Anda di halaman 1dari 2

Menuju “Obat Pencegahan” Perencanaan Kota Berbasis Data dan Informasi Geospasial

Oleh Agus Santoso Budiharso


(Pendiri Yayasan Pengkajian dan Advokasi Geospasial, Ketua Lembaga Kursus dan Pelatihan
Geospasial Bumi Nusantara)

Penduduk dunia sekarang ini hampir Sebagian besar menghuni daerah perkotaan (urban area).
Kompleksnya urban area ini diduga akan sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan penghuninya.
Oleh karena itu, ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi urban planner untuk merencakan
perkembangan kota agar kota itu ramah bagi warga penghuninya.
Berbagai permasalahan yang dapat menganggu kesehatan penghuni kota antara lain tingkat
pertumbuhan penduduk perkotaan yang hampir 2 kali lipat dari pertumbuhan penduduk nasional,
Kualitas dan konektivitas antar infrastruktur kurang memadai, Minimnya ketersediaan ruang
publik, Kuantitas sampah dan polusi semakin meningkat, Banyak informasi yang tidak terkendali,
Minimnya langkah antisipasi dan mitigasi bencana. Selain itu juga masih banyaknya
permasalahan perkotaan yang masih tersembunyi (hidden problem).
Melihat permasalahan tersebut, maka harus mencari solusinya dengan menerapkan perencanaan
penggunaan lahan yang baik. Perencanaan penggunaan lahan ini merupaka hasil dari kompromi
yang masuk akal antara potensi lingkungan (yang diukur dalam hal ketersediaan sumberdaya) dan
permintaan sosial (diukur dari persyaratan barang dan jasa secara spesifik oleh komunitas
manusia).
Didalam memahami aspek sumberdaya alam tidak bisa dipisahkan dari unsur-unsur kenampakan
permukaan bumi yang mempunyai pola-pola yang mudah dikenali dari bentuk, relief, warna dan
textur permukaan buminya.
Kesadaran akan arti pentingnya kesehatan wilayah akan terus meningkat sejalan masuknya
berbagai informasi, yang menerangkan hubungan antara penggunaan lahan, kondisi geografis
wilayah, perubahan iklim/cuaca dan tingkat kesehatan masyarakat yang menghuninya. Sebagai
contoh, orang yang hidup di sekitar daerah yang mempunyai bentuklahan lahan basah (wetland)
semacam daerah rawa, maka penghuninya secara tradisional akan rentan terhadap penyakit
malaria ataupun demam berdarah.
Didaerah perkotaan sangat dimungkinkan terjadinya zona-zona wilayah yang memungkinkan
berkembangya vector pembawa malaria dan demam berdarah, terutama didaerah perkotaan yang
mempunyai drainase yang jelek, lebih-lebih di wilayah kumuh perkotaan (slum area).
Dengan teknologi geospasial area-area slum dan juga area lahan basah (wetland) di wilayah
perkotaan sangat mudah ditemukenali pola dan sebarannya. Sehingga dengan demikian, para ahli-
ahli kesehatan dapat memanfaatkan data informasi geospasial untuk membantu melakukan
pembuatan kebijakan yang berkenaan dengan pencegahan penyebaran penyakit.
Hal-hal lain yang masih dapat digali oleh para ahli ilmu kesehatan adalah tentang keberadaan
fasilitas penunjang pada permukiman perkotaan, seperti saluran drainase, sistem pembuangan
sampah, pengelolaan air limbah, dan sumber air minum, yang mana semuanya itu adalah bagian
dari hal-hal dalam perencanaan tata ruang kota yang akan membentuk pola dan struktur ruang
pada suatu kota atau wilayah.
Apabila di suatu wilayah ada kekurangan fasilitas penunjang tersebut, maka dapat dipastikan
bahwa wilayah tersebut penghuninya akan rentan terhadap berbagai munculnya gangguan
kesehatan lingkungan yang akan mempengaruhi kulitas kehidupannya.
Selain itu karena Indonesia adalah termasuk negara yang rawan bencana, yang mana bila terjadi
bencana kemungkinan besar bisa merusak infrastruktur dan fasilitas wilayah yang kemungkinan
dapat berakibat munculnya berbagai penyakit yang mengiringi di wilayah berdampak bencana
tersebut, maka perlu tindakan yang cepat dengan memanfaatkan teknologi geospasial untuk
mengiventarisasi kerusakan dan juga menemukan tempat yang aman untuk penampungan dan
perawatan kurban bencana.
Dengan kemajuan teknologi dalam era Industri 4.0 ini, teknologi geospasial juga sudah bersinergi
dengan analisis BIG Data dengan memanfaatkan Artificial Intelligent (kecerdasan buatan), deep
learning dan machine learning yang dapat mempercepat analisis spatial untuk menemukan pola-
pola persebaran penyakit dan juga hubungannya dengan pola dan struktur wilayah baik dalam
kondisi normal maupun pada kondisi ketika terjadi bencana.
Disinilah sinergi informasi geospasial dan informasi kesehatan dapat digunakan untuk melakukan
tindakan preventif oleh para dokter dan juga ahli kesehatan masyarakat. Dengan demikian perlu
dikembangkan berbagai penelitian kesehatan berdasarkan data dan informasi geospasial didaerah
perkotaan ataupun wilayah non perkotaan.
Dengan meminjam pernyataan Jason Corburn dalam makalahnya yang berjudul “City planning as
preventive medicine” bahwa Perencanaan kota sebagai obat pencegahan. Sebagai Obat
pencegahan ini mensyaratkan adanya penilaian kesehatan untuk semua pembuatan kebijakan
perkotaan, mempromosikan pusat kesehatan lingkungan sebagai mesin pembangunan ekonomi
masyarakat dan mengumpulkan data indikator kesehatan berbasis lokasi untuk melacak kemajuan
dan menyesuaikan intervensi selama waktu saat adanya perubahan kondisi suatu wilayah.

Anda mungkin juga menyukai