Anda di halaman 1dari 6

Judul: tata kelola air terjun mata buntu di kecamatan wasuponda kabupaten luwu timur

Jurnal: Jurnal Kepariwisataan

Volume dan halaman: Volume 01, No. 02 Halaman 21 –38

Tahun: 2017

Penulis: Jusmiati, Muh. Arfin M. Salim

Reviewer: Putri Ainun NIsa

Tanggal: 22 september 2022

A. Abstrak

Jurnal yang berjudul “Tata Kelola Air Terjun Mata Buntu Di Kecamatan Wasuponda
Kabupaten Luwu Timur” ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan Mata BuntuAir Terjun
Wasuponda Kabupaten Luwu Timur dan Membuat Konsep tata kelola Air Terjun Mata Buntu
agar lebih terarah dalam pengelolaannya.dan pada jurnal ini juga dijelaskan metode penelitian
yang digunakan dan hasil dari penelitian.adapun temuan penelitian yang dicantumkan dlam
abstrak adalah bahwa manajemen MataAir Terjun Buntu dilakukan oleh masyarakat sekitar
secara swadaya.konsep tata kelola yang dapat diterapkan di objek wisata Mata Air Terjun Buntu
adalah dengan menggunakan fungsi manajemen dan pemangku kepentingan keterlibatan.

B. Pendahuluan

Pendahuluan pada jurnal ini membahas tentang berbagai objek wisata dan pariwisata yang ada di
daerah luwu timur dan upaya pemerintah dalam meningkatkan potensi wisata unggulan yang ada
di luwu timur.

observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan kepala seksi promosi, objek dan daya
tarik wisata mengatakan“pengembangan Air Terjun Mata Buntu memang masih kurang, hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, kurangnya SDM dan anggaran untuk
mengelola Air Terjun Mata Buntu dan sebagian lahan di sekitar tempat wisata merupakan milik
masyarakat” (10 Mei 2017).

Tata kelola yang dimaksud dalam hal ini adalah kerjasama yang baik antara pemerintah dan
masyarakat, baik dalam hal kejelasan pengelolaan maupun pengelolaan secara internal.

C. metode peelitian
penelitian ini menggunakan pendekatan qualitatif, sehingga data yang digunakan adalah data
kualitatif. Data Kualitatif adalah tangkapan atas perkataan subjek penelitian dalam bahasanya
sendiri. Pengalaman orang diterangkan secara mendalam, menurut makna kehidupan,
pengalaman dan interaksi sosial dari subjek penelitian sendiri. Dengan demikian,
penelitianmendalami kondisi masyarakat menurut pengertian mereka sendiri.

D. Hasil penelitian

Kondisi Faktual Air Terjun Mata Buntu,Atraksi wisata yang dimiliki oleh Air Terjun Mata
Buntu yaitu susunan tingkatan tebing yang dialiri air. Aktivitas yang dapat dilakukan wisatawan
jika berkunjung ke Air Terjun Mata Buntu yaitu menikmati keindahan alam,merasakan segarnya
air di tempat tersebut dengan suara gemuruh dari Air Terjun.

Tata Kelola dengan Menggunakan Fungsi Manajemen,Berikut konsep pengelolaan yang


dapat diterapkan di Air Terjun Mata Buntu dengan menggunakan teori dari Terry (2000)
mengenai fungsi manajemen yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling).

Keterlibatan Stakeholder dalam Tata Kelola,Dalam pengelolaan daya tarik wisata maupun
destinasi wisata, peran setiap stakeholder sangat penting baik itu pemerintah daerah, masyarakat
setempat atapun pihak swasta.

E. Kesimpulan

Tata kelola Air Terjun Mata Buntu dilakukan secara mandiri oleh masyarakat setempat, sebatas
kemampuan dari masyarakat mengenai cara pengelolaan. Kegiatan pengelolaan yang telah
dilakukan oleh masyarakat yaitu bergotong-royong memperbaiki akses menuju ke tempat wisata,
membuka lahan parkir di tanah perkebunan miliki masyarakat, membuka warung makan atau
kios untuk melayani wisatawan dan menjaga keamanan di tempat wisata.

