 1997-1999) dalam

pidatonya pada Dies Natalies HMI Ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal

22 Februari 1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan

Bangsa Yang Bermartabat” menyerukan pada segenap kader HMI untuk

terlibat dalam gerakan refromasi dengan tuntutan : Mendesak Presiden

Soeharto agar mundur sebagai Presiden Republik Indonesia, Hapuskan KKN


86
Ibid., hlm. 68.
87
Ibid., hlm. 69.

69
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, tegakkan supremasi hukum dan HAM,

serta Cabut Dwifungsi ABRI seruan ini menjadi gerakan massal bagi segenap

kader HMI, sehingga pada puncaknya gerakan reformasi berhasil

meruntuhkan rezim orde baru pada tanggal 21 Mei 1998.88

C. Sejarah Ringkas Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang

1. Awal terbentuknya HMI Cabang Padang

Seiring dengan perkembangan zaman dari masa ke masa, HMI mulai

tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia, termasuk di kota Padang. Di

kota Padang HMI telah ada semenjak era 1950an, salah satu tokoh HMI yang

terkemuka pada waktu itu adalah Almarhum dr. Saidal Bahaudin (mantan

politisi PBB). Namun secara organisatoris kepengurusan HMI Cabang

Padang baru terbentuk pada tahun 1962 di bawah kepemimpinan almarhum

DR. Murni Jamal. HMI pada umumnya, baik secara organisasi maupun

melalui individu-individu kader-kader HMI, senantiasa berperan aktif dalam

setiap momentum dinamika umat islam bangsa Indonesia, termasuk HMI

Cabang Padang.89

Pada era NKK/BKK tahun 1986, dibawah kepemimpinan DR.

Jafrinur, HMI Cabang Padang menjadi tuan rumah Kongres HMI ke XVI.

Kongres ini merupakan salah satu kongres paling fenomenal, karena HMI

memutuskan untuk menerima azaz tunggal Pancasila (UU No. 1 tahun 1985)
88
Ibid., hlm. 69.
89
Fajar Rusvan, Konsistensi Anak Zaman, Jakarta: Citra Pendidikan, 2007, dikutip dalam As’ad
Albatroy Jalius, Peran Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang dalam Gerakan Reformasi
Tahun 1998 Di Kota Padang, Padang, 2013, SKRIPSI FISIP-UNAND, hlm. 49.

70
dan mengganti Nilai-nilai Dasar Perjuangan dengn Nilai-Nilai identitas

Kader. Hal ini menimbulkan perpecahan di internal HMI. Sebagian kelompok

yang dimotori oleh Egi Sudjana, MS. Ka’ban dan menyatakan diri nereka

sebagai HMI Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO), sedangkan

kelompok yang menerima hasil kongres identik dengan sebutan HMI DIPO

(identik dengan sekretariat PB HMI Doponegoro No. 16 Menteng, Jakarta

Pusat).90

Pada kahir era 1990an, isu reformasi muncul sebagai kristalisasi

kegelisahan terhadap konstalasi nasional yang dilanda krisis ekonomi

berkepanjangan. Puncaknya adalah gerakan aksi massa sepanjang tahun 1998

yang menyebabkan Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden Republik

Indonesia. HMI yang saat itu dipimpin oleh Anas Urbaningrum dan kawan-

kawan, merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang terlibat dalam

gerakan reformasi 1998. Reformasi juga merupakan momentum pemersatu

HMI, karena setiap elemen yang ada ditubuh HMI terlibat dalam reformasi

1998. Puncaknya pada konggres HMI Ke XXI di Jambi tahun 1999, HMI

kembali memakai Islam sebagai azaz dan kembali menerapkan Nilai-Nilai

Dasar Perjuangan sebagai rumusan ideologis. Tidak hanya pada tataran pusat

(Pengurus Besar), segenap kader HMI yang ada di daerah-daerah juga turut

berupaya dalam gerakan reformasi saat itu sebagai wujud kepedulian terhadap

keadaan umat dan bangsa.91

90
Ibid., hlm 49.
91
Ibid., hlm. 50.

71
Di kota Padang, HMI Cabang Padang merupakan organisasi

Mahasiswa yang cukup berpengaruh dalam dinamika kemahasiswaan. Hal ini

ditandai dengan banyaknya kader-kader HMI yang menjadi pemimpin

lembaga senat kemahasiswaan kota padang pada saat itu, seperti Sarli

Mubarak (Ketua Senat Mahasiswa Unand 1998), Nuzran Joher (Ketua Senat

Mahasiswa IAIN IB- Padang), Ahmad Khairudin (Ketua Senat UBH), Yul

Rahnat (Ketua Senat ITP), dan lain sebagainya. Para pimpinan lembaga intra

kampus tersebut, yang merupakan kader-kader HMI Cabang Padang, juga

ikut berpartisipasi dalam gerakan reformasi dalam bentuk memobilisasi

mahasiswa untuk berdemonstrasi di kampus maupun luar kampus. Upaya-

upaya mobilisasi massa mahasiswa pada kampus masing-masing tidak

terlepas dari kooordinasi HMI Cabang Padang sebagai organisasi yang

mengkader para pimpinan lembaga-lembaga intra kampus mahasiswa di kota

Padang saat itu.92

2. Profil HMI Cabang Padang Periode 2013-2014

Berdasarkan laporan pertanggungjawaban pengurus HMI Cabang

Padang Bidang Pemberdayaan Anggota, HMI Cabang Padang terdiri dari 26

Komisariat: HMI Komisariat Ekonomi Unand, Hukum, Isip, Sastra, FMIPA,

Pertanian, Kedokteran, Teknik, Peternakan, Syari’ah IAIN IB, Tarbiyah,

Ushuludin, Dakawah, Adab, Ilmu-ilmu Sosial UNP, Ilmu Ekonomi, Teknik-

92
Eka Vidya Putra, Gerakan Mahasiswa dan Otoritarianisme Negara: Sketsa Gerakan Mahasiswa
Sumatera Barat, Jakarta: Citra Pendidikan, 2003, dikutip dalam As’ad Albatroy Jalius, Peran
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang dalam Gerakan Reformasi Tahun 1998 Di Kota
Padang, Padang, 2013, SKRIPSI FISIP-UNAND, hlm. 50-51.

72
Sastra UNP, IP-MIPA UNP, Proklamator UBH, STKIP PGRI, UPI YPTK,

Baiturahmah, UMSB, ITP.93

HMI Cabang Padang juga memiliki lembaga-lembaga khusus seperti

Badan Pengelola Latiah (BPL) dan Korps HMI-Wati (KOHATI). HMI

Cabang Padang juga memiliki lembaga-lembaga kekaryaan seperti Lembag

Pers Mahasiswa Islam (LAPMI), Lembaga Seni Mahasiswa Islam (LSMI),

Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI), dan Lembaga Dakwah

Mahasiswa Islam (LDMI). Dalam rangka menjalankan misi keumatan dan

kebangsaan, HMI Cabang Padang juga proaktif dalam mengadakan berbagai

macam kegiatan, seperti diskusi panel, seminar, bedah buku, bakti sosial,

bahkan advokasi permasalahan masyarakat dalam bentuk aksi massa, seperti

aksi terhadap permasalahan rehab-rekon pasar raya Padang dan aksi

penolakan terhadap rencana pemerintah yntuk menaikkan harga bahan bakar

minya pada bulan Maret 2012 beberapa waktu yang lalu. Secara internal

keorganisasian, HMI Cabang Padang senantiasa melakukan proses

pengkaderan terhadap segenap kader HMI Komisariat selingkungan HMI

Cabang Padang dalam bentuk latihan formal (Latihan kader 1/basic training),

nonformal dalam bentuk keterlibatan partisipatif kader-kader HMI Cabang

Padang dalam berbagai bentuk kegiatan-kegiatan rutin yang ada di

lingkungan HMI Cabang Padang. Untuk pemusatan kegiatan, HMI Cabang

93
Pengurus HMI Cabang Padang, Laporan Pertanggungjawaban Pengurus HMI Cabang Padang
Periode 2014-2015, Padang: Sekretariat HMI Cabang Padang, 2015, hlm. 51.

73
Padang beralamat di Wisma HMI/KAHMI Jalan Hang Tuah No. 158

Padang.94

HMI Cabang Padang Periode 2013-2014 terdiri dari 17 orang pengurus

sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1
Struktur kepengurusan HMI Cabang Padang Periode 2013-2014

No Nama Jabatan
1 Eka Novriadi Ketua Umum (PJS)
2 Zainal Fadhli Sekretaris Umum
3 Eka Novriadi Ketua Bidang Pemberdayaan Anggota
(PA)
4 Yan Rifki Wasekum PA
5 Ferdi Aswindo Departemen PA
6 Mara Prandes Ketua Bidang Pemberdayaan Aparatur
Organisasi (PAO)
7 Husni Setiawan Wasekum PAO
8 Bilfahmi Putra Departemen PAO
9 Mega Mutia Elza Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan
Daerah (PPD) Non aktif
10 Madri Nasution Wasekum PPD
11 Ikhlasia Amal Departemen PPD (Non Aktif)
12 Arif Hartoyo Bendahara Umum
13 Septi Safrianti Wakil Bendahara Umum I
14 Martika Rahma S Wakil Bendahara Umum II
15 Ikhwan Ramadan Siregar Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Pemuda (PTKP)
16 Rizal Affandi Ketua Umum Badan Pengelola Latihan
(BPL)
17 M Alfajri Sekeretaris Umum BPL
Sumber: LPJ HMI Cabang Padang Periode 2013-2014, data dioleh oleh peneliti

94
Ibid., hlm. 52.

74
BAB V
TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Pada bagian temuan dan analisis data ini peneliti menjabarkan faktor-faktor

penyebab disorentasi gerakan HMI Cabang Padang dengan pendekatan integrasi

gerakan sosial. Pertama, faktor eksternal HMI terbukanya kesempatan politik,

perubahan sistem politik pascareformasi dari sistem yang otoriter sentralistik ke

sistem yang demokratis terdesentralisasi. Kedua, faktor internal HMI yakninya

proses mobilisasi sumberdaya HMI dalam hal keanggotaan, jejaring komunikasi,

dan kepemimpinan di internal HMI maupun gerakan mahasiswa di kota Padang.

Ketiga, proses pembingkaian isu gerakan HMI melalui tahap diagnosa

permasalahan, pemberian solusi permasalahan dan pemberian motivasi bagi

peserta gerakan.

A. Terbukanya Kesempatan Politik bagi Gerakan Mahasiswa Pascareformasi


1998

Setelah reformasi 1998 telah banyak perubahan-perubahan yang terjadi

dalam sistem politik dan pemerintahan bangsa Indonesia. Mulai dari peraturan

perundangan yang mengakomodasi kepentingan rakyat, aparatur negara yang

berintegritas, dan peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan setiap

kebijakan pemerintah. Selama kurang lebih 18 tahun reformasi bergulir tentu

membutuhkan suatu evaluasi terhadap agenda reformasi telah berjalan sesuai

kehendak rakyat.

Terdapat 6 tuntutan reformasi yaitu adili Soeharto dan kroni-kroninya,

laksanakan amandemen UUD 1945, hapuskan dwifungsi ABRI, pelaksanaan

75
otonomi daerah yang seluas-luasnya, tegakkan supremasi hukum, dan ciptakan

pemerintahan yang bersih dari KKN.95

Salah satu kebebasan yang deperoleh masyarakat pascareformasi adalah

ditetapkannya Undang-undang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka

Umum. Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi

manusia yang dijamin dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 yang

berbunyi : "kemerdekaan beerserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang, "

Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan pasal 19 Deklarasi

Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas

kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat

gangguan dan untuk mencari, menerima danmenyampaikan keterangan dan

pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas."

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum berdasarkan Undang-

undang Nomor 9 Tahun 1998 tersebut tertuang dalam pasal 1 ayat 1 yang

berbunyi: Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara

untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas

dan bertanggung jawab sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.96

95
Mawardah Nur Hanifiyah,Peringati Turunnya Soeharto, Ada Demo Ingatkan 6 Tuntutan,
Tempo.co Edisi Sabtu, 26 Mei 2016, diakses dari http://m.tempo.co/read/news/peringati;turunnya-
soeharto-ada-demo-ingatkan-6-tuntutan, pada tanggal 26 Juni 2016 Pukul 18.30 WIB.
96
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

76
Dengan berlakunya undang-undang tersebut dapat menjamin aspirasi

masyarakat terhadap penguasa dan memberikan kesempatan politik mahasiswa

untuk terlibat aktif dalam mengawal setiap kebijakan pemerintah. Selain undang-

undang kemerdekaan menyatakan pendapat juga diberlakukan undang-undang

keterbukaan informasi publik. Undang-undang ini memberi ruang gerak yang

lebih besar bagi partisipasi masyarakat mendorong transparansi kebijakan

pemerintah. Hal itu sangat berguna dalam mewujdukan sistem pemerintahan yang

terbebas dari korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Undang-undang keterbukaan informasi publik sebagaimana tercantum

dalam Pasal 2 ayat 1: Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses

oleh setiap pengguna informasi publik dan Pasal 3 poin a dan b Undang-Undang

ini bertujuan untuk: a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana

pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan

keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong

partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.97

Kondisi sitem politik yang terbuka pascareformasi dapat memberi peluang

lahirnya gerakan sosial. Dalam gerakan sosial, untuk meneliti kondisi-kondisi atau

mekanisme situasi adalah bahwa berhasil atau tidaknya aktivis gerakan dalam

mengembangkan klaim-klaim tertentu, mobilisasi suporter, dan menyebarkan

pengaruh adalah sangat tergantung pada konteks sosial politik. Dalam hal ini

kajian gerakan sosial fokus pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

kapasitas aktor dalam menciptakan perubahan. Inilah yang kemudian dikenal

97
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi
Publik

77
sebagai struktur kesempatan politik (political opportunity structure) yang

menekankan signifikansi kesempatan politik yang terbuka celahnya ketika negara

begitu rentan (vulnerable) sehingga memicu munculnya gerakan-gerakan sosial.98

McAdam menyebutkan perlawanan gerakan-gerakan sosial tumbuh dan

berkembang atau merosot dan mati dipengaruhi empat dimensi kesempatan

politik: (1) keterbukaan atau ketertutupan relatif dari sistem politik yang formal

dan terlembagakan; (2) stabilitas atau instabilitas aliansi kelompok elite yang

secara tipikal mencirikan sebuah komunitas politik; (3) ada atau tidak-adanya

sekutu di tingkat elite; dan (4) kemampuan aparat-aparat negara untuk melakukan

represi.99 Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan empat dimensi

kesempatan politik tersebut dalam menganalisis perkembangan gerakan HMI

Cabang Padang.

1. Pengaruh perubahan sistem politik yang lebih terbuka pascareformasi


terhadap gerakan HMI Cabang Padang

Setelah tahun 1998 yang dianggap sebagai tahun kemenangan gerakan

mahasiswa, maka suara protes mahasiswa seakan tertelan oleh hingar bingar

persoalan ekonomi dan politik. mahasiswa kembali lagi ke dalam kampus

berkutat dengan masalah akademis/perkuliahan. Ketidakmampuan gerakan

mahasiswa untuk tampil dalam kekuatan yang besar membuat bargaining

power mereka mulai menurun.100

98
Ibid.
99
Quintan Wiktorowics, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, Yayasan Abad
Indonesia, Jakarta, 2012, hlm. 14.
100
Andik Matulessy, op.,cit, hlm 1-2.

78
Perubahan sistem politik pasca 1998 yang terbuka dan demokratis

memberikan kesempatan bagi lahirnya gerakan mahasiswa. Perubahan ini

setidaknya ditandai dengan telah tercapainya beberapa poin dari 6 tuntutan

reformasi namun dalam perjalanannya belum terealisasi dengan baik.101

Gerakan mahasiswa secara intensitas dan kualitas justeru mengalami

penurunan. Perubahan ini pun juga disadari dan dirasakan oleh beberapa

aktifis HMI Cabang. Berikut pernyataan Rahmad Ramli mengenai hal

tersebut:

Kalau kita bandingkan pada waktu 1998 banyak aktivis mahasiswa


yang diculik karena menyampaikan pendapat sekarang dengan
reformasi kita mendapat kebebasan menyampaikan pendapat namun
nyatanya gerakan mahasiswa justeru menurun, itu sebetulnya menjadi
catatan penting juga bagi kita apa yang menjadi persoalan sebenarnya.
Sebenarnya sistem politik hari ini sedikit agak membuka ruang
sehingga kita berhak berhak untuk mendapat informasi, ada
mekanisme keterbukaan informasi publik. segala informasi tentang
kebijakan-kebijakan pemerintah mudah untuk kita dapatkan. 102
kebebasan berpendapat.

Pernyataan senanda juga disampaikan oleh aktivis HMI lainnya yaitu

Jumfany Ichwal:

Sebenarnya kalau pemerintahan memang terlihat cukup stabil, namun


tetap masih ada beberapa ketimpangan. Karena mungkin kondisi air
tenang sehingga membuat banyak mahasiswa yang tidak sadar dengan
kondisi yang terjadi. Dan pemerintah pandai untuk meredam gerakan
mahasiswa agar isu-isu yang ada tidak membesar.103

101
Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
Adili Soeharto dan kroni-kroninya, Laksanakan amandemen UUD 1945, Hapuskan Dwi Fungsi
ABRI, Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya, Tegakkan supremasi hukum, dan
Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
102
Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.
103
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

79
Pernyataan di atas juga didukung oleh Febriki Saputra yang menilai

secara sistem politik sebetulnya sudah memberikan ruang bagi partisipasi

gerakan mahasiswa:

Kebijakan politik hari ini terbuka dan memberi ruang gerakan dan
partisipasi mahasiswa di dalamnya. Tetapi dalam sistem politik hari
ini dalam hal kreatifitas kreatifitas mahasiswa tidak ada hal-hal yang
membuat mahasiswa untuk berpikir lebih visioner kedepannya karena
kawan-kawan sudah banyak hilang patron.104
Terbukanya kesempatan politik hari ini bagi lahirnya gerakan

mahasiswa semakin dipertegas oleh Ikhwan Ramadhan Siregar yang

menyatakan:

Sistem politik hari ini memberikan ruang bagi mahasiswa untuk lebih
aktif, kritis, dan kreatif dalam gerakannya. Kebebasan media massa
hari ini juga berpengaruh besar dalam penggiringan opini publik yang
seringkali memutar balikkan fakta yang lebih sering melindungi
kepentingan penguasa. Maka mahasiswa hari ini harus mampu
mengisi ruang publik melalui media yang ada dan jangan sampai
tergiring opini yang justeru tidak konstruktif.105
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan beberapa aktifis HMI Cabang

Padang di atas bahwa perubahan sistem politik hari ini telah memberikan

celah atau kesempatan politik yang begitu besar bagi partisipasi mahasiswa

untuk terlibat aktif dalam mengkritisi proses pelaksanaannya. Apa yang

disampaikan oleh aktifis HMI tersebut juga dibenarkan oleh beberapa aktifis

mahasiswa lainnya yang juga terlibat aktif dalam gerakan mahasiswa di kota

104
Wawancara dengan Febriki Saputra (Kepala Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI
Cabang Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A,
Padang, pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.
105
Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.

80
Padang. Pernyataan pertama disampaikan oleh Yudi Fernandes yang

menyebutkan:

Kalau kita bicara sistem politik, saya rasa sudah memberikan ruang
yang besar bagi gerakan mahasiswa. Tidak ada persoalan semacam
pembatasan jadi kesempatan sudah ada tinggal seberapa besar
mahasiswa mampu memanfaatkan ruang tersebut. Kalau berbicara
kapasitas ada kecenderungan justeru semakin hari semakin tidak siap
kita. Karena banyak faktor mulai dari faktor ruang publik yang tidak
bisa kita manfaatkan secara baik untuk berdiskusi dan semacamnya
kemudian kita terlalu disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang
bersifat justeru mematikan nalar. Kemudian pengaruh teknologi, kita
tidak siap menghadapi arus teknologi sehingga terjebak dan tidak
memanfaatkan teknologi sebagai alat pergerakan. Kalau untuk akses
informasi tentu jauh lebih luas terhadap bahan-bahan literatur tapi
bagaimana organisasi memanfaatkan literatur, memanfaatkan
informasi itu yang justeru tambah berkurang.106
Aktifis mahasiswa lainnya juga menilai bahwa perubahan sistem

politik pascareformasi merupakan suatu kesempatan bagi gerakan mahasiswa

di kota padang namun kian hari kualitas gerakan itu terasa semakin menurun

sebagaimana disampaikan oleh Angelique Maria Cuaca yang menyatakakan:

Pengaruh sistem politik pascareformasi membawa perubahan yang


baik bagi gerakan mahasiswa di kota Padang pada awal-awalnya
karena pasca 1998 itu aksi-aksi di dalam kampus itu kan sudah mulai
membesar. Tapi memang mulai meredup itu ditahun-tahun 2006 ke
atas itu sudah mulai meredup. Masalah yang pertama itu, pasca 1998
itu diwarnai semakin terkekangnya kebebasan berpendapat dan
berbicara mahasiswa seperti berbagai macam kebijakan mulai sistem
SKS, adanya jam malam, kemudian wajib tamat sekian tahun itukan
yang akhirnya minat-minat mahasiswa untuk berorganisasi itu minim
dan inipun berpemgaruh terhadap kualitas gerakan mahasiswa yang
dilakukan.107

106
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.
107
Wawancara dengan Angelique Maria Cuaca (Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang
Padang) di Monumen Gempa, Kota Padang, pada tanggal 15 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

81
Pendapat di atas juga diperkuat oleh Muhammad Taufik yang menilai

perubahan sistem politik pascareformasi telah memberikan perubahan politik

yang begitu fundamental akan tetapi tidak mampu diimbangi dengan gerakan

mahasiswa yang betul-betul produktif dan konstruktif sehingga peran

mahasiswa dalam mengawal proses demokrasi semakin menurun

sebagaimana pernyataannya berikut:

Kalau saya melihat sistem politik pra dan pascareformasi terdapat


perubahan dapat dilihat dari berbagai aspek. Pertama, dari sisi
pelaksanaan demokrasi itu sendiri. Sekarang dirasakan lebih baik,
lebih terbuka, lebih transparan dibuktikan dengan lembaga pengadaan
demokrasi itu sendiri sekarang lebih kredibel dalam sistem dan
penyempurnaan regulasi juga diusahakan. Lalu kemudian dimana
posisi mahasiswa, peran mahasiswa, gerakan gerakan-gerakan politik
mahasiswa dalam mengimbangi segmentasi pertumbuhan iklim
demokrasi di Indonesia dan di daerah-daerah ataupun di kota Padang
saat ini. Dalam kondisi seperti ini sangat terbuka sebenarnya ruang-
ruang bagi mahasiswa untuk melakukan apa saja sepanjang itu
produktif dalam gerakan-gerakan yang memang kaya atau bernas
dengan solusi. Misalnya pelaku internal di kampus misalnya,
kebetulan saya dari BEM termasuk juga kawan-kawan di OKP
termasuk HMI salah satunya. Hari ini coba kita lihat intensitas, durasi,
padahal baik di pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat
masalah itu selalu ada dan selalu besar. Tapi pola gerakan mahasiswa
semakin berbeda, dan jiwa kritis mahasiswa semakin turun, dan
gerakan-gerakan turun ke jalan semakin tidak diminati dan itukan
menjadi evaluasi besar bagi kita semua.108
Sebagaimana pemaparan aktifis HMI Cabang dan beberapa aktifis non

HMI lainnya. Alumni HMI juga menilai pengaruh perubahan sistem politik,

meskipun menjadi lebih terbuka namun dengan berlakunya otonomi daerah

menjadikan gerakan mahasiswa menjadi tidak terkonsentrasi dan memiliki

perasaan yang berbeda-beda karena berbedanya dinamika yang terjadi di tiap-

tiap daerah. Hal ini dipaparkan oleh Reno Fernandes yang menyatakan:
108
Muhammad Taufik (Presiden BEM KM UNAND) di Universitas Andalas, Padang, pada
tanggal 10 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.

82
Otonomi daerah juga mempengaruhi kalau menurut saya. Artinya
ketika kita berbicara otonomi daerah itu sipengambil keputusan tidak
serta merta dipusat lagi. Isu didaerah juga banyak sehingga untuk
menyatukan gerakan mahasiswa yang benar-benar isu yang kuat atau
sesuatu yang perlu dikritisi tidak ada sehingga gerakan mahasiswa itu
tidak terlihat besar. Contohnya ketika 1998 ada isu bersama yaitu
pemerintahan yang otoriter. Kalau kini apa kebijakan yang otoriter.
Ketika di pusat dijalankan otoriter di daerahpun diatur Perda. Ternyata
di daerah A Bupatinya otoriter di daerah B Bupatinya Humanis
sehingga tidak ada isu bersama isupun terpecah-pecah dan itupun
yang membuat gerakan mahasiswa bukan tidak ada tapi sunyi tidak
terdengar gemanya. Di mana-mana ada gerakan tetapi tidak
terkonsentrasi dan sunyi.109
Hal senada juga diungkapkan oleh alumni HMI Cabang Padang

lainnya, Hendra Naldi yang menilai bahwa sistem politik hari ini telah

memberikan peluang ataupun kesempatan politik bagi mahasiswa untuk

berperan dengan aksi nyata. Artinya secara sistem politik sudah sangat

mendukung lahirnya gerakan mahasiswa tinggal sejauhmana kapasitas

organisasi mahasiswa memanfaatkan peluang tersebut:

Hari ini sebetulnya pemerintahan kita tidak pula terlalu mengekang


agenda-agenda demokrasi hal ini tentu menjadi celah kebebasan bagi
mahasiswa untuk berperan serta dalam sistem yang demokratis.
Mahasiswa terlihat bingung dan seolah tidak berbuat apa-apa
dikarenakan ketidakmampuan beradaptasi dan memainkan peran
dalam perubahan sistem politik. Pada akhirnya celah itu yang tidak
dimanfaatkan secara baik. Sehingga terjadilah kekosongan isu dalam
gerakan mahasiswa hari ini.110

Perubahan sistem politik pascareformasi telah membawa perubahan

yang fundamental bagi gerakan mahasiswa. Sistem politik yang lebih terbuka

109
Wawancara dengan Reno Fernandes (Ketua Badan Koordinasi HMI Sumbar Periode 2013-
2015) di Wisma HMI Cabang Padang di Jalan Hang Tuah, pada tanggal 30 Juni 2016 pukul 21.00
WIB.
110
Wawancara dengan Hendra Naldi (Dosen Sejarah UNP/Mantan Ketua Badan Koordinasi HMI
Sumbar Periode 1996-1997) Di Kantor WD III FIS UNP, Padang, pada tanggal 25 Juni 2016
pukul 13.00 WIB.

83
yang seharusnya menjadi kesempatan politik bagi mahasiswa untuk lebih

berperan dalam mengawal jalannya pemerintahan namun hal tersebut idak

serta merta memunculkan tumbuh kembangnya gerakan mahasiswa.

Mahasiswa justeru terbawa arus perubahan sistem politik bukan

mewarnainya. Hal tersebut sebagaimana pemaparan Ranny Emilia berikut:

Perubahan sistem politik otoritarian menjadi demokratis satu sisi


memberikan peluang kebebasan berpendapat dan partisipasi
seluasnya bagi mahasiswa tetapi militansi kaum muda justeru
menurun dan telah berlalu, berganti dengan politik transaksional.
Selain pengaruh desentralisasi yang memecah konsentrasi mahasiswa
dengan permasalahan yang semakin kompleks hal ini juga merupakan
akibat dari relasi-relasi mahasiswa dengan demokrasi liberal, ekonomi
politik neoliberalisme, dan teknologi komunikasi dan informasi yang
menghubungkan mereka satu sama lain, dan dengan sistem-sistem
yang melingkupinya. Teknik-teknik lobbi, negosiasi, dan kompromi-
kompromi lebih sering digunakan dalam memajukan tuntutan.111

Pernyataan-pernyataan tersebut di atas semakin diperkuat oleh Eka

Vidya Putra yang menilai secara sistem politik sudah sangat mendukung

lahirnya sebuah gerakan namun secara kapasitas mahasiswa belum begitu

mampu memanfaatkan peluang tersebut. Hal ini sebagaimana pernyataannya

berikut ini:

Perubahan itu ialah sistem yang lebih terbuka. Dulu sentalistik otoriter
sekarang desentralisasi demokrasi. Jadi mahasiswa hari ini sedang
mencari posisi. Posisi di antara perubahan yang terjadi
dilingkungannya. Ketika sedang mencari posisi di internal mahasiswa
sendiri punya masalah. Masalahnya yaitu beban sejarahnya tadi itu
sebagai agent of change dan lain-lainnya itu. Jadi tetap juga ingin
tampil heroik tapi pada saat yang sama kondisi lingkungan
menyulitkan mahasiswa kesulitan mencari posisi itu. Masuk ke dalam
pendalaman demokrasi maka perlu isu-isu yang lebih fokus. Untuk
fokus sampai kesana itu juga butuh kemampuan membuat kajian
111
Wawancara dengan Ranny Emilia via email, pada tanggal 21 Juni 2016 pukul 13.30 WIB.

84
ilmiah, butuh data, butuh langkah-langkah apa yang dilakukan, tidak
bisa angkat tangan tanpa dasar retorika.112
Dengan kondisi pemerintahan yang terdesentralisasi menyebakan

konsentrasi isu menjadi terbagi pada daerah-daerah otonom dengan

permasalahan yang semakin kompleks. Hal ini menjadikan permasalahan di

tiap-tiap daerah memiliki pola tersendiri. Pada kondisi demikian perhatian

mahasiswa juga menjadi terbagi antara isu yang bersifat nasional dan daerah

otonom tempat mereka berasal. Maka dari itu perhatian mahasiswa tidak

harus selalu tertuju kepada isu-isu yang bersifat nasional. Daerah-daerah

otonom juga membutuhkan kontribusi mahasiswa dalam mendorong

perubahan sosial. Desentralisasi telah mengisyaratkan peluang untuk

berpartisipasi mewujudkan perubahan sebagaimana pernyataan Haryanto

berikut:

Penyelenggaraan pemerintahan yang digulirkan di tingkat lokal

mengarah pada corak yang lebih desentralistik-demokratik. Pergeseran itu

dengan segala konsekwensi yang mengikutinya, dapat diklasifikasikan

sebagai perubahan sosial yang dalam pengertian yang longgar. Pemerintahan

yang lebih otonom menjadikan pemerintahan daerah menjadi lebih mandiri.

dengan otonomi daerah yang makin kental pada dirinya, pemerintah daerah

dapat memaknai pergeseran tersebut dengan menjalankan peran sebagai agen

perubahan bagi kehidupan bermasyarakat di wilayahnya.113

112
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.
113
Haryanto, Otonomi daerah dan Perubahan Sosial, dikutip dalam Abdul Gaffar Karim (Ed),
Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm.
324-325.

85
2. Mahasiswa dan Elit Politik

Dalam setiap gerakan mahasiswa cenderung selalu terdapat elit-elit

yang mendukung ataupun berseberangan dengan ideologi mahasiswa. Elit

yang mendukung dapat secara konsisten ataupun hanya memanfaatkan

momentum semata yang biasanya beroposisi dengan penguasa. Sementara

elit-elit yang berkuasa juga memiliki pendukung dari kalangan mahasiswa

ataupun sesama elit.

Dalam beberapa kasus terdapat terdapat bebarapa organisasi

mahasiswa yang berafilisiasi dengan partai politik tertentu. Hal ini tentu

akan menjadi benturan kepentingan antara ideologi mahasiswa dan partai.

Kondisi demikian tentu akan dapat menghambat gerakan mahasiswa. Pada

organisasi yang dekat kepada elit politik tertentu tentu akan memperoleh

dukungan elit selama tidak bertentangan dengan kepentingan elit itu

sendiri. Namun yang terpenting adalah mahasiswa mampu bersikap tegas

apabila terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh elit politik yang berkuasa.

Salah satu aktifis HMI juga berpandangan bahwa kondisi

mahasiswa yang memiliki kedekatan dengan partai politik akan sangat

rawan disusupi kepentingan partai. Lembaga mahasiwswa harus mampu

menjaga independensinya agar memberi kepercayaan bagi mahasiswa

lainnya untuk bergerak bersama sebagaimana pernyataan Rahmad berikut

ini:

Saya bukannya menjustifikasi kawan-kawan OKP yang eksternal.


Kebanyakan kawan-kawan itu telah ditumpangi oleh beberapa
partai politik. Gerakan-gerakan seperti itulah yang menghambat

86
kawan-kawan mahasiswa untuk mengadvokasi isu-isu sosial.
Contohnya seperti ini, pada hari ini pemerintah dipimpin oleh
jokowi, maka kawan-kawan GMNI secara struktural tentu lebih
dekat dengan pemerintahan kali ini.. Sehingga untuk mengadvokasi
persoalan-persoalan seperti itu kadang kita susah untuk
mengajaknya tapi lebih tepat juga kawan-kawan mahasiswa yang
lebih independen seperti BEM, Hima dan lain sebagainya itu tidak
ada persoalan itu saya pikir. Contoh seperti kota padang yang
dipimpin oleh Irwan Prayitno dan Mahyeldi dari PKS, cobalah
kawan-kawan forum mau tidak menentang kebijakan yang
dikeluarkan Irwan Prayitno dan Mahyeldi. Seharusnya kawan-
kawan yang independen tanpa underbouw partai politik bisa untuk
mengadvokasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan
dengan kepentingan masyarakat. Dan itu menjadi persoalan juga
bagi kawan-kawamn mahasiswa untuk melakukan konsolidasi.
Cipayung ada lima: HMI, PMI (PKB), GMNI (PKB), Forum
(PKS).114

Febriki menambahkan tentang organisasi mahasiswa yang potensial

dan berpengaruh dalam Unit-unit kegiatan mahasiswa yang ada didalam

kampus yang mayoritas dikuasasi oleh KAMMI. KAMMI memiliki

kedekatan dengan partai politik PKS maka sebetulnya ada potensi

KAMMI agar dapat menjadi pilar gerakan mahasiswa namun juga menjadi

kekhawatiran membawa kepentingan kelompok atau partai. Anggapan itu

akan hilang apabila KAMMI tampil mengkritisi setiap kebijakan tanpa

pandang bulu. Berikut pernyataan Febriki:

Struktural mahasiswa hari ini di kampus-kampus mayoritas saat


sekarang ini dikuasai oleh KAMMI, KAMMI itu konsisten, kenapa
mereka konsisten karena mereka sering melakukan kajian-kajian
intelektual tadi itu, sehingga cerdas anggotanya. Akan tetapi
mereka punya hubungan dengan elit politik PKS.115

114
Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.
115
Wawancara dengan Febriki Saputra (Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI Cabang
Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A, Padang, pada
tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

87
Angelique berpandangan bahwa selama ini tidak begitu jelas hitam

dan putih elit politik yang benar-benar mendukung gerakan mahasiswa

secara tegas. Sebagaimana pernyataan angelique berikut:

Kalau secara statemennya sih mereka semua mendukung tetapi


kalau secara gerakan dan tindakan itu sama sekali tidak ada. Itu
terbukti setelah kita seringkali aksi kenaikan harga BBM mereka
memberikan dukungan secara tertulis itu tidak ada.116

Yudi secara tegas menyatakan tidak masalah kita berlatar

organisasi mana saja asalkan kita berpegang kepada kepentingan rakyat

bukan kepentingan kelompok. Organisasi sebagai alat perjuangan bukan

sesuatu yang selalu dibela. Hal tersebut sebagaimana pernyataan Yudi

berikut:

Beberapa Organisasi luar kampus memiliki kedekatan dengan elit


politik akhirnya berkembanglah organisasi yang menyatakan diri
independen tidak terafiliasi dengan partai politik. itu memang
sudah ada jadi kita tidak bisa menafikan kalau tergabung dengan
partai tertentu toh organisasi dalam kampus juga ada berafiliasi
kok. Tetapi yang menjadi kuncinya, kesetiaan itu bukan pada
organisasi tapi ideologi perjuangan karena organisasi dibentuk
sebagai alat untuk berjuang, sebagai wadah, bukan sesuatu yang
absolut organisasi itu.117
Terkait ada atau tidaknya elit yang berkonflik ataupun dukungan

elit terhadap gerakan mahasiswa. Mahasiswa dan elit politik sebetulnya

juga saling bahu membahu mengatasi persoalan bangsa. Namun Reno

berpandangan bahwa saat ini mahasisawa kehilangan figur panutan yang

jelas dan tegas sikapnya menjadi tokoh yang dapat menjadi referensi. Hal

itu sebagaimana pernyaan Reno berikut:


116
Wawancara dengan Angelique Maria Cuaca (Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang
Padang) di Monumen Gempa, Kota Padang, pada tanggal 15 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.
117
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB

88
Itu tidak terlepas dari struktur negara kita, pemimpin-pemimpin
kita yang hari ini tidak dianggap sebagai reference (tokoh). Yang
hari ini tidak dianggap sebagai seorang negarawan. Krisis
kepercayaan sebetulnya yang terjadi hari ini, hampir ketika Amin
Rais bicara kita tidak percaya, ketika Gus Dur bicara kita tidak
percaya, atau ketika Prabowo berbicara belum tentu kita percaya,
Fadli Zon, Ade Komarudin, bahkan ketika Presiden pun bicara
tidak dianggap sebagai sesuatu yang menjadi referensi orang tidak
dianggap sebagai sebuah kebijakan karena itu bisa berubah sesuai
opini masyarakat. Tidak ada yang bisa dipegang, tidak ada yang
bisa dipercaya.118
Kedekatan lembaga mahasiswa dengan elit politik tertentu dapat

menyebabkan arah gerakan mahasiswa bergantung kepada arah gerakan

partai dan tidak mandiri. Hal itu diungkapkan oleh Ranny sebagai berikut:

Beberapa percobaan untuk mempertahankan militansi mahasiswa


dengan mengumpulkan mereka sebagai kekuatan religius yang
dikendalikan oleh partai politik seperti yang dilakukan oleh PKS
malah berakibat menurunnya kemampuan mahasiswa sebagai
“petarung” ideologi yang tangguh.119
Uraian diatas, pascareformasi sangat jarang ditemukan tokoh

politik yang menjadi figur sentral dan konsisten akan sikap politiknya.

Banyak elit politik yang cenderung kompromistis sehingga polarisasi elit

menjadi kabur. Polarisasi elit juga pernah terjadi di awal refromasi.

Perbedaannya ialah pada hari ini sulit menemukan sosok tokoh sentral

sedangkan di tahun 1998 begitu jelas sikap politik tokoh politik sehingga

mahasiswa dapat menentukan tokoh yang dijadikan referensi.

Terjadinya polarisasi di level elit politik kurang lebih sama dengan

polarisasi yang berlangsung di level gerakan mahasiswa, juga disebutkan


118
Wawancara dengan Reno Fernandes (Ketua Badan Koordinasi HMI Sumbar Periode 2013-
2015) di Wisma HMI Cabang Padang di Jalan Hang Tuah, pada tanggal 30 Juni 2016 pukul 21.00
WIB.
119
Wawancara dengan Ranny Emilia via email, pada tanggal 21 Juni 2016 pukul 13.30 WIB.

89
oleh Eros Djarot, elit politik PDIP, penentang pemerintahan B.J. Habibie

yang mengatakan : “Polarisasi gerakan mahasiswa, itu cerminan polarisasi

yang diatas (elit), polarisasi yang di atas inilah yang sebetulnya

menjadikan polarisasi mahasiswa di bawah, karena ketidakjelasan arah

reformasi dihancurkan oleh keinginan pribadi-pribadi”.120

Penulis menilai terdapat perbedaan dengan tahun 1998.

Bertahannya ketokohan Amien Rais, Megawati Soekarnoputri dan

Abdurrahman Wahid setidaknya untuk masa pemerintahan B.J. Habibie,

karena di kalangan kelompok-kelompok gerakan mahasiswa sendiri tidak

muncul tokoh-tokoh gerakan. Selama bertahun-tahun lamanya dan

kelihatannya untuk selamanya, kesepakatan untuk tidak saling

menokohkan bukan hanya telah menjadi trauma terhadap oportunisme

yang menjangkiti para tokoh gerakan mahasiswa sebelumnya, tetapi juga

merupakan upaya untuk melindungi diri dari kemungkinan adanya tokoh-

tokoh gerakan mahasiswa yang "menjual" gerakan mahasiswa dengan cara

konsesi politik dengan elit-elit politik. Oleh karena itu tidak adanya tokoh-

tokoh gerakan mahasiswa dari kalangan mahasiswa sendiri membuat

mereka harus menokohkan figur-figur politik populis yang ada, sekalipun

memiliki perbedaan strategi perjuangan.121

Maka pada kondisi pascareformasi mahasiswa harus tetap tampil di

garda terdepan. Mahasiswa memiliki tanggung jawab sebagai kekuatan

120
Hasibuan, Muhammad Umar Syadat. 2010. Gerakan Politik Mahasiswa Studi Kasus Polarisasi
Gerakan Mahasiswa Pada Masa Pemerintahan BJ Habibi dan Abdurrahman Wahid. Disertasi
FISIP Universitas Indonesia. Diakses dari http://lib.ui.ac.id/detail?id=13205&lokasi=lokal pada
tanggal 26 Oktober 2016 Pukul 15.30 WIB, hlm. 33.
121
Ibid., hlm. 241-242.

90
moral dan agen perubahan. Hal itu tentu akan dapat diwujudkan dengan

menjaga independensi dari kepentingan kelompok tertentu dan tetap

berkomitmen mengawal jalan reformasi.

Zaenuddin menyatakan bahwa, “Keyakinan, komitmen gerakan

mahasiswa tidak melekat pada satu figur, tetapi melekat pada nilai dan

cita-cita. Jadi kalau ada anggapan bahwa anggapan gerakan mahasiswa

akan berkurang gara-gara figur seseorang yang mungkin berpengaruh

masuk ke dalam sistem pemerintahan tidaklah benar. Sebagai gerakan

sosial kontrol, mahasiswa tidak akan pandang bulu. Siapa pun penguasa

yang melakukan kekeliruan, kesalahan atau sewenang-wenang, fungsi

sosial kontrol harus tetap berjalan.”122

3. Pengaruh Stabilitas Politik Nasional terhadap pergerakan HMI Cabang

Padang

Permasalahan-permasalahan yang muncul hari ini sebetulnya juga

sama dengan permasalahan yang muncul sebelum reformasi bergulir. Yang

menjadi perbedaannya hanyalah sistem politik yang dijalankan bersifat

otoriter prareformasi dan demokratis pascareformasi. Pada kondisi sebelum

reformasi seluruh kritik tidak hadir ke permukaan dikarenakan represifitas

negara yang anti kritik sehingga protes besar-besaran yang terjadi kemudian

di tahun 1998 merupakan akumulasi kemarahan rakyat yang selama ini

tertahan di era orde baru.

Zaenuddin HM, Prospek Gerakan Oposisi: Dalam Era Pemerintahan Gus Dur dan Megawati,
122

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 28.

91
Pascareformasi dengan sistem politik yang demokratis bangsa ini

masih memiliki banyak permasalahan yang menjadi pekerjaan rumah.

Masyarakat dengan bebas menyampaikan aspirasinya kepada penguasa. Telah

banyak saluran-saluran yang tersedia dalam penyampaian aspirasi sehingga

luapan kekesalan rakyat dapat tersampaikan sedikit demi sedikit. Meski saat

ini negara tidak dalam kondisi yang krisis secara ekonomi, sosial, politik

seperti pada tahun 1998 namun gejolak politik tetap ada. Hal tersebut

sebagaimana diungkapkan oleh Rahmad berikut:

Kalau kita bandingkan pada waktu 1998 banyak aktivis mahasiswa


yang diculik karena menyampaikan pendapat sekarang dengan
reformasi kita mendapat kebebasan menyampaikan pendapat. Sistem
politik hari ini lebih stabil dan sedikit agak membuka ruang sehingga
kita berhak berhak untuk mendapat informasi, ada mekanisme
keterbukaan informasi publik. segala informasi tentang kebijakan-
kebijakan pemerintah mudah untuk kita dapatkan. Persoalan yang ada
juga semakin banyak namun nyatanya gerakan mahasiswa justeru
menurun, itu sebetulnya menjadi catatan penting juga bagi kita untuk
menemukan atau merumuskan persoalan sebenarnya.123

Hal senada juga disampaikan Jumfany yang menyatakan

permasalahan utamanya bukan tidak ada ketimpangan namun untuk

merumuskan gerakan nyata seperti apa yang harus dilakukan itulah yang

belum terwujud:

Sebenarnya kalau pemerintahan memang telah memberikan kebebasan


untuk berekspresi dan cukup stabil dalam menjalankan roda
pemerintahan walau masih ada beberapa ketimpangan. Pemerintah
pandai untuk meredam gerakan mahasiswa agar isu-isu yang ada tidak
membesar. Kendalanya gerakan konkrit mahasiswa untuk menanggapi
permasalahan-permasalahan hari ini tidak bertemu. 124
123
Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.
124
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

92
Ikhwan juga menyoroti pentingnya peran mahasiswa dalam sistem

politik pascareformasi agar tujuan dari reformasi dapat berjalan secara

ataupun terwujud secara nyata. Secara sistem politik memang lebih stabil

namun masih banyak yang harus dibemahai dan dikritisi maka disitulah peran

mahasiswa. Hal tersebut sebagaimana pernyataan Ikhwan berikut:

Kondisi politik ekonomi memang menjadi lebih stabil pascareformasi


namun masih banyak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi. Maka
disinilah sebetulnya peranan mahasiswa dalam mengawal dan
mempercepat pembangunan politik bangsa. Arah gerakan mahasiswa
memang menjadi sedikit kabur dikarenakan mahasiswa lebih bersifat
pasif menunggu perubahan bukan dengan mendorong atau
menciptakannya.125

Febriki juga menilai bahwa secara sistem politik memang terlihat

lebih stabil namun juga masih banyak permasalahan-permasalahan yang tidak

boleh membuat mahasiswa menjadi lupa dikarenakan kondisi politik yang

terlihat tenang. Justeru mahasiswa hari ini harus berperan serta

mempengaruhi opini publik sebagai bentuk sikap kritis terhadap persoalan

bangsa. Berikut pernyataan Febriki:

Pemerintahan yang hari ini yang terlihat stabil sebetulnya tidak juga
dikarenakan banyak permasalahan-permasalahan yang butuh upaya
keras mahasiswa di dalamnya. Hanya saja pemerintahan hari ini
pandai memainkan isu politik agar masyarakat tidak bergejolak
sedangkan mahasiswa lemah secara kajian isu sehingga tidak mampu
mengimbangi ataupun menyerang balik isu-isu yang terkadang
bersifat politis.126

125
Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.
126
Wawancara dengan Febriki Saputra (Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI Cabang
Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A, Padang, pada
tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

93
Senada dengan pernyataan Febriki di atas M Taufik menilai dalam

sistem politik hari ini sebetulnya dituntut juga peran mahasiswa dalam sistem

politik yang demokratis hari ini. M Taufik menilai semangat mahasiswa

untuk bergerak semakin menurun padahal tantangan hari ini semakin berat.

Hal tersebut sebagaimana pernyataannya berikut:

Kalau saya melihat sistem politik pra dan pascareformasi terdapat


perubahan dapat dilihat dari berbagai aspek. Dari sisi pelaksanaan
demokrasi itu sendiri. Sekarang dirasakan lebih baik, lebih terbuka,
lebih transparan dibuktikan dengan pertama lembaga pengadaan
demokrasi itu sendiri sekarang lebih kredibel dalam sistem dan
penyempurnaan regulasi juga diusahakan. Lalu kemudian dari orang-
orang yang berjuang dalam struktur demokrasi itu sendiri kita bisa
melihat di daerah-daerah muncul individu-individu baru orang-orang
yang mungkin dalam era sebelum reformasi tidak pernah
diperhitungkan atau bahkan tidak mungkin hadir dalam kesempatan
politik di pemerintahan. Lalu kemudian dimana posisi mahasiswa,
peran mahasiswa, gerakan gerakan-gerakan politik mahasiswa dalam
mengimbang segmentasi pertumbuhan iklim demokrasi di indonesia
dan didaerah-daerah ataupun di kota Padang saat ini. Cuma sekarang
yang terjadi adalah seiring dengan pertumbuhan seiring dengan
pertumbuhan teknologi dan zaman juga seiring dengan iklim
demokrasi yang semakin membaik ada penurunan dikalangan
segmentasi mahasiswa apakah dari pola gerakan ataupun
semangatnya. Baik di pemerintahan daerah maupun pemerintahan
pusat masalah itu selalu ada dan selalu besar. Dan bahkan saya pernah
berdiskusi dengan beberapa rekan mahasiswa bahwa pemerintah yang
hari ini berkuasa tidak jauh lebih baik dari yang kita runtuhkan dahulu
di tahun 1998.127
Senada dengan pernyataan M Taufik, Yudi menilai sistem politik hari

ini memang cukup stabil namun bukan berarti tidak adanya gejolak politik.

Akan tetapi peran mahasiswa itulah yang tidak begitu terlihat sebagaimana

pernyataan Yudi Fernandes berikut:

127
Muhammad Taufik (Presiden BEM KM UNAND) di Universitas Andalas, Padang, pada
tanggal 10 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.

94
Kalau gejolak politik memang tidak seperti 1998 atau awal reformasi
atau menjelang kerusuhan orde baru tapi justeru persoalan ada mulai
dari isu-isu seperti persoalan lingkungan, persoalan pendidikan,
persoalan ekonomi, kesenjangan sosial, seluruh persoalan itu hampir
masih sama cuma perbedaannya sebelum reformasi ada rezim yang
membatasi ruang berdemokrasi, terjadi pembatasan. nah yang saya
lihat setelah ruang yang ketika orde baru itu dibatasi dalam ketika
orde reformasi dibukakan kita seperti gagap sendiri memanfaatkan
ruang itu. Jadi persoalannya bukan karena tidak ada isu atau tidak ada
gejolak politik.128

Tidak jauh berbeda dengan Yudi, Angelique juga menilai bahwa

stabilitas politik memang cukup baik namun bukan berarti tanpa

permasalahan-permasalahan di masyarakat. Permasalahan-permasalahan yang

muncul semakin banyak dan kompleks. Tinggal bagaimana peran dan strategi

mahasiswa untuk mendorong terjadinya perubahan agar persoalan-persoalan

yang ada dapat terkawal dan terselesaikan. Hal tersebut sebagaimana

pernyataan Angelique berikut:

Persoalan hari ini masih begitu banyak yang seringkali berujung


konflik antara penguasa dan rakyat, dan yang sering mejadi korban itu
adalah masyarakat. Stabilitas politik yang terjadi baru pada beberapa
aspek tertentu dan masih ada ketimpangan-ketimpangan misalnya
masalah kerusakan lingkungan, korupsi, komersialisasi pendidikan,
perampasan tanah dan sebagainya. Jadi hari ini dengan kondisi politik
yang terlihat stabil mahasiswa tidak boleh melupakan perannya untuk
mengkritisi walaupun memang dirasakan gerakan mahasiwa sedikit
berkurang intensitasnya.

Terkait dengan kondisi politik hari ini, Reno menilai memang belum

pada tahap yang kritis disertai dengan kebebasan berekspresi yang semakin

terbuka. Hari ini bukan tanpa masalah namun banyak saluran hiburan yang

128
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.

