Anda di halaman 1dari 28

MODUL MATERI

PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU

GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

1. SEJARAH GERAKAN PEMUDA DAN MAHASISWA


2. NASIONALISME
3. PENGANTAR MARHAENISME
4. PENGANTAR TENTANG GMNI
5. SARINAH

NAMA

…………………………………………………………

DEWAN PENGURUS KOMISARIAT


GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA

2022
SEJARAH GERAKAN PEMUDA DAN MAHASISWA

Pemuda dan mahasiswa selalu identik dengan perubahan sosial di Indonesia sejak
jaman colonial Belanda sampai sekarang. Peran kesejarahan dan keterlibatan amat
panjang telah menempatkannya sebagai krlompok strategis yang memiliki daya dorong
transformasi sosial yang signifikan. Hingga tepatlah kiranya bila mahasiswa dianggap
sebagai ikon penting dalam perubahan sosial di Indonesia. Sejarah gerakan mahasiswa
bisa dijelaskan dalam beberapa fase di bawah ini :

1. Munculnya Gerakan Kaum Terpelajar


Kaum terpelajar Indonesia muncul seiring dibangunnya sekolah-sekolah oleh
belanda pada abad ke-18 pada tahun 1819, belanda membangun sekolah militer di
semarang, kemudian sekolah-sekolah umum seperti sekolah leiden (1826), institute
bahasa Surakarta (1832), sekolah pegawai hindia belanda (1842), dan sekolah guru bumi
putera (1852). Sekolah-sekolah tersebut diperuntukan bahi anak-anak belanda dan
pegawai tinggi pribumi.
Selain sekolah-sekolah yang dibangun oleh belanda juga terdapat sekolah yang
dibangun penduduk tionghoa atau arab. Selain itu juga muncul lembaga pendidikan yang
dikelola oleh bangsa sendiri. Pertama kali oleh RA Kartini (1903), dewi sartika (1904),
taman siswa ki hajar dewantara (1922). Munculnya kaum terpelajar turut mendorong
berkembangnya organisasi-organisasi sosial. Yang pertama adalah sarekat priyayi (1906)
kemudian pada tahun 1906 berdirilah boedi oetomo dengan tokohnya antara lain E.
Douwes Dekker dan Wahidin Soediro Hoesodo. Boedi Oetomo dipelopro oleh pemuda
dan mahasiswa dari STOVIA, sebuah sekolah kedokteran di Jakarta.
Kemudian pada tahun 1911, di solo berdiri sebuah perkumpulan bernama serekat
islam (SI). Organisasi ini didirikan bukan semata-mata sebagai perlawanan terhadap
pedagang cina, tapi juga digunakan sebagai front untuk melawan semua bentuk
penghinaan terhadap rakyat bumi putra. Organisasi ini merupakan reaksi terhadap
krestenings-politick (politik pengkristenan) dari kaum zending, perlawanan terhadap
penindasan dari pihak kolonial.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


2. Era Orde Lama

Sejak kemerdekaan muncul kebutuhan aliansi antara kelompok-kelompok


mahasiswa, diantaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang
dibentuk mulai Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947. Selanjutnya
dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan system
kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan
merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa
Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos)
dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan partai NU,
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan masyumi, dan lain-lain.
Diantara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI
tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani
menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh
berusaha mempengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara
CGMI dengan HMI, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam
PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI khususnya setelah Kongres
V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25
Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil
dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr.
Syarief Thayeb, yakni HMI, PMII, GMKI, Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi
Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI).
Tujuan pendidikannya, terutama agar para aktivis maahasiswa dalam melancarkan
perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pekajar
Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi
Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat
dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah
Angkatan 66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional.
Sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-
tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuatan
orde baru. Akbar Tanjung, Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi.
Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negera. Gerakan ini berhasil
membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis
yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir,
aktivis Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi
DPR/MPR serta diangkat dalam kabinet pemerintahan Orde Baru.

3. Era Orde Baru


Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah
bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk
generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer. Sebelum gerakan
mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak 1970-an, sebenarnya mahasiswa
sudah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde
Baru, seperti Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru
pada 1972 karena golkar dinilai curang.
Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang
menggusur banyak rakyat kecilyang tinggal dilokasi tersebut. Diawali dengan reaksi
terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling
megemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi, lahirlah,
selanjutnya apa yang disebut gerakan “Mahasiswa Menggugat” yang dimotori Arif
Budiman yang program utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan
korupsi.
Menyusul aksi-aksi lain dengan skala yang lebih luas pada 1970 pemuda dan
mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi
(KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah,
mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan Orde Bar uterus
mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara
dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo
dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk
perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu,
patai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat
maupun mahasiswa terhadap Sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai
pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorong
munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori
oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan. Dalam tahun 1972,
mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran
Negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak
dalam pembangunan, misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII) disaat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun
1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai denagn meletusnya demonstrasi
memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang dating ke Indonesia dan peristiwa malaria
15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu “Ganyang Korupsi”
sebagai salah satu tuntutan “Tritura baru” disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan
Asisten Pribadi dan Turunkan Harga, sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah
versi korban Mahasiswa Indonesia di Bandung. Sebelumnya, gerakan ini berbuntut
dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes
mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus
disamping kuliah sebagai kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


social, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan
wisuda sarjana.
Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah pemilu 1977, barulah
muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah
penyimpangan politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan
kampanye, sampai penusukkan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislative,
pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan,
sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat local. Gerakan ini juga mengkritik
strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa,
maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan
berkampanye diberbagai perguruan tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh
mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena
mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lainnya adalah
karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi
diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk
menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara
yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan
diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.

