Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN

PADA KANTOR DINAS TATA RUANG DAN TATA BANGUNAN

Analisis Perencanaan Pembangunan Program Ruang Terbuka Hijau


(RTH) di Kota Medan

Kelompok 6 (Enam) :

Nama NPM Prodi


Imam Aulia Pratama 1803100079 Ilmu Administrasi Publik
1803100079
Hawa Maha Putri 1803100046 Ilmu Administrasi Publik
Fitri Nurhazizah Nainggolan 1803100094 Ilmu Administrasi Publik
Regina Nadya Miranthy 1803100007 Ilmu Administrasi Publik
Tri Nurani 1803100088 Ilmu Administrasi Publik
Rizky Apriliani 1803100032 Ilmu Administrasi Publik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim…
Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan hasil
Laporan kami ini dengan judul “Analisis Perencanaan Pembangunan Program
Ruang Terbuka Hijau (RTH)” di Kota Medan

Penyusunan proposal PPL ini sebagai salah satu syarat untuk membuat
tugas akhir dan mata kuliah wajib yang harus ditempuh dalam meraih gelar
sarjana di Program Studi SI Ilmu Administrasi Publik Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara serta sebagai wahana studi lapangan bagi
mahasiswa untuk dapat mengetahui secara langsung lingkungan kerja.

Kami juga menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan membimbing yaitu kepada :
1) Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, hidayah, serta
kesehatan kepada penulis dalam melaksanakan penulisan proposal PPL
ini.
2) Teristimewa kepada kedua orang tua Ayah dan Ibu yang telah
memberikan kasih sayangnya kepada penulis dalam menyelesaikan
pembuatan proposal PPL ini.
3) Bapak Dr. Agussani,M.AP Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara
4) Bapak Jehan Ridho Izharsyah,S.Sos.,M.SI Dosen Pembimbing Lapangan
PPL
5) Bapak/Ibu Staff dan Perangkat Kantor Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Kota Medan

Serta seluruh pihak yang bersangkutan, sekali lagi kami mengucapkan


terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
kalian semua.
Medan,18 November 2021

Kelompok 6 ( Enam )

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Isu mengenai masalah lingkungan hidup semakin menjadi bahasan yang
sangat menarik dewasa ini. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh
hampir seluruh perkotaan di Indonesia adalah semakin berkurangnya
lingkungan dan ruang publik. Terutama ruang terbuka hijau, kota-kota besar
pada umumnya memiliki ruang terbuka hijau dengan luas dibawah 10% dari luas
kota itu sendiri. Kondisi tersebut sangat jauh dibawah ketentuan pemerintah
pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang ruang terbuka hijau yang mewajibkan
pengelola perkotaan yang menyediakan ruang terbuka hijau publik dengan
luas sekitar 20% dari luas kota tersebut. Kurangnya proporsi ruang terbuka
hijau dikawasan perkotaan disebabkan oleh lebih tingginya permintaan lahan
untuk kegiatan perkotaan.

Sementara banyak pihak menganggap ruang terbuka hijau memiliki nilai


ekonomi yang lebih rendah sehingga termarjinalkan. Dengan berlakunya
undang-undang tentang penataan ruang, banyak pemerintah daerah yang
merasakan kesulitan dalam memenuhi ketentuan penyediaan ruang terbuka
hijau publik seluas 20% dari luas kawasan perkotaan. Kekurangan proporsi
ruang terbuka hijau yang ada di kota-kota di Indonesia disebabkan oleh
pembangunan yang tidak merata dan kian mempersempit ruang terbuka hijau
yang ada. Berikut merupakan data mengenai luas RTH kota-kota besar di
Indonesia :

No Nama Kota Proporsi


1 Jakarta 9,97%
2 Bandung 8,76%
3 Bogor 19,32%
4 Surabaya 9%
5 Surakarta 16%
6 Malang 4%
7 Makassar 3%

3
8 Medan 8%
9 Jambi 4%
10 Palembang 5%
Rata–rata luas RTH di kota-kota 8,69%
besar Indonesia
Sumber : Nirwono Joga, Aspek Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan,
Presentasi dalam Workshop Nasional Pembangunan Kota yang Berkelanjutan, Medan 13
Februari 2015
Berdasarkan Tabel 1. tentang proporsi ruang terbuka hijau di kota-kota
yang ada di Indonesia, kota-kota besar yang ada di Indonesia belum memenuhi
syarat ruang terbuka hijau seperti yang ditetapkan oleh UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Kota Bogor menjadi satu-satunya kota yang memiliki
proporsi ruang terbuka hijau dengan luas 19,32% dari luas keseluruhan kota.
Pembenahan ruang terbuka hijau yang ada di kota-kota besar di Indonesia mutlak
diperlukan guna memenuhi ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Dalam upaya memenuhi kekurangan ruang terbuka hijau diperlukan kerja
sama di setiap elemen. Upaya pemenuhan ruang terbuka hijau bukan hanya
menjadi tugas pemerintah, masyarakat pun dituntut agar peduli dengan
keberadaan ruang terbuka hijau dengan menjaga kelestarian ekologis yang ada di
dalamnya.

Pembangunan yang ada dikota-kota besar di Indonesia umumnya tidak


memperhatikan unsur Ruang Terbuka Hijau. Kesulitan dalam hal pemenuhan
proporsi ruang terbuka hijau yang kini dirasakan dikota-kota besar mulai tertular
ke kota-kota kecil. Namun, pengelola perkotaan dan masyarakat yang tidak
menghargai nilai Ruang Terbuka Hijau juga masih terlihat banyak kota kecil yang
semakin gersang karena pepohonannya, ditebang untuk pelebaran jalan atau
kegiatan perkotaan lainnya. Perkembangan kota akhir-akhir ini sering kali hanya
berorientasi pada peningkatan aspek ekonomi tanpa mempertimbangkan unsur
ekologi.