95
membuat orang dapat lari dari masalah. Hal ini sebagaimana pernyataan Reno

berikut:

Di cipayung termasuk HMI di dalamnya, faktornya karena memang


mahasiswapun belum pada tahap bahasanya laparlah. Belum pada
tahap yang termarjinalkan. Perubahan sosial inikan bisa muncul
karena ada dari aktor pemangku kekuasaan perubahan sosial bisa
terjadi karena ada kelompok yang termarjinalkan. Kita lihat periode
pascareformasi hiburan untuk masyarakat sudah sangat banyak atau
cara orang untuk melampiaskan dirinya sudah semakin banyak. Kalau
dulu orang melampiaskan dirinya dengan puisi, dengan gambar,
dengan itu, itu yang dikekang, ada celah untuk mengekspresikan diri
menggerakan untuk bersuara makanya ada gerakan. Sehingga ada
kondisi mahasiswa untuk lari dari kenyataannya. Kalau dulu orang
tidak bisa lari dari masalah karena tidak ada media hiburan. Dengan
kemajuan teknologi informasi maka gerakan memiliki alternatif, kalau
dulu gerakan harus turun ke jalan kalau kini ada alternatif dengan
pemanfaatan teknologi informasi.129
Hendra Naldi menambahkan bahwa secara politik lebih stabil dengan

sistem yang lebih demokratis namun masih terdapat permasalahan-

permasalahan bangsa yang penting untuk mendapat pengawalan mahasiswa

sehingga aspirasi yang hendak disampaikan betul-betul tersampaikan dan

dirasakan perubahannya. Hal itu sebagaimana pernyataanya berikut ini:

Hari ini sebetulnya pemerintahan kita tidak pula terlalu mengekang


agenda-agenda demokrasi untuk penyampaian aspirasi. Permasalahan
yang terjadi juga beragam. Maka butuh upaya ekstra dengan fokus
gerakan agar berhasil mendorong perubahan, cuma hari ini seolah
hilang arah mereka. Dalam gerakan sosial kita harus membuat
kembali kolektif behavior. Hari ini saya lihat sebagian dari elemen
mahasiswa mulai. Hanya saja kuantitasnya masih sedikit hanya
terlihat seperti riak-riak kecili tidak terkosnsolidasi dengan baik.130

129
Wawancara dengan Reno Fernandes (Ketua Badan Koordinasi HMI Sumbar Periode 2013-
2015) di Wisma HMI Cabang Padang di Jalan Hang Tuah, pada tanggal 30 Juni 2016 pukul 21.00
WIB.
130
Wawancara dengan Hendra Naldi (Dosen Sejarah UNP/Mantan Ketua Badan Koordinasi HMI
Sumbar Periode 1996-1997) Di Kantor WD III FIS UNP, Padang, pada tanggal 25 Juni 2016
pukul 13.00 WIB.

96
Terkait stabilitas politik hari ini, Eka juga memperkuat bahwa dalam

sistem politik yang demokratis hari ini masih ada persoalan-persoalan yang

harus dibenahi. Hanya saja peran seperti apa yang seharusnya dapat dilakukan

mahasiswa inilah yang belum begitu terlihat peranannya. Hal tersebut

sebgaimana pernyataan Eka berikut:

Hari ini sebetulnya format besarnya sudah jelas kita tidak lagi otoriter
tetapi demokrasi, tidak lagi sentralistik tetapi terdesentralisasi dengan
kondisi politik yang lebih stabil tetapi pernak-pernik di dalamnya
memang masih tambal sulam. Ketika telah masuk ke pendalaman
demokrasi butuh isu yang fokus dengan kajian mendalam sedangkan
mahasiswa hari ini berada pada sistem pemerintahan yang
terdesentralisasi menjadi gagu, bingung mengambil posisi apa, apa
yang mesti dilakukan, apa yang mau di demo.131
Berdasarkan keterangan wawancara di atas terlihat bahwa sistem

politik yang sedang berjalan memang dirasakan cukup stabil walaupun masih

banyak persoalan-persoalan yang harus dibenahi. Dilain hal pelembagaan

sistem politik tidak disertai kualitas partisipasi mahasiswa. Sistem politik

yang dijalankan masih terlihat prosedural dan kurangnya kesadaran akan

pantingnya partisipasi dalam pembangunan. Kondisi demikian terlihat dari

temuan Endang Komara dalam penelitiannya berikut:

Sistem politik sering dianggap sebagai alokasi nilai yang berkembang


di tengah-tengah masyarakat dan setiap warga masyarakat
menghargainya sebagai ways of life. Penghargaan terhadap nilai di
tengah-tengah masyarakat adalah sebuah prestasi yang diperjuangkan
untuk dapat diperoleh. Upaya yang ditempuh dengan melakukan
mobilitas intergenerasi internal dari komunitas politik untuk mencapai
tingkat stabilitas politik. Pasca reformasi, sistem politik menjadi lebih
baik, di mana peranan rakyat lebih nyata dalam hal reposisi sistem
politik, mulai dari pemilihan anggota DPR/DPRD, pemilihan anggota
DPD, sampai dengan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Distribusi kekuasaan sudah pada tingkat yang berarti, hanya saja
131
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

97
rakyat di daerah belum memiliki kemampuan untuk memahami bahwa
distribusi kekuasaan merupakan kesempatan untuk membangun
daerah. Sebaliknya, distribusi kekuasaan yang ada di daerah justru
melahirkan semangat korup yang sudah mengakar dalam kehidupan
masyarakat.132

Terkait stabilitas politik, Huntington menjelaskan pengaruh antara

tingkat pelembagaan politik dan tingkat partisipasi terhadap stabilitas politik.

Secara institusionalisasi mungkin cukup membedakan sistem yang mencapai

tahap deraja tpelembagaan cukup tinggi dan rendah. Dalam batasan kualitas

partisipasi memiliki tiga tahap penting: pada tingkat terendah, partisipasi

hanya untuk aristokrasi tradisional dan elit birokrat; pada tingkat menengah,

kelompok kelas menengah telah memasuki arena politik; sedang pada jenjang

tertinggi, elit, kelas menengah dan massa rakyat semuanya mengambil

prakarsa dan terjun langsung dalam kancah politik. Di negara maju, sistem

politik dengan ratio pelembagaan politik dan partisipasi yang cukup tinggi

dapat disebut sebagai masyarakat berbudaya atau negara kerakyatan (civic

polities).133

Berdasarkan uraian Huntington tersebut, poin pentingnya adalah

dibutuhkan partisipasi dan pengawasan masyarakat terhadap setiap agenda

kebijakan pemerintah, salah satunya peran mahasiswa. Peran mahasiswa

sebagai kelas menengah terlihat masih rendah dalam hal intensitas dan

kualitas partisipasinya ditengah proses pembenahan lembaga politik di

132 Endang Komara, (2015), Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi, Social Science Education
Journal Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/SOSIO-FITK, diakses pada tanggal 15
Oktober 2016 pukul 11.00 WIB.
133
Samuel P. Huntington, Tertib Politik: Di Tengah Pergeseran Kepentingan Massa, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 91-93.

98
Indonesia. Apabila peranserta politik mahasiswa meningkat, tentu akan

berbanding lurus dengan stabilitas politik dengan adanya dorongan untuk

terus melakukan pembenahan sistem politik.

4. Represifitas Aparatur negara secara kultural terhadap mahasiswa melalui

sistem pendidikan tinggi

Pendidikan merupakan hal yang sangat dekat dengan kepentingan

individu setiap mahasiswa. Tuntutan agar mahasiswa cepat menyelesaikan

studinya dengan jadwal perkuliahan yang padat membuat kesempatan

mahasiswa untuk melakukan kajian-kajian sosial semakin berkurang. Hal

tersebut semakin mengurangi minat dan perhatian mereka seputar isu-isu

sosial yang ada. Sehingga mahasiswa menjadi lemah secara kognisi dan

kehilangan daya kritis karena ketidaktahuannya disertai adanya beberapa

kampus yang melakukan larangan untuk berunjuk rasa. Dengan kata lain

sistem pendidikan telah memberikan dampak yang begitu besar terhadap

kualitas dan intensitas gerakan mahasiswa.

Upaya untuk melemahkan daya kritis mahasiswa sudah pernah

dilakukan beberapa kali pada masa pemerintahan orde baru setelah demo

besar-besaran pada peristiwa Malari 1974. Depolitisasi kegiatan mahasiswa

dimulai dengan penerapan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan

Koordinasi Kegiatan Mahasiswa (NKK/BKK). Kemudian penerapan sistem

Sistem Kredit Semester (SKS) dengan jadwal perkuliahan yang padat

99
menyebabkan mahasiswa menjadi sibuk dengan perkuliahan dan lebih

berorientasi pada dunia pekerjaan.134

Pascareformasi kebijakan NKK/BKK telah dicabut namun Sistem

SKS tetap diterapkan di seluruh perguruan tunggi di Indonesia disertai masih

adanya beberapa kampus yang melakukan pengekangan kebebasan

berpendapat yang dirasakan mahasiswa. Berikut adalah pernyataan-

pernyataan beberapa aktifis mahasiswa yang menilai pengaruh sistem

pendidikan terhadap perkembangan gerakan mahasiswa. Pernyataan pertama

disampaikan oleh Rahmad Ramli yang menilai sistem pendidikan secara tidak

langsung telah mengubah orientasi mahasiswa terhadap tujuan pendidikan

dan mengaburkan peran mahasiswa di masyarakat. hal ini tentu berpengaruh

terhadap lemahnya kapasitas kognisi dan daya kritis mahasiswa terhadap isu-

isu sossial politik. Kondisi demikian pada akhirnya akan mempengaruhi

kualitas gerakan yang akan dibangun. Hal tersebut sebagaimana

pernyataannya berikut:

Mahasiswa hari ini sibuk dengan pendidikannya. Hari ini sistem


kampus dan sistem pendidikan juga membuat mahasiswa tidak
terbiasa dengan isu-isu di luaran misalnya pembatasan aktifitas
mahasiswa yang cukup di fakultas saja dan larangan bagi penerima
beasiswa bidik misi untuk terlibat unjuk rasa. Salah satunya dengan
sistem pendidikan tadi seperti sebuah penjara namun tidak tampak.135
Senada dengan pernyataan Rahmad di atas, Jumfany juga menilai

pengaruh sistem pendidikan tinggi terhadap kepedulian mahasiswa terhadap

permasalahan sosial politik di masyarakat. Hal ini berdampak pada kurangnya

Arbi Sanit, op.,cit hlm. 108.


134

Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
135

Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.

100
partisipasi mahasiswa dalam gerakan yang dilakukan HMI dikarenakan

kelemahan kader-kader HMI. Berikut pernyataan yang disampaikan Jumfany:

Penyebabnya ya memang kelemahan dari kader-kader di HMI. Karena


memang dari mahasiswanya sendiri sebetulnya yang mengalami
disorientasi diantaranya banyak mahasiswa yang fokusnya hanya
kuliah. Hal itu berefek ke HMI sehingga gerakan terasa juga ke HMI
sehingga ketika bergerak menjadi terhambat. Sehingga ketika ada
yang tidak sesuai dengan tataran ideal maka kawan-kawan HMI yang
menanggapi tidak terlalu banyak padahal HMI memiliki banyak
kader.136

Pernyataan tersebut di atas juga didukung oleh pernyataan Febriki

yang menilai sistem pendidikan telah mengubah orientasi dan pola pikir

mahasiswa untuk lebih bersifat individualis sehingga lupa dengan persoalan

sosial disekitarnya:

Mahasiswa disibukan oleh doktrin di kampus bahwa guna kuliah


untuk mencari kerja. Kita klihat dari aksi BBM terakhir tahun 2014,
saya menilai kemampuan mengorganisir kawan-kawan itu tidak ada.
Organisasi intra kampus hari ini lebih diminati mahasiswa daripada
organisasi ekstra karena yang pertama, tujuan mahasiswa kuliah itu
dapat nilai. Yang kedua, cepat tamat lalu dapat kerja apalagi
pemerintah mendesain ruang yang seperti itu. Secara aktivis, jadi
mahasiswa hari ini masuk organisasi hanya sekedar melengkapi CV.
Kita mahasiswa duduk bersama tidal lagi senang berbicara hal-hal
kekinian apalagi berbicara ekonomi, sosial, politik. Pemerintah
berusaha mengcounter mahasiswa membicarakan tentang gerakan
mahasiswa. Mahasiswa hari ini takut melakukan aksi demonstrasi di
kampus, takut kena DO dan juga mahasiswa disibukkan dengan cita-
cita dan masa depan. Mahasiswa UKM kampus disibukkan dengan
bantuan dari kementrian contoh saja bantuan mahasiswa wirausaha
diberikan untuk kopma, KSR, PMI.137
Memperkuat pernyataan beberapa pengurus HMI Cabang padang di

atas, Ikhwan juga menyebutkan bahwa tantangan yang dihadapai HMI hari ini

136
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.
137
Wawancara dengan Febriki Saputra (Kepala Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI
Cabang Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A,
Padang, pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

101
adalah kondisi mahasiswa yang pragmatis disebabkan pengaruh sistem

kampus:

Lembaga-lembaga mahasiswa hari ini masing-masing memiliki pola


pikir pragmatis jika tidak ada untung maka tidak mau terlibat. Kampus
membuat mahasiswa terlalu nyaman untuk berkuliah saja sehingga
lupa kondisi sosialnya. Sistem perkuliahan bagi yang pandai,
mendorong mahasiswa mahasiswa cenderung mengejar nilai saja.138
Pernyataan beberapa aktifis HMI diatas mengenai tantangan yang

dihadapi HMI dalam menghadapi persoalan sikap apatis mahasiswa yang

dianggap juga memberi dampak pada kurangnya militansi kadernya dalam

berorganisasi. Hal tersebut tidak hanya diamati oleh HMI terhadap kader-

kadernya maupun mahasiswa secara umum. Beberapa aktifis mahasiswa

lainnya juga membenarkan tentang semakin dirasakannya pengaruh sistem

pendidikan hari ini yang membentuk sikap apatis mahasiswa sebagaimana

pernyataan Yudi berikut:

Dalam sistem pendidikan hari ini mahasiswa didorong untuk


memasuki suatu ruang yang mana ruang tersebut dimanfaatkan untuk
tujuan ekonomi. Sehingga pendidikan ditujukan hanya menciptakan
tenaga kerja-tenaga kerja contohnya mulai dari jam kuliah yang di
press, masalah kurikulum yang hanya mementingkan kebutuhan
negara tidak sesuai dengan kebutuhan mahasiswa hal ini secara tidak
langsung membuat mahasiwa terhegemoni.139
Angelique juga menambahkan bahwa selain sistem pendidikan yang

menyibukan mahasiswa dengan studinya sendiri seringkali juga disertai

adanya peraturan yang ketat dari beberapa kampus yang semakin

melemahkan sikap kritis mahasiswa. Hal tersebut sebagai pernyataan berikut:


138
Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.
139
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.

102
Masalah pertama itu, pasca 1998 itu diwarnai semakin terkekangnya
kebebasan berpendapat dan berbicara mahasiswa seperti berbagai
macam kebijakan mulai sistem SKS, adanya jam malam, kemudian
wajib tamat sekian tahun itukan yang akhirnya membuat minat-minat
mahasiswa untuk berorganisasi itu minim. Tantangan mahasiswa hari
ini jauh lebih berat dibandingkan masa reformasi dulu. Kita
dihadapkan dengan budaya hedon yang semakin meluas. Kita
dihadapkan dengan berbagai macam aturan di perkuliahan akhirnya
mengekang kebebasan mahasiswa dengan berbagai macam pelarangan
ada pelarangan tidak boleh demo. Hal sederhana saja dilarang
misalnya mengenai baju, itukan hal-hal kecil yang membuat
mahasiswa pelan-pelan menjadi patuh.140
Pengaruh sistem pendidikan terhadap lemahnya sikap kritis

mahasiswa terhadap persoalan sosial politik hari ini juga dirasakan oleh

Hendra Naldi yang menilai:

Semenjak liberalisasi kampus dengan BLH/BHMN selama ini


Kampus cenderung menjadikan mahasiswa sebagai member tidak lagi
diberi penguatan-penguatan. Mereka dinina bobokan, kita tidak boleh
kerasan kepada mereka, apapun fasilitas kita kasih agar mereka
senang. Sehingga mereka tidak punya ideologi lagi. Kalaupun mereka
aktif paling mendaki gunung, main olahraga, itulah yang
dikembangkan di kampus. Wacana-wacana gerakan sosial sudah
sayup-sayup, nah itu yang harus dikembalikan, karena pemerintah
justeru menjadi senang dengan kondisi seperti itu, tidak ada kajian-
kajian lagi, tidak ada kritikan-kritikan lagi. Karena 20 tahun ke depan
akan bisa terjadi gap generation, kalau itu terjadi maka krisis
pemimpin indonesia.141

Hal tersebut di atas juga didukung oleh Ranny Emilia yang menilai

telah adanya upaya tersistematis dari penguasa untuk mengubah orientasi

mahasiswa agar jiwa-jiwa kritis mahasiswa menjadi hilang. Hal itu

sebagaimana pernyataannya berikut:


140
Wawancara dengan Angelique Maria Cuaca (Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang
Padang) di Monumen Gempa, Kota Padang, pada tanggal 15 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.
141
Wawancara dengan Hendra Naldi (Dosen Sejarah UNP/Mantan Ketua Badan Koordinasi HMI
Sumbar Periode 1996-1997) Di Kantor WD III FIS UNP, Padang, pada tanggal 25 Juni 2016
pukul 13.00 WIB.

103
Peninggalan mahasiswa dalam bentuk runtuhnya sebuah rejim telah
dilihat sebagai ancaman atau menimbulkan rasa tidak aman pada
pemerintah-pemerintah negara. Pengaruh ini menjadi salah satu yang
hendak dihapuskan oleh kekuatan neoliberal, dengan perangkat
kebijakan, peraturan, dan pedoman akademik yang dapat menukar
orientasi mahasiswa dan menghapuskan militansi mereka. Masih ingat
program enterprenuership yang marak di kampus-kampus? Apalagi
kalau bukan untuk membuat mahasiswa bangga dengan kemampuan
menghasilkan dan mendatangkan keuntungan uang dari usaha-usaha
mereka. Hampir tidak ada universitas saat ini yang tidak memakai
ide-idenya dalam menetapkan pengembangan program maupun
kurikulum.142

Melengkapi pernyataan-pernyataan diatas, Eka juga menilai pengaruh

yang begitu besar dalam sistem pendidikan yang telah membuat mahasiswa

cenderung berorientasi kepada pemenuhan kepentingan diri pribadi

sebagaimana pernyataannya berikut:

Sistem pendidikan yang ada memberi tuntutan harus tamat dengan


cepat karena mengejar pekerjaan telah merubah pola pikir mahasiswa
akan tujuan pendidikan. Jadi setelah tamat tujuannya satu yaitu
terbuka atau tidaknya kesempatan menjadi PNS. Sedangkan di NGO
diluaran seperti Q-bar dan lain sebagainya isunya fokus. Memang
moralitas yang membuat mahasiswa bergerak. Sekarang tidak cukup
dengan moralitas karena pada sisi tuntutan juga telah berubah untuk
mahasiswa agar lebih fokus isu dengan kajian yang memadai.143

Merujuk kepada pernyataan McAdam yang menyebutkan bahwa

keterbukaan dan ketertutupan sistem politik adalah faktor kesempatan politik

yang paling dominan dalam mempengaruhi dan menentukan kemunculan

gerakan. Pendapat ini didukung oleh Dyke dengan menyatakan bahwa “suatu

kelompok masyarakat lebih berpotensi melakukan mobilisasi ketika sistem

142
Wawancara dengan Ranny Emilia via email, pada tanggal 21 Juni 2016 pukul 13.30 WIB.
143
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

104
pelembagaan relatif terbuka terhadap mereka. Sebaliknya, semakin tertutup

suatu sistem politik, maka semakin kecil kesempatan yang ada bagi

munculnya aksi kolektif.144 Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sistem

politik pascareformasi sudah jauh lebih terbuka dan menjadi kesempatan

politik bagi lahirnya gerakan mahasiswa akan tetapi aktifitas gerakan

mahasiswa justeru semakin menurun secara kuantitas dan kualitas. Terdapat

dua poin penting yang sangat mempengaruhi perkembangan gerakan

mahasiswa yaitu perubahan sistem politik dan sistem pendidikan

pascareformasi. Pertama, perubahan sistem politik, kondisi politik yang

terbuka pascareformasi 1998 di Indonesia telah membuka keran demokrasi

yang seluas-luasnya bagi masyarakat. Hal ini memberikan kesempatan politik

lahirnya gerakan-gerakan sosial termasuk gerakan mahasiswa. Perubahan

fundamental sistem politik pascareformasi 1998 dari rezim otoriter-

sentralistik kepada demokrasi-desentralisasi menjadi peluang sekaligus

tantangan bagi gerakan mahasiswa. Sistem politik yang terbuka telah

menciptakan kebebasan berekspresi masyarakat dan memberi kesempatan

politik bagi lahirnya gerakan mahasiswa. Tantangannya yaitu dengan sistem

pemerintahan yang terdesentralisasi menjadikan pengambil kebijakan tidak

hanya berada di pusat namun juga berada di daerah-daerah otonom.

Dalam sistem seperti itu menyebabkan fokus isu mahasiswa terbagi

antara isu-isu yang bersifat nasional dan isu-isu yang bersifat sektoral

kedaerahan. Sehingga untuk isu-isu berskala nasional menjadi lebih sulit

menciptakan perasan yang sama antar daerah. Akan tetapi untuk isu-isu yang
144
Muhtadi, op.cit., hlm. 92-94.

105
bersifat sektoral kedaerahan meskipun didukung kesempatan politik yang

terbuka HMI Cabang Padang juga belum menunjukkan visi bersama yang

hendak diwujudkan dalam gerakan mahasiswa kota Padang. Permasalahan

utamanya bukan lagi dikarenakan tidak adanya persoalan bangsa hari ini

namun ketidakmampuan HMI Cabang Padang memanfaatkan momentum

terbukanya kesempatan politik untuk membangun gerakan mahasiswa sebagai

motor gerakan mahasiswa di Kota Padang.

Mahasiswa justeru masih terlihat gagap dan sedang mencari posisi

yang tepat untuk mengambil peran seperti apa dalam perubahan sistem politik

yang lebih demokratis pascareformasi. Hal tersebut dikarenakan fokus isu

pascareformasi lebih bersifat sektoral sehingga gerakan mahasiswa tidak

cukup sebatas penyampaian aspirasi semata. Butuh dukungan kajian-kajian

ilmiah yang konstruktif agar dapat mewujudkan visi bersama mahasiswa.

B. Kemampuan Mobilisasi Sumber Daya HMI dalam Gerakan Mahasiswa di

kota Padang

Penting untuk diperhatikan bahwa ketergantungan pada kesempatan

politik saja tidak akan mampu menciptakan gerakan. Sebagaimana

diungkapkan oleh McAdam dan Snow, “situasi politik yang mendukung

sekalipun hanyalah menciptakan potensi struktural tertentu bagi munculnya

aksi kolektif”. Ketika kapasistas organisasi dan jejaring yang memadai tidak

terpenuhi, maka potensi politik yang kondusif tersebut tidak akan

terejawantahkan dalam bentuk gerakan sosial. Dengan demikian, studi

tentang “alat atau intrumen” (means) atau mekanisme relasional sangat

106
penting bagi para aktivis, dalam rangka menyediakan infrastruktur pendukung

yang mereka butuhkan untuk melakukan aksi kolektif. Sekurang-kurangnya

ada tiga aspek infrastruktur yang sangat penting: jejaring komunikasi dan

pemimpin atau tokoh gerakan, dan basis keanggotaan. Studi tentang alat-alat

dikenal sebagai pendekatan resource mobilisation (mobilisasi sumber daya)

atau mobilising structure (struktur mobilisasi).145

Pertama, basis keanggotaan, McCarthy menjelaskan apa yang

dimaksud dengan struktur mobilisasi yang berkaitan dengan basis

keanggotaan atau sumber daya organisasi adalah sejumlah cara kelompok

gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif termasuk di dalamnya taktik

gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial. Struktur mobilisasi juga

memasukan serangkaian-serangkaian posisi sosial dalam kehidupan sehari-

hari dalam struktur mobilisasi mikro. Tujuannya adalah mencari lokasi-lokasi

di dalam masyarakat untuk dimobilisasi. Dalam konteks ini, unit-unit

keluarga, jaringan pertemanan, asosiasi tenaga sukarela, unit-unit tempat

bekerja dan elemen-elemen negara itu sendiri menjadi lokasi-lokasi sosial

bagi struktur mobilisasi mikro. Dengan mempergunakan definisi kerja di atas,

McCarthy berpendapat, kita sebenarnya dapat menelusuri karakteristik

sejarah gerakan sosial. Berdasarkan definisi McCarthy, kita juga mampu

menentukan dua kategori yang membentuk struktur mobilisasi, yaitu, struktur

formal dan informal.146

145
Muhtadi, op.cit., hlm. 22.
146
Situmorang, op. cit., hlm. 38.

107
Kedua, jejaring komunikasi merupakan wadah yang digunakan oleh

organisasi gerakan untuk menyampaikan gagasan-gagasan kepada masyarakat

luas. Selain memanfaatkan relasi basis keanggoataan yang bersifat formal dan

informal, relasi sosial yang memerantarai hubungan antara anggota ataupun

sesama pelaku gerakan dapat lebih diperkuat dengan memanfaatkan jejaring

komunikasi berupa televisi, radio, pamflet, buku-buku, video, kaset dst. 147

Ketiga, Para Pemimpin atau kepemimpinan, sangat penting dalam

gerakan sosial, mereka menginspirasi komitmen, memobilisasi sumber-sumber,

menciptakan dan memahami kesempatan-kesempatan, menyusun strategi,

membingkai tuntutan-tuntutan, dan mempengaruhi hasil-hasil. Pemimpin

gerakan (leaders movement) didefinisikan sebagai pembuat keputusan strategis

(strategic decision-makers) yang menginspirasi dan mengorganisasi orang lain

untuk berpartisipasi dalam gerakan sosial.148

Melalui pendekatan struktur mobilisasi sumber daya, peneliti hendak

melihat kondisi internal HMI seperti: Dukungan basis kenaggotaan, jejaring

komunikasi, dan kepemimpinan, maupun sumber daya pendukung lainnya di

internal HMI yang berpengaruh besar dalam peran HMI Cabang Padang dalam

melakukan gerakan mahasiswa. Didasarkan atas besarnya aliansi gerakan

mahasiswa di kota Padang dalam menolak kenaikan harga BBM yang

tergabung berbagai organisasi di dalamnya disertai peran strategis aktivis HMI

dalam gerakan tersebut, peneliti kemudian beranggapan bahwa faktor

kepemimpinan tokoh HMI menyebabkan HMI dapat mengkoordinasikan

147
Muhtadi., Ibid.
148
Muhtadi., Ibid.

108
organisasi-organisasi yang berbeda dalam gerakan tersebut. Sedangkan dilihat

dari rendahnya partisipasi mahasiswa dalam gerakan bersama HMI Cabang

Padang atau tidak bersatunya gerakan Mahasiswa dapat disebabkan tidak

terbentuknya secara matang struktur formal dan informal maupun jejaring

komunikasi yang dimiliki HMI dalam mengkonsolidasikan dan mobilisasi

sumber daya potensial menjadi sumber daya aktual.

Berikut ini merupakan beberapa temuan yang peneliti dapatkan selama

dilapangan. Temuan-temuan yang didapatkan peneliti lihat dari proses

mobilisasi sumber daya. Dalam hal ini pengamatan lebih berfokus pada kondisi

internal HMI Cabang yakninya basis keanggotaan, jejaring komunikasi dan

kepemimpinan:

1. Basis Keanggotaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2014

Secara internal kelembagaan HMI sendiri memang sedang

menghadapi permasalahan yang cukup berpengaruh besar bagi kapasistas

HMI dalam gerakan mahasiswa di kota Padang. Beberapa permasalahan

utama diantaranya persoalan kaderisasi yang belum maksimal, masalah

disiplin keanggotaan dalam mengemban tanggung jawab, serta kurang

lancarnya komunikasi antara Cabang dan komisariat-komisariat yang ada di

universitas-universitas yang ada di kota Padang. Tidak optimalnya proses

pengkaderan di HMI Cabang Padang dikarenakan kondisi internal HMI

sendiri yaitu adanya beberapa pengurus hingga akhir masa jabatan yang tidak

menyelesaikan amanahnya sehingga sumber daya yang ada tidak memadai

dalam proses pengkaderan (Lihat Lampiran XVI, LPJ HMI Cabang Padang

109
Tahun 2013-2014, Bidang Pembinaan Anggota, Hlm. 17). Hal ini memang

diakui menjadi permasalahan yang cukup serius oleh pengurus-pengurus HMI

Cabang Padang yang menjabat.

Hal senada juga terjadi pada kepengurusan HMI Cabang Padang

periode 2014-2015. Kondisi komisariat yang juga sedang mengalami

kemerosotan dan kurang aktifnya sudah menjadi rahasia umum di HMI

Cabang Padang. begitu banyak yang masalah yang dihadapi komisariat,

terutama dari segi kuantitas kader. Ini semua disebabkan faktor (Lihat

Lampiran XVII, Laporan Pertanggungjawaban HMI Periode 2014-2015,

bidang Pembinaan Anggota):

1. Sistem kampus yang menekan mahasiswa untuk tidak terlibat di organisasi

ekstra.

2. Kurangnya arahan dan bimbingan dari para senior yang ada di komisariat.

3. Minimnya pengetahuan anggota HMI dan bahkan personalia pengurus

komisariat tentang wawasan ke HMI-an.

4. Kurangnya gerakan dalam proses pengenalan HMI di kampus.

5. Kurangnya pemahaman terhadap logika institusi.

Kondisi internal HMI tersebut memang menjadi persoalan utama

yang harus segera dibenahi. Berikut beberapa kutipan pernyataan dari

aktivis HMI Cabang Padang terkait kondisi internal HMI. Pertama,

permasalahan dalam hal dukungan atau partisipasi kader HMI

sebagaimana pernyataan Rahmad Ramli berikut:

Alasan kenapa gerakan mahasiswa hari ini meredup, baik yang terjadi
di OKP lain maupun internal HMI sendiri, dikarenakan kawan-kawan

110
mahasiswa sibuk dengan persoalan internalnya sendiri, termasuk HMI
salah satunya, karena tidak bisa saya pungkiri, HMI sibuk dengan
permasalahan-permasalahan internal sehingga lupa dengan isu-isu
sosial yang seharusnya itu menjadi tujuan utama oleh kawan-kawan
HMI untuk memperjuangkan Tujuannya. Kalau secara internal kawan-
kawan HMI mendukung gerakan yang dilakukan HMI secara moral,
namun secara prakteknya berbeda. Sewaktu teklap banyak yang hadir
namun ketika di lapangan tidak sebanyak yang kita inginkan padahal
kawan-kawan itu mendukung tindakan yang dilakukan. Cuma
dukungan secara tindakan tidak terlalu banyak karena persoalan-
persoalan politik perlu kehati-hatian.149
Aktivis HMI lainnya menyebutkan bahwa memang kurang terjalinnya

komunikasi yang baik antar kampus yang menjadi basis keanggotaan HMI.

Hal ini disadari dapat menghambat dalam hal proses koordinasi sebagaimana

yang dinyatakan Jumfanny Ichwal:

Kalau masalah internal, dinamika yang terjadi itu budaya mungkin,


dikarenakan kader HMI berasal dari kultur kampus yang berbeda, dan
pengurus cabang harus bisa menyatukan itu, Cuma kendalanya
memang disitu karena masing-masing kawan-kawan itu punya
arogansi masing-masing, punya warna masing-masing, paling
menyatukan itu yang menjadi kendala salah satunya. Sebenarnya itu
juga yang menjadi kekurangan HMI ketika publikasi dan koordinasi
dengan kawan-kawan komisariat di kampus dengan budaya yang
berbeda-beda melakukan koordinasi memang sedikit susah. Karena
kader-kader HMI yang peduli menanggapi isu-isu sosial agak
menurun dan pascareformasi sebenarnya bukan hanya gerakan lagi
yang mengalami penurunan tapi dari individu-individu mahasiwa tapi
sebarnya berefek juga ke gerakan bersama agak kurang matang.150
Persoalan program kerja Bidang Pembinaan Anggota sering

terkendala karena jumlah sumber daya hal ini seharusnya tidak terjadi, baik

itu pelaksana, peserta dan pihak yang akan terlibat di dalamnya. Hal ini

seharusnya tidak terjadi di dalam sebuah organisasi anggotanya ratusan

bahkan sampai ribuan orang dari berbagai organisasi yang ada diperguruan
149
Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.
150
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

111
tinggi (Lihat Lampiran XVII LPJ HMI Cabang Padang Periode 2014-2015,

Bidang Pembinaan Anggota). Febriki Saputra menambahkan bahwa proses

kaderisasi menjadi suatu permasalahan, hal ini berpengaruh kepada kualitas

kader yang dihasilkan, kepada militansi anggota dan berdampak pada

rendahnya partisipasi dalam gerakan yang dilakukan HMI Cabang Padang.

sebagaimana pernyataannya berikut:

Bicaralah HMI Cabang Padang, mungkin anggotanya lebih 5.000


anggota aktif, yang betul-betul kadernya berapa? Bisa dihitung jari.
Bagaimana caranya mereka peduli? hal ini berdampak kepada kualitas
gerakan yang dihasilkan. Dukungan secara riil terhadap gerakan hari
ini sebenarnya lebih sedikit dari apa yang diharapkan.151
Rendahnya partisipasi dan dukungan kader HMI Cabang Padang

terlihat dalam aksi-aksi menolak kenaikan harga BBM pada tahun 2013 dan

2014. Gambaran aksi demo BBM pada tahun 2013 dapat terlihat dari jumlah

peserta demo sebagaimana liputan berita Klik Positif berikut:

Demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak di


Sumatera Barat Senin 17 Juni 2013 ditandai dengan aksi long march.
Aksi ini menimbulkan kemacetan saat 30 pendemo melewati jalan
Khatib Sulaiman. Koordinator aksi, Salim, mengatakan, long march
dimulai dari RRI Padang menuju kantor Gubernur Sumbar di jalan
Sudirman. Pendemo berjalan lurus hingga 3 kilometer menuju DPRD
Sumbar melalui jalan Khatib Sulaiman Demonstrasi ini diikuti oleh
mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Sumbar.
Namun, sebut Salim, jumlahnya tidak sesuai perkiraan awal sebnayk
250 massa. Karena mahasiswa sedang libur, jadi tidak banyak yang
turun. Meski pemberitahuan aksi sudah disebar di jejaring aktivis.
Aksi ini sebagai bentuk penolakan kenaikan BBM dari spanduk yang
dibawa bertuliskan, “BBM Naik Rakyat Tercekik”, “BLSM (Bantuan
Langsung Sengsara Masyarakat)”, “Maraknya Privatisasi Aset
Publik”, “Mencabut Subsidi BBM Bukan Solusi”.152
151
Wawancara dengan Febriki Saputra (Kepala Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI
Cabang Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A,
Padang, pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.
152
Demo BBM di Sumbar Blokir Jalan Khatib Sulaiman http://www.klikpositif.com/news/read
demo-bbm-di-sumbar-blokir-jalan-khatib-sulaiman.html Edisi Senin, 17 Juni 2013 pukul 14:04,

112
Gambar 5.1
HMI dalam Gerakan Mahasiswa Sumbar Tolak Kenaikan Harga BBM Tahun
2013

Sumber: Klik Positif

Pernyataan diatas semakin diperkuat oleh Ikhwan yang menilai masih

rendahnya aksi nyata yang dilakukan aktifis HMI tidak berbanding lurus

dengan jumlah kader yang dimiliki. Hal ini sebagaiman pernyataannya

berikut:

Partisipasi dukungan anggota HMI terhadap gerakan yang dilakukan


HMI sangat mendukung secara moral namun dilapangan memang
tidak sesuai estimasi. Sifatnya antara lembaga di komisariat di
kampus-kampus adalah koordinasi tidak instruksi sehingga memang

diakses pada tanggal 12 Juni 2016.

113
seringkali terdapat perbedaan pandangan dalam menyikapi isu-isu
sosial yang ada.153
Sedangkan dalam aksi demo BBM pada tahun 2014 yang juga

dikoordinatori oleh aktifis HMI, Ikhwan Ramadan Siregar, masih menunjukkan

rendahnya partisipasi kader HMI meskipun secara kuantitas ada peningkatan

dibandingkan dengan aksi tahun 2013. Hal itu sebagaimana terlihat dalam aksi

menolak kenaikan harga BBM yang diliput Covesia.com berikut ini:

Ratusan masa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Sumatera Barat


tolak BBM menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Provinsi
Sumbar pada 13 Nopember 2014. Dalam aksinya, masa menuntut agar
DPRD Provinsi Sumbar dapat bersatu dengan mahasiswa untuk menolak
kenaikan BBM yang dinilai masa dapat menyengsarakan rakyat. Di
samping itu, dalam orasinya masa juga mengingatkan kepada Presiden
Joko Widodo agar tidak gegabah dalam menaikan harga BBM, karena hal
tersebut akan sangat berdampak bagi perekonomian rakyat. “lebih baik
bekerja dulu untuk membenahi sitem pemerintahan dan tingkatkan
kesekahteraan rakyat. Aksi demo mendapat respon dari kalangan wakil
rakyat di DPRD Provinsi Sumbar. Dua wakil rakyat, Darmawi (Wakil
Ketua) dan Supardi (Ketua Komisi III) menyatakan, akan menyampaikan
aspirasi mahasiswa ini kepada Pemerintah Pusat, dengan tujuan agar
Pemerintah Pusat mereview kembali kebijakannnya untuk menaikan harga
BBM, namun, kita akan meminta pemerintah pusat untuk
mempertimbangkan kembali, “tegas Darmawi.154

153
Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.
154
Husni Afriadi, Ratusan Mahasiswa Sumbar Demo Tolak Kenaikan BBM, diakses dari
http://www.covesia.com/berita/776/ratusan-mahasiswa-sumbar-demo-tolak-kenaikan-bbm.html,
Edisi 12 Nopember 2014 pukul 13.42 WIB, dikutip pada tanggal 15 september 2016 pukul 15.55
WIB

114
Gambar 5.2
Aksi HMI dalam Aliansi Mahasiswa Sumbar di depan gedung DPRD
Sumbar tahun 2014

Sumber: Husni Afriadi (Covesia.com)

Beberapa aktivis mahasiswa lainnya yang juga pernah melakukan aksi

bersama HMI Cabang juga menilai bahwa permasalahan kaderisasi, tanggung

jawab, dan kurang lancarnya komunikasi membuat gerakan menjadi tidak

termobilisasi dengan baik. Hal ini disampaikan Yudi yang menyatakan:

Setelah LK I apa yang akan dilakukan kader HMI, dari seratus orang
kader HMI paling hanya sedikit aktif. Proses kaderisasi di masing-

115
masing lembaga. Sebetulnya HMI mampu untuk mengajak mahasiswa
untuk bergerak karena kader-kadernya banyak di dalam kampus.
Silahkan bergerak tetapi jelas batasan organisasi yaitu sebagai alat
perjuangan, alat gerakan bukan absolut dan simbol. Hambatannya
karena rasa tanggung jawab untuk menjalankan organisasi yang masih
kurang sehingga ada tanggung jawab diselesaikan hanya sebagai
pelepas tanya saja. Itu yang cenderung banyak terjadi, tidak bergerak
karena kebutuhan untuk bergerak tapi karena keterpaksaan sehingga
berpengaruh terhadap kualitas gerakan. Permasalahan eksternal itu
yang paling dirasakan di organisasi mahasiswanya. Di kawan-kawan
OKP itu sekarang timbul rasa kecurigaan yang tinggi itu kemudian
yang menyulitkan untuk kita berkumpul, duduk bareng dan membahas
suatu isu. Dia dibeking siapa, membawa kepentingan apa dan itu
seringkali terjadi disetiap pertemuan-pertemuan mahasiswa dan itu
yang menjadi problem besarnya. Karena bagaimanapun pemerintah
pemerintah akan terus represif tapi kemudian bagaimana melawan
represifitas itu sendiri ketika OKP satu dengan yang lainnya tidak
mengalami keterbukaan dan tidak ada satu pandangan.155
Senada dengan apa yang disampaikan Yudi, M Taufik juga menyoroti

tidak berhasilnya proses kaderisasi yang maksimal sehingga kurangnya

pemahaman ideologi. Selain itu juga kurang terbangunnya komunikasi yang

baik antar lembaga mengakibakan tidak terkonsolidasinya gerakan

sebagaimana pernyataannya berikut:

Saya pikir seharusnya segmentasi di lembaga mahasiswa dapat


terelaborasi dengan baik, banyak hal yang bisa diwujudkan karena
diinternal organisasi sendiri apa permasalahan yang sebenarnya.
Permasalahan yang terjadi di internal lembaga mahasiswa hari ini
kurang lebih ada dua. Ya mungkin personal artinya setiap individu-
individu dalam organisasi itu tidak memahami ideologi dan
perjuangan itu dengan baik. Yang kedua masalah yang lain adalah
faktor X, faktor X ini misalnya finansial, apakah itu ide yang sangat
minim sekali, keterbatasan waktu, dan juga kesibukan yang sangat
banyak diantara dinamika kawan-kawan yang aktif di sana. Nah ini
tentu harus ada penyelesaiannya saya pikir dengan permasalahan yang
semakin kompleks dan juga kondisi bangsa yang terus muncul di
banyak segmentasi apalagi kita menghadapi pemerintahan, isu
korupsi, intervensi negara lain. Artinya inikan bukan sesuatu hal yang
main-main. Jadi saya juga menghimbau bagi kawan-kawan bahwa kita

155
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.

116
harus mengelola organisasi dengan serius apalagi kita mengelola
wadah-wadah publik yang siapa saja bisa berhimpun di sini. Kawan-
kawan yang ada di organisasi harusnya sudah menyadari hal ini
dengan baik. Mungkin ya kalau perlu senior-senior turun tangan untuk
membangkitkan kembali jiwa, ruh adik-adik untuk terus berjuang
menyadarkan mereka betapa kemelut negara dan pemerintahan daerah
harus dikawal ya yang penting bagaimana organisasi ini kembali
ketujuan dasar pembentukannya. Kalau HMI, mengapa HMI harus ada
dulunya, kalau BEM kenapa harus ada dulunya kalu tidak ya sama-
sama kita bubarkan saja kalau tidak berada pada jalur dan koridornya
kembali.156

Mantan Ketua Umum HMI Cabang Padang tahun 1993 pun menilai

adanya perubahan orientasi gerakan HMI yang lebih pragmatis ditambah juga

proses kaderisasi yang tidak mampu memunculkan kader-kader yang militan,

lemah dalam hal keilmuan, dan kurangnya baiknya komunikasi baik dalam

penyelesaian konflik sebagaimana pernyataannya berikut:

Pertama, HMI hari ini merupakan HMI Politik bukan HMI dalam
pergerakan politik, yang terjadi adanya sekat kedaerahan dan
universitas. HMI Politik menjadikan HMI ingin mencapai mencapai
tujuan politik sehingga minat kader-kader HMI terhadap hal-hal yang
bersifat keilmuan berkurang. Kedua, ada yang masuk HMI, GMNI
tetapi tidak millitan lebih banyak yang fanatik dan ada juga yang tidak
tahu apa-apa sehingga dengan kognisi yang lemah tidak mungkin
memiliki kepercayaan diri untuk mengajak mahasiswa yang lebih
besar karena ada sekat kedaerahan itu tadi. Mahasiswa di organisasi
kampus hari ini senang berkonflik tetapi tidak ada lanjutan jalan
keluar. Di organisasi ekstra juga terbukti, di HMI juga seperti itu,
mereka pandainya Cuma berkonflik tetapi ketika konflik
menghasilkan sesuatu yang harus dicarikan titik simpul tidak ada
dicari. Ketiga, ada keterputusan hubungan antara generasi di HMI
sehingga terjadi gap generation. KAHMI yang gerakannya elitis
vulgar keluar menjadi elitis melalui media online sehingga tidak
memiliki hubungan emosional yang kuat dan tidak tahu kader-kader di
HMI. Maka saat ini KAHMI mereka mulai berpikir untuk menyiapi

156
Muhammad Taufik (Presiden BEM KM UNAND) di Universitas Andalas, Padang, pada
tanggal 10 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.

117
munculnya HMI di masing-masing perguruan tinggi, malah orang-
orang sekelas Akbar Tanjung dan lainnya mau menjadi instruktur
kembali untuk LK di Basic Training di PT, itu sudah pertanda sudah
sangat jauh lompatannya, gap generation itu saya pikir sudah parah
dari tahun 80an. Tahun 90an itu tingkat kemandirian mahasiswa masih
tinggi tapi ketakutan dari represif kuat.157

Pernyataan-pernyataan di atas semakin diperkuat oleh pendapat Eka


Vidya yang menilai selain permasalahan internal yang dialami organisasi
mahasiswa, hal lain yang menjadi faktor tidak bersatunya gerakan mahasiswa
karena tidak berjalannya komunikasi antar lembaga mahasiswa yang lebih
senang berpolitik di level mahasiswa yang pada akhirnya terfragmentasi.
Mahasiswa lebih senang berkompetisi dibandingkan berkolaborasi.
Mahasiswa juga lebih senang memilih cara yang praktis dibandingkan
berproses di organisasi. Hal ini sebagaimana disampaikan Eka sebagai
berikut:

Bisa jadi mahasiswa sibuk dengan politik dalam lingkup mahasiswa


sehingga lupa dengan pergerakan politik. Kini pun organisasi-
organisasi intra kampus telah terfragmentasi. Ketika yang berkuasa
organisasi dari kelompok A mereka dekat dengan komunitas forum,
begitu juga jika yang berkuasa kelompok lainnya jadi tidak
mengurucut juga dari organisasi ekstra kampus ini. Dan untuk
aktualisasi diri terkadang mahasiswa tidak lagi terlalu butuh organisasi
kampus/ekstra dikarenakan masuk organisasi ada prosedur yang harus
dilalui. Kalau HMI misalnya, ada LK sekian hari. Hari ini dibuat grup
politik Sumatera Barat yang tidak memakai prasyarat ataupun kalau
mahasiswa bergabung di LSM dapat uang juga di situ yang membuat
banyak pilihan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiwa.
Sehingga hari ini mahasiswa perlu memperkuat basis keanggotaannya
organisasinya agar tidak terjebak dalam politik di lingkup mahasiswa
dan juga politik praktis.158

2. Jejaring Komunikasi HMI Cabang Padang

157
Wawancara dengan Hendra Naldi (Dosen Sejarah UNP/Mantan Ketua Badan Koordinasi HMI
Sumbar Periode 1996-1997) Di Kantor WD III FIS UNP, Padang, pada tanggal 25 Juni 2016
pukul 13.00 WIB.
158
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

118
Ditengah pesatnya kemajuan teknologi informasi semakin

memberikan kemudahan dalam mengakses informasi dari media-media cetak

maupun maupun elektronik. Kurangnya pemanfaatan media informasi

membuat HMI Cabang Padang tidak menjadi salah satu sumber informasi

utama dikalangan mahasiswa. Hal ini ditandai dengan tidak adanya lembaga

pers HMI yang seyogyanya dapat menjadi bahan referensi dan evaluasi bagi

mahasiswa lainnya dalam melihat persoalan-persoalan kebangsaan. Selain itu

juga semakin rendahnya kemauan mahasiswa untuk melakukan diskusi-

diskusi yang bersifat keilmuan yang ditandai dengan tidak adanya wadah

pertemuan rutin bagi organisasi mahasiswa di kota Padang yang membahas

isu-isu sosial politik terkini. Maka hal ini menjadikan lemahnya hubungan

antar kelembagaan baik secara formal maupun informal.

Berikut beberapa pernyatan yang disampaikan oleh beberapa pengurus

HMI mengenai jejaring komunikasi di HMI Cabang Padang. berdasarkan

kutipan wawancara bersama Rahmad ramli, ia menyatakan:

Kalau media internal di pusat ada namanya LAPMI, kalau untuk HMI
Cabang padang kebetulan kini sudah vakum namun kalau untuk
tingkat pusat itu ada. Terkadang kegiatan kita di HMI cabang padang
kita berikan ke LAPMI (Lembaga pers Mahasiwa Islam). Media itu
media LAPMI sebagai media Online. Kalau hubungan dengan
lembaga lain sebetulnya tidak ada persoalan, paling masalah
keanggotaan, dan untuk melakukan mobilisasi itu yang agak sulit.
Sebenarnya gerakan-gerakan yang seperti ini bukannya gerakan yang
sifatnya insiden yang terjadi saat itu. Sebelumnya kami juga
melakukan konsolidasi dan kegiatan-kegiatan gabungan seperti
kawan-kawan kelompok cipayung bukan hanya kita berkomunikasi
pada saat tertentu saja contohnya ketika kami melakukan training
cipayung artinya hubungan emosional kita sudah terbangun sehingga
ketika ada isu-isu sosial kawan-kawan itu merespon baik dan kita
tinggal melakukan konsolidasi. Kalau wadah pertemuan rutin
mahasiswa kotaPadang sih tidak ada palingan OKP-OKP atau

119
organisasi mahasiswa itu yang punya inisiatif untuk mengadakan itu.
Seharusnya kawan-kawan OKP punya inisiatif mempelopori dan hari
ini belum ada yang memulai untuk itu kan.159

Pernyataan Rahmad Ramli di atas semakin diperkuat oleh Jumfany

Ichwal yang menyebutkan bahwa memang benar untuk saat ini media

informasi resmi milik HMI memang tidak ada. Padahal Jumfany meyakini hal

ini sangat dibutuhkan sebagai media komunikasi antar lembaga mahasiswa

dan mendorong partisipasi mahasiswa sebagamana kutipan pernyataannya

berikut ini:

Faktor informasi melalui komunikasi dan masalah kepedulian itu


muncul ketika informasi mengenai isu-isu sosial itu sampai ke
mahasiswa sebetulnya. Keinginan untuk berpartisipasi untuk terlibat
dalam gerakan itu ada tapi kekurangannya dari segi komunikasi. Pers
Media kalau sekarang tidak ada, kalau dulu ada di badko sumbar yang
ada, jadi kalau ada gerakan biasanya media-media
mengkomunikasikan dengan media-media luar HMI. Jadi ketika ada
aksi dihubungi kawan-kawan dari BEM dan lembaga-lembaga
mahasiswa.160
Berdasarkan pernyatan Aktifis HMI di atas yang menyatakan

kurangnya pemanfaatan teknologi informasi sebagai media komunikasi

menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya partisipasi mahasiswa dan

tidak mendorong terwujudnya konsolidasi. Febriki Saputra menambahkan

bahwa selain pentingnya pemanfaatan media informasi juga harus ada wadah

bagi mahasiswa untuk bertemu menentukan langkah konkrit sebagaimana

pernyataannya berikut ini:

Sebetulnya kalau kita sering bertemu maka akan solid gerakan


mahasiswa hari ini. Peran dan fungsi kita tadi kalau mahasiwa di kota

159
Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.
160
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

120
padang ini bersatu saya yakin kota Padang ini bisa stabil politiknya.
Kalau cipayung masih jalan seyogyanya pasti ada hiring dengan
pemerintah karena tujuan didirikannya cipayung dulu itu untuk
mendukung atau mengevaluasi kebijakan pemerintah. Hari ini kita
tidak punya wadah sebagai jaringan komunikasi antar lembaga
mahasiswa di kota Padang.161
Peryataan di atas semakin diperkuat oleh Ikhwan Ramadan siregar

yang menyatakan bahwa:

Sebenarnya fungsi media sosial yang ada kita gunakan tapi itu
efektifitasnya hanya 30-40 persen, namun hal itu hanya sebagai alat
untuk mempermudah komunikasi saja. Yang lebih penting adalah
adanya tindak lanjut dengan membentuk wadah. Sering bertemu dan
bersilaturahmi sehingga terbangun hubungan emosional antara
lembaga mahasiswa. Namun hal ini yang belum terbangun
dikarenakan masing-masing lembaga lebih senang hal-hal yang
bersifat formal, tidak fleksibel, dan sibuk dengan internal masing-
masing.162
Pernyataan para aktifis HMI di atas juga diperkuat oleh pernyataan

beberapa aktifis mahasiswa lainnya. Yudi Fernandes menyebutkan bahwa

kurangnya komunikasi antar lembaga mahasiswa berpengaruh kepada

lemahnya wacana dan kapasitas mahasiswa yang pada akhirnya tidak

terkonsolidasinya gerakan yang semakin besar:

Wadah yang pasti sebagai tempat bertemunya mahasiswa itu tidak


ada. Paling kalau ada saling kunjung mengunjungi lebih kepada
pertemuan yang bersifat formal dibandingkan informalnya. Persoalan
yang paling besar itu adalah persoalan komunikasi yang jarang. Kalau
kita berbicara kapasitas kan itu berdasarkan proses yang telah dijalani,
proses itu akan harus ada komunikasi di dalamnya tidak mungkin
untuk berproses sendiri, baca buku sendiri tapi tidak melakukan apa-
apa. Komunikasilah nanti yang akan membentuknya, komunikasi
dengan berdiskusi itulah nanti membuat perubahan walaupun skala
perubahannya kecil untuk merubah pola pikir satu atau dua peserta
161
Wawancara dengan Febriki Saputra (Kepala Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI
Cabang Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A,
Padang, pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.
162
Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.

