Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGEMBANGAN YANG BERKELANJUTAN


( SUSTAINABILITY DEVELOPMENT )
TEKNIK LINGKUNGAN

DOSEN PEMBIMBING
MOHAMAD ZAENUDIN, S. Pd., MIE

DISUSUN OLEH :
NAMA : YOSEP PRADIPTA
NIM :19011130043
JURUSAN : TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
JAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita haturkan kepada allah SWT atas berka rahmat dan
hidayahnya lah makalah yang berjudul “PENGEMBANGAN YANG
BERKELANJUTAN” ini dapat rampung dalam tepat waktu. Adapun tujuan
pembuatan makalah ini selain menambah wawasan pengetahuan adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah teknik lingkungan Bapak MOHAMAD
ZAENUDIN, S. Pd., MIE.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusun data-data sekunder yang diperoleh
dari buku-buku panduan dan informasi media massa yang berhubungan dengan
judul makalah ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada dosen atas bimbingan
dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga pada rekan-rekan mahasiswa yang
telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Semoga dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat dan
menambah wawasan kita. Memang ini jauh dari sempurna, maka diharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Bekasi, 18 Oktober 2019


Penyusun,

YOSEP PRADIPTA

i
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ....................................................................................................1


2. Rumusan Masalah ...............................................................................................3
3. Tujuan Makalah ..................................................................................................3

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Water sustainability ..........................................................................................4


2.2. Waste minimazation ( 3R ) ...............................................................................6
2.3. Resource convervation and recovery ................................................................9

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pembangunan berwawasan lingkungan adalah pembangunan
berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber
daya manusia dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan
kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya.
Belum hilang rasanya duka akibat bencana alam banjir dan tanah
longsor di beberapa wilayah Surakarta dan sekitarnya hingga Gresik Jawa
Timur, kembali banjir menerpa semesta alam Ngawi. Madiun, Tuban Jawa
Timur. Banyak pengangkut kebutuhan pokok harus terhenti akibat jalan yang
tidak memungkinkan untuk dilalui. Hal ini tentunya semakin menambah
kerugian baik materiil maupun immaterial. Pendek kata, berulangnya bencana
alam ini menunjukkan alam ini sudah rusak.
Setidaknya ada dua hal yang ditengarai menyebabkan terjadinya
kerusakan lingkungan, yaitu laju pertumbuhan penduduk yang relatif cepat
dan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Pertumbuhan penduduk yang relatif cepat berimplikasi pada
ketersediaan lahan yang cukup untuk menopang tuntutan kesejahteraan hidup.
Sementara lahan yang tersedia bersifat tetap dan tidak bisa bertambah
sehingga menambah beban lingkungan hidup.
Daya dukung alam ternyata semakin tidak seimbang dengan laju
tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup penduduk. Atas dasar inilah, eksploitasi
sistematis terhadap lingkungan secara terus menerus dilakukan dengan
berbagai cara dan dalih.
Jumlah manusia yang memerlukan tanah, air dan udara di bumi ini
untuk hidup pada tahun 1991 sudah berjumlah 5,2 miliar. Jumlah manusia
penghuni planet bumi pada tahun 1998 berjumlah 6,8 miliar. Pada tahun 2000
membengkak menjadi 7 miliar. Kalau pertumbuhan penduduk tetap
dipertahankan seperti sekarang, menurut Paul R. Ehrlich, 900 tahun lagi
(tahun 2900) akan ada satu biliun (delapan belas nol di belakang 1) orang di

3
atas planet bumi ini atau 1700 orang permeter persegi. Kalau jumlah ini
diteruskan sampai 2000 atau 3000 tahun kemudian, berat jumlah orang yang
ada sudah melebihi berat bumi itu sendiri.
Sementara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebenarnya
diharapkan dapat memberi kesejahteraan bagi kehidupan umat manusia
ternyata juga harus dibayar amat mahal, oleh karena dampaknya yang negatif
terhadap kelestarian lingkungan. Pertumbuhan industri, sebagai hasil rekayasa
ilmu pengetahuan dan tehnologi dibanyak negara maju terbukti telah membuat
erosi tanah dan pencemaran limbah pada tanah pertanian yang menyebabkan
terjadinya proses penggaraman (solinizasi) atau penggurunan (desertifikasi)
pada lahan produktif.
Kebijakan yang dapat dilakukan adalah kebijakan pembangunan
berwawasan lingkungan yang berkenaan dengan upaya pendayagunaan
sumber daya alam dengan tetap mempertahankan aspek-aspek pemeliharaan
dan pelestarian lingkungan.
Pembangunan berwawasan lingkungan adalah pembangunan
berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber
daya manusia dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan
kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya.
Komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan
pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi
mendatang.
Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya
standar kesejahteraan hidup manusia dunia akhirat yang layak, cukup sandang,
pangan, papan, pendidikan bagi anak-anaknya, kesehatan yang baik, lapangan
kerja yang diperlukan, keamanan dan kebebasan berpolitik, kebebasan dari
ketakutan dan tindak kekerasan, dan kebebasan untuk menggunakan hak-
haknya sebagai warga negara. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai
dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber
daya yang diperlukan.

4
Dalam makalah ini meyebutkan 3 unsur dalam pengambangan
berkelanjutan ( sustainable development ) yang meliputi :
a. Water sustainability
b. Waste minimazation ( 3R )
c. Recource convervation and recovery

1.2. Rumusan masalah


Pembangunan berwawasan lingkungan adalah pembangunan
berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber
daya manusia dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan kemampuan
sumber daya alam untuk menopangnya.
Pertumbuhan penduduk yang relatif cepat berimplikasi pada
ketersediaan lahan yang cukup untuk menopang tuntutan kesejahteraan hidup.
Sementara lahan yang tersedia bersifat tetap dan tidak bisa bertambah sehingga
menambah beban lingkungan hidup.

1.3. Maksud dan Tujuan


Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya
standar kesejahteraan hidup manusia dunia akhirat yang layak, cukup sandang,
pangan, papan, pendidikan bagi anak-anaknya, kesehatan yang baik, lapangan
kerja yang diperlukan, keamanan dan kebebasan berpolitik, kebebasan dari
ketakutan dan tindak kekerasan, dan kebebasan untuk menggunakan hak-haknya
sebagai warga negara. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai dengan menjaga
kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber daya yang
diperlukan.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Water sustainability
Air dan Pembangunan Berkelanjutan adalah kunci dari pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development). Peran air ini yang kemudian
diangkat menjadi tema Hari Air Sedunia 2015, “Water and Sustainable
Development“, Air dan Pembangunan Berkelanjutan. Air mempunyai peran
sentral dalam pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, hingga
kelestarian lingkungan. Air memberikan kontribusi dalam ketahanan pangan
dan energi, kesehatan masyarakat dan lingkungan, serta mata pencarian
penduduk bumi. Sehingga peran air dalam pembangunan berkelanjutan tak
terbantahkan.
Di tahun 2015, UN Water menetapkan “Water and Sustainable
Development“, Air dan Pembangunan Berkelanjutan sebagai tema peringatan
Hari Air Sedunia. Ini mengingat air memiliki peran yang penting dalam
agenda pembangunan berkelanjutan. Air terkait dengan semua aspek yang
dibutuhkan untuk menciptakan masa depan yang diinginkan.

Gambar 1. Pembangunan keberlanjutan air

Air Adalah Kesehatan; Tangan yang bersih dapat menyelamatkan


hidup Anda Di bidang kesehatan air memegang peranan penting. Manusia

6
dapat bertahan berminggu-minggu tanpa makanan, namun hanya mampu
bertahan beberapa hari saja tanpa air. Mencuci tangan menjadi solusi terbaik
untuk menghilangkan kuman dan mencegah penyebarannya ke orang lain.
Setiap hari, setiap orang membutuhkan air untuk minum, memasak, dan
membersihkan diri. Air dan kesehatan menjadi komponen penentu
pembangunan berkelanjutan.
Air adalah Alam; Ekosistem terletak di jantung siklus air global.
Ekosistem (seperti hutan, lahan basah, dan padang rumput), terletak di jantung
siklus air global. Dan air tawar sangat bergantung pada sehatnya ekosistem
yang menunjang siklus air sehingga air menjadi sumber daya yang
berkelanjutan. Namun air telah mengalami banyak tekanan akibat
pembangunan, mengalami pencemaran air, dan penurunan kualitas. Penurunan
kualitas air berpengaruh terhadap kualitas lingkungan. Pun sebaliknya kualitas
lingkungan akan mempengaruhi kualitas air. Air dan alam menjadi komponen
penentu pembangunan berkelanjutan.
Air adalah Urbanisasi; Setiap minggu, satu juta orang pindah ke kota-
kota. Separo penduduk bumi tinggal di kota. Sedang tingkat pertumbuhan kota
sangat pesat. Pertumbuhan ini terutama dipicu oleh urbanisasi. Pengelolaan
daerah perkotaan telah menjadi salah satu tantangan pembangunan yang
paling penting. Untuk itu dibutuhkan infrastuktur air (baik air tawar maupun
air limbah) yang memadai di setiap kota.
Air adalah Industri; Lebih banyak air yang digunakan untuk
memproduksi mobil daripada untuk mengisi kolam renang. Bidang industri
membutuhkan air yang tidak sedikit. Sebagai contoh, untuk membuat
selembar kertas dibutuhkan hingga 10 liter air dan dibutuhkan hingga 90 liter
air untuk memproduksi 500 gram plastik. Kegiatan industri pun menghasilkan
limbah air yang tidak sedikit.
Air adalah Energi; Air dan energi tidak dapat dipisahkan. Air
diperlukan untuk menghasilkan energi. Sebaliknya, energi dibutuhkan untuk
menghasilkan air. Lebih dari 80% listrik di dunia dihasilkan dari pembangkit
listrik tenaga uap. Ini membutuhkan miliaran galon air untuk dijadikan uap
penggerak turbin dan pendingin. Diperlukan berbagai sumber energi alternatif

7
maupun energi terbarukan (energi surya, energi pasang surut, energi angin,
dll) untuk mengurangi tekanan pada sumber daya air tawar.
Air adalah Makanan; Untuk menghasilkan dua steak dibutuhkan 15
000 liter air. Secara global, sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar.
Di samping itu, pertumbuhan ekonomi telah merubah gaya hidup di bidang
makanan. Semakin banyak yang berpindah mengkonsumsi roti dan susu.
Padahal keduanya membutuhkan air hingga empat kali lebih banyak
dibandingkan makanan berbahan beras. Jika produksi 1 kg beras ‘hanya’
membutuhkan 3.500 liter air, 1 kg daging sapi membutuhkan hingga 15.000

liter air. Baca : Ketahanan Air dan Pangan di Indonesia.

Air adalah Kesetaraan; Setiap hari wanita menghabiskan 200 juta jam
membawa air. Terutama di negara-negara berkembang, wanita dan anak-anak
menghabiskan hingga seperempat waktunya perhari hanya untuk menyediakan
air bagi keluarganya. Sangat banyak waktu yang terbuang tanpa bekerja,
mengurus keluarga, dan bersekolah. Fakta ini menunjukkan bahwa investasi di
bidang air dan sanitasi dapat memberikan dampak perekonomian yang besar.
Berbagai tuntutan terhadap pemenuhan air tersebut, menjadi tantangan
besar bagi pengelolaan sumber daya air. Belum lagi ditambah dengan berbagai
tekanan sebagai akibat pemanasan global. Sehingga tidak dapat dipungkiri jika
air memegang peranan kunci berlangsungnya pembangunan berkelanjutan.

