DOSEN PENGAMPU :
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
Ni Luh Nyoman Tri Putri (2007511171)
I Made Bagus Arimanu Dwipayana (2007511178)
ii
ABSTRAK
Tingginya pertumbuhan penduduk yang diimbangi dengan padatnya aktivitas
perekonomian umat manusia berdampak pada berkurangnya kelestarian sumber daya
alam dan peningkatan kerusakan lingkungan hidup yang terjadi terus menerus. Hal
tersebut akan berdampak buruk bagi keberlangsungan kehidupan makhluk hidup.
Diperlukan kebijakan dan hukum lingkungan untuk mengatasi hal tersebut. Peraturan
tentang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia diatur dalam Undang Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan
14 asas hukum. Pendekatan komando dan kontrol digunakan untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan instrument intervensi pemerintah. Dalam hal permasalahan
lingkungan, diperlukan suatu standar atau konsep yang efisien alokatif dalam
mengangani permasalahan lingkungan tersebut dalam artian permasalahan lingkungan
dapat diatasi atau diminimalkan kerusakannya. Standar efisien biaya digunakan
mengingat dilakukan mengingat terbatasnya anggaran yang dimiliki tetapi banyaknya
permasalahan lingkungan yang ada.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga
terwujud paper yang berjudul “ Kebijakan Pemecahan Masalah Lingkungan”. Paper
ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas kelompok pada mata kuliah
Ekonomi Pembangunan Berkelanjutan. Selain itu, pembuatan paper ini juga bertujuan
untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang bagaimana limbah padat
dan beracun disekitar kita serta mengetahui bagaimana penanganan limbah padat
berbahaya ini.
Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, untuk itu kami memohon
maaf apabila dalam penyusunan paper ini terdapat kekeliruan dan kesalahan. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran para
pembaca agar makalah ini menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi setiap orang
Penyusun
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk berdampak kepada peningkatan laju
pembangunan diberbagai sektor dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan
makhluk hidup. Hal ini mengakibatkan kondisi lingkungan hidup di sejumlah
kawasan di Indonesia saat ini diindikasikan mengalami penurunan yang
diakibatkan dari penggunaan sumberdaya alam yang semakin meningkat dari
berbagai kegiatan manusia, termasuk pemanfaatan ruang bagi kehidupan manusia
dan mahluk hidup lainnya. Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk akan
mengikuti deret ukur dan berbanding terbalik dengan ketersediaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup yang memiliki keterbatasan. Sebagai ilustrasi, sumber
daya lahan, kemampuan lahan sangat berperan penting dalam menopang kehidupan
manusia dan mahluk hidup lainnya. Dengan peningkatan jumlah penduduk, maka
ketersediaan sumber daya lahan dan kemampuan lahan semakin terbatas
dikarenakan semakin tingginya jumlah kebutuhan makhluk hidup dibandingkan
ketersediaan sumberdaya lahan yang ada. Selain itu, kualitas dan kondisi lahan
yang semakin menurun akibat dari kegiatan manusia yang tidak memperhatikan
aspek keberlanjutan dari fungsi lingkungan hidup semakin memperburuk kualitas
lingkungan.
5
dapat memenuhi kebutuhan jumlah penduduk yang tinggal disuatu kota. Selain itu
kualitas air yang buruk, mengakibatkan dibutuhkannya teknologi untuk mengolah
air menjadi layak konsumsi. Oleh karena itu dibutuhkan upaya yang optimal untuk
pengelolaan sumberdaya air, sehingga ketersediaan dan kualitasnya dapat selalul
terjaga.
6
perencanaan pemanfaatan ruang. Bahkan, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang menegaskan diperhatikannya daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup dalam penyusunan rencana tata ruang. Memperhatikan
kondisi lingkungan hidup saat ini dan melaksanakan amanat peraturan perundang-
undangan, telaahan terhadap aspek lingkungan hidup sangat penting dilakukan dan
diintegrasikan hasilnya ke dalam perencanaan pembangunan. Untuk itu,
implementasi telaahan aspek lingkungan hidup yang memperhatikan batas
kemampuan lingkungan hidup maupun standar kebutuhan perikehidupan perlu
disepahami oleh para pembuat kebijakan, rencana maupun program dan para
pemangku kepentingan.
