Anda di halaman 1dari 8

PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS EKOLOGI PADA

KAWASAN WISATA PESISIR

Risfa Wulan Ayu Wanjani 1, Tedy Agung Cahyadi2, Johan Danu Prasatya3,
Yohana Noradika Maharani4

1Mahasiswa Magister Managemen Bencana, UPN “Veteran” Yogyakarta


2,3,4Dosen Pengajar Magister Managemen Bencana, UPN “Veteran” Yogyakarta

*Email korespondensi: 214222006@student.upnyk.ac.id

ABSTRAK

Daerah pariwisata rentan terhadap risiko bencana, baik alam maupun manusia. Selain itu,
aktivitas pariwisata juga dapat berdampak pada ekologi daerah tersebut. Oleh karena itu, penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplorasi strategi pengurangan risiko bencana berbasis ekologi pada
daerah pariwisata. Tinjauan pustaka meliputi konsep pengurangan risiko bencana, konsep ekologi
pada daerah pariwisata, dan hubungan pengurangan risiko bencana dan ekologi pada daerah
pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurangan risiko bencana dan pemeliharaan
ekologi pada daerah pariwisata dapat dilakukan melalui identifikasi risiko bencana dan kondisi
ekologi, perencanaan dan penataan ruang, serta pemberdayaan masyarakat. Implikasi dari hasil
penelitian ini adalah pentingnya penerapan strategi pengurangan risiko bencana berbasis ekologi
pada daerah pariwisata, serta perlunya koordinasi antara pemangku kepentingan dalam pengelolaan
risiko bencana dan ekologi pada daerah pariwisata.
Kata Kunci : Pengurangan Risiko Bencana, Ekologi Pesisir, Kawasan Wisata

ABSTRAC

Tourism areas are vulnerable to disaster risks, both natural and human. In addition, tourism
activities can also have an impact on the ecology of the area. Therefore, this study aims to explore
ecological-based disaster risk reduction strategies in tourism areas. The literature review includes the
concept of disaster risk reduction, the concept of ecology in tourism areas, and the relationship between
disaster risk reduction and ecology in tourism areas. The results of the study show that disaster risk
reduction and ecological maintenance in tourism areas can be carried out through identification of
disaster risks and ecological conditions, planning and spatial planning, as well as community
empowerment. The implications of the results of this study are the importance of implementing
ecological-based disaster risk reduction strategies in tourism areas, as well as the need for coordination
between stakeholders in disaster and ecological risk management in tourism areas.
Keywords: Disaster Risk Reduction, Coastal Ecology, Tourism Area
LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang sering diistilahkan sebagai laboratorium bencana dengan 14 jenis
bencana yang pernah terjadi dalam riwayat sejarah bangsanya (Maarif, 2013). Dilihat dari perspektif
ilmu geologi, Indonesia terletak diantara pertemuan tiga lempeng tektonik besar dunia yaitu lempeng
Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik. Zona pertemuan lempeng ini lah yang mengakibatkan
terbentuknya deretan gunung api di sepanjang wilayah nusantara atau yang biasa disebut dengan
istilah Cincin Api Pasifik (Ring Of Fire). Berdasarkan data kejadian bencana di Indonesia tahun 2021,
per tanggal 22 Juni telah terjadi 1.460 kejadian bencana yang didominasi oleh jenis bencana
hidrometeorologi seperti banjir, angin puting beliung, gelombang pasang, karhutla dan kekeringan
(BNPB, 2021). Namun demikian, potensi ancaman lain seperti bencana geologi dan perubahan iklim
juga menjadi ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

Dari 14 jenis bencana yang sering terjadi di Indonesia, 11 di antaranya terjadi di wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Nusa Tenggara Barat masuk
sebagai provinsi dengan indeks risiko sedang yaitu 128,05 (Wiguna & Dkk, 2019) . Kondisi geografis,
klimatologis dan topografis yang bervariasi menjadi salah satu faktor penyebab tingginya potensi
ancaman dan kerentanan terhadap masyarakat di wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain
mengkhawatirkan kehidupan masyarakat lokal, potensi ancaman bencana juga membayangi para
wisatawan baik dalam maupun luar negeri yang sedang berlibur khususnya di Pulau Lombok, sebagai
pulau yang dikenal dengan keindahan destinasi wisatanya hingga ke mancanegara. Kondisi ini jelas
akan berpengaruh terhadap daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Lombok. Padahal,
pariwisata merupakan salah satu sumber pemasukan devisa negara yang cukup besar disamping
sebagai tempat berkembangnya perekonomian masyarakat lokal. Hal ini sejalan dengan pandangan
Naisbitt (1994) dalam bukunya Global Paradox yang memprediksi pariwisata akan menjadi sektor
penghasil. (Rahman, 1829)