4. Era Reformasi

Dan yang paling akhir kita dengar adalah, Reformasi 1998 yang melibatkan bebrapa
kalangan mahasiswa yang pada waktu itu sudah dibutakan selama kuran lebih 30 tahun oleh
rezim Orde baru, rezi Soeharto lewat NKK/BKK nya. Gerakan mahasiswa era 98 mencuat
dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dan kursi kepresidenan,
tepatnya pada tanggal 12 Mei 1998. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis
mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini diantaranya: Peristiwa
Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, Tragedi
Lampung.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Gerakan mahasiswa tahun Sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun
1998, diawali dengan terjadi krisis moneter dipertengahan tahun 1997. Harga-harga
kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun
mulai gerah dengan penguasa ORBA, tututan mundurnya Soeharto pun menjadi agenda
nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan
agenda REFORMASI nya. Mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari
masyarakat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada,
kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun.
Politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpula karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan,
dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI,Birokrat, dan Golkar).
Symbol rumah rakyat yaitu gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa
dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut
almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di gedung dewan ini, tercatat FKSMJ
(Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh
aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham aliran dapat bersatu dengan
tujuan yang sama : Turunkan Soeharto.
Dua elemen mahasiswa yang mencuat adalah FKSMJ dan FORKOT. Penulis
mengenal betul karakter kedua elemen mahasiswa ini. FKSMJ yang merupakan
forumnya mahasiswa se Jakarta, lebih intens melakukan koordinasi dan terkesan hati-hati
dalam menyikapi persoalan yang muncul, terdiri dari aktivis mahasiswa Pers Kampus
lebih “radikal” dalam beraksi dan berani menetang arus, sehingga tak jarang harus
berhadapan langsung dengan aparat, dan bentrok fisik pun tak terelakan.
Perjuangan mahasiswa menuntut lengsernya presiden memang tercapai, tapi perjuangan
ini sangat mahal harganya karena harus dibayar dengan 4 nyawa mahasiswa Tri Sakti,
mereka gugur sebagai pahlawan Reformasi, serta harus dibayar dengan tragedy semanggi
1 dan 2. Memang lengsernya Soeharto seolah menjadi tujuan utama gerakan mahsiswa
sehingga ketika pemerintahan berganti, isu utama kembali kedaerah masing-masing.
FORKOT dan FKSMJ pun kembali bersebrangan tujuan. REFORMASI terus bergulir,
perjuangan mahasiswa tidak akan pernah berhenti sampai disini. Perjuangan dari masa ke
masa akan tumbuh jika penguasa tidak berpihak kepada rakyat.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi
Dengan posisi tawar mahasiswa yang lemah dewasa ini, belum saatnya menetukan
partner politik atau memutuskan pilihan-pilihan grand design politik tertentu, Gerakan
Mahasiswa sekarang belum menjadi agent of social change, sebaliknya menjadi gerakan
peripherial, pinggiran. Agenda yang diperlukan adalah penyatuan kelompok-kelompok
pinggiran mahasiswa dalam suatu konsolidasi secara nasional. Hal ini dibutuhkan untuk
pengembalian posisi tawar yang menyurut. Karenanya, dalam posisi tawar yang lemah,
agenda Gerakan Mahasiswa mesti berpihak memilih misi transformasi dan misi korektif.
Misi transformative menekankan pada gerakanpenyadaran social politik dan penularan
gagasan-gagasan demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Sedangkan misi korektif
menitikberatkan pada koreksi berbagai kebijakan atau sikap dan tindakan yang tidak
menguntungkan rakyat banyak.
Diangkatnya isu-isu local populis dengan harapan dapat menjadi isu nasional yang
nampaknya masih bisa diandalkan. Pilihan isu-isu mikro memang sesuai dengan kondisi
gerakan mahasiswa yang lemah. Dalam tahap ini diharapkan terjadi konsolidasi secara
beratahap untuk mengembalikan nafas gerakan mahasiswa yang telah surut akibat
depolitisasi kampus. Untuk merajut jaringan secara nasional itu paling tidak dibutuhkan
beberapa prinsip. Pertama, perlunya semangat dialog tanpa apriori antar kelompok
mahasiswa. Melalui dialog tanpa apriori dapat diketahui kekuatan dan kelemahan
masing-masing pihak serta menghindari persaan curiga atau rasa permusuhan akibat
berbedanya pendekatan gerakan. Kedua, kedewasaan berpolitik antar aktivis yang
berbeda ideologi dan pendekatan gerakan. Ketiga, konsolidasi berjalan bertahap dan
berkesinambungan melalui isu-isu tertentu dengan target “jangka panjang”, sehingga
terhindar situasi gerakan yang prematur.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


NASIONALISME
Munculnya Nasionalisme sebagai Respon dari Kolonialisme
Kolonialisme di Indoneasia sudah ada semenjak tahun 1511, dimulai ketika Portugis
menundukkan Malaka. Sekitar tahun 1540-an ketika VOC berhasil merebut Malaka dari
tangan Portugis dan menguasai perdagangan di hampir seluruh Nusantara. Hal tersebut
menunjukkan proses awal masuknya kolonialisme oleh pedagang Eropa. Terutama di Pulau
Jawa ketika Raja Mataram menyerahkan kekuasaan atau daerah pantai utara pulau jawa
kepada VOC pada tahun 1749.
Adapun eksploitasi kolonial di Indonesia mulai dirasakan saat memasuki era awal
okupasi Kerajaan Belanda dengan diawali kebijakan kerja rodi yang diterapkan Daendels
dalam membangun sarana dan prasarana yang membutuhkan pengerahan tenaga kerja.
Puncaknya ketika Gubernur Jenderal Van Den Bosch pada tahun 1830 mengeluarkan
kebijakan tentang eksploitasi negara tanah jajahan menjadi pedoman kerja pemerintah
kolonial. Adapun maksud dari kebijakan ini adalah dimaksudkan untuk mencapai
peningkatan semaksimal mungkin produksi pertanian untuk pasar Eropa. Kebijakan dan
alasan kolonialisme pada masa awal pendudukan Kerajaan Belanda lebih bersifat ekonomi.
Akan tetapi setelah pemulaan abad ke-20 yang ditandai oleh perkembangan ekonomi yang
sangat pesat, dibarengi pula kebijakan–kebijakan yang bersifat politis, yaitu adanya perluasan
jabatan pemerintahan kolonial secara besar - besaran di indoneisa mulai dari keresidenan
hingga ke distrik.
Berangkat dari fenomena tersebut, bangsa indonesia sebagai bangsa yang tertindas
jelas memunculkan suatu bentuk kesadaran tersendiri untuk melepaskan diri dari kungkungan
dan ketertindasan kolonialisme. Bentuk kesadaran ini akhirnya mengarahkan pada suatu
ikatan sentimen dan solidaritas sosial berupa sebuah ideologi yakni nasionalisme.
Sebagaimana disebutkan oleh kartodirdjo (1972:44) bahwa nasionalisme sebagai gejala
historis telah berkembang sebagai jawaban terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang
khusus yang ditibulkan oleh kolonialisme. Kolonialisme dan nasionalisme tidak dapat
dipisahkan satu sama lain sebab terdapat hubungan timbal balik antara nasionalisme yang
sedang berkembang dan berproses dengan politik dan ideologi kolonial. Pada kondisi dimana
rakyat sedang diokupasi kolonial, nasionalisme dianggap sebagai kekuatan sosial yang
mempunyai orientasi terhadap masa depan.
Nasionalisme Indonesia

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


“Bukannya kita mengharap yang nasionalis itu supaya berubah faham jadi islamis
atau marxis, bukan maksud kita menyuruh marxis dan islamis itu berbalik menjadi nasionalis
akan tetapi impian kita hanyalah kerukunan, persatuan antara tiga golongan itu.”

Dalam tulisannya “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”, Soekarno menegaskan


bahwa nyawa pergerakan rakyat Indonesia memiliki tiga sifat yaitu nasionalistis, islamistis,
dan marxistis. Ketiga azas tersebut menurut Soekarno merupakan nafas gerakan-gerakan
anti-kolonialisme di Asia pada masanya. Dalam konteks kepartaian Indonesia pada era pra-
kemerdekaan, tentu dikenal Partai Budi Oetomo, National Indisehe Partij, Partai Sarekat
Islam, Perserikatan Minahasa, Partai Komunis Indonesia, dan masih banyak partai–partai lain
yang masing–masing mempunyai roh nasionalisme, roh Islamisme, atau roh marxisme.
Dasar pemkiran Bung Karno sarat dengan muatan nilai–nilai kemanusiaan hakiki
bersifat universal, prinsip utama (asas) pemikiran bersumber pada tuntutan hati/budi nurani
manusia (the social consicience of man). Tidak mengherankan bila Bung Karno muda dari
awal berjuang senantiasa menegaskan tuntutan revolusi rakyat Indonesia. Tidak hanya
sekedar merdeka, tetapi lebih dari itu yaitu menerjuangkan kebebasan sesuai dengan kodrat
manusia (hak – hak manusia). Pemikiran ini tercermin antara lain dalam pidato Bung Karno :
“. . . bahwa revolusi kita ini adalah sebagian saja dari pada revolusi kemanusiaan.
Cita – cita revolusi kita adalah, kataku, kongruen dengan the social considicience of
man”.
“. . . bahwa semboyan kita adalah freendom to be free, bebas untuk merdeka. Buat
apa ada freendom of speech, freedom of creed, freedomfrom want, freedom of from fear,
jikalau tidak ada kebebasan untuk merdeka”.
Setidaknya kutipan di atas dapat dimaknai perjuangan rakyat Indonesia yang
dikorbankan Bung Karno tidak hanya sebatas merebut kemerdekaan dari kolonial dan
tercukupinya sandang pangan, tetapi juga sebuah perjuangan – perjuangan aspirasi
kemanusiaan yang di dalamnya terkandung perjuangan untuk menegakkan harkat dan
martabat manusia. Tidak mengherankan bila arah perjuangan Bung Karno adalah
pembebasan anak manusia dari segala macam bentuk penindasan dan ketidakadilan.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