2.2 Waste minimazation ( 3R )

Beberapa konsep wawasan lingkungan terbaru sebagai acuan


berperilaku ramah lingkungan, misalnya pada konteks perusahaan, menurut
Soemantojo (2000) konsep pengelolaan limbah telah bergeser dari tindakan
pengelolaan limbah yang bersifat penanggulangan, terhadap limbah yang
terlanjur keluar dari proses produksi atau dikenal sebagai end of pipe
treatment, menjadi tindakan minimisasi limbah yang bersifat pencegahan yang
dikenal sebagai konsep 3R yaitu reduksi pada sumber (reduction), pemakaian
kembali (reuse), dan daur ulang (recycle).

8
Sebenarnya ada lebih dari 3R upaya pencegahan lingkungan, seperti
yang dikemukakan oleh Soerjani (2006) ada 13R yaitu: Reduce (dikurangi),
Refuse (ditolak), Replace (diganti), Reuse (digunakan kembali), Repair
(diperbaiki), Recondition (dikembalikan semula), Reconstruct (dibangun
kembali), Recharge (diberdayakan), Rechange (ditukar), Redurability
(diperlama masa pemakaiannya), Restrengted (diperkuat), Remediation (diatur
kembali), dan Rehabilition (direhabilitasi kembali).

Definisi minimisasi adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi,


toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi
dengan jalan reduksi pada sumbernya dan atau pemanfaatan limbah.
Pengertian reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume,
konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang menyebar ke
lingkungan secara preventif pada sumber pencemar.

Minimisasi menjadi konsep yang baik kerena memiliki beberapa


keuntungan antara lain, yaitu:

a. Minimasi limbah menghemat berbagai sumberdaya yang sangat


berharga seperti mineral, energi, hutan alami dan lahan
b. Minimasi limbah dapat menghemat uang dengan berbagai cara
yang dilakukan seperti: lebih sedikit uang digunakan untuk
membeli material, biaya pembuangan limbah dapat dikurangi,
bisnis menjadi lebih efisien
c. Minimasi limbah dapat mengurangi dampak terhadap
lingkungan seperti mengurangi areal yang rusak akibat
sumberdaya alam, permanenan dan pembuangan limbah,
membutuhkan lebih sedikit bahan bakar fosil dalam
menghasilkan energi panas, mengurangi efek rumah kaca dan
polusi.

Pada konteks kemasyarakatan, ada beberapa perilaku berwawasan


lingkungan yang baik untuk diterapkan. Perilaku tersebut berorientasi pada

9
pencegahan pencemaran lingkungan yang terangkum dalam 3R (Recycle,
Reuse dan Reduce) yaitu:
1. Recycle
a. Memilah antara sampah organik dan non organik
b. Mendaur ulang segala yang dapat didaur ulang: plastik,
kupasan buah segar dan sayur mayur, kertas dan kardus,
gelas dan kaleng.
2. Reuse
a. Memilih alat rumah tangga atau elektronik yang hemat
energi
b. Mencari merk yang memperhatikan lingkungan
c. Menggunakan tas belanja yang mudah didaur ulang
d. Menggunakan kendaraan umum untuk bepergian
e. Mulai menggunakan energi bahan bakar alternatif yang
tidak hanya dari bahan energi fosil, misalnya biogas,
biodisel, surya sel dsbnya
f. Mengurangi emisi CFC dan emisi pengganti CFC
dengan tidak menggunakan aerosol dan menggunakan
energi efisien.
g. Memilih peralatan yang mempunyai usia pakai lebih
lama

3. Reduce
a. Memakai listrik seperlunya,
b. Menanam pohon untuk menyerap gas karbon dioksida
yang ada di udara.
c. Hemat dalam menggunakan air
d. Menggunakan sepeda atau berjalan kaki untuk jarak
yang tidak begitu jauh <5 km
e. Mengurangi penggunaan barang-barang yang tidak
dapat didaur ulang.