121
diskusi. Nah ini kalau diciptakan pola-pola berantai maka akan
menciptakan efek domino, justeru ini yang tidak terjadi komunikasi
ini terputus. Atau kalau kita berbicara kelompok hanya pada tataran
kelompok itu saja tidak keluar kelompoknya sehingga terbatas.
Karena saya percaya masih banyak orang-orang yang cerdik yang
punya kapasitas, benar-benar berbicara tentang niat bergerak tetapi
tidak terkonsolidasi karena tidak ada komunikasi. Kemudian kita
masih terjebak pada organisasi sebagai simbol bukan organisasi sebagi
alat gerakan sehingga yang timbul egosentris organisasi yang apabila
tersinggung organisasinya sedikit terjadi keributan. Jadi organisasi
sebagai simbol karena kalau kita berbicara organisasi sebagai alat
gerakan maka yang kita kedepankan adalah gagasan bukan
pembanggaan terhadap lembaga dan segala macamnya termasuk
prestasi.163
Angelique juga menilai semakin rendahnya minat mahasiswa untuk

berkumpul dan tidak adanya wadah untuk melakukan diskusi-diskusi yang

bersifat ilmiah. Hal ini menjadikan gerakan tidak terkonsentrasi dan

mahasiswa cenderung bergerak sendiri-sendiri sebagaimana pernyataannya

berikut:

Mahasiswa ini cenderung bergerak sendiri-sendiri tidak ada kesatuan


lagi seperti pasca 1998 awal itu. Kalau kendalanya kawan-kawan
mahasiswa itu sudah jarang kumpul-kumpul untuk berdiskusi. Diskusi
rutin itu sudah jarang, beberapa kali dilakukan itu mereka bosan.
Seminggu dua minggu jalan tapi minggu ke tiga sudah tidak jalan lagi.
Misal dalam isu pendidikan itu ada yaitu FPP itu kemudian penting
untuk diperbesar karena bicara tentang pemuda mahasiswa kita bicara
tentang persoalan-persoalan pendidikan dan itu kemudian efektif
untuk menjadi besar karena problem pendidikan di setiap kampus itu
ada namun tidak terhubung dan seringkali gerakan itu hanya per
kampus. Tapi apabila forum ini dihidupkan kembali oleh organisasi
mahasiswa di dalam kampus dan OKP bertemu kemudian ini akan
menjadi satu kesatuan yang kuat terutama bagaimana mewujudkan
pendikan itu yang ilmiah, yang kreatif, yang pastinya mengabdi pada
rakyat dengan isu utama tolak komersialisasi pendidikan.164

163
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.
164
Wawancara dengan Angelique Maria Cuaca (Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang
Padang) di Monumen Gempa, Kota Padang, pada tanggal 15 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

122
Pendapat mengenai kondisi mahasiswa di kota padang hari ini

semakin diperkuat oleh Muhammad Taufik yang menyatakan bahwa hari ini

mahasiswa tidak terkonsolidasi dengan baik dan cenderung bergerak sendiri-

sendiri namun tidak memiliki tawaran yang betul-betul nyata dikarenakan

memang belum adanya forum yang dapat mengakomodir ide-ide dari

berbagai lembaga mahasiswa yang ada. Selengkapnya M Taufik menyatakan

bahwa:

Hari ini yang saya lihat terjadi iklim kompetisi diantara segmentasi-
segmentasi lembaga mahasiswa. Mereka ingin menunjukkan mereka
yang paling sering turun ke jalan, mereka yang paling kritis, mereka
yang paling bagus. Nah sekarang kalau kawan-kawan BEM punya
tawaran apa sekarang, kawan-kawan fakultas punya tawaran apa
sekarang, kawan-kawan OKP punya tawaran ide apa sekarang, lalu
juga kawan-kawan di project kreatif diluaran sana punya tawaran apa
sekarang. Saya pikir hari ini belum ada forum yang mengakomodir itu
semuanya. Kalau ada OKP, ataupun juga forum-forum kampus,
ataupun juga forum-forum project kreatif ataupun komunitas yang
mungkin bermurah hati untuk menjadi leader, untuk menjadi inisiator
menghimpun gerakan ini dalam sebuah forum yang rutin untuk
membahas situasi politik ini sangat dimungkinkan sekali untuk
tercipta ruang yang lebih baik. Wadah itu belum ada masih bersifat
sendiri-sendiri. Kalau masing-masing segmen mungkin ada. Kalau
BEM misalnya ada aliansi BEM Kota Padang, aliansi BEM Sumatera
Barat cuma yang saya ketahui tidak terlalu intens sekarang, satu lagi
mereka disibukkan dengan hal-hal personal. Di OKP juga ada
wadahnya, terhimpun di KNPI misalnya tetapi sampai dimana
kerjanya sekarang tolak ukurnya itu bisa kita rasakan juga. Ada tapi
tidak ada saja misalnya. Kemudian kawan-kawan di project kreatif
juga bergerak sendiri-sendiri ya akhirnya itulah yang terjadi. Kita
terlalu disibukkan dengan hal-hal yang bersifat administratif dalam
organisasi ini apakah itu mengejar LPJ-nya, ataukah itu
membanyakkan anggotanya, atau sekedar mengadakan event-event
yang ibaratnya organisasi ini dibawakan kepada EO dan lain-lain. Jadi
saya pikir kawan-kawan yang hari ini terhimpun dalam ruang-ruang
pergerakan mahasiswa. Dalam setiap isu sebetulnya bisa kita bawakan
dalam sebuah pergerakan yang besar kalau kita mau.165

165
Muhammad Taufik (Presiden BEM KM UNAND) di Universitas Andalas, Padang, pada
tanggal 10 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.

123
Tidak pemanfaatan teknologi informasi sebagai media komunikasi

gagasan-gagasan membuat HMI belum dapat menjawab kebutuhan

masyarakat hari ini akan informasi. Ditengah banyaknya saluran informasi

HMI justeru tidak ambil bagian di dalamnya. Kondisi ini menjadikan HMI

kurang memiliki daya tarik sebagai saluran informasi. Hal tersebut

sebgaimana pernyataan Reno Fernandes berikut:

Pascareformasi diiringi dengan pesatnya perkembangan teknologi


informasi yang membuat orang jadi lebih individual ternyata
organisasi tidak mampu menjawab kebutuhan mahasiswa. Apa
kepentingan orang untuk datang ke wisma, katakanlah misalnya untuk
mendapatkan informasi ada internet di sini. Di kampus pun sudah ada
internet mengapa harus ke HMI. Di HMI pun sekarang tidak ada Tv,
dari mana mereka memperoleh informasi-informasi terkini yang akan
mereka perbincangkan sehingga media informasi yang ada belum
dimaksimalkan secara baik sebagai sarana informasi dan komunikasi
sehingga HMI kurang kurang memiliki daya tarik. Dalam hal wadah
hari ini sudah banyak wadah bagi mahasiswa yang justeru jadi tidak
berjalan karena banyak saluran. Dahulu bisa saja orang ramai masuk
HMI karena sumber informasi itu bisa didapatkan di HMI karena
belum banyak media yang menyampaikan informasi, jadi informasi-
informasi tertentu bisa didapatkan di DPP HMI.166
Berdasarkan pendapat para aktifis mahasiswa dan alumni HMI
Cabang Padang di atas yang menyatakan bahwa belum adanya wadah
komunikasi yang secaran intens memerentarai lembaga mahasiswa, lemahnya
pemanfaatan teknologi informasi menjadi gerakan tidak terkonsolidasi. Hal
tersebut semakin diperkuat oleh pernyataan Eka Vidya Putra yang
menyebutkan:
Kalau dahulu pra reformasi ada Forum Mahasiswa Padang (FMP), ada
Forum Mahasiswa Sumatera Barat (FMSB). FMSB yang dulu
mendemonstrasi besar-besaran Sumbangan Dana Sosial Berhadiah
(SDSB) seperti judi togel tetapi negara yang membiayai setiap hari
kamis kalau berhasil menebak angka dapat hadiah satu miliyar dari
negara. Setelah habis isu itu FMSB mati. Di Kota Padang dikalangan
organisasi ekstra itu ada kelompok Cipayung tetapi itu nama saja, di
Sumbar relatif pertemuan itu tidak intens karena kekuatan politik
mahasiswa di Sumbar zaman itu homogen aktivis mahasiswa rata-rata
166
Wawancara dengan Reno Fernandes (Ketua Badan Koordinasi HMI Sumbar Periode 2013-
2015) di Wisma HMI Cabang Padang di Jalan Hang Tuah, pada tanggal 30 Juni 2016 pukul 21.00
WIB.

124
anak HMI, tidak perlu dibuat Cipayung. Ketika kelompok Cipayung
ini ada bertemu anak-anak GMKI, PMKRI, GMNI ya sekedar ada saja
yang ketika datang itu mengumpulkan banyak tanda tangan yang
mengatakan kelompok Cipayung bergerak yang massanya kebanyakan
anak HMI. Beda kalau seperti di Medan, Jakarta GMNI punya massa,
PMKRI punya massa jadi ketika mereka datang itu memang mewakili
lembaganya. Jadi hari ini saya pikir apabila peran Cipayung
mengalami penurunan hari sangat dipengaruhi peran HMI di
dalamnya yang juga tengah mengalami penurunan.167
3. Kepemimpinan HMI dalam Gerakan Mahasiswa di Kota Padang

Dalam gerakan mahasiswa di kota Padang hari ini belum terlihat

tokoh sentral yang menjadi figur pemimpin bagi gerakan mahasiswa. HMI

sendiri mengalami kesulitan melahirkan pemimpin-pemimpin yang mumpuni.

Hal ini dikarenakan proses kaderisasi internal sebagai upaya transfer ilmu dan

pengalaman dari pengurus sebelumnya tidak berjalan maksimal dan tidak

berkesinambungan. Hal ini berpengaruh kepada lemahnya kepemimpinan

gerakan di kota Padang.

Persoalan kaderisasi internal HMI memang menjadi persoalan utama

yang masih menjadi pekerjaan rumah. Kualitas kepemimpinan yang

dihasilkan seharusnya mampu menjawab tantangan zaman hari ini. Hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Rahmad Ramli yang menyatakan:

Kalo di HMI kepemimpinan cukup dihargai oleh kawan-kawan


mahasiswa khususnya ketua HMI Cabang Padang, kalau sudah
menjadi instruksi dari ketua umum maka komisariat-komisariat HMI
di fakultas-fakultas harus ikut melakukan tindakan yang telah
ditetapkan ketua umum. Namun dalam hal kepemimpinan juga sering
mengalamai penurunan artinya memang saya melihat disitu tidak
berhasilnya kaderisasi di internal organisasi. Kalau di HMI terjadi
penurunan karena tidak sukses kawan-kawan sebelumnya untuk
mengkader kawan-kawan yang muncul hari ini. Itu kan terjadi di
beberapa organisasi mahasiswa. Contohnya kalau misalnya saya

167
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

125
sering main-main ke beberapa OKP seperti PMKRI, GMNI dan lain
sebagainya itu, seharusnya itu kita lakukan juga proses kaderisasi, kita
kenalkan juga adik-adik hari ini ke organisasi-organisasi lainnya
sehingga hubungan emosional itu ada bukan karena ada suatu
peristiwa saja kan tidak adapun perisitiwa atau kejadian sosial kita
tetap juga komunikasi. Contoh kini ada pengurus baru, mereka masih
awam misalnya harus datang ke organisasi mahasiswa lain maka harus
pendekatan dari awal yang kan waktu lama sehingga gerakanpun tidak
efektif. Tapi kalau kita sudah saling kenal tinggal telpon aja
langsung.168
Pernyataan Rahmad juga dibenarkan oleh Jumfany Ichwal yang

menyatakan bahwa hari ini belum ada tokoh sentral yang bisa menjadi

pemersatu gerakan mahasiswa. Berikut kutipan pernyataan Jumfany yang

menyatakan bahwa:

Hari ini kan banyak orang yang ingin jadi pemimpin, tapi yang bisa
jadi pemimpin tidak ada karena yang menjadi pemimpin itu satu orang
sehingga menjadi kehilangan arah. Apalagi untuk menyatukan aliansi
besar kita lama, berdebat panjang dulu. Jadi untuk saat ini belum ada
yang menjadi motor gerakan.169

Pernyataan diatas juga didukung oleh Febriki yang menilai tidak ada

sosok pemimpin yang mampu mengayomi dan menjadi penengah antara

kelompok mahasiwa yang pada akhirnya gerakan menjadi lemah:

Yang terjadi dalam gerakan mahasiswa hari ini adanya ego masing-
masing kelompok. Tidak ada organisasi mahasiswa yang mau
memulai untuk mewadahi organisasi mahasiswa lainnya untuk
bertukar pikiran menambah wawasan intelektual. Hal ini pada
akhirnya juga berimbas kepada semakin rendahnya kualitas
gerakan.170

168
Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.
169
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.
170
Wawancara dengan Febriki Saputra (Kepala Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI
Cabang Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A,
Padang, pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

126
Pernyataan tersebut di atas semakin diperkuat oleh Ikhwan yang

menyebutkan bahwa HMI belum mampu memunculkan sosok pemimpin

yang dapat menjadi pemersatu terbelahnya gerakan mahasiswa sebagaimana

pernyataannya berikut:

Dalam hal kepemimpinan HMI cukup aktif dan tempat bertanya bagi
organisasi lain. Hanya saja memang kepemimpinan dalam sisi gerakan
yang dilakukan memang terkendala adanya sikap saling kecurigaan
antara lembaga mahasiswa terkait kepentingan siapa. Hal ini yang
seringkali menjadi salah satu faktor penghambat dikarenakan
perbedaan ideologi mahasiswa.171

Hal yang senada juga disampaikan aktifis mahasiswa lainya. Mereka

menilai ada permasalahan dalam proses kaderisasi internal sehingga kuantitas

kader HMI tidak diimbangi dengan kualitas kader. Yudi fernandes

menyatakan:

Sejauh ini HMI sendiri masih pasif karena belum menjadi leading
gerakan yang betul-betul mampu menciptakan perubahan. Sangat
disayangkan karena harus kita akui HMI adalah sebuah organisasi
besar yang memiliki massa yang sangat banyak itu tapi tidak diiringi
dengan kualitas kader-kadernya. Jadi kecenderungan itu akhirnya
yang bergerak itu hanya segelintir orang di tubuh HMI itu sendiri.
Ketika kader-kadernya yang sedikit itu walaupun bukan leading
gerakan akan tetapi setidaknya mereka mensupport gerakan dan
itupun tidak terjadi jadi kesannya HMI itu hanya sebuah identitas bagi
kadernya bukan sebagai alat gerakan, penyebaran ideologinya, baik
ada kelompok yang islam ataupun pancasila itu hanya sebagai
identitas atau simbol nah itu yang mayoritas terjadi dan justeru yang
menjadikan HMI sebagai alat untuk pergerakan hanya segelintir
orang. Jadi organisasi hanya menciptakan kader secara kuantitas tetapi
tidak menciptakan kualitas yang sebanding dengan kualitas tadi. Nah
kualitas tentu didapatkan melaui kaderisasi di internal suatu organisasi
tapi ada proses yang bermasalah di internal organisasi bukan hanya

Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
171

Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.

127
satu lembaga tapi mayoritas lembaga hari ini persoalan seperti itu
yang terjadi baik dalam kampus maupun luar kampus.172
Angelique juga menilai bahwa hari ini gerakan mahasiswa kota

Padang sedang kehilangan sosok pemimpin yang mampu menjadi motor

penggerak termasuk pemimpin-pemimpin dari masing-masing OKP yang ada

di kota Padang. Angelique menyatakan bahwa:

Kalau saya lihat tokoh gerakan mahasiswa di kota padang yang


memiliki karakter kepemimpinan yang kuat belum ada seperti awal
pasca 1998 yang mampu mendorong bangkitnya gerakan mahasiswa.
Terakhir itu yang saya tahun-tahun 2011-2012 itu masih ada. Tapi
seiring perjalanan hari ini masih belum ada tokoh itu karena masing-
masing OKP masih menunggu bola. Aku rasa itu akan bersatu ketika
ruang-ruang diskusi kembali dihidupkan artinya kita berkumpul bukan
karena dasar kecurigaan kita berkumpul karena ada hal yang tidak
baik-baik saja lalu kita lakukan kajian jadi yang menyamakan kita
adalah kajian selama ini kan tidak.173
Pernyataan diatas semakin diperkuat oleh M Taufik yang menilai

bahwa hari ini kualitas kepemimpinan mahasiswa di kota Padang memang

menurun dan daya kritisnya terhadap suatu isu semakin berkurang sehingga

perannya menjadi kurang dirasakan dampaknya dalam mengawal kebijakan

pemerintah. Hal tersebut sebagaimana pemaparan Taufik berikut:

Hari ini saya mengakui kawan-kawan di BEM maupun di fakultas hari


ini sangat lemah dalam hal kepemimpinan. Sudah jauh sekali
ketinggalan pergerakannya begitupun kawan-kawan di OKP.
Ketinggalan dalam artian minim sekali kita lihat tulisan-tulisan yang
kaya akan solusi kemudian juga gerakan-gerakan dalam intensitas
yang kalau bisa dalam setiap isu itu selalu kita kawal lalu juga segala
dinamika yang terjadi baik itu di daerah maupun juga di pemerintahan
kita selalu kawal. Ini juga yang kadang membuat posisi kita
mahasiswa ini diremehkan oleh pemerintah. Sebab dahulu mahasiswa
ini dapat menempatkan diri dengan baik. Dalam setiap kebijakan
172
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.
173
Wawancara dengan Angelique Maria Cuaca (Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang
Padang) di Monumen Gempa, Kota Padang, pada tanggal 15 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

128
mahasiswa selalu diajak, selalu dimintai pendapatnya. Sekarang
dimana posisi mahasiswa untuk ikut serta dalam setiap kebijakan-
kebijakan yang diambil pemerintah hampir tidak ada karena memang
kalau kita turun ke jalan apakah itu dianggap sebagai omong kosong
saja, atau suara-suara yang tidak perlu di follow up atau bagaimana.
Itukan dikembalikan juga kepada kita sampai dimana kita mampu
membangun personal atau institusi kita sebagai wadah pergerakan
dengan baik.174
Salah seorang alumni HMI Cabang Padang juga menilai telah terjadi

penurunan kualitas kepemimpinan di HMI sebagaimana yang dinyatakan

Hendra Naldi yang menyatakan bahwa:

Kalau di HMI pasca Anas urbaningrum, kesulitan kita mencari orang-


orang di HMI yang menjadi tokoh. Intelekual politisi. Orang diangkat
sebagai ketua hari ini pemerintah tidak segan, saya masih ingat ketika
saya masih menjadi Ketua Cabang saat itu. Ketika kita ketemu dengan
orang balai kota, orang balai kota hormatnya minta ampun. Kita kenal,
kita audiensi terus menerus dengan kampus, kita selalu berbicara
tentang perkembangan kemanusiaan. Apalagi jika Ketua Cabang
hanya di legitimate oleh seperempat itupun komisariat kecil-kecil, apa
jadinya, tentu programnya tidak legitimate. Tapi sekarang sudah tidak
ada lagi. Itu terjadi karena saat ini kampus mengejar target menjadi
kampus yang liberal yang hanya menyiapkan peserta didik untuk
dilempar ke pasar, target untuk memanusiakan manusia tidak ada
lagi.175

Pernyataan dia atas semakin dipertegas oleh alumni HMI lainnya

sebagaimana yang disampakan oleh Reno fernanades yang menyebutkan

bahwa:

Sekarang juga tetap ada aktor untuk mengkritisi atau mensupport


kebijakan pemerintah namun untuk mensupport itu menjadi besar
kenapa tidak bisa karena tidak terkonsentrasi. Hari ini kita mau

174
Muhammad Taufik (Presiden BEM KM UNAND) di Universitas Andalas, Padang, pada
tanggal 10 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.
175
Wawancara dengan Hendra Naldi (Dosen Sejarah UNP/Mantan Ketua Badan Koordinasi HMI
Sumbar Periode 1996-1997) Di Kantor WD III FIS UNP, Padang, pada tanggal 25 Juni 2016
pukul 13.00 WIB.

129
mengumpulkan orang-orang beramai-ramai itu sangat susah karena di
HMI tidak tampak menjadi pusat informasi. Kalau dulu hanya ada
HMI, PMII, IMM sekarang dikampus sudah ada organisasi eksternal.
Sumber informasi juga semakin banyak sehingga kesimpangsiuran
informasi membuat orang tidak peduli, apatis saja. Yang mana orang
akan percayai, bagaimana cara mengkonsolidasikan. Dahulu orang
percaya ke ketum cabang, karena ketum cabang dianggap sebagai
orang yang mendapat informasi A1 langsung dari PB HMI jadi
memang didengar kata ketum cabang. Ketika Anas Urbaningrum jadi
ketum PB HMI datang ke Padang itu ramai orang hadir. Kenapa,
karena dia dianggap sebagai sumber informasi. Kini ketua umum PB
HMI datang ke Padang, di jemput aja sama kawan tidak. Artinya
konsolidasi gerakan mahasiswa perlu dengan format lain. Jadi faktor
sumber informasi yang sudah sangat banyak berkembang, tidak
terkontrol dengan baik dan tidak ada tokoh sentral yang dipercaya
sehingga gerakan terpecah.176
Pernyataan diatas semakin diperkuat oleh Eka Vidya Putra yang

menilai hari ini gerakan mahasiswa terfragmentasi tanpa ada organisasi yang

menjadi motor penggerak. Dia menilai HMI pun juga telah mengalami

penurunan dalam hal kapasitas kepemimpinan hari ini sebagaimana

pernyataannya berikut:

Hari ini mahasiswa kehilangan leading gerakan dalam menyatukan


organisasi mahasiswa yang justeru menjadi terfragmentasi. Begitu
pula dengan kepemimpinan HMI hari ini di kota Padang. Pada tahun
1998 pada waktu itu rata-rata ketua senat adalah anak HMI seperti
Bung Hatta, Unand, IAIN, UNES minus IKIP. Kebersamaan
mahasiswa dapat terwujud karena ikatan emosional antara mahasiswa
sudah terjalin dengan baik melalui kader-kader HMI di masing-
masing kampus sebagai perantaranya. Satu-satunya organisasi yang
pada waktu itu bisa berbicara bebas diluaran, tidak takut dibredel,
tidak takut dilarang, mengundang siapa saja untuk datang itu adalah
organisasi ekstra kampus di sinilah pertemuan-pertemuan ini terjadi.
Hal ini tentu bebbeda dengan organisasi intra kampus tidak bisa yang
setiap ada acara pasti lapor ke pembina.177

176
Wawancara dengan Reno Fernandes (Ketua Badan Koordinasi HMI Sumbar Periode 2013-
2015) di Wisma HMI Cabang Padang di Jalan Hang Tuah, pada tanggal 30 Juni 2016 pukul 21.00
WIB.
177
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

130
Melalui teori struktur mobilisasi sumber daya, peneliti memperoleh

beberapa kesimpulan berdasarkan kondisi internal HMI seperti: pertama,

dukungan basis keanggotaan yang masih rendah sebatas kepada dukungan

moral namun dalam tindakan nyata di lapangan hanya sedikit yang terlibat.

Hal tersebut dikarenakan beberapa permasalahan internal seperti persoalan

kaderisasi yang belum maksimal, masalah disiplin keanggotaan dalam

mengemban tanggung jawab, serta kurang lancarnya komunikasi antara

Cabang dan komisariat-komisariat.

Kedua, jejaring komunikasi yang tidak dimaksimalkan fungsinya

seperti pemanfaatan media informasi sebagai media memberikan indormasi.

HMI juga tidak memiliki semacam media utama untuk memberikan kajian-

kajiannya terhadap suatu persoalan sehingga tidak terlihat HMI sebagai salah

satu daya tarik sumber informasi mahasiswa sebagai upaya mengimbangi

pemberitaan media nasional yang cenderung bermuatan politis.

Ketiga, dalam kepemimpinan sebetulnya HMI Cabang Padang

dianggap mempunyai kemampuan untuk menjadi motor gerakan mahasiswa

di kota Padang dikarenakan nama besar yang telah melekat pada HMI.

Namun belum terlihat arah gerakan HMI sebagai garda terdepan gerakan

mahasiswa maupun sumber daya pendukung lainnya di internal HMI yang

berpengaruh besar dalam peran HMI Cabang Padang dalam melakukan

gerakan mahasiswa. Sedangkan dilihat dari rendahnya partisipasi mahasiswa

dalam gerakan bersama HMI Cabang Padang atau tidak bersatunya gerakan

Mahasiswa dapat disebabkan tidak mampunya dalam mengkonsolidasikan

131
dan mobilisasi sumber daya potensial menjadi sumber daya aktual baik secara

internal maupun eksternal organisasi.

C. Peran HMI Cabang Padang dalam Membingkai Isu Bersama Gerakan

Mahasiswa Di Kota Padang

Dalam pendekatan gerakan sosial, adanya penelitian menyeluruh

terhadap mekanisme kognitif dan norma-norma yang sesuai dengan gagasan

dan cita-cita bersama, atau apa yang disebut sarjana gerakan sosial sebagai

“pembingkaian aksi kolektif” (collective action frames). Pembingkaian

adalah skema penafsiran yang “memungkinkan para pendukung gerakan

sosial agar bisa memposisikan, menerima, dan menandai peristiwa-peristiwa.

Dengan kata lain, proses pembingkaian menunjukkan “apa yang mesti dilihat,

apa yang dianggap penting sehingga (para aktivis) kemudian mampu

menjelaskan apa yang sedang terjadi. Dengan demikian gagasan dan

kontruksi keyakinan yang melandasi adanya gerakan sosial dinilai tak kalah

penting dengan faktor mobilisasi sumber daya organisasi dan terbukanya

proses kesempatan politik. Singkat kata, pembingkaian adalah untuk

menjelaskan “skema interpretasi” (schemata of interpretation) yang

memungkinkan seseorang untuk mencari dasar legitimasi dan memotivasi

untuk terlibat dalam aksi-aksi kolektif. Ada hubungan sejajar antara peserta

gerakan dan organisasi gerakan. Disatu sisi, gerakan sosial dianggap sebagai

kendaraan untuk menyampaikan dan mengekspresikan sistem kepercayaan

dan gagasan. Di sisi lain, “mereka juga terlibat dalam proses produksi makna

bagi peserta, target sasaran, dan pengamat gerakan. Dengan demikian,

132
gerakan adalah agen-agen penanda yang secara aktif membentuk dan

membangun makna-makna yang sudah ada.178

Berikut beberapa temuan dan analisis data berdasarkan hasil

penelitian dilapangan tentang sejauh mana tahap-tahap proses framing isu

yang dilakukan HMI Cabang Padang sebagai prasyarat lahirnya sebuah

gerakan sosial di kota Padang.