MARHAENISME

Pendahuluan
Banyak sekali sebagian orang yang beranggapan bahwa “Marhaen” merupakan kaum
proletar. Namun, pada kenyataannya anggapan tersebut tidaklah sesuai. Dalam Kamus Politik
(Fikiran Ra’jat-ed), yang dimaksud dengan Proletar adalah orang yang menjual tenaganya
“membuat” suatu “barang” untuk orang lain (majikannya), sedang ia tidak ikut memakai alat-
alat pembuatan “barang” itu. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kaum proletar , merupakan
orang yang membuat suatu barang dimana hasilnya tersebut dijual untuk orang lain,
sedangkan dia sendiri tidak mempergunakan barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri
secara maksimal. Dengan kata lain yang dapat disebut sebagai kaum proletar ialah kaum
buruh.
Di Eropa, sebagian besar masyarakatnya disebut kaum proletar. Sebab disemua kota-
kota yang ada di Eropa terdapat perusahaan – perusahaan dan pabrik – pabrik yang banyak
sekali memperkerjakan kaum buruh. Di bidang pertanian Eropa sudah sejak lama
memperlakukan sistem “landbouw-kapitalisme”, yakni kapitalisme pertanian. Kaum buruh
tani bekerja pada sistem kapitalisme pertanian , dimana kaum buruh petani hanya bekerja
pada pemilik sawah, dengan imbalan sesuai perjanjian dengan pihak pemilik tanah sawah
tersebut, tanpa memiliki kuasa apapun untuk menjual sendiri hasil kerja kerasnya tersebut,
karena kelemahan kekuasaan kepemilikan yang dimiliki.
Bagaimana di Indonesia ? Meskipun sebagian besar masyarakat Indonesia adalah
masyarakat agraris, yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani. Namun,
bukan berati masyarakat Indonesia terbebas dari istilah “proletar”. Secara tidak langsung,
masyarakat Indonesia telah dikatakan sebagai “kaum proletar”. Masyarakat yang tinggal
dikota maupun didesa sebagian besar dapat disebut sebagai kaum proletar karena , mereka
bekerja pada sebuah perusahaan, membuat suatu barang perusahaan tersebut, lalu hasil
produksi yang ia buat tidak dinikmati sendiri, melainkan hasil produksi tersebut dijual
kembali oleh pemilik perusahaan tersebut. Berbagai contoh di sektor penjualan seperti, gula,
pabrik teh, tehnologi, rokok, sintetis, plastik, kebutuhan pokok, dll. Yang disebut kaum
proletar bukan tergantung atas kemampuan, dan kemelaratan yang dimilikinya. Namun,
dibataskan pada orang yang bekerja untuk membuat suatu barang, sedangkan orang itu
sendiri tidak menikmati hasil pembuatan tersebut, maka disebut dengan kaum proletar. Jadi
tidak semua kaum proletar itu lemah dalam segi financial, ada juga yang dapat memenuhi
kebutuhan dengan cukup.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Sehingga, untuk membedakan kaum proletar dengan kaum yang melarat dibedakan
dengan istilah “Marhaen”. Marhaen meliputi orang yang melarat di Indonesia, baik yang
proletar maupun bukan proletar, yang buruh maupun yang bukan buruh, kaum tani melarat
yang masih “merdeka” (memiliki sawah sendiri) dapat dikatakan sebagai Marhaen. Untuk
membedakan pemaknaan dan pengertian “kaum proletar” dengan “marhaen” , yang disebut
dengan Marhaen ialah orang yang memiliki modal alat-alat untuk menghasilkan suatu
produksi, tetapi kehidupannya masih melarat. Sedangkan, Proletar ialah orang yang tidak
memiliki alat-alat produksi sama sekali , dimana ia bekerja untuk orang lain.
Setelah memahami perbedaan antara “marhaen” dan “proletar”, lalu apakah yang
dimaksud dengan “Marhaenisme” ? Marhaenisme berarti faham nasionalisme Indonesia yang
memihak kepada kaum marhaen. Siapa saja masyarakat Indonesia baik kaum intelektual,
terpelajar, politikus, pendidik, pengusaha atau bahkan sesama kaum marhaen yang memihak
pada kaum marhaen disebut Marhaenisme. Jadi, marhaenisme adalah sebuah istilah yang
digunakan untuk menandakan orang-orang yang memihak kaum marhaen. Yang menjadi
corak culture / khas Marhaenisme ialah faham , sikap pendirian, dan asas yang kuat. Bukan
harus sengaja memakai pakaian yang koyak – koyak jika bisa memakai pakaian yang pantas,
atau sengaja memakai sepatu yang jebol jika memiliki sepatu yang baru, atau sengaja
memakan daun pisang jika memiliki pisang, tetapi fahamnya / dasar pemikirannya, sikap
pendiriannya, dan asas yang dimiliki yang menjadi ukuran. Sebab, sekali lagi pakaian yang
koyak – koyak belum tentu menutupi jiwa yang Marhaenisme.

II. Sejarah Lahirnya Marhaenisme


Dalam konteks sejarah marhaenisme merupakan sebuah konstruksi pemikiran
soekarno yang dihasilkan dari sebuah perenungan yang sangat mendalam dan sebuah analisa
bedasarkan historis materialisme terhadap perkembangan masyarakat yang hidup dalam
wilayah geo politik (Hindia Belanda). Berdasar hasil penganalisaan tersebut didapatlah
sebuah relitas sejarah, bahwa rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang sangat mendalam
akibat sistem kapitalisme/imperialisme (kolonialisme) bangsa asing dan feodalisme bangsa
sendiri. Kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan adalah bentuk penderitaan kemiskinan,
kebodohan, keterbelakangan adalah bentuk penderitaan yang diakaibatkan oleh sistem
kapitalisme/imperialisme/kolonialisme yang bersifat menindas rakyat Indonesia.
Ketertindasan rakyat Indonesia ini oleh Soekarno di ilustrasikan dengan pengalaman
pribadinya ketika berada di bagian selatan kota Bandung, suatu daerah pertanian yang padat ,

