Anda di halaman 1dari 19

1.

Tentang geografis

Republik Indonesia atau lebih lengkapnya Negara Kesatuan Republik Indonesia,


adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan
berada di antara daratan benua Asia dan Oseania sehingga dikenal sebagai negara
lintas benua, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Indonesia merupakan negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di


dunia dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km²,[13] serta negara dengan pulau
terbanyak ke-6 di dunia, dengan jumlah 17.504 pulau.[14] Nama alternatif yang
dipakai untuk kepulauan Indonesia disebut Nusantara.[15] Selain itu, Indonesia
juga menjadi negara berpenduduk terbanyak ke-4 di dunia dengan penduduk
mencapai 277.749.853 jiwa pada tahun 2022,[16] serta negara dengan penduduk
beragama Islam terbanyak di dunia, dengan penganut lebih dari 238.875.159 jiwa
atau sekitar 86,9%.[17][18] Indonesia adalah negara multiras, multietnis, dan
multikultural di dunia, seperti halnya Amerika Serikat.[19]

Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara di Asia Tenggara dan Oseania.


Indonesia berbatasan di wilayah darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan dan
Sebatik, dengan Papua Nugini di Pulau Papua, dan dengan Timor Leste di Pulau
Timor. Negara yang hanya berbatasan laut dengan Indonesia adalah Singapura,
Filipina, Australia, Thailand, Vietnam, Palau, dan wilayah persatuan Kepulauan
Andaman dan Nikobar, India.

Indonesia adalah negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik


berdasarkan konstitusi yang sah, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).[20] Berdasarkan UUD 1945 pula, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Presiden
dicalonkan lalu dipilih dalam pemilihan umum.
Ibu kota Indonesia saat ini adalah Jakarta. Pada tanggal 18 Januari 2022,
pemerintah Indonesia menetapkan Ibu Kota Nusantara yang berada di Pulau
Kalimantan, yang menempati wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, untuk
menggantikan Jakarta sebagai ibu kota yang baru.[21] Hingga tahun 2022, proses
peralihan ibu kota masih berlangsung.

Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa-bangsa pendatang dan


penjajah. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad
ke-7, yaitu sejak berdirinya Sriwijaya, kerajaan bercorak Hinduisme-Buddhisme
yang berpusat di Palembang. Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan
perdagangan dengan bangsa Tionghoa, India, dan juga Arab. Agama dan
kebudayaan Hinduisme-Buddhisme tumbuh, berkembang, dan berasimilasi di
kepulauan Indonesia pada awal abad ke-4 hingga abad ke-13 Masehi. Setelah itu,
para pedagang dan ulama dari Jazirah Arab yang membawa agama dan
kebudayaan Islam sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16. Pada akhir abad ke-15,
bangsa-bangsa Eropa datang ke kepulauan Indonesia dan berperang untuk
memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku semasa Zaman
Penjelajahan. Setelah berada di bawah kolonial Belanda, Indonesia yang saat itu
bernama Hindia Belanda, memproklamasikan kemerdekaan di akhir Perang Dunia
II, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya, Indonesia mendapat
berbagai tantangan dan persoalan berat, mulai dari bencana alam, praktik korupsi
yang masif, konflik sosial, gerakan separatisme, proses demokratisasi, dan periode
pembangunan, perubahan dan perkembangan sosial–ekonomi–politik, serta
modernisasi yang pesat.

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan
rumpun bangsa, Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Austronesia dan
Melanesia di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak
mendiami
Indonesia bagian barat. Dengan suku Jawa dan Sunda membentuk kelompok
suku bangsa terbesar dengan persentase mencapai 57% dari seluruh penduduk
Indonesia.[22] Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda-
beda tetapi tetap satu), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk
satu kesatuan negara. Selain memiliki penduduk yang padat dan wilayah yang
luas, Indonesia memiliki alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati
terbesar ke-2 di dunia.

letak geografisnya, Indonesia berada di antara Benua Australia dan Asia, serta di
antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Sementara itu, kalau secara
astronomis, Indonesia terletak di 6o LU (Lintang Utara) – 11o LS (Lintang
Selatan) dan 95o BT (Bujur Timur) – 141o BT (Bujur Timur)