1. Kemampuan HMI Cabang dalam Padang Mengdiagnosa Permasalahan

Sosial-Politik

Berdasarkan keterangan dari aktifis HMI Cabang Padang dan juga

beberapa aktifis mahasiswa lainnya, permasalahan bangsa hari ini semakin

meningkat dan kompleks maka sudah sepatutnya mahasiswa berperan

melakukan pengawalan terhadap setiap kebijakan pemerintah yang

berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak. Namun daya kritis

mahasiswa dalam melakukan pengawalan terhadap setiap kebijakan

pemerintah semakin berkurang. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan

mahasiswa melakukan diagnosa permasalahan, minimnya kajian dan analisis

yang mendalam terhadap isu-isu yang ada di masyarakat hari ini. Sehingga

mahasiswa tidak mampu untuk memfilter kemudian menyerang balik isu-isu

yang terkadang bersifat politis dan membingungkan masyarakat.

Faktor utamanya dikarenakan kurangnya minat terhadap kajian

keilmuan sebagaimana terlihat dalam realisasi program diskusi di HMI

Cabang Padang hanya terealisasi satu kali dikepengurusan periode 2013-2014

178
Muhtadi, op.cit,. hlm. 22-24.

133
(Lihat Lampiran XI Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah) dan dua kali di

periode 2014-2015 (Lihat Lampiran XVII Bidang Pembinaan Anggota).

Berikut pernyataan dari aktifis HMI Cabang Padang mengenai

minimnya kajian terhadap isu-isu sosial politik hari ini menyebabkan

mahasiswa tidak tahu dan berani melakukan tindakan konkrit yang harus

diambil. Hal itu sebagaimana disampakan oleh Rahmad Ramli yang

menyatakan:

HMI dalam mengambil suatu kebijakan perlu menjaga


independensinya karena HMI bukan organisasi politik. Kawan-kawan
itu tidak terlihat aksi bukan berarti apatis namun karena kekhawatiran
itulah kawan-kawan tidak terlibat aksi. Sebetulnya ada dua persoalan,
ketidaktahuan dan ketakutan sehingga mahasiswa tidak terlibat
banyak dalam hal itu. Ketidaktahuan itu dikarenakan kebanyakan
mahasiswa hari bersikap apatis, tidak mau tahu menahu dengan
persoalan di sekelilingnya, dan tidak ada inisiatif untuk mencari tahu,
sehingga isu-isu sosial yang ada mereka tidak merespon. Adapun yang
tahu dengan persoalan-persoalan itu dan mereka tidak berani karena
takut. Takut dalam artian karena yang kita lawan adalah pemerintah
takut terjadi apa-apa sehingga reduplah gerakan-gerakan di kota
Padang. Dalam hal ini tentu perlu dibuat kajian keilmuan yang
mendalam dalam mendiagnosa sebuah permasalahan. Kalau kita
berbicara tujuan, HMI memiliki misi keumatan dan kebangsaan selagi
itu untuk kebaikan bangsa dan kebaikan umat kawan-kawan HMI
selalu ikut memperjuangkan itu. Kebangsaan itu bagaimana menjaga
keutuhan NKRI, keumatan itu bagaimana mensyiarkan agama Islam,
itu saja, tidak ada yang menjadi prioritas.179

Hal senada juga disampaikan oleh Jumfany tentang bagaimana


pentingnya suatu kajian ilmiah terhadap suatu permasalahan sebagaimana
pernyataannya berikut:

Kalau kita berbicara tentang persoalan hari ini sebetulnya sangat


banyak. maka memang butuh upaya ekstra untuk mengawal isu-isu
yang ada. Salah satu isu yang paling penting hari ini adalah

Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
179

Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.

134
pendidikan. Kenapa isu ini menjadi terhambat untuk dikomunikasikan
dikarenakan lemahnya dari sisi kajian ilmiah terhadap permasalahan
sehingga untuk mengumpulkaan lembaga mahasiswa lainnya
mengalami kesulitan, belum permasalahan diinternal kampus
mahasiswa yang menjadi penghambat.180

Pernyataan Jumfany di atas semakin dipertegas oleh Febriki yang

menyatakan mahasiwa harus memiliki landasan berpikir yang kuat melalui

kajian-kajian yang dapat memfilter isu-isu yang berkembang dimasyarakakat

sebagai dasar bergerak yang kuat. Hal ini sebagaimana pernyataannya

berikut:

Kalau permasalahan hari ini sangat kompleks dan beragam tinggal


bagaimana mengambil peran di dalam sistem politik hari ini.
Tantangan sekaligus gerakan nyata hari ini sebetulnya bagaimana kita
melakukan filter opini publik di masyarakat bawah, tidak relevan
rasanya karena aksi itu bukan hanya demo. Minimal dalam seminggu
dua kali melakukan kajian opini publik mulai dari sumbernya media
massa televisi, surat kabar. Hari ini di mana mahasiswa yang
mengerjakan itu? Siapa yang pergi ke DPRD untuk hiring? Harusnya
mahasiswa datang ke DPRD untuk hiring agar dapat menilai mana
kebijakan pemerintah yang berpihak kepada rakyat dan mana yang
tidak.181
Melengkapi pernyataan diatas, Ikhwan juga menilai bahwa kajian

terhadap isu yang ada sangat lemah alhasil berdampak kepada gerakan yang

dilakukan tidak matang dan hasilnya tidak maksimal sebagiamana

pernyataannya berikut:

Isu hari ini banyak yang harus mendapat pengawalan serius terhadap
pemerintah. Namun isu yang disuarakan menjadi lemah dalam hal
analisis sehingga kajian menjadi terasa kering. Dalam melakukan
konsolidasi terhadap suatu permasalah seringkali bersifat spontanitas
dalam menanggapi suatu permalasahan. Hal ini membentuk gerakan
mahasiswa sebagai kekuatan moral yang menunjukkan keberpihakan
180
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.
181
Wawancara dengan Febriki Saputra (Kepala Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI
Cabang Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A,
Padang, pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

135
kepada masyarakat bawah namun lemah dalam kajian dan kurang
konstruktif.182

Kendala yang dihadapi oleh HMI Cabang Padang dalam merumuskan

isu bersama dikarenakan lemahnya kajian dan analisis isu juga diamati oleh

Yudi yang juga aktif dalam gerakan mahasiswa kota Padang sebagaimana

pernyataannya berikut:

Sebenarnya hari ini bukan persoalan isu atau permasalahan yang tidak
ada. Kalau isu banyak seperti isu lingkungan, persoalan pasar raya,
bagaimana perda pasar tradisional, bagaimana strategi pasar raya
menghadapi pedagang tradisional dalam menghadapi MEA. Jika kita
bandingkan dengan isu BBM ini yang sebetulnya sangat politis dan
kebijakannya skala nasional jadi respon terhadap isu itu juga secara
nasional. Harus kita akui karena isunya politis ada peran-peran
kelompok tertentu. Apakah kelompok tertentu digerakkan atau tidak
tetapi persoalannya memang isu itu bisa memberikan eksistensi bagi
gerakan mahasiswa itu yang membuat partisipasi banyak. Karena bisa
kita kaji apakah rakyat hari itu tercekik dengan harga BBM atau tidak
tapikan karena kebijakannya secara nasional, sorotannya skala
nasional dari media dan itu kembali akan memperlihatkan mahasiswa
yang ibaratnya sebagai penyambung lidah rakyat dan sebagainya
hanya seperti itu saja saya lihat. Karena belajar dari beberapa aksi
BBM minim diskusi dan minim dasar bergerak, lalu aksi, chaos, dan
disorot media tapi tidak menciptakan perubahan, kritik atau masukan
yang benar-benar membangun. Gerakan penolakan kenaikan harga
BBM tidak konsisten tidak sampai membatalkan kenaikan, itu artinya
tidak ada keseriusan dalam bergerak. Itu bukan hanya satu organisasi
tapi lintas organisasi.183

Pernyataan Yudi juga didukung Angelique yang juga sering terlibat


aksi bersama HMI Cabang Padang yang menyatakan:

Problemnya yang pertama masih kurangnya ruang-ruang diskusi antara


kawan-kawan OKP dan kurangnya untuk melakukan kajian bersama.
Upaya diawal ada namun dipertengahan jalan itu hilang. Hal ini tentu
berbeda dengan isu BBM itu lebih gampang menggalang aliansi
dibanding isu lainnya karena BBM ini isu yang populis dan ketika naik

182
Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.
183
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.

136
dampaknya banyak yang terasa dan ini juga bukan isu baru dan isu
yang terus dibawa ketika BBM naik pasti rame terus. Problemnya itu
seringkali dalam gerakan mahasiswa menolak kenaikan harga BBM
mahasiswa juga minim analisa sehingga seringkali mahasiswa bergerak
tanpa analisa yang mendalam. Akhirnya ya apakah BBM itu naik atau
tidak naik hanya selesai sampai di situ. Yang kemudian kita jengah
dengan isu lokal karena kawan-kawan di OKP itu minim kajian.184

Pendapat di atas semakin diperkuat oleh Taufik yang sebetulnya

sangat mengharapkan mahasiswa dapat menjawab permasalahan-

permasalahan yang ada hari ini. Harus ada yang memulai sebagai motor

gerakan yang tentunya dengan analisis kritis dan tajam terhadap

permasalahan sebagaimana pernyataannya berikut:

Kalau isu saya pikir sebenarnya banyak yang harus dikawal mungkin
kita saja yang seakan-akan bingung memikirkan isu apa seakan-akan
negara ini tidak punya masalah. Hari ini saya lihat dari apa yang saya
alami setidak-tidaknya ada sebuah isu yang dalam beberapa
demonstrasi terakhir kawan-kawan berhimpun dalam masa yang cukup
banyak di dalamnya. Terakhir saya mengalami itu isu kenaikan BBM
dan sebelumnya saya juga mencermati isu kenaikan harga BBM ini
cukup bisa dibawakan dalam forum yang banyak sehingga ketika itu
kita turun ke jalan hampir dari beberapa pemerintahan terakhir kawan-
kawan turun bergabung. Tapi sebenarnya tidak sampai disitu semua itu
sekarang dalam segmentasi apakah itu politik, ekonomi, pemerintahan,
pemerintahan daerah sebenarnya bisa saja kita jadikan pemersatu dalam
gerakan-gerakan. Cuma hari ini kita tidak memanfaatkan momen-
momentum itu masalahnya. Hari ini kita lihat apakah pemerintahan kia
benar-benar berjalan secara baik, ekonomi kita apakah sudah berjalan
dengan baik. Hari ini kita juga telah menghadapi masyarakat ekonomi
ASEAN sementara negara kita dalam tanda kutip masih negara terjajah,
kita bukan negara yang merdeka seutuhnya. Kita belum berdiri di atas
kaki kita sendiri, pengelolaan tambang kita masih dikuasai oleh asing,
bahkan pemerintah kita mengambil kebijakan-kebijakan dengan
pertimbangan kondisi politik internasional. Harusnya ini menjadi
kondisi titik sadar kita, kalau kita ingin berhimpun sebenarnya kita bisa
lebih baik dari ini untuk membawakan pergerakan-pergerakan kita
cuma saya lihat karena tidak satu perasaan saja. Kalau perasaan disetiap
orang-orang yang berhimpun ini sama lalu kemudian
mengebelakangkan ego-ego tanpa harus menonjolkan satu sama lainnya
184
Wawancara dengan Angelique Maria Cuaca (Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang
Padang) di Monumen Gempa, Kota Padang, pada tanggal 15 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

137
ya bisa kembali kita ulangi tragedi 1998. Kalau kita fokus pada satu isu
lalu menafikkan isu-isu yang lain ini kan berbahaya juga. Kecuali kalau
organisasi yang bersangkutan memang organisasi yang fokus. Misalnya
sebuah komunitas yang aktif pada gerakan anti korupsi, gerakan lawan
mafia hukum, komunitas pecinta lingkungan. Cuma kalau misalnya
seperti HMI, KAMMI dan lain-lain lalu juga kawan-kawan di BEM
tentu semua hal harus dikejar karena kalau tidak ya tidak akan ada yang
membicarakan persoalan ini.185

Tidak jauh berbeda dengan pernyataan aktifis HMI dan beberapa aktifis

mahasiswa lainnya terkait lemahnya kajian mahasiswa terhadap permasalahan

yang ada hari ini, Reno menuturkan:

Dahulu saluran informasi terbatas, sumber informasi terbatas sehingga


lebih mudah mengkonsolidasikan sebuah isu. Dahulu sistem
pemerintahan terpusat. Masyarakat memiliki perasaan senasib
sepenanggungan. Pascareformasi perasaan antar daerah berbeda
dikarenakan sistem pemerintahan desentralisasi. Ketika di daerah A
memiliki pemimpin yang otoriter di daerah lain ternyata humanis.
Sehingga sulit untuk menyamakan pandangan terhadap suatu
permalahan apabila isunya bersifat sektoral. Hari ini karena semakin
banyaknya saluran informasi tadi sehingga orang mengambil informasi
sesuai dengan kebutuhannya saja. Namun HMI tidak memanfaatkan
ruang-ruang informasi tadi untuk memberikan penyadaran-penyadaran
kepada masyarakat yang justeru ikut terjebak dalam kesimpang-siuran
informasi. Kalau kini informasi itu sudah banyak, Tvone berbicara
seperti ini, media ini berbicara seperti ini, media ini berbicara berbeda
sehingga ada kebingungan tidak tahu yang mana sumber informasi yang
benar. Ditambah juga dengan struktur lapisan masyarakat katakanlah
lembaga Swadaya Masyarakat yang dulu mendapat informasi,
katakanlah HMI yang mendapat sumber informasi kini mahasiswa yang
non organisasi bisa lebih cepat mendapatkan informasi karena didukung
teknologi informasi daripada orang yang aktif di organisasi.186

Pendapat para aktivis mahasiswa di atas semakin diperkuat oleh

pemerhati gerakan mahasiswa, Ranny Emilia. Ia menilai bahwa gerakan sosial

turun kejalan tidak akan efektif tanpa didukung kajian dan ide-ide yang
185
Muhammad Taufik (Presiden BEM KM UNAND) di Universitas Andalas, Padang, pada
tanggal 10 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.
186
Wawancara dengan Reno Fernandes (Ketua Badan Koordinasi HMI Sumbar Periode 2013-
2015) di Wisma HMI Cabang Padang di Jalan Hang Tuah, pada tanggal 30 Juni 2016 pukul 21.00
WIB.

138
konstruktif. Dukungan ide-ide diharapkan dapat membuat masyarakat mengerti

apa yang menjadi substansi permasalahan sebgaimana penuturan Ranny Emilia

berikut:

Masih tersisa anggapan pada rata-rata mahasiswa bahwa mereka hanya


sah bergerak jika melibatkan isu-isu moral. Akan tetapi karena
acuannya lebih kepada kepentingan praktikal maka tuntutan dan analisa
yang dibuat menjadi kering, tidak bisa menggugah perasaan orang-
orang dalam jumlah yang banyak. Mahasiswa harus memiliki
kekuatan-kekuatan yang mampu menyerang balik ide-ide dan tindakan
kekuasaan yang menimbulkan kerusakan pada orang-orang dalam
jumlah yang sangat banyak, sambil menunjukan bahaya-bahayanya
ketika itu dipakai sebagai landasan untuk mengelola negara dan oleh
masyarakat. Untuk menjalankan tugas ini aksi jalanan tidak cukup,
bahkan mungkin menjadi kurang penting, kecuali jika telah tumbuh
kesadaran yang luas untuk melawan.187

Pendapat di atas juga didukung oleh pernyataan Eka Vidya yang

menilai mahasiswa seringkali melakukan aksi yang bersifat moral force yang

menunjukan keberpihakan pada rakyat namun minim kajian. Sementara pada

isu-isu yang lebih sektoral hari ini butuh kajian dan analisa mendalam. Di satu

sisi mahasiswa ingin untuk bergerak di sisi lain lemahnya kajian menjadi

hambatan bagi mahasiswa untuk bergerak sementara permasalahan di luar

semakin banyak. Hal ini sebagaimana pernyataan Eka berikut:

Pasca 1998 dikarenakan perubahan fundamental sistem politik yang


otoriter sentralistis ke demokrasi desentralisasi. Gerakan mahasiswa
menjadi bersifat sektoral antar daerah. Saya pikir gerakan mahasiswa
belum menemukan bentuk yang pas. Contohnya isu-isu di kampus kini
yang bersifat lebih sektoral seperti isu pendidikan, isu korupsi, isu tanah
yang bersifat sektoral. Kalau dahulu tidak yang sektoral yang dihantam
itu pemerintah semuanya. Mungkin hari ini seperti itu formatnya tetapi
ketika berbicara sektoral tuntutan di luar tidak itu saja. Naik BBM
mahasiswa turun ke jalan, Pasar Raya kacau mahasiswa ikut
187
Wawancara dengan Ranny Emilia via email, pada tanggal 21 Juni 2016 pukul 13.30 WIB.

139
mengkritisi. Mungkin yang spontanitasnya itu seperti aksi moralitas itu.
Tetapi karena isunya sektoral jadi tidak tampak besar diluaran. Tetapi
sebetulnya ada juga isu-isu yang lebih substantif seperti isu pendidikan.
Tapi di isu pendidikan sudah serius atau tidak karena di situ butuh
keseriusan, ketekunan, butuh pengetahuan, butuh banyak hal di situ.
Dalam isu pendidikan misalnya. Itu merupakan bentuk respon
mahasiswa menghadapi kondisi hari ini. Nah persoalannya adalah jika
sudah direspon mengapa belum efektif. Kalau saya lihat kenapa belum
efektif tentu membicarakan isu itu yang lebih tematik, yang lebih fokus
seperti itu tidak bisa sesaat. Ada pertemuan yang bergulir, ada
pematangan situasi terhadap isu-isu. Kalau kita mengamati dalam demo
BBM partisipasi mahasiswa tinggi. Itu tidak perlu penjelasan, isu
mahasiswa ketika kenaikan harga BBM kan satu saja, turunkan BBM,
menambah penderitaan rakyat, rakyat sudah terhimpit. Coba tanya
ketika terhimpit berapa data yang dimiliki mahasiswa. Isu BBM itukan
isu umum yang munculnya juga sesekali. Mahasiswa itu sebagai moral
force di situ posisinya. Nah hari ini dengan sistem yang terbuka dengan
moral force dengan ide-ide mengambang seperti itu. Maka ketika
menjadi moral force saja mahasiswa akan tampil pada isu-isu yang
bersifat moral force. BBM naik dan mahasiswa menuntut untuk turun
karena itu tidak perlu kajian itu hanya perlu keberpihakan.188

Berdasarkan hasil wawancara di atas menggambarkan bahwa

sesungguhnya permasalahan utama gerakan mahasiswa bukanlah ada atau tidak

adanya isu akan tetapi minimnya kajian secara mendalam terhadap isu. Kajian

yang dilakukan seringkali bersifat normatif sehingga terkadang tidak

menyentuh persoalan. Tidak adanya upaya mobilisasi ide-ide yang konstruktif

menyebabkan tidak bertemunya kesamaan visi gerakan antar mahasiswa. Hal

ini menyebabkan HMI tidak memiliki bargainning power untuk mengajak

organisasi mahasiswa lainnya dan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Organisasi-organisasi mahasiswa lebih cenderung bersifat pasif atau saling

menunggu.

188
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

140
Apabila kita berkaca pada persoalan bangsa hari ini tentu begitu banyak

persoalan-persoalan yang menyentuh segala lini kehidupan masyarakat.

diantara beberapa persoalan bangsa indonesia saat ini sebagai berikut:

Pertama, Sistem ekonomi Indonesia sejak kemerdekaan, yang sudah 60

tahun lebih umurnya, praktis sama saja dengan kita selama sekian abad berada

di bawah penjajahan asing. Sistem ekonomi yang berkembang sampai saat ini

masih bersifat liberal-kapitalistik-pasar bebas, sekaligus dualistik. Padahal,

UUD 1945 menyatakan, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasar atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang produksi

yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak

dikuasai oleh negara” (Pasal 33 Ayat 2); ”Bumi dan air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3); dan ”Perekonomian

nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan

ekonomi nasional” (Pasal 33 Ayat 4). Selain karena terlalu lama dijajah, juga

karena sistem sosial-budaya yang dimiliki oleh bangsa ini yang dominan

adalah feodalistik, hierarkis-vertikal, sentripetal, etatik, nepotik, dan bahkan

despotik. Alhasil, itulah yang berlanjut sampai hari ini, yaitu sistem ekonomi

yang dualistik. Terbentuklah jurang menganga antara 95 persen penduduk yang

merupakan rakyat asli, pribumi—yang sejak semula hidup dalam kemiskinan,

kebodohan, dan terbelakang—dan penyertaan sekitar 5 persen dari ekonomi

141
nasional yang ”bergedumpuk” di sektor nonformal. Sementara 5 persen lainnya

—umumnya nonpribumi—menguasai 95 persen kekayaan ekonomi negeri ini:

dari hulu sampai ke muara, di darat, laut, dan bahkan udara di negara

kepulauan terbesar di dunia ini.189

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk

Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan hingga September

2015 mencapai 28,51 juta atau 11,13% dari total penduduk Indonesia. Namun,

jika dibanding periode September 2014 angka terus meningkat. Periode

September 2014 jumlah penduduk miskin masih sekitar 27,73 juta jiwa atau

10,96% dari penduduk Indonesia. Dibanding September 2015, jumlah

penduduk miskin meningkat sekitar 780 ribu jiwa. Cukup tingginya lonjakan

angka kemiskinan dibanding September 2014 lantaran harga komoditas beras

yang naik. Selain itu, pada periode tersebut gejolak perekonomian global

belum terjadi. Harus ada strategi khusus untuk mengurangi angka kemiskinan

tersebut. Karakteristik penduduk miskin yang sekarang itu di antaranya

sebagian besar di sektor pertanian sebagai buruh sekitar 54%".190

Kemudian Mochtar Naim menyoroti kebebasan pers yang kita nikmati

sekarang, semua borok ini jadi terbuka. Tahulah kita betapa sakit negara ini

sehingga dunia menjulukinya sebagai salah satu dari negara terkorup di dunia.

189
Mochtar Naim, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945, Kompas Edisi Kamis 22 Desember 2011
pukul 02.06 WIB, http://nasional.kompas.com/read/2011/12/3/Kembali.ke.Pasal.33.UUD.1945,
diakses pada tanggal 18 Oktober 2016 pukul 19.30 WIB.
190
Lily Rusna Fajriah, Angka Kemiskinan Meningkat Tembus 28,51 Juta Orang, Sindo Edisi
Senin,  4 Januari 2016  13:55 WIB, diakses dari http://ekbis.sindonews.com/read/1074259/angka-
kemiskinan-meningkat-tembus-28-51-juta-orang-1451890507 pada tanggal 26 Juni 2016.

142
Kita sesungguhnya sedang berada di tepi jurang kehancuran sebagai negara akibat

salah urus dan akibat dari sistem sosial dan budaya politik yang kita anut selama

ini, yang berbeda antara yang diucapkan dan yang dilakukan. Pilihannya tinggal

satu: kembali ke pangkal jalan dengan mempraktikkan UUD 1945, khususnya

Pasal 33 dan 34, secara jujur dan konsekuen.”191

Berdasarkan data yang peneliti peeroleh menunjukkan bahwa tingkat

korupsi masih sangat tinggi di Indonesia. Hal itu sebagaimana terlihat pada berita

yang disampaikan Media Indonesia berikut: Jelang dua tahun kepemimpinan

Presiden Joko Widodo, persepsi masyarakat terhadap fenomena korupsi justru

meningkat. Dalam hasil survei yang dilakukan Centre for Strategic dan

International Studies (CSIS) Indonesia, sebanyak 66,4% masyarakat menganggap

tingkat korupsi di Indonesia justru meningkat jika dibandingkan dengan dua tahun

sebelumnya. Penegakan hukum yang tidak memberi efek jera merupakan salah

satu faktor dominan yang dianggap menjadi penyebab meningkatnya tingkat

korupsi yakni sebesar 50,7%. Faktor kedua meningkatnya tingkat korupsi

disebabkan masih tingginya budaya suap di masyarakat sebesar 16.2%. Faktor

selanjutnya yakni tingginya budaya hidup (10%), kurangnya pengawasan dan

pendeteksian (9%), masyarakat yang apatis dan kurang paham terhadap korupsi

(7,7%), dan yang terakhir karena kurangnya komitmen Presiden (2,1%). 192 Indeks

Persepsi Korupsi (IPK) 2015 yang dikeluarkan lembaga Transparency

Internasional pada 27 Januari 2016 menempatkan Indonesia di urutan ke 88 dari

Mochtar Naim., op.cit.


191

192
Erandhi Hutomo Saputra, Survei CSIS: Tingkat Korupsi di Indonesia Meningkat, Media
Indonesia, Edisi Selasa, 26 July 2016 oukul 21:04 WIB, diakses dari
http://mediaindonesia.com/news/read/58308/survei-csis-tingkat-korupsi-di-indonesia-
meningkat/2016-07-26, pada tanggal 18 Oktober 2016, pukul 17.00 WIB.

