Anda di halaman 1dari 27

PERENCANAAN WILAYAH

Dosen :
Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam

MAKALAH AKHIR SEMESTER

STRATEGI PENANGANAN KUMUH SEBAGAI UPAYA


MENCIPTAKAN KAWASAN LINGKUNGAN PERUMAHAN
DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK HUNI
STUDI KASUS
DESA PERCUT, KEC. PERCUT SEI TUAN, KAB. DELI SERDANG

Oleh :

Imelda F. Situmorang
NIM : 187003066

PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PEDESAAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perumahan dan permukiman khususnya di perkotaan cenderung semakin meluas, sementara


kebutuhan akan ruang untuk kegiatan ini kurang terpenuhi dikarenakan lahan yang tersedia
semakin menyempit akibat pembangunan kawasan perkotaan. Imbas dari pembangunan ini adalah
munculnya kantong-kantong permukiman kumuh perkotaan, Permasalahan ini hampir dirasakan
oleh semua kawasan perkotaan. Dampak ikutan yang muncul akibat tumbuhnya permukiman-
permukiman baru ini adalah penurunan kualitas lingkungan yang berdampak sistemik terhadap
individu yang menempati kawasan tersebut. Permasalahan seperti polusi lingkungan menjadi hal
yang sudah biasa dirasakan pada kawasan ini seperti polusi sampah yang dapat menimbulkan bau
yang tidak sedap serta merupakan salah satu sumber penyakit, polusi udara akibat asap
pembuangan dari pabrik-pabrik yang berdiri disekitar kawasan serta sulitnya mendapatkan air
bersih akibat penurunan kualitas dengan tercemarnya sumber-sumber air yang ada disekitar
lokasi.
Upaya mengatasi lingkungan permukiman seperti yang disebutkan diatas telah banyak dilakukan
baik oleh lembaga-lembaga pemerintahan, pihak swasta serta masyarakat dilingkungan itu
sendiri.
Penanganan permukiman kumuh menjadi tantangan yang rumit bagi pemerintah
kota/kabupaten, karena selain merupakan masalah, di sisi lain ternyata merupakan salah satu pilar
penyangga perekonomian kota.
Berangkat dari cita-cita bangsa dan memperhatikan berbagai tantangan yang ada, Pemerintah
menetapkan penanganan perumahan dan permukiman kumuh sebagai target nasional yang
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019 mengamanatkan pembangunan dan pengembangan kawasan
perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan permukiman yakni peningkatan kualitas
permukiman kumuh, pencegahan tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru, dan
penghidupan yang berkelanjutan. Penanganan terhadap permasalahan permukiman kumuh
mengacu pada Amanat Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 Pasal 28H Ayat 1 yang
menyatakan bahwa :
“Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”.

Amanat dalam ayat UUD 1945 diatas menunjukkan bahwa tinggal di sebuah hunian dengan
lingkungan yang layak merupakan hak dasar yang harus dijamin pemenuhannya oleh Pemerintah
sebagai penyelenggara Negara, sehingga pemerintah bersama dengan masyarakat wajib untuk
menangani permasalahan kumuh yang terjadi pada kawasan permukiman. Dalam hal tersebut,
Pemerintah telah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola penanganan dalam upaya peningkatan
kualitas perumahan kumuh dan kawasan permukiman kumuh dalam Undang – Undang Nomor 1
Tahun 2011 yang dilaksanakan dengan azas manusiawi, berbudaya, berkeadilan dan ekonomis
bagi seluruh masyarakat.
Melalui RPJMN III 2015-2019 Pemerintah Indonesia telah menetapkan target yang dinamai
dengan “Gerakan 100-0-100” yang mana target pencapaian akses air minum 100%, mengurangi
kawasan kumuh hingga 0%, dan menyediakan akses sanitasi layak 100% untuk masyarakat
Indonesia di tahun 2019. Kota Deli Serdang yang pertumbuhan penduduk meningkat ditambah
dengan tingginya tingkat migrasi mengakibatkan sebagian besar masyarakat menempati lokasi
tempat tinggal yang tidak sesuai standar sehingga timbulnya masalah seperti tumbuhnya kawasan
kumuh sepanjang bantaran sungai dan di kawasan lindung / daerah hijau. Letak persebaran
permukiman kumuh ini berada hampir merata di Desa Percut sebagai studi penelitian karena
lokasi tersebut memiliki potensi terindikasi terdapat kawasan kumuh,
Desa Percut sebagai studi penelitian karena lokasi tersebut memiliki potensi terindikasi terdapat
kawasan kumuh, berdasarkan
Upaya penanganan kawasan permukiman kumuh oleh pemerintah Kabupaten Deli Serdang diawali
dengan identifikasi lokasi permukiman kumuh dan penetapan lokasi permukiman kumuh melalui SK
Bupati Deli Serdang No: 413.23/2347 Tahun 2015 luasan kumuh sebesar 461 Ha yang tersebar di 56
lokasi kelurahan/desa, di 19 kecamatan yang ada di Deli Serdang.
Melalui identifikasi tersebut, penanganan dan pencegahan kawasan kumuh mengacu pada Undang-
Undang Nomor 01 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman khususnya di pasal
VII dan VIII yang menjelaskan berbagai hal tentang pemeliharaan dan perbaikan kawasan
permukiman, serta pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh dengan
tiga pola penanganan yaitu pemugaran, peremajaan dan permukiman kembali dan juga berpedoman
pada Peraturan Menteri Perumahan dan Permukiman Nomor 14 Tahun 2018 tentang pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Dalam menentukan identifikasi kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan menentukan
prioritas kriteria-kriteria yang berpengaruh terhadap kekumuhan menggunakan tujuh indikator
pemukiman kumuh (Direktorat Pengembangan Kawasan Pemukiman, 2016). Dalam penelitian ini
akan dilakukan pemetaan kawasan kumuh yang kemudian mengklasifikasikan tingkat kekumuhan
selanjutnya dapat diketahui pola sebarannya beserta perencanaan pola penanganannya sesuai
dengan hasil penetapan lokasi kawasan kumuh di Desa Percut, Kabupaten Deli Serdang. Bertitik
tolak dari kenyataan di atas penulis merasa tertarik untuk membahas masalah pengetasan
kekumuhan yang ada di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mengenal masalah yang akan diteliti.
Apa dan bagaimana masalah yang akan diteliti harus ditentukan dan ditetapkan identitasnya.
Hal ini bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam
penelitian ini masalah diidentifikasi sebagai berikut :
1. Identifikasi kekumuhan di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang.
2. Pola sebaran kawasan kumuh secara spasial di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang.
3. Bagaimana perencanaan pola penanganannya sesuai dengan hasil penetapan lokasi
kawasan kumuh di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
4. Capaian pengurangan kumuh di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang.
1.3. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian Tugas Akhir ini adalah: untuk mengetahui sejauhmana
pengentasan kekumuhan yang ada di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang dalam upaya pencapaian 0 hektar kumuh.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berfungsi sebagai tumpuan perhatian kepada pokok persoalan.

Menurut Nawawi, (2008:34) "perumusan masalah adalah yang memberikan gambaran bahwa

ada sesuatu yang perlu diselesaikan atau dipecahkan dalam arti dicari jawabannya”

Berpedoman dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang

menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah :


1. Wilayah studi adalah Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang.
2. Ruang lingkup penelitian adalah permukiman kumuh Desa Percut, Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
3. Objek utama penentuan kekumuhan berdasarkan 7 (tujuh) indikator kekumuhan dari
Direktorat Pengembangan Kawasan Pemukiman, 2016 yaitu: kondisi bangunan, kondisi
jalan lingkungan, kondisi drainase lingkungan, kondisi penyediaan air minum, kondisi
pengelolaan air limbah, kondisi pengelolaan persampahan dan kondisi proteksi kebakaran.
4. Analisis penelitian mengenai klasifikasi tingkat kekumuhan dan perencanaan pola
penanganan di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang.
5. Hasil penelitian ini adalah Peta Klasifikasi Tingkat Kekumuhan beserta pola penanganannya
di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang.

D. Tujuan Penelitian.

Setiap kegiatan mempunyai tujuan tertentu, begitu juga penelitian ini. Adapun tujuan

mengadakan penelitian ini adalah :

1. Pemetaan kawasan kumuh dan klasifikasi tingkat kekumuhan Desa Percut, Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
2. Mengetahui pola sebaran kawasan kumuh secara spasial Desa Percut, Kecamatan Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
3. Merencanakan pola penanganan sesuai dengan hasil penetapan lokasi kawasan
kumuh

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan ada manfaatnya baik secara praktis maupun secara akademis.

1. Secara Praktis

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Stakeholder dan Pemerintah Desa Percut,
Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang terkait dengan pencapaian pengurangan
luasan kawasan kumuh dan kebutuhan rencana Investasi kegiatan penanganan kumuh,
sehingga target pengurangan luasan kumuh sampai pada 0 ( Nol ) Hektar luasan kumuh
yang ada di Desa Percut.
2. Secara Akademis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan referensi bagi para peneliti untuk
mengkaji penanganan dan pencegahan kawasan permukiman kumuh.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kawasan Permukiman Kumuh


Pemukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami
penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (UU No.1 tahun 2011).
Berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 tersebut, penanganan permukiman kumuh wajib dilakukan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau setiap orang (masyarakat). Sehingga
berdasarkan UU tersebut diperlukan suatu kolaborasi yang erat antar Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah dan juga masyarakat dalam mengatasi persoalan pemukiman kumuh.
Sejalan dengan amanat dan target tersebut, penanganan permukiman kumuh terdapat tiga
acuan. Pertama membangun sistem yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan
sesuai dengan rencana tata ruang. Kedua peningkatan kapasitas pemerintah daerah sebagai
nakhoda pembangunan dan pengembangan permukiman di daerah. Dan ketiga, memfasilitasi
peningkatan kapasitas masyarakat yang berbasis komunitas.
Kawasan permukiman kumuh merupakan kawasan yang terabaikan dari pembangunan kota
dengan kondisi lingkungan permukiman yang mengalami penurunan kualitas fisik, sosial
ekonomi dan sosial budaya dan dihuni oleh orang-orang miskin, penduduk yang padat, serta
dengan sarana prasarana yang minim, Kawasan ini mengalami penurunan kualitas fungsi
sebagai tempat hunian, ciricirinya antara lain berada pada lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas,
rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat rendah,
tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan
kehidupan dan penghidupan penghuninya (Budiharjo, 1997).
Terdapat beberapa pengertian terkait kekumuhan dikawasan permukiman dan perumahan
diantaranya :
Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari Permukiman, baik perkotaan maupun
perdesaan, yang dilengkapi dengan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum sebagai hasil upaya
pemenuhan rumah yang layak huni.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
Perumahan yang mempunyai Prasarana, Sarana, Utilitas Umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan perencanaan,
pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu.
Perumahan Kumuh adalah Perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai
tempat hunian.
Permukiman Kumuh adalah Permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta Sarana dan
Prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk menghindari tumbuh dan
berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh baru.
Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh adalah upaya
untuk meningkatkan kualitas bangunan, serta Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum.
Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar
tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.
Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
Kawasan Kumuh adalah merupakan suatu wilayah yang memiliki kondisi lingkungan yang
buruk, kotor, penduduk yang padat serta keterbatasan ruang (untuk ventilasi cahaya, udara,
sinitasi, dan lapangan terbuka).

