Anda di halaman 1dari 120

Sabtu, 24 Februari 2024 Pertemuan Ke_2

EKOLOGI DAN PEMBANGUNAN


( PIL 5207 )

Dosen Pengampu Mata Kuliah

Dr. Zulkifli, M.Si.


Program Studi Ilmu Lingkungan
Pascasarjana Universitas Riau
Pekanbaru
Genap 2023/2024
Pokok Bahasan
Tata Ruang Dalam Pembangunan dan
Implikasinya Terhadap Lingkungan
Subpokok Bahasan
Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Penataan Ruang
Paradigma Penataan Ruang
Penataan Ruang dalam Pengembangan Wilayah serta Permasalahan yang
Dihadapi
Urgensi Perencanaan Tata Ruang
Sistem Perencanaan Tata Ruang di Indonesia
Peran Penting Rencana Tata Ruang Wilayah dalam Pembangunan
Permasalahan Tata Ruang dalam Pembangunan
Isu Strategis Dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang Nasional
Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan
Fungsi Tata Ruang dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota
Penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam Pembangunan Permukiman
Perkotaan yang Berkeadilan, Berwawasan Lingkungan, dan Berkelanjutan
Kompetensi Dasar
Memahami konsep tata ruang dalam pembangunan, isu
strategis dan permasalahan, urgensi perencanaan tata ruang,
kebijakan dan implementasi dalam pembangunan, serta
implikasinya terhadap lingkungan.

Indikator
Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat
memahami memahami konsep tata ruang dalam
pembangunan, isu strategis dan permasalahan, urgensi
perencanaan tata ruang, kebijakan dan implementasi dalam
pembangunan, serta implikasinya terhadap lingkungan.
Pertanyaan Awal

• Apa saja permasalahan tata ruang di Indonesia?


• Upaya apa saja yg dapat mengatasi permasalahan tata
ruang di Indonesia?
• Bagaimana penataan ruang di Indonesia?
• Apa yang terjadi jika suatu wilayah tidak memiliki
penataan ruang yang baik?
• Bagaimana mewujudkan perencanaan tata ruang yang
ramah lingkungan?
Pertanyaan Berikutnya

1. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2018, lebih dari 55%
penduduk Indonesia tinggal di kawasan perkotaan.
▪ BPS memperkirakan, dengan tingkat urbanisasi 2,3% per tahun, pada
tahun 2035 proporsi jumlah penduduk perkotaan mencapai 66,6%.
▪ Peningkatan jumlah penduduk serta konsentrasi atau pemusatan kegiatan
di kawasan perkotaan berpotensi mengakibatkan permasalahan perkotaan
yang beragam.
▪ Mulai dari pemukiman kumuh, kemacetan lalu lintas, hingga degradasi
lingkungan. Kesemuanya akan mempengaruhi dinamika masalah sosial
dan ekonomi masyarakat.
Pertanyaan:
Guna mengantisipasi dinamika isu dan mengembangkan solusi
permasalahan perkotaan, inisiatif apa yang diharapkan dapat
mengcover seluruh isu permasalahan kota dan kebutuhan
masyarakat di wilayah Kota tersebut?
Pertanyaan Berikutnya
2. Menciptakan sebuah kota yang nyaman (livable city) bagi warganya tidak
bisa hanya sebatas kosmetik, cantik di luar tetapi tidak baik secara struktural
dan kultural. Hal ini menjadi persoalan akut di berbagai kota di Indonesia.
Untuk itu dibutuhkan kecerdasan, ketangkasan, dan menyentuh akar
persoalan dari seorang pemimpinnya. Apa hal-hal mendasar yang perlu
dilakukan untuk menyelesaikan persoalan akut tersebut agar
terciptanya suatu kota yang nyaman (livable city)?
3. Apa langkah strategis yg diambil oleh Pemerintah Daerah utk
menghasilkan lingkungan perkotaan yg memiliki ketahanan
lingkungan dan mampu menghadapi bencana?
4. Jika kita perhatikan dan bandingkan jumlah lahan pertanian dan perumahan
di daerah sekitar kita, atau lahan pertanian khususnya di Pulau Jawa sudah
semakin sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang tidak
diimbangi dengan perencanaan tata ruang dan juga wilayah, sehingga
menimbulkan banyak masalah. Kira-kira apa saja permasalahannya
hingga bisa seperti ini?
Pertanyaan Berikutnya

5. Atas dasar kebutuhan tempat tinggal penduduk, tak jarang lahan pertanian
yang subur berubah fungsinya menjadi sebuah pemukiman atau perumahan.
Selain tempat tinggal, salah satu kebutuhan pokok manusia adalah makanan.
Dengan berkurangnya lahan pertanian yang subur, otomatis sumber atau
bahan dasar makanan harus ditanam di tempat yang jauh, dan hal ini
berdampak pada meningkatnya harga makanan tersebut. Menurut saya,
perencanaan tata ruang dan wilayah yang buruk menjadi salah satu
penyebabnya. Bagaimana pandangan Anda mengenai hal ini?
6. Apa akar penyebab permasalahan tata ruang kota di Indonesia dan
apa solusi yang tepat untuk mengatasinya?
7. Apa permasalahan dalam penerapan tata ruang dan wilayah yang
baik di Indonesia dan apa solusinya?
Latar Belakang

Historis dan kecenderungan global pembangunan menunjukkan bahwa


peningkatan populasi penduduk akan mencapai puncaknya pada tahun
2030 (prediksi), yang akan diiringi dengan:
Peningkatan polusi,
Peningkatan kebutuhan pangan,
Peningkatan output industri utk pemenuhan kebutuhan penduduk,
Peningkatan produksi bahan bakar minyak guna mendukung proses :
Industrialisasi,
Konsumsi energi transportasi, dan
Domestik.

Di sisi lain, cadangan SDA menunjukkan → laju pengurangan yang


cukup tajam, akibat peningkatan eksploitasi dalam memenuhi
kebutuhan pembangunan.
Peningkatan aktivitas pembangunan membutuhkan ruang yang semakin besar dan dapat
berimplikasi pada perubahan fungsi lahan/kawasan secara signifikan.
Euphoria otonomi daerah yang lebih berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD) juga memotivasi pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana di daerah, yang
faktanya menyebabkan peningkatan pengalihan fungsi ruang dan kawasan dalam jangka
panjang.
Di antara kenyataan perubahan lahan dapat ditemui pada pembangunan kawasan perkotaan
yang membutuhkan ruang yang besar untuk menyediakan lahan untuk sarana dan prasarana
pemukiman, perindustrian, perkantoran, pusat-pusat perdagangan (central business district,
CBD) dan sebagainya.

Demikian halnya pada pola perubahan kawasan seperti kawasan hutan menjadi lahan
pertanian atau perkebunan, yang menyebabkan penurunan fungsi hutan sebagai kawasan
penyangga, pemelihara tata air, pengendali perubahan iklim mikro dan sebagainya.
Perubahan fungsi ruang kawasan menyebabkan menurunnya kulitas lingkungan, seperti
terjadinya pencemaran, kemacetan, hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau, serta
terjadinya berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan dan sebagainya.
Pemanfaatan sumberdaya ruang juga dapat memicu perbedaan persepsi dan persengketaan
tentang ruang, seperti munculnya kasus-kasus persengketaan batas wilayah pada berbagai
daerah dan juga internasional. Hal tersebut seolah-olah menunjukan adanya trade off antara
perkembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
Lanjutan

Akhir-akhir ini kerusakan dan pencemaran lingkungan di Indonesia boleh dikatakan


telah berlangsung dlm kecepatan yg melampaui kemampuan utk mencegah dan
mengendalikan degradasi lingkungan hidup.

Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) pengendalian kerusakan dan pencemaran


lingkungan yg telah diluncurkan pemerintah sejak tiga dekade lalu, tampak tak
berarti atau kalah berpacu dgn kecepatan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Salah satu faktor yg menyebabkan terjadinya hal ini adalah karena pertimbangan
lingkungan tdk diintegrasikan dlm proses pengambilan keputusan pd tahap
formulasi kebijakan, rencana, atau program-program pembangunan.
Permasalahan Penataan Ruang pada umumnya meliputi
Permasalahan Penyusunan Dokumen, Pelaksanaan dan
Pengawasannya
Proses penyusunan terdapat permasalahan:
1. Masalah Kebijakan dan integritas para Kepala Daerah,
2. Masalah Pembiayaan dan tenaga ahli/kepakaran di bidangnya dalam penyusunan
dokumen,
3. Masalah Tingkat ketelitian dan keterbaruan data base,
4. Konflik kepentingan,
5. Masalah Ekonomi,
6. Masalah Sosial budaya,
7. Masalah Kelestarian lingkungan hidup,
8. Masalah Politik,
9. Masalah Pertumbuhan penduduk,
10. Masalah Keamanan, dan
11. Masalah Institusi (kurang efektif dan efisien, perencanaan program tidak tepat dan
tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan, dokumen tata ruang yang tidak
digunakan dan hanya disimpan karena tidak sesuai dengan kebutuhan
pembangunan).
Masalah Kebijakan dan Integritas Para Kepala Daerah

❑ Kebijakan dan integritas para Kepala Daerah sangat berpengaruh terhadap


keberadaan dokumen tata ruang baik RTRW maupun RDTR.
❑ Proses penyusunannya cukup panjang → karena adanya tarik ulur antara DPR,
Pemda dan masyarakat.
❑ Masih adanya Kabupaten/Kota belum memiliki Perda tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang diamatkan oleh UU No 41 tahun
2009. Walaupun telah ada landasan hukum peraturan Pemerintah (PP) tentang
Penetapan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(PP 11/2011), dan PP tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (PP 12/2012).
❑ Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa adanya penetapan kawasan
lahan pertanian pangan berkelanjutan akan membatasi gerak langkah
pembangunan di sektor ekonomi. Ini terkait dengan kebutuhan lahan dan sanksi
yang lebih berat dari sanksi dalam tata ruang.
❑ Hal ini perlu adanya mainset yang semula pembangunan ekonomi berwawasan
lingkungan → diubah menjadi pembangunan sosial budaya, ekonomi dan
lingkungan berbasis kearifan lokal dalam bingkai NKRI.
❑ Langkanya Perda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(PLP2B), dapat diidentifikasikan bahwa: kebijakan dan integritas para Pemimpin
daerah di tingkat kabupaten sangat kurang untuk melindungi wilayahnya secara
berkelanjutan.
❑ Salah satu faktornya adalah: garansi kekuasaan yang hanya lima tahun dalam
satu periode, sementara dalam proses pencalonan membutuhkan biaya yang
sangat tinggi, mendorong usaha pengembalian modal yang cukup besar.
❑ Salah satu sumber dana adalah proses pembangunan di daerahnya, seperti
pengeluaran berbagai jenis perizinan penggunaan dan pemanfaatan tanah dan
bangunan.
❑ RTRW dan PLPPB dianggap membatasi proses pembangunan. Dengan dalih
investasi dan membuka lapangan pekerjaan sering penggunaan lahan tidak sesuai
dengan peruntukannya. Walaupun adanya sanksi dalam UU dan Perda, namun
dalam pelaksanaannya sering tidak dapat menjangkau para penguasa dan pemilik
modal, walaupun telah melanggar tata ruang, seperti sempadan pantai, danau,
sungai dan jurang.
Masalah Pembiayaan dan Tenaga Ahli/ Kepakaran

❑ Pembiayaan dan kualitas tenaga ahli yang rendah sering berpengaruh terhadap kualitas
produk dokumen RTRW.
❑ Penyusunan dokumen tata ruang didahului oleh kajian akademik yang meliputi analisis
aspek fisik, lingkungan, ekonomi, sosial budaya. Analisis berbagai aspek tersebut diperlukan
spesifikasi tenaga ahli yang sesuai dengan kepakarannya.
❑ Anggaran RTRW yang rendah berdampak pada kualitas dan kepakaran tim penyusun yang
rendah pula. Bahkan beberapa nama pakar hanya sebatas dicantumkan. Namun dalam
pelaksanaannnya sering tidak terlibat.
❑ Penyusunan RTRW dan penataan ruang lainnya, seperti Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR), rencana strategis atau rencana rinci, sering dikerjakan oleh pihak ketiga. Pihak ini
mengerjakan RTRW di beberapa daerah. Anggapannya proses penyusunan RTRW sudah
baku merupakan kelemahan, karena intuisi keilmuannya kurang dan hanya mengejar
keuntungan, maka sering ditemukan adanya autoplagiat atau copy paste.
❑ Oleh sebab itu, dalam draf laporan final sering ditemukan kata dan kalimat yang sama
dengan dokumen RTRW daerah lain. Kedekatan antara para pengambil keputusan di tingkat
Pemda dengan pelaksana pihak ketiga merupakan salah satu faktor rendahnya kualitas
keahlian dan kepakaran dalam penyusunan RTRW dan RDTR atau perencanaan lainnya.
❑ Rendahnya kualitas ini ditambah dengan ciri swasta yang melakukan pekerjaan secara
efisien dan kurang mementingkan kualitas produk, berdampak pada dokumen RTRW hanya
merupakan koleksi.
Masalah Tingkat Ketelitian dan Keterbaruan Data Base

❑ Data fisik, lingkungan, sosial budaya dan ekonomi merupakan data pokok yang sering disebut data base
atau data dasar yang digunakan untuk analisis kesesuaian lahan dalam penentuan berbagai kawasan.
Denikian pula data untuk analisis daya dukung lahan dan air serta ruang wilayah.
❑ Banyaknya data dan informasi yang dibutuhkan diperoleh dari data primer, data sekunder dan data hasil
analisis. Berbagai data tersebut diperoleh dari hasil survei, analisis dan klasifikasi tertentu sesuai dengan
tingkatan yang telah disyaratkan, seperti halnya data penduduk dan data penggunaan dan pemanfaatan
lahan harus data terkini, yang diproyeksikan untuk 20 tahun mendatang.
❑ Demikian pula data fisik, lingkungan dan sosial budaya serta ekonomi membutuhkan data primer,
disamping data sekunder sebagai pembanding.
❑ Mahal dan lamanya memperoleh data tersebut, sering dijadikan alasan menggunakan data lama. Oleh
sebab itu, dalam perencanaan sering tidak sesuai dengan kebutuhan tingkat kualitas datanya.
❑ Seperti halnya data penggunaan lahan untuk seluruh wilayah suatu kabupaten/kota atau provinsi
membutuhkan waktu dan biaya yang mahal dan lama. Oleh sebab itu, sering digunakan data tahun 2010-
an, padahal perencanaan tahun 2020-an.
❑ Demikian pula data iklim 10 tahun ke belakang berbeda dengan pola iklim 20 tahun sebelumnya. Ini jelas
datanya sudah kadaluarsa alias data tidak valid. Berbeda dengan data kemiringan lereng, relief, data jenis
tanah dan kerentanan terhadap bencana alam letusan gunung, longsoran tanah, tsunami, angin kencang
dll merupakan data yang cukup stabil, kecuali terjadi bencana alam.

❑ Dalam pelaksanaan penyusunan RTRW sering menggunakan data lama dan berkualitas rendah.
Akibatnya banyak lokasi perencanaan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahannya
untuk kawasan-kawasan tertentu. Penentuan kawasan yang tidak sesuai dengan kemampuan, kesesuaian
lahan dan daya dukung serta daya tampung lahannya dalam rancangan Permen LH 2011 digolongkan ke
dalam lahan kritis.
Masalah Konflik Kepentingan
❑ Konflik kepentingan antara konsep pelestarian dan pembangunan ekonomi merupakan permasalahan
yang sering terjadi. Mahalnya harga tanah di suatu kabupaten/kota atau provinsi, dan daya tarik wisata
daerahnya serta ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seolah-olah membatasi
penggunaan dan pemanfaatan lahan. Adanya sempadan ditujukan untuk menjaga kelestarian objek yang
dilindungi dan cara untuk pencegahan adanya dampak negatif terhadap objek, lokasi dan kawasan yang
dilindungi.
❑ Kegiatan pariwisata yang bertumpu pada sapta pesona (keindahan, keramah-tamahan, kebersihan,
keamanan, kenyaman, keunikan dan kenangan), berdampak pada daya tarik alam dan budaya yang unik,
seperti jurang yang harus dilindungi, namun dianggap unik maka dijadikan objek wisata. Demikian pula
panorama yang indah di pegunungan mendorong pembangunan yang mengurangi tingkat kelestarian
dan resapan air tanah.
❑ Demikian pula panorama laut yang indah mendorong terjadinya pelanggaran sempadan pantai. Dengan kata
lain di Singapura dan di negara lain adanya pembangunan di atas laut dan danau, tidak mungkin terjadi di
Indonesia, karena selain merupakan kawasan yang harus dilindungi secara nasional, juga merupakan
kawasan suci, seperti gunung, danau, sungai, dan laut.
❑ Konflik kepentingan terjadi akibat dari kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah milik dengan
penetapan kawasan lindung dalam rangka pelestarian kawasan suci dan kawasan ruang terbuka hijau
publik dan privat.
❑ Masyarakat yang tanahnya terdapat di ruang terbuka hijau atau berada dalam kawasan suci, akan
mendapatkan nilai jual ekonomi yang rendah bila dibandingkan dengan lahan yang berada di kawasan
pariwisata, kawasan perdagangan dan jasa, industri dan pemukiman.
❑ Masyarakat desa adat yang akan membangun rumah, sementara lahan yang akan dibangun merupakan
RTH atau kawasan suci akan terjadi konflik kepentingan, karena permasalahan keikutsertaan dalam adat
yang sebagian besar tidak dapat pindah ke adat lainnya, terutama dalam kegiatan suka dan duka.
❑ Hal ini menyebabkan alokasi ruang tidak sesuai dengan peruntukannya karena pemerintah belum mampu
untuk membeli tanah yang ditetapkan sebagai RTR dan kawasan lindung.
Masalah Ekonomi

❑ Harga tanah di kawasan budidaya pertanian seperti RTH, RTHK, kawasan lindung dan
kawasan lindung setempat jauh lebih murah dibanding dengan kawasan budidaya non-
pertanian (perumahan, perdagangan, industri, pariwisata dll). Walapun lokasi tanah tersebut
jauh dari kota dan secara ekologis tidak sesuai dengan kemampuannya. Namun bila
ditetapkan sebagai kawasan pariwisata, harga tanah tersebut jauh lebih mahal bila dibanding
dengan wilayah RTHK di kawasan yang dekat dengan pusat pemerintahan.
❑ Kebutuhan akan lahan di suatu wilayah tidak hanya untuk etnis di wilayah tersebut.
Masyarakat Indonesia, bahkan para pembisnis dari manca negara juga memerlukan lahan di
wilayah tersebut. Hal ini sebabkan oleh misalnya wilayah tersebut sebagai tujuan pariwisata
dunia. Oleh sebab itu, apabila tanah di suatu wilayah dibuka sebagai kawasan budidaya non-
pertanian yang dilengkapi dengan aksesibilitas sangat baik seperti jalan dengan kelas
tertentu sehingga segera terjadi pembangunan.
❑ Kenyataan di lapangan dimana ada jalan yang menghubungkan pusat-pusat pariwisata dan
bisnis, maka tidak sampai lima tahun bermunculan berbagai jenis usaha penunjang
pariwisata. Harga tanah yang semula sebagai lahan pertanian sangat murah, dan meningkat
sangat tinggi berpuluh bahkan beratus kali lipat bila dijadikan kawasan non-pertanian yang
dilengkapi dengan aksesibilitas yang baik. Hal inilah baik masyarakat, maupun para spekulan
tanah justru mengajukan konsolidasi tanah, karena telah mengetahui peningkatan harga
tanah yang pantastik bila lahan pertaniannya diubah menjadi kawasan pemukiman,
perdagangan, jasa, dan sarana penunjang pariwisata lainnya.
❑ Masyarakat yang tanah miliknya ditetapkan menjadi kawasan lindung pada umumnya
mengadakan perlawasan. Dengan dalih tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk itu adanya
PP tentang insentif dan disinsentif membantu mengatasi permasalahan tersebut.
❑ Usaha mengatasi persepsi masyarakat bahwa lokasi fungsi lindung ekologis, sosial budaya
seperti kawasan suci, maka diperlukan penatagunaan tanah yang memungkinkan dapat
meningkatkan nilai ekonomi dengan tetap dalam bingkai sesuai dengan fungsi kawasannya.
❑ Pemerintah telah melakukan insentif terhadap tanah-tanah yang berada di kawasan RTH
dan kawasan lindung lainnya, seperti pembebasan pajak bumi dan bangunan, pemberian
subsidi sarana usaha tani dan kemudahan lainnya dalam berusaha yang sesuai dengan
alokasi ruangnya. Usaha pemerintah ini dianggap belum mencukupi, karena para pemilik
tanah merasa ada pembatasan pengunaannya dan hak atas tanah yang semakin hari
semakin meningkat di kawasan budidaya non-pertanian.
❑ Di samping itu, banyaknya spekulan tanah yang memberikan informasi yang tidak akurat,
menyebabkan banyaknya transaksi jual beli tanah di kawasan ini.
Masalah Sosial Budaya

❑ Apabila masyarakat beserta pemerintah kabupaten/kota atau provinsi ingin melestarikan


kawasan suci seperti kawasan perlindungan tempat suci, maka pemerintah seharusnya
menyewa dan atau membeli tanah tersebut. Demikian pula tanah yang terletak di kawasan
lindung seperti di daerah pegunungan hulu DAS, RTH dan RTHK. Kepemilikan tanah di luar
tanah negara akan sangat rentan terjadi pelanggaran, apabila tanah tersebut merupakan hak
milik masyarakat.
❑ Permasalahan di wilayah perkotaan yang mengalami urbanisasi dan pembangunan yang
pesat di sektor ekonomi, seperti di wilayah kabupaten/kota atau provinsi sering terjadi
permasalahan sosial, seperti timbulnya lingkungan kumuh, akibat dari sewa menyewa tanah
yang digunakan untuk kebutuhan pemukiman para urban. Pemukiman kumuh di
kabupaten/kota atau provinsi tersebut berbeda dengan pemukiman kumuh di wilayah
lainnya. Karena pada umumnya para pemukim tersebut menyewa tempat, baik merupakan
kos-kosan dan atau menyewa tanah dari penduduk lokal. Para urban bukan menempati
tanah negara, namun tanah milik perseorangan. Oleh sebab itu, untuk mengatasi
permasalahan ini diperlukan aturan tentang sewa menyewa tanah dan penggunaan
lahannya, agar dapat mengurangi pemukiman kumuh.
❑ Lahan pertanian yang semula mampu melaksanakan usaha pertanian secara
berkesinambungan, dengan melestarikan alam (tanah dan air) yang sangat baik, serta
pelestarian budaya agararis yang unggul. Fenomena ini telah hilang di wilayah perkotaan,
karena palemahannya telah berubah fungsi menjadi lahan beton dan mengalami degradasi.
❑ Para memilik tanah asal terpinggirkan digantikan oleh pemilik modal dan pengusaha makro,
meso dan mikro lainnya yang menggantikan kepemilikan tanah tersebut. Para urban tersebut
umumnya lebih ulet dan mampu mengidentifikasi peluang bisnis di berbagai sektor.
Keterdesakan ruang terjadi di mana-mana. Ruang terbuka hijau yang berupa lapangan
digantikan oleh kawasan perdagangan. Demikian pula sarana olahraga, kuburan dan
perumahan yang dianggap tidak ekonomis digantikan oleh pasar modern dan kawasan
perdagangan lainnya yang dianggap mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi.
❑ Lapangan sepak bola yang merupakan RTH dan tempat interaksi dari berbagai kalangan
status ekonomi yang beragam, serta kegiatan olah raga yang paling murah sangatlah
langka. Digantikan oleh kawasan perdagangan dan jasa. Para pemuda mengalami
keterbatasan sarana umum. Kegiatan sepak bola digantikan sepak bola mini dan bola sodok
yang cukup di ruangan, namun harus membayar merupakan permasalahan sosial remaja
yang perlu disikapi.
❑ Dampak dari keterdesakan ruang adalah semua kegiatan dihargakan dengan niali ekonomi,
walaupun semula lahan tersebut berfungsi sosial budaya. Fenomena ini mengantarkan para
remaja untuk terbawa ke pikiran membeli (user), bukan menciptakan (produser). Dampak
keterdesakan ruang lainnya adalah terjadinya gangguan keamanan, ketertiban dan
keharmonisan lingkungan. Budaya agraris yang mengedepankan kebersamaan, tenggang
rasa dan kegotong royongan, saling asah, dan saling asuh, tergantikan oleh budaya kota
yang mengedepankan persaingan, individualis dan egoisme.
❑ Permasalah adat sering terjadi adanya sengketa tapal batas antara satu banjar/desa adat
dengan banjar/desa adat yang lainnya. Karena semula perbatasan semula lebih bernilai
sosial budaya, berubah fungsinya menjadi niai ekonomi. Hal inilah penyebab adanya konflik
kepentingan sosial budaya karena adanya nilai ekonomi.
Masalah Kelestarian Lingkungan Hidup

❑ Penataan ruang ditujukan untuk melestarikan lingkungan hidup agar dapat digunakan secara
berkelanjutan dan memberikan dampak positif terhadap pembangunan, dan mengurangi
dampak negatif lingkungan hidup. Azas keberlanjutan, keserasian dan keterpaduan serta
kepentitangn umum tidak dapat diterapkan, bila mengedepankan nilai ekonomi dan
mengeliminir nilai lingkungan hidup. Berbagai pelanggaran pembangunan yang secara
ekologis tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahannya banyak dijumpai di
daerah pantai, muara sungai dan tebing sungai. Fenomena ini banyak terjadi di berbagai
wilayah kabupaten/kota atau provinsi, seperti pembangunan hotel di sempadan sungai yang
terjal, di sempadan pantai dan muara sungai dan di daerah RTH untuk vila dengan dalih
pembangunan pariwisata membutuhkan keunikan. Pelanggaran terhadap RTHK di wilayah
perkotaan marak terjadi, dengan dalih kebutuhan lahan untuk pemukiman.
❑ Fungsi pelaksanaan dan pengawasan seolah tidak dilakukan. Oleh sebab itu, kajian AMDAL
berapa kali pun tentunya akan menghasilkan dampak positif terhadap lingkungan hidup.
Namun kenyataannya pembangunan tetap berjalan. Di suatu wilayah yang sering dibaca dan
didengar di media masa adalah pelaksanaan fungsi pembangunan untuk tinggi bangunan.
Namun untuk penggunaan lahan penunjang pariwisata di kawasan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya jarang terdengar. Walaupun sangsi administrasi dan sangsi hukum sangat
jelas, bagi yang memberikan izin dan bagi yang melanggar tata ruang.
Masalah Politik

❑ Salah satu tujuan penataan ruang adalah untuk menghindari adanya konflik kepentingan.
Dalam era otonomi daerah, dimana para Legislatif memiliki konstituen di suatu daerah dan
atau wilayah tertentu. Demikina pula kandidat pasangan calon kepala Pemerintahan Daerah
(Pemda) mempunyai basis pendukung di lokasi tertentu, sering terjadi sebagai faktor kendala
dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang wilayah. Alokasi
ruang dan pengguna lahannya, pada umumnya menghindari wilayah konstituen tersebut
dijadikan kawasan lestari, seperti ruang terbuka hijau kota (RTHK) di wilayah perkotaan dan
RTH di wilayah perdesaan dan atau kawasan lindung. Sering dijumpai bahwa banyaknya
pesanan dari para politikus dan pemuka masyarakat tertentu untuk mempengaruhi
penetapan fungsi-fungsi kawasan, agar tanah miliknya dijadikan kawasan ekonomi. Bila
berada pada kawasan lindung dan lindung setempat, maka sedapat mungkin mengubahnya
menjadi kawasan budidaya non-pertanian.
❑ Pelaksanaan penataan ruang juga pengaruh dari berbagai pihak cukup tinggi. Bangunan
yang tidak sesuai dengan alokasi ruang di suatu wilayah sering dijumpai di berbagai lokasi.
Pelanggaran di RTH, RTHK dan kawasan lindung sering dilakukan oleh orang yang mengerti
tentang tata ruang. Bila kita menelusuri siapa pemilik bangunan tersebut, jawabannya adalah
orang yang bermodal dan orang-orang yang didukung oleh politisi atau tokoh yang
berpengaruh kepada pemerintah.
❑ Para spekulan tanah dan pemodal yang mengetahui bahwa pengawasan terhadap
pelanggaran tata ruang sangat lemah, maka dengan tidak segan-segan memasang iklan di
lokasi untuk mengapling dan menggunakan tanah yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Akibatnya banyak terjadi tanah-tanah yang seolah-olah terlantar, pada kenyataannya adalah
perpindahan tanangan dari pemilik yang satu dengan pemilikan lainnya akibat dari adanya
calo tanah dan para spekulan lainnya.
❑ Penertiban tanah terlantar di suatu kawasan dan kawasan lainnya, seperti di lokasi-lokasi
yang pembangunannya mangkrak tahun sebelumnya menjadi tanah terlantar. Walaupun
adanya PP No 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah-tanah terlantar.
Pelaksanaanya hanya sebatas inventarisasi. Namun, belum adanya tindakan kongkrit
penertiban dan pendayagunaan tanah-tanah terlantar. Tanah terlantar di kawasan pantai
telah dimanfaatkan oleh para petani dengan pola perjanjian melalui desa adat. Secara fisik
tanah tersebut berada di sempadan Pantai < 100 m dari bibir pantai. Para spekulan dan
pemilik tanah yang ditetapkan sebagai RTH dan kawsan lindung cenderung melakukan
pelanggaran. Hal ini disebabkan oleh adanya pola pikir, bahwa kalau sudah banyak
pelanggaran di kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti kawasan RTH dan
kawasan perlindungan setempat, maka pada perencanaan berikutnya akan dirubah menjadi
kawasan budidaya non-pertanian.
Masalah Pertumbuhan Penduduk

❑ Pertumbuhan penduduk yang tinggi serta urbanisasi yang tidak terkendali, berdampak pada keterdesakan
ruang. Dampak negatif diantaranya adalah menimbulkan berbagai permasalahan, dari mulai penyediaan
pemukiman dan sarana-prasarana, serta lapangan pekerjaan. Pertumbuhan penduduk yang tidak
diimbangi dengan percepatan pembangunan, seolah penataan ruang jauh tertinggal dari kebutuhan
masyarakat akan sarana-prasarana dan persediaan lahan untuk berbagai kegiatan usaha. Akibatnya
adanya tata ruang seolah sering dilanggar, karena msyarakatnya dalam menggunakan dan memanfaatkan
lahan tidak sesuai dengan peruntukannya. Dampak yang nyata adalah tumbuhnya pemukiman kumuh,
yang semakin hari semakin banyak. Gangguan ketertiban dan keamanan, semakin macetnya lalu lintas,
banyaknya calo tanah, kurangnya sarana- prasarana umum, dan dampak negatif dikalangan remaja.
Permasalahan utama adalah tidak seimbangnya pembangunan sarana-prasarana umum yang dapat
dinikmati oleh warga masayarakat dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang.

❑ Pertumbuhan penduduk yang tinggi di wilayah perkotaan tentunya berbeda dengan di wilayah perdesaan.
Urbanisasi sebagai dampak positif dapat menambah tenaga kerja untuk pembangunan kota. Para urban
yang perpendidikan rendah dan tidak mempunyai keahlian pada umumnya merupakan pekerja kasar.
Dipandang dari segi sosial, ekonomi, politik dan hankam dapat berdampak positif dan negatif. Dari segi
kegiatan, maka para urban ini mempunyai waktu usaha lebih banyak dibandingkan dengan penduduk asli
yang terikat dengan adatnya. Mobilitas dan etos kerja yang tinggi sering menghasilkan nilai ekonomi lebih
tinggi dari penduduk asli, akibatnya dapat menyebabkan kecemburuan sosial. Adanya pengendalian dan
penertiban penduduk yang ketat oleh lembaga adat di suatu wilayah menimbulkan permasalahan
tersendiri, seperti ketidaknyamanan dalam berusaha.

❑ Lapangan kerja yang terbatas di suatu kawasan memicu aliran tenaga kerja yang datang dari kawasan
tersebut ke wilayah yang dituju. Untuk itu, wilayah yang dituju tersebut terjadi keheterogenan etnis dan
suku, serta para usahawan dari mancanegara ikut mendorong terciptanya keanekaragaman lapangan
pekerjaan yang semuanya membutuhkan ruang dan lingkungan yang harmonis.
Masalah Keamanan

❑ Keamanan akan lebih terkendali bila pendudukanya homogen seperti di wilayah perdesaan. Gangguan
keamanan tentunya lebih banyak terjadi di wilayah perkotaan, akibat dari persaiangan dan semua
keguatan dan produk diharhagakan dengan nilai ekonomi. Penduduk yang heterogen dengan berbagai
pandangan dan persepsi yang melekat di wilayah dari daerah asalnya, tentunya akan berbeda dengan
masyarakat yang berasal dari komunitas etnis dan suku yang berbeda. Komunikasi yang kurang lancar
dapat menimbulkan kesalalahan persepsi data lanjut ke masalah gangguan keamanan.

❑ Tujuan penataan ruang salah satunya adalah agar tidak terjadi tumpang tindih peruntukan lahannya yang
secara lingkungan dapat menimbulkan dampak negatif penggunaan dan pemanfaatan lahan yang satu
dengan yang lainnya. Dalam alokasi ruang yang harmonis, seimbang dan serasi memisahkan antara
peruntukan lahan sebagai kawasan pemukiman dengan kawasan industri dan kawasan perdagangan dan
jasa. Fenomena yang terjadi sepanjang jalan merupakan tempat perdagangan dan jasa dengan berbagai
jenis usaha. Pemukiman pada umumnya terletak di belakangnya. Oleh sebab itu, pola-pola pemukiman di
suatu wilayah pada umumnya mengikuti pola jalan. Dimana jalan dibuka, disitu tumbuh pemukiman dan
perdagangan pada berbagai skala usaha sesuai dengan kelancarannya.

❑ Kawasan Pariwisata dan pendukungnya seyogyanya tidak bercampur dengan kawasan pemukiman,
terlebih pemukiman tradisional. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari dampak negatif dari pariwisata.
Walaupun dampak positif dari segi ekonomi, namun dampak negatif sosial budaya akan terjadi bila
penunjang pariwisata tumbuh dengan subur di kawasan pemukiman. Tumbuhnya kafe-kafe liar yang
berada di kawasan pemukiman, akan mengganggu keamanan dan kenyamanan dari warga.
Masalah Institusi

❑ Masalah institusi adalah masalah kemampuan teknis dan manajemen tata ruang yang masih terbatas.
Masalah pertama kurang efektif dan efisien dalam menggunakan sumber-sumber dana. Masalah kedua
perencanaan program tidak tepat dan tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Ketiga masalah
dokumen tata ruang yang tidak digunakan dan hanya disimpan karena tidak sesuai dengan kebutuhan
pembangunan.

❑ Dalam pelaksanaannya terjadi konflik kepentingan antara persediaan lahan dengan kebutuhan
pembangunan dan kepemilikan tanah. Dalam pengawasan perwasalahan yang menonjol adalah partisipasi
masyarakat dengan pelaksana tugas pengawasan.
Tantangan Permasalahan Tata Ruang
di Indonesia
❑ Selama sepuluh tahun ke depan, bangsa Indonesia kian
dihadapkan oleh masalah pembangunan dan tata ruang yang
kian berat.
❑ Urbanisasi yang sangat pesat dan tidak terkendali, serta
dicirikan dengan pertambahan populasi secara konstan jelas
merupakan fenomena yang tidak sederhana implikasinya bagi
Indonesia.
❑ Tantangan ini lahir → karena berbagai permasalahan
pembangunan perkotaan yang semakin kompleks, termasuk
di dalamnya pelayanan infrastruktur dan manajemen ruang
kota.
Ada Lima Permasalahan yang harus Dihadapi
Bangsa Indonesia ke Depannya

1. Jumlah penduduk yang sangat besar dan kemiskinan.


2. Kesenjangan antar wilayah.
Untuk mengatasi dua masalah ini Indonesia telah menetapkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) yang memuat 112 kawasan dengan menetapkan dua
pertimbangan utama, yaitu regionalisasi dan pemerataan.
3. Bencana alam yang tinggi. Ke depannya Indonesia perlu mengubah manajemen
bencana melalui instrumen penataan ruang. Hal ini bertujuan untuk menghapuskan
secara keseluruhan risiko bencana, tetapi untuk mengurangi kerentanan serta
meminimalisasi dampak dan kerugian yang potensial ditimbulkan.
4. Krisis pangan energi dan air.
Krisis pangan dapat diberantas dengan kebijakan pelestarian sawah abadi untuk
melindungi lahan-lahan sawah beririgasi. Selain itu dengan mengoptimalkan lahan
cadangan yang ada di luar Jawa, seperti Sumsel, Babel, Sulsel, Sumbar, NAD dan NTB.
5. Perubahan iklim.
Untuk mengatasi perubahan iklim, diperlukan upaya mitigasi dan adaptasi. Dalam
kaitannya dengan mitigasi, maka penataan ruang dapat memberikan kontribusi yang
nyata dalam reduksi emisi karbon.
Permasalahan Penataan Ruang
Di Indonesia Pada Saat Ini Telah Terjadi Suatu Fenomena Menarik Dalam
Pemanfaatan Lahan. Meskipun Dalam Pelaksanaan Pemanfaatan Lahan Ini
Sebenarnya Sudah Ada Panduan Dalam Pemanfaatan Akan Tetapi Pada
Pelaksanaannya Dilapangan Ternyata Produk Panduan Tersebut Masih Bersifat
Bisa Dirubah atau Dinegosiasikan.

Banyak Kebijakan-kebijakan Pemerintah Melakukan Revisi Rtrw Disebabkan Oleh


Adanya Kepentingan Kelompok Atau Perusahaan Yang Akan Berinvestasi
Didaerah Tersebut.

Selain Itu Perencanaan Tata Ruang Juga Sering Hanya Dengan Menggunakan
Spatial Design Dengan Hanya Membagi Hais Ruang Sampai Akhir Tahun Rencana.
Produk Tata Ruang Sering Didominasi Oleh Politik Kekuasaan Dan Kepentingan
Lokal Yang Lebih Mengedepankan Pertumbuhan Ekonomi Yang Tinggi.

Perencanaan Tata Ruang Di Indonesia Belum Mampu Meredam Atau


Mempercepat Penyelesaian Konflik Pemanfaatan Lahan. Hal Tersebut Terbukti
Dari Banyak Kasus Pemanfaatan Lahan Seperti Di Bopuncur. Wilayah Sepanjang
Jalur Jakarta - Bogor- Puncak Cianjur Mengalami Perkembangan Yang Begitu
Cepat.
Jalan keluar

Kajian Lingkungan dipandang efektif utk


mengatasi masalah di atas
Hidup Strategis
(KLHS) atau Strategic sebagai upaya utk menjamin
Environmental Assessment (SEA) keberlanjutan pembangunan di
masa mendatang

mengintegrasikan kepentingan lingkungan pd


tingkatan pengambilan keputusan yg strategis,
yakni pd tataran kebijakan (policy), rencana
(plan), atau program (KRP)
Sungai Jakarta
Ciliwung

Ciliwung
Bantaran Sungai Katingan Tercemar Merkuri
Kampung Pulo Pemukiman Bantaran Sungai K.Ciliwung
Pemukiman di Sungai
Karang Mumus

Pemukiman Kumuh
di Bantaran Sungai Jakarta
Foto udara pemukiman di
bantaran sungai Ciliwung
kawasan Bukit Duri, Jakarta

Suasana permukiman kumuh di


bantaran Sungai Ciliwung, Bukit Duri,
Jakarta

Pemukiman di bantaran sungai Ciliwung kawasan Bukit Duri setelah pemugaran


Warga beraktivitas di bantaran Sungai Ciliwung, Kampung Pulo,
Jatinegara, Jakarta
Kawasan padat penduduk dan kumuh
di sekitar bantaran sungai
Sangatta_Bontang

Terapkan Perda Kumuh,


Rumah di Bantaran
Sungai_Bontang
Kuala Jengki Salah-satu pemukiman bantaran sungai di kota Manado
Asahimas Chemical_Phase VI Project Expantion,
PVC, VCM, CA Plant
Pabrik Plastik Pembuang Limbah B3 ke Sungai

Limbah Industri Piyungan yg dibuang ke badan air


Kebutuhan SDA utk pemenuhan pembangunan tsb tentunya akan mencapai titik jenuh,
karena keterbatasan daya dukung lingkungan.
Dampaknya akan berantai dan berlipat ganda thdp proses pembangunan berikutnya.
Kemungkinan yg terjadi adalah pembangunan akan ‘collapse’ apabila tdk ada intervensi
atau upaya mengatasi kondisi yg berlangsung.
Pengendalian populasi penduduk, pengelolaan SDA dan lingkungan, penggunaan
teknologi, laju pembangunan ekonomi, khususnya industrialisasi, merupakan faktor –
faktor utama yg mempengaruhi skenario kondisi pembangunan jangka panjang ke depan.

❑ Kecenderungan berbagai persoalan di atas, sebenarnya dpt dihindari melalui →


penyelenggaraan penataan ruang yg baik.
❑ Untuk mewujudkan keseimbangan dari aspek ekonomi dan lingkungan, maka penataan
ruang suatu kawasan perlu dilakukan agar tujuan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dgn tetap mempertahankan kelestarian lingkungan hidup dapat
tercapai melalui prinsip-prinsip penataan ruang yaitu harmonisasi fungsi ruang untuk
kawasan lindung dan budidaya sebagai satu kesatuan ekosistem.
❑ Meskipun dari intreprensi peraturan yg begitu ketat tetap saja masih belum bisa
mengatasi permasalahan ketidak-harmonisan pemanfaatan lahan di kawasan tsb sehingga
degradasi kualitas lingkungan hidup terus terjadi.
Pengertian dan Ruang Lingkup
Hukum Penataan Ruang
Beberapa Pengertian

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang.
Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
ELEMEN POKOK SISTEM HUKUM PENATAAN RUANG
Hukum Yang
Hukum Yang Berhubungan Dengan
Berhubungan Dgn Pemanfaatan Ruang Hukum Yang
Penyusunan Rencana Berhubungan Dengan
1. Menyangkut Pengawasan Dan
Tata Ruang kewenangan administrasi Pengendalian
negara untuk Pemanfaatan Ruang
1. Mengatur kewenangan mengarahkan agar
dan prosedur tentang pemanfaatan ruang 1. Menyangkut
penentuan peruntukan sesuai Rencana Tata kewenangan administrasi
(bestemming) ruang. Ruang. negara dan penegak
2. Kewenangan tersebut 2. Kewenangan Adm. hukum untuk
diatur mulai dari tingkat Negara untuk mengendalikan
pusat sampai tingkat merelisasikan rencana pemanfaatan ruang.
daerah. terhadap semua rencana 2. Pengendalian dapat
3. Peruntukannya disusun kegiatan pembangunan berupa pengawasan dan
dari yang umum sampai 3. Ada mekanisme sanksi hukum.
pada yang detil pencegahan, seperti 3. Sanksi hukum
(RTRWN, RTRWP/K, melalui KLHS dan administrasi dan Pidana
RDTR). Perizinan Penggunaan
Ruang
Penataan Ruang dalam Pengembangan Wilayah

Pembangunan Nasional telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Namun demikian kesenjangan pembangunan antar wilayah serta antar perkotaan dan
perdesaan masih terjadi.

Pengurangan ketimpangan pembangunan antarwilayah dilakukan melalui upaya :


1) Pengembangan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi
sumberdaya dalam mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan daerah terutama di
wilayah luar Jawa;
2) Percepatan pembangunan di wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil;
3) Pengembangan wilayah perbatasan yang berorientasi ke luar (outward looking) dan berdasarkan
pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan
(security approach);
4) Pengembangan kota-kota metropolitan, besar, menengah dan kecil secara seimbang, sebagai pusat-pusat
pertumbuhan yang sesuai dengan sistem perkotaan nasional, dan mendukung pengembangan perdesaan;

5) Peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat perdesaan dengan orientasi pada keunggulan
komparatif sumber daya lokal dan didukung oleh sektor industri, jasa dan perdagangan, dengan
infrastruktur yang menunjang keterkaitan perdesaan dengan pusat-pusat pertumbuhan;

6) Keserasian pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, serta penatagunaan tanah; serta

7) Upaya-upaya penyiapan strategi pengurangan risiko bencana yang mandiri dan berkelanjutan pada
wilayah-wilayah yang memiliki karakter berdekatan dengan gejala bencana alam dan rentan terhadap
perubahan iklim global.
Kebijakan sentralisasi pada masa lalu → membuat ketergantungan daerah-daerah kepada
pusat semakin tinggi dan nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat
Pemerintah di daerah.
Sementara itu dalam era desentralisasi → partisipasi masyarakat dan azas keterbukaan
cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi bahwa pelaksanaan prinsip tersebut
akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dengan kata lain → terdapat rasa memiliki masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan
dan muncul komitmen untuk melaksanakannya sehingga pembangunan yang berkelanjutan
dapat diwujudkan.

Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah → telah


memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan
penataan ruang kepada daerah.

Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah → memberikan kemungkinan


banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa
memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan
Kabupaten/Kota lainnya untuk sekedar mengejar targetnya dalam lingkup “kacamata”
masing-masing.
Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/ Kota
diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa
dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas
wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah
yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara
intensif.

Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong


pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
masyarakat (city as engine of economic growth ) yang berkeadilan
sosial (social justice ) dalam lingkungan hidup yang lestari
(environmentaly sound ) dan berkesinambungan (sustainability
sound ) melalui penataan ruang.
Paradigma Penataan Ruang

Dalam rangka menerapkan penataan ruang utk pada akhirnya


mewujudkan pengembangan wilayah seperti yang diharapkan, maka
terdapat paradigma yang harus dikembangkan sebagai berikut:
• Otonomi Daerah (UU No.22/1999)/( UU 32/2004), mengatur kewenangan
Pemerintah Daerah dalam pembangunan Globalisasi.
• Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pembangunan dunia, investor akan
menanamkan modalnya di daerah yang memiliki kondisi politik yang stabil dan
didukung sumberdaya yang memadai.
• Pemberdayaan masyarakat.
• Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan yang harus
dipenuhi Good Governance.
• Iklim dan kinerja yang baik dalam pembangunan perlu dijalankan.
Karakteristiknya adalah partisipasi masyarakat, transparasi, responsif dan
akuntabilitas.
Urgensi Perencanaan Tata Ruang

Urgensi Perencanaan Tata Ruang → merupakan kesepakatan lintas


wilayah dan lintas sektor untuk mewujudkan ruang yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN
Penyusunan rencana pembangunan Pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang Penyusunan RTRW Kab/Kota.

Urgensi Pengaturan Hukum Penataan Ruang → memberikan landasan


hukum bagi Pemerintah, pemda, dan masyarakat dalam penataan
ruang.

Keadilan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang dan


kesejahteraan masyarakat pemanfaatan ruang dilakukan secara
terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang,
dan berkelanjutan.
Asas dan Tujuan Penataan Ruang

Asas Penataan Ruang


a. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya
guna dan berhasil guna, serasi dan seimbang dan berkelanjutan;
b. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Asas tersebut di atas memberi isyarat 3 (tiga) aspek pokok yang harus
diperhatikan dalam penataan ruang yaitu :
a. Aspek lingkungan hidup fisik umumnya dan sumber daya alam
khususnya yang dimanfaatkan;
b. Aspek masyarakat termasuk aspirasi sebagai pemanfaat;
c. Aspek pengelola lingkungan fisik oleh pemerintah yang dibantu
masyarakat, yang mengatur pengelolaannya dengan memperhatikan
dan mempertimbangkan kondisi dan potensi lingkungan fisik serta
kebutuhan masyarakat agar pemanfaatan ruang tersebut dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan.
Tujuan Penataan Ruang

Sebagai suatu manajemen untuk mengatasi konflik dan agar tercapai pemanfaatan
ruang yang berkualitas, maka tujuan penataan ruang meliputi :
1. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan ruang, baik sebagai sumberdaya alam maupun
sebagai wadah kegiatan;
2. Meminimalisir konflik dari berbagai kepentingan;
3. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan;
4. Mewujudkan keseimbangan antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
5. Melindungi kepentingan nasional dalam rangka pertahanan dan keamanan;
6. Mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara.

Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota adalah mewujudkan ruang wilayah kota yang
maju dan lestari melalui penataan ruang secara serasi, seimbang, terpadu dan berkelanjutan
dalam rangka mendorong wilayah kota sebagai kawasan pengembangan agrobisnis dan
pariwisata untuk meningkatkan daya saing daerah dengan tetap memperhatikan daya dukung
lingkungan hidup dan kelestarian sumberdaya alam.
Sistem Perencanaan Tata Ruang di Indonesia
• Berdasarkan Undang-Undang nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, maka perencanaan tata
ruang Indonesia memiliki tiga tingkatan rencana tata ruang – nasional, provinsi dan kabupaten.
• Rencana tata ruang yang dibuat oleh tiga tingkatan pemerintah Indonesia seharusnya sesuai
dengan satu sama lain.
• Pemerintah pusat mengembangkan rencana nasional tata ruang (RTRWN) pertama, yang
mendeliniasi daerah lindung untuk kawasan lindung dan budidaya untuk pembangunan.
• Rencana tata ruang nasional dirancang untuk jangka panjang, untuk jangka waktu 25 – 50. tahun

Rencana tata ruang provinsi (RTRWP) kemudian dikembangkan berdasarkan rencana tata ruang
nasional.
Rencana tata ruang provinsi dikembangkan untuk jangka waktu 15 tahun.
Dari rencana ini rencana tata ruang kabupaten strategis regional (RTRWK) kemudian
dikembangkan; dirancang untuk menjadi rencana jangka pendek untuk jangka waktu 5 tahun.
Rencana tata ruang semua tingkatan pemerintah direvisi setiap lima tahun.
Rencana tata ruang biasanya direvisi untuk menyesuaikan fungsi daerah sesuai dengan kondisi
fisiknya.
Struktur sistem perencanaan tata ruang yang mengalokasikan sejumlah besar otoritas
pengambilan keputusan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten untuk melaksanakan fungsi
perencanaan tata ruang di daerahnya, termasuk otorisasi tingkat kabupaten untuk
mengalokasikan izin untuk kegiatan pemanfaatan lahan.
Lanjutan

Selain itu, seperti dalam amanat Undang-Undang nomor 32 tahun 2009,


maka Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) berfungsi untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan terintegrasi ke
dalam setiap rencana tata ruang pemerintah.

Dari KLHS yang belum dilakukan untuk rencana tata ruang, maka tidak
boleh ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri.

Secara prinsip sebenarnya KLHS adalah suatu self assessment untuk


melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang
diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah
mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan, baik untuk
kepentingan ekonomi, dan sosial, serta lingkungan hidup.

Dengan KLHS ini → diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.
Peran Penting Rencana Tata Ruang
Wilayah dalam Pembangunan
Dalam perkembangan pembangunan di Indonesia, RTRW atau yang lebih dikenal sebagai Rencana
Tata Ruang Wilayah merupakan aturan pokok yang utama dalam pembangunan suatu daerah.
Rencana tata ruang wilayah berperan penting dalam menentukan letak – letak dan pengaturan
tata wilayah dalam suatu daerah. Akan tetapi, akhir – akhir ini sering terjadi kesalahan dalam
memahaminya.
Penataan ruang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pembangunan demi
terwujudnya pembangunan berkelanjutan yaitu dalam bentuk memberikan kontribusi yang nyata
dalam pengembangan wilayah dan kota yang berkelanjutan, sehingga keadilan dan kesejahteraan
bagi masyarakat Indonesia dapat tercapai.
Pemerintah daerah selama ini hanya menggunakan RTRW hanya untuk pembangunan yang
berskala besar saja, tetapi tidak digunakan pembangunan skala kecil.

Pembangunan berskala besar memang penting adanya, akan tetapi pembangunan skala kecillah
sebenarnya yang paling berpengaruh di suatu wilayah karena mayoritas penduduk di suatu
daerah banyak yang membangun beskala kecil.

Pembangunan berskala kecil awalnya memang tidak terlalu berdampak, akan tetapi akan semakin
terlihat dampaknya ketika pembangunan semakin banyak. Kurangnya kontrol dari pemerintah
terhadap pembangunan skala kecil sekarang telah menjadi suatu fenomena yang biasa di
kalangan masyarakat.
Lanjutan
Akibatnya :
Banyak sektor wilayah yang terkena dampak fatal akibat pembangunan yang salah tersebut.
Akibat yang seringkali terlihat adalah banjir yang disebabkan oleh peletakan pembangunan di
kawasan DAS (Daerah Aliran Sungai). Banjir yang terjadi → penduduk membuang sampah
sembarangan ke sungai → sampah menyumbat aliran sungai.
Tanah longsor → akibat kesalahan dalam peletakan pembangunan.
Banyak tanah longsor terjadi akibat keadaan tanah yang lunak dan daerah pegunungan yang
kurang pohonnya.
Akan tetapi dalam banyak kasus, penduduk malah membangun di daerah tersebut.
Bencana kekeringan → terjadi di suatu daerah diakibatkan o;eh pembangunan yang berada di
daerah resapan.

Pada awalnya sangat baik karena kebutuhan akan air selalu terpenuhi. Akan tetapi lambat laun
akan banyak penduduk yang membangun pemukiman di kawasan tersebut.

Sebenarnya tidak akan terjadi kekeringan apabila masih terdapat banyak pohon, tetapi yang
namanya pembangunan dimanapun juga pasti akan menebang pohon.

Kasus yang sering terjadi adalah penebangan pohon oleh penduduk pendatang baru yang
mendirikan rumah kawasan resapan tersebut. Akibatnya pohon yang seharusnya menjadi penahan
air hilang dan air akan mudah menguap sehingga kekeringan pun tidak dapat terelakkan lagi
terjadi. Akan tetapi kesalahan yang berdampak sangat besar adalah pembangunan yg
menghancurkan daerah hutan lindung dan kawasan hijau.
Dampak nyata yang terjadi adalah :
1. Global warming atau pemanasan global yang terjadi di bumi
Pemanasan global yang terjadi di bumi merupakan bencana alam yang sangat
berbahaya dan sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan seluruh umat manusia.

Akibat pemanasan global → antara lain: mencairnya es di kawasan kutub utara dan
kutub selatan → mengakibatkan naiknya air permukaan laut dan mengakibatkan bumi
menjadi semakin panas karena es yang membuat bumi dingin telah cair.

2. Perubahan Iklim dan Musim yang tak menentu


Perubahan iklim ini sangatlah berpengaruh bagi keberlangsungan kegiatan manusia.

Petani yang biasanya mulai menanam padi pada bulan Oktober, mungkin kini banyak yang rugi.
Bahkan sekarang pada bulan Desember (besar – besarnya sumber air) yang konon menurut cerita
dan tradisi Jawa sebagai bulan yang hujannya paling deras, justru tidak hujan sama sekali.

Disamping itu terdapat juga kemarau panjang dan musim hujan yang panjang yang
mengakibatkan kekeringan berkepanjangan dan banjir yang berkepanjangan terjadi di beberapa
daerah.

Bencana ini tidak bisa ditanggulangi hanya dengan menanam pohon saja, karena perbandingan
antara jumlah pohon yang ditanam dengan jumlah pohon yang ditebang akibat pembangunan
lebih sedikit jumlah pohon yang ditanam.
Lanjutan

Di Indonesia :
tingkat pembangunan sangat tinggi untuk daerah hunian dan perindustrian.
Semua pemerintah daerah menyatakan akan memajukan daerahnya dengan
pembangunan.
Akan tetapi pembangunan yang terjadi malah banyak mengakibatkan kemunduran
perekonomian. Hal ini terjadi akibat sektor pertanian yang utamanya berguna sebagai
penopang kebutuhan pangan nasional justru dialihfungsikan oleh pemerintah menjadi
kawasan industri dan kawasan pemukiman.
Akibatnya penopang perekonomian nasional yang menjadi kebutuhan pokok bagi
penduduk di Indonesia sedikit demi sedikit runtuh dan mengharuskan pemerintah
melakukan impor yang berlebihan kepada negara lain hanya untuk pemenuhan
kebutuhannya.
Jika sudah terjadi demikian, slogan pembangunan yang awalnya “pembangunan
untuk kemajuan bangsa” → harusnya dikaji ulang.
Konteks kata dari “pembangunan” sendiri sangat beragam pemahamannya oleh
setiap individu. Lalu apa yang seharusnya dilakukan pemerintah ?
Lanjutan

Untuk mengatasi permasalahan tersebut → seharusnya pemerintah memberikan


sosialisasi dan sanksi yang tegas berkaitan dengan rencana tata ruang wilayah tersebut.
Dengan memberikan sosialisasi kepada penduduk, diharapkan pengetahuan akan RTRW
tidak hanya berpusat di pemerintah daerah saja dan penduduk akan bisa menerapkannya
dengan baik.
Selama ini RTRW atau Rencana Tata Ruang Wilayah hanya ada di pemerintah daerah saja
→ sehingga banyak masyarakat tidak mengetahui dimana mereka harus membangun
pemukiman.

Dengan adanya pemahaman yang luas mengenai RTRW di seluruh elemen masyarakat →
akan mampu menciptakan kondisi yang baik dan stabil.
Apabila sudah tercipta kondisi yang stabil antara pemerintah dan penduduk, masalah-
masalah yang terjadi akibat pembangunan sedikit demi sedikit akan teratasi.
Dengan demikian, sangatlah penting adanya RTRW atau Rencana Tata Ruang Wilayah
agar tercipa pembangunan yang terstruktur dan menunjang bagi kemajuan bangsa.
Pembangunan yang terstruktur akan menghasilkan suatu keseimbangan antara alam dan
kelompok manusia itu sendiri.
Permasalahan Tata Ruang
Dalam Pembangunan

1. Meningkatnya kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan.


Terjadi alih fungsi lahan/ruang.
Konflik kepentingan antar-sektor (kehutanan, pertambangan, lingkungan,
perasarana wilayah, dll)
2. Konflik antar-wilayah: Pusat-Daerah dan Antardaerah.
3. Penggunaan ruang tidak sesuai peruntukan.
4. Menurunnya luas kawasan yang berfungsi lindung, kawasan resapan
air dan meningkatnya DAS kritis.
5. Belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka
menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana
dan program sektor-sektor di atas.
6. Kerusakan atau menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Isu Strategis Dalam Penyelenggaraan Penataan
Ruang Nasional

❑ Pertama, terjadinya konflik kepentingan antar-sektor, seperti pertambangan,


lingkungan hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan sebagainya.
❑ Kedua, belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka
menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan
program sektor.
❑ Ketiga, terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan
norma yang seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsistensi
kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian
pembangunan.
❑ Keempat, belum tersedianya alokasi fungsi-fungsi yang tegas dalam Rencana
Tata Ruang Wiyah Nasional atau RTRWN.
❑ Kelima, belum adanya keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan
kepentingan sektor dan wilayah dalam kerangka penataan ruang.
❑ Keenam, kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan membela
kepentingan masing-masing secara berlebihan.
Lanjutan

Isu-isu lain yang berkaitan dengan penataan ruang dan lingkungan hidup yakni :
Pertama, konflik antar-sektor dan antar-wilayah.
Kedua, degradasi lingkungan akibat penyimpangan tata ruang, baik di darat, laut dan
udara.
Ketiga, dukungan terhadap pengembangan wilayah belum optimal, seperti diindikasikan
dari minimnya dukungan kebijakan sektor terhadap pengembangan kawasan-kawasan
strategis nasional dalam RTRWN seperti kawasan perbatasan negara dan kawasan andalan.

Pada kebanyakan kota di Indonesia :


Perkembangan dan pertumbuhannya masih berlangsung secara alamiah,
Berkembang tanpa pengarahan dan perencanaan yang terprogram.

Akibatnya → pada tahap perkembangan yang lebih kompleks timbul berbagai permasalahan kota
antara lain :
Ketidakteraturan penggunaan tata ruang seperti tanah kota
Tidak optimalnya penggunaan tanah kota
Timbulnya berbagai masalah lalu lintas
Tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan fasilitas dan utilitas kota.
Timbulnya masalah pencemaran lingkungan kota dan sebagainya.

Dengan demikian kota tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga akan memberikan
hambatan-hambatan thdpperkembangan ekonomi kota.
Berbagai kenyataan dan isu-isu tersebut di atas, menjadi permasalahan di
berbagai daerah :

• Adanya pola yang mengarah pada eksploitasi sumberdaya alam secara pasif yang memiliki konotasi
dan eksploitasi yang berlebihan → ini dapat dilihat dari pembagian ruang di berbagai kota yang
diperuntukan bagi pembangunan-pembangunan yang menaifkan keberlanjutan.
• Pada taraf peruntukan dan pemakaian yang telah ada selama ini, Rencana Tata Ruang di berbagai
daerah telah keluar dari jalur sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.
• Pada Rencana Tata Ruang yang ada sekarang ini dapat dilihat bagaimana areal peruntukan bagi
kawasan hutan yang idealnya harus dipertahankan, secara kasat mata jelas sekali bahwa areal
hutan tersebut saat ini tidak lebih dari 40 %.
• Areal hutan telah digunakan untuk pembangunan seperti perkantoran.
• Perusakan gunung kapur untuk keperluan bahan bangunan.
• Penebangan liar hasil hutan merupakan gambaran yang semakin parah terhadap kondisi
lingkungan dan pemanfaatan tata ruang yang tidak sesuai dengan kebijakan tata ruang.

❑ Kelangsungan lingkungan hidup (misalnya: Taman Kota) → mempunyai dampak yang sangat
signifikan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.
❑ Lingkungan hidup yang rusak dapat mengakibatkan banjir, dan berdampak juga kepada daerah-
daerah lain di sekitarnya.
❑ Untuk itu pengelolaan lingkungan hidup ini perlu memperhatikan fungsi tata ruang.
Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan tata ruang dan lingkungan dilandasi oleh :
✓ UU No. 25 Tahun 2004
✓ UU No. 26 Tahun 2007

UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


• Merupakan payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan pembangunan dalam rangka menjamin
tercapainya tujuan negara, yang digunakan sebagai arahan di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
secara nasional.
• Menurut undang-undang tersebut, rencana pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

• Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan
pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.

• Terkait hal ini, daerah akan menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional
serta membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga.

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


➢ Turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam menertibkan penyelenggaraan
penataan ruang di Indonesia yg diwujudkan melalui beberapa aspek penting, diantaranya pengendalian
pemanfaatan ruang.
➢ Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta sanksi.
Lanjutan

Perencanaan
Tata Ruang Dengan produk rencana tata ruang
berupa Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) yang secara hirarki terdiri
atas :
Kegiatan 1. Rencana Tata Ruang Wilayah
Penataan Pemanfaatan
Nasional (RTRWN),
Ruang Tata Ruang 2. Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP), dan
3. Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota (RTRW
Pengendalian Kab/kota).
Tata Ruang

Harus dapat terangkum di dalam suatu rencana


pembangunan sebagai acuan di dalam
implementasi perencanaan pembangunan
berkelanjutan di wilayah Indonesia
Lanjutan

Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka


Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana
tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai
kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam
maupun sumberdaya buatan.

Perencanaan pembangunan adalah suatu proses yang bersifat sistematis,


terkoordinir dan berkesinambungan, sangat terkait dengan kegiatan
pengalokasian sumberdaya, usaha pencapaian tujuan dan tindakan-
tindakan di masa depan.
Lanjutan

Pendekatan dan dalam


perencanaan
pembangunan yang ada
dalam UU No. 25/2004

Top-down
Pemerintah telah menetapkan rencana kerja pemerintah berikut
alokasi anggaran yang ditetapkan dan akan digunakan dalam
membiayai kegiatan pembangunan secara nasional

Partisipatif
proses perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan melibatkan
seluruh stakeholder di pusat dan daerah
UU No. 25 Tahun 2004
Payung Hukum bagi pelaksanaan
perencanaan pembangunan dlm rangka
ttg Sistem Perencanaan

menjamin tercapainya tujuan negara


Pembangunan

Rencana Pembangunan terdiri atas:


Digunakan sbg  Rencana Pembangunan Jangka
arahan di dlm Panjang (RPJP)
Sistem
 Rencana Pembangunan Jangka
Perencanaan Menengah (RPJM)
Pembangunan
secara asional  Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Lanjutan
Segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya harus diatur di dalam rencana tata ruang
seperti yang tercantum di dalam UU No. 26/2007, bahwa penataan ruang terbagi atas
kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Dengan demikian keterkaitan antara perencanaan pembangunan dan penataan ruang
sangat penting dalam rangka optimalisasi sumberdaya alam dan buatan yg terbatas dan
mengurangi risiko bencana yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia.

Secara umum, tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan,
sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik.
Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut :
perumahan dan permukiman,
perdagangan dan jasa,
industri,
pendidikan,
perkantoran dan jasa,
terminal,
wisata dan taman rekreasi,
pertanian dan perkebunan,
tempat pemakaman umum, serta
tempat pembuangan sampah.
Fungsi Tata Ruang dalam Menjaga
Kelestarian Lingkungan Hidup
❑ Salah satu pembangunan nasional yang mempunyai kedudukan penting dalam
pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan penataan ruang dan
lingkungan hidup.
❑ Hal ini disebabkan oleh aspek penataan ruang dan lingkungan hidup terkait
dengan hampir semua kegiatan dalam kehidupan manusia.
❑ Untuk upaya dalam pelaksanaan pembangunan selalu dikaitkan dengan
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup dan pengembangan tata ruang.

Peranan tata ruang yang pada hakekatnya dimaksudkan untuk mencapai


pemanfaatan sumberdaya optimal dengan sedapat mungkin menghindari konflik
pemanfaatan sumberdaya, dapat mencegah timbulnya kerusakan lingkungan
hidup serta meningkatkan keselarasan.
Dalam lingkup tata ruang itulah maka pemanfaatan dan alokasi lahan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep ruang dalam pembangunan baik
sebagai hasil atau akibat dari pembangunan maupun sebagai arahan atau
rencana pembangunan yang dikehendaki.
FUNGSI dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota menurut Keputusan
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor 327/KPTS/2003 yaitu:

1. Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah.


2. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota.
3. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan antar wilayah kota/kabupaten dan
antar kawasan serta keserasian antar sektor.
4. Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yg dilakukan pemerintah,
masyarakat dan swasta.
5. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan.
6. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang.
7. Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala sedang sampai skala
besar.
Keterkaitan Rencana Pembangunan
Nasional dengan Penataan Ruang

Segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya harus diatur di dlm


rencana tata ruang seperti yg tercantum di dlm UU No. 26/2007, bahwa
penataan ruang terbagi atas kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

Keterkaitan antara perencanaan pembangunan dan penataan ruang sangat


penting dlm rangka :
❑ Optimalisasi SDA dan buatan yg terbatas
❑ Mengurangi risiko bencana yg ditimbulkan oleh kegiatan manusia.
Lanjutan
Lanjutan
Lanjutan
Lanjutan
Lanjutan
Penjelasan Skema
1. RPJPN merupakan amanat yg disusun berdasarkan UU No. 25/2004, sedangkan RTRWN
disusun berdasarkan amanat yg tdpt pd UU No. 26/2007.
2. Rencana Pembangunan (Nasional & Daerah) & Rencana Tata Ruang harus dpt saling
mengacu & mengisi. Berdasarkan pasal 19 UU No. 26/2007 ttg Penataan Ruang, bahwa di
dlm penyusunan RTRWN harus memperhatikan RPJPN, & pd pasal 20 ayat (2) menyatakan
bahwa RTRWN menjadi pedoman utk penyusunan RPJPN. RTRWN merupakan pedoman
bagi penyusunan & pelaksanaan kegiatan yg bersifat “keruangan”.

RPJPN & RTRWN memiliki batas waktu → selama 20 tahun.

Utk RTRWN dpt ditinjau kembali satu kali dlm 5 tahun apabila terjadi :
Perubahan lingkungan strategis seperti terjadi bencana alam skala besar yg ditetapkan dgn
peraturan perundang-undangan,
Perubahan batas teritorial negara yg ditetapkan dengan UU,
Perubahan batas wilayah provinsi yg ditetapkan dgn UU (khusus RTRWP & RTRWK),
Perubahan batas wilayah kabupaten/kota yg ditetapkan dgn UU (khusus RTRWK).

RPJMN merupakan turunan dari RPJPN yg memiliki batas waktu selama 5 tahun.
Penjabaran RPJMN tertuang di dlm RKP yg dirumuskan setiap tahun dan disusun melalui
Murenbangnas.
Tantangan Penyelenggaraan Penataan Ruang
Dalam Pembangunan Nasional
Peranan penataan ruang di dlm pelaksanaan kegiatan pembangunan yg
terjabarkan pd rencana pembangunan sangatlah penting.
Segala kegiatan yg tentu saja membutuhkan ruang sbg wadah
pendukung kegiatan pembangunan tsb harus diatur di dlm rencana tata
ruang.
Namun, dlm pelaksanaannya masih banyak tdpt berbagai kendala &
tantangan yg disebabkan oleh bbrp faktor, diantaranya:

Perencanaan Tata Ruang


Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kelembagan Penataan Ruang
Perencanaan Tata Ruang

Penyusunan rencana tata ruang di masa lalu pd umumnya sudah baik namun dlm
beberapa hal produk rencana tata ruang yg dihasilkan masih belum diacu dlm
pelaksanaan pembangunan.
Hal ini disebabkan oleh bbrp hal diantaranya adalah:
Data & informasi yg digunakan kurang akurat & belum meliputi analisis pemanfaatan
sumberdaya ke depan,
Penyusunan rencana tata ruang sering dilaksanakan hanya utk memenuhi kewajiban
pemerintah (Pusat & Daerah) sesuai Undang-undang & Peraturan Daerah,
Rencana tata ruang yg disusun, terutama di tingkat daerah, seringkali dianggap sbg produk
satu instansi ttn & belum menjadi dokumen milik semua instansi karena penyusunannya
belum melibatkan berbagai pihak.

Permasalahan lain yg terjadi terkait dgn perencanaan tata ruang → seringkali


perencanaan suatu kegiatan yg menggunakan ruang secara blue print tdk tergambar
secara detail di dlm suatu peta rencana yg dpt menyebabkan pd pelanggaran di dlm
pemanfaatan ruang.
Pemanfaatan Ruang
❑ Pemanfaatan ruang suatu wilayah atau daerah seringkali tdk sesuai dgn peruntukannya yg
ada dlm rencana tata ruang suatu wilayah atau daerah.
❑ Kebutuhan mendesak akan ruang, baik yg disebabkan oleh pengguna ruang ilegal maupun
pemerintah, telah menyebabkan alih fungsi lahan yg tdk terkendali.
❑ Hal ini terkait erat dgn :
Rencana Tata Ruang yg tdk sesuai dgn kebutuhan masyarakat & pemerintah dlm
jangka menengah maupun panjang
Tdk adanya sanksi hukum thdp pelanggaran rencana tata ruang.
❑ Kebutuhan ruang bagi masyarakat & pemerintah (daerah) terutama terjadi di daerah-
daerah yg baru dibentuk sbg akibat pemekaran daerah.

Dlm mengantisipasi kebutuhan masyarakat & pemerintah, perubahan rencana


tata ruang serta suatu peraturan & perundangan yg mengatur tata ruang
seringkali tdk dpt dilaksanakan dgn segera & membutuhkan waktu yg relatif
lama.
Misalnya dlm proses alih fungsi kawasan hutan (produksi maupun lindung) yg
diminta oleh daerah, maka prosesnya harus mengikuti ketentuan yg ada sesuai
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, & proses ini akan
memakan waktu yg cukup lama (hampir satu tahun bahkan lebih).
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian dari penataan ruang digunakan sbg alat utk
menertibkan kegiatan yg akan & atau telah melanggar tata ruang pd jalur yg sesuai dgn muatan
yg tdpt pd produk rencana tata ruang.
Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama yg disebabkan oleh arus urbanisasi
mengakibatkan pengelolaan ruang kota semakin berat.
Selain itu daya dukung lingkungan & sosial yg ada juga menurun, sehingga tdk dpt
mengimbangi kebutuhan akibat tekanan penduduk.
Masalah perekonomian yg menjadi pemicu di dlm pembangunan nasional, menjadikan
berbagai kegiatan pendukung ekonomi menjadi faktor utama di dlm kegiatan embangunan.
Hal tsb berdampak pd maraknya alih fungsi lahan yg dilakukan dlm rangka melangsungkan &
mendukung kegiatan ekonomi.

Kewenangan yg sudah banyak didelegasikan kpd Pemda melalui kebijakan otonomi daerah
& desentralisasi → memberikan kesempatan bagi daerah utk mencari berbagai sumber
pendapatan baru utk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui berbagai
kegiatan ekonomi, termasuk alih fungsi lahan tanpa memperhitungkan keberlanjutannya
dlm jangka panjang.

Salah satu upaya tsb antara lain melalui pemberian perizinan yg tdk sesuai dgn kaidah-
kaidah yg tdpt di dlm rencana tata ruang. Sebagai dampaknya, bentuk pelanggaran-
pelanggaran tata ruang semakin marak terjadi yg dpt mengganggu lingkungan & pd
akhirnya dpt mengakibatkan bencana yg tentunya merugikan bagi masyarakat.
Kelembagaan Penataan Ruang

Kelembagaan penataan ruang mempunyai peranan yg sangat penting di dlm


mensinkronisasikan kegiatan pembangunan dgn rencana tata ruang.
Namun, permasalahan yg terjadi seringkali sulit utk menciptakan
sinkronisasi kelembagaan & hal ini terwujud dlm bentuk konflik penataan
ruang.
Penyebabnya :
Tdk sinkronnya kegiatan antar sektor & antar daerah.
Ego sektoral & daerah masih menjadi masalah utama dlm hal ini.
Konflik kewenangan antar instansi pemerintahan.
Sbg contoh:
konflik antar sektor kehutanan dgn Pemda dlm pemanfaatan
kawasan hutan. Hal ini berdampak pd sulitnya Pemda dlm
melaksanakan penyusunan rencana tata ruang wilayahnya.
Oleh sebab itu, peranan kelembagaan penataan ruang dlm
menjembatani hal tsb sangatlah penting.
Isu Aktual
Isu aktual yg terjadi, seperti yg termuat dlm RPJM Nasional,
diantaranya :
1. Tata ruang Indonedia dlm kondisi krisis, karena pembangunan masih
belum memperhatikan tata ruang dan aspek kebencanaan
2. Konflik penataan ruang provinsi, kabupaten, kota
3. Belum tepatnya kompetensi SDM dlm bidang tata ruang
4. Belum diacu sepenuhnya UUPR dlm pelaksanaan pembangunan
Bbrp Solusi dlm Menghadapi Tantangan Penyelenggaraan
Penataan Ruang & Pembangunan Nasional

1. Penyelarasan implementasi thdp rencana pembangunan dgn rencana tata ruang melalui
mekanisme yg diatur di dlm suatu kebijakan/peraturan.
2. Perlunya sinkronisasi kebijakan antar sektor dan instansi pemerintahan secara hirarki utk
mewujudkan keselarasan program pembangunan.
4. Mewujudkan keterpaduan dan kerjasama pembangunan lintas provinsi dan lintas sektor utk
optimasi dan sinergi struktur pemanfaatan ruang.
Perlunya penyusunan rencana tata ruang yg berkualitas dan menyeluruh.
5. Produk rencana tata ruang daerah harus dibuat sesuai dgn kebutuhan masing-masing
daerah yg selaras dgn visi dan misi daerah.
6. Ketegasan sanksi dan ketetapan hukum sbg alat yg digunakan utk mengendalikan segala
bentuk pemanfaatan ruang.
7. Penyelenggaraan sosialisasi dlm rangka memberikan informasi pentingnya peranan
penataan ruang di dlm pelaksanaan program pembangunan kpd masyarakat.
8. Peningkatan manajemen kelembagaan penataan ruang baik di Pusat maupun di daerah.
9. Mendorong kemitraan secara vertikal dan horisontal yg bersifat kerjasama pengelolaan (co-
management) dan kerjasama produksi (co-production).
10. Mewujudkan konsistensi dlm penyerasian rencana tata ruang dgn rencana pembangunan
antar pemangku pemerintahan, baik pd tingkat legislatif maupun eksekutif.
Lanjutan
Populasi muncul sebagai muara utama dari berbagai persoalan dan isu
pokok mengenai :
Tata ruang,
Sumber daya alam dan
Lingkungan hidup.
Pengendalian tingkat populasi penduduk Jawa Barat yang tinggi serta
persebarannya menjadi faktor utama yg perlu memperoleh perhatian ke depan.

Beberapa poin utama dari arah pembangunan jangka panjang ke depan


sbg bentuk sinergitas antar aspek yg muncul adalah :
Perlunya penyempurnaan kepranataan ke depan, dimulai dari menata pranata,
menyiapkan pranata yg diperlukan, dan memantapkannya .
Pembangunan ke depan harus mengedepankan peran masyarakat, sehingga ke depan
terjalin komitmen yg kuat antara pemerintah, masyarakat, dan swasta/dunia usaha
Perencanaan yg dilakukan harus merupakan perencanaan yg cerdas, cermat thdp
peluang, berupaya mengoptimalkan sumber daya dan pemanfaatannya, memasukkan
faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial secara proporsional.
Utk mewujudkan Daerah sbg provinsi termaju, maka perlu dukungan tata ruang yg
berkelanjutan, berdaya saing, dan berkeadilan, serta pengelolaan SDA dan lingkungan
hidup yg baik.
Strategi –Strategi Serta Tahapan utk Mencapai Arah
Pembangunan Jangka Panjang tsb, al :
a. Tahap menata dan memperbaiki pranata, beberapa strategi yang
muncul adalah:
Menata kembali regulasi, kebijakan dan program ( pengendalian penduduk,
penataan ruang, pengembangan wilayah, pengelolaan SDA dan LH )
Merevitalisasi peran, tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah
Penegakan hukum secara konsisten ( implementasi tata ruang, pelanggaran
lingkungan hidup dan pemanfaatan SDA)
Perencanaan yang berbasiskan ekosistem
Memasukkan analisis risiko bencana dan aspek manajemen bencana dlm
perencanaan pembangunan dan pengembangan wilayah.
Menjaga koordinasi, sinergitas, komitmen, dan konsistensi.
Meningkatkan komunikasi, informasi, dan partisipasi
Melaksanakan check and balance, insentif dan disinsentif, serta reward dan
punishment.
Penguatan kelembagaan untuk penataan ruang serta pengelolaan SDAdan LH
Lanjutan
b. Tahap pembangunan, beberapa strategi yg muncul adalah:
Melaksanakan perencanaan (Ruang, SDA dan LH) yg mampu mengantisipasi
perkembangan permasalahan, peluang secara cermat dan cerdas dgn memanfaatkan
teknologi serta berlandaskan kaidah-kaidah keberlanjutan.
Pemerataan pembangunan dan kesempatan kerja - Penegakan secara menerus dan
konsisten thdp berbagai implementasi pembangunan, serta melakukan kontrol yg
kontinyu.
Menciptakan kemandirian pemanfaatan dan memaksimalkan nilai tambah SDA
Mengoptimalkan pengelolaan SDA dan LH utk pembangunan berkelanjutan.
Mewujudkan pendidikan lingkungan sejak dini, dan memanfaatkan kearifan lokal dlm
pembangunan lingkungan
Meningkatkan penyediaan sarana prasarana pengelolaan dan infrastruktur lingkungan
terpadu.
Pemanfaatan sumber daya perkebunan dlm kaidah fungsi lindung.
Pengelolaan hutan secara bekerkelanjutan.
Pemanfaatan jasa lingkungan (pariwisata ekologi, geopark, eko wisata alam, agrowisata,
dsb)
Meningkatkan ketahanan masyarakat thdp bencana.
Pemanfaatan teknologi ramah lingkungan (utk penyediaan sumber daya air, SDA hayati,
menjaga kualitas udara perkotaan)
Meningkatkan pencadangan energi dan sumber daya alam tidak terbarukan.
Meningkatkan fungsi dan nilai tambah kawasan lindung bagi kesejahteraan masyarakat.
Lanjutan

c. Tahap menjaga dan menatapkan hasil pembangunan yg


telah dicapai, bbrp strategi yg muncul adalah :
Menjaga kemandirian dan keseimbangan pemanfaatan SDA.
Eksplorasi SDA utk melihat cadangannya ke depan.
Konsistensi dan keadilan dlm penegakan hukum, perencanaan, pengawasan dan
pengendalian, penganggaran.
Menjaga komunikasi dan informasi melalui sosialisasi, kemitraan, dan partisipasi.
Menjaga pembangunan berkelanjutan, tetap dlm orientasi coefisiensi,
pengembangan energi alternatif, dan 3R.
Menjaga penataan ruang yg berbasis dinamika pengembangan wilayah, potensi
ekonomi lokal, berpihak kpd pengembangan usaha ekonomi kecil dan
menengah, daya dukung dan daya tampung wilayah.
Menjaga fungsi dan peran kawasan lindung
Mengedepankan pendekatan komunikasi kpd masyarakat
Meningkatkan ketahanan masyarakat thdp kebencanaan, meningkatkan
pengetahuan tentang pengurangan resiko bencana.
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang
Wilayah Kota
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota dilakukan dalam pengembangan
struktur ruang dan pola ruang wilayah agar tujuan penataan ruang wilayah kota
tercapai.
Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana di atas meliputi:
1) Peningkatan peran dan fungsi pusat-pusat pertumbuhan baru maupun pengembangan
peran dan fungsi pusat-pusat pertumbuhan yang sudah ada;
2) Pengembangan struktur ruang berbasis pulau dan kawasan;
3) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan infrastruktur transportasi,
telekomunikasi, energi dan ketenagalistrikan, sumber daya air, persampahan, dan sanitasi
yang terpadu dan sesuai kebutuhan wilayah kota.

Kebijakan dan strategi pengembangan tata ruang dan lingkungan hidup pada dasarnya meliputi:
1) Kebijakan dan strategi pemantapan kawasan lindung;
2) Kebijakan dan strategi pemanfaatan kawasan budidaya; dan
3) Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis kota.
Lanjutan

Rencana tata ruang kawasan perkotaan dan perdesaan yang meliputi lebih dari
satu wilayah Provinsi Daerah Tingkat I berisi kebijaksanaan yang memberikan
arahan pengelolaan kawasan dan arahan pengembangan sistem pusat
permukiman, sistem prasarana wilayah, dan arahan kebijaksanaan tata guna
tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lain,
sumber daya buatan memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia.

Strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara termasuk


kawasan tertentu dirumuskan dengan mempertimbangkan kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta data dan informasi dari berbagai pihak untuk
terciptanya upaya pemanfaatan ruang secara berhasil guna dan berdaya guna,
terpeliharanya kelestarian kemampuan lingkungan hidup, dan terwujudnya
keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Negara Jepang, Korea, Belanda, Denmark dan Spanyol
❑ Kebijakan penataan ruang di Jepang menggunakan pendekatan pengklasifikasian tata
ruang menjadi hanya dua kelompok besar kawasan yaitu kawasan untuk direncanakan
masa sekarang dan kawasan yg diperuntukan untuk masa depan.
❑ Kebijakan penataan ruang ini dikuti oleh kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang
melalui mekanisme perizinan pemanfaatan ruang. Jadi jangan harap pemerintah
mengabulkan permohonan izin lokasi atau izin bangunan untuk lokasi yang
peruntukannya untuk masa depan.
❑ Tata ruang di Jepang menyiapkan lahan untuk peruntukan generasi yg akan datang.

Negara Taiwan
❑ Kebijakan di negara ini sama dengan negara Jepang dimana ruang diklasifikasikan
peruntukannya untuk masa sekarang dan masa depan.
❑ Dalam penyusunan tata ruangnnya negara Taiwan pun menerapkan demokratisasi dan
dekonsentrasi perencanaan, dimana ada pembukaan kesempatan bagi partisipasi
warga untuk turut serta urun rembug memberikan masukan koreksi pada tahapan
proses perencanaan tata ruang.
Lanjutan
Negara Italia

❑ Pokok pengaturan penataan ruang didominasi aspek pengaturan pengendalian


kepadatan bangunan, ketinggian bangunan, jarak antar gedung, rasio peruntukan
kawasan pemukiman, komersial dan ruang publik.
❑ Selain itu perencanaan penataan ruang negara ini membuka peluang bagi
masyarkat untuk memberikan masukan.

Negara Swedia

❑ Penataan ruang mengatur empat jenis rencana: rencana wilayah provinsi/


regional, rencana induk (master plan), rencana kawasan perkotaan, dan
rencana bangunan.

Negara Inggris

❑ Dengan menerapkan pendekatan kekuasaan untuk melindungi apa yang


mereka tetapkan sebagai kawasan khusus yang terlarang untuk
direncanakan atau dimanfaatkan oleh non pemerintah.
❑ Undang-undang penataan ruang mengklasifikasikan rencana tata ruang
menjadi rencana struktur (makro, tataran nasional) dan rencana lokal.
Lanjutan

Negara Amerika Serikat


❑ Negara Amerika belum mempunyai tradisi yg kuat dlm penataan ruang, akan
tetapi setiap negara bagian sudah mempunyai peraturan dlm penataan
ruang.
❑ Penataan ruang didasarkan berdasarkan zona-zona yang dibuat oleh
pemerintah.
❑ Pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap kawasan konservasi
dan area-area perlindungan sumber-sumber daya alam dan keindahan
pemandangan merupakan kewenangan pemerintah negara bagian
sepenuhnya.

Bagaimana di INDONESIA ???


Kebijakan Lingkungan dan Tata Ruang

Konsepsi
Konsepsi dasar dari AMDAL adalah “Sustainabilitas
lingkungan”, dalam konteks tetap terpeliharanya
keseimbangan antara lingkungan sebagai sumberdaya
alam dan manusia sebagai pengguna.

Salah satu elemen utama sebagai kunci sustainabilitas


lingkungan adalah “siklus hidrologi”
SIKLUS HIDROLOGI
Lanjutan

Tanpa ada campur tangan manusia, maka :


▪ Hutan alami tetap terpelihara (habitat flora–fauna)
▪ Air bawah tanah tidak terganggu
▪ Kualitas udara tetap terjaga
▪ Erosi tanah minimal
▪ Rantai makanan tak mengalami gangguan/ terputus

Empat Komponen Utama Konsep Pembangunan Manusia :


▪ Produktivitas
▪ Pemerataan
▪ Berkelanjutan
▪ Pemberdayaan

Berkelanjutan :
✓ Akses ke peluang harus dipastikan tdk hanya utk generasi sekarang, tapi juga
bagi generasi yg akan datang
✓ Semua bentuk modal baik fisik, manusia, maupun lingkungan harus selalu
dipelihara dan dibarukan
Lanjutan

Asas Penyelenggaraan Penataan Ruang


• Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya
guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan.
• Keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.

Kebijakan Tata Ruang


Pemberian kesempatan kepada masyarakat utk berperan aktif dlm
berbagai proses penyelenggaraan pembangunan, termasuk di dlmnya
proses penataan ruang.
Penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam
Pembangunan Permukiman Perkotaan yang
Berkeadilan, Berwawasan Lingkungan, dan
Berkelanjutan

Pelanggaran penerapan rencana tata ruang wilayah yang terjadi telah


menimbulkan kerusakan pada kelestarian lingkungan hidup dan bagaimana solusi
yang telah dan akan dilakukan untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan.
Pembangunan permukiman perkotaan sepatutnya dilakukan berdasarkan rencana
tata ruang wilayah yang mengandung prinsip keadilan dan berkelanjutan dalam
tujuan negara kesejahteraan.
Pada tataran normatif, penerapan prinsip keadilan dan prinsip pembangunan
berkelanjutan dalam perencanaan dan penerapan tata ruang permukiman
perkotaan belum sepenuhnya dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pada tataran praktikal, masih terjadi pelanggaran dan tidak dilaksanakan
ketentuan rencana umum tata ruang dan ketentuan UUTR baik yang dilakukan
oleh Pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat sehingga sangat diperlukan
kerjasama antara stakeholder tersebut.
Lanjutan

Penyelenggaraan penataan ruang masih dihadapkan pada berbagai kendala,


seperti :
Rendahnya kualitas rencana tata ruang
Masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap tata ruang
Lemahnya penerapan dan penegakan hukum atas pelanggaran tata ruang
Belum terjalinnya koordinasi yg baik antar tingkat pemerintahan.

Kondisi ini, mungkin mampu memberi gambaran akan berbagai langkah


pembangunan yg selayaknya dilakukan ke depan, melalui berbagai kebijakan
pembangunan jangka panjang.
Berbagai hal yg perlu dipikirkan jauh ke depan :
Bagaimana pola penataan ruang ke depan ?
Sarana prasarana dan infrastruktur apa yg ingin dibangun ?
Intervensi teknologi seperti apa utk menjaga cadangan SDA ?
Bagaimana melakukan efisiensi pemanfaatan SDA ?
Bagaimana memberi nilai tambah atas SDA melalui proses industri yg ramah
lingkungan ?
(1) Prinsip manajemen kota
(2) Integrasi kebijakan
(3) Berpikir ekosistem
(4) Kemitraan

Harmonisasi Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan


dalam Penataan Ruang

1. Menemukan kembali struktur dan pola penataan ruang yg ideal.


2. Pengembangan SDM Stakeholders pembangunan.
3. Mengembangkan kebijakan-kebijakan pendukung instrumen.
4. Mempromosikan partisipasi publik dan kemitraan.
Lanjutan

Pertanyaan :
Bagaimana pola tata ruang utk kehutanan? Apakah konsisten atau tdk
konsisten? hal ini terlihat dgn konversi lahan yg terus terjadi
Climate change harus menjadi perhatian, bagaimana merencanakan
tata ruang yg ada sehingga tdk berpengaruh besar thdp climate
change ?
Apakah pembagian lahan yg dilakukan BPN sudah terintegrasi dan
sinergis dgn rencana tata ruang yg ada ?
Sampai seberapa jauh perencanaan kita ?
Sampai sejauh mana produk perencanaan tata ruang dilaksanakan ?
Sampai sejauh mana pelaksanaaan koordinasi antara Provinsi, kab,
dan kota ?
Sampai sejauh mana memadukan produk perencanaan sektoral ?
Sampai sejauh mana produk tata ruang di ketahui oleh masyarakat
Lanjutan

Bagaimana seluruh kegiatan pembangunan saat ini


memberikan jaminan utk kelanjutan kehidupan di
masa datang.
Pertanian harus jadi Agroindustri dan agrobisnis, dan
tdk semua orang berkecimpung di pertanian (on
farm). Bagaimana bisa menampung jumlah penduduk
yg sedemikian besarnya. Pembatasan penduduk dgn
KB masih harus dijalankan. Transmigrasi dlm era
otonomi apakah masih bisa?
Produk TR harus mengacu pd produk RUU pemerintah
pusat
Lanjutan

Perencanaan harus
berbasiskan ekosistem,
yaitu dengan
mengintegrasikan hulu,
tengah, hilir, sampai
pesisir.
Mewujudkan Tata Ruang yang Berkualitas dan Berkelanjutan
Dalam rangka peningkatan kualitas perencanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup
di masa mendatang agar dapat berkelanjutan, rekomendasi yang diusulkan :
a) Agar pengelolaan dan tata ruang tdak lagi dilihat sebagai management of growth atau
management of changes melainkan lebih sebagai managemant of conflicts, maka orientasi
tujuan jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan dengan pemecahan masalah jangka
pendek yang bersifat inpremental.
b) Mekanisme development control yang ketat agar ditegakan, lengkap dengan sanksi (dis insentif)
untuk yang melanggar dan bonus (insentif bagi mereka yang taat pada peraturan).
c) Penataan ruang kota secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model participatory
planning dan over-the-board planning atau perencanaan lintas sektoral sudah dilakukan secara
konsekuen dan berkesinambungan.
d) Kepekaan sosial-kultural para penentu kebijakan dan para profesioanal khususnya di bidang tata
ruang kota dan LH seyogyanya lebih ditingkatkan melalui forum-forum pertemuan/
diskusi/ceramah/publikasi, penataran dan pelatihan baik secara formal maupun informal.
e) Dalam setiap perencanaan tata ruang kota dan pengelolaan lingkungan hidup agar lebih
diperhatikan perihal kekayaan khasanah lingkungan alam termasuk iklim tropis yang bersahabat,
yang selain akan memberikan kenyamanan biologis tersendiri juga kan lebih menghemat energi
(BBM maupun listrik) yang sekatang sudah semakin mahal.Selain itu sepatutnya segenap pihak
mencurahkan kepedulian yang tinggi terhadap warisan budaya yang beberapa waktu terakhir ini
cenderung dilecehkan.
f) Peran serta penduduk dan kemitraan dengan swasta agar lebih digalakan untuk bisa
memecahkan masalah tata ruang kota dan pengelolaan lingkungan hidup dengan prinsip win-
win solution, tanpa ada yang merasa terlalu dirugikan.
Lanjutan
Partisipasi Publik

❑ Sebuah komponen kunci dari proses perencanaan tata ruang adalah


partisipasi masyarakat.
❑ Meskipun telah terdapat Peraturan Pemerintah nomor 68/2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang, namun
Peraturan Pemerintah ini oleh beberapa kritikus dianggap belum
diturunkan dan dirinci dalam aturan yang lebih teknis di tingkat
kementerian. Hal ini dikuatirkan akan berpengaruh terhadap
implementasi peran masyarakat dan perencanaan maupun pengendalian
pemanfaatan ruang.
❑ Di sisi lain, peluang aspirasi masyarakat secara teknokratik bottom up
dilakukan dalam sebuah proses Musrembang (Musyawarah Perencanaan
Pembangunan), dalam proses ini pemangku kepentingan pemerintah dan
masyarakat berdiskusi dan mencapai kesepakatan tentang kebijakan
pengembangan masyarakat.
Lanjutan
Pemerintah kabupaten/kota harus menggunakan hasil dari proses musrenbang, bersama
dengan rencana sektoral, untuk menghasilkan rencana pembangunan daerah &
mengalokasikan sumber pendanaan utk melaksanakan ini.
Rencana kabupaten kemudian dipertimbangkan dalam proses musrenbang tingkat provinsi,
hasil yang akan digunakan dalam rencana pembangunan provinsi, dan selanjutnya proses
anggaran nasional.
Untuk mendorong agar partisipasi publik dan masyarakat meningkat, maka masyarakat
harus mengetahui informasi terkait dengan rencana pemerintah.
Dalam hubungannya dengan tata kelola hutan dan lahan, masyarakat secara khusus yang
berbatasan dgn hutan, harus memiliki indormasi kehutanan yg merupakan salah satu
informasi penting yg seharusnya terbuka utk publik.

Hak warganegara untuk mendapatkan informasi (di luar informasi penting dan rahasia),
telah diatur dan merupakan inti dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Dalam Undang-Undang ini setiap badan publik berkewajiban untuk membuka akses bagi
setiap pemohon warga negara maupun badan hukum di Indonesia untuk mendapatkan
akses informasi.
Perkecualian adalah untuk beberapa informasi yang memang dikecualikan karena dapat
membahayakan negara, perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat, hak pribadi,
rahasia jabatan, dan informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan
oleh badan publik.
Upaya Mengatasi Permasalahan
Penerapan Tata Ruang di Indonesia
1. Peningkatan Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang
➢ Pembangunan wilayah memerlukan penataan ruang yang berjalan baik dengan
keterlibatan masyarakat.Menempatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan dapat
mendorong efektivitas proses penataan ruang.Pemerintah bertindak sebagai fasilitator
dalam proses penataan ruang.Dengan demikian,masyarakat tidak merasa mendapat
tekanan atau paksaan dalam proses pembangunan akibat kurang pemahaman.
2. Penguatan Kerja Sama Pemerintah Daerah
➢ Penataan ruang antardaerah harus saling terintegrasi.Hal ini dilakukan terutama pada
wilayah perencanaan yang melewati beberapa daerah administrasi.Misalnya pada
permasalahan banjir di perkotaan yang harus diselesaikan dengan upaya terpadu antara
kawasan hulu sampai hilir.Kerja sama dan komunikasi antardaerah harus berjalan dengan
baik.Dengan demikian,produk penataan ruang yang dihasilkan bersifat komperehensif dan
menjawab permsalahan wilayah.
3. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia untuk Penataan Ruang
➢ Permasalahan kurangnya tenaga ahli di bidang penataan ruang harus diatasi dengan
menambah dan meningkatkan kualitas SDM.Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan
memberikan arahan dan alternatif solusi teknis sesuai permsalahan penataan ruang di
setiap daerah.Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini juga harus didukung dengan
pendampingan saat proses pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Next …..
Copyright © 2024

e-mail :
zulkifli@lecturer.unri.ac.id
zulkifli69.ik@gmail.com
Hp / WA : 085278862369

Anda mungkin juga menyukai