Pembangunan gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, serta industri-


industri baik besar maupun industri kecil sangat gencar dilakukan. Namun
sebaliknya maraknya fenomena tersebut tidak terjadi dalam hal pembangunan

4
taman-taman, hutan kota, kawasan penyangga serta pembangunan lain yang
berorientasi pada keseimbangan lingkungan. Padahal keseimbangan lingkungan
merupakan faktor penting dalam menciptakan kondisi kota yang sehat dan
nyaman. Kejenuhan akibat maraknya pembangunan serta kompleksnya masalah
perkotaan mengakibatkan proses berpikir akan pentingnya pembangunan kota
yang ekologis atau berwawasan lingkungan. Suatu kota yang ekologis dapat
menciptakan peristiwa dimana terjadi hubungan interaksi yang baik dan saling
menguntungkan antara manusia, hewan dan tumbuhan serta lingkungannya.

Meningkatkan kualitas ekologis suatu kota dapat dilakukan dengan


membentuk Ruang Terbuka Hijau pada kawasan perkotaan. Hal tersebut
ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, yang menyatakan bahwa
tujuan pembentukan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan antara lain meningkatkan
mutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana
penanganan Iingkungan perkotaan serta dapat menciptakan keserasian lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan,
yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan hal ini dapat
juga dirasakan di kota Medan. Menurunnya kualitas permukiman di kota Medan
bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan kumuh
yang rentan dengan bencana banjir serta semakin hilangnya ruang terbuka
(Openspace) untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.

Selama ini keberadaan taman di Medan masih minim. Berdasarkan data


Dinas Pertamanan Pemerintah Kota Medan, hanya ada 19 taman di kota ini
dengan luas keseluruhan sekitar 124.664 meter persegi dari luas kota Medan yang
mencapai 26.510 hektare (ha). Selain itu, Medan hanya memiliki 9 taman air
mancur yang berada di Taman Beringin, Taman Soedirman, Taman Teladan,
Tugu Sister City, Tugu Adipura, Taman Kantor Pos,Taman Guru
Patimpus,Taman Juanda,dan Taman Majestic (http://www.Pemerintah
KotaMedan.go.id diakses pada 1 Februari 2015).

5
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Medan hanya berkisar 7,5%-10%.
Keberadaan taman di kota ini masih minim, akibatnya, masyarakat lebih banyak
yang memilih mencari lokasi rekreasi bersama keluarga dengan mengunjungi
pusat perbelanjaan modern. Padahal, perkembangan anak yang selalu
mengunjungi mall-mall itu tidak baik.

Pemerintah Kota Medan berupaya memenuhi taman dan Ruang Terbuka


Hijau (RTH) di Medan dengan mengalokasikan dana di Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Dana ini untuk membeli lahan sekitar 300- 400 meter
per tahun sebagai upaya untuk menambah RTH. Saat ini pemerintah sudah
memiliki Perda Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) yang
mencantumkan adanya 30% RTH. Untuk bisa mewujudkan hal itu,maka setiap
tahun akan dianggarkan dana untuk membeli lahan sekitar 300- 400 meter dan
memberikannya kepada stakeholder untuk dijadikan RTH.

Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat


mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang
sosial, ekonomi, dan budaya. Aktivitas di ruang publik dapat bercerita secara
gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat. Ruang
terbuka menciptakan karakter masyarakat kota. Tanpa ruang-ruang publik
masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat maverick yang nonkonformis-
individualis-asosial, yang anggota-anggotanya tidak mampu berinteraksi apalagi
bekerja sama satu sama lain. Agar efektif sebagai mimbar, ruang publik haruslah
netral. Artinya, bisa dicapai (hampir) setiap penghuni kota. Tidak ada satu pun
pihak yang berhak mengklaim diri sebagai pemilik dan membatasi akses ke ruang
publik sebagai sebuah mimbar politik.

Ciri-ciri atau karakteristik sosial daerah perkotaan dalam konsentrasi


penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan pemerintahan pada tata
ruang perkotaan adalah esensial. Konsentrasi spasial (tata ruang) adalah fakta
utama, lahan perkotaan yang tersedia adalah terbatas, sedangkan kegiatan
perkotaan mengalami pertumbuuhan yang pesat, urbanisasi meningkat,
menimbulkan kecenderungan terjadinya kepadatan (dalam perumahan dan lalu

6
lintas), dampaknya terhadap perekonomian adalah ketidakefektivan dan
ketidakefisienan, serta berpengaruh terhadap kesejahteraan warga kota. Masalah-
masalah perkotaan tersebut merupakan objek pembahasan ilmiah secara terus-
menerus dan cenderung bertambah semakin kompleks seiring dengan
pertumbuhan kota yang makin pesat dan makin luas. Masalah perkotaan yang
dihadapi sangat luas, baik masalah makro maupun masalah mikro. Masalah makro
adalah yang berkaitan dengan fungsi kota bagi wilayah sekitarnya, sedangkan
masalah mikro meliputi masalah-masalah internal kota.

Bahwa sesuai Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang


Pasal 11 ayat (2), pemerintah daerah kota mempunyai wewenang dalam
pelaksanaan penataan ruang wilayah kota yang meliputi perencanaan tata ruang
wilayah kota, pemanfaatan ruang wilayah kota dan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kota. Perencanaan tata ruang wilayah kota harus dilakukan dengan
berasaskan pada kaidah-kaidah perencanaan yang mencakup asas keselarasan,
keserasian, keterpaduan, kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antar wilayah
baik di dalam kota itu sendiri maupun dengan kota sekitarnya. Untuk mendukung
terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, dibutuhkan
regulasi yang mampu melindungi hak dan kewajiban stukeholders dalam menata
ruang kota.