2.1.1 Indikator Kekumuhan :


Indikator Permukiman Kumuh pada obyek kajian yang difokuskan pada aspek kualitas fisik
bangunan dan infrastruktur keciptakaryaan pada suatu lokasi. Identifikasi permasalahan
kekumuhan dilakukan berdasarkan pertimbangan pengertian perumahan kumuh dan
permukiman kumuh, persyaratan teknis sesuai ketentuan yang berlaku, serta standar pelayanan
minimal yang dipersyaratkan secara nasional berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut
(Direktorat Pengembangan Kawasan Pemukiman, 2016).
1) Bangunan :
a. Ketidak teraturan bangunan tidak memenuhi ketentuan tata bangunan RDTR (Rencana
Detail Tata Ruang ) dan RTBL ( Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ) paling
sedikit pengaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu
zona.
b. Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi : KDB dan KLB yang melebihi ketentuan
RDTR dan RTBL.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan RDTR. KDB yaitu angka
persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat
dibangun dengan luas lahan yang dikuasai. 2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang
melebihi ketentuan dalam RDTR. KLB yaitu angka persentase perbandingan antara
jumlah seluruh lantai bangunan gedung yang dapat dibangun dengan luas lahan yang
dikuasai.
c. Kualitas bangunan (pengendalian dampak lingkungan, pembangunan, keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, kemudahan) yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
meliputi: pengendalian dampak lingkungan; pembangunan bangunan gedung di atas
dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum; keselamatan bangunan
gedung; kesehatan bangunan gedung; kenyamanan bangunan gedung; dan kemudahan
bangunan gedung.
d. Kepadatan bangunan : tinggi (> 300 unit/ha), sedang (201 – 299 unit /ha), rendah (<200
unit/ha)
e. Kelayakan bangunan : (<7,2 m2 per org) dan daya tahan material bangunan hunian
2) Jalan Lingkungan:
a. Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan/permukiman
dimana sebagian lingkungan perumahan atau permukiman tidak terlayani dengan jalan
lingkungan.
b. Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk (sebagian atau seluruh jalan lingkungan
terjadi kerusakan permukaan jalan).
3) Penyediaan Air Minum:
a. Masyarakat tidak dapat mengakses air minum.
Ketidaktersediaan akses aman air minum merupakan kondisi dimana masyarakat
tidak dapat mengakses air minum yang memiliki kualitas tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa.
b. Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sesuai standar (60
liter/hari/org).
Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu merupakan kondisi
dimana kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkungan perumahan atau
permukiman tidak mencapai minimal sebanyak 60 liter/orang/hari.
4) Drainase
a. Drainase tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan
genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih
dari 2 kali setahun.
b. Ketidaktersediaan drainase merupakan kondisi dimana saluran tersier, dan/atau
saluran lokal tidak tersedia.
c. Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan merupakan kondisi dimana
saluranlokal tidak terhubung dengan saluran pada hierarki diatasnya sehingga
menyebabkan air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan.
d. Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya
merupakan kondisi dimana pemeliharaan saluran drainase tidak dilaksanakan baik
berupa: pemeliharaan rutin atau pemeliharaan berkala.
e. Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk merupakan kondisi dimana kualitas
konstruksi drainase buruk, karena berupa galian tanah tanpa material pelapis atau
penutup atau telah terjadi kerusakan.
5) Pengelolaan Air Limbah
a. Tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku.
Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku
merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan
atau permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu terdiri dari
kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik baik secara individual/domestik,
komunal maupun terpusat (tidak memiliki sistem pengelolaan limbah domestik,
pengelolaan limbah komunal,pengelolaan limbah terpusat).
b. Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis
merupakan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada perumahan
atau permukiman dimana : kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik
atau tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat.
6) Pengelolaan persampahan :
a. Prasarana dan sarana tidak sesuai dengan persyaratan teknis merupakan kondisi
dimana prasarana dan sarana persampahan pada lingkungan perumahan atau
permukiman tidak memadai sebagai berikut: 1. tempat sampah dengan pemilahan
sampah pada skala domestik atau rumah tangga. 2. tempat pengumpulan sampah
(TPS) atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle) pada skala lingkungan. 3. gerobak
sampah atau truk sampah pada skala lingkungan. 4. tempat pengolahan sampah
terpadu (TPST) pada skala lingkungan.
b. Sistem pengolahan persampahan tidak memenuhi persyaratan seperti pewadahan
dan pemilahan domestik; pengumpulan lingkungan; pengangkutan lingkungan;
pengolahan lingkungan.
c. Tidak terpelihara sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi
pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun
jaringan drainase merupakan kondisi dimana pemeliharaan sarana dan prasarana
pengelolaan persampahan tidak dilaksanakan baik berupa: pemeliharaan rutin atau
pemeliharaan berkala.
7) Proteksi kebakaran:
a. Prasarana proteksi kebakaran
Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis
merupakan kondisi dimana tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran yang
meliputi: pasokan air dari sumber alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam)
maupun buatan (tangki air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan
hidran) dan juga peringatan dini kebakaran, pasokan air, jalan, sarana komunikasi,
data mudah diakses)
b. Sarana proteksi kebakaran () dimana tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran
yang meliputi: Alat Pemadam Api Ringan (APAR) alat pemadam kebakaran,
kendaraan, mobil tangga, peralatan pendukung lainnya.
c. Jalan yang tidak bisa dilalui mobil pemadam kebakaran

2.1.2 Tipologi perumahan dan permukiman kumuh

Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh (PERMEN PUPR No.2 tahun 2016)
merupakan pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan letak
lokasi secara geografis, terdiri dari :
a. Di atas air;
b. Di tepi air;
c. Di dataran rendah;
d. Di perbukitan; dan/atau
e. Di daerah rawan bencana
Tabel 2.1
Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh

NO TIPOLOGI LOKASI
1. Perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
permukiman kumuh di atas air berada di atas air, baik daerah pasang surut, rawa,
sungai atau laut dengan mempertimbangkan kearifan
lokal.
2. Perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
permukiman kumuh di tepi air berada tepi badan air (sungai, pantai, danau,
waduk dan sebagainya), namun berada di luar Garis
Sempadan Badan Air dengan mempertimbangkan
kearifan lokal.
3. Perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
permukiman kumuh di dataran berada di daerah dataran rendah dengan kemiringan
rendah lereng < 10%.

4. Perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang


permukiman kumuh di berada di daerah dataran tinggi dengan kemiringan
perbukitan lereng > 10 % dan < 40%
5. Perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
permukiman kumuh di daerah terletak di daerah rawan bencana alam, khususnya
rawan bencana bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir.

