Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU MANAJEMEN PERKOTAAN

LIVEABLE CITIES THE BENEFITS OF URBAN ENVIRONMENTAL PLANNING


A Cities Alliance Study on Good Practices and Useful Tools

Yosua Rama Mada Krisna P.


16/397560/GE/08439
Dosen Pengampu : Dr. Dyah Widiyastuti, MCP.
Mahasiswa Jurusan Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

PERTANYAAN

1. URBAN SUSTAINABILITY MULTIPLIER


disebut juga sebagai suatu proses di mana kepadatan penduduk yang dikatakan tinggi
didalam lingkungan kehidupan perkotaan secara signifikan memberikan suatu
pengaruh yang menyusutkan jejak ekologis per kapita dengan mengurangi energi dan
kebutuhan material. Hal tersebut di ungkapkan oleh (Rees, 2003).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYA :


a. Kepadatan penduduk yang tinggi, membuat suatu permintaan atas lahan di suatu
kota menjadi semakin tinggi. Di sisi lain, lahan akan semakin menyusut.
b. Biaya per kapita yang lebih rendah (kecil) dari penyediaan air secara umum (PAM),
sistem saluran pembuangan, sistem pengumpulan sampah, dan sebagian besar
bentuk infrastruktur dan fasilitas umum/publik.
c. Tingginya proporsi tempat tinggal keluarga ganda, yang mengurangi konsumsi per
kapita dari bahan bangunan dan infrastruktur layanan
d. Meningkatkan minat dalam bentuk perumahan kooperatif dengan fasilitas angkutan
massal, yang mengurangi permintaan untuk peralatan individu dan mobil pribadi.
e. Akses mudah ke kebutuhan hidup dan fasilitas perkotaan dengan berjalan kaki,
bersepeda, dan angkutan umum, ini semakin mengurangi permintaan untuk mobil
pribadi, sehingga menurunkan konsumsi energi fosil dan polusi udara (Rees, 2003).

Mengesampingkan sebuah pelayanan penting yang ditawarkan oleh lingkungan,


bagaimanapun juga, Sebuah Kota cenderung untuk mempertimbangkan faktor lingkungan
sebagai sebuah faktor tambahan yang dijalankan untuk membantu strategi ekonomi dan
strategi spasial, atau dikatakan bahwa lingkungan sebagai sesuatu permasalah yang dapat
ditangani melalui pemrograman infrastruktur pada permukiman berdasarkan standar
teknik sipil konvensional (Cities Alliance, 2006).
Contoh : Fora de Risco: Good Environmental Results from a Housing Programme in
Brazil
2. KETERKAITAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN
Dalam pengelolaan lingkungan dibutuhkan ekologi manusia (Soemarwoto, 1997:20)
yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya.
Ekologi manusia disatu pihak dapat dilihat sebagai bagian dari autekologi, yaitu ekologi
dari spesies tunggal (homo sapiens). Saat manusia dilihat sebgai makhluk sosial maka
ekologi manusia dapat menggunakan sinekologi sehingga ekologi manusia bersifat
sebagai social. Ekologi manusia adalah studi yang mengkaji interaksi manusia dengan
lingkungan. Sebagai bagian dari ekosistem, manusia merupakan makhluk hidup yang
ekologik dominan. Hal ini karena manusia dapat berkompetensi secara lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (Hadi, 2000). Perkembangan manusia menurut Kline
(1997) dalam Bianpoen (2002) memerlukan 6 faktor yaitu:
1. Lingkungan yang serasi
2. Jaringan sosial dalam masyarakat
3. Kecukupan ekonomis
4. Lingkungan buatan (human settlement) yang aman
5. Keadilan sosial
6. Keberlanjutan ekologis

Pengembangan kualitas hidup manusia meliputi kualitas fisik dan non-fisik. Dahlan &
effendi (1992) dalam KMNLH (1997), membagi pengembangan kualitas hidup manusia
non-fisik menjadi 6 aspek yaitu:
1. Kualitas kepribadian (kecerdasan, kemandirian, kreatifitas, ketahanan mental)
2. Kualitas masyarakat (kesetiakawanan sosial dan keterbukaan)
3. Kualitas berbangsa (kesadaran berbangsa)
4. Kualitas spiritual (religious dan moralitas)
5. Wawasan lingkungan
6. Kualitas kekaryaan (perwujudan aspirasn dan pengembangan potensi diri)

PERAN PEMERINTAH DALAM KOTA BERKELANJUTAN


Menurut Girardet dalam (Muluk, 2017), kota berkelanjutan adalah kota yang
memungkinkan semua warganya memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan
kesejahteraannya, tanpa menurunkan kondisi lingkungan alam atau kehidupan orang lain,
di masa kini dan di masa depan. Dalam membentuk kota berkelanjutan dibutuhkan
pedoman dalam pengimplementasikan pembangunan berkelanjutan, yaitu dengan
diputuskannya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 yang memuat pembangunan
kota berkelanjutan, yaitu terdapat pada poin kesebelas yang berbunyi menjadikan kota dan
permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Dengan menjadikan kota dan
permukiman inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan salah satu harapannya adalah
meminimalisir dampak buruk dari pembangunan yang terjadi pada saat ini dan
mengtransformasikan dunia yang lebih baik. Selain itu dalam perspektif pemerintah dan
masyarakat harapanya adalah semakin tinggi angka harapan hidup masyarakat kota di
masa sekarang dan masa yang akan mendatang.
Selanjutnya dalam membentuk sustainable and resilent city dibutuhkan kerjasama
antar stakeholders yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam merumuskan
perencanaan wilayah/kota yang berkelanjutan terdapat beberapa isu yang harus
diperhatikan menurut Wheeler dalam (Muluk, 2017). Isu-isu tersebut antara lain:
1. Pengelolaan pertumbuhan dan perencanaan tata ruang
2. Transportasi
3. Perlindungan dan restorasi lingkungan, ruang terbuka hijau
4. Kesetaraan dan keadilan
5. Pengembangan ekonomi
6. Zonasi dan perijinan pemanfaatan ruang
7. Perencanaan kota, perencanaan lanskap
8. Bentuk perkotaan (kepadatan, compact, mixed-use development)
9. Kesehatan masyarakat
10. Perumahan
11. Penggunaan energi dan sumberdaya
Implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia dapat dikatakan baru
terealisasi, mengingat baru diputuskannya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017
mengenai SDGs sebagai pedoman pemerintah dalam pengimplementasian pembangunan
berkelanjutan. Akan tetapi sebelum diputuskannya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun
2017 tersebut pemerintah DKI Jakarta telah membuat kebijakan yang mengarah pada
pembangunan berkelanjutan. Tidak hanya kebijakan akan tetapi terdapat beberapa
pembangunan yang sudah menerapkan prinsip-prinsip dari Sustainable Development
Goals (SDGs). Selain itu dalam penerapan SGDs di Jakarta dari keseluruhan stakeholders
terdapat kurang pemahaman akan pentingnya implementasi SDGs, yaitu dari segi
masyarakat. Masyarakat Jakarta tidak sepenuhnya paham akan pentingnya penerapan
pembangunan berkelanjutan ini. Hal ini menjadi tugas dari pemerintah untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan SDGs. Sehingga harapannya para stakeholders
dapat saling memaksimalkan dan mendukung akan implementasi dari Sustainable
Development Goals di Jakarta. Selain itu tugas lain dari pemerintah adalah lebih
memperhatikan pembangunan resilent city dan penerapan dari sustainable construction.
Hal ini dilakukan mengingat pengimplementasian resilent city dan sustainable
construction sudah dibutuhkan di wilayah Jakarta yang terkenal dengan sesak, padat, dan
pembangunannya kurang ramah lingkungan. Selain itu dengan mengimplementasikan
resilent city dan susutainable construction dapat meningkatkan pembangunan
berkelanjutan di Jakarta. Tidak hanya itu pemerintah juga seharusnya mengevalauasi dari
penerapan pembangunan berkelanjutan. Hal ini diperlukan untuk dapat menilai sejauh
mana efektifitas dan efisiensi dari penerapan Sustainable Development Goals di Jakarta.
Prinsip utama agenda pembangunan berkelanjutan adalah inklusi dan partisipasi. Selain
konsultasi, berbagai platform dibutuhkan di tingkat nasional dan daerah yang akan
mempertemukan pemerintah, penanam modal, perusahaan, filantropi, masyarakat madani
dan akademisi dan mendorong kemitraan nyata.