Beberapa peraturan perundang-undangan telah diterbitkan seperti Undang-


Undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang; Peraturan Pemerintah No 15
tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah No
68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang, serta peraturan-peraturan tentang penataan ruang lainnya
merupakan regulasi yang saling mendukung dan perlu untuk diketahui, dipahami,
dan dijalankan oleh segenap warga negara. Untuk itu maka sesuai dengan
kewajibannya, pemerintah harus mensosialisasikan esensi, makna dan substansi
peraturan yang terkait dengan penataan ruang sehingga masyarakat dapat
mengetahui dan mengerti peran mereka dalam penataan ruang.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diungkapkan diatas,

7
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : ”Analisis
Perencanaan Pembangunan Program Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota
Medan”

1.2.Maksud Dan Tujuan


Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan
diatas, Adapun maksud dan tujuan dalam penulisan laporan PPL ini yaitu :
1) Bagaimana Analisis Perencanaan Pembangunan Program Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di Kota Medan?

2) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Perencanaan Pembangunan


Program Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Medan?

3) Bagaimana Menganalisis keberadaan taman kota di Kota Medan ?

4) Memberikan informasi kepada pemerintah Kota Medan mengenai kondisi


Taman Kota bagi peningkatan Kualitas Taman Kota

5) Pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan

6) Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kota Medan

1.3.Ruang Lingkup
Lingkup Wilayah Perencanaan RTRW Kota Medan

Lingkup wilayah perencanaan dalam kegiatan penyusunan


Penyempurnaan RTRW Kota Medan ini, meliputi seluruh wilayah administrasi
Kota Medan dengan 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan dengan luas 26.510 Ha
serta Mebidang dengan Struktur Umum.

Lingkup Waktu Perencanaan

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota adalah rencana tata ruang
dalam wilayah administrasi Kota dengan tingkat ketelitian skala 1 : 20.000
berjangka waktu perencanaan 20 tahun. RTRW Kota disusun berdasarkan
perkiraan kecenderungan dan arahan perkembangan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan di masa depan sesuai dengan jangka waktu perencanaannya.

8
Penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota Medan dilakukan dengan berdasarkan
kaidah-kaidah perencanaan seperti keselarasan, keserasian, keterpaduan,
kelestarian, dan kesinambungan dalam lingkup kota dan kaidahnya dengan
provinsi dan kabupaten/kota sekitarnya.

Kota Medan terletak antara 2o.27'-2o.47' Lintang Utara dan 98o.35'-98o .


44' Bujur Timur. Kota Medan berada 2,5-3,75 meter di atas permukaan laut. Kota
Medan beriklim tropis, dengan suhu terendah 23,0 oC - 24,1 oC, suhu tertinggi
30,6 oC - 33,1 oC, dan suhu malam 26 oC - 30,8 oC. Selain itu kelembaban rata-
rata di pusat kota Medan adalah 78%-82%. Beberapa wilayah Kota Medan yang
sangat dekat dengan laut dan daerah pedalaman yang tergolong dataran tinggi.
Akibatnya, suhu di Kota Medan menjadi cukup panas.

Kota Medan meliputi wilayah seluas 26.510 hektar (265,10 km2),


terhitung 3,6% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Oleh karena itu, luas kota
Medan kecil dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Secara geografis Kota
Medan terletak pada 3° 30'-3° 43' LU dan 98° 35'-98° 44' BT. Oleh karena itu,
kota Medan cenderung miring ke arah utara, terletak antara 2,5-37,5 mdpl.
Wilayah administrasi Kota Medan telah mengalami banyak perkembangan
wilayah. Dilihat dari jumlah penduduk dan industri yang berkembang,
perkembangan kawasan sejalan dengan perkembangan kota. Dengan
berkembangnya kota, tuntutan masyarakat juga semakin meningkat.

Sesuai dengan perkembangan kota, wilayah administrasi Kota Medan


telah mengalami banyak perkembangan. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22
Republik Indonesia Tahun 1973, Kota Medan selanjutnya mengalami pemekaran
wilayah mencapai 26.510 hektar, yang terdiri dari 11 kecamatan dan 116
kecamatan. Berdasarkan wilayah administrasi yang sama, Kota Medan
memperluas Kelurahan menjadi 144 Kelurahan melalui Surat Persetujuan No.
140/2271/PUOD yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 5
Mei 1986. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan No.
140.22/2772.K/1996 dari KDH Tingkat 1 Gubernur Sumatera Utara tanggal 30
September 1996 tentang Pembentukan Kotamadya Tingkat II Medan sesuai

9
dengan Peraturan Pemerintah. Republik Indonesia No. 35 Tahun 1992 Kota
setingkat kabupaten menetapkan sejumlah peraturan kecamatan. II Medan, secara
administratif Kota Medan kembali dimekarkan, terbagi menjadi 21 kecamatan.

1.4.Dasar Hukum
Proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang
sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal
instrument). Di Indonesia, penataan ruang telah ditetapkan melalui Undang-
Undang Nomor 26 tahun 2007 yang kemudian diikuti dengan penetapan berbagai
Peraturan Pemerintah (PP) untuk operasionalnya. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 tahun 2007 tersebut, khususnya pasal 3, termuat tujuan penataan ruang,
yakni mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Sedangkan sasaran penataan ruang adalah:

1) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan


buatan.

2) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan


sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.

3) Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif


terhadap Lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang


Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2011-2031 ditetapkan pemerintah daerah
Kota Medan sebagai pedoman untuk:

a. Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah


(RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);

b. Acuan dalam pemanfaatan ruang wilayah kota;

c. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunandalam wilayah kota;

d. Acuan lokasi investasi dalam wilayah kota yang dilakukan Pemerintah,

10
masyarakat dan swasta;

e. Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang wilayah kota; dan

f. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang di wolayah kota yang meliputi


penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif, serta pengenaan sanksi,
dan acuan dalam administrasi pertanahan.

TRW Kota Medan disusun dengan masa rencana hingga tahun 2031 dengan
tujuan untuk:

1) mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta


mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan investasi; dan

2) memanfaatkan ruang daratan, lautan dan udara untuk aktifitas


pembangunan kota berbasis ekonomi di sektor perdagangan dan jasa,
pariwisata serta industri yang berwawasan lingkungan.

A.Landasan Filosofis

UUD 1945 sebagai landasan konstitusional mengamanatkan bahwa bumi,


air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ruang wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai sumber daya alam merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Kuasa yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara
terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan. Dalam konteks tersebut, penataan ruang
diyakini sebagai pendekatan yang tepat dalam mewujudkan keterpaduan
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna dan
berhasil guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tantangan
tersebut terutama masih adanya ekses dalam implementasi kebijakan otonomi
daerah, permasalahan pengembangan wilayah termasuk perkotaan, permasalahan
lingkungan hidup, penegakan hukum dan koordinasi antar-lembaga terkait
penataan ruang, kinerja penataan ruang lintas batas administrasi, peran masyarakat
dalam penataan ruang, rumusan norma yang masih sulit diterapkan, maupun
belum terdapatnya sanksi atas pelanggaran tata ruang.

11
B.Landasan Sosiologis

Suatu peraturan perundang-undangan akan berlaku secara efektif apabila


dalam pembentukannya dilandasi oleh pertimbangan sosiologis yaitu menyangkut
dengan kebutuhan masyarakat/aparatur pemerintah terhadap peraturan tersebut.

Dilihat dari aspek sosiologis, hak dan kewajiban masyarakat dalam


penataan ruang sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah bahwa setiap orang, kelompok dan
badan hukum memiliki hak dan kewajiban dalam penataan ruang, baik pada tahap
penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang maupun tahap pengendalian
pemanfaatan ruang. Dalam hal ini partisipasi masyarakat adalah untuk berperan
serta dalam pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan ruang menunjukkan
adanya peningkatan kesadaran tanggung jawab terhadap pelaksanaan
pembangunan

C.Landasan Yuridis

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah


Otonom Kota-Kota Besar Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera
Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092);

3. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembar Negara


Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4444);

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,

12
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor
23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 tentang Perluasan Daerah


Kotamadya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor
28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3005);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan


Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5103);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta


Rencana Tata Ruang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);

1.5.Gambaran Umum Kondisi Daerah


Gambaran umum kondisi kota Medan memuat perkembangan kondisi
Kota Medan sampai saat ini, capaian hasil pembangunan kota sebelumnya dan
tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota
Medan menyangkut kondisi geografis dan demografis, kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum dan daya saing daerah. Pemahaman terhadap kondisi Kota
Medan tersebut menjadi dasar dalam perencanaan khususnya dalam rangka
merumuskan strategi dan arah kebijakan serta program pembangunan Kota
Medan.
Berdasarkan data Pemko Medan, kota Medan sebagai salah satu daerah
otonom berstatus kota di provinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peran
Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota
Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam
pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota
Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat
Malaka dibagian Utara, sehingga relative dekat dengan kota-kota/negara yang
lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga

13
secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang atau
jasa yang relative besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang
relative besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa.
Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor
tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat
perdagangan dan keuangan regional/nasional.
Letak Geografis dan Demografi Kota Medan
Kota Madya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subuh di wilayah dataran
yang rendah timur dari provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5
meter dibawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli
dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.
Secara geologis, Kota Medan terletak pada 3,30º - 3,43º LU dan 98,35º -
98,44º BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur
Kota Medan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Di sebelah utara
berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Kota
Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa
baik itu domestic maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah
dengan curah hujan rata-rata 2000 – 2500 mm pertahun. Suhu udara di Kota
Medan berada pada maksimum 32,4º C dan minimum 24º C.
Kota Medan sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di
pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan baru di Indonesia,
memiliki kedudukan, fungsi dan peran strategis sebagai pintu gerbang utama bagi
kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional/internasional di kawasan
barat Indonesia.
Kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini terdiri dari 21
Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001 lingkungan.
Berdasarkan batas wilayah administratif, Kota Medan relative kecil dibanding
kota lainnya, tetapi posisi secara ekonomi regional Kota Medan sangat penting
karena berada dalam wilayah hinterland dengan basis ekonomi sumber daya alam
yang relative besar dan beragam, serta dukungan ke pelabuhan.
Di banding kota besar lainnya, Kota Medan memiliki keterbatasan ruang
sebagai akibat bentuk wilayah administratif yang ramping ditengah. Dengan
keterbatasan ruang tersebut, daya dukung lingkungan perkotaan menjadi kurang
optimal terutama hambatan alamiah dalam pengembangan wilayah utara Kota
Medan, khususnya dalam penyediaan prasarana dan sarana perkotaan. Kondisi
tersebut juga menyebabkan cenderung kurang seimbangnya dan kurang
terpadunya penataan ruang kota di bagian utara dan bagian selatan.

