Anda di halaman 1dari 15

Kelompok 3

Anggota :Ananda D.K (


Ayudia Rizqi (
Alfi Zahrotunnisa (
Dewi Ratna (
Panji Sulistiyo (
Putri Anugerah S. (
Rika Wahyu A. (
Wahyuning Ajeng (

Kelas : XI MIPA 6
PEREBUTAN KEKUASAAN
MELAWAN JEPANG
Tindakan-tindakan Heroik di
Berbagai Kota
Rapat raksasa di Lapangan Ikada hanya berlangsung
beberapa menit dan berhasil mempertemukan rakyat
dengan pemerintah Republik Indonesia. Sementara itu, di
seluruh daerah kekuasaan Republik Indonesia terjadi
perebutan kekuasaan, baik dilakukan dengan cara
kekerasan maupun dilakukan dengan jalan perundingan.
Tindakan-tindakan bangsa Indonesia dalam merebut
kekuasaan dari tangan Jepang dilakukan dengan merebut
tempat-tempat yang dianggap penting dan merebut
persenjataan Jepang. Daerah-daerah yang bergejolak itu
adalah sebagai berikut :
Perebutan kekuasaan di
Surabaya
Di Surabaya selama bulan September 1945, terjadi
perebutan senjata di arsenal (gudang mesiu) Don Bosco dan
perebutan Markas Pertahanan di Jawa Timur. Selain itu, juga
dilakukan perebutan atas pangkalan Angkatan Laut di Ujung
beserta Markas Tentara Jepang dan juga merebut pabrik-
pabrik yang tersebar di seluruh kota.
Pada tanggal 22 September 1945 terjadi insiden bendera di
Hotel Yamato. Insiden terjadi ketika orang-orang Belanda
bekas tawanan Jepang menduduki hotel dengan bantuan
pasukan Sekutu di Gunung Sari. Pasukan Belanda
mengibarkan bendera Belanda di puncak tiang bendera
Hotel Yamato. Keadaan itu memancing kemarahan pemuda
Indonesia. Hotel diserbu oleh para pemuda setelah
permintaan Residen Soedirman untuk menurunkan bendera
ditolak oleh Belanda. Beberapa orang pemuda akhirnya
mengambil langkah-langkah keras, yaitu memanjat atap
hotel dan menurunkan bendera Belanda dengan menyobek
warna biru serta menaikkan kembali bendera Merah Putih.
Sasaran berikutnya adalah Markas Kempetai yang dianggap
sebagai lambang kekejaman pemerintah Jepang (kantor itu
terletak di depan kantor Gubernur Jawa Timur sekarang).
Perebutan kekuasaan di
Yogyakarta
Perebutan kekuasaan di daerah Yogyakarta dilakukan
secara serentak dimulai tanggal 26 September 1945. Sejak
pukul 10.00 pagi semua pegawai instansi pemerintah dan
perusahaan yang dikuasai oleh Jepang mengadakan aksi
pemogokan. Mereka memaksa pemerintah Jepang
menyerahkan semua kantor yang dikuasainya kepada
pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 27 September
1945, KNI daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa
kekuasaan di daerah itu telah berada di tangan pemerintah
Republik Indonesia.
Perebutan kekuasaan di Semarang

Di Semarang Pada tanggal 14 Oktober 1945, 400 orang


tawanan Jepang dari pabrik gula Cipiring diangkut oleh
pemuda Indonesia ke Semarang dengan rencana untuk
menawannya di penjara Bulu. Namun dalam perjalanan,
sebagian dari tawanan itu berhasil melarikan diri dan
meminta perlindungan kepada Batalion Kido.
Para pemuda menjadi marah, sehingga melakukan
perebutan dan pendudukan terhadap kantor pemerintah
Jepang di Indonesia. Pasukan Jepang ditangkap dan
ditawan. Namun pada keesokkan harinya pasukan Jepang
melakukan serbuan ke Semarang dari tangsinya yang
terletak di Jatingaleh. Dengan demikian, terjadilah
pertempuran lima hari di Semarang. Korban yang jatuh di
dalam pertempuran itu diperkirakan 990 orang dari kedua
belah pihak.
Perebutan kekuasaan di Sulawesi
Di Sulawesi Selatan 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam
Ratulangi tiba di Saparua, Bulukumba. Kemudian setelah
tiba di Makassar, Sam Ratulangi langsung menyusun
pemerintahan. Sam Ratulangi menjabat sebagai Gubernur
Sulawesi dan Mr. Audi Zainal Abidin diangkat menjadi
Sekretaris Daerah.
Sementara itu, kalangan pemuda menganggap bahwa
tindakan Gubernur terlalu berhati-hati. Oleh karena itu, para
pemuda mengorganisir diri serta merencanakan untuk
merebut gedung yang dianggap penting seperti studio radio,
tangsi militer, dan pos polisi. Kelompok itu terdiri atas
kelompok Barisan Berani Mati. Dalam kelompok pemuda itu
juga terdapat mantan Kaigun, Heiho dan pelajar SMP.
Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka telah bergerak
menuju sasaran dan juga melakukan pendudukan.
Perjuangan yang dilakukan oleh para pemuda dan rakyat
Sulawesi Selatan ini bertujuan untuk dapat menegakkan dan
membela proklamasi kemerdekaan Indonesia. Gerakan yang
dilakukan oleh rakyat di dalam menegakkan kemerdekaan
itu terus menjalar hingga ke daerah Gorontalo dan
Minahasa.
Perebutan kekuasaan di Kalimantan

Di beberapa daerah di Kalimantan terjadi gerakan


yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Hal itu
terbukti dengan munculnya demonstrasi
pengibaran bendera Merah Putih dan
menyelenggarakan rapat-rapat. Pada tanggal 18
November 1945 berkumpul kira-kira 8.000 orang di
depan kompleks NICA di kota Balikpapan sambil
membawa bendera Merah Putih.
Perebutan kekuasaan di Sumbawa dan
Bali

Di Bali Para pemuda di Bali membentuk


beberapa organisasi dalam rangka
mempertahankan dan menegakkan
kedaulatan Indonesia. Organisasi
Di Sumbawa pada bulan pemuda itu, antara lain adalah AMI
Desember 1945, para pemuda (Angkatan Muda Indonesia) dan PRI
Indonesia di Sumbawa (Pemuda Republik Indonesia).
melakukan aksi. Mereka Organisasi pemuda itu berusaha
melakukan perebutan terhadap menegakkan kedaulatan Republik
pos-pos militer Jepang, yaitu Indonesia melalui perundingan, tetapi
terjadi di Gempe, Sape, dan mendapat hambatan dari pihak Jepang.
Raba. Pada tanggal 13 Desember 1945,
mereka secara serentak melakukan
gerakan untuk merebut kekuasaan dari
tangan Jepang
Perebutan kekuasaan di Biak

Di Biak - Papua Pada tanggal 14 Maret 1948


terjadi pemberontakan di Biak (Papua) dengan
sasaran Kamp NICA dan tangsi Sorido.
Pemberontakan itu gagal dan dua orang
pemimpinnya dihukum mati, sedangkan yang
lainnya dihukum seumur hidup.
Perebutan kekuasaan di Banda Aceh
Di Banda Aceh tanggal 6 Oktober 1945, para pemuda dan
tokoh-tokoh masyarakat membentuk Angkatan Pemuda
Indonesia (API). Namun, pada tanggal 12 Oktober 1945
Shukokan Jepang memanggil para pemimpin pemuda dan
menyatakan bahwa walaupun Jepang kalah, keamanan dan
ketertiban masih tetap menjadi tanggung jawab pemerintah
Jepang dan meminta agar semua perkumpulan pemuda
menghentikan kegiatannya. Jepang juga mengancam akan
membubarkan segala bentuk organisasi pemuda tersebut.
Pimpinan pemuda menolak dengan keras dan pertemuan itu
berubah menjadi ajang perbedaan pendapat antara
kalangan pemuda dan pihak Jepang. Perseteruan terus
berlangsung, akhirnya para pemuda merebut dan
mengambil alih kantor pemerintah dengan pengibaran
bendera Merah Putih. Pelucutan senjata Jepang terjadi di
beberapa tempat dan bentrokan dengan pasukan Jepang
juga terjadi di daerah Langsa, Lho Naga, Ulee Lheue, dan
tempat-tempat lainnya di Aceh.
Perebutan kekuasaan di Sumatera
Selatan
Di Sumatera Selatan tanggal 8 Oktober 1945 terjadi
perebutan kekuasaan di Sumatera Selatan. Residen
Sumatera Selatan, Dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai
Gunseibu melaksanakan upacara pengibaran bendera
Merah Putih. Setelah upacara itu, pegawai negeri kembali ke
kantor, serta mengibarkan bendera Merah Putih di kantornya
masing-masing. Dalam upacara itu diumumkan bahwa
seluruh Karesidenan Palembang hanya terdapat satu
kekuasaan yaitu kekuasaan dari Republik Indonesia.
Perebutan kekuasaan di Palembang terjadi tanpa insiden,
karena orang-orang Jepang telah menghindar ketika
terjadinya demonstrasi.

Anda mungkin juga menyukai