F. Daftar pustaka

Jusmiati & Salim, Muh. Arfin M.2017.Tata Kelola Air Terjun Mata Buntu Di Kecamatan
Wasuponda Kabupaten Luwu Timur. Jurnal Kepariwisataan.1(2).pp 21-38.
Judul:WISDOM OF THE LOCALITY(Sebuah Kajian: Kearifan Lokal dalam Arsitektur
Tradisional Palembang)

Jurnal: Berkala Teknik

Volume dan halaman: Vol.2 No.4 Halaman 299-305

Tahun: 2012

Penulis: Anson Ferdiant Diem

Reviewer: Putri Ainun Nisa

Tanggal: 22 september 2022

A. Abstrak

Jurnal yang berjudul WISDOM OF THE LOCALITY(Sebuah Kajian: Kearifan Lokal dalam
Arsitektur Tradisional Palembang) pada bagian abstrak dijelaskan bahwa Salah satu sifat yang
dianugerahi Allah kepada manusia adalah kearifan (wisdom).Sifat inilah yang menyebabkan
mereka dapat mencapai tingkat yang tertinggi di sisi Allah. Sejarah peradaban telah
menunjukkan betapa usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya telah
menimbulkan kesengsaraan berupa bencana alam yang disebabkan karena manusia tidak mampu
mengendalikan ketamakannya.

B. Pendahuluan

Pendahuluan pada jurnal ini membahas tentang Manusia dalam beradaptasi, mengembangkan
kearifan lingkungan yang berwujud ideasional berupa pengetahuan atau ide, norma adat, nilai
budaya, aktifitas serta peralatan, sebagai hasil abstraksi pengalaman yang dihayati oleh segenap
masyarakat pendukungnya dan yang menjadi pedoman atau kerangka acuan untuk melihat,
memahami, memilah-milah gejala yang dihadapi serta memilih strategi bersikap maupun
bertindak dalam mengelola lingkungan.

Keanekaragaman pola-pola adaptasi manusia terhadap lingkungan, terkadang tidak mudah


dimengerti oleh pihak ketiga yang mempunyai latar belakang sosial dan kebudayaan yang
berbeda. Namun demikian, keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan tersebut
merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangungan yang berkelanjutan.

C. Metode penelitian
Proses sedimentasi ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, dari satu generasi ke generasi
berikut. Kemunculan kearifan lokal dalam masyarakat merupakan hasil dari proses trial and
error dari berbagai macam pengetahuan empiris maupun non-empiris atau yang estetik maupun
intuitif (Tiezzi et al). Kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya
akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut, misalnya alonalon asal klakon (masyarakat
Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung
(masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e
(masyarakat pesantren), dan sebagainya.

D. Hasil penelitian

Menurut penelitian yang berjudul Rumah Tradisional Palembang dan strategi pelestarian
bangunan cagar budaya (Siswanto, 1997) bagian depan rumah limas tidak terdapat
jendela,diantara kedua pintu depan diberi dinding yang berupa ruji-ruji kayu dengan motif
tembus.Keadaan tersebut cukup efektif untuk sirkulasi angin walaupun pemanfaatan sinar
matahari kurang optimal. Selanjutnya, pada rumah Limas juga terdapat Lawang Kipas yang
dapat dibuka penuh dengan daun pintu berfungsi seperti plafond. Pada sisi lain, rumah
tradisional pada umumnya mempunyai nilai arsitektur yang tinggi serta merupakan cerminan
kearifan lokal. Hal ini bisa dimengerti karena rumah tradisional sesuai dengan iklim
tropis,berwawasan lingkungan serta sesuai dengan konteks setempat. Pendekatan yang lebih
berorientasi pada pandangan etik harus melihat pandangan emik bagaimana kepentingan warga
secara luas dan masyarakat kota secara umum. Dari disiplin perancangan kota, kasus ini
menunjukkan “konstruksi sosial budaya kota” bukan konstruksi fisik seperti dapat dijumpai pada
kota-kota lain di Indonesia. Menghadapi kenyataan tersebut tindakan yang harus dilakukan
adalah mengkaji ulang konsep dasar perancangan kawasan serta melihat kembali apakah kearifan
lokal yang ada masih dapat dipertahankan. Dengan demikian fungsi ruang adalah sebagai tempat
transformasi nilai sosial budaya. Demikian pula dengan makna kultural, dapat digunakan sebagai
sebuah konsep yang mengusulkan kriteria untuk mengestimasi nilai dari suatu tempat. Suatu
tempat dikatakan mempunyai makna, bila dapat membantu memahami masa lalu, memperkaya
masa kini, dan dapat menjadi nilai untuk generasi yang akan datang. Termasuk di dalamnya
adalah, nilai estetis, nilai sejarah, nilai estetika, nilai ilmiah, dan nilai sosial termasuk dalam
konsep makna kultural seperti tertuang dalam piagam Burra (Burra Charter, 1981).

E. Kesipulan

Kearifan lokal merupakan bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul
menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan
(perkotaan), dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Secara fisik arsitektural dalam
lingkungan binaan, permukiman tradisional dapat diperlihatkan keragaman bentuk kearifan,
salah satunya diwujudkan dalam bentuk dan pola tatanan permukimannya. Nilai
nilai adat tradisi-budaya yang dihasilkan mempunyai tingkat kesakralan yang berbeda dari
masing-masing daerah di nusantara ini, sesuai dengan keragaman etnis yang menempati daerah
atau wilayah tersebut.

F. Daftar Pustaka
Diem, Anson Ferdiant.2012. WISDOM OF THE LOCALITY(Sebuah Kajian: Kearifan Lokal
dalam Arsitektur Tradisional Palembang). Berkala Teknik.2(4)pp 299-305
Judul: Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cerekang Dalam Menjaga Dan Melestarikan Hutan
Adat Di Desa Manurung Kabupaten Luwu Timur

Jurnal: Jurnal Penelitian Kehutanan Bonita

Volume dan halaman: Volume 2 Nomor 2 Halaman 43-50

Tahun: 2020

Penulis: Maria, Hadijah Azis K, Taskur.

Reviewer: Putri Ainun Nisa

Tanggal: 22 september 2022

A. Abstrak

Jurnal yang berjudul Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cerekang Dalam Menjaga Dan
Melestarikan Hutan Adat Di Desa Manurung Kabupaten Luwu Timur,pada bagian abstrak
dijelaskan mengenai Kearifan lokal masyarakat adat Cerekang khususnya dalam menjaga dan
melestarikan hutan adat sangat di perlukan untuk kelangsungan hidup dan fungsi hutan. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengetahui kearifan lokal masyarakat adat Cerekang dan peranannya
dalam menjaga dan melestarikan hutan adat.juga dijelaskan mengenai waktu,metode,dan hasil
dari pelitian serta peranan kearifan local dalam menjaga kelestarian hutan adat Cerekang karena
masyarakat adat Cerekang sangat menjunjung tinggi kearifan lokal yang ada.

B. Pendahuluan

Pada bagian pendahuluan jurnal ini dijelaskaan beberapa pengertian dari hutan,hutan adat
cerekang,definisi kearifan local,dan masyarakat adat cerekang.

Masyarakat Adat Cerekang, Desa Manurung, sangat mentaati peraturan-peraturan adat yang
berlaku, terutama di sekitar Hutan Adat Cerekang dengan melakukan ritual±ritual adat setiap
tahun. Kegiatan dalam Hutan Adat Cerekang dilakukan oleh pemangku adat, kelembagaan adat,
masyarakat adat Desa Manurung, Wija Tau Cerekang (WTC), dan aparat Desa Manurung.

Hutan Adat Cerekang merupakan hutan adat yang sering disebut atau hutan keramat tidak boleh
dimasuki dengan sembarangan karena mengandung nilai sejarah orang-orang yang dimuliakan
oleh masyarakat adat Cerekang, seperti Sawerigading dan Batara Guru. Masyarakat Adat
Cerekang adalah komunitas yang tinggal di Dusun Cerekang, Desa Manurung yang terletak
sekitar 550 km dari kota Makassar, dibentuk tahun 1997 dengan luas wilayah 10,25 km2 dan
terdiri dari empat dusun yaitu Cerekang, Pabeta, Wulasi dan Tomba.
C. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam dengan teknik bola salju
(snowball sampling) kepada informan kunci meliputi pemangku adat, tokoh masyarakat,
pemerintah desa dan masyarakat yang bermukim di sekitar hutan adat. Data dianalisis
menggunakan teknik deskriptif kualitatif.

D. Hasil penelitian
Hasil yang diperoleh yaitu kearifan lokal masyarakat adat Cerekang berupa pembagian wilayah
adat untuk upacara adat yang dilakukan oleh pemangku adat, anjuran dan larangan dalam
memasuki hutan adat secara sembarangan serta beberapa mitos yang apabila dilanggar akan
merusak ekosistem lingkungan dan mendatangkan bencana. Kearifan lokal ini sangat berperan
dalam menjaga kelestarian hutan adat Cerekang karena masyarakat adat Cerekang sangat
menjunjung tinggi kearifan lokal yang ada.Masyarakat adat mempercayai jika ada kearifan lokal
yang di langgar maka ada sanksi maupun bencana yang akan datang.
Masyarakat Cerekang memiliki adat istiadat yang sangat kuat dan masih dipegang teguh oleh
masyarakat yang bersangkutan. Mereka hidup seperti masyarakat biasa pada umumnya, bergaul
dengan masyarakat luar, dan menyekolahkan anak-anaknya sampai pada perguruan tinggi.
Namun mereka tetap taat tradisi dan kepercayaan mereka secara turun temurun. Dari
pembicaraan penulis dengan salah seorang mantan kepala dusun,menurutnya ketaatan untuk
menjalankan tradisi leluhur adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar tawar lagi. Hal ini terwujud
dengan masih banyaknya pantangan-pantangan yang berlaku dalam masyarakat Cerekang,
sehingga mereka memiliki banyak pantangan atau larangan yang tidak boleh dilanggar seperti
larangan mengonsumsi pisang kapok, yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan pisang
manurung. Pisang tersebut dianggap pamali untuk dikonsumsi, mulai dari buah, pisang sampai
daunnya tidak dapat digunakan oleh masyarakat Cerekang karena apabila larangan tersebut
dilanggar. Mereka memercayai akan mendapat sanksi berubah musibah.

E. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di Desa Manurung dapat ditarik kesimpulan bahwa Kearifan local sangat
berperan dalam menjaga dan tetap melestarikan hutan adat Cerekang. Dapat dilihat dari
kehidupan masyarakat adat To’ Cerekang yang masih memegang teguh kepercayaan turun
temurun dan adat istiadat.sampai sekarang ini. Nilai-nilai budaya lokal seperti pembagian
wilayah hutan adat yang dipercaya keramat, dan larangan/pamali oleh masyarakat adat
To’cerekang meyakini bahwa jika dilanggar maka akan menimbulkan kutukan atau bala dari
para leluhur. Kondisi hutan adat hingga kini masih Lestari karena adanya kearifan lokal yang di
junjung tinggi oleh masyarakat adat Cerekang.

F. Daftar pustaka

Maria,G .,K,Hadijah Azis.,Taskur.2020. Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cerekang Dalam


Menjaga Dan Melestarikan Hutan Adat Di Desa Manurung Kabupaten Luwu Timur. Jurnal
Penelitian Kehutanan Bonita. 2(2)pp 43-50.

Anda mungkin juga menyukai