14
BAB II
URAIAN TEORITIS (PENGUAT TINJAUAN PUSTAKA)
Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka
hubungan antar pemerintah pusat dan daerah berlangsung secara inklusif, dimana
otoritas pemerintah daerah tetap dibatasi oleh pemerintah pusat melalui suatu
sistem kontrol yang berkaitan dengan pemeliharaan kesatuan. Dalam rangka
menjaga keharmonisan hubungan ini, maka telah dilakukan pembagian kekuasaan
dan kewenangan penyelenggara kepemerintahan melalui sistem desentralisasi.
Salah satu aspek mendasar dalam sistem desentralisasi adalah adanya pembagian-
pembagian urusan dan kewenangan antara pemerintahan pusat dan pemerintah
daerah yang secara umum diatur melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sebagai daerah otonom, maka
Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter, fiskal dan agama serta kewenangan bidang lain. Kewenangan
di bidang pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah menjadi wewenang
pemerintah pusat dalam wujud dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Selanjutnya, dalam rangka melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan


Daerah, maka Daerah diberi kewenangan untuk menetapkan Peraturan Daerah
sebagai sumber hukum untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Hal
ini ditegaskan dalam Pasal 136 ayat (1) UU No 32 Tahun 2004, yang menyatakan
bahwa perda merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi
daerah. Perda merupakan produk hukum yang dapat dibuat melalui prakarsa
inisiatif DPRD maupun Kepala Daerah sebagai penjabaran lebih lanjut dari
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-
masing daerah. Meskipun penyusunan Perda dapat diinisiasi oleh Kepala Daerah
maupun DPRD, akan tetapi hal mutlak yang harus dipenuhi adalah proses kajian
ilmiah dengan Naskah Akademiknya yang harus dilakukan sebelumnya. Menurut
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

15
jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah diartikan sebagai naskah hasil penelitian atau pengkajian
hukum atau hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan merupakan solusi terhadap suatu
permasalahan. Sejalan dengan peraturan tersebut terlihat bahwa penyusunan Perda
merupakan kegiatan ilmiah yang dapat dituangkan dalam penjelasan ataupun
Naskah Akademik.

Konsep Pengembangan Wilayah

Secara konsep, pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses


iterative yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan
pengalaman-pengalaman praktis di lapangan yang bersifat dinamis. Dalam sejarah
perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa
landasan teori yang mewarnai perkembangannya.

1) Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang telah
mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama
pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya.

2) Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori


polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa
perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced
development).

3) Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan


hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan
menggunakan istilah backwash and spread effect.

4) Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada


pembentukan hierarki guna mempermudah pengembangan sistem
pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan.

5) Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya


model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam

16
pengembangan wilayah.

Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas


kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran
cemerlang putra-putra bangsa, diantaranya adalah:

1) Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur


yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam
akan mampu mempercepat pengembangan wilayah.

2) Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep


hierarki kota-kota dan hierarki prasarana jalan melalui Konsep Orde Kota.

3) Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan


konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi
lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an
ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai
upaya untuk mewujudkan sistem kota-kota nasional yang efisien dalam
konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini
pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan
Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh
untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.

4) Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk


mengatasi kesenjangan wilayah, misalnya antara Indonesia bagian Barat
dan Bagian Timur, antara kawasan dalam suatu wilayah pulau, maupun
antara kawasan perkotaan dan perdesaan.

5) Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, mengarahkan konsep


pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilaksanakan pada awal


tahun 2000 memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam mengelola pengembangan dan pembangunan wilayahnya.

17
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, hampir semua peraturan
perundangundangan mengalami perubabahan disesuaikan dengan konteks
otonomi dan desentralisasi daerah. Dalam hal penataan ruang wilayah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 sebagai pengganti undang- undang
sebelumnya. Berdasarkan pemahaman teoritis, secara konseptual Konsep
pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Diselenggarakan tidak hanya untuk memenuhi tujuan sektoral yang


bersifat parsial, namum lebih dari itu, untuk memenuhi tujuan
pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik,

2) Merupakan rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam


penggunaan berbagai sumber daya (sumber daya alam, buatan, manusia
dan sistem aktivitas), yang harus didukung oleh sistem hukum dan sistem
kelembagaan yang melingkupinya,

3) Merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan


wilayah nasional,

4) Meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor


pembangunan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional
yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.

18
BAB III

METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN

3.1.Lokasi

Daerah penelitian sangat penting untuk memperoleh data dalam hal penyusunan,
oleh karena itu peneliti memiliki lokasi penelitian . Penelitian ini dilaksanakan di
Dinas Perumahan , Kawasan Pemungkiman Dan Penataan Ruang Kota
Medan,adapun alasan penelitian mengambil objek pusat penelitian di wilayah
tersebut adalah: Karena RTH di kota Medan merupakan salah satu aset yang bisa
di bermanfaat bagi masyarakat untuk berolah raga dan lain sebagainya.

Gambar 3.1 Peta Dinas Perumahan, Kawasan Pemungkiman Dan Penata


Ruang Kota Medan

3.2.Waktu Dan Tahapan Pelaksanaan

A.Waktu

Waktu pelaksanaan Program Pengenalan Lapangan(PPL) dimulai tanggal 29


November 2021 sampai dengan 4 Desember 2021 sesuai dengan jadwal yang

19
sudah ditentukan fakultas.

B.Tahapan Pelaksanaan

Jenis Penelitian

Salah satu Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis. Deskriptif analisis data yang diperoleh seperti pengamatan, hasil
wawancara, analisis dokumen, catatan lapangan yang disusun oleh peneliti dan
tidak dituangkan dalam angka. Penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu
penelitian diarahkan untuk menggambarkan fakta dengan argumen yang tepat.
Penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu
Perencanaan Pembangunan Program Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Medan.