3. STUDI KASUS DARI UNEP


Lokasi : Bohol, The Philippines
Tujuan : Integrated Development Plan, Medium Term Development Plan, Programme
Framework on Poverty Reduction

Point penting yang bisa di ambil dari studi kasus di Bohol, Filipina adalah :
1. Bohol menunjukan bahwa ada keterkaitan antara kemiskinan dengan manusia yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
2. Penduduk di Bohol terlalu bergantung kepada hasil lingkungan, pertanian, dan
sektor perikanan (memancing) namun daerah tersebut memiliki permasalahan
lingkungan, sanitasi yang buruk, daerah yang rawan akan bencana, kesehatan, dan
pertumbuhan SDM yang kurang memiliki nutrisi di masa lalu.
3. Pemerintah di Bohol, mulai untuk mencari cara agar kota tersebut dapat keluar dari
kemiskinan. Cara nya adalah dengan melakukan evaluasi RPJM 1993-2004 dan
RPJP 2004-2005 untuk dilakukan penyusunan rencara jangka menengah tahun
2005-2009.
4. Perencanaan di Bohol 2009 berdasarkan MDGs, oleh karena itu sektor pariwisata
dan SDM nya mulai di benahi. Khusus untuk SDM, pemberian nutrisi pada balita
sudah dilakukan agar mengurangi angka kematian.
5. Kerjasama yang dilakukan oleh Bohol, berdampak kepada kebijakan yang ada di
Filipina. Oleh karena itu, Kebijakan baru di rumuskan dengan jangka pendek dan
jangka panjang oleh pemerintah pusat, dan kerjasama tersebut sampai ke bohol.
Kebijakan tersebut menjadikan kota bohol mendapatkan predikat kota baik dari
dunia internasional dan pembenahan di sektor formal – informal pun terus di
lakukan agar menjadi kota yang bersih dari korupsi, serta mulai untuk tidak
ketergantungan terhadap SDA.
PENERAPAN NYA DI KOTA INDONESIA
Penerapan yang ada di kota-kota bahkan level Provinsi di Indonesia mengacu kepada
Rencana Jangka Panjang Nasional yang di keluarkan oleh Bappenas. Di bohol, sekolah-
sekolah Vokasional dan SMK sudah mulai di terapkan. Sama seperti hal nya di indonesia,
adanya sekolah Vokasi di UGM maupun sekolah-sekolah ekstensi di UI, UNDIP dan ITB
juga memberikan sumbangsih kepada pendidikan di Indonesa.

Gambar 1. Rencana Jangka Panjang Visi Indonesia 2045

Gambar 2. Kerjasama di Indonesia dengan N-Helix

Di kota-kota Indonesia, saat ini pertumbuhan penduduk dan juga arah perputaran ekonomi
masih cenderung berada di Provinsi Jawa dan Sumatera. Oleh karena itu di Kota-Kota
indonesia saat ini sudah mulai untuk melakukan kajian mengenai pemberdayaan SDM
dan SDA yang efektif untuk menghadapi Ekonomi Global. Salah satu nya adalah dengan
pengembangan daerah berbasiskan sumber daya alam yang dimiliki daerah nya masing-
masing.

Gambar 3. Target Pertumbuhan di Provinsi-Kota di Indonesia

REFERENSI
Panuluh, S., & Fitri, M. R. (2016). Perkembangan Pelaksanaan Sustainable Development
Goals (SDGs) di Indonesia. Retrieved from www.infid.org

Purnomo, E. P. (2010). The Stakeholders’ Analysis and Development Indicator of


Sustainability on The Community Project, 1–19.
https://doi.org/10.2139/ssrn.1818584

http://www.id.undp.org/content/indonesia/id/home/presscenter/articles/2018/sdgs-di-
indonesia--2018-dan-setelah-itu

https://www.researchgate.net/publication/325312873_Implementasi_Sustainable_Develop
ment_Goals_SDGs_dalam_Pembangunan_Kota_Berkelanjutan_di_Jakarta

www.bappenas.go.id

Anda mungkin juga menyukai