Anda di halaman 1dari 12

TRAGEDI SEMANGGI

KELOMPOK 4
Haris Rizaldi
M.Wildan Hasyir Sadikin
Niko Candra S.
Roby M.Razzi
Saeful Anwar Maulana
Yogi Permana

XI TKR 1
TRAGEDI SEMANGGI
PENYEBAB TERJADINYA TRAGEDI SEMANGGI
Perjuangan Orde reformasi dimulai dengan adanya krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997. Dengan
dipelopori mahasiswa, rakyat Indonesia mulai melawan
ketidakadilan yang dilakukan Pemerintahan Orde baru dan
memperjuangkan demokratisasi di Indonesia. Pergantian
pemerintahan Orde Baru ke Orde Reformasi memberikan
harapan bahwa demokratisasi telah dimulai. Namun patut
disayangkan bhawa krisis ekonomi sejak tahun 1997 belum
membaik. Begitu juga permasalahan penegakan hukum,
keadilan,dan kepastian hokum yang masih jauh dari yang
diharapkan masyarakat. Akibatnya, terjadi beberapa kali
kesalahpahaman/bentrokan antara mahasiswa dan
masyarakat dengan apparat pemerintah baik TNI maupun
Polri serta terjadi peristiwa-peristiwa yang diduga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia. Kesalapahaman dan
bentrokan yang terjadi telah mengakibatkan jatuhnya korban
dari pihak mahasiswa serta masyarakat maupun TNI/Polri.
Peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran HAM berat antara
lain perisstiwa Trisakti dan Semanggi I & II.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia
mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan pemilu berikutnya dan
membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan.
Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui
pemerintahan B.J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota
DPR/MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan
militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang
Orde Baru.
Masyarakat & Mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga
menentang dwifungsi ABRI/TNI karena dwifungsi inilah salah satu
penyebab bangsa ini tak pernah bisa maju sebagaimana mestinya.
Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari dunia Internasional
terlebih lagi nasional. Hampir seluruh sekolah dan Universitas di Jakarta,
tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburan untuk
mencegah mahasiswa berkumpul. Sejarah membuktikan bahwa
perjuangan mahasiswa tak bisa dibendung, mereka sangat berani dan
jika perlu mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi Indonesia
Baru.
KRONOLOGIS TRAGEDI
Tragedi SEMANGGI
Semanggi menunjuk kepada dua kejadian rotes
masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa
yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama
dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November
1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan
tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Transisi
Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan
tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di
seluruh Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka-luka. Pada
tanggal 11 November 1998, mahasiswa dan masyarakat yang
bergerak dari Jalan Salemba, bentrok dengan Pamswarka di
Kompleks Tugu Proklamasi.
Tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju ke gedung
DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena
dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata
bamboo runcing untk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok di daerah Slipi dan Jl.
Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan mahasiswa dievakuasi ke Atma Jaya. Satu orang
pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meniggal
dunia.
Anggota dewan yang bersidang istimewa dan tokoh-tokoh politik saat itu tidak peduli
dan tidak menganggap penting suara dan pengorbanan masyarakat ataupun
mahasiswa, jika tidak mau dikatakan meninggalkan masyarakat dan mahasiswa
berjuang sendirian saat itu. Peristiwa iut dianggap sebagai hal yang lumrah dan biasa
untuk biaya demokrasi, “itulah yang harus dibayar mahasiswa kalua berani melawan
tentara”.
Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun
terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus
berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas air mata. Sangat dahsyatnya
peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meniggal mencapai 17 orang. Korban lain
yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo(YAI) Heru Sudibyo(Universitas Terbuka),
Engkus Kusnadi(Universitas Jakarta), Muzammil Joko(Universitas Indonesia),Uga
Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian
Nikijulong, Hadi.
FAKTA & POLA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