Untuk memperoleh data yang diharapkan agar dapat menunjang kegiatan


penelitian yang dilakukan, maka harus melakukan pengumpulan data dengan
teknik, antara lain:

1. Pengumpulan Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung di


lokasi penelitian. Berhubungan dengan hal-hal yang terkait dengan struktur ruang.
Pengumpulan data primer merupakan pengumpulan data yang diperoleh langsung
dari hasil observasi lapangan, seperti data yang diperoleh dari observasi langsung
di lapangan. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kualitatif objek
studi.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersumber dari dinas/instansi atau


lembaga-lembaga terkait. Teknik pengumpulan data sekunder hanya
menggunakan telaah dokumen. Telaah dokumen yang dimaksud adalah salah satu
cara untuk mendapatkan informasi pendukung melalui berbagai sumber.
Informasi data sekunder bisa didapatkan dari dokumen-dokumen berbagai
kebijakan, seperti Data Statistik atau Kependudukan dari BPS (Badan Pusat
Statistik), Jurnal, RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan lain sebagainya.

20
Informasi Penelitian

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan purpossive


samplingyaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2012).Purpossive sampling merupakan teknik dengan ketentuan tertentu sesuai
dengan kriteria yang ditentukan peneliti karena informan sangat penting bagi
peneliti untuk terus mencari informasi tentang hal tersebut sampai datanya pas dan
akurat (jenuh).Dengan menggunakan purposive sampling peneliti biasanya
memilih data yang sesuai dengan data yang didapatkan dari informan yang
ditentukan oleh peneliti.

Informan adalah individu yang diminta oleh peneliti untuk memberi


uraian, cerita detail selain dirinya dan terutama tentang individu lain, situasi
Adapun rincian informan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.

1. Informan Kunci

Informan kunci adalah mereka yang mengetahui permasalahan secara luas


dan ahli yang bisa menjelaskan pemanfaatan ruang terbuka hijau di udayana kota
mataram narasumber utama dalam penelitian adalah Dinas Pertamanan, Dinas
Kebersihan, Kelurahan, total atau jumlah informan kunci ada 3 orang.

2. Informan Biasa

Informan biasa adalah orang yang memberi informasi tetapi hanya sebagai
pelengkap saja. Adapun yang menjadi informan biasa dalam penelitian ini adalah.

No Kriteria pertanyaan Pertanyaan


Bagaimana proses penataan 1. Bagaimana bentuk penataan yang
dilakukan oleh pemerintah pada
ruang RTH Kota Medan
saat ini
2. Apakah penataan taman di Kota
Medan sudah ditata rapi atau
belum tertata

21
3. Meneurut pendapat bapak ibu
tempat duduk pengunjung Apakah
sudah tersedia dengan baik atau
belum
4. Apakah fasilitas public sudah
memadai dan apa saja fasilitasnya
5. Apakah penataan ruang terbuka
melibatkan masyarakat dalam
perencanaannya atau bagaimana
6. Apakah ada dukungan pemerintah
dan masyarakat yang dilakukan
untuk penataan ruang terbuka
hijau
7. Menurut bapak ibu apa rencana
yang dilakukakn oleh pemerintah
dan masyarakat
8. Bagaimaan model penataan RTH
yang dilakukan oleh pemerintah
9. Apakah hambatan dalam penataan
ruang RTH Kota Medan
2 Pemanfataan ruang terbuka 1. Bagaimana bentuk pemanfaatan
ruang RTH Kota medan
hijau (RTH) udayana kota
2. Bagaimana model pemanfaatan
mataram ruang terbuka hijau Kota medan
3. apakah ada mamfaat RTH kota
medan untuk rekreasi
4. bagaimana dampak RTH kota
medan
terhadap kondisi economi
5. pengelolaan bidang olahraga
apakah

22
Sudah maksil
6. Apakah RTH udayana memiliki
dampak untuk kesehatan
7. Apakah masyarakat nyaman lari
pagi
setiap hari minggu di udayana
8. apa ada mamfaat RTH kota
medan dalam hal sosial
(menghubungkan silaturahmi
antara kawan dengan kawan
antara keluarga dengan keluarga)
9. Menurut bapak,ibu Berapa kira-
kira yang berkunjung di taman
kota medan
10. Apakah masyarakat sudah puas
dengan adanya taman di Kota
medan
3 Bagaimana upaya 1. Apa upaya yang dilakukan
oleh pemerintah dan
pemerintah dan masyarakat
masyarakat dalam
dalam pengelolaan RTH mengelolaan RTH
2. Apakah ada kebijakan yang di
kelarkan oleh pemerintah
daerah dalam hal pengelolaan
RTH
3. Apa rencana pemerintah untuk
pengelolaan RTH untuk
jangkah panjang
4. Bagaimana upaya pemerintah
untuk memberikan
menyadarkan masyarakt

23
dalam menjaga dan ikut
melestarikan

Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan bahan penting yang digunakan oleh peneliti untuk


menjawab pertanyaan atau menguji hipotesis dan mencapai tujuan penelitian.
Oleh karena itu, data dan kualitas data merupakan pokok penting dalam penelitian
karena menentukan kualitas hasil penelitian. Data diperoleh dari suatu proses yang
disebut pengumpulan data. Menurut Ulber Silalahi (2009) pengumpulan data
adalah satu proses mendapatkan data empiris melaluiresponden dengan
menggunakan metode tertentu.Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa
proses pengumpulan data adalah proses untuk mengumpulkan berbagai hal yang
akan digunakan sebagai bahan penelitian

Observasi

“Pada observasi ini, peneliti mengamati peristiwa, kejadian, pose,


dansejenisnya disertai dengan daftar yang perlu diobservasi” (Sulistyo Basuki,
2006). Peneliti melakukan pengamatan langsung dengan membawa data observasi
yang telah disusun sebelumnya untuk melakukan pengecekan kemudian peristiwa
yang diamati dicocokkan dengan data observasi.