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


dimana para petani menggarap sendiri sawah mereka, yang luasnya tak lebih dari sepertiga
hektar. Perhatian Soekarno tertuju pada seorang petani yang sedang mencangkul tanah
miliknya. Dia seorang diri. Pakaiannya sudah lusuh. Gambaran khas ini kupandang sebagai
perlambang. Soekarno berdiri sejenak memperhatikannya dengan diam. “karena orang
Indonesia adalah bangsa jang ramah, maka aku mendekatinja”. Kata dalam hati Soekarno.
Kemudian Soekarno menanyakan nama petani muda itu. Ia menyebut namanya. ,,Marhaen.”
Marhaen adalah nama yang biasa seperti Smith dan Jones. Disaat itu sinar ilham
menggenangi otaknya. “Aku akan memakai nama itu untuk semua orang Indonesia bernasib
malang seperti itu semenjak itu kunamakan rakyatku rakjat Marhaen” dalam hati Soekarno.
Melalui perbincangan inilah awal mula Soekarno merumuskan, seorang marhaen
yang memiliki sawah sendiri, alat sendiri namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya beserta keluarganya, hal inilah yang kemudian dijadikan gambaran keadaan
kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas bekerja sebagai petani. Dan berdasarkan
pengalaman inilah Soekarno merumuskan istilah “Marhaen” yang digunakan sebagai ilustrasi
/ gambaran masyarakat Indonesia. Kemudian disebut dengan faham “Marhaenisme” yakni
siapa saja masyarakat Indonesia baik kaum intelektual, terpelajar, politikus, pendidik,
pengusaha atau bahkan sesama kaum marhaen yang memihak pada kaum marhaen.
Marhaenisme oleh Soekarno dianggap sebagai ideologi bagi rakyat marhaen untuk
melenyapkan kapitalisme dan imperialisme di Indonesia.
Bagi Soekarno kapitalisme adalah sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara
produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi. Kapitalisme timbul dari cara
produksi yang oleh karenanya menjadi penyebab nilai lebih tidak jatuh ke tangan kaum buruh
melainkan hanya dinikmati oleh sang majikan. Dengan demikian kapitalisme menyebabkan
akumulasi kapital, konsentrasi kapital, sentralisasi kapital, dan kapitalisme bertujuan
memelaratkan kaum buruh.
Imperialisme sendiri menurut Soekarno adalah suatu nafsu, atau sistem yang
menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa lain, suatu sistem yang mengendalikan
ekonomi atau negeri bangsa lain. Imperialisme juga sebuah sistem atau nafsu yang bertujuan
untuk menaklukan negeri atau bangsa lain. Imperialisme pada akhirnya akan melahirkan
negeri jajahan. Berdasarkan praktek imperialisme Belanda yang berlangsung selama berabad-
abad maka Soekarno menciptakan sebuah formulasi ide yang kemudian dirumuskan menjadi
ideologi perjuangan bagi massa marhaen yang telah dimiskinkan oleh sistem imperialisme,
kolonialisme, dan kapitalisme.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Bagi Soekarno marhaenisme adalah azas perjuangan yang bertujuan untuk
menghilangkan imperialisme, kolonialisme dan kapitalisme di Indonesia, menciptakan
susunan masyarakat serta negara yang mensejahterakan kaum marhaen, sekaligus juga
sebagai cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum marhaen sendiri.

Marhaenisme sebagai Antitesa Kapitalis

Sejak peristiwa G30S 1965, negara bangsa Indonesia sebagai sebuah Republik,
praktis telah gagal, hancur berkeping-keping. Martabat manusia diluluhlantakkan, hubungan
antar sesama berlangsung penuh kecurigaan dan serba tegang, rasa solidaritas dan
kebersamaan musnah. Yang ada hanyalah laku bunuh-membunuh, jegal-menjegal, korupsi,
kebodohan, kemiskinan, pengkhianatan intelektual, hingga ketergantungan yang parah
terhadap dinamika ekonomi internasional. Beriringan dengan kebangkrutan Republik itu,
rejim Orde Baru (Orba), di bawah kondisi perang global melawan komunisme, secara
perlahan dan penuh kepastian, menggiring negara bangsa Indonesiamenjadi negara klien
(Client-State/CS) bagi negaraimperial (Imperial-State/IS). Dalam posisi sebagai CS ini, rejim
Orba berfungsi
memfasilitasi, melayani, dan melindungi kelancaran dan kelangsungan eksploitasi
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam Indonesia. Sejak peristiwa G30S 1965 itu, apa
yang disinyalir Bung Karno sebagai “bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa”, diwujud-
nyatakan oleh rejim Orba.

Setelah reformasi yang menumbangkan pucuk kekuasaan rejim Orba pada 1998,
terjangan imperialisme semakin menjadi-jadi. Rejim-rejim pasca reformasi kian menjadikan
dirinya sebagai klien imperialis. Jika pada masa Orba, agen-agen imperialismemasih harus
bernegoisasi dengan struktur kekuasaan yang relatif homogen saat ini, justru rejim-rejim
pasca reformasi berusaha semampu mungkin mengingatkan dirinya pada agen-agen
imperialisme itu. Jika pada masa Orba Imperialisme bekerja di bawah payumg perang global
melawan terorisme, akibatnya bukan membuka lembaran baru bagi kebangkitan kembali
Republik, rejim di era transisi ini malah kian menghamba pada tuntutan-tuntutan negara
imperial: obral murah perusahaan milik negara, mencabut sesegera mungkin subsidi untuk
kebutuhan mendasar rakyat, atau bagaimana agar kekuatanburuh selekas-lekasnya dilucuti
agar tidak mengganggu kelangsungan eksploitasi. Serta, keberhasilan melayani kepentingan
imperial itu, dijadikan ukuran sukses tidaknya kinerja rejim masa transisi. Kata kuncinya,
semakin terintegrasi semakin sukses. Misalnya, semakin banyak menjual perusahaan milik

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


negara (BUMN), pertanda rejim baru ini sukses melaksanakan reformasi ekonomi. Semakin
cepat mencabut subsidi kebutuhan pokok, semakin merasa terhormat dimata negara imperial.

Banyaknya perusahaan asing yang berdiri, banyaknya mall-mall yang berdiri di


daerah tengah kota merupakan penyebab dari perbudakan di rumah sendiri. Dengan kata lain
kita akan menjadi budak di tanah air kita. Ditambah lagi dengan kebijakan tentang import
beras yang dilakukan oleh pemerintah yang dipengaruhi oleh Internasional maka banyak
sekali melahirkan marhaen-marhaen baru yang miskin karena sistem.

Marhaenisme sebagai Azas Ideologi

Marhaenisme itu sendiri adalah asas yang menghendaki susunan masyarakat dan
negara, yang di dalam segala halnya, menyelamatkan dan melindungi kaum marhaen.
Marhaenisme adalah cara perjuangan revolusioner, sesuai dengan watak kaum marhaen pada
umumnya. Merhaenisme adalah asas dan cara perjuangan tegelik menuju kepada hilangnya
kapitalisme, imperalisme, dan kolonialisme.
Asas mahaenisme bila ditelusuri dari berbagai tulisan Soekarno, mengandung makna
sosio nasionalismedan sosio demokrasi. Sosio nasionalisme adalah paham yang mengandung
nilai kebangsaan yang sehat dan berdasarkan perikemanusiaan, persamaan nasib, gotong
royong, hidup kemasyarakatan yang sehat, kerjasama untuk mencapai sama bahagia, tidak
untuk menggencet dan menghisap. Jadi, di dalam paham kebangsaan itu, harus ada semangat
kerjasama dan gotong royong antara bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain. Lebih tegas
lagi, yang dimaksud Soekarno adalah paham kebangsaan berperikemanusiaan.
Sedangkan sosio demokrasi adalah paham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Rakyatlah yang mengatur negaranya, perekonomiannya, dan kemajuannya, supaya sesuatu
bisa bersifat adi, tidak membeda-bedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Rakyat yang
sangat menginginkan berlakunya demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi
sosial.
Asas marhaenisme syarat dengan nuansa untuk memperjuangkan keadilan, persamaan
hak, dan memperjuangkan kepentingan kaum tertindas dengan upaya menghapuskan
pemerasan dan mempersatukan semua golongan yang tertindas (marhaen). Mempersatukan
kekuatan semua golongan yang tertindas, yang antikapitalis dan imperalis, tampaknya
diletakkan sebagai pilar utama untuk mencapai masyarakat demokrasi kearah pergaulan
hidup sama rata, sama bahagia, yang disesuaikan dengan semangat dan jiwa rakyat Indonesia.
Sosio nasionalisme, sosio demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
bentuk ungkapan istilah lain dari cita-cita marhaenisme. Sosio-nasionalisme adalah satu asas