2.Pemukiman dan urbanisasi

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah perairan lebih luas
dari wilayah daratannya. Luas perairan di Indonesia mencapai 6,32 juta km2, atau
sekitar 62% dari luas wilayah keseluruhan, jauh lebih luas dibandingkan dengan
luas daratannya yang hanya sebesar 1,91 juta km2 (Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI, 2020). Indonesia juga memiliki banyak sungai yang mencapai
70.000 batang sungai (Citarum Harum, 2022). Sungai tersebut mengalir tersebar
diseluruh pulau hingga melewati kota-kota besar yang ada di Indonesia. Beberapa
sungai yang melewati kota besar di Indonesia seperti Sungai Musi di Palembang,
Sungai Singkawang di Kota Singkawang Kalimantan Barat, dan Sungai Brantas di
Kota Malang.

Luasnya kawasan perairan di Indonesia menimbulkan dampak positif dan negatif.


Dampak positif keberadaan kawasan perairan yaitu sebagai sarana transportasi
yang menguatkan di sektor politik, sosial dan ekonomi, seperti yang ada di Sungai
Musi Palembang. Kaitannya dengan air sebagai sumber kehidupan, maka tepian
air banyak dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi kawasan permukiman. Akan
tetapi, pemanfaatan tepian air sebagai kawasan permukiman menyebabkan
munculnya dampak negatif diantaranya, permasalahan sampah, kekumuhan, dan
pencemaran limbah.

Permasalahan sampah di permukiman tepian air disebabkan rendahnya sistem


pengelolaan persampahan. Salah satu permukiman tepian air yang menghadapi
permasalahan pengelolaan sampah adalah Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung. Kecamatan Baleendah memiliki persentase sistem pengelolaan sampah
yang rendah yaitu 13,21% (BPBD Kab.Bandung, 2017). Artinya Kecamatan
Baleendah memiliki sekitar 86,79% sampah yang masih menumpuk. Beberapa
faktor yang mengakibatkan rendahnya sistem pengolahan sampah antara lain
kurangnya fasilitas angkutan sampah, kurang terintegrasinya pengumpulan
sampah ke TPA, dan keterbatasan penyediaan TPA.

Permasalahan lainnya yang muncul pada kawasan permukiman tepi air adalah
permasalahan kekumuhan. Permukiman kumuh banyak dijumpai sebagai
permasalahan besar di Indonesia. Permukiman kumuh ditandai dengan kepadatan
bangunan yang tinggi, kualitas permukiman yang rendah, status kepemilikan yang
tidak aman, kurangnya akses air bersih, sanitasi, dan infrastruktur (Sharma et al.,
2020). Sedangkan penyebab kekumuhan yang ada di permukiman tepian air
khususnya pada daerah pesisir, juga disebabkan oleh karakter masyarakat yang
kurang memperhatikan lingkungan, urbanisasi, keterbatasan lahan, serta kurang
tegasnya kebijakan pemerintah (Nugroho, 2019).
Melihat banyaknya permasalahan lingkungan di kawasan permukiman tepi air,
menandakan minimnya PSU yang ada disana. Utilitas umum adalah kelengkapan
penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian (UU No. 1/2011). Berdasarkan UU
tersebut, komponen PSU yang sesuai yaitu jalan dengan lebar 3-4 meter dan
ketersediaan ruang terbuka non hijau. Komponen lainnya adalah sanitasi dalam
pengeloaan sampah, penyediaan jaringan air minum, adanya rumah ibadah,
jaringan listrik, dan penerangan jalan (Azizah, 2020). Namun faktanya, banyak
faktor yang menyebabkan belum maksimalnya penyediaan PSU di kawasan
permukiman tepi air seperti kurangnya jumlah PSU, jenis PSU yang disediakan
belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tidak terawatnya PSU, serta kurang
maksimalnya kerjasama baik dari masyarakat, pemerintah atau lembaga terkait
dalam pembangunan PSU.

Diperlukan adanya upaya perbaikan PSU baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pendataan kerusakan PSU dan kurangnya jumlah PSU pada permukiman tepi air
dapat menjadi langkah awal untuk melakukan perbaikan PSU secara fisik. Melihat
kompleksitas penyelesaian permasalahan infrastruktur PSU maka kerjasama
antara masyarakat, pemerintah dan lembaga yang terkait akan mempercepat
perbaikan PSU di kawasan permukiman tepi air. Lembaga publik dan swasta
dapat dilibatkan sebagai penyedia infrastruktur. Lembaga tersebut memiliki
kesamaan tanggung jawab dalam pembangunan PSU, seperti jalan raya dan sistem
pasokan air (Bishop, 2020). Jika setiap komponen melakukan perannya secara
fungsional, maka ketersediaan PSU yang maksimal akan mudah dicapai.
(VL/DVM)

Urbanisasi di Indonesia meningkat pesat mengikuti perkembangan pesat negara


ini pada tahun 1970-an.[1] Sejak itu, Indonesia menghadapi tingkat urbanisasi
yang tinggi yang didorong oleh migrasi desa-kota. Pada tahun 1950, 15%
penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Pada tahun 1990, 40 tahun kemudian,
jumlah ini berlipat ganda menjadi 30%.[2] Indonesia hanya membutuhkan waktu
20 tahun lagi untuk meningkatkan populasi perkotaannya menjadi 44% seperti
yang dilaporkan pada tahun 2010.[3] Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan
kepadatan penduduk rata-rata ibu kota Jakarta mencapai lebih dari 14.400 jiwa per
kilometer persegi. BPS juga memperkirakan jumlah penduduk di Jakarta akan
mencapai 11 juta orang pada tahun 2020 jika tidak dilakukan tindakan
pengendalian jumlah penduduk

3.Politik dan pemerintahan

Indonesia saat ini menganut sistem pemerintahan Presidensil, dimana adanya


pemisahan kekuasaan yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif yang berdasarkan
prinsip “checks and balances”, ketentuan ini tertuang dalam konstitusi, namun
tetap diperlukan langkah penyempurnaan, terutama pengaturan atas pembatasan
kekuasaan

Politik Indonesia adalah berlangsung dalam rangka republik demokrasi


perwakilan presidensial di mana Presiden Indonesia ialah kepala negara dan
kepala pemerintahan dan sistem multi partai. Kekuasaan eksekutif di jalankan
oleh pemerintahan. Kekuasaan legislatif dipegang oleh pemerintah
Permusyawaratan Rakyat bikameral. Lembaga Yudikatif yaitu independen dari
eksekutif dan legislatif. UUD 1945 mengatur pemisahan kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif secara terbatas. Sistem pemerintahan telah digambarkan
sebagai presidensial dengan karakteristik parlementer[1].

UUD 1945 mengatur pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif


secara terbatas. Sistem pemerintahan telah digambarkan sebagai presidensial
dengan karakteristik parlementer. Menyusul kerusuhan Mei 1998 di Indonesia dan
pengunduran diri Presiden Suharto, beberapa informasi politik dilakukan melalui
amandemen Undang-Undand Dasar Indonesia, yang mengakibatkan perubahan
pada semua cabang pemerintahan. The Economist Intelligence Unit menilai
Indonesia sebagai Demokrasi yang Cacat pada tahun 2019. Partai politik
Indonesia telah dicirikan sebagai partai kartel dengan pembagian kekuasaan yang
luas di antara partai-partai dan akuntabilitas yang terbatas kepada pemilih[2] .

Kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden Indonesia yang merupakan


kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam menjalankan tugasnya,
presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden Indonesia. Kekuasaan legislatif
terletak pada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR) yang
dibagi menjadi Sistem dua kamar, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD).
Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) dan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) yang secara bersama-sama
memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan inspektif dipegang oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang memiliki perwakilan di setiap
provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Pemilihan umum di Indonesia diselenggarakan setiap lima tahun serentak.


Pemilihan yang dilakukan untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan
anggota DPRD disebut pemilihan umum legislatif (Pileg); untuk memilih presiden
dan wakil presiden disebut pemilihan umum presiden (Pilpres); sementara untuk
memilih kepala daerah disebut pemilihan umum kepala daerah (Pilkada).
Pemilihan umum di Indonesia menganut sistem multipartai.

Ada perbedaan antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya, di
antaranya adalah adanya MPR yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal
Indonesia, MK yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum,
bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti
adanya DPD, dan sistem multipartai berbatas dengan setiap partai yang mengikuti
pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 4% untuk dapat menempatkan
anggotanya di DPR.
4.Ekonomi regional

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah perlambatan ekonomi


global. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia triwulan I 2023 tercatat sebesar 5,03% (yoy), sedikit meningkat
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,01%
(yoy).5 Jun 2023

Studi ekonomi regional pada dasarnya sangat menekankan aspek wilayah dalam
kajiannya yang sangat berkaitan dengan aspek regional equality maupun spatial
distribution of resources, baik intra wilayah maupun antar wilayah (Sodik, 2006).
Aspek tersebut tentunya dapat dengan menerapkan prinsip-prinsip ilmu ekonomi
yang berfungsi untuk menjelaskan gejala-gejala atau fenomena yang berkaitan
dengan perilaku spasial ekonomi dalam mencapai tujuan masing-masing. Perilaku
spasial tentunya harus menyesuaikan dengan karakteristik wilayah yang dimiliki
di setiap negara agar kebijakan ekonomi yang diberlakukan sesuai dengan situasi
lapangan (Priyarsono, 2016). Sebagaimana yang diketahui bahwa faktor geografis
dalam perspektif spasial dapat menjadi salah satu hambatan dalam mewujudkan
pemerataan ekonomi. Hal inilah yang terjadi di Indonesia. Karakteristik Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara archipelago memang dapat menjadi
daya tarik wisatawan akan keindahan alamnya, tetapi disisi lain menjadi tantangan
karena adanya laut yang memisahkan daratan-daratan di Indonesia. Adanya laut
dapat mengakibatkan menurunnya tingkat aksesibilitas dan konektivitas antar
pulau sehingga dapat memperlambat pergerakan dan menambah biaya mobilitas
barang dan jasa. Akibatnya, distribusi pendapatan juga tidak tersebar secara
merata. Situasi ini mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi di
antara pulau-pulau yang ada di Indonesia, baik dari sisi Jumlah PDRB, Laju
Pertumbuhan Ekonomi, Ketersediaan Infrastruktur, Lembaga Hukum yang
transparan, dan lain-lain. Akibatnya, wilayah yang mengalami defisit kapital
sehingga berakibat pada timbulnya kemiskinan. Oleh karena itu, untuk mengatasi
itu semua, hendaknya terdapat sebuah sistem pembangunan ekonomi khusus
dengan paradigma archipelago state yang telah disesuaikan dengan kondisi spasial
Indonesia sehingga upaya-upaya yang dilakukan dapat terlaksana secara optimal
sehingga dapat mengurangi angka ketimpangan dan kemiskinan ekonomi di
Indonesia.

Pada dasarnya, dalam penerapan berdasarkan prinsip dasar ilmu geografi


menyatakan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda atau
diferensiasi area. Dalam mengkaji permasalahan regional, dapat dilakukan dengan
dua cara, yakni dengan melakukan pendekatan analisis permasalahan dan potensi
yang dapat dilakukan dengan peninjauan kondisi eksisting suatu wilayah (Wulan
& Khadiyanto, 2013). Identifikasi permasalahan dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumentasi pengukuran ekonomi, seperti PDRB, maupun yang
bersumber dari faktor produksi. Pengukuran PDRB dapat dilakukan melalui dua
cara, yakni PDRB harga konstan dan harga berlaku. Identifikasi pertumbuhan
ekonomi mengindikasi kinerja perekonomian pada masing-masing wilayah.
Berdasarkan data BPS (2020), laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara
umum berada pada angka 3,10% per semester 1 tahun 2020. Jika dilihat
berdasarkan data masing-masing provinsi, terdapat disparitas dan kecenderungan
baru bahwa 5 provinsi dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi bukan hanya
berasal dari Pulau Jawa saja, melainkan sudah tersebar di beberapa provinsi di
Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi dipegang oleh Provinsi DIY
dengan nilai 9,24%, diikuti oleh Provinsi DKI Jakarta dengan nilai 8,38%,
Sulawesi Selatan sebesar 8,18%, Maluku Utara sebesar 7,82%, Sulawesi Utara
sebesar 7,1% dan Papua sebesar 6,09%. Lahirnya kecenderungan baru ini dapat
diperkirakan sebagai bentuk bukti nyata dari pemberlakuan otonomi daerah dan
strategi kebijakan yang bersifat bottom-up pada era pemerintahan Presiden Joko
Widodo.