Pada saat ini perhatian terhadap perbaikan kualitas lingkungan oleh berbagai
pihak terkait seperti pemerintah, dunia usaha, akademisi, organisasi non pemerintah
dan lainnya makin meningkatkan. Perhatian banyak ditujukan pada dampak
lingkungan dari kegiatan, produk dan jasa dari suatu organisasi. Selain itu
tercapainya keseimbangan antara lingkungan, masyarakat/sosial dan ekonomi
merupakan pertimbangan utama untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya
juga menjadi perhatian para pihak. Telah banyak upaya yang telah dilakukan untuk
tercapai peningkatan kualitas lingkungan dalam menuju pembangunan
berkelanjutan.
7
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana pendekatan komando dan kontrol dalam
masalah ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana penetapan standar yang efisien alokatif.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana pemakaian standar yang efisien biaya.
8
BAB II
PEMBAHASAN
9
Syarif et al (2010) dalam bukunya yang berjudul “Hukum Lingkungan Teori,
Legislasi dan Studi Kasus” menyatakan terdapat beberapa prinsip dasar dari hukum
lingkungan yang meliputi :
10
Prinsip ini mewajibkan agar langkah pencegahan dilakukan pada
tahap sedini mungkin. Dalam konteks pengendalian pencemaran,
perlindungan lingkungan paling baik dilakukan dengan cara pencegahan
pencemaran dari pada penanggulangan atau pemberian ganti kerugian.
Prinsip ini menentukan bahwa setiap negara diberi kewajiban untuk
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan tidak boleh melakukan
pembiaran terjadinya kerusakan lingkungan yang bisa berasal dari kejadian
di dalam negerinya dan kemudian menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan.
11
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam
bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer
otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah yang mencakup :
12
hutan, laut, air, udara, dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam
program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk
mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan
berkelanjutan. Sasaran lain di program ini adalah terlindunginya
kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan
sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif.
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran
Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan
hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran
lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat
pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri
dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu
lingkungan yang ditetapkan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan,
menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta
menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam
dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran
program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam
dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat
hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum
secara adil dan konsisten.
5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber
Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan
dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran
program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam
13
pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan,
perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
14
diderita tidaklah begitu besar, bahkan lebih kecil dari pada biaya perkara
yang dibutuhkan. Dalam kasus lain, bahkan tidak ada seorang pun yang
merasa dirugikan akibat adanya pencemaran. Dalam kedua hal ini, kecuali
telah ada aturan yang efektif mengenai Class action dan NGO’s legal
standing, maka pencemar akan merasa bebas dari ancaman bahwa ia harus
bertanggung jawab akan akibat dari kegiatannya. Hal ini tentu berdampak
buruk, sebab pencemar tidak akan lagi bertindak secara hati-hati dan penuh
perhitungan.
2. Adanya kemungkinan yang sangat besar, khususnya di dalam masalah
pencemaran lingkungan, bahwa kerugian timbul beberapa waktu yang lama.
Di sini, akan sulit untuk menelusuri pihak mana yang bertanggung jawab
atas timbulnya kerugian tersebut. Apabila pencemar tahu bahwa
kemungkinannya akan kecil sekali bahwa dia akan dimintai pertanggung
jawaban, maka tingkat kehati-hatiannya pun akan semakin berkurang.
3. Adanya kesulitan bagi para korban untuk membuktikan bahwa kerugiannya
disebabkan oleh pencemaran dan/atau bahwa pencemaran itu diakibatkan
oleh kesalahan tergugat (pencemar). Kesulitan ini pun berakibat sama, yaitu
turunnya tingkat kehati-hatian dari pencemar.
4. Apabila pencemaran dan kerugian dapat dikatikan dengan kegiatan
perusahaan dan gugatan dikabulkan, maka efek penjera bagi para pengambil
keputusan di dalam perusahaan tetaplah merupakan sebuah masalah.
Pertama, hal ini dikarenakan kemungkinan adanya masalah insolvency
(yaitu jumlah seluruh asset perusahaan tidak mampu menutupi seluruh
biaya ganti kerugian) atau kekeliruan hakim dalam menentukan jumlah
ganti kerugian (menjadi lebih kecil dari yang seharusnya). Apabila ini
terjadi, maka tingkat kehati-hatian lagi-lagi akan berkurang dari yang
semestinya. Kedua, seiring berjalannya waktu bisa saja pemilik dan
pengambil kebijakan di dalam perusahaan telah berganti, sehingga yang
harus bertanggung jawab adalah pemilik/manajemen baru. Apabila ini
terjadi, maka pemilik/pengambil kebijakan yang sebenarnya tidak hanya
dibebaskan dari pertanggungjawaban, tetapi juga akan mengakibatkan
15
tingkat kehatihatian yang rendah. Dalam hal ini, dapat saja terjadi bahwa
seseorang, setelah melakukan pencemaran dan mengambil keuntungan
besar dari tindakannya ini, segera menjual perusahaannya, karena ia yakin
bahwa kerugian akan tidak akan timbul dalam waktu yang dekat.
16
mengatur perilaku dari individu, kecuali perilaku yang terkait dengan penyediaan
informasi.
Sementara itu, di level intervensi yang lebih tinggi, pemerintah dapat pula
melakukan campur tangan dalam bentuk penentuan kualitas, kinerja, hasil, atau
tindakan apa yang harus dilakukan. Campur tangan seperti inilah yang terwujud di
dalam bentuk standar, yang terdiri dari standar target (target standard) atau kualitas
(quality standards), standar kinerja atau hasil (performance or output standard),
dan standari spesifikasi (specification standard).
Bentuk campur tangan Pemerintah yang paling besar adalah prior approval, atau
perizinan. Dalam konteks ini, pada dasarnya individu dilarang untuk melakukan
kegiatan, kecuali mereka telah memperoleh izin atau persetujuan dari Pemerintah.
Untuk dapat memperoleh izin atau persetujuan Pemerintah, individu diharuskan
untuk memenuhi berbagai persyaratan, yang di dalamnya biasanya termasuk
persyaratan untuk mematuhi berbagai kewajiban dan standar.
17
Kewajiban bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat
memberikan dampak penting didasarkan kriteria dampak penting
sebagaimana tertuang dalam Pasal 22 Ayat 2 UUPPLH, yaitu:
1. Kerangka Acuan,
2. Rencana Pengelolaan Lingkungan, dan
3. Rencana Pemantauan Lingkungan.
18
AMDAL sebagai suatu kajian kelayakan terhadap rencana usaha dan/
atau kegiatan harus disusun oleh orang yang memiliki kompetensi.
Penyusunan dokumen lingkungan hidup didasarkan pada Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 16 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. Selain itu, sebagai
kajian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup, maka penyusunan AMDAL harus memberi ruang bagi
keterlibatan masyarakat yang meliputi :
19
mencakup kemampuan dalam menyediakan ruang, kemampuan dalam
menyediakan sumberdaya alam, dan kemampuan untuk melakukan
perbaikan kualitas lingkungan apabila terdapat dampak yang mengganggu
keseimbangan ekosistem. Penataan ruang yang mengabaikan daya dukung
lingkungan dipastikan akan menimbulkan permasalahan dan degradasi
kualitas lingkungan hidup seperti banjir, longsor dan kekeringan,
pencemaran dan lain sebagainya.
20
lingkungan, neraca lahan, potensi lahan untuk memenuhi kebutuhan
produksi setara beras dan sebagainya. Interaksi penyediaan dan
penggunaannya akan menggambarkan daya dukung sumber daya alam dan
lingkungan (carryng capacity). Keseimbangan sisi supply dan sisi demand
dari sumber daya alam yang digambarkan oleh Ecological footprint dan
carryng capacity ini akan menentukan besaran daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup beserta status (state) yang diakibatkan oleh
pemanfaatan sumber daya alam tersebut.
21
lingkungan yang lebih parah akibat aktivitas manusia. Dengan mengacu
pada NEPA, maka untuk pertama kalinya pada tahun 1982 Indonesia
mencetuskan UndangUndang Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang ini merupakan langkah awal Indonesia untuk menjadikan
pembangunan berwawasan lingkungan. Pasal 16 UULH Nomor 4 Tahun
1982 menyatakan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan hidup wajib dilengkapi dengan
analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan
peraturan pemerintah.
22
upaya penegakan hukum terpenting. Hal ini karena penegakan hukum
administrasi lebih ditunjukan kepada upaya mencegah terjadinya
pencemaran dan perusakan lingkungan. Di samping itu, penegakan hukum
administrasi juga bertujuan untuk menghukum pelaku pencemaran dan
perusakan lingkungan.
23
Pesatnya perkembangan di sektor industri dan pemukiman
berdampak pada berkurangnya lahan–lahan yang subur sehingga
pembangunan pertanian khususnya pelestarian swasembada pangan
menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama terhadap ketersedian
sumberdaya lahan. Tantangan tersebut dapat kita lihat puluhan ribu hektar
lahan pertanian yang produktif setiap tahun beralih fungsi menjadi sektor
non pertanian. Masalah lahan lebih nyata terlihat di daerah perdesaan karena
kurang lebih 80 persen penduduk tinggal di perdesaan, dengan sumber mata
pencaharian utama di bidang pertanian. Dengan demikian di perdesaan
sangat potensil terjadi konflik sosial atau fisik masalah lahan .
Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini
merupakan salah satu ancaman terhadap keberlanjutan pertanian
dipedesaan. Salah satu pemicu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan
lain adalah rendahnya isentif bagi petani dalam berusaha tani dan tingkat
keuntungan berusahatani relatif rendah. Selain itu, usaha pertanian
dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit diprediksi dan mahalnya
biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya
sarana produksi dan pemasaran. Alih fungsi lahan banyak terjadi justru pada
lahan pertanian yang mempunyai produktivitas tinggi menjadi lahan non-
pertanian. Dilaporkan dalam periode tahun 1981-1999, sekitar 30% (sekitar
satu juta ha) lahan sawah di pulau Jawa, dan sekitar 17% (0,6 juta ha) di
luar pulau Jawa telah menyusut dan beralih ke non-pertanian, terutama ke
areal industri dan perumahan.
Banyak areal lumbung beras nasional yang beralih guna seperti di
Bali dan seperti pusat pembangunan di perkotaan. Daerah pertanian ini
umumnya sudah dilengkapi dengan infrastruktur pengairan sehingga
berproduksi tinggi. Alih guna lahan sawah ke areal pemukiman dan industri
sangat berpengaruh pada ketersedian lahan pertanian, dan ketersediaan
pangan serta fungsi lainnya. Pembangunan nasional yang mengedepankan
pertumbuhan ekonomi mengabaikan pemerataan dan menjadikan
pendekatan keamanan (stabilitas politik) sebagai pengawalnya telah
24
menggerakkan ekonomi nasional. Namun gagal menjadikan gerak ekonomi
nasional tersebut sebagai pendorong laju perkembangan desa.
Daya dukung lahan dihitung dari kebutuhan lahan per kapita. Daya
dukung lahan dapat diketahui melalui perhitungan daya tampung lahan.
Nilai yang didapat dari hasil perhitungan daya tampung dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengetahui kawasan mana saja yang berada pada
kondisi ambang batas yang masih dapat dimanfaatkan. Daya dukung lahan
berdasarkan daya tampung, dihitung dengan menggunakan variabel luasan
fungsi lahan dibagi dengan jumlah penduduk eksisting. Apabila nilai daya
dukung lahan tersebut melebihi nilai yang ditentukan maka dikatakan
populasi penduduk pada wilayah tersebut sudah melebihi daya dukung
lingkungannya (di luar ambang batas). Ukuran penggunaan lahan di wilayah
pedesaan untuk ukuran jumlah populasi penduduk tertentu membutuhkan
konsumsi lahan dengan luasan tertentu. Semakin besar jumlah penduduk
kota maka semakin kecil konsumsi lahan per ha per kapitanya.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik dapat
mencerminkan daya dukung lingkungan, populasi seharusnya selalu berada
pada titik keseimbangan di mana lingkungan dapat mendukung. Batas di
antara titik keseimbangan tersebut yang dinamakan daya dukung
lingkungan. Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk semakin tinggi
pula tingkat permintaan terhadap lahan. Jika ketersediaan lahan tidak
mencukupi maka respon yang muncul di antaranya adalah membuka hutan
dan menanami daerah rawan erosi, dan hal yang demikian ini menunjukkan
kondisi kelangkaan lahan.
25
alergi kulit, reumatik, asma, hipertensi, ISPA, dan sebagainya. Data itu
menunjukkan bahwa TPA Bantar Gebang menjadi masalah serius yang
menimbulkan dampak yang buruk bagi masyarakat. Banyaknya jumlah
sampah yang menggunung di TPA Bantar Gebang tersebut juga
menimbulkan pencemaran air yang memburuk. Itulah sebab banyak
penyakit yang dialami oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kebijakan atau Hukum lingkungan diperlukan untuk mengurangi maupun
mencegah terjadinya kerusakan terhadap lingkungan hidup. Terdapat
beberapa prinsip dasar dari Hukum Lingkungan yang mencakup : prinsip
pembangunan berkelanjutan, prinsip keadilan antar generasi, prinsip
keadilan intra generasi, prinsip pencemar membayar dan prinsip Tindakan
pencegahan. Di Indonesia, Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan
prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar
pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
Peraturan tentang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia diatur dalam
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dengan 14 asas hukum. Dengan adanya
desentralisasi dan otonomi daerah, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik
tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan
hidup secara eksplisit dirumuskan dalam program PROPENAS (Program
Pembangunan Nasional)
2. Pendekatan komando dan kontrol dalam upaya mengatasi masalah
lingkungan ditunjukkan dengan adanya begitu banyak peraturan
administrasi (administrative regulation) yang ditujukan sebagai sistem
kontrol. Pemerintah sebagai regulator membuat regulasi dan melakukan
intervensi atas kegiatan kegiatan swasta yang berkaitan dengan masalah
lingkungan. Intervensi terkecil dalam bentuk regulasi mengenai informasi,
kemudian dilevel yang lebih tinggi intervensi penetapan standar yang
mencakup standar target, kinerja dan spesifikasi. Kemudian intervensi
tertinggi berupa prior approval, atau perizinan. AMDAL merupakan salah
satu bentuk pendekatan komando dan kontrol dalam upaya penanganan
masalah lingkungan. AMDAL merupakan suatu dokumen kajian
27
lingkungan atas suatu rencana kegiatan dan/atau usaha yang digunakan
sebagai syarat dalam proses pengambilan keputusan.
3. Dalam hal permasalahan lingkungan, diperlukan suatu standar atau konsep
yang efisien alokatif dalam mengangani permasalahan lingkungan tersebut.
Standar yang efisien alokatif maksudnya adalah bahwa standar yang
digunakan efisien dimana permasalahan lingkungan dapat diatasi atau
diminimalkan kerusakannya.
4. Pemakaian standar yang efisien biaya adalah upaya untuk mengatasi
permasalahan lingkungan dengan pengalokasian biaya seminimal mungkin
dan hasil semaksimalnya. Hal tersebut dilakukan mengingat terbatasnya
anggaran yang dimiliki tetapi banyaknya permasalahan lingkungan yang
ada. Permasalahan lingkungan tersebut disebabkan oleh kondisi alam
maupun aktivitas manusia. Dengan demikian permasalahan lingkungan
hanya dapat diupayakan seminimal mungkin kerusakannya dan tidak dapat
dihilangkan. Pemakaian konsep Daya Dukung dan Daya Tampung
Lingkungan serta Analisis Dampak Lingkungan dapat menjadi salah satu
standar yang efisien dalam menganggulangi permasalahan lingkungan
3.2 Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
Sukananda, Satria dan Danang Adi Nugraha. 2020. Urgensi Penerapan Analisis
Dampak Lingkungan (AMDAL) Sebagai Kontrol Dampak terhadap
Lingkungan Indonesia. Jurnal Penegakan Hukum dan Keadilan, 1(2), hal.
119-137
Syarif, L. M., & Wibisana, A. G. (2010). Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi dan
Studi Kasus. Jakarta: PT. RajaGrafindo.
29