2.1.3 Identifikasi Legalitas Lahan


Identifikasi legalitas lahan merupakan tahap identifikasi untuk menentukan status legalitas
lahan pada setiap lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai dasar yang
menentukan bentuk penanganan. Penilaian lokasi berdasarkan aspek legalitas lahan terdiri atas
klasifikasi (Direktorat Pengembangan Kawasan Pemukiman, 2016): Berdasarkan lokasi kumuh
secara umum dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Status lahan legal (slum area)
b. Status lahan tidak legal (squatter )

Adapun identifikasi legalitas lahan dengan mempertimbangkan aspek:


a. Kejelasan Status Penguasaan Lahan Kejelasan status penguasaan lahan merupakan kejelasan
terhadap status penguasaan lahan berupa:
 Kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen sertifikat hak atas tanah atau bentuk dokumen
keterangan status tanah lainnya yang sah; atau
 Kepemilikan pihak lain (termasuk milik adat/ulayat), dengan bukti izin pemanfaatan tanah
dari pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara
pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dengan pengguna tanah.
b. Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang Kesesuaian dengan rencana tata ruang merupakan
kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalam rencana tata ruang.

2.1.4 Identifikasi Tingkat Kekumuhan

Identifikasi kekumuhan untuk menentukan batasan atau lingkup entitas perumahan dan

permukiman swadaya dari setiap lokasi. Penentuan satuan permukiman untuk permukiman

swadaya dilakukan dengan pendekatan administratif, dimana penentuan satuan permukiman

swadaya dilakukan dengan pendekatan administratif pada tingkat rukun tetangga. Identifikasi

kondisi kekumuhan merupakan upaya untuk menentukan tingkat kekumuhan pada suatu

perumahan dan permukiman dengan menemukenali permasalahan kondisi bangunan gedung

beserta sarana dan prasarana pendukungnya.

Penilaian lokasi berdasarkan aspek permasalahan kekumuhan terdiri atas klasifikasi (Direktorat

Pengembangan Kawasan Pemukiman, 2016) :

a. Tingkat Permukiman Kumuh Tinggi, merupakan tingkatan dimana indikator permukiman

kumuh terpenuhi pada rentan 76% - 100%

b. Tingkat Permukiman Kumuh Sedang, merupakan tingkatan dimana indikator permukiman

kumuh terpenuhi pada rentan 51% - 75%.

c. Tingkat Permukiman Kumuh Rendah, merupakan tingkatan dimana indikator permukiman

kumuh terpenuhi pada rentan 26% - 50%

d. Tingkat Permukiman Bukan Kumuh, merupakan tingkatan dimana indikator permukiman

kumuh terpenuhi pada rentan 0% - 25%.


2.1.5. Pola Penanganan Permukiman Kumuh

Pola Penanganan Permukiman Kumuh dalam upaya peningkatan kualitas terhadap

permukiman kumuh, Pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta

pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis. Peningkatan

kualitas terhadap permukiman kumuh dilakukan dengan pola-pola penanganan meliputi

(Direktorat Pengembangan Kawasan Pemukiman, 2016) :

a. Pemugaran Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali

perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.

Pemugaran merupakan kegiatan perbaikan rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum.

b. Peremajaan Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan

permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan

masyarakat sekitar. Peremajaan dilakukan melalui pembongkaran dan penataan secara

menyeluruh terhadap rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum.

c. Pemukiman Kembali. Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah,

perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan

penghuni dan masyarakat.

Pola-pola penanganan tersebut dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai

dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat. Pola-pola penanganan

peningkatan kualitas terhadap permukiman kumuh direncanakan dengan mempertimbangkan

(Direktorat Pengembangan Kawasan Pemukiman, 2016) :

a. Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status lahan legal, maka

pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;

b. Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status lahan ilegal, maka

pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali;


c. Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status lahan legal, maka

pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;

d. Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status lahan ilegal, maka

pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali;

e. Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan legal, maka

pola penanganan yang dilakukan adalah pemugaran;

f. Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan ilegal, maka

pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali.

2.2 Pembahasan
2.2.1 Data dasar
Data dasar yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah Data baseline profil kumuh
permukiman yang di peroleh dari hasil pendataan masyarakat, dilakukan secara partisipatif
oleh tim perencanaan partisipatif (TPP) dari masing-masing kelurahan. Tahapan yang
dilakukan dalam proses pendataan ini dimulai dari tingkat basis (RT/Lingkungan) sampai pada
level kab/kota dan melalui proses verifikasi dan uji publik.
Pendataan baseline ini dimulai dari tahun 2016 dengan 7 (tujuh) aspek kumuh dan 15 Kriteria,

kemudian berdasarkan Permenpupr Nomor 02 Tahun 2016, dilakukan pemutahiran data

baseline menjadi 7 (tujuh) aspek kumuh dan 19 kriteria, yaitu :


Tabel 2.2
19 Kriteria Kekumuhan

No Aspek (7) Kriteria (19)


a. Ketidakteraturan bangunan
1 KONDISI BANGUNAN GEDUNG b. Tingkat kepadatan bangunan
c. Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat
a. Cakupan pelayanan jalan lingkungan
2 KONDISI JALAN LINGKUNGAN
b. Kualitas permukaan jalan lingkungan
a. Ketersediaan akses aman air minum (KUALITAS)
3 KONDISI PENYEDIAAN AIR MINUM
b. Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum (KUANTITAS)
a. Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air (genangan)
b. Ketidaktersediaan drainase
4 KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN c. Ketidakterhubungan dengan sistem drainase perkotan
d. Tidak terpeliharanya drainase
e. Kualitas konstruksi drainase
a. Sistem pengolahan air limbah tidak sesuai standar teknis
5 KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH Prasarana dan sarana pengolahan air limbah tidak sesuai dengan
b.
persyaratan teknis
Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan
a.
persyaratan teknis
6 KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN b. Sistem pengelolaan persampahan yang tidak sesuai standar teknis
Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan
c.
persampahan
a. Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran
7 KONDISI PROTEKSI KEBAKARAN
b. Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran

Perkembangan selanjutnya merujuk pada Permenpupr Nomor 14 tahun 2018, terjadi pengurangan

pada kriteria kekumuhan dari 19 kriteria menjadi 16 kriteria yakni pada parameter kekumuhan

pada aspek Kondisi Drainase sebanyak 2 Kriteria, yaitu :

1. Ketidakterhubungan dengan Sistem Drainase Perkotaan


2. Tidak Terpeliharanya Drainase)
dan pada Aspek permasalahan Sampah 1 (satu) parameter yaitu Tidakterpeliharanya Sarana dan
Prasarana Pengelolaan Persampahan. Berikut ditampilkan baseline data dari salah satu kelurahan
kumuh di Kota Binjai.
Pembuatan profil permukiman dan permukiman kumuh kelurahan/desa berdasarkan Baseline data
100-0-100 yang disusun oleh Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP) kelurahan terutama pada
wilayah yang terduga kumuh dan diuji dengan proses triangulasi data melalui metode transek dan
pemetaan swadaya (Community Self Survey). Proses pendataan untuk selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar berikut :

Gambar 2.1
Bagan Alir Pendataan Baseline 100-0-100

Keluaran dari daseline data ini adalah, Profil Permukiman dan Profil Permasalahan yang terdiri
dari data fisik (7 indikator kumuh) dan data non fisik.
Panduan teknis dalam melaksanakan pendataan baseline 100-0-100 ini berdasarkankan
Permenpupr Nomor 02 Tahun 2016, yang kemudian di update menggunakan permenpupr
Nomor 14 tahun 2018 tentang pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh. Untuk lebih jelasnya kriteria kumuh dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.3
Kriteria Kawasan Kumuh

NO KRITERIA INDIKATOR PENJELASAN

1 Kondisi 1. Keteraturan Bangunan Hunian  Bangunan membelakangi Sungai/Badan Air


Bangunan  Bangunan tidak menghadap jalan
Hunian  Bangunan ukuran bervariasi
 Bangunan berdiri lahan yang tidak sesuai peruntukan:
Topografi melebihi 15%
Di atas sempadan rawa/sungai/pantai/gambut
Di bawah Saluran Listrik Tegangan Tinggi
Kawasan lindung/fungsi ekologis
2. Kepadatan Bangunan Hunian  Kepadatan bangunan tinggi Kota:
Metro/Besar  ≥300 unit/Ha
Kota Sedang/Kecil  ≥ 250 unit/Ha
 Kepadatan bangunan sedang
Kota Metro/Besar  251 - 299 unit/Ha
Kota Sedang/Kecil  201 - 249 unit/Ha
 Kepadatan bangunan rendah
Kota Metro/Besar  ≤ 250 unit/Ha
Kota Sedang/Kecil  ≤ 200 unit/Ha
3. Kelayakan Bangunan Hunian  LUAS LANTAI HUNIAN PER KAPITA: Bangunan
hunian lebih kecil dari 7,2 M2 per orang
 DAYA TAHAN MATERIAL BANGUNAN
HUNIAN:Material Bangunan tidak permanen Perlu
mendapat perhatian mengenai kearifan lokal terhadap
penggunaan materian bangunan (atap, alas, dan dinding)
2 Kondisi 1. Jangkauan Jaringan Jalan  Lokasi permukiman tidak terlayani akses jaringan jalan
Aksesibilitas 2. Kualitas Jaringan Jalan  Kondisi ruas permukaan jaringan jalan lingkungan
Lingkungan permukiman buruk:Kondisi permukaan jalan dapat
mengganggu fungsi jaringan jalan/ kenyamanan dan
keselamatan/ keamanan pengguna jalan
3 Kondisi Kejadian Genangan  TINGGI GENANGAN:Lokasi permukiman terjadi
Drainase genangan setinggi 30 cm (eq. tinggi betis orang dewasa)
Lingkungan  DURASI GENANGAN:Lokasi permukiman terjadi
genangan selama lebih 2 jam
 FREKUENSI GENANGAN: Lokasi permukiman terjadi
genangan dengan frekuensi lebih dari 2 kali dalam setahun
 SUMBER GENANGAN: Sumber genangan pada lokasi
permukiman berasal :
Rob Air Laut/Pasang Laut
Air Sungai/Danau/Rawa
Limpasan Air Hujan
4 Kondisi 1. Kualitas Sumber Air  KUALITAS FISIK AIR MINUM/BAKU:
Pelayanan Air Minum/Baku Ketidaktersediaan Sumber air minum/baku rumah tangga
Minum/Baku pada lokasi permukiman berasal dari yang terlindungi:
PDAM
Sumbur Bor
Sumur Gali
Sungai/Danau/Setu
Laut
Lainnya: ......
 Kualitas air minum/baku rumah tangga pada lokasi
permukiman :
Berwarna (keruh)
Berbau
Berasa (asam/asin/payau)
NO KRITERIA INDIKATOR PENJELASAN

2. Kecukupan Pelayanan Air Minum  Minimnya ketersediaan air baku untuk Penggunaan air baku
(60/ltr/org/hr) pada rumah tangga dapat dipergunakan untuk:
Konsumsi (masak/minum)
Mandi/Cuci
5 Kondisi Prasarana Sanitasi Lingkungan  PENGGUNAAN JAMBAN; Minimnya Jenis jamban rumah
Pengelolaan Air tangga pada lokasi permukiman menggunakan :
Limbah Model Leher Angsa
Model Cubluk atau lainnya
 PEMBUANGAN AIR LIMBAH RUMAH
TANGGA;minimnya Jenis pembuangan air limbah rumah
tangga pada lokasi permukiman berupa :
MCK + Septiktank Pribadi/Induvidual
MCK + Septiktank Komunal
6 Kondisi Pengelolaan Persampahan  Tidak terdapat TPS pada lokasi permukiman
Pengelolaan Lingkungan  Lokasi permukiman tidak terlayani sistem pengangkutan
Persampahan sampah domestik skala lingkungan (gerobak/angkutan
sampah) dengan frekuensi pengangkutan dua kali seminggu
dari tempat sampah individual menuju TPS dan/atau TPA.
7 Kriteria 1. Ketidakterse-diaan sistem  Tidak memiliki Sistem peringatan dini bahaya kebakaran
Pengamanan pengamanan secara aktif dan
Kebakaran pasif.
2. Ketidakterse-diaan pasokan air  Tidak tersedia hidran air
untuk pemadaman yang memadai.  Tidak ada tandon air

3. Ketidakterse-diaan akses untuk Minimnya sarana jalan baik jumlah maupun kapasitasnya untuk
mobil pemadam kebakaran. akses kendaraan pemadam kebakaran

Hasil dari pendataan baseline 100-0-100 ini nantinya menjadi input utama pembuatan profil
permukiman kumuh di kelurahan/Desa, kemudian untuk mendapatkan numerik kekumuhan dilakukan
penghitungan dengan menggunakan Rumus Sebagai berikut :

ASPEK KRITERIA DATA NUMERIK DAN RUMUS PERHITUNGAN

a. Ketidakteraturan Jumlah bangunan tidak teratur ∑ bangunan tidak teratur (unit)


x 100%
Bangunan (unit) ∑ bangunan keseluruhan (unit)

Luas kawasan 200/250 < Luas kawasan 200/250 <


b. Tingkat Kepadatan X 100%
1. KONDISI Bangunan
(unit/ha) Luas kawasan Kumuh
BANGUNAN
GEDUNG
Jumlah bangunan tdk sesuai Jml bangunan tdk sesuai
C. Ketidaksesuaian
dengan Persyaratan persyaratan teknis (unit) X 100%
Jumlah bangunan
Teknis Bangunan
keseluruhan (unit)
ASPEK KRITERIA DATA NUMERIK DAN RUMUS PERHITUNGAN PARAMETER

a. Cakupan Pelayanan Panjang Jalan Ideal (m) -


Panjang Jalan Ideal (m) − Panjang Jalan Eksisting
2. KONDISI Jalan Lingkungan
Panjang Jalan Eksisting (m)
JALAN Panjang Jalan Ideal (m) X 100%
LINGKUNGAN
b. Kualitas Panjang jalan rusak
Panjang Jalan Rusak (m)
Permukaan Jalan X 100%
lingkungan Panjang Jalan Ideal

∑ KK tidak terakses air


a. Ketersediaan Akses ∑ KK tidak terakses air minum
Aman Air Minum Aman minum Aman
x 100%
Jumlah KK keseluruhan
3. KONDISI
PENYEDIAAN
∑ KK tidak terakses
AIR MINUM b. Tidak terpenuhinya ∑ KK tidak terakses air minum air minum cukup
x 100%
Kebutuhan Air Minum cukup Jumlah KK
keseluruhan

ASPEK KRITERIA NUMERIK PARAMETER


4. Kondisi a. Ketidakmampuan Luas kawasan yang
Luas kawasan yang
Drainase Mengalirkan terkena genangan (Ha)
Limpasan Air terkena genangan (Ha) x 100%
Lingkungan Luas kawasan
keseluruhan (Ha)
b. Ketidaktersediaan
Panjang Drainase Ideal (m) -
Drainase Panjang Drainase Ideal (m) − Panjang Drainase Eksisting (m)
Panjang Drainase Eksisting (m) X 100%
Panjang Drainase Ideal (m)
c. Kualitas Konstruksi Panjang Drainase yang
Drainase Panjang Drainase yang buruk buruk
(m) X 100%
Panjang Drainase Ideal

ASPEK KRITERIA PARAMETER

Jumlah KK dg sistem
a. Sistem Pengelolaan Jumlah KK dengan sistem air air limbah tdk sesuai
Air Limbah Tidak limbah tidak sesuai standar standar teknis
Sesuai Standar Teknis X 100%
Jumlah KK
keseluruhan

5. Kondisi
Pengelolaan Air
Jumlah KK dg sarpras air
Limbah b. Prasarana dan
Jumlah KK dengan sarpras air limbah tdk sesuai
Sarana Pengelolaan
limbah tidak sesuai persyaratan persyaratan teknis
Air Limbah Tidak X 100%
Sesuai dengan Jumlah KK keseluruhan
Persyaratan Teknis
ASPEK KRITERIA PARAMETER

a. Prasarana dan Jumlah KK dengan sarpras


Sarana Persampahan
Jumlah KK dengan sarpras
pengolahan sampah yang tdk
Tidak Sesuai dengan pengolahan sampah yang tidak sesuai persyaratan teknis
persyaratan Teknis sesuai persyaratan teknis X 100%
6. Kondisi Jumlah KK Keseluruhan
Pengelolaan
Persampahan

b. Sistem Pengelolaan Jumlah KK dg sistem


Jumlah KK dengan sistem pengolahan sampah tdk
Persampahan yang
pengolahan sampah tidak sesuai sesuai standar teknis
tidak sesuai Standar X 100%
Teknis
standar teknis Jumlah KK keseluruhan

ASPEK KRITERIA PARAMETER

Jumlah bangunan tidak


a. Ketidaktersediaan Jumlah bangunan tidak terlayani terlayani prasarana proteksi
Prasarana Proteksi prasarana proteksi kebakaran kebakaran (unit)
Kebakaran X 100%
Jumlah bangunan
7. Kondisi keseluruhan (unit)
Proteksi
Kebakaran Jumlah bangunan tidak
b. Ketidaktersediaan Jumlah bangunan tidak terlayani sarana
Sarana Proteksi proteksi kebakaran
terlayani sarana proteksi X 100%
Kebakaran Jumlah Bangunan
keseluruhan (unit)

Dengan menggunakan Data baseline yang ada dengan penghitungan formula diatas dapat
diperoleh kategori kekumuhan pada kelurahan/desa, berikut salah satu contoh profil dan
numerik kekumuhan hasil analisa :
Tabel 2.3
Data Indikator dan Parameter Kekumuhan
Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang

DATA ISIAN INDIKATOR DAN PARAMETER KEKUMUHAN


KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN TA 2016

DATA UMUM KAWASAN


Kawasan : PERCUT Luas SK : 2459.64 Ha
Kelurahan : PERCUT Luas Verifikasi : 2459.64 Ha
Kecamatan : PERCUT SEI TUAN Jumlah Bangunan : 51226 Unit
Kab/Kota : Deli Serdang Jumlah Penduduk : 217943.5538 jiwa
Propinsi : Sumatera Utara Jumlah KK : 58978 KK

DATA NUMERIK PARAMETER KEKUMUHAN


1 ASPEK KONDISI BANGUNAN GEDUNG Numerik
a. Ketidakteraturan bangunan  Jumlah bangunan tidak memiliki keteraturan 8288 Unit
b. Tingkat Kepadatan Bangunan  Luas Kawasan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan - Ha

c. Ketidaksesuaian dengan Persyaratan Teknis


Bangunan  Jumlah bangunan tidak memenuhi persyaratan teknis 5682 Unit

2 ASPEK KONDISI JALAN LINGKUNGAN


a. Cakupan Pelayanan Jalan Lingkungan  Panjang jalan ideal 579,492.00 m'
 Panjang jalan eksisting 576,392.00 m'

b. Kualitas Permukaan Jalan lingkungan  Panjang jalan dengan permukaan rusak 250,501.20 m'

3 ASPEK KONDISI PENYEDIAAN AIR MINUM


a. Ketersediaan Akses Aman Air Minum  Jumlah KK tidak terakses air minum aman 12,542.00 KK

b. Tidak terpenuhinya Kebutuhan Air Minum  Jumlah KK tidak terpenuhi kebutuhan Air Minum minimalnya 13,347.00 KK

4 ASPEK KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN


a. Ketidakmampuan Mengalirkan Limpasan Air  Luas kawasan yang terkena genangan 85.08 Ha

b. Ketidaktersediaan Drainase  Panjang drainase ideal 484,328.00 m'


 Panjang saluran drainase eksisting 322,572.00 m'

c. Ketidakterhubungan dengan Sistem Drainase  Panjang saluran akses ke sistem kota 40,325.0 m'
Perkotaan

d. Tidak Terpeliharanya Drainase  Panjang saluran drainase tidak terpelihara 304,042.0 m'

e. Kualitas Konstruksi Drainase  Panjang saluran drainase rusak 179,119.0 m'


5 ASPEK KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH
Sistem Pengelolaan Air Limbah Tidak Sesuai
 Jumlah KK tidak terakses sistem air limbah sesuai standar teknis 1185 KK
a. Standar Teknis
Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah  Jumlah KK dengan sarpras air limbah tdk sesuai persyaratan teknis
b 6263 KK
Tidak Sesuai dengan Persyaratan Teknis

6 ASPEK KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN


Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai 
a. Jumlah KK dengan sarpras pengolahan sampah yang tdk sesuai persyaratan teknis 21486 KK
dengan persyaratan Teknis


b. Sistem Pengelolaan Persampahan yang tidak sesuai Jumlah KK dg sistem pengolahan sampah tdk sesuai standar teknis 21253 KK
Standar Teknis
Tidakterpeliharanya Sarana dan Prasarana  Jumlah KK dengan sarpras pengolahan sampah tidak terpelihara
c. Pengelolaan Persampahan
28700 KK

7 ASPEK KONDISI PROTEKSI KEBAKARN


a.  Jumlah bangunan tidak terlayani prasarana proteksi kebakaran 9,821 Unit
Ketidaktersediaan Prasarana Proteksi Kebakaran

b. Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran  Jumlah bangunan tidak terlayani sarana proteksi kebakaran 48,540 Unit
Tabel 2.4
Perhitungan Tingkat Kekumuhan Akhir
Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang

Provinsi SUMATERA UTARA Luas SK 28.70 Ha


Kab/Kota DELI SERDANG Luas Verifikasi 31.67 Ha
Kecamatan PERCUT SEI TUAN Jumlah Bangunan 1,648 Unit
Kelurahan/Desa PERCUT Jumlah Penduduk 7,191 Jiwa
Jumlah KK 1,830 KK

KONDISI AWAL (BASELINE) KONDISI AKHIR


ASPEK KRITERIA
VOLUME SATUAN PROSEN (%) NILAI NUMERIK SATUAN PROSEN NILAI
a. Ketidakteraturan Bangunan 1,648 Unit 100.00% 5 1,628 Unit 98.80% 5
1. KONDISI BANGUNAN
b. Kepadatan Bangunan 0 Ha 0.90% 0 0.28 Ha 0.90% 0
GEDUNG
c. Ketidaksesuaian dengan Persy Teknis Bangunan 99 Unit 6.00% 0 99 Unit 6.00% 0
Rata-rata Kondisi
33.30% 32.90%
Bangunan Gedung
a. Cakupan Pelayanan Jalan Lingkungan - Meter 0.00% 0 - Meter 0.00% 0
2. Kondisi Jalan Lingkungan
b. Kualitas Permukaan Jalan lingkungan 27,297 Meter 77.30% 5 26,917 Meter 76.30% 5
Rata-rata Kondisi Jalan
38.70% 38.10%
Lingkungan

3. Kondisi Penyediaan Air a. Ketersediaan Akses Aman Air Minum 426 KK 23.30% 0 288 KK 15.70% 0
Minum b. Tidak terpenuhinya Kebutuhan Air Minum 159 KK 8.70% 0 21.00 KK 1.10% 0
Rata-rata Kondisi
0.00% 0.00%
Penyediaan Air Minum
a. Ketidakmampuan Mengalirkan Limpasan Air 7.05 Ha 22.30% 0 7.05 Ha 22.30% 0

b. Ketidaktersediaan Drainase 4,100 Meter 36.50% 1 4,100 Meter 36.50% 1


4. Kondisi Drainase
Lingkungan c. Ketidakterhubungan dgn Sistem Drainase Kota 400 Meter 3.60% 0 400 Meter 3.60% 0
d. Tidak terpeliharanya Drainase 7,119 Meter 63.50% 3 7,119 Meter 63.50% 3
e. Kualitas Konstruksi Drainase 4,239 Meter 37.80% 1 3,609 Meter 32.30% 1
Rata-rata Kondisi Drainase
27.60% 26.40%
Lingkungan
a. Sistem Pengelolaan Air Limbah Tidak Sesuai Standar
137 KK 7.50% 0 137 KK 7.50% 0
5. Kondisi Pengelolaan Air Teknis
Limbah b. Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Tidak
180 KK 9.80% 0 180 KK 9.80% 0
Sesuai dengan Persyaratan Teknis
Rata-rata Kondisi
0.00% 0.00%
Penyediaan Air Limbah
a. Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai
363 KK 19.80% 0 363 KK 19.80% 0
dengan persyaratan Teknis
6. Kondisi Pengelolaan b. Sistem Pengelolaan Persampahan yang tidak sesuai
1,830 KK 100.00% 5 1,830 KK 100.00% 5
Persampahan Standar Teknis
c. Tidakterpeliharanya Sarana dan Prasarana
- KK 0.00% 0 - KK 0.00% 0
Pengelolaan Persampahan
Rata-rata Kondisi
100.00% 33.30%
Pengelolaan Persampahan

7. Kondisi Proteksi a. Ketidaktersediaan Prasarana Proteksi Kebakaran 141 Unit 8.60% 0 141 Unit 8.60% 0
Kebakaran
b. Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran 1,648 Unit 100.00% 5 1,648 Unit 100.00% 5
Rata-rata Kondisi Proteksi
50.00% 50.00%
Kebakaran
BATAS AMBANG NILAI TINGKAT KEKUMUHAN
TOTAL NILAI 25 TOTAL NILAI 25
71 -95 : KUMUH BERAT
45 - 70 : KUMUH SEDANG KUMUH TINGKAT KUMUH
TINGKAT KEKUMUHAN
19 - 44 KUMUH RINGAN RINGAN KEKUMUHAN RINGAN

< 19, DINYATAKAN TIDAK KUMUH RATA2 KEKUMUHAN SEKTORAL 26.10% RATA2 KEKUMUHAN SEKTORAL 25.80%
KONTRIBUSI PENANGANAN KONTRIBUSI PENANGANAN 27.03%
Dari profil dan numerik kekumuhan diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan perumahan
dan permukiman di Desa Percut adalah sebagai berikut :
1. Keteraturan bangunan yang memiliki permasalahan dengan Skor Kekumuhan 5.
2. Kualitas permukaan jalan dengan Skor kekumuhan 5.
3. Belum terpenuhinya kebutuhan air minum sebanyak 579 KK dengan persentase 41,39%
skor kekumuhan 1.
4. Ketidaktersediaan drainase memiliki skor kekumuhan 1, Tidak terpeliharanya drainase
mendapatkan skor 3 dan kualitas konstruksi drainase dengan 1.
5. Pada kondisi permasalahan sampah memiliki permasalahan pada system pengelolaan
persampahan yang tidak sesuai dengan standar tekhnis skor kekumuhan 5.
6. Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran memiliki permasalahan dengan skor
kekumuhan 5.
Akumulasi dari Skor kekumuhan adalah 19 Poin maka dapat dikategorikan permasalahan
kumuh yang terdapat dikelurahan limau sundai adalah “Kumuh Ringan”.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN DAN SARAN

a) Upaya penanganan dan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh tidak
mungkin bisa diselesaikan oleh satu atau dua sektor saja tetapi membutuhkan sinergi
seluruh stakeholders yang terkait dengan penanganan kumuh yaitu Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Swasta dan Masyarakat, sehingga penanganan kawasan permukiman
kumuh baik dalam kontek penanganan ataupun pencegahan dapat berjalan maksimal.
b) Penanganan permasalahan kumuh harus dilakukan tepat sasaran dengan memperhatikan
skor kekumuhan yang ada.
c) Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh dilaksanakan melalui pengawasan dan pengendalian serta pemberdayaan
masyarakat.
d) Pengawasan dan pengendalian terhadap tumbuh dan berkembangnya Perumahan Kumuh
dan Permukiman Kumuh baru dapat dilakukan dengan cara pemantauan oleh pemerintah
dengan melibatkan masyarakat.
e) Evaluasi Pencegahan tumbuh dan berkembangnya PerumahanKumuh dan Permukiman
Kumuh baru dan pelaporan serta pemerintah perlu membuat Rumusan konsep
Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahankumuh dan Permukiman kumuh yang
dapat dijadikan grand desain penanganan dan pencegahan kumuh.
f) Menyelenggarakan penanganan permukiman kumuh melalui pencegahan dan peningkatan
kualitas permukiman kumuh.
g) Meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kelembagaan yang mampu berkolaborasi
dan membangun jejaring penanganan permukiman kumuh mulai dari tingkat pusat
sampai dengan tingkat masyarakat.
h) Menerapkan perencanaan partisipatif dan penganggaran yang terintegrasi dengan multi-
sektor dan multi-aktor.
i) Memfasilitasi kolaborasi dalam pemanfaatan produk data dan rencana yang sudah ada,
termasuk dalam penyepakatan data dasar (baseline) permukiman yang akan dijadikan
acuan bersama dalam perencanaan dan pengendalian.
j) Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar lingkungan yang terpadu dengan sistem
kota.
k) Mengembangkan perekonomian lokal sebagai sarana peningkatan penghidupan
berkelanjutan.
l) Advokasi kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan rendah kepada semua
pelaku kunci.
m) Memfasilitasi perubahan sikap dan perilaku pemangku kepentingan dalam menjaga
lingkungan permukiman agar layak huni dan berkelanjutan

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang Undang Nomor 01 tahun 2011 ; tentang perumahan dan kawasan permukiman.

2. Peraturan Menteri Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat


Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2018 ; tentang Pencegahan Dan Peningkatan
Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh.
3. Surat Edaran Kementerian Pekerjaan umum dan perumahan Rakyat tahun 2016 ;
tentang Pedoman Umum Program Kota Tanpa Kumuh.

Anda mungkin juga menyukai