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


kehidupan rakyat Indonesia yang berdasarkan nasionalisme Indonesia. Pemikiran Soekarno
tentang nasionalisme Indonesia, harus diakui memang banyak diinspirasi beberapa tokoh
dunia seperti Ernest Renan, Otto Bauer (Austromarxis)dan Gandhi. Misalnya tentang salah
satu pandangan Soekarno yang sepaham dengan pemikiran Otto Bauer, bahwa munculnya
sebuah bangsa pada dasarnya bukan karena adanya kesamaan ras, bahasa, suku, ataupun
agama, melainkan karena semata-mata hanya karena adanya kesamaan sejarah (riwayat).
Oleh karena itulah, kenapa kemudian Soekarno menginginkan nasionalisme Indonesia dapat
tumbuh dan berkembang melalui kesadaran sejarah atas penindasan dan penghisapan yang
melanda kehidupan rakyat Indonesia.
Soekarno juga sepemahaman dengan Gandhi bahwa nasionalisme juga harus dilandasi
oleh rasa cinta terhadap manusia dan kemanusiaan tanpa membedakan suku, ras maupun
agama, sehingga nasionalisme Indonesia tidak pernah bersifat chauvis, melainkan humanis.
Itulah nasionalisme Indonesia, satu nasionalisme yang teruji dan dibesarkan oleh sejarah,
yang cinta kepada manusia dan kemanusiaan, yang zonder exploitation de lhomme par
lhomme, zonder exploitation de nation parnation, dan bersifat melindungi serta
menyelamatkan kehidupan seluruh rakyat Indonesia.

Sosio demokrasi adalah asas kehidupan rakyat yang berdemokrasi gotong royong,
yaitu satu demokrasi yang bersumber dari kepribadian rakyat Indonesia. Jadi bukan
demokrasi ”jegal-jegalan” (bahasa Soekarno), dan juga bukan demokrasi mayoritas
menindas minoritas, melainkan demokrasi yang memberikan keselamatan kepada seluruh
rakyat Indonesia. Sosio demokrasi oleh Soekarno diartikan pula sebagai demokrasi politik
dan demokrasi ekonomi ala Indonesia.
Serta Ketuhanan Yang Maha Esa adalah pondasi dari dua asas di atas (sosio
nasionalisme dan sosio demokrasi), sebagai unsur spiritualitas guna membimbing kedua sosio
tersebut menuju hakekat dan budi nurani manusia Indonesia. Dari pokok-pokok pikiran
tersebut di atas, maka dapat ditegaskan bahwa sosio nasionalisme, sosio demokrasi dan
Ketuhan Yang Maha Esa mengandung arti yang sama dengan Pancasila maupun cita-cita
bangsa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Sehingga perdebatan tentang
Marhaenisme is Pancasila ataukah Pencasila is Marhaenisme tidak perlu diperdebatkan lagi.

Marhaenisme sebagai Azas Perjuangan

Langkah pertama Soekarno untuk melawan kolonialisme, imperialisme, beliau


mengusulkan ditempuhnya jalan nonkoopersi. Bahkan sejak tahun 1923 Soekarno sudah
mulai mengambil langkah nonkooperasi itu, yakni ketika beliau menolak kerjasama dengan

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


kolonial. Dalam kaitannya dengan hal tersebut beliau kembali mengingatkan bahwa motivasi
utama kolonialisme orang Eropa adalah motivasi ekonomi. Oleh karena itu, mereka tidak
akan dengan sukarela melepaskan koloninya. “Orang tak akan gampang-gampang
melepaskan bakul nasinya”, kata Soekarno, “jika pelepasan bakul itu mendatangkan
matinya”. Oleh karena itu pula beliau yakin bahwa kemerdekaan tidak boleh hanya ditunggu,
melainkan harus diperjuangkan.
Langkah lain yang menurut Soekarno perlu segera diambil dalam menentang
kolonialisme dan imperialisme itu adalah menggalang persatuan diantara para aktivis
pergerakan. Dalam serial tulisan Nasionalisme, Islam dan Marxisme ia mengatakan bahwa
sebagai bagian dari upaya melawan penjajahan itu tiga kelompok utama dalam perjuangan
kemerdekaan di Indonesia yakni para pejuang Nasionalis, Islam dan Marxis hendaknya
bersatu. Dalam persatuan itu nanti mereka akan mampu bekerjasama demi terciptanya
kemerdekaan Indonesia. “Bahtera yang akan membawa kita kepada Indonesia Merdeka”,
ingat Soekarno, “adalah Bahtera Persatuan”.
Pada saat yang sama Soekarno juga mengingatkan bahwa perjuangan melawan
kolonialisme itu lebih kompleks daripada perjuangan antara kelompok pribumi melawan
kelompok kulit putih. Pada satu sisi perlu dibedakan antara “pihak Sini” yakni mereka yang
mendukunga, dan “pihak Sana” yakni mereka yang menentang perjuangan kemerdekaan.
Pada sisi lain perlu disadari pula bahwa kedua “pihak” itu ada baik dikalangan pribumi
maupun dikalangan penguasa kolonial.
Seruan-seruan itu pada tanggal 4 Juli 1927 dilanjutkan dengan pendirian Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang sebagai tujuan utamanya dicanangkan untuk “mencapai
kemerdekaan Indonesia”. Guna memberi semangat pada aktivis pergerakan, pada tahun 1928
ia menulis artikel berjudul Jerit Kegemparan dimana ia menunjukkan bahwa sekarang ini
pemerintah kolonial mulai waswas dengan semakin kuatya pergerakan nasional yang
mengancam kekuasaannya. Ketika pada tanggal 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap dan
pada tanggal 29 Agustus 1930 disidangkan oleh pemerintah kolonial, Soekarno justru
memanfaatkan kesempatan di persidangan itu. Dalam pleidoinya yang terkenal berjudul
Indonesia Menggugat dengan tegas ia menyatakan perlawanannya terhadap kolonialisme.
Dan tidak lama setelah dibebaskan dari penjara pada tanggal 31 Desember 1931 ia bergabung
dengan Partai Indonesia (Partindo), yakni : partai berhaluan nonkooperasi yang dibentuk
pada tahun 1931 untuk menggantikan PNI yang telah dibubarkan oleh pemerintah kolonial.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Gerakan Massa Marhaen