10
2.3 Resource convervation and recovery
Konflik pemanfaatan lahan dan air di Indonesia terutama disebabkan
oleh keterbatasan kedua sumber daya tersebut. Dalam sejarah Indonesia,
perkembangan pemanfaatan sumber daya lahan dan air sudah mulai diamati
pada pertengahan abad-19. sejak itu dimensi politik pengelolaan sumber daya
lahan dan air semakin memperoleh perhatian luas. Melalui politik,
kepentingan kelompok maupun individu mengalami proses mediasi.
Penggunaan istilah good water governance menunjukkan dimensi
politik dalam pengelolaan sumber daya air. Krisis air sering dikaitkan dengan
crisis of governance. Hal ini menunjukkan bahwa masalah air tidak semata-
mata masalah pengelolaan sumber daya air atau masalah operasi dan
pemeliharaan infrastruktur sumber daya air, tetapi mencakup pula masalah
yang terkait dengan struktur sosial politik. Sebagai suatu kesatuan tata lahan
dan air, suatu daerah aliran sungai (DAS) dipengaruhi oleh kondisi bagian
hulu, khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air
yang rawan terhadap ancaman gangguan kegiatan manusia.
Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola
perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat
kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).
Kebijakan pengelolaan integratif DAS melalui kelembagaan yang
terkoordinasi diharapkan dapat mendorong keharmonisan pelaksanaan
program pemulihan kerusakan DAS dan lebih kuat menanggulangi
permasalahan secara efektif dan efisien. Salah satu metode untuk mengungkap
akar masalah kerusakan sumber daya lahan dan mengembangkan alternatif
pemecahannya adalah pendekatan perikehidupan masyarakat yang merupakan
derivat pendekatan partisipatif dan terintegrasi berupa pengkajian dalam
waktu singkat yang dikembangkan dari metode Rapid Appraisal and
Participatory Appraisal (RRA/PRA) Tata pengelolaan yang baik dalam
pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) diperlukan karena pada hakekatnya
kerusakan sumber daya alam yang terjadi dalam DAS disebabkan oleh tata
pengelolaan yang buruk, DAS adalah suatu ekosistem tempat air dan lahan
berinteraksi.

11
Air hujan yang jatuh dalam wilayah DAS mengalir menuju sungai
yang sama dari hulu ke hilir. Tata pengelolaan yang baik diperlukan untuk
menopang kehidupan manusia dan kehidupan pada umumnya, baik makro
maupun mikroorganisme, di wilayah DAS dan sekitarnya.
Upaya pemulihan sumber daya lahan dan air sebagai salah satu sumber
kehidupan, ekosistem lahan dan air mengalami berbagai tindak eksploitatif
teknis-biofisik guna mengejar tuntutan ekonomi dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan sosial keluarga dan masyarakat yang hidup di ekosistem
tersebut. Degradasi lahan dan air yang terjadi akibat kegiatan survival dan
ekonomi memerlukan sikap dan tindakan yang mengarah pada upaya
pengelolaan yang lebih berkesinambungan. Akan tetapi pada umumnya
masyarakat pengguna dan pengeksploitasi lahan kurang memiliki
keterampilan dan pengetahuan pengelolaan serta upaya konservasi ekosistem
yang memadai.
Upaya konservasi dan pengelolaan ekosistem menuntut biaya tinggi
serta tenaga dalam jumlah besar yang tidak mampu dipenuhi oleh individu dan
masyarakat berkemampuan terbatas. Lebih jauh lagi, masa depan dan
keberhasilan upaya dan kegiatan tersebut sulit diramalkan. Akibatnya adalah
masyarakat petani tidak atau kurang responsif terhadap kebijakan terkait
konservasi atau pelestarian ekosistem dan sumber daya, namun sebaliknya
mereka lebih responsif terhadap kebijakan dan upaya terkait peningkatan
produksi pangan.
Di sisi lain, berita tentang keberhasilan ekonomi dan lingkungan yang
disebabkan oleh penerapan teknologi pengelolaan ekosistem dan konservasi
lebih menjamin ketertarikan petani untuk mengadopsi teknologi serupa.
Perdebatan akademik terkait perubahan ekologis dan pengelolaan sumber daya
dalam dekade terakhir ini bergeser pada topik sejauh mana dan secepat apa
dampak perubahan memberikan pengaruh dan bagaimana masyarakat harus
bersikap dan bertindak. Upaya mengembangkan tata pengelolaan yang baik
memerlukan dukungan elemenelemen teknis, sosial ekonomi dan
kelembagaan. Dalam konteks sosial dikenal istilah modal sosial (social
capital) yang antara lain terdiri atas visi dan tata-nilai, kerjasama atau

