Nim 16/397560/GE/08439
Mata Kuliah [GPW4206] Perencanaan Desa
Dosen Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc.
Pengampu
Hari/Tanggal Senin, 21 September 2020
Resume Artikel Ellis & Biggs (2001)
Sumber Ellis, Frank and Biggs, Stephen, 2001. Evolving Themes in Rural
Development 1950s2000s. Development Policy Review, 2001, 19
(4): 437-448.
Tahun 1950 :
Pada tahun 1950 pemikiran-pemikiran mengenai perencanaan perdesaan dimulai dengan
melihat keadaan pada negara berkembang dan negara-negara berekonomi rendah
(miskin).
Semua dimulai dengan memperkenalkan Pengembangan Masyarakat (Community
Development). Kemunculan Pengembangan masyarakat dimulai karena banyaknya
stigma bahwasanya perdesaan adalah bagian yang paling sulit untuk dijangkau oleh
pemerintah, muncul bahwa masyarakat diperdesaan adalah mereka (petani) yang
memiliki mental malas dan terbelakang. 1950 adalah awal mula dimana negara-negara
memulai kembali rekonstruksi dalam negeri pasca perang, dimana banyak negara mulai
memperbaiki kondisi sosial, terutama ekonomi negara. Pada mulanya banyak negara-
negara maju yang mulai memberikan pinjaman kepada negara-negara terdampak
perang, yang mana memicu lahirnya International Bank for Reconstruction &
Development sebagai bank donor bagi negara yang membutuhkan pinjaman dalam
jangka panjang, Bank tersebut nantinya menjadi cikal bakal berdirinya World Bank
dimasa mendatang. Adanya donor tersebut dimanfaatkan salah satunya untuk
memperbaiki sektor pertanian yang saat itu sangat terbelakang, karena masih sangat
tradisional dan tidak memperhatikan faktor kesejahteraan pekerja (petani). Pada era
1950an pun mulai dicetuskan pedoman-pedoman untuk mengembangkan perdesaan
dengan memperhatikan pendekatan model ekonomi yang bermula dari pertanian
tradisional dan petani tradisional yang berkelompo-kelompok kecil. Model ekonomi
tersebut kemudian dikatakan sebagai model ekonomi dualis yang memprakarsai
moderenisasi.
Tahun 1960 :
Modernisasi pertanian dimulai sejak tahun 1950 hingga 1960an dimana pendekatan
pertanian yang semula sangat tergantung kepada cara-cara tradisional kemudian
dikenalkan dengan dunia industri. Ini berawal dari pendekatan-pendekatan transformatif
yang dilakukan pada perdesaan, menyebabkan pertumbuhan perdesaan menjadi populer
dimasyarakat dengan ditujukannya peningkatan pada sektor pertanian dan non
pertanian. Sektor pertanian dan non pertanian pun menjadi sektor yang menopang
daerah-daerah perkotaan dengan adanya mobilitas masif barang hasil pertanian dari desa
ke kota.
Pendekatan tersebut kemudian berubah menjadi perspektif bahwa pertanian yang
memiliki lahan luas maka dapat meningkatkan efektifitas penggunaan sumberdaya alam
dengan intervensi teknologi yang modern, dibandingkan dengan pertanian lahan terbatas
yang di intervensi oleh teknologi modern.
Pemikiran modernisasi perdesaan tidak sebatas Mekanisasi pada sektor pertanian saja,
namuan perkembangan pertanian menyentuh pada sektor lahan dan teknologi,
manajemen pada sumberdaya manusia (buruh), modal, pasar, pangan, dan melahirkan
industri-industri baru yang berkembang di negara-negara berkembang dan
berpendapatan rendah.
Tahun 1970 :
Pembangunan pertanian masih mengedepankan buruh petani yang bekerja dengan
kelompok-kelompok kecil namun sudah mulai terintegrasi antara desa-desa. Teori-teori
dan pendekatan yang berkembang secara tidak langsung berangkat dari ide untuk
memenuhi “kebutuhan dasar” berupa pangan, serta berangkat dari pertumbuhan yang
terdistribusi kepada masyarakat secara luas. Pada tahun-tahun ini dikenal dengan
kebijakan pembangunan desa terpadu yang dimaksudkan untuk mendalami peran serta
daripada desa terhadap kemiskinan secara khusus, tidak mencampurkannya kepada
pertanian.
Tahun-tahun 1970 banyak terjadi debat dan perbedaan pendapat daripada para ahli yang
mencoba merumuskan masalah ini, tidak terkecuali kepada peneliti yang condong pada
ideologi marxist dan neo-marxist. Secara khusus pertentangan tersebut disebabkan oleh
adanya ide-ide politik ekonomi pada pertanian dan agraria. Banyak hal telah terjadi
pada tahun 1970an, diantaranya adalah ; 1. Pendekatan transformasi, 2. Transfer
teknologi, 3. Mekanisasi, 4. Penyuluhan pertanian, 5. Pertumbuhan dari agraria dan
pertanian, 6. Dicetuskannya revolusi hijau, 7. Petani yang mulai berfikir rasional.