Secara terpisah, Prof. Dr. Djohar MS menegaskan, keadaan obyektif bangsa Indonesia
telah lama dipikirkan Soekarno. Guna membangun keadaan obyektif bangsa Indonesia saat
itu, tidak dapat dilakukandengan menggunakan berbagai ideologi dunia yang saat itu sangat
populer. Pada saatnya, pemikiran Bung Karno dapat diangkat ke permukaan setelah diilhami
oleh karakteristik kehidupan mahaen di kota Bandung selatan, sehingga lahirlah
Marhaenisme.
Marhaenisme digali dan dirumuskan Bung Karno pada dasarnya adalah berupa alat
perjuangan, untuk membela masyarakat yang memiliki alat reproduksi, tetapi dalam keadaan
miskin. Agar alat perjuangan ini menjadi kenyataan, maka Marhaenisme harus diwujudkan
dalam gerakan massa marhaen. Karena Marhaenisme diwujudkan dalam masa marhaen,
maka tidak dapat dihindari Marhaenisme yang memiliki nuansa atau wawasan ideologi harus
ditampilkan dengan nyata dalam gerakan hidup pribadi, hidup beragama, kehidupan politik,
kehidupan ekonomi, dan kehidupan sosial budaya.
Penerapan Marhaenisme pada dasarnya adalah penerapan Pancasila. Namun, semua
telah dibelokkan dengan penjabaran dalam butir-butir P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengalaman Pancasila). Perbedaan antara Marhaenisme dan Pancasila hanya terletak pada
perbedaan simbol, atau pada perbedaan bentuk, sedangkan kanisi keduanya adalah sama.
Ketidakmampuan membedakan bentuk dan isi antara Marhaenisme dan Pancasila atau
ketidaklayakan konservasi, menyebabkan mereka mamandang Marhaenisme dengan
Pancasila itu berbeda. Marhaenisme yang terdiri dari unsur nasionalisme yang diberi muatan
kemanusiaan atau sosio nasionalisme dan unsur demokrasi yang diberi muatan keadilan atau
sosio demokrasi, pada dasarnya bersumber dari kekuatan membumikan agama. Bung Karno
tahu persis keberagaman bangsa ini, sehingga mampu menyatukan satu wilayah Indonesia.
Ini berbeda jauh dengan kondisi politik akhir-akhir ini, yang memandang berbeda berarti
musuh. Bung Karno itu sangat gandrung dengan persatuan bangsa, dan menggunakan nilai-
nilai agama sebagai dasar.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


GMNI

Sejarah singkat GmnI

Gerakan mahasiswa nasional Indonesia selanjutnya disingkat GmnI lahir pada tanggal
23 maret 1954 hasil dari tiga fusi organisasi mahasiswa yang mempunyai persamaan azas
yaitu marhaenisme. Pada saat itu terdapat tiga organisasi mahasiswa yang berideologi
marhaenisme yaitu:
1. GERAKAN MAHASISWA MARHAENIS (GMM), berpusat di Jogjakarta
2. GERAKAN MAHASISWA (GM) MERDEKA, berpusat di Surabaya
3. GERAKAN MAHASISWA DEMOKRASI INDONESIA (GMDI), berpusat di
Jakarta.
Proses peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal bulan
September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrasi Indonesia (GMDI) melakukan pergantian
pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan
Pengurus baru yang diketuai oleh S.M. Hadiprabowo.
Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi, Jalan
Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan ketiga organisasi
yang seazas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian disampaikan kepada pimpinan
kedua organisasi yang lain, dan ternyata mendapat sambutan positip.
Ketika lahir hubungan GmnI dengan PNI hanyalah sebatas organisasi seazas,
maksudnya masing-masing organisasi mempunyai otonomi untuk dirinya sendiri. Karena ada
upaya untuk memperbesar massanya setelah pemilu 1955, PNI pada tahun 1957
mengeluarkan peraturan bahwa organisasi yang seazas dengan mereka harus berada dibawah
pengaturan PNI, maka pada saat itu GmnI berada dalam system yang dibuat PNI. Setelah PNI
berfusi menjadi partai demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1973, GmnI mendeklarasikan
independensinya yaitu melepas hubungan organisasionalnya dengan PNI, sehingga GmnI
tidak larut dalam fusi sejak saat itu. Dan sampai saat ini GmnI tidak berafiliasi dengan partai
politik manapun.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Pengertian Dasar GMNI SEBAGAI ORGANISASI PERJUANGAN
GMNI lahir dengan identitasnya yang hakiki sebagai "ORGANISASI
PERJUANGAN" yang berlandaskan "Ajaran Sukarno". Untuk itu ada beberapa prinsip
perjuangan yang harus tetap melekat dalam diri GMNI dan menjadi watak dasar perjuangan
GMNI yakni:
1. GMNI berjuang untuk Rakyat.
2. GMNI berjuang bersama-sama Rakyat.

Makna GmnI
Mengapa dinamakan GmnI? Dalam kata GmnI yang terdiri dari empat huruf
mempunyai makna, yaitu:
Makna "GERAKAN" Dalam Nama GMNI
GMNI adalah suatu organisasi Gerakan, atau dalam bahasa inggris disebut
'Movement'. Karena Gerakan GMNI dilakukan oleh sekelompok manusia yang berstatus
'Mahasiswa', maka GMNI disebut pula sebagai "Student Movement".
Adapun yang dimaksud dengan "Gerakan" adalah: Suatu usaha atau tindakan yang
dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh sekelompok manusia, dengan menggunakan sumua
potensi yang ia miliki (mis: sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dll), atau yang ada di dalam
masyarakat dengan tujuan untuk melakukan pembaruan-pembaruan terhadap sistem
masyarakat, agar terwujud suatu tatanan masyarakat yang dicita-citakan bersama.
Gerakan disini bermakna sesuatu yang dinamis, fleksibel, dan survive terhadap
perubahan. GmnI bukan organisasi statis melainkan selalu adaptif dan antisipatif terhadap
segala perubahan yang terjadi.
Makna "MAHASISWA" Dalam GMNI
GMNI adalah organisasi Mahasiswa. Sebagai konsekwensi dari sifat ini, maka yang
boleh menjadi anggota GMNI hanya mereka yang berstatus mahasiswa sebagai kaum
intelektual kampus. Namun demikian tidak semua mahasiswa dapat menjadi anggota GMNI,
sebab yang dapat menjadi anggota GMNI hanya mereka yang mau berjuang, atau Insan
Mahasiswa Pejuang. Tentu yang dimaksud dengan Mahasiswa Pejuang disini adalah mereka
yang berjuang atas dasar Ajaran Sukarno. Dengan anggota mahasiswa, kader GmnI
diharapkan berfikiran dan berjiwa kritis, independen, rasional, berani, mempunyai idealism
tinggi dan mempunyai kepekaan sosial yang tinggi sebagai watak dari seorang mahasiswa.
Makna "NASIONAL" Dalam GMNI
GMNI adalah organisasi yang berlingkup nasional. Artinya bukan organisasi
kedaerahan, keagamaan, kesukuan, atau golongan yang bersifat terbatas. Makna Nasional
juga mengandung pengertian bahwa yang

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


diperjuangkan oleh GMNI adalah kepentingan Nasional. Sebagai organisasi yang
berwatak Nasionalis, maka Nasionalisme GMNI jelas adalah Nasionalisme Pancasila.

Makna “INDONESIA” dalam GmnI

Bermakna bahwa GmnI organisasi yang berkedudukan di Indonesia, beranggotakan


mahasiswa Indonesia dan berjuang / berkiprah demi keadilan dan kemakmuran rakyat
Indonesia.

Azas GmnI
Azas GmnI adalah marhaenisme. Marhaenisme disini adalah sebagai azas dan metode
perjuangan yang mencakup tiga hal, yaitu:
1. Socio nasionalis
2. Socio demokratis
3. Ketuhanan Yang Maha Esa
Marhaenisme bertujuan memberantas sampai keakar-akarnya segala bentuk
perwujudan system yang menyebabkan kemelaratan dan kesengsaraan secara lahir dan batin
terhadap rakyat Indonesia dan negara Indonesia serta umat manusia di dunia. Berdasar azas
perjuangan marhaenisme yang berprinsip pada nasionalisme-kerakyatan dan demokrasi-
kerakyatan dalam rangka membangun masyarakat sosialis religious, GmnI perlu melakukan
redefinisi dan reaktualisasi kearah yang memungkinkan GmnI itu untuk eksis dan terlibat
dalam pergulatan lingkungan secara signifikan, dimana hal itu dapat diperjuangkan dalam
suatu tata organisasi yang prograsif revolusioner.

Visi, Misi, dan Pola Gerakan GmnI


Visi dan misi GmnI adalah:
Nasionalis yang bersifat kerakyatan
Bermakana bahwa GmnI mempunyai rekruitmen untuk melahirkan kader-
kader nasionalis dalam kiprah perjuangannya harus menempatkan kepentingan
rakyat pada prioritas utama perjuangan.
Sosialis religious yang bersifat kerakyatan
Bermakana bahwa GmnI dalam tatanan idealism mencita-citakan lahirnya
masyarakat Indonesia yang terbebas dari penindasan dan penghisapan dengan
mendasarkan pengakuan mendalam atas eksistensi Tuhan YME.
Progresif Revolusioner
Bermakna bahwa dalam tatanan pemikiran dan aksi (wacana dan praktek),
GmnI harus mampu mengantisipasi dan mengkritisi perubahan yang terjadi.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Metode Perjuangan dan Gerakan GmnI
Dialektis : merupakan suatu rangkaian mata rantai yang berkesinambungan terus
menerus sebagai akibat berlakunya hukum sebab akibat, aksi reaksi, untuk
menentukan keputusan yang sesuai dengan azas perjuangan.
Dinamis : merupakan hal yang hidup, tumbuh dan berkembang, saling pengeruh dan
mempengaruhi, bergerak secara menyeluruh dan bersama-sama.
Romantis : penuh tantangan dan resiko, memerlukan dedikasi yang tinggi dan
kesetiaan, didasari oleh tuntunan hati nurani kaum tertindas, disertai jiwa ksatria,
penuh kasih saying, dan semangat progresif revolusioner.
Di dalam setiap gerakan GmnI terdapat upaya membangkitkan semangat perjuangan,
mengendalikan dan mengerahkan massa, kelompok atau perseorangan.

Prosedur Perjuangan dan Gerakan GmnI


Gerakan perjuangan dapat diselenggarakan secara formal dan informal atau
kombinasi keduanya disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi
Terhadap sasaran yang dituju, keberhasilan dapat dicapai secara langsung. Berarti
dilakukan oleh GmnI sendiri, dan secara tidak langsung berarti dengan bantuan orang
lain, alat atau media

Motto GMNI
Motto GMNI adalah
" PEJUANG PEMIKIR-PEMIKIR PEJUANG ", Motto tersebut mengandung makna:
PEJUANG PEMIKIR berarti setiap anggota GMNI adalah Pejuang Bangsa yang
bercita-cita luhur yakni membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, di
dalam suatu tatanan dunia yang tertib, damai dan berkeadilan sosial.
PEMIKIR PEJUANG berarti setiap kader GMNI adalah cendekiawan yang berjuang,
atau Patriot Bangsa yang memiliki kemampuan penalaran yang tinggi, serta
menguasai
ilmu pengetahuan dan mau serta mampu menggunakan berbagai dimensi keilmuannya
sebagai alat perjuangan menuju cita-cita.
Dengan demikian, secara positip dan tegas motto ini mengandung makna bahwa
setiap anggota GMNI adalah Pejuang, yang bukan berjuang asal-asalan, tetapi pejuang yang
sadar akan apa yang diperjuangkannya, dan memiliki landasan konsepsi perjuangan yang
jelas dan rasional.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


ATRIBUT ORGANISASI GMNI
Sebagai satu organisasi GMNI mempunyai sejumlah Atribut Organisasi, yang
berfungsi sebagai:
1. Alat untuk membangkitkan semangat Korps dan sekaligus sebagai alat untuk
menggambarkan Nilai-Nilai Dasar yang terkandung dalam Doktrin Perjuangan
GMNI.
2. Sarana untuk mengenalkan diri kepada pihak lain.

Atribut GMNI terdiri dari:


1. Panji/bendera GMNI
2. Lambang/Simbol GMNI
3. Logo GMNI
4. Jaket GMNI
5. Peci GMNI
6. Mars GMNI
7. Hymne GMNI
8. Motto GMNI

1. Panji/bendera GMNI

Panji/Bendera GMNI berbentuk empat persegi, dengan komposisi warna MERAH -


PUTIH - MERAH, tegak vertikal, perbandingan tiap warna masing-masing 1/3 (satu per
tiga) dari panjang Panji/Bendera. Lebar Bendera 2/3 (dua per tiga) dari ukuran Panjang. Pada
dasar Putih, terdapat lukisan lambang GMNI (Bintang Merah beserta Kepala Banteng
Hitam), serta dibawah bintang tertulis logo GMNI.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Khusus Panji:
Panjang 100 cm, Lebar 90 cm, pada tiap pinggir dilengkapi dengan rumbai berwarna
Kuning Emas, panjang rumbai 10 cm. Selain itu Panji dilengkapi dengan tongkat Panji dan
Tali hias warna Kuning. Panjang tongkat 2 meter dengan warna kayu asli. Lebih lengkap
tentang fisik Panji/bendera lihat peraturan organisasi mengenai Panji/Bendera.

2. Lambang/Simbol GMNI

Lambang GMNI berbentuk Perisai bersudut enam, atau tiga sudut diatas, dan tiga
sudut dibagian bawah. Komposisi warna dua bidang Merah mengapit bidang Putih, tegak
vertikal. Di tengah perisai terdapat lukisan Bintang Merah dengan Kepala Banteng Hitam
sebagai pusat. Dibawah Bintang terdapat logo GMNI. Makna yang terkandung:
Tiga Sudut atas Perisai melambangkan Marhaenisme
Tiga Sudut bawah Perisai melambangkang Tri Dharma Perguruan Tinggi
Warna Merah berarti Berani, warna Putih berarti suci. Makna komposisi:
Keberanian dalam menegakkan Kesucian.
Bintang melambangkan ketinggian cita-cita, serta keluhuran budi.
Kepala Banteng melambangkan Potensi rakyat Marhaen. Warna Hitam
melambangkan keteguhan pendirian dalam mengemban tugas
perjuangan.

3. Logo GMNI

Logo GMNI berbentuk tulisan yang terdiri dari empat huruf yaitu huruf "G", "M",
"N", "I" dengan komposisi sebagai berikut:

Huruf "G" yaitu kependekan dari kata "GERAKAN" ditulis dalam huruf
Kapital (huruf besar)
Huruf "M" yaitu kependekan dari kata "MAHASISWA" ditulis dalam huruf kecil.
Huruf "N" yaitu kependekan dari kata "NASIONAL" ditulis dalam huruf kecil.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Huruf "I" yaitu kependekan dari kata "INDONESIA" ditulis dalam huruf
Kapital (huruf besar)

Penulisan tadi mengandung makna bahwa, Aspek GERAKAN dan INDONESIA


merupakan elemen pokok yang harus ditonjolkan oleh organisasi GMNI, sementara
aspek MAHASISWA dan NASIONAL hanya menunjukkan predikat yang mempertegas
keberadaan organisasi GMNI.