143
167 negara dengan skor 36 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat

bersih).193

Selain persoalan ekonomi, politik, dan kemiskinan persoalan lainnya yang

juga sangat mengkhawatirkan adalah tingkat pengguna narkoba di Indonesia yang

terus meningkat. Hal ini tentu dapat merusak generasi penerus bangsa di masa

depan. Perdasarkan penelusuran media Kompas, Jumlah pengguna narkoba di

Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta orang. Sebelumnya pada

bulan juni 2015 tercatat 4,2 juta dan pada November meningkat signifikan hingga

5,9 juta,". Penggunaan narkoba, lanjutnya, banyak disebabkan karena kurangnya

pemahaman tentang narkotika serta kepedulian dari masyarakat serta hukum yang

masih belum mengikat secara maksimal. "Tidak ada bagian masyarakat yang tidak

clear dari narkoba. Semua sudah terkena. Ada oknum TNI, oknum Polri termasuk

oknum dari BNN. Setiap hari ada 30-40 orang yang mati karena narkoba.194

Persoalan-persoalan di atas hanyalah sebagian dari kompleksitas persoalan

yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Maka sudah seyogyanya mahasiswa

memulai kajian-kajian yang konstruktif terhadap persoalan kebangsaan. Memulai

secara bertahap di internal organisasi mahasiswa masing-masing. Kemudian

barulah membangun basis gerakan bersama antar lembaga mahasiswa dalam

mewujudkan perubahan sosial..

193
Arsyad, Indeks Persepsi Korupsi 2015, Indonesia Urutan Ke 88, Edisi 28 Januari 2016,
08:57:36 WIB, http://seputarsulawesi.com/berita-indeks-persepsi-korupsi-2015-indonesia-urutan-
ke-88.html
194
Ira Rachmawati, Buwas: Pengguna Narkoba di Indonesia Meningkat hingga 5,9 Juta Orang,
Kompas Edisi Senin, 11 Januari 2016 14:31 WIB. Diakses dari
http://regional.kompas.com/read/2016/01/11/14313191/Buwas. Pada tanggal 20 Maret 2016 pukul
17.30 WIB.

144
2. Gagasan dan Solusi yang Ditawarkan HMI Cabang Padang terhadap Persoalan
Bangsa Hari Ini

Terkait dengan lemahnya kajian mahasiswa terhadap suati isu hari ini

tentu hal ini mempengaruhi pola gerakan yang dilakukan HMI. Kelemahan dalam

kajian tersebut menyebabkan gerakan yang dilakukan HMI ditahun 2013-2014

lebih bersifat reflektif dalam bentuk aksi solidaritas seperti save paletine,

peringatan hari buruh, mengenang perjuangan Munir, hari anti korupsi dan HAM

(Lihat Lampiran XVII, LPJ HMI Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan

Kepemudaan).

Dengan kajian yang mendalam dapat menjadi landasan mahasiswa dalam

melakukan gerakan disertai melakukan penyadaran-penyadaran dan

penyebarluasan gagasan-gagasan. Hal ini penting untuk dilakukan karena solusi

yang tepat terhadap sebuah permasalahan sangat bergantung kepada hasil kajian

dan analisis mendalam mahasiswa terhadap sebuah persoalan. Tindakan konkrit

yang harus dilakukan tentunya dengan melakukan pengawalan evaluasi dan

pengawalan terhadap kebijakan pemerintah sebagaimana pernyataan Rahmad

berikut:

Solusinya tentu saja kita mengawal dan mengevaluasi kebijakan


pemerintah. Namun hal itu tentu tidak akan terjadi apabila partisipasi
dari mahasiswanya masih rendah. Maka pertama yang harus dilakukan
mungkin lebih banyak ke penyadaran kepada kawan-kawan mahasiswa,
karena saya pikir kawan-kawan itu takut kelapangan karena takut akan
terjadi kericuhan, akan terjadi bentrok dengan aparat dan itu selalu
tergambar oleh kawan-kawan mahasiswa padahal kan bentrok dan lain
sebagainya itu bukan menjadi tujuan kita, karena itu adalah kondisi
yang ada diluar dugaan kita. Artinya perlu akan lakukan penyadaran-
penyadaran, kita aksi damai dalam menyampaikan pendapat, kita
dilindungi oleh undang-undang, itu yang harus kita berikan penyadaran-
penyadaran dan pengetahuan itu sehingga kalo itu sudah ada dalam diri

145
mahasiswa saya pikir secara otomatis kawan-kawan itu akan ikut
terlibat. Secara moral kan mereka mendukung tapi dilapangan tidak
ada, hal itu dikarenakan rasa takut sebenarnya. Ketika itu telah dibekali
oleh keilmuan dan memang kita dilindungi oleh undang-undang saya
pikir kawan-kawan itu mau untuk terlibat.195

Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Rahmad, Jumfany pun

berpandangan bahwa hari ini solusi yang ditawarkan mahasiswa tidaklah

menyentuh substansi permasalahan karena hanya cenderung sebatas aksi

solidaritas yang itu lebih bersifat reflektif sebagaimana pemaparannya berikut:

Gerakan konkrit untuk menanggapi isu-isu yang ada hari ini tidak
bertemu, diadakan aksi-aksi paling kan aksi solidaritas, habis itu ya
sudah, habis itu aksi pengumpulan dana. Cuma kawan-kawan yang dari
BEM, yang di internal. Kalau di HMI biasanya kitakan khusus isu di
cabang, kalau yang bersifat nasional berdasarkan kebijakan PB HMI
karena sistem kekuasaannya seperti itu. Kalau kita coba juga untuk
membahas isu eksternal masalah diinternal tertinggal jadinya.196

Febriki memberikan penilaian yang sama dengan dua pendapat

sebelumnya bahwa hari ini mahasiswa belum sampai kepada perumusan solusi

seperti apa yang harus diambil karena kajian terhadap suatu permasalahan

masih lemah. Maka hal yang utama yang harus dilakukan adalah kajian dan

pemahaman yang mendalam terhadap suatu isu agar mampu memfilter opini

publik. Hal ini sebagaimana diungkapkannya berikut:

Solusinya mahasiswa hari ini harus melakukan kajian-kajian mendalam,


kalau tidak mahasiswa tidak mungkin mahasiswa tahu apa yang akan
diperjuangkan. sehingga hal yang lebih urgen itu tidak dibahas untuk
mengcounter isu yang ada. Hari ini mahasiswa terpengaruh oleh isu,
bukan menciptakan sebuah opini. Kebanyakan yang ikut demo hari ini
hanya sekedar demo. Itu penyebabnya saya pikir karena kajian tentang
wawasan intelektual itu kurang ditambah, mahasiswa hanya disibukkan
dengan kumpul-kumpul dan tugas kuliah. Apalagi dengan sistem
195
Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.
196
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

146
pendidikan hari ini. Hari ini sebenarnya kalau mahasiswa di kota
padang dari semua keilmuan itu punya kesadaran untuk melakukan
perubahan sesuai kebutuhan hari ini maka politik di kota Padang akan
stabil.197

Beberapa pendapat sebelumnya semakin diperkuat oleh Ikhwan yang

juga menilai bahwa soslusi terbaik akan didapatkan ketika pematangan sebuah

isu sudah terjadi. Hal tersebut sebagaimana diungkapkannya berikut:

Ketika kajian terhadap suatu isu sudah cukup matang maka dapat
dirumuskan suatu solusi terhadap persoalan yang dihadapi. Dalam hal
ini sekalipun solusi yang diwarkan merupakan solusi yang terbaik tetap
saja dibutuhkan banyak dukungan dari seluruh elemen mahasiswa.
Seringkali terjadi benturan kepentingan antara penguasa dan rakyat
maka dibutuhkan sikap konsisten dari mahasiswa dalam mengawal isu-
isu yang ada.198

Beberapa pendapat aktifis mahasiswa di luar HMI juga menegaskan

pentingnya gagasan-gasan yang mendalam yang mana hal itu akan didapatkan

ketika organisasi dengan latar belakang ideologi yang beragam mampu saling

melengkapi kajiannya sehingga kajian yang dihasilkan menjadi multi

perspektif sebagaimana pernyataan Yudi berikut:

Yang menjadi kuncinya kesetiaan itu bukan pada organisasi tapi


ideologi perjuangan kita karena organisasi dibentuk sebagai alat untuk
berjuang, sebagai wadah, bukan sesuatu yang absolut organisasi itu.
Ketika organisasi sudah tidak bisa mencapai tujuan penyebaran ideologi
dan solusin terhadap persoalan nyata hari ini maka dihapuskan saja buat
wadah baru yang bisa membawa semangat juang kita. Justeru
sebenarnya menarik ketika kita membahas isu pendidikan, bagaimana
perspektif pancasila dalam isu pendidikan. Namun yang terjadi
organisasi lebih mengejar kuantitas kader bukan perdebatan gagasan

197
Wawancara dengan Febriki Saputra (Kepala Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI
Cabang Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A,
Padang, pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.
198
Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.

147
dan itu yang berkembang hari ini. Namun upaya perumusan isu
bersama inilah yang belum terjadi.199

Lemahnya kajian terhadap sebuah persoalan hari ini juga dirasakan oleh

Angelique yang menyatakan:

Catatan penting untuk gerakan mahasiswa hari ini cenderung berbeda


dengan gerakan mahasiswa pasca 1998 awal. Kalau sekarang kan
cenderung momentum. Misalnya dalam aksi BBM. tetapi juga ada isu
lokal yang berkelanjutan itu sudah mulai sangat jarang. Tidak yang
dapat menjadi pelopor sehingga organisasi mahasiswa saling
menunggu. Ketika kita turun tanpa analisa yang matang sehingga target
aksi tidak jelas. Sehingga kita sendiri tidak bisa memberikan solusi
yang konkrit karena memang analisa kita dangkal. Kalau dengan
kawan-kawan cipayung yang tergabung HMI di dalamnya kita belum
ada membicarakan hal apa yang diangkat karena seringkali kita hanya
bertemu dibeberapa momentum saja.200

Pendapat para aktifis mahasiswa di atas semakin diperkuat oleh M

Taufik yang mengungkapkan pentingnya sikap konsisten dalam melakukan

pengawalan disertai kajian mendalam terhadap suatu permasalahan agar dapat

memberikan solusi dan menyentuh akar permasalahan. Berikut pernyataan M

Taufik:

Lalu kemudian bagaimana cara kita agar tetap konsen mengawal


pemerintahan. Apakah sekarang sudah musim mengadakan event-event,
seminar-seminar, atau workshop. Kita maksimalkan ide-ide itu
sekarang, apakah audiensi dengan pemerintahan, menggalang petisi-
petisi dan segala macamnya silahkan sesukanya dan yang paling
penting adalah bagaimana kontinuitas terjaga dengan baik. Kebanyakan
kawan-kawan mahasiswa dalam satu isu itu ya demo sekali, menulis
sekali, seminar sekali, sehabis itu selelesai seakan-akan
permasalahannya juga telah selesai sementara ke akar permasalahannya
solusinya belum tercipta dengan baik. Akhirnya bila kepengurusannya
secara struktural telah selesai tidak dilanjutkan estafet itu dengan baik,
lalu disokong oleh individu-individu yang minim dalam semangat
akhirnya ya tidak menghasilkan kontribusi apapun dalam politik itu.

199
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.
200
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.

148
Hari ini kita terlanjur banyak berharap kepada kawan-kawan yang ada
di pusat. Kalau hari ini OKP-OKP yang PBnya di pusat tetapi tentu saja
dengan tidak menafikkan gerakan-gerakan di daerah. Dengan catatan
semua daerah harus mempunyai perasaan yang sama agar sebuah isu
harus terakomodir dengan baik. Kalau memang isunya nasional,
misalnya hari ini kota Padang yang bergerak kemudian daerah-daerah
yang lain bagaimana dan isu ini terdistribusi dengan baik atau tidak ke
darah-daerah lain agar nanti kalau misalnya ada sebuah pernyataan
sikap bersama dari sabang sampai merauke nanti bisa diambil
kesimpulan bahwa memang terjadi sebuah permasalahan. Kawan-
kawan juga serentak bergerak karena kalau cuma di satu daerah saja
dari 33 provinsi rasanya tidak bisa menghasilkan suatu pressure yang
kuat bagi pemerintahan di pusat.201

Hal yang tidak jauh berbeda juga dinyatakan oleh Reno Fernandes yang

menilai telah terjadi perubahan dalam gerakan HMI Cabang Padang. Dahulu

HMI mampu menjadi pelopor gerakan dikarenakan memiliki kajian-kajian

yang cukup matang sehingga dapat mengambil langkah konkrit apa yang harus

dilakukan. Hal tersebut sebagaimana diungkapkannya berikut ini:

Pasca gempa tahun 2009 ada gerakan yang digagas atau digerakkan
oleh HMI pada saat itu ada aliansi mahasiswa peduli pedagang pasar
raya waktu itu HMI, Cipayung, LAM&PK, PHP, itu ada didalamnya, di
wisma HMI base campnya yang waktu itu bulan puasa. Ramai Pada
waktu itu, wisma ini menjadi tempat berkumpul orang, tempat rapat
orang, berkumpul pedagang disini. Nah siapa yang mensupport
pengetahuan mahasiswa dan data pada waktu itu tidak terlepas dari
LSM. Itu ada PBHI untuk mensupport data atau tempat berdiskusi kita
apa dasar argumentasi kita. Ketika 1998 juga demikian ada LSM yang
memiliki kajian, mereka yang menjemput bola ke mahasiswa bahwa ini
ada masalah, ayo kita bersama-sama. Kini pascareformasi kurang
terbangunnya sinergitas antara LSM dan mahasiswa. Artinya selain dua
faktor di atas. Di tataran mahasiswa hari ini HMI harus membangun hal
itu kembali agar menjadi magnet atau memiliki daya tarik sebagai
sumber informasi dengan kajian-kajian yang bersifat konstruktif
ditengah pilihan saluran informasi yang semakin banyak.202

201
Wawancara dengan Muhammad Taufik (Presiden BEM KM UNAND) di Universitas Andalas,
Padang, pada tanggal 10 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.
202
Wawancara dengan Reno Fernandes (Ketua Badan Koordinasi HMI Sumbar Periode 2013-
2015) di Wisma HMI Cabang Padang di Jalan Hang Tuah, pada tanggal 30 Juni 2016 pukul 21.00
WIB.

149
Selain persoalan-persoalan yang bersifat lokal kedaerahan juga

persoalan yang bersifat nasional yang membutuhkan pengawalan mahasiswa.

Pernyataan-pernyataan aktifis mahasiswa dan alumni HMI Cabang Padang

sebelumnya semakin diperkuat oleh Ranny Emilia yang menilai bahwa solusi

yang tepat akan dihasilkan ketika mahasiswa betul-betul memahami persoalan

utama hari ini secara jelas terlebih dahulu. Ranny menilai bahwa persoalan

besar yang juga butuh perhatian mahasiswa hari ini adalah neoliberalisme

sebagaimana pernyataannya berikut:

Mahasiswa hari ini sebetulnya mampu bergerak dalam kekuatan besar


dan memberikan solusi asal rata-rata mahasiswa menyadari kekuatan
apa yang mengendalikan hidup mereka dan dunianya. Hari ini
umumnya masyarakat dunia berada dalam genggaman kekuasaan
neoliberalisme yaitu suatu paham sekaligus kekuatan yang mensahkan
ekspansi keuangan dan modal kedalam kehidupan budaya, komunitas-
komunitas sampai ke tingkat keluarga, disamping individu-individu,
guna menarik keuntungan maksimum bagi si pemilik modal. Untuk
mewujudkan tujuan itu kekuatan yang menggerakannya berusaha
mengontrol pilihan-pilihan manusia sejauh mungkin, terlepas apakah
itu mendatangkan manfaat atau merusak kehidupan sosial dan
lingkungan alam. Instrumen yang lazim mereka pakai untuk
melaksanakan kontrol tersebut adalah kebijakan pemerintah-pemerintah
negara beserta segala perangkatnya yang bertugas untuk mengendalikan
kelakukan dan hukum-hukum ditempat itu. Teknologi komunikasi dan
informasi canggih juga mereka gunakan untuk menukar keyakinan dan
pilihan-pilihan masyarakat. Telah banyak pemerintah yang berhasil
dibujuk hingga masuk kedalam jaringan usaha neoliberalisme, termasuk
pemerintah-pemerintah kota, kabupaten, desa dan kelurahan. Mereka
diberi mandat untuk menjalankan pemerintahan yang menguntungkan
perusahaan-perusahaan besar yang dikendalikan oleh segelintir orang,
dengan imbalan bantuan keuangan, modal, dan tenaga ahli. Tugas
mereka tidak lagi melindungi rakyat yang kurang beruntung, tidak juga
untuk penegakkan hukum yang adil. Pemerintah-pemerintah bekerja
untuk merawat perusahaan-perusahaan besar yang mendatangkan

150
kekayaan bagi negara. Korupsi adalah salah satu cara untuk mengikat
pejabat-pejabat negara agar tetap setia kepada paham neoliberalisme.203

Melengkapi pernyataan-pernyataan sebelumnya tentang pentingnya

kajian ilmiah yang mendalam terhadap persoalan, Eka Vidya menilai hal

tersebut harus menjadi suatu langkah konkrit yang dilakukan oleh mahasiswa

dalam sistem demokrasi di Indonesia hari ini. Artinya ketika mahasiswa

mengajukan tuntutan harus didasari fakta-fakta yang dapat

dipertangunggjawabkan bukan sekedar gerakan moral semata. Berikut

pemaparan Eka Vidya Putra yang menyatakan:

Hari ini tidak bisa sekedar berbicara moralitas karena ada mekanisme
penyelesaian permasalahan. Dulu itu disuarakan Otoriter, selesai. Nah
diluaran juga sudah berubah, kalau dulu ada Forum Peduli Sumatera
Barat (FPSB). FPSB kan tidak demo, tidak bicara pada isu-isu narasi
besar, dulu narasi besar seperti demokratisasi, negara otoriter dan lain-
lainnya. Kini tidak bisa bicara hal-hal itu lagi karena narasi besar itu
telah terjadi. Demokrasi sudah ada, dan Indonesia sudah termasuk
negara bebas. Maka kalau masuk ke dalam pendalaman demokrasi
maka perlu isu-isu yang lebih fokus. FPSB misalnya fokus pada isu
korupsi berjamaah di DPRD, ini kasusnya, ini undang-undang yang
dilawannya, lebih fokus, jadi ini jelas. Untuk fokus sampai kesana itu
juga butuh kemampuan ilmiah, butuh data, butuh langkah-langkah apa
yang dilakukan, tidak bisa angkat tangan tanpa dasar retorika. Mungkin
tantangan mahasiswa hari ini lebih berat karena ruang mainnya makin
terbuka sebenarnya tetapi ketika semakin terbuka itu mereka harus lebih
konstruktif. Dulu itu sederhana saja, turunkan Soeharto, turunkan
Soeharto, sarang koruptor. Kini tidak bisa seperti itu, menuduh koruptor
seseorang, ICW sudah lengkap dengan data. Seharusnya mahasiswa
hari ini masuk ke hal-hal yang lebih konstruktif, lebih ilmiah. Nah
untuk masuk ke kawasan itu mungkin terkendala secara kapasitas yang
belum mencukupi sehingga kesannya mahasiswa hari ini gagap tidak
tahu apa yang mesti diperbuat.204
3. Pemberian Motivasi dalam Pembingkaian Isu Kolektif terhadap sasaran

peserta gerakan mahasiswa


203
Wawancara dengan Ranny Emilia via email, pada tanggal 21 Juni 2016 pukul 13.30 WIB.
204
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

151
Kunci penting keberhasilan gerakan mahasiswa menciptakan aksi

kolektif selain dengan kemampuan mendiagnosa permasalahan serta

solusinya juga diperlukan suatu motivasi yang menjadi dorongan semangat

bagi mahasiswa untuk terlibat aktif dalam upaya membangun sebuah gerakan.

Partisipasi dalam gerakan tidak hanya pada saat aksi di lapangan akan tetapi

dimulai dari proses pematangan isu, perumusan solusi yang konkrit, serta

tindakan nyata yang harus diambil. Hal tersebut sangat bergantung kepada

efektifitas proses pembingkaian isu yang dilakukan apakah mampu menarik

target sasaran dalam upaya perluasan gerakan.

Rahmad berpandangan bahwa proses penyatuan visi bersama dalam

gerakan mahasiswa di kota Padang dapat dilakukan ketika komunikasi antar

lembaga sudah terbangun secara baik. Selain sebagai upaya pematangan isu

juga memudahkan konsolidasi ketika ada suatu permasalahan. Hal tersebut

sebagaimana pernyataannya berikut:

Strategi pembingkaian isu agar mahasiswa di kota Padang bersatu.


Sebenarnya itu bisa saja kita lakukan dengan cara seringnya kita
berdiskusi dengan mengundang dan melibatkan kawan-kawan
mahasiswa OKP dan lainnya. sering mengadakan diskusi sehingga
pemahaman itu lebih banyak dan keinginan untuk mengadvokasi
kasus-kasus akan mudah. Kebanyakan kita kan sifatnya insiden ketika
ada persoalan, ada kumpul, ada aksi kan begitu. Jadi selama ini kita
tidak pernah melakukan diskusi-diskusi terkait persoalan keumatan
dan kebanggsan, karena kita bertindak itu setelah ada kejadian baru
kita bertindak seharusnya kan penanggulanganlah yang harus
dilakukan.205

Wawancara dengan Rahmad Ramli (Sekretaris HMI Cabang Padang) di Wisma HMI Cabang
205

Padang, pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.

152
Hal senada juga disampaikan oleh Jumfany terkait pentingnya

komunikasai antar lembaga namun belum ada yang memulai dan saling

menunggu sebagaimana pernyataannya berikut:

Salah satu strategi untuk menyatukan gerakan mahasiswa itu memang


harus melepaskan ego-ego kelembagaan. Sebenarnya di HMI tidak
ada batasan, kalau ada kawan-kawan yang lain untuk mengajak
berdiskusi kita terbuka, baik lintas agama maupun paham-paham
islam radikal seperti HTI, paham atheis, GMKI dan lainnya. Dalam
bergerak itu kan yang penting usaha apapun nanti hasilnya. Namun
diskusi-diskusi lintas organisasi inilah yang belum terbangun dengan
baik dan masing-masing organisasi lebih senang menunggu bola.206

Febriki menambahkan selain hubungan antar lembaga yang perlu

dibangun, orang-orang yang non organisasi pun juga dapat dilibatkan dalam

kerja-kerja sosial tergantung daya kreatifitas mahasiswa untuk melibatkan

mereka. Berikut pernyataannya:

Hari ini coba kita lihat benar atau tidak orang diluar OKP tidak bisa
melakukan kerja sosial, sebenarnya bisa tergantung dari cara kita
menyadarkan mereka dengan cara kreatif dan menarik misalnya
melalui kegiatan seni, baru kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
pemberdayaan ke panti asuhan, bersih pantai. Balik ke kampung
cerdaskan masyarakat baik itu gerakan ekonomi, sosial, politik. kita
ajarkan bagaimana caranya masyarakat menentukan pilihan politik
terkait dengan sistem pemilu hari ini. Bagaimana cara mengcounter
isu uang karena suara yang bisa dibeli. Jadi sebenarnya banyak hal
yang bisa dilakukan oleh mahasiswa hari ini.207

Pernyataan beberapa aktifis HMI diatas juga semakin diperkuat oleh

Ikhwan berikut ini:

Kelemahan dari framing isu yang dilakukan HMI dalam merangkul


lembaga lainnya adalah kurangnya intensitas pertemuan mahasiswa
secara rutin dalam membahas isu-isu terkini. Yang terjadi justeru

206
Wawancara dengan Jumfany Ichwal (Bidang Pembinaan Anggota) di Wisma HMI Cabang
Padang, pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.
207
Wawancara dengan Febriki Saputra (Kepala Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi HMI
Cabang Padang Periode 2013-2014) di Sekretariat Baitul Mal, Jalan Raden Saleh No. 17A,
Padang, pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

153
banyak lembaga mahasiswa yang lebih menonjolkan ego masing-
masing kelembagaan ketimbang menonjolkan substansi isu yang
dibawakan disertai adanya saling kecurigaan ditunggangi kepentingan
politik kelompok tertentu sehingga tidak menarik minat beberapa
segmentasi mahasiswa untuk terlibat.208

Pernyataan beberapa aktifis HMI di atas juga serupa dengan apa yang

disampaiakan oleh Yudi yang menilai bahwa hari ini untuk kota Padang belum

ada wadah antar lembaga mahasiswa untuk bertukar pikiran menyebabkan

komunikasi tidak terbangun dengan baik. Hal pertama yang harus dilakukan

adalah komunikasi barulah langkah apa yang mesti diambil selanjutnya. Hal

tersebut sebagaimana penyampaian Yudi berikut:

Yang pertama dilakukan adalah proses pencerdasan harus diperbanyak


dimulai dengan diskusi dan dilanjutkan dengan agitasi propagandanya.
Bukan diskusinya sedikit tapi lebih banyak di agitasi propagandanya.
Lebih banyak kita berdiskusi setelah itu hasil dari diskusi kita jadikan
utnuk agitasi propaganda, dan kita butuh diskusi yang konsisten dan
wadah-wadah yang konsisten dan sampai hari ini belum ada rasanya
organisasi mahasiswa yang konsisten menjalankan diskusi baik secara
internal maupun eksternal dengan jaringan. Nah itu yang mesti harus
diperbanyak. Kembali ke komunikasi tadi, ketika kita bicara jaringan
eksternal berarti kita berbicara komunikasi, itulah yang lebih
ditekankan setelah itu baru kita berbicara bagaimana bergerak,
bagaimana cara meredam egosentrisme organisasi karena kalau sudah
ada saling kepercayaan dalam bergerak sehingga tidak ada lagi kita
berpikiran bahwa organisasi A akan mendapat keuntungan ini
organisasi B akan mendapat keuntungan ini, bahkan tidak ada
kecurigaan-kecurigaan itu karena dalam komunikasi yang kita jalin
sudah bisa menimbulkan kepercayaan. Biasanya mahasiswa berkumpul
ketika ada isu dan akan cenderung berhenti ketika mahasiwa isu itu
merasa telah selesai pengawalannya dan aliansi itu akan bubar dengan
sendirinya dan berkumpulnya kurang sampai ada isu baru. Jadi
pertemuan membahas isu-isu seperti itu tidak konsisten walaupun
dalam tujuannya sama tapi dalam isu yang berbeda dan proses yang
berbeda juga.wadah yang pasti itu tidak ada.209

208
Wawancara Via telpon dengan Ikhwan Ramadan Siregar (Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Cabang Padang Periode 2013-2015) pada tanggal 9Juni
2016 pukul 14.00 WIB.