Wawancara

Wawancara Semi Terstruktur

Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara/Interview


semiterstruktur. Wawancara semiterstruktur. Jenis wawancara ini sudah
termaksud dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaanya lebih
bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara
jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana
pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam
melakukan wawancara, peneliti perlu mendengar secara teliti dan mencatat apa

24
yang dikemukakan informan (Sugiyono, 2016).

Dalam wawancara yang di lakukan bentuk pertanyaan yang di buat dalam


bentuk pedoman wawancara, pedoman wawancara tersebut berisi beberapa pola
pertanyaanan diantaranya bagaimana proses penataan ruang terbuka hijau udayana
kota mataram, bagaimana pemanfaatan ruang terbuka hijau udayana kota
mataram, bagaimana upaya pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan ruang
terbuka hijau Kota Medan

Dokumentasi

Dokumentasi merupakan data sekunder yang dipandang perlu dalam


penelitian ini, dalam upaya mendukung dan melengkapi data wawancara dan
observasi, sehingga data ini menjadi lengkap dan jelas atau terarah, Dalam hal ini,
data dari monografi desa, catatan, buku, foto, kebijakan,peraturan, dan Biro pusat
statisik dan arsip lokasi yang bersangkutan dalam penelitian ini peneliti akan
melakukan dokumentasi di Kota Medan

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun
orang lain Sugiyono (dalam Ayudi, 2016:41).

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,


memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang
yang tidak perlu. Reduksi data bisa dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada dalam data
penelitian.

Tujuan dari reduksi data ini adalah untuk menyederhanakan data yang

25
diperoleh selama penggalian data di lapangan. Data yang diperoleh dalam
penggalian data sudah tentu merupakan data yang sangat rumit dan juga sering
dijumpai data yang tidak ada kaitannya dengan tema penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang


memberika kemungkinan adanya penarikan kesimpul. Hal ini dilakukan dengan
alasan data-data yang diperoleh selama proses penelitian kualitatif tersebut.

3. Kesimpulan atau Verifikasi

Kesimpulan atau veritikasi merupakan tahap akhir dalam proses analis


data, pada bagian ini penelitian mengunakan kesimpulan dari data-data yang telah
diperole. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari makna data yang dikumpulkan
dengan menncari humbungan , persamaan, dan lan sebagainya Sugiyono (dalam
Ayudi, 2016:41).

26
BAB IV

ANALISIS DAN HASIL KEGIATAN

4.1.Visi,Misi Tujuan Dan Sasaran

Visi,Misi Tujuan Dan Sasaran

Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin
dicapai melalui penyelenggaraan tugas dan fungsi pada akhir periode
perencanaan. Visi dan Misi Dinas Pertamanan tidak terlepas dari perwujudan visi
dan misi Pemerintah Kota Medan, yaitu terwujudnya Kota Medan yang unggul,
nyaman dan sejahterah. Visi dan Misi Dinas Pertamanan Kota Medan sebagai
berikut:

“Mewujudkan Tertatanya Ruang Terbuka Hijau, Penerangan Jalan Umum dan


Reklame Serta Keindahan Kota Sebagai Implementasi Medan Kota Ibadah Maju
dan Religius”.

2. Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi Dinas Pertamanan dan


Kebersihan Kota Medan dalam Rencana Strategis (Renstra) sebagai berikut :

a. Membangun, menata dan memelihara ruang terbuka hijau, sesuai kebutuhan


Kota Medan.

b. Meningkatkan keindahan Kota melalui penataan elemen sarana pertamanan,


dekorasi Kota dan Penerangan Jalan Umum (PJU).

c. Mengoptimalkan pelayanan Penerangan Jalan Umum.

d. Mengoptimalkan perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui

pengelolahan pajak Penerangan Jalan, Reklame, Pemakaman, dan retribusi


lainnya

4.2 permasalahan dan isu staretegi daerah

Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan
di Indonesia adalah semakin berkurangnya lingkungan dan ruang publik.
Terutama ruang terbuka hijau, kota-kota besar pada umumnya memiliki
ruang terbuka hijau dengan luas dibawah 10% dari luas kota itu sendiri.

Dengan Meningkatkan kualitas ekologis suatu kota dapat dilakukan dengan


membentuk Ruang Terbuka Hijau pada kawasan perkotaan. Hal tersebut

27
ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, yang menyatakan bahwa
tujuan pembentukan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan antara lain meningkatkan
mutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana
penanganan Iingkungan perkotaan serta dapat menciptakan keserasian lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

4.2.1.Permasalahan Aspek Geografi dan Demografi

4.2.2.Permasalahan Aspek Kesejahteraan Sosial

4.2.3.Permasalahan Aspek Pelayanan umum

upaya pemanfaatan yaitu dari Sumber Daya Manusianya yang masih kurang,
karena Tim Mandor yang dimiliki Dinas Pertamanan Kota Medan hanya 10 untuk
menangani permasalah taman seperti ruang terbuka hijau kawasan perkotaan di
Kota Medan, jadi banyak sekali ruang terbuka hijau kawasan perkotaan yang
harus di tangani sedangkan Sumber Daya Manusia yang ada di Dinas Pertamanan
saja sedikit tidak sebanding dengan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan yang
ada di Kota Medan dan dari peralatan maupun anggaran juga yang belum turun,
dalam upaya pemanfaatan yang dilakukan oleh Dinas Pertamanan Kota Medan,
Dinas Pertamanan selalu menjadwalkan dalam hal penanganan, penjangakauan,
dan penanganan, namun jika anggara belum di turun pada saat kegiatan ingin
dilaksanakan tentu kegiatan itu akan di undur.

