Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang mendasar yang

dihadapi oleh Bangsa Indonesia.Hal tersebut ditandai dengan adanya berbagai

kekurangan dan ketidakberdayaan diri si miskin. Dewasa ini di indonesia kemiskinan

sudah terjadi sejak jaman dahulu dimana pemerintah Indonesia tidak dapat menekan

angka kemiskinan dari tahun ke tahun bahkan kemiskinan sudah menjadi pekerjaan

yang serius untuk pemerintah kita. Banyak cara yang telah dilakukan oleh

pemerintah, tapi untuk menekan atau bahkan mengurangi angka kemiskinan

sangatlah sulit. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya,

ternyata tidak sedikit penduduk yang tergolong miskin. Jumlah penduduk miskin

tersebut terdiri dari gabungan penduduk di perkotaan dan di perdesaan.Akibat krisis

jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.

Beberapa program pemerintah yang sudah dijalankan untuk mengatasi

masalah kemiskinan diantaranya adalah program Bantuan Langsung Tunai serta

bantuan dibidang kesehatan yaitu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Namun kedua hal tersebut tidak memiliki dampak signifikan terhadap pengurangan

angka kemiskinan, bahkan beberapa pakar kebijakan Negara menganggap bahwa hal

tersebut sudah seharusnya dilakukan pemerintah. Untuk itu pemerintah perlu

membuat ketegasan dan kebijakan dalam rangka menyelesaikan masalah kemiskinan

1
2

ini. Diantaranya yaitu menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak

tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran, karena pengangguran adalah salah

satu sumber penyebab kemiskinan terbesar.

Salah satu kondisi yang memprihatinkan dari Negara Indonesia adalah

tingginya tingkat kepadatan penduduk tetapi tidak diimbangi oleh tingkat

pertumbuhan ekonomi kota, tingginya pertumbuhan penduduk di kota disebabkan

oleh adanya migrasi penduduk desa ke kota yang disebut urbanisasi. Urbanisasi di

Negara yang sedang berkembang dapat meningkatkan jumlah penduduk kota menjadi

sangat besar, namun kualitas yang dimiliki sangat rendah Wurdjinem (2001). Faktor-

faktor yang menjadi pendorong bagi migrasi ke kota salah satunya adalah kepadatan

penduduk dan kemiskinan. Kesemuanya ini menghasilkan suatu keadaan dimana

alternatif untuk memperoleh pekerjaan yang menghasilkan pendapatan yang layak di

desa menjadi terbatas.

Warga desa yang datang ke kota karena faktor ekonomi pada umumnya

adalah orang-orang yang tidak mempunyai kedudukan sosial yang tinggi di desanya.

Mereka biasanya juga bukan orang-orang yang mempunyai pengetahuan atau

ketrampilan yang dapat digunakan untuk memperoleh jabatan atau pekerjaan dalam

struktur-struktur formal yang ada, yang dapat menghasilkan pendapatan yang baik

untuk dapat hidup secara layak.

Kehadiran sektor informal memegang peranan yang sangat penting dalam

kehidupan perkotaan, karena dapat menunjang tersedianya lapangan pekerjaan dan

merupakan sumber pendapatan yang potensial bagi penduduk di kota. Mereka yang
3

terlibat dalam sektor informal pada umumnya miskin kebanyakan dalam usia kerja

utama (prime age) berpendidikan rendah, upah yang diterima di bawah upah

minimum, modal usaha rendah dan sektor ini memberikan kemungkinan untuk

mobilitas vertikal. Sebagian kaum migran dalam sektor informal adalah penganggur

atau tidak termasuk dalam angkatan kerja sebelum bermigrasi, tetapi kebanyakan

kaum migran terdiri dari masysrakat yang berpindah dari sektor pertanian ke sektor

yang non pertanian. Juga, kebanyakan kaum migran berasal dari daerah pedesaan.

Di kota Makassar khususnya di Kelurahan Tamangapa Kecamatan Manggala

yang sebagian masyarakatnya juga merupakan kaum migran, kebanyakan bekerja di

sektor informal antara lain sebagai sopir, pedagang kaki lima, buruh bangunan,

pengamen bahkan lebih banyak yang bekerja sebagai pemulung. Pemulung adalah

seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak terpakai

atau dalam kenyataan sehari-hari, maka orang yang berkecimpung dalam proses

pemulungan atau sebagai pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais

sampah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana ada

sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu ada sampah. Dalam

menjalani pekerjaannya, pemulung dapat dibedakan menjadi dua yaitu, pemulung

yang menetap dan pemulung yang tidak menetap. Pemulung menetap adalah

pemulung yang bermukim di gubuk-gubuk rumah tidak layak huni, ataupun rumah

yang semipermanen. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok pemulung tidak

menetap adalah pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang, jalanan, tong

sampah warga, pinggir sungai dan lainnya. Sebagian besar para pemulung di daerah
4

ini mempunyai latar belakang kehidupan di pedesaan yang berasal dari keluarga

petani dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

Lingkungan dan manusia melakukan hubungan timbal balik dan membuat

interaksi antar keduanya menjadi saling tergantung, mempengaruhi dan saling

bersinggungan Sarwono (1995). Sebagai suatu gejala geologis manusia adalah relatif

konstan, baik dipandang dari segi ruang maupun waktu. Setiap manusia mempunyai

kemampuan dan kebutuhan hidup yang sama sejak ia dilahirkan. Di dalam

perjalanannya lingkungan hidup mengalami perubahan-perubahan secara berangsur-

angsur dan terus menerus, tetapi perbandingannya tetap konstan dalam waktu tetapi

terjadi variasinya yang semakin kompleks dalam ruang Soemarwoto (1997). Oleh

sebab itu walaupun terjadi perbedaan-perbedaan kepentingan hidup yang nampak di

antara kelompok manusia bukanlah sebagai suatu ancaman secara langsung pada

lingkungan hidup yang beranekaragam, akan tetapi berdampak positif jika manusia

menanggapi dan menginterpretasi tempat dimana mereka hidup melalui cakrawala

pandangan hidup mereka yang selektif yaitu kebudayaannya.

Adanya perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, pertumbuhan

ekonomi di berbagai negara dan gaya hidup masyarakat yang konsumtif

mengakibatkan berbagai pemborosan sumber daya alam yang berakibat kemerosotan

kualitas lingkungan. Akibatnya adanya biaya yang seharusnya dipikul oleh suatu

kegiatan tertentu atau institusi tertentu ditumpahkan pada pihak lain yang tidak

mengambil keuntungan tetapi hanya menerima dampak negatif, seperti pembangunan

industri kimia, otomotif, tekstil dan sebagainya. Masalah limbah dari suatu pabrik
5

berupa barang bekas adalah salah satu permasalahan yang akan menjadi beban

masyarakat dalam menjaga kelangsungan hidup mereka yang lebih baik.

Pengelolaan lingkungan menjadi sangat penting dalam era industri saat ini.

Berbagai isu lingkungan menjadi agenda kegiatan setiap masyarakat dalam menjaga

kelestarian lingkungannya. Berbagai program dan peraturan yang telah diupayakan

untuk menjaga lingkungan kadangkala masih sebatas slogan dan himbauan. Berbagai

perangkat pengelolaan lingkungan, seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL), Upaya Pengelolan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan

Lingkungan (UPL) juga masih jalan di tempat dan masyarakat belum banyak

memahami kerangka kerja perangkat tersebut. Hasilnya masih banyak

ketidakkonsistennya antara perangkat pengelolaan lingkungan dengan tindakan

masyarakat dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

Salah satu masalah lingkungan yang hingga kini masih menjadi masalah besar

adalah pengelolaan sampah industri dan rumah tangga. Di Makassar rata-rata setiap

pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan

terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat

membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat

berkarat, dan pada akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. Sedangkan menurut

Hartono (2005) komposisi limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga

adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga.

Barang-barang bekas yang terbuang di tempat sampah menjadi potret rutin

sering kita jumpai di setiap sudut pemukiman. Hubungan antara keberadaan barang
6

bekas dengan lingkungan tidak terlepas dari kegiatan para pemulung yang dapat

dijadikan agen pengelola limbah barang bekas baik untuk bahan daur ulang atau

dimanfaatkan sebagai sesuatu yang masih berguna. Para pemulung sebagai aktor

dalam kegiatan pengelolaan barang bekas dari samapah rumah tangga menjadi

fenomena sosial yang penting untuk masalah pengelolaan lingkungan. Keberadaan

para pemulung sebagai pekerja sektor informal menjadikan pekerjaan tersebut

sebagai pekerjaan tetap dan pada dasarnya mempunyai etos kerja dalam

memanfaatkan barang bekas. Kehadiran pemulung telah membantu dalam

pembangunan meskipun tampaknya kecil yaitu secara tidak sengaja telah turut andil

dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Namun keberadaan pemulung tentu menimbulkan berbagai asumsi tentang

pemulung itu sendiri, masyarakat cenderung apatis dengan kehadiran pemulung.

Banyak diantara warga masyarakat beranggapan bahwa pemulung adalah kelompok

pekerja yang kurang mengerti dan tidak menanam budi pekerti dalam dirinya.

Masyarakat beranggapan bahwa pemulung itu panjang tangan, pemulung sangat

kumuh, dan sebagainya. Padahal kalau di cermati, pemulung merupakan komponen

masyarakat yang mempunyai peran besar dalam masalah penyelamatan lingkungan.

Mereka memungut sampah yang tidak dapat diurai oleh tanah seperti sampah

plastik, kaleng, dan lain sebagainya, sehingga benda-benda yang dianggap sampah

oleh masyarakat dapat di manfaatkan kembali melalui proses daur ulang sampah.

Dengan demikian, volume sampah yang menggunung di lingkungan sekitar


7

merupakan permasalahan yang tidak kunjung berakhir dapat diminimalisasikan oleh

pemulung.

Para pemulung bisa jadi tidak memahami apa makna pahlawan yang

sesungguhnya. Pada kenyataannya, mereka telah mengaplikasikan nilainilai

kepahlawanan sejati kedalam setiap aliran darah, desahan napas, dan kucuran

keringatnya. Mereka rela berkorban untuk direndahkan martabatnya tanpa

mempunyai pamrih untuk menggugatnya. Mereka rela diberi persepsi negatif sebagai

maling tanpa punya pamrih untuk melakukan pemberontakan. Mereka juga

merelakan dirinya dipanggang terik matahari demi memenuhi tuntutan perut sanak

keluarganya Oliver (2007 : 65).

Sejauh ini, usaha pemerintah dalam menangani berbagai masalah yang

menimpah para pemulung belum nampak. Namun kenyataannya, adanya para

pemulung di kota Makassar ini justru malah dianggap sebelah mata oleh pemerintah.

Semestinya pemerintah cepat tanggap dengan permasalahan yang terjadi di berbagai

lapisan masyarakat, mulai dari tingkat perekonomiannya yang rendah hingga yang

tinggi.

Pemerintah seharusnya memperhatikan nasib para pemulung agar hidupnya

lebih layak salah satunya denga membuat harga jual barang bekas seperti plastik,

botol, menjadi stabil. Dengan begitu, para pemulung akan lebih semangat dalam

bekerja memulung sampah-sampah yang berserakan di jalan-jalan, sungai dan di

tempat pembuangan akhir. Selain itu, untuk lebih menyejahterakan kehidupan para

pemulung yang ada di kota Makassar, pemerintah sebaiknya memberikan pelatihan


8

pendidikan ilmu kewirausahaan kepada para pemulung. Terutama mengajarkan

pemulung bagaimana cara mengolah sampah menjadi bahan yang siap dipakai atau

dijual. Sehingga membuat para pemulung dapat membuka lapangan kerja sendiri

bahkan bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain. Hal ini tentu saja dapat

mengurangi jumlah penggangguran yang ada di kota Makassar sedikit demi sedikit.

Berdasarkan uraian tersebut, Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

dengan judul “Peran Sosial Pemulung dalam Menyelamatkan Lingkungan Studi

Kasus Di Kelurahan Tamangapa Kecamatan Manggala Kota Makassar”.

B. Masalah Rumusan

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah yang cukup relevan untuk

dibahas adalah sebagai berikut: Bagaimana peran sosial pemulung dalam

menyelamatkan lingkungan di Kelurahan Tamangapa Kecamatan Mangala Kota

Makassar ?

C. Tujuan Penilitian

Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

peran sosial pemulung dalam menyelamatkan lingkungan di Kelurahan Tamangapa

Kecamatan Mangala Kota Makassar.

D. Manfaat Penilitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang dapat di peroleh

adalah:
9

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada dunia ilmu pengetahuan

sehubungan dengan bidang sosial, terutama terkait dengan kasus yang diteliti.

2. Manfaat Paktis

a. Manfaat bagi penulis

Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk jenjang

pendidikan sarjana (S1). Disamping itu untuk menuangkan minat penulis yang

ingin mengungkapkan peran sosial pemulung dalam menyelamatkan lingkungan.

b. Manfaat bagi masyarakat

Sebagai bahan masukan kepada masyarakat di kota Makassar, agar dapat

menghilangkan prespektif negatif terhadap pemulung.

Anda mungkin juga menyukai