Tentang geografis
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan
rumpun bangsa, Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Austronesia dan
Melanesia di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak
mendiami
Indonesia bagian barat. Dengan suku Jawa dan Sunda membentuk kelompok
suku bangsa terbesar dengan persentase mencapai 57% dari seluruh penduduk
Indonesia.[22] Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda-
beda tetapi tetap satu), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk
satu kesatuan negara. Selain memiliki penduduk yang padat dan wilayah yang
luas, Indonesia memiliki alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati
terbesar ke-2 di dunia.
letak geografisnya, Indonesia berada di antara Benua Australia dan Asia, serta di
antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Sementara itu, kalau secara
astronomis, Indonesia terletak di 6o LU (Lintang Utara) – 11o LS (Lintang
Selatan) dan 95o BT (Bujur Timur) – 141o BT (Bujur Timur)
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah perairan lebih luas
dari wilayah daratannya. Luas perairan di Indonesia mencapai 6,32 juta km2, atau
sekitar 62% dari luas wilayah keseluruhan, jauh lebih luas dibandingkan dengan
luas daratannya yang hanya sebesar 1,91 juta km2 (Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI, 2020). Indonesia juga memiliki banyak sungai yang mencapai
70.000 batang sungai (Citarum Harum, 2022). Sungai tersebut mengalir tersebar
diseluruh pulau hingga melewati kota-kota besar yang ada di Indonesia. Beberapa
sungai yang melewati kota besar di Indonesia seperti Sungai Musi di Palembang,
Sungai Singkawang di Kota Singkawang Kalimantan Barat, dan Sungai Brantas di
Kota Malang.
Permasalahan lainnya yang muncul pada kawasan permukiman tepi air adalah
permasalahan kekumuhan. Permukiman kumuh banyak dijumpai sebagai
permasalahan besar di Indonesia. Permukiman kumuh ditandai dengan kepadatan
bangunan yang tinggi, kualitas permukiman yang rendah, status kepemilikan yang
tidak aman, kurangnya akses air bersih, sanitasi, dan infrastruktur (Sharma et al.,
2020). Sedangkan penyebab kekumuhan yang ada di permukiman tepian air
khususnya pada daerah pesisir, juga disebabkan oleh karakter masyarakat yang
kurang memperhatikan lingkungan, urbanisasi, keterbatasan lahan, serta kurang
tegasnya kebijakan pemerintah (Nugroho, 2019).
Melihat banyaknya permasalahan lingkungan di kawasan permukiman tepi air,
menandakan minimnya PSU yang ada disana. Utilitas umum adalah kelengkapan
penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian (UU No. 1/2011). Berdasarkan UU
tersebut, komponen PSU yang sesuai yaitu jalan dengan lebar 3-4 meter dan
ketersediaan ruang terbuka non hijau. Komponen lainnya adalah sanitasi dalam
pengeloaan sampah, penyediaan jaringan air minum, adanya rumah ibadah,
jaringan listrik, dan penerangan jalan (Azizah, 2020). Namun faktanya, banyak
faktor yang menyebabkan belum maksimalnya penyediaan PSU di kawasan
permukiman tepi air seperti kurangnya jumlah PSU, jenis PSU yang disediakan
belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tidak terawatnya PSU, serta kurang
maksimalnya kerjasama baik dari masyarakat, pemerintah atau lembaga terkait
dalam pembangunan PSU.
Diperlukan adanya upaya perbaikan PSU baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pendataan kerusakan PSU dan kurangnya jumlah PSU pada permukiman tepi air
dapat menjadi langkah awal untuk melakukan perbaikan PSU secara fisik. Melihat
kompleksitas penyelesaian permasalahan infrastruktur PSU maka kerjasama
antara masyarakat, pemerintah dan lembaga yang terkait akan mempercepat
perbaikan PSU di kawasan permukiman tepi air. Lembaga publik dan swasta
dapat dilibatkan sebagai penyedia infrastruktur. Lembaga tersebut memiliki
kesamaan tanggung jawab dalam pembangunan PSU, seperti jalan raya dan sistem
pasokan air (Bishop, 2020). Jika setiap komponen melakukan perannya secara
fungsional, maka ketersediaan PSU yang maksimal akan mudah dicapai.
