Anda di halaman 1dari 6

POLICY BRIEF

PROBLEMATIKA DAN ARAH KEBIJAKAN DI KAWASAN


PERBATASAN INDONESIA

RINGKASAN EKSEKUTIF

Perbatasan merupakan hal yang penting dalam perkembangan sejarah karena berkaitan dengan
ruang hidup. Dimensi spasial juga berkaitan dengan sumber daya ekonomi yang mendominasi
kehidupan masyarakat dan bangsa. Indonesia adalah sebuah negara yang berbagi perbatasan
sangat panjang dengan banyak negara tetangga. Dinamika persoalan kawasan perbatasan
Indonesia yang masih begitu kompleks, mendorong pemerintah sebagai pihak yang berwenang
berkewajiban menyelesaikanya. Oleh karena itu, hasil policy brief ini memberikan beberapa
rekomendasi yang dapat di pertimbangkan sebagai arah kebijakan pemerintah Indonesia dalam
menyelesaikan persoalan kawasan perbatasan.

PENDAHULUAN
Perbatasan bagi suatu negara mempunyai arti penting sebab tidak saja menegaskan batas
kedaulatan, tetapi juga memiliki dimensi internasional. Hal ini karena berkaitan dengan
kepentingan internasional, wilayah perbatasan satu negara akan selalu bersinggungan dengan
wilayah perbatasan darat atau laut negara lain atau perairan internasional. Sebagai negara
kepulauan dengan garis pantai kurang lebih 81.900 km, Indonesia berbatasan langsung dengan
banyak negara, baik di darat (kontinental) maupun di perairan (maritim). Indonesia berbatasan
dengan tiga negara tetangga: Malaysia, Papua Nugini (PNG), dan Timor Leste. Negara ini
berbatasan dengan tiga pulau yaitu Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara. Di laut, perairan
Indonesia berbatasan dengan kedaulatan dan/atau hak berdaulat sepuluh negara: India,
Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Timor-Leste, PNG dan
Australia (Muhamad, 2012).
Berdasarkan pasal 25A Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah
yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Kemudian, Undang-
Undang wilayah Negara Nomor 43 Tahun 2008 mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri kepulauan, memiliki kedaulatan atas
wilayahnya dan kedaulatan di luar wilayah kedaulatannya dan mempunyai penguasaan yang
sama, menyatakan memiliki kewenangan tertentu lainnya. Sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Pengawasan perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan


pemerintahan, secara operasional kegiatan penanganan atau pengelolaan batas wilayah dan
kawasan perbatasan. Sejalan dengan reorientasi kebijakan pembangunan kawasan perbatasan
melalui Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, mewajibkan
pemerintah untuk membentuk badan pengawas perbatasan di tingkat pusat dan daerah untuk
mengelola kawasan perbatasan. Sesuai amanat undang-undang, Pemerintah membentuk
Badan Nasional Perlindungan Perbatasan (BNPP) melalui Keputusan Presiden Nomor 12
Tahun 2010, yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2017
(bnpp.go.id, 2022).

Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) menyusun Rencana IndukPengelolaan Batas


Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024. Maksud penyusunan tersebut
adalah sebagai pedoman dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan
dalam kurun waktu Tahun 2020-2024. Hal ini tidak lepas dari dinamika persoalan kawasan
perbatasan Indonesia yang masih begitu kompleks. Isu-isu strategis yang paling mendasar
bagi wilayah perbatasan seperti kemiskinan, lingkungan dan tata kelembagaan masih menjadi
permasalahan. Olehkarena itu, naskah policy brief ini akan menjawab pertanyaan: “arah
kebijakan bagaimana yang paling tepat untuk diambil pemerintah Indonesia dalam
menyelesaikanpersoalan kawasan perbatasan ?”.

METODE PENELITIAN
Policy brief ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Sehingga,
sumber data yang digunakan berasal dari berita online yang bereputasi dan kredibel serta
artikel jurnal yang relevan. Kemudian, teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif.
Oleh karena itu, tahapan dalam menganalisis data yakni pengumpulan dan pengolahan data,
seleksi data, analisis dan verifikasi data, serta penafsiran dan penarikan kesimpulan.

HASIL DAN ANALISIS


Sarana Prasarana Pelayanan Publik
Masalah sosial, khususnya kemiskinan, merupakan masalah besar bagi masyarakat di daerah
perbatasan. Hal ini tercermin dari banyaknya keluarga kurang mampu dan kesenjangan sosial
ekonomi dengan masyarakat di negara tetangga. Masalah kesejahteraan sosial disebabkan
oleh berbagai penyebab dan saling terkait. Faktor internal berkaitan dengan sistem sosial,
termasuk ketimpangan struktural dalam masyarakat, dan ada kelompok masyarakat yang
rentan terhadap masalah kesejahteraan sosial karena tidak dapat mengakses peluang sosial
ekonomi. Alat produksi yang terbatas juga dapat menyebabkan kekurangan makanan dan gizi,
yang menyebabkan cacat fisik dan mental(Listyawati. A, & Ayal. L. N, 2018). Berdasarkan
data kemiskinan wilayah perbatasan, angka kemiskinan wilayah perbatasan tetap relatiftinggi
pada tahun 2019 sebesar 15,24% dari total penduduk wilayah perbatasan. (Amalia & Asmara,
2021).

Minimnya sarana prasarana menjadi faktor utama yang mengakibatkan kesejahteraan sosial
masyarakat wilayah perbatasan menjadi tinggi. Menjamin akses infrastruktur yang memadai
berupa fasilitas pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, jembatan, transportasi, air
bersih, teknologi dan komunikasi agar masyarakat dapat bergerak lebih dinamis dan
mendorong kegiatan ekonomi(Jesly, 2016). Kondisi pendidikan di daerah perbatasan
cenderung memprihatinkan dan memerlukan perhatian serius dari berbagai instansi yang
berwenang (Agung, 2012).
Lebih daripada itu, keterbatasan sarana prasarana pelayanan kesehatan di wilayah perbatasan
juga membuat akses masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan menjadi rendah. Di sisi
lain, kurangnya perhatian terhadap tenaga medis yang bersedia untuk bertugas di daerah
perbatasan juga berkontribusi terhadap buruknya kondisi kesehatan masyarakat kawasan
perbatasan(Lestari, 2013).

Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) melalui program Rencana Induk


Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024 melakukan
pembangunan 222 kecamatan lokasi prioritas. Hal ini bertujuan sebagai upaya pemerintah
dalam mewujudkan pemerataan dan kesejahteraan sosial masyarakat di wilayah perbatasan
melalui pembangunan saran prasarana.

Kondisi Ekologis dan Sumber Daya Alam (SDA)


Eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang berlebihan di Indonesia dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan yang besar. Situasi ini diperparah dengan meningkatnya skala
pelanggaran penataan ruang di berbagai wilayah Indonesia. Indonesia merupakan negara
dengan kawasan hutan terluas kedelapan di dunia, dengan luas hutan 120,6 juta hektar atau
sekitar 63% dari luas daratan negara. Namun, pada 2018, deforestasi Indonesia menduduki
peringkat ketiga tertinggi di dunia. Sejak 2015, sekitar30% hutan lindung telah dirusak
oleh intervensi kehutanan oleh pemerintah kota(Uii.ac.id, 2020).

Tindakan yang merusak lingkungan terbagi dalam tiga kategori: Yang pertama adalah
pertumbuhan penduduk. Populasi dunia meningkat sekitar 1,5% setiap tahun, dan dunia
bertambah sekitar 90 juta orang setiap tahun. Pada tahun 1990 populasi dunia adalah 5,3
miliar. Pada tahun 2025, populasi dunia diperkirakan akan mencapai 8,5 miliar. Petani
kemudian akan membutuhkan 50% lebih banyak hasil padi daripada yang mereka lakukan
sekarang, hanya untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Kedua, penyalahgunaan sumber daya
alam seperti hutan, perikanan dan sungai. Perkembangan di seluruh dunia menempatkan
tuntutan besar pada kecukupan sumber daya alam, mengancam stabilitas ekosistem. Banyak
sumber daya alam yang dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan penduduk saat ini,
mengurangi kegunaannya untuk generasi mendatang. Ketiga adalah pencemaran udara, air
dan tanah.Masyarakat industri juga berdampak pada ekosistem, semakin merusak lingkungan,
melalui emisi produk sampingan limbah dari bahan yang digunakan dan diproses(Herlina,
2017).

Koordinasi dan Implementasi Kebijakan Institusi Pengelola Perbatasan


Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melakukan evaluasi terhadap isu
strategis terkait dengan pembangunan wilayah perbatasan. Salah satu yang menjadi sorotan
adalah rendahnya komitmen kementerian/lembaga dan pemerintah daerah wilayah
perbatasan. Hal ini terlihat dari total Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 22 triliun yang
hanya terealisasi sebesar 0,5 persen untuk sarana dan prasarana kawasan
perbatasan(Harruma, 2022).
Isu-isu strategis terkait dengan kelembagaan pengawasan perbatasan. Koordinasi
kelembagaan antara Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pusat dan yang berada di
daerah berdasarkan Peraturan presiden nomor 12 tahun 2010. Hubungan koordinasi antara
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pusat dan daerah meliputi pembinaan, fasilitasi
dan pemantauan. kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) memiliki kewenangan
untuk mengatur hubungan kerja antara kantor pusat dengan daerah. Kewenangan Badan
Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) pada tingkat provinsi diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 02 tahun 2011. Kewenanganya meliputi: pertama,
melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan lain dalam rangka
otonomi daerah dan tugas pembantuan bersama. Kedua, mengkoordinasikan pembangunan
di wilayah perbatasan untuk mengembangkan daerah perbatasan. Ketiga, mengawasi
pelaksanaan pengembangan wilayah perbatasan yang dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota. (Kennedy, L.Tobing, L.Toruan, & Tampubolon, 2019).

Beberapa permasalahan mendasar dalam pengendalian perbatasan adalah belum terjalinnya


mekanisme koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi serta pelaksanaan program
pengendalian perbatasan di tingkat pusat maupun daerah. Belumefektifnya upaya pengelolaan
yang terkoordinasi antar negara dalam mendukung kegiatan lintas batas dan pengelolaan
kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Keterbatasan sumber daya, dukungan
infrastruktur dan kurangnya staf badan pengawas perbatasan. Perlu penguatan sistem,
pengembangan sumber daya manusia, dan pengalokasian sumber daya secara tepat sesuai
prioritas(Kennedy et al., 2019).

REFLEKSI DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN


Berdasarkan kajian ini menemukan bahwa memang masih terdapat problematika yang
kompleks di kawasan perbatasan Indonesia. Mulai dari kondisi sarana prasarana yang masih
minim yang mengakibatkan kesenjangan sosial, kerusakan ekologis dan persoalan
kelembagaan yang berwenang mengelola daerah perbatasan. Oleh karena itu, policy brief ini
memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh
pemerintah dalam mengatasi persoalan tersebut.
1. Kebijakan dengan pendekatan kesejahteraan. Peningkatan kualitas dan kuantitas
pembangunan sarana prasarana pelayanan publik menjadi sangat urgent dan fundamental
bagi wilayah perbatasan. Selama ini permasalahan yang begitu kompleks pada bagian
tersebut, mengakibatkan banyak sektor kehidupan masyarakat perbatasan menjadi sangat
minim. Sehingga arahkebijakan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan menjadi
solusi tepat bagi pemerintah Indonesia, khususnya Badan Nasional Pengelolaan
Perbatasan (BNPP) sebagai upaya menjawab permasalahan tersebut.
2. Prioritas kebijakan pembangunan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Eksploitasi
sumber daya alam yang berlebihan dan kerusakan ekologis yang begitu masif, khususnya
di wilayah hutan perbatasan Indonesia membuatan tindakan konstruktif melalui kebijakan
menjadi penting. Prioritas kebijakan dengan mengarahkannya kepada pembangunan dan
pemeliharaan lingkungan hidup menjadi aktivitas baik yang akan berdampak positif.
Wilayah perbatasan Indonesia yang mayoritas hutan dan laut menjadikan kesinambungan
pembangunan dan pemeliharaanya menjadi sangat dibutuhkan, pemerintah memiliki
kewajiban untuk menjaga hal tersebut dalambentuk nyata sebuah kebijakan sebagai upaya
melestarikan lingkungan hidup di masa depan.
3. Penguatan kelembagaan kawasan perbatasan berbasis kewilayahan. Mengelola kawasan
perbatasan bukanlah tugas yang mudah. Tapi tugasmulia ini harus ditanggapi dengan
serius sebagai tanggung jawab untukmemenuhi kewajiban konstitusional. Kelembagaan
menjadi salah satu kunci dalam mengelola wilayah perbatasan. Penguatan kelembagaan
kawasan perbatasan dalam kerangka kewilayahan menjadi terobosan kebijakan. Hal ini
mengingat sifat geografis kepulauan dan sebaran wilayah pemerintahan Indonesia yang
luas. Identifikasi atas kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur wilayah/daerah
menjadi jalan alternatif penguatan kelembagaan. Sehingga, penguatan kelembagaan
kawasan perbatasan, dalam hal ini dibawah komando Badan Nasional Pengelolaan
Perbatasan (BNPP) menjadi lebih terstruktur di setiap daerah perbatasan.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, I. (2012). Kajian Penyelenggaraan Pendidikan di Daerah Perbatasan. JurnalIlmiah


VISI P2TK PAUD N, 7(2), 173–184.

Amalia, M., & Asmara, A. (2021). Desentralisasi Fiskal dan Kemiskinan di Daerah
Perbatasan Indonesia (IPB University). Retrieved from
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/108031

Andayani Listyawati, & Lidia Nugrahaningsih Ayal. (2018). Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Kawasan Perbatasan Antar Negara: Kajian Masyarakat Kawasan Perbatasan Di
Timor Tengah Utara. Media Informasi Penelitian KesejahteraanSosial, 42(1), 37–50.

bnpp.go.id. (2022). Profil Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia.


Retrieved September 10, 2022, from bnpp.go.id website:https://bnpp.go.id/profil/profil-bnpp

Diantoro, S. (2020). Kebijakan Pengembangan Wilayah Perbatasan Dalam Renduk


Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024.In Renduk
2020-2024.

Harruma, I. (2022). Masalah-masalah di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Upaya


Mengatasinya. Retrieved September 11, 2022, from Kompas.com website:
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/06/00050061/masalah-masalah-di- wilayah-
perbatasan-indonesia-dan-upaya-mengatasinya

Herlina, N. (2017). Permasalahan lingkungan hidup dan penegakan hukum lingkungan di


Indonesia. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 3(2), 162–176.

Jesly, K. (2016). Pembangunan Infrastruktur Daerah Perbatasan. EJournal Pemerintahan


Integratif, 4(3), 404–418.

Lestari, T. R. P. (2013). Pelayanan Kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan


Kepulauan. In Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat
Jenderal DPR RI. Retrieved from
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%0ASingkat-V-12-II-P3DI-Juni- 2013-
27.pdf

Muhamad, S. V. (2012). Indonesia-Malaysia Territorial Boundary In Kalimantan: Its


Problems and Solutions. Kajian: Menjembatani Teori Dan Persoalan Masyarakat Dalam
Perumusan Kebijakan, 17(4), 437–463.

Uii.ac.id. (2020). Eksploitasi SDA Berpotensi Menimbulkan Kerusakan. Retrieved September


11, 2022, from uii.ac.id website: https://www.uii.ac.id/eksploitasi-sda- berpotensi-
menimbulkan-kerusakan/

Anda mungkin juga menyukai