5.Sosial budaya

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagaman Sosial Budaya di Indonesia

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberagaman sosial budaya di


Indonesia, antara lain:

– Lingkungan fisik daerah. Indonesia memiliki wilayah yang luas dan beragam,
mulai dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah memiliki kondisi geografis,
iklim, flora, fauna, dan sumber daya alam yang berbeda-beda. Hal ini
mempengaruhi cara hidup, kebiasaan, dan kebutuhan masyarakat di setiap daerah.

– Sejarah. Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, yang


melibatkan berbagai peristiwa penting seperti kerajaan-kerajaan Nusantara,
penjajahan asing, perjuangan kemerdekaan, hingga reformasi. Sejarah juga
mencatat adanya pengaruh budaya dari berbagai bangsa seperti India, Cina, Arab,
Eropa, dan lain-lain. Hal ini mempengaruhi perkembangan bahasa, agama, seni,
dan budaya di Indonesia.

– Interaksi sosial. Indonesia memiliki masyarakat yang heterogen dan dinamis,


yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan karakteristiknya masing-masing.
Interaksi sosial antara suku bangsa ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, melalui media massa, teknologi informasi, pendidikan, perdagangan,
politik, dan lain-lain. Interaksi sosial ini dapat menimbulkan proses akulturasi,
asimilasi, atau integrasi budaya.

Contoh-contoh Keberagaman Sosial Budaya di Indonesia

Keberagaman sosial budaya di Indonesia dapat dilihat dari berbagai contoh


berikut:

– Keberagaman suku bangsa. Indonesia memiliki lebih dari 1.000 suku bangsa
yang tersebar di seluruh wilayahnya. Setiap suku bangsa memiliki ciri khas seperti
nama, asal usul, penampilan fisik, bahasa daerah, adat istiadat, sistem
kekerabatan, dan lain-lain. Contoh suku bangsa di Indonesia adalah Jawa, Sunda,
Batak, Dayak, Bugis, Bali, Papua, dan lain-lain.

– Keberagaman bahasa. Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah yang
digunakan oleh masyarakat di berbagai daerah. Bahasa daerah merupakan sarana
komunikasi sekaligus ekspresi budaya setiap suku bangsa. Bahasa daerah juga
memiliki variasi dialek yang menunjukkan perbedaan wilayah atau kelompok
sosial. Contoh bahasa daerah di Indonesia adalah Bahasa Jawa, Bahasa Sunda,
Bahasa Batak, Bahasa Dayak,Bahasa Bugis,Bahasa Bali,Bahasa Papua,dan lain-
lain.

– Keberagaman agama. Indonesia memiliki masyarakat yang beragama dan


toleran terhadap perbedaan keyakinan. Agama-agama yang dianut oleh
masyarakat Indonesia antara lain Islam,Kristen,Katolik,Hindu,Buddha,dan
Konghucu.Selain itu,ada juga aliran kepercayaan atau agama tradisional yang
masih dipelihara oleh sebagian masyarakat seperti Kejawen,Sunda Wiwitan,dan
lain-lain.
– Keberagaman adat istiadat. Indonesia memiliki berbagai macam adat istiadat
yang berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, dan budaya
masyarakat. Adat istiadat merupakan aturan atau norma yang mengatur perilaku
masyarakat dalam berbagai situasi dan kondisi. Adat istiadat juga mencerminkan
nilai-nilai, kearifan lokal, dan identitas suku bangsa. Contoh adat istiadat di
Indonesia adalah Adat Minangkabau,Adat Jawa,Adat Bali,Adat Toraja,dan lain-
lain.

– Keberagaman seni. Indonesia memiliki berbagai macam seni yang merupakan


hasil kreativitas dan ekspresi budaya masyarakat. Seni dapat berupa seni rupa,
seni musik, seni tari, seni teater, seni sastra, dan lain-lain. Seni juga dapat
berfungsi sebagai sarana hiburan, pendidikan, komunikasi, pelestarian budaya,
dan lain-lain.

Manfaat Keragaman Sosial Budaya yaitu

-Sebagai Identitas Negara di Mata Negara Lain

-Sumber Pengetahuan Dunia

-Sebagai Ikon Pariwisata

-Sebagai Pemersatu Bangsa

-Meningkatkan dan Mendapatkan Penghasilan Nasional

-Menumbuhkan Sikap Nasionalisme.

Item
6.Infrastruktur dan transportasi

Infrastruktur transportasi di Indonesia meliputi: jalan raya, rel kereta api, landasan
pesawat, saluran air, kanal, jaringan pipa dan terminal seperti bandara, stasiun
kereta api, halte bus dan pelabuhan.

Pemerintah selalu berupaya untuk terus melakukan pembangunan infrastruktur


yang dengan berfokus pada pembangunan yang berkualitas, efektif dan efisiensi
serta berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, sering kali ditemukan kendala dalam
menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan khususnya pembangunan
infrastruktur sektor transportasi. Berikut kendala yang kerap ditemukan:

1. Keterbatasan anggaran

Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur khususnya sektor transportasi di


Indonesia sangat besar sehingga anggaran yang dibutuhkan juga besar.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa terdapat keterbatasan fiskal
negara. Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan
Tahun 2020-2024, kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur
transportasi nasional mencapai Rp711 triliun, sedangkan anggaran yang tersedia
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp340,16
triliun. Melihat kondisi tersebut, maka pemerintah perlu menentukan skala
prioritas pembangunan infrastruktur transportasi nasional serta memanfaatkan
pembiayaan kreatif non APBN atau creative financing untuk dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan infrastruktur transportasi. Pembiayaan kreatif dimaksud
dapat dilakukan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha
(KPBU), Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), peningkatan peran Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan investasi swasta.

2. Komitmen stakeholders

Pembangunan infrastruktur melibatkan banyak pemangku kepentingan yang


memiliki kewenangan dan kepentingan yang berbeda. Peran aktif pemangku
kepentingan memiliki kontribusi besar dalam keberhasilan suatu proyek.
Kurangnya komitmen pemangku kepentingan pada suatu proyek seringkali
menjadi salah satu faktor penyebab terhambatnya pembangunan proyek yang
mengakibatkan proyek tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana kerja dan
timeline yang telah ditentukan hingga proyek terbengkalai dan tidak dapat
dilanjutkan pembangunan.

3. Akses Transportasi Umum

Pada beberapa transportasi umum diperlukan akses untuk dapat menjangkau


transportasi umum dimaksud. Akses yang sulit seringkali menjadi alasan
masyarakat tidak menggunakan transportasi umum. Hal tersebut mengakibatkan
masyarakat untuk mencari alternatif transportasi lainnya seperti kendaraan pribadi
baik kendaraan beroda dua maupun empat, yang dianggap lebih efisien dan efektif
dibandingkan dengan transportasi umum. Dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur transportai umum, perlu kiranya memperhatikan akses yang perlu
ditempuh oleh masyarakat dalam menjangkau transportasi umum itu sendiri agar
pembangunan infrastruktur dimaksud dapat dimanfaatkan dan digunakan secara
maksimal dan tepat guna
7.Lingkungan

Saat ini kondisi lingkungan hidup di Indonesia dalam keadaan yang sangat tidak
baik-baik saja. Hutan di Kalimantan hingga Papua masih terus mengalami
eksploitasi dan penghancuran oleh korporasi, yakni berupa penggundulan hutan
untuk dialihkan menjadi industri ekstraktif.

Aktifitas industri ekstraktif yang mengeksploitasi alam ini bukan hanya


berdampak pada menyusutnya hutan yang berfungsi sebagai penyerap emisi
karbon dioksida, namun sekaligus ikut memperparah laju pemanasan global dan
mengancam sumber penghidupan puluhan juta masyarakat adat.

Dari riset yang telah dilakukan oleh WALHI didapatkan data bahwa lahan seluas
159 juta hektar sudah terkapling dalam ijin investasi industri ekstraktif. Luas
wilayah daratan yang secara legal sudah dikuasai oleh korporasi yakni sebesar
82.91%, sedangkan untuk wilayah laut sebesar 29.75%.

Data IPBES 2018 juga menyebutkan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan
hutan seluas 680 ribu hektar, yang mana merupakan terbesar di region asia
tenggara. Sedangkan data kerusakan sungai yang dihimpun oleh KLHK tercatat
bahwa, dari 105 sungai yang ada, 101 sungai diantaranya dalam kondisi tercemar
sedang hingga berat.