4.2.3.1.Pendidikan

4.2.3.2.Kesehatan

4.2.3.3.Sarana dan Prasarana

4.3.Isu Strategi Daerah

4.3.1.Isu Strategi RPJM Nasional

4.3.2.Isu Strategi RPJMD Provinsi

4.3.3.Isu Strategi RPJMD Kabupaten Kota

4.3.4.Tahapan Perencanaan Pembangunan (Penyusunan Penempatan ,


Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan)

4.3.5.Analisis Swot (Strategi , Arah Kebijakan Dan Program Pembangunan)

28
BAB V

HASIL DAN REKOMENDASI

29
Daftar Pustaka

Muliana, R ., Astuti, P ., & Fadli, A. (2018). Kajian Pusat-Pusat Pelayanan di


Kabupaten Kampar. Jurnal Saintis Volume 18 Nomor 1.

Pane, Teguh Achmad. (2013). Kajian Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan di


Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Medan Tahun 2015-2035.

Pontoh, Nia K dan Iwan Kustiawan. (2008). Pengantar Perencanaan Perkotaan.


Bandung: ITB.

Putra, Dewa Raditya dan Wisnu Pradoto. (2016). Pola Dan Faktor Perkembangan
Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Maranggen, Kabupaten Demak. Jurnal
Pengembangan Kota (2016) Volume 4 No. 1

RDTR Kecamatan Medan Johor.

RTRW Kota Medan Tahun 2010-2030.

Setiawan, Bambang. (2004). Pengaruh Struktur Kota Terhadap Pola Pergerakan di


Kota Semarang dan Kota Surakarta. Semarang. Universitas Diponegoro

Sinulingga, B. D. (2005). Pembangunan Kota, Tinjauan Regional dan Lokal.


Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

SNI 03-1733-2004 Tentang Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di


Perkotaan.

Adisasmita, Sakti Adjizahd. (2011). Jaringan Transportasi. Yogyakarta. Graha


Ilmu. Apriana, M ., & Iwan, R. (2020). Penentuan Pusat Pelayanan Perkotaan di
Kota

Tanjungpinang. Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020.

Aryunto, Primus. (2012). Pengaruh Perkembangan Ekonomi Kota Terhadap


Struktur Ruang Kota (Studi Kasus Kabupaten Gresik). Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS).

BPS (2020) Statistik Daerah Kota Medan, Bapan Pusat Statistik Kota Medan.

Budiarto, Jerzi dan Suwandono, Djoko. (2014). Identifikasi Perubahan Struktur


Ruang Pada Jalan Utama Kecamatan Kraton D.I Yogyakarta. Jurnal Ruang
Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014. ISSN 1858-3881.

30
Burgess, E. W. (1925). The Growth of The City in R. E. Park; E.W Burgess and
R.D McKenzie, The City. Chicago, University of Chicago Press.

Dokumen Profil Kota Medan. BPS Kota Medan.

Dwiyanto, T. A., & Sariffuddin, S. (2013). Karakterisktik Belanja Warga


Pinggiran Kota (Studi Kasus: Kecamatan Banyumanik Kota Semarang). 2013, 1
(2) 118- 127.

Filipus, Theodorus ., Tondobala, Linda ., & Rengkung, Michael M. (2019).


Analisis Struktur Ruang Berdasarkan Pusat Pelayanan di Kabupaten Minahasa
Utara. Jurnal Spasial Vol. 6 No. 1, 2019. ISSN 244-3262.

Ilma, Faradina dan Rakhmatulloh, Anita Ratnasari. (2014). Pembentuk Struktur


Ruang Kompak di Kawasan Banyumanik Kota Semarang. Jurnal Pembangunan
Wilayah & Kota. Volume 10 (2): Juni 2014.

Lahagina, Jason J. Geovani P ., Poluan, R. J ., dan Mononimbar, Windy. (2015).


Kajian Struktur Ruang Kota Tomohon. Universitas Sam Ratulangi Manado.

M. Irzan Fausan. (2018). Kajian Struktur Ruang Kawasan Perdagangan Di Kota


Makassar. Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar.

Malau, Febri Irwandi ., Mononimbar, Windy ., dan Rate, Johannes Van. (2018).
Analisis Pemanfaatan Ruang di Kawasan Sekitar Jalan Lingkar Kota Manado.
Jurnal Spasial Vo. 5. No. 3, 2018. ISSN 2442-3262.

Masrianto ., Soetomo, Soegiono ., Poerwo, Poernomosidhi ., dan Riyanto,


Bambang. (2012). Pembangunan Jaringan Jalan Perkotaan Berdasarkan Kajian
Struktur Ruang dan Aksesibilitas Kota. Jurnal Transportasi Vol. 12 No 2 Agustus
2012.

Toriki, Pransiska Archivianti dan Nurini. (2012). Kajian Pola Ruang Kampung
Berdasarkan Budaya Lokal di Perkampungan Ke’Te Kesu, Kabupaten Toraja
Utara. Jurnal Teknik PWK Volume 1 Nomor 1 2012.

Ullman, Harris. (1945). Graphic Repared. Department of Geography and Earth


Sciens Charlotte: University of North Carolina.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan


Ruang.

Utoyo, B . (2007). Geografi Membuka Cakrawala Dunia. Bandung: PT. Setia


Purna.

31
Viduri, Vika, Badjuri dan Andjar Widjajanti. (2015). Analisis Pengembangan
Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di
Kabupaten Banyuwangi dalam Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015. Jurusan Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Jember (UNEJ).

Wibowo, Awal. (2014). Studi Tentang Struktur Kota dan Sistem Transportasi Di
Perkotaan Purwokerto Tahun 2013. Geodukasi Volume III Nomor 1, Maret 2014.

Yunus, Hadi Sabari. (2014) Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

32

Anda mungkin juga menyukai