(VL/DVM)
Ada perbedaan antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya, di
antaranya adalah adanya MPR yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal
Indonesia, MK yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum,
bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti
adanya DPD, dan sistem multipartai berbatas dengan setiap partai yang mengikuti
pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 4% untuk dapat menempatkan
anggotanya di DPR.
4.Ekonomi regional
Studi ekonomi regional pada dasarnya sangat menekankan aspek wilayah dalam
kajiannya yang sangat berkaitan dengan aspek regional equality maupun spatial
distribution of resources, baik intra wilayah maupun antar wilayah (Sodik, 2006).
Aspek tersebut tentunya dapat dengan menerapkan prinsip-prinsip ilmu ekonomi
yang berfungsi untuk menjelaskan gejala-gejala atau fenomena yang berkaitan
dengan perilaku spasial ekonomi dalam mencapai tujuan masing-masing. Perilaku
spasial tentunya harus menyesuaikan dengan karakteristik wilayah yang dimiliki
di setiap negara agar kebijakan ekonomi yang diberlakukan sesuai dengan situasi
lapangan (Priyarsono, 2016). Sebagaimana yang diketahui bahwa faktor geografis
dalam perspektif spasial dapat menjadi salah satu hambatan dalam mewujudkan
pemerataan ekonomi. Hal inilah yang terjadi di Indonesia. Karakteristik Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara archipelago memang dapat menjadi
daya tarik wisatawan akan keindahan alamnya, tetapi disisi lain menjadi tantangan
karena adanya laut yang memisahkan daratan-daratan di Indonesia. Adanya laut
dapat mengakibatkan menurunnya tingkat aksesibilitas dan konektivitas antar
pulau sehingga dapat memperlambat pergerakan dan menambah biaya mobilitas
barang dan jasa. Akibatnya, distribusi pendapatan juga tidak tersebar secara
merata. Situasi ini mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi di
antara pulau-pulau yang ada di Indonesia, baik dari sisi Jumlah PDRB, Laju
Pertumbuhan Ekonomi, Ketersediaan Infrastruktur, Lembaga Hukum yang
transparan, dan lain-lain. Akibatnya, wilayah yang mengalami defisit kapital
sehingga berakibat pada timbulnya kemiskinan. Oleh karena itu, untuk mengatasi
itu semua, hendaknya terdapat sebuah sistem pembangunan ekonomi khusus
dengan paradigma archipelago state yang telah disesuaikan dengan kondisi spasial
Indonesia sehingga upaya-upaya yang dilakukan dapat terlaksana secara optimal
sehingga dapat mengurangi angka ketimpangan dan kemiskinan ekonomi di
Indonesia.
5.Sosial budaya
– Lingkungan fisik daerah. Indonesia memiliki wilayah yang luas dan beragam,
mulai dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah memiliki kondisi geografis,
iklim, flora, fauna, dan sumber daya alam yang berbeda-beda. Hal ini
mempengaruhi cara hidup, kebiasaan, dan kebutuhan masyarakat di setiap daerah.
– Keberagaman suku bangsa. Indonesia memiliki lebih dari 1.000 suku bangsa
yang tersebar di seluruh wilayahnya. Setiap suku bangsa memiliki ciri khas seperti
nama, asal usul, penampilan fisik, bahasa daerah, adat istiadat, sistem
kekerabatan, dan lain-lain. Contoh suku bangsa di Indonesia adalah Jawa, Sunda,
Batak, Dayak, Bugis, Bali, Papua, dan lain-lain.
– Keberagaman bahasa. Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah yang
digunakan oleh masyarakat di berbagai daerah. Bahasa daerah merupakan sarana
komunikasi sekaligus ekspresi budaya setiap suku bangsa. Bahasa daerah juga
memiliki variasi dialek yang menunjukkan perbedaan wilayah atau kelompok
sosial. Contoh bahasa daerah di Indonesia adalah Bahasa Jawa, Bahasa Sunda,
Bahasa Batak, Bahasa Dayak,Bahasa Bugis,Bahasa Bali,Bahasa Papua,dan lain-
lain.
