Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/363638600

POLICY BRIEF: Problematika dan Arah Kebijakan di Kawasan Perbatasan


Indonesia

Research · September 2022

CITATIONS READS

0 258

1 author:

Dimas Subekti
Universitas Jambi
37 PUBLICATIONS 44 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Dimas Subekti on 18 September 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Ringkasan Eksekutif

Perbatasan merupakan hal yang penting dalam perkembangan sejarah karena


berkaitan dengan ruang hidup. Dimensi spasial juga berkaitan dengan sumber daya
ekonomi yang mendominasi kehidupan masyarakat dan bangsa. Indonesia adalah
sebuah negara yang berbagi perbatasan sangat panjang dengan banyak negara
tetangga. Dinamika persoalan kawasan perbatasan Indonesia yang masih begitu
kompleks, mendorong pemerintah sebagai pihak yang berwenang berkewajiban
menyelesaikanya. Oleh karena itu, hasil policy brief ini memberikan beberapa
rekomendasi yang dapat di pertimbangkan sebagai arah kebijakan pemerintah
Indonesia dalam menyelesaikan persoalan kawasan perbatasan. Pertama, kebijakan
dengan pendekatan kesejahteraan. Hal yang nyata dalam mewujudkan kebijakan
tersebut adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas pembangunan sarana prasarana
kebijakan publik. Kedua, prioritas kebijakan pembangunan dan pemeliharaan
lingkungan hidup. Wilayah perbatasan Indonesia yang mayoritas hutan dan laut
menjadikan kesinambungan pembangunan dan pemeliharaanya menjadi sangat
dibutuhkan, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga hal tersebut dalam bentuk
nyata sebuah kebijakan sebagai upaya melestarikan lingkungan hidup di masa depan.
Ketiga, penguatan kelembagaan kawasan perbatasan berbasis kewilayahan. Hal ini
mengingat karakter geografis kepulauan dan pembagian wilayah pemerintahan
Indonesia yang menyebar. Identifikasi atas kapasitas sumber daya manusia dan
infrastruktur wilayah/daerah menjadi jalan alternatif penguatan kelembagaan.

A. PENDAHULUAN

Perbatasan bagi suatu negara mempunyai arti penting sebab tidak saja
menegaskan batas kedaulatan, tetapi juga memiliki dimensi internasional. Hal ini
karena berkaitan dengan kepentingan internasional, wilayah perbatasan satu negara
akan selalu bersinggungan dengan wilayah perbatasan darat atau laut negara lain atau
perairan internasional. Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai kurang lebih
81.900 km, Indonesia berbatasan langsung dengan banyak negara, baik di darat
(kontinental) maupun di perairan (maritim). Indonesia berbatasan dengan tiga negara
tetangga: Malaysia, Papua Nugini (PNG), dan Timor Leste. Negara ini berbatasan
dengan tiga pulau yaitu Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara. Di laut, perairan
Indonesia berbatasan dengan kedaulatan dan/atau hak berdaulat sepuluh negara:
India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Timor-Leste,
PNG dan Australia (Muhamad, 2012).
Berdasarkan pasal 25A Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Kemudian, Undang-Undang wilayah Negara Nomor 43 Tahun 2008 mengatur bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri
kepulauan, memiliki kedaulatan atas wilayahnya dan kedaulatan di luar wilayah
kedaulatannya dan mempunyai penguasaan yang sama, menyatakan memiliki
kewenangan tertentu lainnya. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Pengawasan perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari


penyelenggaraan pemerintahan, secara operasional kegiatan penanganan atau
pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan. Sejalan dengan reorientasi
kebijakan pembangunan kawasan perbatasan melalui Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, mewajibkan pemerintah untuk membentuk badan
pengawas perbatasan di tingkat pusat dan daerah untuk mengelola kawasan
perbatasan. Sesuai amanat undang-undang, Pemerintah membentuk Badan Nasional
Perlindungan Perbatasan (BNPP) melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2010,
yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2017 (bnpp.go.id,
2022).

Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) menyusun Rencana Induk


Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024.
Maksud penyusunan tersebut adalah sebagai pedoman dalam pengelolaan batas
wilayah negara dan kawasan perbatasan dalam kurun waktu Tahun 2020-2024. Hal ini
tidak lepas dari dinamika persoalan kawasan perbatasan Indonesia yang masih begitu
kompleks. Isu-isu strategis yang paling mendasar bagi wilayah perbatasan seperti
kemiskinan, lingkungan dan tata kelembagaan masih menjadi permasalahan. Oleh
karena itu, naskah policy brief ini akan menjawab pertanyaan: “arah kebijakan
bagaimana yang paling tepat untuk diambil pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan
persoalan kawasan perbatasan ?”.
B. METODE PENELITIAN

Policy brief ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan


pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
studi kepustakaan. Sehingga, sumber data yang digunakan berasal dari berita online
yang bereputasi dan kredibel serta artikel jurnal yang relevan. Kemudian, teknik analisis
data yang digunakan adalah deskriptif. Oleh karena itu, tahapan dalam menganalisis
data yakni pengumpulan dan pengolahan data, seleksi data, analisis dan verifikasi data,
serta penafsiran dan penarikan kesimpulan.

C. HASIL DAN ANALISIS

1. Sarana Prasarana Pelayanan Publik

Masalah sosial, khususnya kemiskinan, merupakan masalah besar bagi


masyarakat di daerah perbatasan. Hal ini tercermin dari banyaknya keluarga kurang
mampu dan kesenjangan sosial ekonomi dengan masyarakat di negara tetangga.
Masalah kesejahteraan sosial disebabkan oleh berbagai penyebab dan saling terkait.
Faktor internal berkaitan dengan sistem sosial, termasuk ketimpangan struktural dalam
masyarakat, dan ada kelompok masyarakat yang rentan terhadap masalah
kesejahteraan sosial karena tidak dapat mengakses peluang sosial ekonomi. Alat
produksi yang terbatas juga dapat menyebabkan kekurangan makanan dan gizi, yang
menyebabkan cacat fisik dan mental(Listyawati. A, & Ayal. L. N, 2018). Berdasarkan
data kemiskinan wilayah perbatasan, angka kemiskinan wilayah perbatasan tetap relatif
tinggi pada tahun 2019 sebesar 15,24% dari total penduduk wilayah perbatasan.
(Amalia & Asmara, 2021).

Minimnya sarana prasarana menjadi faktor utama yang mengakibatkan


kesejahteraan sosial masyarakat wilayah perbatasan menjadi tinggi. Menjamin akses
infrastruktur yang memadai berupa fasilitas pelayanan publik seperti pendidikan,
kesehatan, jembatan, transportasi, air bersih, teknologi dan komunikasi agar
masyarakat dapat bergerak lebih dinamis dan mendorong kegiatan ekonomi(Jesly,
2016). Kondisi pendidikan di daerah perbatasan cenderung memprihatinkan dan
memerlukan perhatian serius dari berbagai instansi yang berwenang (Agung, 2012).
Lebih daripada itu, keterbatasan sarana prasarana pelayanan kesehatan di wilayah
perbatasan juga membuat akses masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan
menjadi rendah. Di sisi lain, kurangnya perhatian terhadap tenaga medis yang bersedia
untuk bertugas di daerah perbatasan juga berkontribusi terhadap buruknya kondisi
kesehatan masyarakat kawasan perbatasan(Lestari, 2013).

Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) melalui program Rencana


Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024
melakukan pembangunan 222 kecamatan lokasi prioritas. Hal ini bertujuan sebagai
upaya pemerintah dalam mewujudkan pemerataan dan kesejahteraan sosial
masyarakat di wilayah perbatasan melalui pembangunan saran prasarana.

Gambar 1. Pembangunan Kecamatan Lokasi Prioritas

Sumber: Diantoro, (2020)


2. Kondisi Ekologis dan Sumber Daya Alam (SDA)

Eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang berlebihan di Indonesia dapat


menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar. Situasi ini diperparah dengan
meningkatnya skala pelanggaran penataan ruang di berbagai wilayah Indonesia. Indonesia
merupakan negara dengan kawasan hutan terluas kedelapan di dunia, dengan luas hutan
120,6 juta hektar atau sekitar 63% dari luas daratan negara. Namun, pada 2018,
deforestasi Indonesia menduduki peringkat ketiga tertinggi di dunia. Sejak 2015, sekitar
30% hutan lindung telah dirusak oleh intervensi kehutanan oleh pemerintah kota(Uii.ac.id,
2020).

Tindakan yang merusak lingkungan terbagi dalam tiga kategori: Yang pertama
adalah pertumbuhan penduduk. Populasi dunia meningkat sekitar 1,5% setiap tahun,
dan dunia bertambah sekitar 90 juta orang setiap tahun. Pada tahun 1990 populasi
dunia adalah 5,3 miliar. Pada tahun 2025, populasi dunia diperkirakan akan mencapai
8,5 miliar. Petani kemudian akan membutuhkan 50% lebih banyak hasil padi daripada
yang mereka lakukan sekarang, hanya untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Kedua,
penyalahgunaan sumber daya alam seperti hutan, perikanan dan sungai.
Perkembangan di seluruh dunia menempatkan tuntutan besar pada kecukupan sumber
daya alam, mengancam stabilitas ekosistem. Banyak sumber daya alam yang
dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan penduduk saat ini, mengurangi kegunaannya
untuk generasi mendatang. Ketiga adalah pencemaran udara, air dan tanah.
Masyarakat industri juga berdampak pada ekosistem, semakin merusak lingkungan,
melalui emisi produk sampingan limbah dari bahan yang digunakan dan
diproses(Herlina, 2017).

3. Koordinasi dan Implementasi Kebijakan Institusi Pengelola Perbatasan

Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melakukan evaluasi


terhadap isu strategis terkait dengan pembangunan wilayah perbatasan. Salah satu
yang menjadi sorotan adalah rendahnya komitmen kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah wilayah perbatasan. Hal ini terlihat dari total Dana Alokasi Khusus
(DAK) sebesar Rp 22 triliun yang hanya terealisasi sebesar 0,5 persen untuk sarana
dan prasarana kawasan perbatasan(Harruma, 2022).
Isu-isu strategis terkait dengan kelembagaan pengawasan perbatasan.
Koordinasi kelembagaan antara Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pusat
dan yang berada di daerah berdasarkan Peraturan presiden nomor 12 tahun 2010.
Hubungan koordinasi antara Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pusat dan
daerah meliputi pembinaan, fasilitasi dan pemantauan. kepala Badan Nasional
Pengelola Perbatasan (BNPP) memiliki kewenangan untuk mengatur hubungan kerja
antara kantor pusat dengan daerah. Kewenangan Badan Nasional Pengelolaan
Perbatasan (BNPP) pada tingkat provinsi diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 02 tahun 2011. Kewenanganya meliputi: pertama, melaksanakan
kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan lain dalam rangka otonomi
daerah dan tugas pembantuan bersama. Kedua, mengkoordinasikan pembangunan
di wilayah perbatasan untuk mengembangkan daerah perbatasan. Ketiga,
mengawasi pelaksanaan pengembangan wilayah perbatasan yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota. (Kennedy, L.Tobing, L.Toruan, & Tampubolon, 2019).

Beberapa permasalahan mendasar dalam pengendalian perbatasan adalah


belum terjalinnya mekanisme koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi serta
pelaksanaan program pengendalian perbatasan di tingkat pusat maupun daerah. Belum
efektifnya upaya pengelolaan yang terkoordinasi antar negara dalam mendukung
kegiatan lintas batas dan pengelolaan kawasan perbatasan dengan negara tetangga.
Keterbatasan sumber daya, dukungan infrastruktur dan kurangnya staf badan
pengawas perbatasan. Perlu penguatan sistem, pengembangan sumber daya manusia,
dan pengalokasian sumber daya secara tepat sesuai prioritas(Kennedy et al., 2019).

C. REFLEKSI DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan kajian ini menemukan bahwa memang masih terdapat problematika


yang kompleks di kawasan perbatasan Indonesia. Mulai dari kondisi sarana prasarana
yang masih minim yang mengakibatkan kesenjangan sosial, kerusakan ekologis dan
persoalan kelembagaan yang berwenang mengelola daerah perbatasan. Oleh karena
itu, policy brief ini memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan oleh pemerintah dalam mengatasi persoalan tersebut.
1. Kebijakan dengan pendekatan kesejahteraan. Peningkatan kualitas dan
kuantitas pembangunan sarana prasarana pelayanan publik menjadi sangat
urgent dan fundamental bagi wilayah perbatasan. Selama ini permasalahan
yang begitu kompleks pada bagian tersebut, mengakibatkan banyak sektor
kehidupan masyarakat perbatasan menjadi sangat minim. Sehingga arah
kebijakan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan menjadi solusi
tepat bagi pemerintah Indonesia, khususnya Badan Nasional Pengelolaan
Perbatasan (BNPP) sebagai upaya menjawab permasalahan tersebut.
2. Prioritas kebijakan pembangunan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan kerusakan ekologis yang
begitu masif, khususnya di wilayah hutan perbatasan Indonesia membuatan
tindakan konstruktif melalui kebijakan menjadi penting. Prioritas kebijakan
dengan mengarahkannya kepada pembangunan dan pemeliharaan
lingkungan hidup menjadi aktivitas baik yang akan berdampak positif.
Wilayah perbatasan Indonesia yang mayoritas hutan dan laut menjadikan
kesinambungan pembangunan dan pemeliharaanya menjadi sangat
dibutuhkan, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga hal tersebut dalam
bentuk nyata sebuah kebijakan sebagai upaya melestarikan lingkungan
hidup di masa depan.
3. Penguatan kelembagaan kawasan perbatasan berbasis kewilayahan.
Mengelola kawasan perbatasan bukanlah tugas yang mudah. Tapi tugas
mulia ini harus ditanggapi dengan serius sebagai tanggung jawab untuk
memenuhi kewajiban konstitusional. Kelembagaan menjadi salah satu kunci
dalam mengelola wilayah perbatasan. Penguatan kelembagaan kawasan
perbatasan dalam kerangka kewilayahan menjadi terobosan kebijakan. Hal
ini mengingat sifat geografis kepulauan dan sebaran wilayah pemerintahan
Indonesia yang luas. Identifikasi atas kapasitas sumber daya manusia dan
infrastruktur wilayah/daerah menjadi jalan alternatif penguatan kelembagaan.
Sehingga, penguatan kelembagaan kawasan perbatasan, dalam hal ini
dibawah komando Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) menjadi
lebih terstruktur di setiap daerah perbatasan.
Daftar Pustaka

Agung, I. (2012). Kajian Penyelenggaraan Pendidikan di Daerah Perbatasan. Jurnal


Ilmiah VISI P2TK PAUD N, 7(2), 173–184.

Amalia, M., & Asmara, A. (2021). Desentralisasi Fiskal dan Kemiskinan di Daerah
Perbatasan Indonesia (IPB University). Retrieved from
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/108031

Andayani Listyawati, & Lidia Nugrahaningsih Ayal. (2018). Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Kawasan Perbatasan Antar Negara: Kajian Masyarakat Kawasan
Perbatasan Di Timor Tengah Utara. Media Informasi Penelitian Kesejahteraan
Sosial, 42(1), 37–50.

bnpp.go.id. (2022). Profil Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia.


Retrieved September 10, 2022, from bnpp.go.id website:
https://bnpp.go.id/profil/profil-bnpp

Diantoro, S. (2020). Kebijakan Pengembangan Wilayah Perbatasan Dalam Renduk


Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024.
In Renduk 2020-2024.

Harruma, I. (2022). Masalah-masalah di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Upaya


Mengatasinya. Retrieved September 11, 2022, from Kompas.com website:
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/06/00050061/masalah-masalah-di-
wilayah-perbatasan-indonesia-dan-upaya-mengatasinya

Herlina, N. (2017). Permasalahan lingkungan hidup dan penegakan hukum lingkungan


di Indonesia. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 3(2), 162–176.

Jesly, K. (2016). Pembangunan Infrastruktur Daerah Perbatasan. EJournal


Pemerintahan Integratif, 4(3), 404–418.

Kennedy, P. S. J., L.Tobing, S. J., L.Toruan, R., & Tampubolon, E. (2019). Diskusi
Mengenai Isu Strategis Tentang Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara
Dengan Pemerintah Provinsi Maluku. JURNAL Comunità Servizio, 1(2), 120–133.
https://doi.org/10.33541/cs.v1i2.1277

Lestari, T. R. P. (2013). Pelayanan Kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan


Kepulauan. In Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI. Retrieved from
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%0ASingkat-V-12-II-P3DI-Juni-
2013-27.pdf

Muhamad, S. V. (2012). Indonesia-Malaysia Territorial Boundary In Kalimantan: Its


Problems and Solutions. Kajian: Menjembatani Teori Dan Persoalan Masyarakat
Dalam Perumusan Kebijakan, 17(4), 437–463.

Uii.ac.id. (2020). Eksploitasi SDA Berpotensi Menimbulkan Kerusakan. Retrieved


September 11, 2022, from uii.ac.id website: https://www.uii.ac.id/eksploitasi-sda-
berpotensi-menimbulkan-kerusakan/

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai