Anda di halaman 1dari 8

eran dan Partisipasi Mahasiswa Dalam Era Orde Baru

Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meski hal ini dibarengi dengan praktek korupsi yang merajalela di negara ini kala itu.
Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Hampir selama 32
tahun gerakan mahasiswa berusaha dibungkam oleh rezim berkuasa, yaitu rezim orde baru atau yang
biasa dikenal masa demokrasi pancasila. Rezim orde baru melarang mahasiswa tampil dalam panggung
politik baik kampus maupun nasional. Sehingga pada saat itu menimbulkan banyak gejolak dan
perlawanan terhadap keputusan tersebut karena dianggap merugikan. Pada tahun 1998, gerakan
mahasiswa yang berusaha dibelenggu oleh Soeharto berusaha melakukan perlawanan. Kata perlawanan,
menjadi tema sentral gerakan mahasiswa saat itu. Sehingga banyak elemen-elemen mahasiswa yang turun
ke jalan dan berusaha menjatuhkan Soeharto sang penguasa diktaktor saat itu. Dan kita semua sudah tahu
hasilnya bahwa Soeharto jatuh dan muncullah orde reformasi.
Awal permulaan pada masa pemerintahan Orde Baru tahun 1966 ini membawa dan menumbuhkan
harapan baru sistem demokrasi dan penegakan hukum yang lebih baik setelah rakyat bersama mahasiswa
dan pelajar secara bergelombang turun ke jalan menentang kesewenang-wenangan PKI. Rakyat dan
pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang demokratis dan menegakan hukum dengan
semboyan kembali ke UUD 1945 dengan murni dan konsekuen. Suasana harmonis tersebut ternyata
tidak berlangsung lama. Sejak dikeluarkannya UU No. 15 dan 16 Tahun 1969, tentang Pemilu dan tentang
Susunan dan Kedudukan Lembaga Negara, maka dari sinilah mulai nampak keinginan politik elit
penguasa untuk menghimpun kekuatan dan meraih kemenganan mutlak pada pemilu yang sedianya akan
diselenggarakan pada tahun 1970 ternyata baru dapat dilaksanakan tahun 1971, karena usaha
penggalangan kekuatan lewat Golongan Karya (GOLKAR) memerlukan waktu cukup lama. Masa
pemerintahan yang begitu panjang menjadi arena membungkam demokrasi dan menenggelamkan
partisipasi masyarakat luas dalam hampir semua sektor kehidupan, sampai untuk membangun gedunggedung SD di seluruh Indonesia harus lewat Inpres (instruksi presiden). Maka dapat disaksikan menjelang
akhir kekuasaan Orde Baru, ketika terjadi krisis moneter; ekonomi yang dibangun dengan stabilitas
politik dan keamanan itu rontok ibarat bangunan tanpa pondasi yang baru dilanda gempa bumi, rata
dengan tanah.
Tahun 1970-1974
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi
1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah
konfrontasi dengan militer. Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal
1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek
kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
o Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama pada masa Orde Baru
pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
o Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada1972 yang menggusur banyak
rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang
paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya
apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang program utamanya
adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi. Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang
lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite

Anti Korupsi yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi
kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai kebobrokan pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat.
Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa
politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan
politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang
yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD. Muncul berbagai pernyataan sikap
ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan
Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka
mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh
Arif Budiman,Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.
Kemudian pada tahun 1974 terjadi peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (MALARI), yaitu unjukrasa
besar-besaran menentang kedatangan perdana menteri jepang, Tanaka. Mahasiswa menilai bahwa
pengaruh jepang dibidang ekonomi perlu dibatasi, karena bergantung berlebih-lebihan terhadap investasi
asing justru akan merusak ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Begitu pula pada tahun 1978, juga
mempunyai makna tersendiri. Dimana saat itu pemerintah begitu khawatir dengan potensi kritik
mahasiswa. Gerakan mahasiswa saat itu menuntut Suharto untuk mundur dari jabatannya. Ini adalah
gerakan pertama yang menuntut mundur Suharto sejak Ordebaru berkuasa. Sikap mahasiswa ini dijawab
dengan pendudukan kampus oleh militer, selain para pemimpin mahasiswa ditangkap dan diadili. Lebih
jauh lagi pemerintah membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA) se-Indonesia.

Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998


Adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi pada dekade tahun sembilan
puluhan. Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari
jabatan Presiden Republik Indonesia pada tangal 21 Mei 1998. Gerakan ini mendapatkan momentumnya
saat terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing kerap menyoroti
percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Kudatuli yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan
melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda
nasionalgerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan
agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Agenda reformasi
yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
Laksanakan amandemen UUD 1945,
Penghapusan Dwi Fungsi ABRI yakni pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua
memegang kekuasaan dan mengatur negara pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua
memegang kekuasaan dan mengatur negara ,
Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,
Tegakkan supremasi hukum,

Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN


Gedung wakil rakyat, yaitu Gedung DPR/MPR dan gedung-gedungDPRD di daerah, menjadi tujuan
utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham dan
aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Organ mahasiswa yang mencuat
pada saat itu antara lain adalah FKSMJ danForum Kota karena mempelopori pendudukan gedung
DPR/MPR.
Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu
era Reformasi. Dan akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 tepatnya Pukul 9.00 WIB, Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden Republik Indonesia. Soeharto kemudian
mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana
Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi
Kepala Polri).
Jika membaca sejarah gerakan mahasiswa masa orde baru diatas, maka satu simpulan simplistik bahwa
gerakan mereka adalah gerakan terencana dan menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Ada masa yang
menuntut gerakan untuk menjadikan jalanan sebagai panggung artikulasi untuk menyampaikan
aspirasinya kepada pemerintah. Juga ada masa ketika gerakan kembali berkontemplasi di kampus-kampus
melalui forum diskusi membentuk jejaring intelektualitas. Serta disini juga terlihat bahwa mahasiswa
beserta seluruh komponen bangsa, memiliki peran strategis sebagai ujung tombak untuk menciptakan
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia (menumbuhkan rasa aman), memajukan kesejahteraan umum (peran sosial) dan mencerdaskan
kehidupan bangsa (peran intelektual).

Orde Baru, adalah masa dimana kepemimpinan soeharto. Pada masa ini para pemuda sangat
percaya dengan keberhasilan soeharto memjukan perekonomian Indonesia dan menjabat selama
3 dekade. Hingga saat tahun 1997 terjadinya krisis ekonomi dan politik di Indonesia. Pada masa
ini soeharto tidak dapat mengatasi krisis ekonomi yang menyebabkan harga menjadi naik tinggi
dan ini memicu ketidak percayaan para pemuda terhadap soekarno yamg memenangkan
pemilihan umum lagi. Pada tahun 1998 banyak terjadi demonstrasi besar-besaran para
mahasiswa untuk menurunkan kekuasaan soeharto pada masa itu hingga akhirnya pada tanggal
21 mei 1998 Soeharto resmi mengundurkan diri.
Reformasi, Masa yang mai kita jalani sekarang ini sangat membutuhkan peranan pemuda
perjuangan para pemuda untuk kemajuan bangsa ini belumlah selesai dan tidak akan pernah
selesai. Para pemuda adlah asset paling berharga bagi bangsa ini tapi sayangnya di masa ini para
pemuda sudah lupa untuk memajukan bangsa ini. Banyak ideology bangsa yang telah dilupakan
para pemuda mungkin juga karena dampak globalisasi yang membuat para pemuda terlena.
Sangat disayangkan jika para pemuda yang akan menjadi penerus bangsa ini hanya bisa tauran
dan berbuat anarkis. Mempertahankan kemerdekaan itu lebih sulit dibandingkan mendapatkan
kemerdekaan. Jadi buat para pemuda ingatlah perjuangan para pemuda di masa lalu untuk
kemerdekaan bangsa jadilah pemuda yang lebih hebat dengan memajukan bangsa . Berikan
aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda akan
kuguncangkan dunia (Bung Karno)

KAPPI
Pada tahun 1966 saya duduk di kelas tiga SMA Kristen, Dago, kota Bandung. Oleh orangtua saya di Riau saya
dianggap berandal, tukang berkelahi, dan mungkin kesal dan kewalahan dengan sifat saya, mereka kemudian
mengirim saya untuk bersekolah SMA di Bandung. Tetapi juga saya disekolahkan ke Bandung agar nantinya bisa
kuliah di ITB yang sangat terkenal itu. Saya dititipkan pada seorang paman, agar jadi pelajar benar. Artinya lepas
dari kawan-kawan saya sesama tukang berkelahi di Rumbai, Riau.
Sementara itu sejak awal November 1965 ibukota Republik Indonesia, Jakarta, sudah bergolak dengan berbagai
unjukrasa para mahasiswa. Memang sejumlah organisasi mahasiswa yang bermarkas di Jakarta sepakat
membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Mereka berunjukrasa menuntut pemerintah membubarkan
Partai Komnis Indonesia (PKI) yang dianggap sebagai dalang pemberontakan Gerakan 30 September 1965.
Hanya beberapa minggu kemudian, KAMI Cabang Bandung dibentuk, dan kota itu hampir setiap hari diramaikan
oleh unjukrasa. Tanggal 10 Januari 1966 dideklarasikan Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat yang terdiri dari : tuntutan
pembubarkan PKI, Turunkan harga-harga dan retool menteri-menteri yang tidak becus dari kabinet.
Tetapi bukannya mendengarkan tuntutan anak-anak muda, pada Februari 1966, Presiden Soekarno saat itu
menginstruksikan pembubaran KAMI. Hanya satu hari setelah KAMI dibubarkan oleh Bung Karno, di Jakarta
dibentuk Kesatuan Aksi Pemuda-Pelajar Indonesia (KAPPI) dengan Ketua Presidiumnya M. Husni Thamrin.
Sementara para mahasiswa Jakarta yang ingin meneruskan gerakan penentangan terhadap PKI membentuk Laskar
Ampera Arief Rachman Hakim (ARH) dibawah pimpinan Fahmi Idris, unjukrasa kemudian lebih didominasi oleh anakanak muda dan pelajar SMP dan SMA se-Jakarta. KAPPI mengatur penyaluran para pelajar tersebut dan tempat
atau lokasi unjukrasa dikoordinasikan dengan para mahasiswa dibawah komando ARH. Malahan mereka sengaja
menempatkan anak-anak pelajar di bagian depan pendemo, sementara mahasiswa mengikuti dari belakang.
Rupanya ini taktik, menjadikan anak-anak bercelana pendek itu semacam tameng karena diperkirakan aparat
keamanan tidak akan tega melakukan kekerasan terhadap anak-anak ingusan.
Pembentukan KAPPI di Jakarta kemudian disusul dengan pembentukan komisariat-komisariatnya di sekolah di
seluruh Jakarta dan kemudian menjalar ke kota-kota lain. Pola organisasi KAPPI agak berbeda dengan kakak-kakak
mereka di KAMI atau ARH. Umumnya pengurus KAPPI di sekolah adalah para pelajar senior (kelas 2 dan 3) yang
juga adalah pengurus IP (Ikatan Pelajar), tetapi untuk pengurus antar-sekolah, maka para penggeraknya adalah
mahasiswa atau aktivis organisasi yang sudah tidak berstatus pelajar. Usia mereka tentu saja sudah 20-an tahun.
Jauh di atas usia pelajar.
Seperti juga kakak-kakak kami para mahasiswa, para pelajar yang ada di kota Bandung mengikuti dengan cermat
apa yang terjadi di Jakarta. Bandung tidak jauh letaknya dari Jakarta, jadi kehangatan terasa benar di kota kami.
Tetapi seperti juga para mahasiswa Bandung, kami tidak mau sembarang ikut-ikutan apa yang dilakukan di Jakarta.
Jadi, berbagai demo atau unjukrasa yang dilakukan para pelajar sekolah SMA swasta dan Negeri Bandung pada
awalnya digerakkan dalam wadah Kelompok Murid (KM) yang dipimpin oleh Ketua Murid Umum (KMU). Tetapi para
pelajar SMA Negeri di kota Bandung sejak Januari 1966 sudah mempunyai organisasi aksi antar-SMA Negeri yang
dinamakan Komando Kesatuan Aksi Pelajar SMA Negeri atau Kokapsman. Mereka bergerak sendiri dan kami, para
pelajar SMA Swasta juga bergerak terpisah.

Pada awal Februari 1966, wakil dari SMA BPI yaitu Thomas Sitepu memprakarsai pertemuan pertama KMU se
Bandung, dan disepakati membentuk Panitia Persiapan Kesatuan Aksi Pelajar SLTA untuk menyatukan para pelajar
sekolah negeri dan swasta.
Ketika pada akhir Februari, kami mendapat berita bahwa KAMI di Jakarta dibubarkan, kami tersentak. Informasi
tersebut juga mendorong kami untuk mempercepat pembentukan kesatuan aksi para pelajar Bandung. Beberapa
diantara kami selain saya adalah Aswan Husni Hidayat, Jhon Simon Timorason. Thomas Sitepu, Ralfmuli dan Frans
Theo. Kami minta bantuan tokoh KAMI Bandung yang disegani yaitu Soegeng Sarjadi, untuk menjadi semacam
fasilitator.
Seingat saya pertemuan pertama diselenggarakan di sebuah gedung di kompleks Universitas Padjajaran di Jalan
Dipati Ukur pada 7 Maret 1966. Kami berdebat dan berdiskusi, apakah kami akan masuk dalam KAPPI seperti para
mahasiswa Bandung masuk ke KAMI, ataukah mendirikan kesatuan aksi terpisah. Tiba-tiba saja, entah dari mana,
tercetus pendapat saya, Kenapa kita tidak mendirikan saja kesatuan KAPI, singkatan dari Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia? Menurut saya, dengan hanya ada kata pelajar (tanpa ada tambahan pemuda) maka gerakan akan
lebih mudah dikendalikan, paling tidak kami sudah saling kenal. Dan kemungkinan kita dikendalikan atau disuruhsuruh oleh para pemuda yang lebih tua bisa dihindarkan. Saya sudah curiga bahwa para pelajar selama ini
dikendalikan oleh pemuda non-pelajar.
Mungkin karena itu, usul saya diterima dengan bulat. Karena tidak ada yang menolak, maka langsung saja kami
namakan organisasi itu Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia atau KAPI lengkap susunan kepengurusan. Pimpinan
tertinggi berbentuk Presidium dan pelaksana harian adalah Sekretaris. Presidium awal terdiri dari Aswan Husni
Hidayat yang mewakili sekolah negeri, saya mewakili sekolah-sekolah Kristen, Jhon Simon Timorason mewakil
kelompok STM negeri/swasta, Frans Theo mewakil sekolah-sekolah Katolik ditambah dua wakil dari organisasi
ekstra-sekolah yaitu Udin Koswara (Pelajar Islam Indonesia, PII) dan Suryaman (Gerakan Siswa Nasional Indonesia,
GSNI).
Kemudian Presidium KAPI berubah susunannya setelah wakil-wakil organisasi ekstra-pelajar keluar dari KAPI. Jadi,
Aswan Husni Hidayat menjadi Ketua Presidium pertama. Ada kesepakatan diantara pengurus untuk menggilir
jabatan Ketua tersebut setiap dua bulan sekali. Otomatis setelah era Aswan berakhir, saya menjadi Ketua Presidium
kedua untuk dua bulan juga sebelum kemudian digantikan oleh teman lain sesudah dua bulan menjabat.

Jadi, sejak awal Maret 1966, kesibukan saya bertambah dengan memimpin aksi-aksi pelajar dengan bendera KAPI.
Nama KAPI mulai disebut-sebut di media massa nasional, berdampingan dengan nama yang telah berkibar terlebih
dahulu: KAMI dan KAPPI. Sejumlah pelajar di kota Jakarta juga sukacita menyambut pembentukan KAPI, dan
mereka yang merasa tidak cocok dengan KAPPI, lalu berpindah serta membentuk komisariat KAPI di sekolahnya.
Padahal di Bandung, KAPPI tidak berhasil masuk ke sekolah manapun, semua sekolah menengah pertama dan atas
di Kota Kembang itu adalah bagian dari KAPI. Tidaklah mengherankan bila KAPI mulai diperhitungkan sebagai
kekuatan massa oleh para kakak di KAMI, dan juga dibenci oleh para lawan.
Di siaran radio pada 12 Maret 1966 kami mendengar bahwa Men/Pangad Letjen Soeharto mengumumkan
pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) atas nama Presiden. Para mahasiswa dan pelajar di ibukota
bergembira dan menyambut show of force yang diadakan oleh satuan-satuan elite ABRI keliling kota. Bagi mereka,
itu merupakan sebuah kemenangan. Tetapi di kota Bandung, suasana kemenangan belum begitu terasa.
Sebab itu setiap hari kami masih mengatur unjukrasa. Setiap hari, saya pulang ke rumah paman saya sudah larut.
Sekolah saya, seperti semua sekolah di kota Bandung, diliburkan karena para pelajar setiap hari keluar sekolah
untuk demonstrasi. Mereka setiap pagi masuk ke sekolah, berseragam lengkap, tetapi tidak belajar. Sekitar pukul 9
atau 10, mereka kemudian bergerak keluar ke sasaran-sasaran yang berbeda-beda. Wah, bukan main lelahnya
suasana saat itu. Tetapi saya sangat bergairah dengan KAPI. Sebagai salah satu pimpinan, saya termasuk yang
setiap malam merancang operasi kami keesokan harinya. Dalam organisasi KAPI ada unit khusus yang
dinamakan Kopasti atau Komando Pasukan Inti. Mereka adalah pelajar-pelajar setingkat SMA dan STM yang punya
kemampuan bela diri dan menjadi pelopor ketika berjalan menuju sasaran unjukrasa. Mereka juga menjadi semacam
pagar para pelajar putri. Salah satu bos Kopasti adalah teman saya Thomas Sitepu.
Unjukrasa (dulu populer dengan istilah demo) dilakukan di pusat kota, tetapi kami juga melakukan raid ke
beberapa sasaran, seperti penyerbuan dan pendudukan sejumlah keturunan Cina di Bandung. Sekolah-sekolah itu

kami duduki, dan didindingnya kami cat besar-besar : milik RI! Dengan cara itu pula, akhirnya Presidium bisa
mempunyai markas besar sendiri yaitu di sebuah gedung di Jalan Lembong, Bandung.
Demo yang paling dramatis dan paling saya ingat adalah yang diselenggarakan di depan markas KAPI di Jalan
Lembong pada tanggal 18 Agustus 1966.
Karena saya waktu itu sudah bersiap untuk ujian akhir SMA saya semakin tidak aktif. Apalagi setelah itu saya sibuk
dengan persiapan melamar masuk AMN (waktu itu saya belum tahu bahwa AMN telah berubah nama menjadi
Akabri), mengurus sebuah persyaratan administrasi yang diperlukan. Saya juga harus mempersiapkan diri untuk
ujian masuk dan ujian fisik. Ujar paman saya, Bagaimanapun kewajiban kamu yang utama adalah belajar!
Benar juga, seandainya saya teruskan keasyikan dalam KAPI, mungkin nasib saya berbeda. Banyak teman di KAPI
yang keenakan dalam kegiatan organisasi, kemudian lupa bahwa mereka masih pelajar dan harus menyelesaikan
sekolah sebagai tugas utama.
Setelah 48 tahun, kini saya mampu mengendapkan pengalaman-pengalaman berharga tersebut. Ada dua hal yang
elok kita renungkan. Pertama, sebagai aktivis yang memimpin ratusan orang pelajar ketika itu salah-salah bisa
terkena oleh sindrom power tends to corrupt. Saya ingat, KAPI cukup ditakuti oleh masyarakat, kami sebagai
pimpinan bisa melakukan apa saja karena punya power, dan bisa corrupt karena tergoda oleh iming-iming lain. Tetapi
bagi beberapa kawan saya, power juga sangat dinikmati. Buktinya seperti saya ceritakan di atas, banyak yang
kemudian lupa tugas utamanya sebagai pelajar dan terus-menerus jadi aktivis.
Kedua, dalam lingkup yang lebih luas kita melihat bahwa Presiden pertama RI yaitu Bung Karno dan Presiden RI
kedua yaitu Pak Harto berhenti/mundur dari jabatannya akibat unjukrasa anak-anak muda di tahun 1966 dan 1998.
Mereka mundur dari jabatan karena tidak ingin munculnya kekerasan dari aparat keamanan terhadap anak-anak
muda negeri ini. Sikap legawa Bung Karno dan Pak Harto tersebut menunjukkan keduanya mempunyai sikap
kepemimpinan yang hampir paripurna karena leadership yang baik tidak semata diukur dalam masa jadi pemimpin,
tetapi juga ketika harus memutuskan hal yang paling pahit baginya: mundur dari tampuk kekuasaan dengan ikhlas.
Sejarah kepemimpinan Bung Karno dan Pak Harto menjadi pembelajaran yang positif bagi kita semua.

Peran Pemuda dalam Penurunan Rezim Orde Baru


Sejarah telah
mencatat kiprah pemuda-pemuda yang tak kenal waktu yang selalu berjuang
dengan penuh semangat biarpun jiwa raga menjadi taruhannya. Indonesia merdeka

berkat pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang seperti Ir. Sukarno, Moh. Hatta,
Sutan Syahrir, Bung Tomo dan lain-lain dengan penuh mengorbankan dirinya untuk
bangsa dan Negara.
Dalam sebuah pidatonya, Sukarno pernah mengorbakan
semangat juang Pemuda, Beri aku sepuluh pemuda, maka akan ku goncangkan
dunia. Begitu besar peranan pemuda di mata Sukarno, jika ada sembilan pemuda
lagi maka Indonesia menjadi negara Super Power.
Peran pemuda dalam
perjalanan bangsa ini sangat sentral. Pemuda selalu menjadi bagian terdepan
dalam setiap perubahan sejarah. Dalam catatan sejarah Indonesia, pemuda menjadi
aktor utama pada peristiwa-peristiwa bersejarah. Kesadaran nasionalisme Indonesia
di awal abad 19 dimulai oleh kaum muda. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
adalah inisiatif kaum muda. Revolusi kemerdekaan juga diperjuangkan orang-orang
muda, bahkan sebagian dipimpin oleh kaum muda. Demikian pula runtuhnya
pemerintahan orde baru.
Runtuhnya Orde Baru pada awalnya dikarenakan
krisis moneter yang berubah menjadi krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang melanda
Indonesia ada kurun waktu 1997-1998 merupakan langkah pembuka terjadinya
perubahan sistem politik besar-besaran di tanah air dengan mahasiswa sebagai
agennya. Meskipun pada awalnya terlihat sebagai krisis moneter, tapi krisis ini
ternyata mepunyai efek serius dalam berbagai aspek yang luas dampaknya di
Indonesia. Saat itu, mahasiswa terus meneriakkan tuntutan mereka yang pertama,
yaitu Turunkan Harga!. Tetapi, semakin lama kondisi perekonomian malah
semakin buruk. Tuntutan mahasiswa pun berubah menjadi Turunkan Soeharto!.
Saat itu kaum pemuda memiliki pemikiran, kondisi perekonomian suatu negara
takkan membaik apabila kondisi perpolitikannya buruk, atau bahkan sudah hancur.
Ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa krisis ekonomi bukanlah krisis
yang berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kondisi politik dan sosial suatu
negara.
Saat itu, suara hati rakyat disalurkan oleh Mahasiswa yang berperan
sebagai pemuda yang mau peduli pada bangsanya. Ada beberapa lagu yang
mereka ciptakan sebagai pengobar semangat perjuangan mereka, seperti Buruh
Tani dan Totalitas perjuangan. Mereka mulai turun ke jalan untuk aksi, padahal ini
tidak sesuai dengan peraturan NKK dan BKK. Melihat keadaan yang demikian,
banyak tokoh pemerintahan yang menuduh mahasiswa melakukan politik praktis.
Padahal mahasiswa melakukan aksi aksi itu dilandaskan pada hal yang mereka
anggap benar dan tidak dipengaruhi oleh kekuatan kelompok lain. Ini menyebabkan
gerakan ini berhak disebut sebagai gerakan moral.
Momentum yang
menambah tegang situasi ini adalah semenjak tragedi Trisakti dimana 4 mahasiswa
meninggal ditembak oleh aparat yang berjaga disana. Semenjak itu mahasiswa
terus mendesak agar Soeharto diturunkan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998,
berkat usaha keras mahasiswa dan pihak lainnya- , Soeharto pun mundur dari
jabatannya.
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Anda mungkin juga menyukai