Item
6.Infrastruktur dan transportasi
Infrastruktur transportasi di Indonesia meliputi: jalan raya, rel kereta api, landasan
pesawat, saluran air, kanal, jaringan pipa dan terminal seperti bandara, stasiun
kereta api, halte bus dan pelabuhan.
1. Keterbatasan anggaran
2. Komitmen stakeholders
Saat ini kondisi lingkungan hidup di Indonesia dalam keadaan yang sangat tidak
baik-baik saja. Hutan di Kalimantan hingga Papua masih terus mengalami
eksploitasi dan penghancuran oleh korporasi, yakni berupa penggundulan hutan
untuk dialihkan menjadi industri ekstraktif.
Dari riset yang telah dilakukan oleh WALHI didapatkan data bahwa lahan seluas
159 juta hektar sudah terkapling dalam ijin investasi industri ekstraktif. Luas
wilayah daratan yang secara legal sudah dikuasai oleh korporasi yakni sebesar
82.91%, sedangkan untuk wilayah laut sebesar 29.75%.
Data IPBES 2018 juga menyebutkan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan
hutan seluas 680 ribu hektar, yang mana merupakan terbesar di region asia
tenggara. Sedangkan data kerusakan sungai yang dihimpun oleh KLHK tercatat
bahwa, dari 105 sungai yang ada, 101 sungai diantaranya dalam kondisi tercemar
sedang hingga berat.
Mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk turut aktif dalam upaya
pembelaan negara sebagai wujud cinta tanah air. Mengadakan kegiatan ronda
malam secara rutin untuk menjaga keamanan di lingkungan sekitar.
Dalam Presentasi Dirjen SDA, Iwan Nursyirwan, pada kegiatan Paralel Events
Konferensi Perubahan Iklim (UN Climate Change Conference 2007) disebutkan
bahwa umumnya perubahan iklim yang terjadi di Indonesia berkisar pada
penggundulan hutan secara besar-besaran, kebakaran hutan, kerusakan lahan rawa
dan hilangnya serapan karbondioksida. Strategi yang dapat dilakukan untuk
menghadapi perubahan iklim adalah pengembangan dan perbaikan jaringan
irigasi, manajemen pengelolaan bencana alam terpadu, membangun infrastruktur
dan melindungi pantai dari potensi kerusakan akibat abrasi dan naiknya
permukaan laut hingga kampanye publik.
Perubahan iklim ini memiliki tantangan terhadap pembangunan dalam aspek
lingkungan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan serta terhadap pencapaian
tujuan pembangunan Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, kita perlu segera
mengintegrasikan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ke dalam sistem
perencanaan pembangunan sosial.
Pemerintah melalui Ditjen SDA misalnya dari pengamanan mata air seperti
konservasi sumber air yang ada agar jangan jebol dan rusak, sungai2 juga
diamankan dan jaringan irigasinya diperbaiki untuk efisiensi pembagian air,
setelah air ada di lapangan diadakan pengamanan terhadap pantai.
Beliau berharap ini adalah suatu jalan supaya kita bersama-sama bisa mencari
jalan keluar untuk mengatasi masalah global warming itu dan partisipasi dari
semua pihak dapat ditingkatkan karena bagaimana pun yang kita lakukan juga
berpengaruh bagi kehidupan dunia karena Indonesia menjadi bagian dari dunia.
Dalam konferensi tersebut peserta juga mengikuti kegiatan field trip ke daerah
konservasi di sepanjang Daerah Aliran Sungai Pakerisan dan Petanu (9/12/07).
Kegiatan Field trip ini diikuti oleh 150 peserta yang merupakan delegasi dari
konferensi perubahan iklim.
Kunjungan yang dimulai dari Gunung Kawi, peserta diajak untuk melihat daerah
konservasi sumber daya air dan pengelolaan jaringan irigasi subak, tampak siring
dan terakhir mengunjungi istana ubud.
Peserta terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan field trip ini, seperti yang
diungkapkan salah satu peserta yang berasal dari India, mengatakan kunjungan ini
merupakan kunjungan lapangan yang menarik dan sekaligue dapat melihat budaya
Bali terutama dalam hal menjaga kelestarian lingkungan. (Humas SDA)