Berdasarkan fakta-fakta, dokumen, keterangan dan kesaksian berbagai pihak, KPP HAM
menemukan berbagai kekerasan yang pada dasarnya melanggar hak asasi manusia seperti
pembunuhan, penganiayaan, penghilangan paksa, pemerkosaan, perampasan kemerdekaan dan
kebebasan fisik yang dilakukan secara sistematis serta meluas yang dilakukan oleh pelaku tertentu
dengan sasaran masyarakat tertentu. Masyarakat tersebut secara khusus adalah mahasiswa maupun
masyarakat yang berdemonstrasi terhadap kekuasaan politik untukmenuntut perubahan, termasuk
terhadap rencana melahirkan UU PKB.
KPP HAM memusatkan perhatian pada tiga (3) rangkaian kejadian di sekitar kampus Trisakti 12-13
Mei 1998, di sekitar Semanggi 13-14 November 1998 (dikenal dengan peristiwa Semanggi I), dan pada
23-24 September 1999 (dikenal dengan Semanggi II). Meskipun kurun waktu terjadinya peristiwa
tesebut berbeda, tiga rangkaian peristiwa ini tidak dapat dipisahkan dan dilepaskan dari kebijakan
pemerintah dalam menghadapi gelombang demonstrasi mahasiswa dan masyarakat akan perlunya
reformasi.
Kekerasan-kekerasan yang tidak manusiawi dan sangat kejam yang ditemukan dalam ketiga peristiwa itu
mencakup tindakan-tindakan di bawah ini :
1)Pembunuhan
Telah terjadi pembunuhan yang sistematis di berbagai daerah dalam waktu yang panjang, yaitu pada
Mei 1998, Nopember 1998, serta September 1999. Tindakan pembunuhan itu dilakukan terhadap
mahasiswa demonstran, petugas bantuan medis, anggota masyarakat yang berada disekitar lokasi
demonstran, ataupun anggota masyarakat yang dimobilisasi untuk menghadapi demonstran. Pembunuhan
serupa juga dilakukan dalam kerusuhan massa yang diciptakan secara sistematis sebagaimana terjadi di
Jakarta dan Solo pada Mei 1998 (lihat laporan TGPF).
2)Penganiayaan
Telah terjadi penganiayaan untuk membubarkan demonstrasi yang dilakukan sejumlah mahasiswa dan
anggota masyarakat yang dilakukan oleh aparat TNI dan POLRI (dahulu disebut ABRI). Penganiayaan ini
terjadi secara berulang-ulang di berbagai lokasi, seperti pada kampus Universitas Trisakti, dan Universitas
Atmajaya, dan Semanggi yang mengakibatkan timbulnya korban fisik (seperti terbunuh, luka ringan dan luka
berat) dan mental. Hal ini dikarenakan terkena gas air mata, pukulan, tendangan, gigitan anjing pelacak dan
tembakan sehingga harus mengalami perawatan yang serius.
3)Pemerkosaan Atau Bentuk Kekerasan Seksual Lain Yang Setara
Terutama pada Mei 1998, telah terjadi tindak kekerasan seksual termasuk pemerkosaan yang
mengakibatkan sejumlah perempuan mengalami trauma dan penderitaan fisik dan mental. Trauma yang
dialami sulit diatasi karena korban tidak berani tampil untuk menceritakan apa yang dialaminya.
4)Penghilangan Paksa
Pada bulan Mei 1998, telah terjadi penghilangan secara paksa terhadap 5 (lima) orang yang
diantaranya adalah aktifis dan anggota masyarakat yang hingga kini nasib dan keberadaannya tidak
diketahui. Dalam peristiwa ini, negara belum juga mampu menjelaskan nasib dan keberaan mereka.
5)Perampasan Kemerdekaan dan Kebebasan Fisik
Sebagai bagian dari tindakan kekerasan, dilakukan pula tindakan penggeledahan, penangkapan dan
penahanan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan melewati batas-batas kepatutan sehingga
menimbulkan rasa tidak aman dan trauma. Perbuatan ini dilakukan sebagai bagian yang tidak terpisah
dari upaya penundukan secara fisik dan mental terhadap korban.
UPAYA HUKUM PADA
TRAGEDI SEMANGGI
Pertama, pemerintah melalui Komnas HAM, harus menyelidiki dengan seksama apa yang terjadi
saat itu, siapa yang menembaki mahasiswa itu dan mengapa mereka harus ditembaki. Komnas HAM
harus segera menuntaskannya agar kepercayaan bangsa Indonesia terhadap pemerintahannya tidak
hilang akibat janji-janji kosong mengenai tindakan lanjut dari tragedy di Semanggi.
Kedua, tidak hanya Komnas HAM, pemerintah pun harus mendukung penyelesaian kasus ini, yaitu
dengan mendukung Komnas HAM dalam investigasi dengan menyediakan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam investigasi. Para pejabat tinggi militer pun harus mendisiplinkan mereka yang saat itu
bertugas “menjaga ketertiban massa”, karena ternyata mereka membunuh empat mahasiswa dengan
peluru bermesiu, bukan peluru karet. Dan suatu hal yang tidak biasa menertibkan massa dengan peluru
karet.
Saat penyelidikan usai, giliran lembaga Yudikatif kita untuk mengadili dengan adil tiap mereka yang
bertanggung jawab akan aksi kekerasan dan penembakan yang terjadi. Jangan sampai keputusan yang
diambil tidak sebanding dengan perbuatan mereka.
Bila Komnas HAM dan pemerintah ternyata tidak sanggup melakukan penegakan HAM di Indonesia,
masyarakat kita harus meminta lembaga yang lebih tinggi lagi, yaitu PBB, untuk mengambil alih kasus ini
sebelum kasus ini kadaluwarsa dan ditutup sehingga mengecewakan masyarakat Indonesia.
BERIKUT CUPLIKAN VIDEO TENTANG
TRAGEDI SEMANGGI

Anda mungkin juga menyukai