Tahun 1980 :
Pemikiran pendekatan pertanian berkelanjutan masih dicetuskan dan terus terjadi
perdebatan yang menyinggung oligarki dan kapitalisme yang disebabkan oleh
kekuasaan, sekat pada kelas-kelas buruh dan pemilik lahan, diferensiasi sosial, dan
pengaturan agraria yang didorong oleh tekanan penguasa politik yang masih
mementingkan kapitalis. Revolusi hijau masih terus digalakan dengan mengembangkan
pembangunan desa terpadu yang mengambil tema besar pembangunan berupa
Pengentasan Kemiskinan. Perdebatan-perdebatan tersebut menghasilkan suatu kajian
yang dinamakan sebagai Farming System Research (FSR) yang bermanfaat bagi petani-
petani kecil yang memiliki lahan terbatas agar dapat memanfaatkan lahannya secara
optimal. Menimbulkan banyaknya pendekatan yang mengacu kepada Rapid Rural
Appraisal (RRA) yang membantu pertanian dalam meningkatkan produktifitasnya
dalam menghadapi liberalisasi pasar sebagai kebutuhan pangan dan pemerintah dalam
menetapkan kebijakan agraria. Liberalisasi pasar ini terjadi karena adanya evolusi dari
tahun 1960-1970 dimana pembangunan perdesaan masih dibawah negara, dan memicu
munculnya liberalisasi dan pasar bebas.
Tahun 1990 :
Tahun ini dikenal sebagai dicetuskannya banyak pendekatan yang mengacu kepada
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, proses, dan pendekatan secara tokoh/aktor
dalam merumuskan kebijakan oleh pemerintah. Tema besar yang diangkat pada 1990an
adalah Sustainable Livelihoods Approach (Carney, 1998) dikarenakan memunculkan
banyak pendekatan-pendekatan yang diaplikasikan sebagai pedoman dalam
pembangunan desa berkelanjutan baik dalam pedoman dan praktik disuatu negara. Ide
tersebut tidak lepas dari perkembangan tahun-tahun sebelumnya yaitu oleh (Chambers,
1983; Chambers and Conway, 1992; Bernsteinet al., 1992), dan dari tema besar
pengentasan kemiskinan di tahun 1980an (Sen, 1981; Swift, 1989).
Tema besar pengurangan tingkat Kemiskinan berangkat dari tema pada tahun 1980
(Pengentasan Kemiskinan), dikarenakan populasi yang mulai berkembang sangat pesat
maka pendekatan untuk mengurangi kemiskinan mulai diarahkan kepada peran serta
daripada gender (wanita) untuk ikut ambil andil dalam bidang pengembangan
masyarakat, adanya riset dan pengembangan perdesaan ditujukan untuk
mengembangkan suatu proses ketimbang produk. Munculnya lembaga swasta dan NGO
secara masif juga sebagai bentuk daripada partisipasi masyarakat yang dikembangkan
dari sistim RRA (participatory rural appraisal) dan PLA (participatory learning and
action). Banyak pendekatan dan penelitian yang mulai mengarah kepada ketahanan
pangan dan pengurangan kemiskinan, dukungan ini juga karena negara banyak
menghadapi pasar bebas dan mulai diperhatikannya nilai dari suatu barang bernilai
ekonomi agar mendapatkan harga yang sesuai dengan nilai tukar ekonominya. Fokus
kepada mata pencaharian yang berkelanjutan menjadi pola pikir baru pada tahun 90an.
Tahun 90an dapat dijelaskan dengan mengutip dari kalimat “pertumbuhan ekonomi
nonpertanian tergantung pada vitalitas ekonomi pertanian; tanpa pertumbuhan pertanian
di daerah pedesaan, memperbaiki kemiskinan adalah tugas yang mustahil” (Singh,
1990: xix).
Tahun 2000 :
Ellis (2002) berpendapat bahwa teori-teori yang dikembangkan sejak tahun 50an
mencondongkan diri kepada pertanian, dan petani kecil dianggap sebagai aktor
pendorong ekonomi secara rasional, dan petani kecil mampu membuat keputusan
pertanian yang efisien (Schultz, 1964). Pendapat tersebut berkembang dan dimantapkan
oleh (Lipton and Longhurst, 1989) yang berpendapat bahwa petani kecil memiliki
kemampuan sama mampunya dengan petani besar, karena persamaan yang
memanfaatkan varietas tanaman berbuah tinggi karena input (benih, pupuk, air) yang
diperlukan untuk budidaya yang sukses adalah input yang seimbang dan berkualitas.
Penutup :
Perdesaan menjadi salah satu fokus pada sektor pembangunan terutama bagi
negara-negara berkembang, pengentasan kemiskinan perlu difokuskan mulai dari sektor
pemerintahan hingga lintas sektor agar terjadi korelasi yang kongkrit. Saat ini perdesaan
selalu dipandang hanya pada sektor pertanian saja, bahkan pendanaan dari pemerintah
hingga lembaga-lembaga internasional selalu terfokus pada sektor pertanian seperti riset
pertanian, pembenihan, dsb. Untuk itu perlu dibuka kembali ruang untuk pengembangan
potensi pada perdesaan seperti membuka ruang-ruang mobilitas, ruang perdagangan
yang lebih luas, membuka usaha-usaha seperti start-up yang menggunakan teknologi,
mengurangi kesulitan kredit dan hambatan ekonomi bagi usaha kecil dan menengah,
dan membuka ruang untuk membuka usaha diluar sektor pertanian.