Seringkali kejadian bencana mengakibatkan penurunan jumlah wisatawan yang datang ke daerah
tersebut akibat ketakutan para wisatawan terhadap suatu bencana. Hal ini tidak mengherankan
karena menurut World Tourism Organization (2003), faktor keamanan merupakan faktor utama
pertimbangan para wisatawan untuk memilih tempat tujuan wisata. Untuk itu, sebagai wilayah yang
secara geografis termasuk rawan bencana, maka diperlukan perencanaan dan pengelolaan wilayah
pariwisata yang mempertimbangkan aspek kebencanaan. Hal ini sejalan dengan program MP3EI
yang mengamanatkan bahwa Provinsi NTB berada dalam koridor yang sama dengan Provinsi Bali
dan NTT yang memprioritaskan pembangunan di bidang pariwisata. Saat ini wacana manajemen
risiko bencana untuk sektor pariwisata sudah banyak dikembangkan. Manajemen risiko ini
membutuhkan peta tematik kebencanaan sebagai informasi kebencanaan spasial. Peta tematik
kebencanaan ini juga merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan pariwisata. Dari peta tematik kebencanaan tersebut nantinya dapat digunakan
oleh badan kebencanaan di tingkat lokal maupun nasional serta para pelaku pariwisata di daerah
yang bersangkutan untuk menyusun rencana aksi dalam rangka mitigasi bencana. (Tenggara et al.,
n.d.)

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode studi literatur dengan fokus pada review berbagai sumber
informasi terkait pengurangan risiko berbasis ekologi pada kawasan wisata pesisir. Proses review
literatur dilakukan melalui tahapan yang sistematis untuk memperoleh pemahaman tentang
pendekatan yang telah diterapkan dalam pengelolaan risiko di kawasan wisata pesisir. Adapun
tahapan yang dilakukan dalam proses review literatur ini adalah [1] melakukan identifikasi dan
seleksi sumber informasi yang relevan. [2] Melakukan analisis terhadap setiap artikel atau publikasi
yang telah dipilih. [3] Data yang diperoleh dari review literatur ini dianalisis kembali.

PENGURANGAN RISIKO BENCANA DAERAH PESISIR

Pengurangan risiko bencana atau PRB adalah upaya untuk mengurangi dampak bencana, pada/bagi
masyarakat atau pada/bagi pembangunan berkelanjutan. Pengurangan risiko bencana pada
masyarakat pesisir adalah upaya mengurangi dampak bencana bagi masyarakat pesisir atau bagi
pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir. Disini kata kuncinya adalah masyarakat dan
pembangunan berkelanjutan. Artinya, pembangunan berkelanjutan sendiri dianggap sebagai satu
konsep atau kebijakan penting yang dengan sendirinya bisa mengurangi dampak bencana bagi
masyarakat itu sendiri. Terkait PRB sendiri, terdapat enam komponen utama yang menentukan
keberhasilan upaya tersebut :

1. Membangun kesadaran, terkait dengan kesadaran tentang risiko bencana dan kesadaran
tentang penilaian risiko bencana (analisis ancaman, analisis kapasitas, dan analisis
kerentanan).
2. Pengembangan pengetahuan yang meliputi upaya pendidikan, penelitian, dan pelatihan, serta
penyebarluasan informasi terkait pengurangan risiko bencana
3. Komitmen kebijakan, kelembagaan dan kerangka kelembagaan, baik pada tingkat organisasi,
kebijakan, legislasi, ataupun aksi komunitas.
4. Penerapan ukuran-ukuran atau kaidah-kaidah standar PRB yang meliputi: pengelolaan
lingkungan, daya guna lahan, perencanaan perkotaan, perlindungan fasilitas sosial,
penerapan iptek, kemitraan dan instrument keuangan.
5. Peran serta dan partisipasi masyarakat yang merupakan bagian dari prinsip demokrasi 6. Hak
Masyarakat untuk mengetahui, memikirkan, menyatakan pendapat, mempengrauhi
pengambilan keputusan, dan mengawasi pelaksanaan keputusan terkait upaya PRB.

Pada point ke lima dan ke enam, penekanan pada keterlibatan masyarakat melahirkan satu konsep
penting terkait Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) yang telah diakomodir di
dalam kerangka hukum perundangan penanggulangan bencana di Indonesia, seperti UU 24/2007
Bab V Pasal 26 dan 27; PP 21/2008 Ayat 1 dan Ayat 2. Menurut UNISDR (2014) manajemen Risiko
Bencana Berbasis Komunitas (MRBBK) adalah sebuah proses yang mengarah pada strategi tepatguna
yang dimiliki secara lokal untuk kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana. Sehingga PRBBK
bisa dimaknai sebagai sebuah pendekatan yang mendorong komunitas lokal dalam mengelola risiko
bencana ditingkat lokal. PRBBK sendiri merupakan satu pendekatan pengurangan risiko bencana
yang mengkombinasikan strategi top down dan bottom up. Dengan menyelaraskan kepentingan
masyarakat dengan kepentingan pemerintah serta lembaga donor lainnya, diharapkan risiko
bencana bisa menar-benar diminimalisir secara efektif dan efisien. Agar bisa efektif dan efisien, maka
PRBBK haruslah menggunakan beberapa prinsip umum seperti, input lokal maksimum dan input
eksternal minimum, keberlanjutan, partisipasi, dan kesetaraan. Dengan konsep PRBBK yang
sedemikian, maka PRBBK dalam konteks masyarakat pesisir adalah pelibatan masyarakat yang
tinggal di wilayah pesisir yang menggantungkan kehidupannya dari laut untuk terlibat dalam upaya
mengurangi risiko bencana yang ada di sekitar mereka. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat
menghindari bencana dan terlibat dalam mengakselerasi pemulihan pasca bencana. Oleh karenanya
dibutuhkan tiga kerangka utama dalam konteks PRBBK di wilayah pesisir, yaitu community
development, coastal development, dan disaster management (UN-IOTWS, 2007:3-1). Community
development memungkinkan kondisi tata laksana yang mendukung, sosial ekonomi, dan budaya
untuk kesiapsiagaan (IMM;CED 2000). Coastal management memungkinkan masuknya kerangka
pengelolaan sumber daya dan zona pesisir oleh manusia dalam rangka pengaturan ketahanan
ekosistem dan lingkungan (White et al., 2005; Chua 1998; DENR 2001). Sementara disaster
management fokus pada upaya persiapan, tanggap darurat, pemulihan dan mitigasi untuk
mengurangi korban manusia dan kehilangan struktural akibat kejadian bencana (ADPC 2005;2004).
Dengan demikian, upaya PRBBK di wilayah pesisir bisa dilakukan dengan mengedepankan
pendekatan yang sifatnya terintegrasi dalam pengelolaan wilayah pesisir yang bisa mengurangi risiko
bencana itu sendiri.

EKOLOGI DAERAH BENCANA

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Ekologi merupakan bagian kecil dari ilmu biologi. Konsep ekologi kesehatan pada
dasarnya memuat segala sesuatu mengenai interaksi antara lingkungan alam dan kondisi kesehatan
masyarakat. Lingkungan buatan akan dipengaruhi oleh kondisi alam. Dalam hubungannya dengan
lingkungan buatan, maka masyarakat akan mengolah lingkungan buatan dan menghasilkan suatu
produk. Dari produk tersebut akan timbul manusia yang menghasilkan produk dan manusia yang
mengkonsumsi produk. Unsur lingkungan alam dan buatan, keduanya akan mempengaruhi kondisi
masyarakat dan dapat mengakibatkan dampak positif yaitu timbulnya kesejahteraan dan dampak
negative yaitu timbulnya bencana (Mukono, 2006). Definisi Bencana (Disaster) menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan
kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan
kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI,
1993). Dalam Undang -Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dikenal
pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana. Bencana adalah peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan yang disebabkan, baik oleh factor alam dan / atau
factor non alam maupun factor manusia hingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Anonim, 2007). Bencana yang
terjadi di muka bumi dapat terjadi karena peristiwa alam (bencana alam) dan karena perbuatan
manusia.

a. Bencana Alam Bentuk-bentuk bencana yang dikarenakan kegiatan alam diantara berikut ini :

1. Bencana metereologi, seperti angin topan (cyclone, thypoon, tornado), badai salju, dan
kemarau panjang.
2. Bencana topologi seperti tanah longsor, banjir, dan gelombang tsunami
3. Bencana vulkanologi seperti gempa bumi dan letusan gunung.
4. Bencana biologic seperti wabah penyakit dan serangan hama.
b. Bencana Karena Perbuatan Manusia Bentuk – bentuk bencana yang dikarenakan perbuatan
manusia, di antaranya berikut ini

1. Kecelakaan seperti kecelakaan industry, kecelakaan lalu lintas, kebakaran, pembuangan


limbah beracun, nuklir, dan ledakan.
2. Yang direncanakan, seperti peperangan, gangguan kerusuhan, dan teroris

Bencana dapet terjadi dengan sifat kejadian sebagai berikut :

• Mendadak, seperti gempa bumi, gelombang tsunami, dan tanah longsor. Bencana yang
mendadak sidatnya datang tidak diduga, banyak memakan korban, menimbulkan penderitaan
banyak orang, angka kematian dan kesakitan tinggi,
• Yang dapat diramalkan, seperti kemarau panjang, wabah penyakir, dan hunung meletus.
Bencana ini sifatnya dapat diramalkan, mungkin dapat dikendalikan dan kecepatan terjadinya
bencana dapat diperkirakan (Pusponegoro, 1990 dan Skeet, 1988).

Perubahan iklim global diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer bumi
sebagai efek rumah kaca (greenhouse), kegiatan industri, pemanfaatan sumberdaya minyak bumi
dan batubara, serta kebakaran hutan sebagai penyumbang emisi gas CO2 terbesar di dunia yang
mengakibatkan perubahan pada lingkungan dan tataguna lahan (landuse), karena adanya
ketidakseimbangan antara energi yang diterima dengan energi yang dilepaskan ke udara dan terjadi
perubahan tatanan pada atmosfir sehingga dapat mempengaruhi siklus menjadi tidak seimbang di
alam, akibatnya terjadi perubahan temperature yang sangat signifikan di atmosfer. Pemanasan
global berdampak pada perubahan iklim di dunia menjadi tidak stabil, apabila pemananasan global
terus bertambah setiap tahunnya dapat menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap
percepatan ancaman yang seperti badai siklon tropis, air pasang dan banjir, kenaikan temperature
ekstrim, tsunami, kekeringan dan El Nino yang dapat menimbulkan risiko bencana pada sistem
ekologis (Helmer and Hilhorst, 2006). Bencana ekologis merupakan fenomena alam yang terjadi
akibat adanya perubahan tatanan ekologi yang mengalami ganguan atas beberapa faktor yang saling
mempengaruhi antara manusia, makluk hidup dan kondisi alam. Alam sebagai tempat tinggal dan
segala sesuatu yang memberikan keseimbangan lingkungan, bencana ekologi sering terjadi akibat
akumulasi krisis ekologi yang disebabkan oleh ketidakadilan dan gagalnya pengurusan alam yang
mengakibatkan kolapsnya tata kehidupan manusia, kondisi ini juga dipercepat dengan dampak yang
dilakukan oleh kegiatan manusia dalam mengelola lingkungan sehingga mempengaruhi pemanasan
global di bumi yang berujung pada terjadinya bencana-bencana dimana-mana, pengaruh utama dari
pemanasan global terhadap terjadinya bencana adalah perubahan suhu udara yang semakin
meningkat sehingga mengakibatkan perubahan musim yang tidak seimbang dan memicu percepatan
siklus geologi dan metereologi. Bencana ekologis menjadi ancaman bagi setiap negara sehingga perlu
adanya Tindakan preventif dalam mereduksi risiko bencana yang akan ditimbulkan, perubahan iklim
dalam waktu yang sangat lama tidak terbatas pada aspek-aspek iklim dan lingkungan, pengurangan
emisi gas CO2 di udara menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan pengurangan dampak
pemanasan global di dunia. Pencegahan dan pengelolaan lingkungan harus dimulai secara dini untuk
menilai risiko dan kondisi alam yang tidak stabil terhadap ancaman bencana ekologis (Van Aalst and
Marteen, 2006). Pengurangan risiko bencana meliputi tahapan sebelum bencana, saat bencana dan
setelah bencana, pada tahapan sebelum bencana manajemen risiko dapat dilakukan dengan
melakukan upaya-upaya pencegahan atau mitigasi, merupakan upaya terpadu yang dilakukan untuk
meminimalkan risiko bencana, mitigasi dapat dilakukan denganpenilaian risiko bencana
berdasarkan atas analisa ancaman (hazard) yang diakibatkan perubahan iklim global, mengenal
ancaman untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana, khususnya
bencana ekologis, dari faktor-faktor di atas kemudian dilakukan penilaian terhadap kerentanan
(vulnerability) dalam suatu komunitas untuk menerima dampak ancaman sehingga dapat
mengetahui tingkat risiko bencana. Sebagai perancang dan perencana suatu tindakan mitigasi
bencana. Ancaman adalah sesuatu yang dapat mengkibatkan terjadinya bencana baik secara alamiah
(natural disaster) maupun akibat ulah manusia itu sendiri (man-made disaster). Atas penilaian risiko
bencana dapat dijadikan tolak ukur suatu rencana strategis dalam membangun suatu kesiapsiagaan
dalam satu komunitas untuk menghadapi risiko bencana, sistem peringatan dini harus dimiliki
sebagai tanda yang dapat memberikan informasi adanya ancaman risiko bencana. Risiko bencana
merupakan hubungan antara komponen-komponen ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability)
dan kemampuan (capacity) dalam mengelola ancaman. Jika dilihat hubungannya risiko bencana
dapat dirumuskan