8.Keamanan dan pertahanan

Mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk turut aktif dalam upaya
pembelaan negara sebagai wujud cinta tanah air. Mengadakan kegiatan ronda
malam secara rutin untuk menjaga keamanan di lingkungan sekitar.

Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sishankamrata


dengan Tentara Nasional Indonesia atau TNI dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Polri sebagai kekuatan utama. Sementara, rakyat sebagai kekuatan
pendukung. Hal tersebut sesuai dengan pasal 30 Undang-undang Dasar atau UUD
1945.
9.Perubahan iklim dan bencana alam

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami ancaman terhadap


perubahan iklim. Banjir, kekeringan panjang, tanah longsor, kebakaran hutan
yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan terjadinya perubahan iklim di dunia.
Hal tersebut diutarakan Dirjen SDA, Iwan Nursyirwan pada acara Konferensi
Perubahan Iklim (UN Climate Change Conference 2007) di Nusa Dua, Bali.

Dalam Presentasi Dirjen SDA, Iwan Nursyirwan, pada kegiatan Paralel Events
Konferensi Perubahan Iklim (UN Climate Change Conference 2007) disebutkan
bahwa umumnya perubahan iklim yang terjadi di Indonesia berkisar pada
penggundulan hutan secara besar-besaran, kebakaran hutan, kerusakan lahan rawa
dan hilangnya serapan karbondioksida. Strategi yang dapat dilakukan untuk
menghadapi perubahan iklim adalah pengembangan dan perbaikan jaringan
irigasi, manajemen pengelolaan bencana alam terpadu, membangun infrastruktur
dan melindungi pantai dari potensi kerusakan akibat abrasi dan naiknya
permukaan laut hingga kampanye publik.
Perubahan iklim ini memiliki tantangan terhadap pembangunan dalam aspek
lingkungan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan serta terhadap pencapaian
tujuan pembangunan Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, kita perlu segera
mengintegrasikan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ke dalam sistem
perencanaan pembangunan sosial.

Pemerintah melalui Ditjen SDA misalnya dari pengamanan mata air seperti
konservasi sumber air yang ada agar jangan jebol dan rusak, sungai2 juga
diamankan dan jaringan irigasinya diperbaiki untuk efisiensi pembagian air,
setelah air ada di lapangan diadakan pengamanan terhadap pantai.

Untuk konservasi, pemerintah bersama dengan masyarakat menjaga sumber air


yang ada contohnya, di bali ada 4 danau yang dijaga bersama-sama karena dari
danau tersebut muncul ratusan mata air, 500 mata air, dan sesuai dengan tata
ruang. Pemberdayaan termasuk pemberdayaan SDA, air yang ada harus dijaga
agar bisa bermanfaat sebaik-baiknya, antara irigasi dan non irigasi harus dijaga.
Bali, dengan konsep Tri Hita Karana, mempercayai bahwa kebahagiaan dapt
dipenuhi dengan adanya harmonisasi antara Tuhan, Manusia dan Alamnya,
terkenal dengan sistem subaknya, yang berguna agar efisiensi penggunaan air dan
itu merupakan antisipasi dalam mengatasi permasalahan global warming.

Beliau berharap ini adalah suatu jalan supaya kita bersama-sama bisa mencari
jalan keluar untuk mengatasi masalah global warming itu dan partisipasi dari
semua pihak dapat ditingkatkan karena bagaimana pun yang kita lakukan juga
berpengaruh bagi kehidupan dunia karena Indonesia menjadi bagian dari dunia.

Dalam konferensi tersebut peserta juga mengikuti kegiatan field trip ke daerah
konservasi di sepanjang Daerah Aliran Sungai Pakerisan dan Petanu (9/12/07).
Kegiatan Field trip ini diikuti oleh 150 peserta yang merupakan delegasi dari
konferensi perubahan iklim.
Kunjungan yang dimulai dari Gunung Kawi, peserta diajak untuk melihat daerah
konservasi sumber daya air dan pengelolaan jaringan irigasi subak, tampak siring
dan terakhir mengunjungi istana ubud.

Peserta terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan field trip ini, seperti yang
diungkapkan salah satu peserta yang berasal dari India, mengatakan kunjungan ini
merupakan kunjungan lapangan yang menarik dan sekaligue dapat melihat budaya
Bali terutama dalam hal menjaga kelestarian lingkungan. (Humas SDA)

Anda mungkin juga menyukai