Anda di halaman 1dari 4

Gerakan Mahasiswa dan Revolusi Indonesia

Mahasiswa, gerakan mahasiswa dan revolusi. Ketiga kata ini seolah tidak bisa lepas,
saling bertautan. Mahasiswa tidak hanya menjadi segolongan manusia akdemis. Namun ada
hal lain yang terkandung di balik istilah mahasiswa. Semakin jelas hal itu, bila mengingat
slogan agent of change (agen perubahan). Ya, slogan itu langsung mengarah pada
mahasiswa. Kendati belum jelas memang, perubahan macam apa yang menjadikan
mahasiswa sebagai agennya. Akan tetapi cukup menjadi sesuatu yang menambah keyakinan
tanggungjawab moral di pundak para intelektual muda.
Bagi mahasiswa yang sadar dengan beban di balik sandangannya itu, tidak sedikit
juga yang bergabung pada gerakan. Mereka yan bergabung pada gerakan mahasiswa ini
biasanya lazim disebut sebagai aktifis. Meskipun dalam dunia gerakan mahasiswa dan aktifis
sendiri masih tetap memiliki banyak kritik maupun outoritik. Terlebih kesungguhan
mahasiswa gerakan itu dalam pengabdiannya. Pasalnya, tidak sedikit juga dalam dunia
gerakan mahasiswa melahirkan aktifis ‘selebritis’. Istilah untuk menggambarkan aktifis yang
hanya sekedar mejeng dalam posisinya. Belum lagi, kritik yang muncul—dan jelas dirasakan
oleh gerakan mahasiswa sendiri—bahwa gerakan saat ini menjadi mandul.
Kritik itu muncul akibat keadaan gerakan saat ini yang tidak menampilkan sesuatu
yang menggebrak dalam tatanan estabilishment politik. memang sudah lama barangkali,
gerakan mahasiswa tidak memiliki itu, dan bahkan lebih buruk lagi, kritik juga muncul:
gerakan mahasiswa saat ini menjadi jauh dengan masyarakat. Dari hal ini, sebenarnya jelas,
adanya indikasi menurunya peran gerakan mahasiswa.
Namun, bagaimanapun keadaan saat ini, perbincangan persoalaan gerakan mahasiswa
akan terus hangat. Terlebih lagi keterkaitan peranannya dalam sejarah revolusi dan perubahan
di Indonesia. Hanya saja, memang menjadi kewajiban yang harus dijawab oleh gerakan
mahasiswa sendiri terkait kritik dan outokiritiknya itu. Tentu saja, telaah harus segera
dilakukan untuk menjawab hal ini.
Gerakan mahasiswa dari waktu ke waktu
Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam menjawab persoalan itu adalah dengan
perbandingan nafas gerakan mahasiswa dari waktu ke waktu. Tentu saja, hal ini niscaya,
karena bagaimana indikasi “menurun”, berisi perbandingan itu sendiri. Bisa dikatakan
menurun, sudah pasti, jika adanya suatu perbandingan dengan kondisi sebelumnya.
Dalam melihat hal ini, mahasiswa dan gerakan mahasiswa tidak bisa dilepas dari
keadaan umumnya sebagai pemuda. Seorang aktifis dari Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia (GMNI), Sudaedi, menangkap adanya patahan antara pemuda msa lalu dengan
pemuda dewasa ini. Bagi pemuda masa lampau terjun dalam perpolitikan dan gerakan
menjadi hal yang digandrungi. Hal ini yang jelas sangat terasa berbeda dengan kondisi saat
ini. Belum lagi, dala gerakan mahasiwa itu sendiri pun banyak yang masih setengah-setengah
pengabdiannya.
Akhirnya, terdapat satu kesimpulan yang menjadi muara indikasi hal itu: apatisme
mahasiswa. Akan tetapi, ‘apatisme’ bukanlah jawaban final—kendati memang harus
diperhatikan dan ditanggulangi. Apatisme mahasiswa tentu saja tibul karena adanya sebab.
Sebab itu yang harus ditelaah bersama.
Melihat pemuda dan gerakan masa lalu memang sangat kuat sekali. Hal ini karena
kesadaran akan hadirnya musuh. Misalkan saja, di era pra kemerdekaan, sudah sangat jelas
musuh pemuda dan gerakan waktu itu adalah kolonial. Dan kolonial disepakati bersama
menjadi musuh yang harus diusir dari negeri ini (baca: Indonesia). Mahasiwa dan pemuda
pun langsung hadir mencipta dan aktif dalam gerakan. Misalnya, Boedi Oetomo yang sudah
jelas berisi para intelektual muda. Selain itu, sumpah pemuda pun adalah hasil kreasi pemuda
dan mahasiswa waktu itu. Bahkan founding fathers Indonesia pun adalah para pemuda pada
saat berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka. Wajar saja, revolusi Indonesia dikatakan
adalah revolusi oleh pemuda Indonesia.
Masih kapitalisme musuh kita
Sementara itu, mahasiwa dan pemuda sekarang ini terlihat tidak menyadari
musuhnya. Hal ini bukan begitu saja mereka tidak sadar dan lupa. Akan tetapi, tentu terdapat
design besar untuk melahirkan hal ini. dan design itu adalah kapitalisme. Musuh perjuangan
kita dari dahulu.
Kapitalisme sekarang ini terus membentuk wajah baru yang bahkan susah dikenali.
Hadirny kapitalisme bukan saja lewat produk-produk inustri seperti barang-barang. Bukan
saja hadir dalam wajah kolonialisme—imperealisme yang terbuka. Akan tetapi, kapitalisme
kini telah menjelma menjadi bentuk lain, semisal tempat perbelanjaan, hiburan, tehnologi dan
lain-lain. Inilah barangkali wajah kapitalisme global yang sulit dikenali.
Bentuk kapitalisme yang seperti ini menjangkit pemuda dan mahasiswa Indonesia.
lihat saja, fenomena saat ini, mahasiswa dan pemuda lebih gandrung hadir di tempat hiburan
dan menikamati tehnologi yang setiap hari hadir dengan perkembangan yang melenakan. Di
sini jelas, keterputusan dengan keadaan pada catatan sejarah.
Hal ini belum lagi kapitalisme yang hadir bersenyawa dengan istansi-instansi penting
di Indonesia. Negara dan universitas bahkan kini sudah menjadi satu dengan kapitalisme itu.
Sehingga, kapitalisme hadir dengan regulasi-regulasi aturan yang mengikat. Misalnya di
universitas—tempat gerakan mahasiswa bermula—menjadi tempat bersemayam kapitalsme
lewat regulasi aturan yang menghambat gerak mahasiswa. Belum lagi, persenyawaan ini,
membuat biaya pendidikan menjadi mahal dengan liberalisasi pendidikan. Akhirnya,
mahasiswa pun dituntut untuk lulus cepat guna memangkas biaya.
Kapitalisme pun hadir sebagai paradigama kesuksesan. Paradigama yang dibangun
oleh arus kapitalisme menghasilkan sebuah paradigama kesuksesan yang tunggal. Hal ini
yang membuat tuntutan pada mahasiswa untuk segera lulus dan berkerja dengan tampilan jas
dan dasi, sperti yang dihadirkan universitas dan negara lewat brosur-brosur dan iklan lain.
Terang saja, para orang tua mahasiswa pun langsung melayangkan tututan ini. di tambah
kondisi negara yang dipandang jauh dari kewajiban membuat para orangtua mengatakan:
buat apa kamu ngurusin negara, mending kerja terus hidup layak. Ya, paradigma ini
membentuk diri mahasiswa menjadi penimbun kekayaan untuk diri sendiri.
Gerakan mahasiswa sebagai bidan revolusi
Selanjutnya, membicarakan gerakan mahasiswa dan revolusi tentu saja adalah tentang
peran mahasiwa itu sendiri dalam revolusi. Dalam catatan-catatan sejarah, pergerakan
mahasiwa dalam revolusi berperan besar sebagai bidan dari kesadaran akan kebutuhan untuk
perubahan.
Sebagai agent of change, mahasiswa berperan dalam melahirkan kesadaran
masyarakat untuk melihat realitas politik yang ada. Hal ini tidak lepas dari posisi mahasiswa
sebagai kaum terpelajar yang memiliki pengetahuan lebih dari orang yang tidak menyandang
nama itu. Maka dari itu, ilmu dan pengetahuan yang di dapatkannya menjadi pisau analisis
dalam melihat kondisi sosial dan politik yang ada. Dari itu kemudian, mahasiswa pun
berperan guna menyadarkan masyarakat pada hal-hal yang salah dalam kondisi itu.
Itu pula alasan gerakan mahasiswa ketika turun aksi. Aksi yang dibuat gerakan
mahasiswa bertujuan guna menghadirkan pada masyarakat wacana ketidakberesan dalam
kondisi sosial dan politik. Juga hal ini yang dilakukan gerakan mahasiswa dalam catatan
sejarah.
Persatuan syarat revolusi—sebuah catatan
Ada hal lain seputar revolusi—selain peran gerakan mahasiswa—yang tidak boleh
luput. Hal itu adalah persatuan. Apalah daya sebuah gerakan tanpa bersatu. Apalah daya
kekuatan satu organisasi gerakan saja tanpa persatuan. Apalah arti satu kaum saja tanpa
persatuan. Apalah arti intelektual muda tanpa bersatu!
Kita harus dadar kemerdekaan di raih Indonesia dengan persatuan. Pelajaran yang
diberikan Soekarno terkait persatuan harus terus kita ingat. Tanpa persatuan kita tidak bisa
melawan musuh kita. tanpa persatuan kita akan menjadi daun yang ditiup angin. Tanpa
persatuan kita hanya akan dikoyak-koyak dan kemudian habis!
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita sebagai gerakan harus sadar bahwa kita harus
bersatu. Singkiran sentimen satu dan lain. Ideologi bukan untuk kita tercerai berai daan
akhirnya lupa pada musuh kita. Lihat sejarah kita, nasioanalis, agamis, dan komunsi mereka
bersatu untuk bersama menyingkirkan imperalisme, menyingkirkan kolonialisme dari bui kita
ini. jika kita lupa ini, jika kita tidak juga bersatu revolusi hanya angan-angan saja bagi
gerakan mahasiswa.
Akhirnya, gerakan mahasiswa harus menjadi bidan yang melahirkan kesadaran dan
revolusi. Sadar akan kapitalisme sebagai musuh kita. sadar persatuan adalah syarat mutlak
untuk revolusi itu. Gerakan mahasiswa harus menyatukan semua golongan di negeri ini untuk
bersama berjuang mengusir musuh kita.

Anda mungkin juga menyukai