4. Mars GMNI
Mars GMNI adalah modifikasi dari lagu "Marhaen Bersatu", dengan syair yang
disesuaikan dengan identitas GMNI. Syair lagu tersebut adalah sebagai berikut:
Mahasiswa Indonesia, Bersatulah Segera
Di dalam satu barisan, anti kemiskinan
Dalam satu barisan, serasa sama bahagia
Berjuang secara dinamis, di dalam Front Marhaenis
Reff.
Bersama buruh tani, bersama GMNI
ormas rakyat sejati
Bersatulah segera
marhaen pasti menang

5. Hymne GMNI
Kami pemuda Indonesia, putra-putri sang fajar
Merah warna darahku, putih warna tulangku
bersih jernih jiwa kita
Kami mahasiswa Indonesia, cinta rakyat
merdeka siap rela berkorban sepenuh jiwa raga
demi nusa dan bangsa
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
Pejuang Pemikir yang tetap setia
Mengawal Pancasila hingga akhir hayatnya
GMNI.., GMNI.., Jaya...!

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


SARINAH

Siapa yang memperhatikan benar tingkatan-tingkatan pergerakan wanita sebagai yang saya
gambarkan, akan dapat menentukan dengan tepat derajat pergerakan wanita Indonesia
(Sukarno, dalam Sarinah, Bab VI)

Sarinah merupakan buah pemikiran Sukarno mengenai gerakan perempuan.


Memahami pemikiran Soekarno mengenai Sarinah dapat membuka peluang kajian yang
menantang untuk perkembangan feminisme di Indonesia. Sarinah muncul karena dilandasi
oleh keadaan bahwa “soal perempuan” belum pernah dipelajari secara sungguh-sungguh oleh
pergerakan nasional. Bahkan tidak jarang Presiden pertama RI mengatakan bahwa “Diantara
soal-soal perjuangan yang harus diperhatikan, soal wanita hampir selalu dilupakan”
Problem ini berpijak dari kondisi materiil saat itu, sekalipun pergerakan perempuan
telah eksis dan turut dalam revolusi pembebasan nasional, namun yang bergerak masih pada
lapisan borjuasi perempuan yang mengumandangkan persamaan hak (istilah Sukarno,
“perjuangan sekse”). Sedangkan ranah sosial yang mencakup persoalan kerja dan relasi-relasi
di dalam corak produksi kapitalis yang dihadapi tenaga kerja laki dan perempuan, belum
bergaung keras. Saat itu kalangan perempuan kelas pekerja (working class) belum menjadi
bagian dari “wanita bergerak” yang signifikan melawan ketidakadilan dalam kerja (industri
dan pertanian) dan rumah tangga. Perempuan kelas pekerja tani juga masih diam di tengah
hiruk pikuk perempuan borjuasi mengartikulasikan tuntutan persamaan hak. Kondisi ini
meresahkan Sukarno, karena menurutnya, gerakan persamaan hak tidak mampu menjawab
problem bagaimana mengubah struktur masyarakat jajahan ini menjadi masyarakat Indonesia
yang sebenar-benarnya merdeka.
Gerakan perempuan (Sarinah) dalam memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan ini penting untuk dipahami bagi laki-laki dan perempuan. Bukan dalam konteks
ketergantungan atau pendominasian. Tetapi, pemahaman ini akan membawa hikmah bagi
kaum perempuan dalam menyinergikan persoalan dengan lebih sistematis. Dan bagi kaum
laki-laki akan membantu dalam memahami dan mengantisipasi kemungkinan pergeseran
peran perempuan di masa mendatang, dalam konteks lebih adil berdasarkan hak asasi
manusia dan prinsip demokrasi. Harapan akan kesetaraan menuntut keberanian para
perempuan dan kerelaan kaum laki-laki dalam melaksanakan justifikasi terhadap mitos-mitos
yang merugikan refleksi optimal dari peran menurut gender.

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


Apakah yang dimaksud dengan gender? Gender1 berarti perbedaan yang bukan
biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis merupakan perbedaan jenis kelamin
(sex) adalah kodrat Tuhan maka secara permanen berbeda dengan pengertian gender. Gendr
merupakan behavioral differences (perbedaan perilaku) antara laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksi secara sosial, yakni bukan perbedaan yang merupakan ketentuan
Tuhanmelainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang.
Dari perbedaan jenis kelamin (seks) dapat menimbulkan Gender Differences
(Perbedaan Gender). Secara biologis (kodrat) perempuan dengan reproduksinya dapat hamil,
melahirkan dan menyusui, kemudian muncul Gender Role (Peran Gender) sebagai perawat,
pengasuh dan pendidik anak. Namun, yang menjadi permasalahan adalah struktur Gender
Inequalities (Ketidaksetaraan Gender) yang ditimbulkan oleh gender role dan gender
differences. Gender Inequalities (Ketidaksetaraan gender) merupakan sistem dan struktur
dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
Bentuk-bentuk Gender Inequalities adalah, marginalisasi, subordinasi, stereotipe,
beban kerja, violence. Dengan mengetahui bentuk dari ketidaksetaraan gender maka
diperlukan pemahaman mengenai kesetaraan gender. Konsep kesetaraan berbeda dengan
konsep keadilan, kesetaraan menutut hasil keadilan sedangkan keadilan belum tentu
menghasilkan kesetaraan. Kesetaraan dapat dimaknasi sebagai kepemilikan akses,
kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang
setara dan adil dari pembanggunan. Atau dapat diartikan pula kesetaraan bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki hak yang sama dalam melakukan aktualisasi diri, namun sesuai dengan
kodratnya masing-masing.
Gerakan perempuan merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan siste
dan struktur yang tidak adil menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.
Perjuangan gerakan perempuan adalah demi kesamaan, martabat dan kebebasan untuk
mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah. Gerakan perempuan
bukanlah suatu gerakan homogen yang secara mudah dapat diidentifikasikan cirinya, tetapi
gerakan tersebut memiliki tujuan sebagai berikut2:
1. Mencari penataan ulang mengenai nilai-nilai dengan mengikuti kesamaan gender
dalam konteks hubungan kemitraan universal dengan sesama manusia.

1
Oakley, Ann. 1972. ‘Sex, Gender & Society’. Maurice Temple Smith Ltd.
2
Dadang S, Anshori, Engkos Kosasih, dan Farida Sarimaya, ‘Membincangkan Feminisme: Refleksi muslimah
Atas Peran Soosial Kaum Wanita’, Penerbit pustaka Hidayahm 1997

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR


2. Menolak setiap perbedaan antarmanusia yang dibuat atas dasar perbedaan jenis
kelamin.
3. Menghapuskan semua hak-hak istimewa ataupun pembatasan-pembatasan tertentu
atas dasar jenis kelamin.
4. Berjuang untuk membentuk pengakuan kemanusiaan yang menyeluruh tentang laki-
laki dan perempuan sebagai dasar hukum dan peraturan tentang manusia dan
kemanusiaan.

Pentingnya gerakan perempuan untuk melepaskan kaum laki-laki dan perempuan dari
ketidaksetaraan gender, gerakan perempuan secara luas berguna untuk memperbaiki kualitas
pendidikan, kesehatan dan ekonomi-sosial yang kemudian dapat berdampak pada
pembangunan nasional.

Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap
sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika
patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.
(Soekarno, dalam Sarinah, hlm 17/18)

PPAB (PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU) DPK FISIP UNAIR

Anda mungkin juga menyukai