RI = Hazard x Vulnerability/Capacity
Dimana :
RI = Risiko Bencana
H = Hazard
V = Vulnerability
C = Capacity
Semakin tinggi nilai ancaman dan nilai kerentanan maka risiko bencana semakin tinggi, untuk
mengurangi risiko bencana perlu melakukan peningkatan nilai kerentanan (vulnerability) menjadi
kapasitas (capacity) dengan melakukan penguatan kapasitas di dalam masyarakat dalam mengelola
lingkungan, mengenal ancaman, mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor yang
mengakibatkan terjadinya bencana dalam lingkungan (disaster ecology) (Jonatan,2001). (Jusuf,
2012)

KESIMPULAN

Daerah pariwisata memiliki potensi risiko bencana yang lebih besar karena kepadatan
penduduk dan aktivitas manusia yang intensif. Potensi bencana di daerah pariwisata meliputi
bencana alam, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial atau politik. Upaya pengurangan risiko
bencana berbasis ekologi di daerah pariwisata meliputi identifikasi risiko bencana, perencanaan dan
penataan ruang yang terkontrol, pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, serta edukasi dan
partisipasi masyarakat. Dengan mengimplementasikan upaya-upaya tersebut, diharapkan dapat
mengurangi dampak bencana di daerah pariwisata dan meningkatkan keberlanjutan lingkungan,
sehingga daerah pariwisata dapat tetap menjadi destinasi wisata yang aman dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Davidsson, A. (2020). Disasters as an opportunity for improved environmental conditions.


International Journal of Disaster Risk Reduction, 48(March), 101590.
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2020.101590

Jusuf, M. I. (2012). Ekologi Daerah Bencana Tsunami Dengan Gangguan Kesehatan. Jurnal Sainstek,
6(6), 12. http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/ST/article/view/1151

Persetujuan Bersama, D. (n.d.). UNDANG-UNDANG RI No. 24 Th.2007.

Rahman, A. (1829). MODEL MITIGASI BENCANA DESA WISATA AIK BERIK Affiliation : Email : *
Coresponding Author bencana dengan 14 jenis bencana yang pernah terjadi dalam riwayat
sejarah bangsanya wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat . Menurut Indeks Risiko Bencana
Indonesia. 14(2), 180–197.

Tenggara, W. N., Santoso, W. E., & Martha, S. (n.d.). PEMETAAN RISIKO BENCANA PADA DAERAH
PARIWISATA KABUPATEN LOMBOK BARAT , NUSA TENGGARA BARAT ( Hazard Risk Mapping on
Tourism Region of West Lombok Regency ,. 187–199.

Anda mungkin juga menyukai