12
manajemen sosial, kepemimpinan, politik dan pemerintahan, hukum dan
aturan, serta kompetensi sumber daya manusia.
Social capital atau modal sosial mampu mendorong perubahan dalam
suatu kelompok masyarakat atau sistem sosial. Salah satu elemen social
capital adalah konsep gotong royong yang merupakan suatu tindakan kolektif
masyarakat yang didasari kemandirian. Dikaitkan dengan aspek tata
pengelolaan (governance), konsep gotong royong memiliki kesamaan tata nilai
yang mencakup sifat partisipatif, kelembagaan atau kelompok polisentris,
akuntabel dan deliberatif, memiliki kepengurusan berlapis (multi-layered) dan
berkeadilan dalam distribusi keuntungan dan risiko yang tidak diharapkan.
Dalam hubungan dengan sistem ekonomi serta perkembangannya, tata
pengelolaan yang baik yang didukung secara total oleh elemen-elemen sosial
akan mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi hijau
(green economics), yang mengoptimalkan interaksi nilai-nilai sosial,
lingkungan, dan finansial.

13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Pembangunan berwawasan lingkungan adalah pembangunan


berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber
daya manusia dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan kemampuan
sumber daya alam untuk menopangnya.
Banyak pengangkut kebutuhan pokok harus terhenti akibat jalan yang
tidak memungkinkan untuk dilalui. Hal ini tentunya semakin menambah
kerugian baik materiil maupun immaterial. Pendek kata, berulangnya bencana
alam ini menunjukkan alam ini sudah rusak.
Komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan
pembangunanberkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpamengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya
standar kesejahteraan hidup manusia dunia akhirat yang layak, cukup sandang,
pangan, papan, pendidikan bagi anak-anaknya, kesehatan yang baik, lapangan
kerja yang diperlukan, keamanan dan kebebasan berpolitik, kebebasan dari
ketakutan dan tindak kekerasan, dan kebebasan untuk menggunakan hak-
haknya sebagai warga negara. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai
dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber
daya yang diperlukan.
Implementasi pembangunan berwawasan lingkungan adalah dengan
reboisasi, menanam seribu pohon dan gerakan bersih lingkungan tampaknya
mengalami kendala yang berarti. Artinya, tidak seimbangnya antara yang
ditanam dan yang dieksploitasi menjadi salah satu penyebabnya. Peraturan
perudang-udangan pun tidak mampu mencegah kerusakan lingkungan ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Azhari Samlawi, Etika Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta: DIKTI,


1997.
Bertens, K. Etika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas, 2002.
Haba, John. “Illegal Logging, Penyebab dan Dampaknya”. Jakarta: PMB-LIPI. 2005.
Soerjani, Mohamad, Pembangunan dan Lingkungan, Jakarta: Institut Pendidikan dan
Pengembangan Lingkungan (IPPL), 1996.
Bintarto, 1983, "Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya", Ghalia Indonesia,
Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai