Anda di halaman 1dari 14

ARSITEKTUR, FUNGSI DAN JENIS

KAMPUNG DI PEDESAAN

Mata Kuliah : Arsitektur dan Pedesaan


Dosen Koordinator : DR. HERWIN SUTRISNO., ST., MT.
Dosen Pembimbing : DR. NOOR HAMIDAH ., ST., MUP.

Disusun Oleh :
KELOMPOK XI

ERNI AGUSTIN (213010502017)


MERRY NOVIYANTI SARAGIH (213020502071)
FEBRIAN PINTU BATU (213020502068)
ALDRIN PETER (213030502084)
YAKOBUS ALBERTSON (213010502011)
YOVIA SARAGIH (213020502082)
RUSMIDA (213010502028)

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas untuk memenuhi mata kuliah Arsitektur
Dan Pedesaan.
Dalam penulisan makalah ini saya selaku penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada ibu Dr. Noor Hamidah, S.T., MUP. selaku dosen pengampu mata kuliah yang
mengarahkan dalam penyelesaian penyusunan makalah ini.
Saya berharap dengan melalui pembuatan makalah ini tidak hanya terbatas pada
pemenuhan tugas saja. Namun, selain bermanfaat untuk diri saya sendiri, hendaknya juga membawa
manfaat pula bagi para pembaca, sehingga wawasan dan pengetahuan akan terus bertambah
kedepannya.
Dalam penulisan laporan ini saya merasa masih banyak kekurangan baik dalam
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuat laporan ini sebagai
evaluasi diri kedepannya.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak terutama saya sendiri yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Dengan ini saya
selaku penulis ucapkan Terima Kasih.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu dan seni dalam perencanaan dan perancangan lingkungan
binaan, mulai dari lingkup makro hingga lingkup mikro. Dalam arti yang lebih sempit,
arsitektur dapat diartikan sebagai ilmu dan seni dalam perencanaan dan perancangan
bangunan. Francis D. K. Ching (2008) mengatakan bahwa arsitektur membentuk suatu
tautan yang mempersatukan ruang, bentuk, teknik, dan fungsi. Fungsi utama arsitektur
adalah untuk memfasilitasi segala bentuk aktivitas manusia (pengguna), baik itu di dalam
maupun di luar ruangan. Oleh karena itu, dalam proses perencanaan dan perancangannya,
sebuah lingkungan binaan (ruangan, bangunan, ataupun kawasan) harus memiliki sistem
sirkulasi yang baik dan memadahi, agar aktivitas penggunanya dapat berlangsung dengan
baik, lancar, dan nyaman.
Francis D. K. Ching (2008) menyatakan bahwa jalur pergerakan (sirkulasi) dapat
dianggap sebagai elemen penyambung yang menghubungkan ruanganruangan di dalam
sebuah bangunan, atau yang menghubungkan serangkaian ruang luar dengan ruang dalam
pada sebuah bangunan secara bersamaan. Komponen pokok sistem sirkulasi pada sebuah
bangunan dapat mempengaruhi persepsi seseorang (pengguna) terhadap bentuk dan ruang
pada sebuah bangunan. Komponen pokok tersebut meliputi pencapaian, pintu masuk,
konfigurasi jalur, hubungan jalur dengan ruang, dan bentuk ruang sirkulasi. Apabila kelima
komponen tersebut benar-benar diperhatikan dan diperhitungkan ketika merancang sebuah
bangunan, maka, bangunan tersebut dapat berfungsi dengan baik, begitu juga dengan
ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan sirkulasi merupakan salah satu
faktor penting dalam perancangan bangunan, dan menjadi faktor kunci dalam menunjang
fungsi sebuah bangunan, tak terkecuali pada salah satu bangunan yang ada di Universitas
Pendidikan Indonesia, yakni gedung Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK)

B. Kampung
Kampung merupakan kawasan pemukiman kumuh dengan ketersediaan sarana
umum buruk atau tidak ada sama sekali, kerap kawasan ini disebut slum (Budiharjo, 1992).
Secara garis besar bahwa kampung adalah kawasan kumuh yang minim dengan sarana
umum, dan menurut Budiharjo bahwa kampung sudah dipastikan tergolong slum atau
wilayah kumuh.
Kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri
kehidupan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat Kampung kotor yang
merupakan bentuk pemukiman yang unik, tidak dapat disamakan dengan “slum” atau juga
disamakan dengan pemukiman penduduk berpenghasilan rendah (Turner, 1972).
Kampung merupakan suatu kesatuan lingkungan tempat tinggal yang dihuni oleh
sekelompok masyarakat yang terdiri dari kesatuan keluarga-keluarga. Kumpulan sejumlah
kampung disebut desa. Kampung adalah satu-satunya jenis permukiman yang bisa
menampung golongan penduduk Indonesia yang tingkat perekonomian dan tingkat
pendidikan paling rendah meskipun tidak tertutup bagi penduduk berpenghasilan dan
berpendidikan tinggi (Khudori, 2002).
B. Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten.
Desa juga dapat dikatakan sebagai suatu hasil perpaduan antara kegiatan
sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud
atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, social,
ekonomi, politik dan cultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam
hubungannya dengan daerah-daerah lain.
Desa dalam arti umum juga dapat dikatakan sebagai permukiman manusia yang
letaknya di luar kota dan penduduknya bermata pencaharian dengan bertani atau bercocok
tanam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kampung
Kampung merupakan kawasan pemukiman kumuh dengan ketersediaan sarana
umum buruk atau tidak ada sama sekali, kerap kawasan ini disebut slum (Budiharjo, 1992).
Secara garis besar bahwa kampung adalah kawasan kumuh yang minim dengan sarana
umum, dan menurut Budiharjo bahwa kampung sudah dipastikan tergolong slum atau
wilayah kumuh.
Kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri kehidupan
yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat Kampung kotor yang merupakan bentuk
pemukiman yang unik, tidak dapat disamakan dengan “slum” atau juga disamakan dengan
pemukiman penduduk berpenghasilan rendah (Turner, 1972).
Kampung merupakan suatu kesatuan lingkungan tempat tinggal yang dihuni oleh
sekelompok masyarakat yang terdiri dari kesatuan keluarga-keluarga. Kumpulan sejumlah
kampung disebut desa. Kampung adalah satu-satunya jenis permukiman yang bisa
menampung golongan penduduk Indonesia yang tingkat perekonomian dan tingkat
pendidikan paling rendah meskipun tidak tertutup bagi penduduk berpenghasilan dan
berpendidikan tinggi (Khudori, 2002).

B. Karakteristik Kampung
Kampung memiliki beberapa karakteristik yang signifikan menurut buku Pengantar
Sosiologi Pedesaan dan Pertanian karangan Raharjo yaitu :
a. besarnya kelompok primer
b. faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan kelompok/asosiasi
c. hubungan lebih bersifat intim dan awet
d. homogen
e. mobilitas sosial rendah
f. keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi
g. populasi anak dalam proporsi yang lebih besar

C. Jenis-Jenis Kampung Di Pedesaan


Jenis-jenis kampung di pedesaan dapat bervariasi tergantung pada aspek budaya,
sosial, ekonomi, dan geografis dari wilayah tersebut. Namun secara umum, berikut adalah
beberapa jenis kampung yang umum ditemukan di pedesaan:
• Kampung agraris: kampung yang mayoritas penduduknya mengandalkan pertanian
sebagai sumber penghasilan utama.
• Kampung nelayan: kampung yang mayoritas penduduknya mengandalkan perikanan
sebagai sumber penghasilan utama.
• Kampung kerajinan: kampung yang mayoritas penduduknya mengandalkan kerajinan
tangan sebagai sumber penghasilan utama.
• Kampung wisata: kampung yang mayoritas penduduknya mengandalkan pariwisata
sebagai sumber penghasilan utama.
• Kampung adat: kampung yang masih mempertahankan tradisi dan adat-istiadat lokal.
BAB III
METODE

Sesuai dengan masalah dan tujuan yang dirumuskan, penelitian ini bermaksud untuk
menejlaskan hubungan kasualitas antara variabel terikat dengan variabel-variabel bebasnya.
Sehubungan dengan tujuan tersebut, penelitian ini merupakan penelitian explanatory reseach,
adapun model penedekatan analisis yang digunakan adalah analisis regresi liner berganda.
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan
dalam bentuk skoring. Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini dalam
bentuk skoring hasil jawaban responden.
2. Kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar. Data
kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa teori – teori komitmen pegawai,
kepemimpinan, Tesis, dll. Yang relevan dengan penelitian ini.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Data primer, yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari responden
pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah yang
dikumpulkan menggunakan kuesioner.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung, meliputi semua data
yang berhubungan dengan kegiatan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kapuas
Kalimantan Tengah, seperti gambaran umum Lembaga, sejarah, struktur organisasi,
dan perkembanganpegawai.

Pada skala likert, beberapa pertanyaan diurutkan secara hierarkis untuk melihat sikap
tertentu dari sederetan jawaban tersebut. Jadi skala likert adalah skala yang digunakan untuk
jawaban yang bersikap jelas (tegas). Adapun teknik pengumpulan data dalam hasil penelitian
ini yaitu sebagai berikut:
1. Kuesioner, yaitu dengan cara menyampaikan kuisioner kepada responden untuk
mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis pertanyaan yang digunakan
adalah pertanyaan yang bersifat tertutup. Dengan adanya dua pilihan alternatif yaitu
ya atau tidak, responden diminta untuk memberikan tanggapan secara pribadi yang
nantinya akan dianalisissesuai dengan hipotesis yang di ajukan.
2. 2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati
langsung ke obyek penelitian.
3. 3. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya
jawab kepada pihak terkait di obyek penelitian.
4. 4. Dokumentas dan Studi Pustaka, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mempelajari literatur maupun dokumen dari obyek penelitian.

Serangkaian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Uji Validitas. Digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu indikator. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pernyataan kuesioner mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini, pengujian
validitas instrumen penelitian dilakukan dengan melihat angka signifikansi, yaitu
membandingkan nilai r hitung (Corrected Item-Total Correlation) dengan r tabel untuk
degree of freedom (df) = n-2.
2. Uji Reliabilitas. Digunakan untuk mengukur kehandalan indikator. Jika angka
reliabilitas Alpha Cronbach > 0.6 maka item variabel tersebut dinyatakan reliable, dan
jika angka reliabilitas Alpha < 0.6 maka item variabel tersebut dinyatakan tidak
reliable (Nunnaly,2011).
3. Uji asumsi klasik. Terdiri dari uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji
normalitas.
4. Uji F dan uji t untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara
simultan dan parsial.
BAB IV
KABUPATEN KAPUAS

A. Sejarah
Kabupaten kapuas dengan ibu kotanya kuala kapuas adalah satu satunya kabupaten
atonomeks daerah dayak besar dan swapraja kotawaringin yang termasuk dalam wilayah
karesidenan kalimantan selatan. Suku dayak ngaju merupakan penduduk asli kabupaten
kapuas. Suku ini terdiri dari dua sub suku : Suku oloh kapuas-kahayan dan oloh otdanum.

Menurut penuturan pusaka”Tetek Tatum"Nenek moyang suku Dayak Ngaju pada


mulanya bermukim sekitar pegunungan schwazener di sentra kalimantan ( Alang 1981 )
barulah pada perkembangan berikutnya suku Dayak Ngaju bermukim menyebar
disepanjang tepi sungai kapuas dan sungai kahayan. Pada abad ke-16 dalam naskah
Negarakertagama yang ditulis oleh pujangga Empu Prapaca dari Majapahit pada tahun
1365 M, menyebutkan adanya pemukiman. Kemudian dalam naskah hikayat Banjar, berita
Tionghoa pada masa dinasti Ming (1368-1644) dan piagam-piagam perjanjian antara
Sultan Banjarmasin dengan pemerintah Belanda pada Abad ke-19 memuat berita adanya
pemukiman sepanjang sungai kapuas dan sungai kahayan yang disebut pemukiman Lewu
Juking.

Lewu Juking merupakan sebuah pemukiman berumah panjang yang terletak di


muara sungai kapuas murung (bagian barat delta pulau petak yang bermuara kelaut jawa)
sekitar 10km dari arah pesisir laut jawa yang dipimpin oleh kepala suku bernama Raden
Labih.
Penduduk Lewu Juking dan penduduk sekitarnya sering diserang oleh rombongan bajak
laut. Walaupun beberapa kali rombongan bajak laut dapat di pukul mundur oleh penduduk
Lewu Juking dan sekitarnya, tetapi penduduk merasa kurang aman tinggal didaerah
tersebut, sehingga pada tahun 1800 banyak penduduk pindah tempat tinggal mencari
tempat yang jauh lebih aman dari gangguan bajak laut.
Akibat perpindahan penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, maka sepanjang arah
sungai kapuas dan sungai kapuas murung bermunculan pemukiman-pemukiman baru,
seperti disungai kapuas murung muncul pemukiman palingkau yang dimpimpin oleh
Dambung Tuan, pemukiman sungai Handiwung dipimpin oleh Dambung Dayu,
pemukiman sungai Apui (seberang palingkau) dipimpin oleh Raden Labih yang kemudian
diganti oleh putranya Tamanggung Ambu. Sedangkan ditepi sungai kapuas terdapat
pemukiman baru, seperti sungai Basarang dipimpin oleh Panglima Tengko, sungai Bapalas
oleh Panglima Uyek dan sungai Kanamit dipimpin oleh petinggi Sutil.

Penyebaran penduduk disepanjang tepian sungai tersebut tidak dapat diperkirakan


ruang dan waktunya tepat. Kawasan ini pada bagian hilirnya masih merupakan rawa pasang
surut yang tidak mungkin menghasilkan rempah-rempat sebagai komoditi perdagangan.
Kawasan kapuas-Kahayan bersama penduduknya masih terisolasi sekian lama dari
hubungan dengan dunia luar. Bulan Februari 1860, dalam rangka mengawasi lalu lintas
perairan dikawasan kapuas,pihak belanda membangun sebuah fort (benteng) diujung
murung dekat muara sungai kapuas, sekitar rumah jabatan Bupati kapuas sekarang.
Bersama dengan adanya benteng ditempat tersebut, lahirlah nama “Kuala kapuas” yang
diambil dari sebutan penduduk setempat, yang sedianya menyebutkan dalam bahasa dayak
ngaju “Tumbang kapuas”. Seiring dengan itu ditempatkanlah seorang pejabatan belanda
sebagai Gezaghebber ( pemangku kuasa ) yang dirangkap oleh komandan benteng yang
bersangkutan, sehingga kawasan kapuas-kahayan tidak lagi berada dibawah pengawasan
pemangku kuasa yang bekedudukan di Marabahan.
Disamping itu ditunjuklah pejabat Tamanggung Nicodemos Ambu sebagai kepala
Distrik (Districtshoold). Sementara itu perkampungan diseberang, yakni dikampung
Hampalung yang menjadi tempat kediaman kepala distrik yang pada saat itu bertepat
disekitar Sei Pasah. Sejak terbentuknya terusan anjir serapat tahun 1861, berangsur-angsur
berubah dari pemukiman rumah Adat Betang perkampungan perumahan biasa.
Selanjutnya bertambah lagi stasi zending di Barimba pada tahun 1968, disusul
munculnya perkampungan orang cina diantara kampung hampatung dan barimba, serta
terbentuknya perkampungan dengan nama kampung mambulau disekitar kampung
hampatung. Dari berbagai peristiwa dan keterangan tersebut, akhirnya dijadikan sebagai
acuan untuk hari jadi Kota Kuala Kapuas, yaitu dari pemulanya Betang Sei Pasah yang
didirkan sebagai satu satunya pemukiman Adat yang tertua dilingkungan batas kota kuala
kapuas ( yang masih utuh sewaktu permulaan pembangunan kota ketika Temanggung
Micodemus Jayanegara).
Penyempurnaan buku sejarah Kabupaten Kapuas pada tanggal 1-2 Desember 1981 di
Kuala Kapuas, menetapkan hari jadi kota Kuala Kapuas pada tanggal 21 maret 1806
berdasarkan atas berdirinya Betang Sei Pasah pada tahun 1806. Terbentuknya pemerintah
kabupaten Kapuas, sejak Proklamasi Republik Indonesia tanggal 17 agustus 1945 saat
kedatangan pasukan Australia yang bertugas melucuti senjata Jepang dibawah pimpinan
Kolonel Robson yang ikut membonceng rombongan orang belanda dari organisasi
bersenjata NICA dibawah pimpinan Mayor Van Assendep.
Sebelum pasukan Australia meninggalkan Banjarmasin pada tanggal 24 Oktober
1945 pihak NICA telah menyusun Administrasi pemerintahan untuk wilayah borneo
selatan dibawah pimpinan Residen Ablay sampai awal desember 1945.
Pihak belanda belum menjamah daerah kapuas sekali pun instruksi mereka telah
disampaikan kepada para pejabat Indoensia yaitu para mantan Guncho ( Kepala Distrik )
di Kuala kapuas dan kuala Kurun untuk melakukan tugas pemerintahan sebagaimana biasa
dan untuk pertama kali pihak pejabat setempat ( Hoold Van Plaatselijk Bestuur ) pada masa
sebelumnya dijabat oleh seorang belanda Gezaghebber ataupun kontrolir ditempat yang
bersangkutan. Pada tanggal 17 desember 1945 pihak belanda/NICE datang langsung
kekuala kapuas dengan melewati pahlawan rakyat oleh haji alwi disekitarnya kilometer 9,8
anjir serapat.
Pada tahun 1964 dengan mantapnya kekuasaan belanda dikalimantan, daerah kapuas
sedikit dimekarkan dengan membentuk onderdistrik kapuas hilir beribu kota kuala kapuas,
onderdistik kahayan tengah beribu kota pulang pisau,dan onderdistik kahayan hulu
beribukota tewah. Pada akhir tahun 1946 (tanggal 27 desember 1946) dibanjarmasin
terbentuk dewan daerah dayak besar, yaitu suatu badan pemerintah daerah yang meliput
apdeling kapuas baritu (tidak termasuk lanskap kotawaringin) atas dasar Zelfbestuurs
Regeling/Reheling (peraturan swapraja) tahun 1938 sebagai ketua adalah Groeneveld (eka
asisten residen),wakil ketua Raden Cyrillus kersanegara dan sekretaris mahar mahir,asal
pemilihan anggota dewan dayak besar, terpilih sebagai ketua haji alwi, wakil ketua helmuth
kunom,sekretaris Roosenshoen,anggota badan pengurus harian adalah merkasi dan
sampit,Barthleman kiutn dari barito,a matarip dan Ed. Tundang dari kapuas Pada tanggal
14 April 1950 atas dasar tuntutan rakyat dengan didasari keyakinan sendiri untuk
memenuhi aspirasi rakyat,pihat dewan daerah dayak besar menentukan sikap peleburan
diri secara resmi kedalam negara Republik Indonesia dengan surat keputusan menteri
dalam negeri Nomor : C.17/15/3 tanggal 29 juni 1950,menetapkan tentang daerah-daerah
di Kalimantan yang sudah bergabung dalam Republik Indonesia dengan administrasi
pemerintahannya terdiri dari 6 daerah kabupaten yaitu Banjarmasin,Hulu sungai, kota baru,
barito, kapuas dan kotawaringin, serta 3 daerah swapraja yaitu kutai,berau dan bulungan.
Pada akhir tahun 1950 kepala kantor persiapan kabupaten kapuas wedana F. Dehen
memasuki usia pensiun dan diserahkan kepada Markasi (mantan anggota Dewan Daerah
Dayak Besar ). Kemudian pada bulan januari 1951, markasi diganti oleh patih Barnstein
Baboe. Pada hari rabu tanggal 21 maret 1951 di kuala kapuas dilakukan peresmian
kabupaten kapuas oleh menteri dalam Negeri dan sekaligus melantik para anggota dewan
perwakilan rakyat daerah sementara. Pada saat itu bupati belum terpilih dan sementara
diserahkan kepada Patih Barnstein baboe selaku kepala eksekutif.
Pada awal mei 1951 Raden Badrussapari diangkat selaku Bupati Kepala Daerah
Kabupaten Kapuas yang pertama. Pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 9 mei 1951
oleh Gubernur Murdjani atas nama Menteri Dalam Negeri. Oleh masyarakat kabupaten
kapuas setiap tanggal 21 maret dinyatakan menjadi hari jadi kabupaten kapuas dan
bertepatan dengan peresmian pemerintah Daerah kabupaten kapuas. Pada tahun 2002
kabupaten kapuas telah dimekarkan menjadi 3(tiga) kabupaten yaitu kabupaten kapuas
sebagai kabupaten induk dengan ibu kota kuala kapuas, terdiri dari 12 kecamatan;
kabupaten pulang pisau dengan ibukota pulang pisau, terdiri dari 6 kecamatan, dan
kabupaten Gunung mas dengan ibukota kuala kurun terdiri dari 6 kecamatan. Untuk
mendekatkan pelayanan Kepada Masyarakat telah dilakukan pemekaran baik kecamatan
maupun desa sampai dengan akhir tahun 2015 kabupaten kapuas terdiri dari 17 kecamatan
dan 214 desa dan 17 kelurahan.

B. Kampung Basarang

Kecamatan Basarang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten


Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah, dengan letak yang strategis yang berada pada jalur
jalan trans Kalimantan. Pada tahun 1963 daerah Basarang pertama kali dibuka sebagai
salah satu kawasan permukiman transmigrasi. Melalui program transmigrasi, Basarang
yang menjadi salah satu daerah tujuan, lambat laun mulai dipadati oleh para pendatang
yang berasal dari Pulau Bali sehingga Kecamatan Basarang juga sering di sebut dengan
nama Kampung Bali karena masyarakat Bali yang juga beragama Hindu membentuk
permukiman linier yang berada di samping kiri dan kanan jalan trans Kalimantan. Posisi
yang strategis tersebut menyebabkan budaya Bali yang dibawa oleh masyarakat Bali
mengalami proses perubahan di dalam permukiman masyarakat Bali. morfologi
merupakan salah satu cara untuk melihat sebuah permukiman atau kawasan melalui bentuk
dan strukturnya berdasarkan perkembangan permukiman tersebut sejak awal terbentuknya
hingga sampai sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran morfologi
arsitektur permukiman masyarakat Bali di Basarang serta faktor-faktor yang
mempengaruhi morfologi arsitektur permukiman masyarakat Bali di Basarang.
Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini menggunakan metode rasionalistik
kualitatif. Analisis perubahan morfologi dilihat segi non fisik dan fisik dengan lokasi
penelitian di Desa Basarang Jaya, Desa Batu Nindan, Desa Bungai Jaya, dan Desa Lunuk
Ramba. Hasil penelitian ini menunjukan dengan melihat perkembangan pada empat
periode tahun dari segi non fisik yaitu perilaku sosial budaya keseharian, sistem
kekerabatan, dan upacara-upacara ritus serta dari segi fisik yaitu posisi bangunan tempat
pemujaan, ruang kegiatan sosial masyarakat Bali unit-unit permukiman, dan rumah tinggal
beserta lingkungannya. Menunjukan bahwa konsepsi-konsepsi dasar filosofis yang dimiliki
oleh masyarakat agama Hindu di Bali ada kesamaan dan ada perbedaan dalam
penerapannya di permukiman masyarakat Bali di Basarang. Faktor-faktor yang
mempengaruhinya adalah faktor religi dan persamaan kultural, perbedaan kultural, faktor
geografis, dan faktor modernisasi.
PENUTUP

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, arsitektur perkampungan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan


Tengah, memiliki keunikan dan nilai kearifan lokal yang perlu dijaga dan dilestarikan. Dalam
arsitektur perkampungan di Kabupaten Kapuas, terdapat ciri khas seperti rumah panggung,
atap ijuk, dinding kayu, dan konstruksi tanpa paku yang menjadi identitas dari arsitektur
pedesaan tersebut. Selain itu, keberadaan tata letak kampung yang teratur dan lingkungan
yang asri dan hijau juga menjadi nilai tambah bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat di
pedesaan.
Meskipun demikian, arsitektur perkampungan di Kabupaten Kapuas juga menghadapi
berbagai tantangan seperti modernisasi dan urbanisasi yang dapat berdampak pada hilangnya
ciri khas dan kearifan lokal. Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pengembangan arsitektur
pedesaan di Kabupaten Kapuas sangat penting dilakukan, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat setempat. Dengan begitu, arsitektur perkampungan di Kabupaten Kapuas dapat
tetap menjadi bagian dari identitas dan warisan budaya yang membanggakan serta
berkontribusi pada keberlangsungan kehidupan masyarakat di pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA

Sejarah singkat kapuas. https://kapuaskab.go.id/web/index.php/profile/sejarah-kapuas


(diakses 2 Mei 2023, 23.60)

RADO, Jhon, Prof.Ir. Nindyo Soewarno, M.Phil.,Ph.D. 2007. Morfologi arsitektur


permukiman masyarakat Bali di Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah.
http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/36264 (diakses 2 Mei 2023, 23.60)

Novianto M. Hartono. 2013. PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN


DALAM SISTEM KETATANEGARAAN.
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/494/390 (di akses 2 Mei 2023, 23.56
wib)

Pengertian kampung.
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/20414/05.2%20bab%202.pdf?sequence
=6&isAllowed=y (diakses 2 Mei 2023, 23.60)

Anda mungkin juga menyukai