154
Angelique menilai rendahnya partisipasi mahasiswa sehingga gerakan

tidak menjadi besar dikarenakan tidak mampunya organisasi gerakan manarik

minat mahasiswa terutama mahasiswa non-organisasi yang artinya masalah

utamanya ada pada organisasi itu sendiri. Hal ini tentu akan terwujud secara

maksimal ketika antar organisasi mahasiswa sudah terkonsolidais secara baik

kemudian bersama-sama mendorong keterlibatan mahasiswa non-organisasi di

dalamnya. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan Angelique berikut:

Kenapa mahasiswa tidak terlalu tertarik untuk terlibat dalam gerakan,


problemnya sebetulnya bukan di mahasiswanya tapi di strategi
organisasi gerakannya untuk bagaimana kawan-kawan non organisasi
ini aktif terlibat. Seperti gerakan-gerakan mahasiswa di Jawa melalui
lagu, kemudian membuat film. Seringkali kawan-kawan mahasiswa
menyalahkan kawan-kawan yang tidak berorganisasi padahal ini
menjadi kritik bagi organisasi mahasiswa bagaimana kita harus
memperbaiki cara kampanye kita yang lebih diterima massa, lebih
populis dan kemudian itu direspon baik oleh kawan-kawan mahasiswa.
Seperti yang terjadi di UGM kemarin itu menarik. Mereka melakukan
aksi menggunakan marching band dan itu rame. Artinya aksi-aksi
seperti itu harus dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran
mahasiswa. Kawan-kawan organisasi mahasiswa itu harus menyadari
kesadaran mahasiswa itu dimana dengan menggunakan metode yang
kreatif, ini menjadi kritik bagaimana OKP ini menjadi populis ditengah-
tengah mahasiswa. Kalau misalnya masa dulu mahasiswa sering
membangun diskusi apalagi sekarang kita bisa menggunakan metode-
metode lain yang lebih menarik. Seperti panggung rakyat, panggung
seni, kegiatan-kegiatan propaganda yang lain seperti meme itukan lebih
menarik.210
Pendapat Angelique tersebut mengenai tingginya tingkat partisipasi

mahasiswa dalam demo di UGM dapat terlihat dari hasil liputan berita

detik.com berikut ini:

209
Wawancara dengan Yudi Fernandes (Ketua UKM PHP Unand Periode 2013-2014) di
Sekretariat UKM PHP Unand, pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.
210
Wawancara dengan Angelique Maria Cuaca (Ketua Front Mahasiswa Nasional Cabang
Padang) di Monumen Gempa, Kota Padang, pada tanggal 15 Juni 2016 pukul 20.00 WIB.

155
1.000-an Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar
demo, Senin (2/5/2016). Aksi tersebut digelar di halaman Balairung
UGM seusai acara peringatan Hardiknas yang digelar pihak rektorat.
Mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi BEM KM UGM
mengenakan jas almamater dan membawa beberapa poster. Juga ada
spanduk dan sebuah replika keranda mayat berbalut kain hitam. "Tolak
UKT, Judicial Review PTNBH, Tolak Relokasi Bonbin. Dalam
orasinya, mahasiswa menolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang
berlaku sekarang. Juga menolak relokasi Kantin Bonbin yang berada di
sekitar Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Fakultas Ekonomika dan Bisnis
(FEB) dan Fakultas Psikologi. Selain itu, kata Umar, mahasiswa
menyatakan menolak kenaikan UKT 2016 dan menolak penerapan uang
pangkal bagi mahasiswa jalur Ujian Mandiri (UM). Alasannya dalam
range penghasilan yang sama dalam penggolongan UKT dengan
mempertimbangkan jumlah tanggungan keluarga dari mahasiswa.
211
Suasana Aksi demo tersebut terlihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1
Demo Mahasiswa UGM Menolak UKT

211
Bagus Kurniawan, Ribuan Mahasiswa UGM Demo UKT dan Tolak Relokasi Kantin,
diakses dari http://news.detik.com/berita/3201547/1000-an-ribuan-mahasiswa-ugm-
demo-menolak-ukt-dan-relokasi-kantin, Edisi Senin 02 May 2016 pukul 13:37 WIB,
dikutip pada tanggal 12 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.

156
Sumb
er: detik.com

Kondisi berbeda terlihat dalam dalam gerakan mahasiswa Universitas

Andalas (UNAND) menolak Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dengan isu yang sama

gerakan mahasiswa UNAND menolak UKT memiliki partisipasi yang jauh lebih

rendah dibandingkan gerakan yang dilakukan mahasiswa UGM. Hal itu dapat

dilihat dari media Okezone.com yang memberitakan sebagai berikut:

Kedatangan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi


(Menristekdikti) M Nasir untuk memberikan kuliah umum di Convention
Hall Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat disambut aksi
tutup mulut. Beberapa mahasiswa memasang lakban hitam di mulut
mereka sebagai tanda protes. Aksi ini diketahui dikoordinasikan
mahasiswa dari Lembaga Advokasi Masyarakat dan Pengkajian
Masyarakat (LAM PK) dan BEM Fakultas Hukum Unand. Menurut
koordinator lapangan, Diki Rofiqi, aksi ini memprotes komersialisasi dan
liberalisasi pendidikan di perguruan tinggi. “Pendidikan kita
diperjualbelikan sehingga berdampak kepada tidak bisanya masyarakat
miskin di Sumatera Barat mengakses perguruan tinggi.” Diantara tuntutan
mahasiswa adalah menghapuskan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan
mengembalikan biaya kuliah semua sama rata. Para pengunjuk rasa juga
mengkritik jalur mandiri yang sangat memberatkan rakyat Sumatera Barat
dengan mata pencaharian petani. “Kondisi ini sangat menyulitkan
masyarakat Sumbar untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

157
Kemudian di Permendikti mengatur 30 persen jalur mandiri Unand
menerapkan 25 persen, tapi kita lihat di ring biayanya saja pembayarannya
ada yang mencapai Rp12 juta,” papar Diqi. Menristekdikti M Nasir pun
mengajak mahasiswa untuk melakukan dialog tertutup. Namun, menurut
salah satu mahasiswa peserta dialog, tidak ada titik temu dalam pertemuan
tersebut karena terlalu singkat. Saat dialog berlangsung, mahasiswa yang
masih melakukan demo di luar gedung sempat dibubarkan oleh Pembantu
Rektor III Unand dengan menarik spanduk-spanduk yang
dibentangkan.212Suasana saat mahasiswa UNAND demo menolak UKT
terlihat Pada gambar 5.2.

Gambar 5.2
Demo Mahasiswa UNAND Menolak UKT

Sumber: Okezone.com

Menanggapi kurangnya partsipasi mahasiswa dalam gerakan, M Taufik

juga menilai bahwa penting untuk dapat memilah persoalan dan sasaran

strategis dalam perluasan isu baik itu organisasi mahasiswa maupun non

Akbar, Menristek Dikti Datang Mahasiswa Unand Demo, diakses dari


212

http://hariansinggalang.co.id/menristekdikti-datang-mahasiswa-unand-demo/ , Berita
Edisi 12 Agustus 2016, dikutip pada tanggal 16 september 2016 Pukul 17.55
WIB.

158
organisasi. Disamping itu daya kreatifitas juga sangat menentukan keberhasilan

dalam pembingkaian isu agar memberikan perasaan yang sama terhadap suatu

persoalan. Namun yang dapat menjadi inisoator gerakan dengan ide kreatif

inilah yang sangat dibutuhkan sebagaimana pernyataan M Taufik berikut:

Di organisasi mahasiswa secara umum dalam banyak pendapat


yang saya nilai seakan-seakan orang yang berhimpun dalam organisasi
ini adalah orang-orang yang kurang kreatif dan orang-orang yang sibuk
dengan hal-hal di luar pergerakan. Mahasiswa secara tupoksinya
memang belajar mengenai nilai-nilai fungsi mahasiswa bagaimana
seharusnya. Mungkin yang menjadi leadernya yang menjadi
inisiatornya sedikit tapi hari ini dalam konteks pergerakan politik
pemerintahan kritik kita inikan tidak terbatas pada ruang keilmuan
apapun, lalu tidak terbatas juga pada orang-orang dari aktivitas
manapun. Dimana sih kita meletakkan pergerakan mahasiswa ini dalam
ruang prioritas kita? Apakah ini prioritas sekian, prioritas pertama
belajar, prioritas kedua mencari uang atau beasiswa, prioritas ketiga
untuk ini, lalu prioritas pergerakan ini kalau ada waktu-waktu luang
saja ini yang jadi masalah sekarang. Lalu kemudian dalam ruang-ruang
kreatif kita, seakan-akan kok kita membawakan organisasi ini sedikit
sekali yang bisa kita wujudkan, apakah organisasi mahasiswa ini
terpatok kepada demonstrasi saja, ataukah mengadakan mimbar bebas,
mengkritisi pemerintahan, audiensi, lalu kemudian menggalang somasi
dan lain-lain sebenarnya banyak yang bisa kita wujudkan. Artinya kalau
kawan-kawan mau berpikir lebih keras lagi mengadakan sebuah cara-
cara dengan kondisi hari ini yang cocok dirasakan atau mungkin kalau
orang bilang sudah tidak cocok jamannnya demonstrasi. Oke fine kalau
begitu walaupun itu harus tetap kita jaga dan pertahankan. Kalau untuk
bergerak bersama hal ini juga sangat dimungkinkan. Coba kita pilah
dan pilih mana organisasi yang konsen terhadap suatu isu. Isu korupsi
misalnya, harusnya disuatu organisasi harus dapat memetakan
organisasi apa saja yang dapat bekerja sama lalu juga nanti bagaimana
pola-pola gerakannya. Tentu kalau sudah tercipta forumnya nanti tentu
kita bisa menciptakan banyak hal untuk gerakan ke depannya tidak
hanya dari satu atau dua kemudian komunitas masanya jadi juga lebih
besar. Pressure yang kita berikan kepada pemerintah juga semakin
besar dengan bergabungnya kita lalu nanti intensitas gerakan kita juga
jauh lebih simultan. Hari ini diakomodir oleh organisasi ini, organisasi
ini tentu ini akan menjadi nilai plus menurut saya. Pergerakan kita tata
dan terencana dengan baik dan semoga isu apapun yang akan kita
rencanakan kita solusikan juga dengan baik. Harus kita bedah kembali
jiwa kita, lalu hari ini sampai dimana kita memiliki perasaan yang sama
diantara kawan-kawan ini karena kalau kita berfokus pada kekuatan

159
massa saja walaupun itu juga menjadi suatu hal yang penting tapi
kualitas personal, kualitas aksi kita juga harus kita tingkatkan hari ini.213

Menambahkan pandangan dari para aktifis mahasiswa diatas, Reno

menilai hari ini mahasiswa baru termotivasi bergerak ketika itu menyangkut

langsung dengan kepentingan dirinya sendiri. Hal ini tentu harus dirubah

dengan disertai kajian mendalam dan melakukan pengawalan hingga tuntas

sehingga tetap menjaga semangat aksi mahasiswa. Hal tersebut sebagaimana

pernyataannya berikut:

Misalkan dalam kebijakan kenaikan harga BBM, kenapa mahasiswa


ramai karena itu sudah menyangkut dengan mahasiswa itu sendiri,
skalanya nasional, sudah menyangkut ke masyarakat itu sendiri. Rata-
rata gerakan kenaikan harga BBM itu juga sudah semakin menurun
jumlahnya karena ketidakberhasilannya. Ini sia-sia saja ternyata, putus
asa, karena BBM ini akan naik juga. Maka dari aksi BBM sebetulnya
juga dapat diambil pelajaran selain sebagai bentuk keberpihakan
mahasiswa terhadap rakyat kecil mahasiswa pun harus memiliki kajian
yang matang untuk mengcounter isu-isu yang simpang siur agar dapat
meningkatkan partisipasi yang tinggi dari mahasiswa lainnya dan
menghasilkan perubahan yang betul-betul substantif214

Ranny Emilia juga menambahkan tentang pentingnya ide-ide kreatif

yang diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata dalam upaya untuk semakin

memperluas gerakan. Berikut pernyataannya:

Kecerdasan merumuskan ide-ide dan mengaplikasikan dalam bentuk


tindakan yang nyata akan lebih besar pengaruhnya kepada kekuasaan
mahasiswa. Dalam prosesnya kemampuan menggalang dukungan untuk
melawan juga diperlukan, namun hal ini harus dilakukan secara elegan,

213
Muhammad Taufik (Presiden BEM KM UNAND) di Universitas Andalas, Padang, pada
tanggal 10 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.
214
Wawancara dengan Reno Fernandes (Ketua Badan Koordinasi HMI Sumbar Periode 2013-
2015) di Wisma HMI Cabang Padang di Jalan Hang Tuah, pada tanggal 30 Juni 2016 pukul 21.00
WIB.

160
minim aksi jalanan, dengan memanfaatkan ruang-ruang pendidikan,
aksi komunitas dan gerakan yang memberi dampak langsung pada
perubahan pola pikir dan tindakan masyarakat. Satu hal yang penting
diingat setiap gerakan yang berhasil didahului oleh mobilisasi ide-ide.
Tak ada gerakan massa yang berhasil tanpa itu.215

Melengkapi pernyataan-pernyataan sebelumnya, Eka Vidya menilai

kelemahan gerakan mahasiswa dalam mewujudkan isu bersama itu

dikarenakan kajian yang dilakukan cenderung bersifat normatif sehingga belum

dapat mengidentifikasi persoalan nyata yang terjadi di lapangan. Maka kajian

yang kuat itulah sebetulnya yang dapat menjadi dasar yang meyakinkan bagi

keterlibatan mahasiswa lainnya. Berikut pernyataan yang disampaikan Eka

Vidya Putra selengkapnya:

Hari ini kenapa antar mahasiswa ada saling kecurigaan, tidak memiliki
isu bersama, tidak konsisten. Hal ini karena ya itu tadi ketika
mahasiswa masuk ke isu normatif dipersoalkan karena di luaran orang-
orang membicarakan itu juga. Kini untuk mencari isu moral force
dengan sistem yang lebih terbuka seperi pada kasus korupsi telah ada
lembaga-lembaga yang menangani seperti KPK. Akhirnya tidak cukup
hanya menjadi gerakan moral force saja. Pada saat sedang mencari,
tuntutan di luar ketika ada isu ini isu itu, minang mart di Sumbar
contohnya. Responnya kini baru sebatas aksi solidaritas, fokus pada isu-
isu yang makro yang bersifat evaluatif, refleksi pada level normatif.
Beberapa berhasil masuk ke level regulasi dengan melawan kebijakan
A. Level regulasi atau level normatif tergantung kognisi orang dengan
sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya mahasiswa mungkin
belum masuk ke level regulasi karena level regulatif tidak hanya butuh
keterampilan tetapi butuh pengetahuan. Maka untuk memotivasi banyak
mahasiswa untuk bergerak butuh kajian yang betul-betul konstruktif
agar dapat meyakinkan banyak pihak dan meng-counter isu-isu yang
simpang siur hari ini.216

215
Wawancara dengan Ranny Emilia via email, pada tanggal 21 Juni 2016 pukul 13.30 WIB.
216
Wawancara dengan Eka Vidya Putra (Pengamat Gerakan Mahasiswa) di Kuranji Padang, pada
tanggal 15 Juni 2016 pukul 21.30 WIB.

161
Berdasarkan hasil wawancara di atas dalam sistem pemerintahan

desentralisasi maka fokus isu mahasiswa terbagi menjadi dua. Pertama, isu

yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah pusat. Kedua, isu yang

berhubungan dengan pemerintahan daerah. Dalam aksi yang berhubungan

dengan pemerintah pusat mahasiswa cenderung pasif lebih sering turun ke

jalan dalam isu kenaikan harga BBM. Sementara untuk gerakan di daerah,

khususnya kota Padang dengan isu yang sektoral dan lebih tematik belum

terlihat apa yang menjadi prioritas isu ataupun isu bersama yang mana masing-

masing lembaga mahasiswa cenderung menunggu bola.

Dengan menggunakan analisis framing isu yang memiliki tiga tahapan

utama yaitu mendiagnosa sebuah permasalan, memberikan solusi terhadap

permasalahan, dan memberikan motivasi tidak menunjukkan adanya suatu

fokus isu yang HMI kawal. Dalam aksi yang pernah dilakukan HMI terlihat

belum bersatunya gerakan mahasiswa dalam satu wadah dikarenakan tidak

adanya fokus isu bersama yang akan diangkat disertai kajian mendalam.

Masing-masing lembaga mahasiwa fokus dengan isu masing-masing sementara

HMI Cabang Padang sendiri juga tidak merumuskan isu prioritas.

Permasalahan sebetulnya ada dan dirasakan dampaknya akan tetapi sangat

minim kajian mahasiswa akan hal tersebut. Ini jugalah yang menjadi alasan

mengapa dukungan yang diberikan kader HMI Cabang Padang terhadap

gerakan seringkali hanya sebatas dukungan moral semata tetapi tidak dalam

aksi nyata dilapangan. Karena kajian yang dilakukan seringkali lebih bersifat

normatif.

162
Kajian yang tidak mendalam terhadap suatu persoalan menjadikan

dampak dari gerakan HMI Cabang Padang tidak begitu dirasakan karena isu

yang disuarakan bersifat reflektif, lebih cenderung kepada aksi-aksi solidaritas,

dan momentum. (Lihat Lampiran II, LPJ HMI Periode 2014-2015 Bidang

PTKP). Aksi-aksi seperti itupun tidak begitu menarik keterlibatan banyak

organisasi di dalamnya. Kekaburan arah gerakan karena HMI sudah tidak lagi

mencerminkan HMI sebagai alat perjuangan yang cukup kritis terhadap

persoalan sosial politik dan menjadi garda terdepan dalam gerakan mahasiswa

di kota Padang.

Dalam hal motivasi menjadi tidak maksimal. Andaipun gerakannya

bersifat aksi moralitas namun kenapa diluaran juga rendah partisipasi

mahasiwa artinya metode pembingkaian isunya kurang menarik dan kreatif.

Kurangnya komunikasi dan silaturahmi antar lembaga mahasiswa

menyebabkan tidak terbangunnya hubungan emosional sehingga adapun

permasalahan yang timbul kemudian, mahasiswa mengalami kesulitan dalam

proses konsolidasi dikarenakan jejaring komunikasi belum terbangun secara

baik. Hal ini dapat dikarenakan strategi pembingkaian motivasi tidak berjalan

secara optimal menjangkau partisipan yang lebih luas dan bertambah besar

namun justeru sebaliknya mengalami ketidakkonsistenan dan mengalami

penurunan partisipasi dari peserta gerakan.

BAB VI
PENUTUP

163
A. Kesimpulan

Orientasi gerakan mahasiswa pada hari ini dapat juga dikatakan sebagai

visi bersama mahasiswa yang menjadi cita-cita atau arah perubahan yang hendak

diwujudkan dalam sistem politik yang demokratis pascareformasi 1998. Apabila

sebelum reformasi yang menjadi musuh bersama adalah rezim otoriter Soeharto

maka mahasiswa telah berhasil membawa perubahan dengan menumbangkan

rezim otoriter tersebut kepada rezim dan menggantikannya dengan rezim yang

demokratis. Kemudian dalam sistem yang demokratis dengan isu-isu yang lebih

fokus mahasiswa perlu melakukan reorientasi gerakan sebagai visi perubahan.

Namun peran mahasiswa sebagai agen perubahan itulah yang tidak begitu terlihat

kontribusinya ataupun menjadi kabur (disorientasi) dalam gerakan mahasiswa

baik isu yang berskala nasional maupun daerah. Kondisi demikian pun dialami

HMI Cabang Padang dalam menentukan visi bersama gerakan mahasiswa di kota

Padang pada tahun 2013-2014.

Berdasarkan temuan dan analisis data, peneliti menarik

beberapakesimpulan yang menjadi faktor utama yang penyebab disorientasinya

gerakan HMI Cabang Padang pada tahun 2013-2014, yaitu:

Pertama, perubahan fundamental sistem politik pascareformasi 1998 dari

rezim otoriter-sentralistik kepada demokrasi-desentralisasi menjadi peluang

sekaligus tantangan bagi gerakan mahasiswa. Sistem politik yang terbuka telah

menciptakan kebebasan berekspresi masyarakat dan memberi kesempatan politik

bagi lahirnya gerakan mahasiswa. Tantangannya yaitu dengan sistem

164
pemerintahan yang terdesentralisasi menjadikan pengambil kebijakan tidak hanya

berada di pusat namun juga berada di daerah-daerah otonom. Hal ini

menyebabkan fokus isu mahasiswa terbagi antara isu-isu yang bersifat nasional

dan isu-isu yang bersifat sektoral kedaerahan. Sehingga untuk isu-isu berskala

nasional menjadi lebih sulit menciptakan perasan yang sama antar daerah. Akan

tetapi untuk isu-isu yang bersifat sektoral kedaerahan meskipun didukung

kesempatan politik yang terbuka HMI Cabang Padang juga belum menunjukkan

visi bersama yang hendak diwujudkan dalam gerakan mahasiswa kota Padang.

Terbukanya kesempatan politik memberi celah bagi lahirnya gerakan mahasiswa,

namun peluang tersebut justeru belum mampu dimanfaatkan HMI Cabang Padang

sebagai motor gerakan mahasiswa di Kota Padang. Mahasiswa justeru masih

terlihat gagap dan sedang mencari posisi seperti apa, format gerakan yang pas

untuk mengambil peran seperti apa dalam sistem politik yang demokratis

pascareformasi.

Kedua, sistem pendidikan yang berorientasi dunia kerja telah merubah

orientasi mahasiswa terhadap kondisi sosial politik di masyarakat. Tuntutan agar

mahasiswa cepat menyelesaikan studinya dengan jadwal perkuliahan yang padat

membuat kesempatan mahasiswa untuk melakukan kajian-kajian sosial semakin

berkurang. Hal tersebut semakin mengurangi minat dan perhatian mereka seputar

isu-isu sosial yang ada. Sehingga mahasiswa menjadi lemah secara kognisi dan

kehilangan daya kritis karena ketidaktahuannya. Selain itu adanya beberapa

kampus yang melakukan larangan untuk berunjuk rasa membuat mahasiswa

perlahan-lahan menjadi patuh dan takut untuk bersikap kritis. Faktor tersebut juga

165
dirasakan dampaknya kepada minimnya pilihan kader potensial yang direkrut

HMI Cabang Padang. Adanya kader yang cenderung memanfaatkan HMI untuk

mencapai kepentingan politik namun bukan untuk tujuan pergerakan politik atau

sebagai alat perjuangan namun keuntungan pribadi. Dengan demikian sistem

pendidikan memberikan dampak yang begitu besar pengaruhnya bagi gerakan

mahasiswa.

Ketiga, permasalahan internal organisasi HMI Cabang Padang dalam hal

sumber daya yaitu terkait dengan basis keanggotaan, jejaring komunikasi, dan

kepemimpinan. Secara basis keanggotaan terdapat persoalan seperti

ketidakdisiplinan anggota dan kurangnya rasa tanggung jawab. Hal ini menyita

perhatian HMI yang lebih disibukan dengan permasalahan internal sehingga

kurangnya perhatian terhadap isu-isu diluar. Dukungan keanggotaan banyak

secara moral namun sedikit dalam tindakan di lapangan karena kurang optimalnya

proses kaderisasi membentuk militansi anggota hal ini juga berpengaruh kepada

rendahnya kepemimpinan HMI dalam gerakan mahasiswa di kota Padang. Kurang

dimanfaatkannya teknologi informasi sebagai jejaring komunikasi dan belum

adanya wadah pertemuan rutin antar lembaga mahasiswa untuk mendiskusikan

isu-isu terkini menyebabkan tidak terbangunnya soliditas antar organisasi

mahasiswa. Kondisi demikian menyebabkan sulitnya HMI dalam melakukan

mobilisasi sumber daya potensial yang ada menjadi mobilisasi yang bersifat

aktual.

Keempat, minimnya kajian dan analisa terhadap suatu permasalahan. Hal

itu dikarenakan kurangnya dukungan data investigasi lapangan yang membuat

166
kajian mahasiswa tidak mendalam dan cenderung bersifat normatif sehingga aksi-

aksi yang dilakukan lebih sering bersifat reflektif dalam bentuk aksi-aksi

solidaritas. Kurangnya kajian menyebabkan pembingkaian isu yang dilakukan

tidak maksimal dan tidak mampu meyakinkan target peserta gerakan sehingga

gerakan nyata yang harus dilakukan menjadi kabur. Kondisi demikian

menyebabkan gerakan yang dilakukan menjadi tidak konsisten, reaktif, dan

rendahnya partisipasi gerakan mahasiswa. Kondisi yang lebih buruk adalah

adanya kecurigaan antar lembaga mahasiswa yang dianggap membawa

kepentingan politik tertentu hal tersebut terjadi karena HMI kurang

mengedepankan gagasan-gagasan dan ide-ide yang konstruktif untuk meng-

counter isu-isu politik sebagai bentuk pencerdasan bagi masyarakat awam.

B. Saran

1. Secara akademis

Dikarenakan keterbatasan waktu penelitian, penelitian ini baru

sampai pada tahap mengidentifikasi faktor-faktor penyebab disorientasi

gerakan HMI berdasarkan kondisi internal dan eksternal HMI seperti

perubahan sistem politik yang terjadi, hendaknya peneliti selanjutnya bisa

melengkapi dengan pengaruh faktor eksternal lainnya terhadap gerakan

mahasiswa yaitu perubahan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

pascareformasi yang begitu erat kaiatannya dengan mahasiswa di tahun 1998.

Hal ini perlu kiranya untuk melihat pengaruh LSM dalam mendukung kajian

dan analisis isu bagi gerakan mahasiswa sebagaimana dukungan yang pernah

dilakukan LSM terhadap gerakan mahasiswa saat reformasi 1998. Secara

167
teoritis, penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dengan teori

gerakan sosial yang lebih melihat perilaku kolektif HMI sebagai organisasi

gerakan. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melengkapi penelitian ini

menggunakan pendekatan psikologis yaitu tentang bagaimana orientasi

individu kader-kader HMI serta pengaruhnya terhadap arah gerakan HMI

Cabang Padang.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refleksi kritis bagi gerakan

mahasiswa di Kota Padang dalam menyikapi permasalahan sosial politik baik

secara nasional maupun di tingkat daerah khususnya HMI Cabang Padang

dalam upaya menyatukan visi bersama gerakan mahasiswa di Kota Padang.

168

Anda mungkin juga menyukai