PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Sebagai Negara kepulauan yang memiliki laut yang luas dan garis pantai yang
panjang, sector maritime dan kelautan menjadi sangat strategis bagi Indonesia
ditinjau dari segi aspek ekonomi dan lingkungan sosial budaya, hukum dan
keamanan. Meskipun demikian, selama ini sektor tersebut masih kurang mendapat
perhatian yang serius bila dibandingkan dengan sector daratan.
Dari latar belakang di atas dapat kita tarik rumusan masalah sebagai berikut :
III. TUJUAN
PEMBAHASAN
Secara geografis letak negara Indonesia berada di antara dua benua (Asia dan
Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasific). Posisi itu
memberikan keuntungan dan keunggulan bagi bangsa Indonesia. Dengan letak yang
strategis menyebabkan kebudayaan dan kehidupan bangsa Indonesia dipengaruhi
kebudayaan asing. Kondisi itu memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia. Selain itu
adanya keuntungan ekonomi dari posisi silang negara Indonesia.
Dalam bidang perhubungan darat, peranan jalan raya sebagai media lalu-
lintas semakin penting. Untuk itu, pemerintah telah mengarahkan pembangunan
transportasi pada upaya rehabilitasi dan pemeliharaan jalan raya yang sudah ada.
Pembangunan jalan raya yang gres dilakukan untuk membuka daerah-daerah yang
terisolasi guna menghubungkan ke pusat-pusat industri di banyak sekali tempat di
seluruh wilayah Indonesia.
6
Sampai tahun 1988 jalan raya yang sudah dibangun pemerintah sudah
mencapai sepanjang 42.982 km. Selama tahun 1990-an perhatian difokuskan pada
pembangunan jalan raya di daerah-daerah sentra produksi dan jalan raya yang
menghubungkan ke daerah-daerah tempat pemasaran hasil industri. Pada tahun
1993/1994, 152 km jalan raya di bangkit di wilayah Irian Jaya (Papua), di tempat
Sulawesi sepanjang 46 km, di tempat Kalimantan sepanjang 248 km, dan di tempat
Maluku sepanjang 23 km.
Pembangunan jalur rel kereta api ini merupakan prakarsa dari perusahaan
kereta api Hindia Belanda, Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorwe
Maatschappij ( NV NISM )yang dipimpin oleh Ir. J. p. de Bordes. Jalur kereta api ini
dibuka untuk umum tanggal 10 Agustus 1867. Jalur kereta api yang pertama
dilanjutkan hingga hingga Yogyakarta dan Solo. Keberhasilan pembangunan jalur
kereta api di Pulau Jawa ini, dilanjutkan pada daerah-daerah lainnya di Indonesia,
ibarat pembangunan jalur kereta api di Pulau Sumatera dan Sulawesi, namun di
Pulau Kalimantan belum berhasil dibangun jalur kereta api.
Namun hingga tahun 1950, jalur kereta api itu menyusut menjadi 5.910
kilometer. Penyusutan ini terjadi lebih dari 901 kilometer jalur kereta api itu hilang.
Hilangnya jalur kereta api ini diduga dibongkar oleh pasukan Jepang dan diangkut
ke Myanmar untuk pembangunan jalur kereta api di sana. Pada masa pendudukan
Jepang, pembangunan jalur kereta api dilakukan antara bayah-Cikara (Banten)
sepanjang 83 kilometer, kemudian dilakukan pembangunan jalur Muaro-Pakanbaru
sepanjang 22 kilometer. Pembangunan jalur kereta api yang dilakukan pada masa
7
kedudukan Jepang ini mengerahkan tenaga romusha atau pekerja paksa dan banyak
menelan korban.
Untuk transportasi jarak dekat, ada oplet dan becak. Ada pula bemo yang
mulai digunakan semenjak tahun 1962. Tahun 1970-an, muncul helicak dan bajaj.
Meski sudah tidak boleh beroperasi, kita masih sanggup menemukan beberapa jenis
8
alat transportasi ini. Saat ini, alat transportasi darat yang biasa dimanfaatkan
masyarakat yaitu bus dan kereta listrik. Pemerintah pun berusaha mengembangkan
transportasi massal yang modern dan murah ibarat bus TransJakarta.
Di masa depan, rencananya, akan ada monorel yang lebih cepat dan canggih.
Meski sarana transportasi sudah semakin canggih, alat transportasi tradisional ibarat
andong atau delman masih banyak kita temui. Misalnya, di Yogyakarta.
Sebagai bentuk penghargaan kepada Aceh, dua pesawat tersebut dinamai RI-
001 Seulawah Agam dan RI-002 Seulawah Inong. Pesawat tersebut melaksanakan
penerbangan pertama pada 26 Januari 1949 dengan rute penerbangan Calcutta-
Rangoon. Kedua pesawat tersebut menjadi cikal bakal perusahaan penerbangan
pertama tanah air yaitu Garuda Indonesia.Industri penerbangan nasional dirintis
tahun 1946 di Yogyakarta oleh tim Angkatan Udara Republik Indonesia yang
dipelopori Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan J. Sumarsono. Salah
satu hasil rancangannya yaitu pesawat Si Kumbang yang melaksanakan
penerbangan pertama pada 1 Agustus 1954.
9
Tujuan Pembangunan Tol Laut
Diplomasi ekonomi sekarang menjadi salah satu prioritas dalam politik luar
negeri Indonesia. terutama semenjak pemerintahan terakhir (era Presiden Joko
Widodo). Presiden Indonesia memberikan bahwa seluruh duta besar RI harus
berperan sebagai salesman, dengan porsi 90 persen aspek ekonomi dan hanya 10
persen untuk aspek politik (Susilo, 2014). Jokowi menginginkan kanal pasar-pasar
luar negeri diperluas sehingga sanggup mendorong volume ekspor Indonesia.
Diharapkan dengan berkembangnya ekspor Indonesia, maka pada kesudahannya
sanggup membantu mendorong perekonomian dalam negeri termasuk
mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia.
10
11
III. POTENSI DAN PENGOLAHAN SUMBER DAYA KELAUTAN INDONESIA
1. Perikanan
Salah satu upaya dalam mendukung visi pembangunan nasional Indonesia
menjadi poros maritim dunia adalah melalui pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam laut. Indonesia, yang dua pertiga wilayahnya adalah laut,
mempunyai potensi sumberdaya alam laut, baik perikanan dan energi yang
sangat besar. Sumberdaya perikanan Indonesia yang sangat tinggi sudah
seharusnya menjadi komoditas utama Indonesia dalam percaturan ekonomi
regional maupun global. Namun, secara umum, pemanfaatan sumberdaya
alam kelautan Indonesia saat ini belum optimal. Potensi perikanan Indonesia
jika digarap dengan benar dapat mencapai US$ 31.935.651.400/tahun.
Komoditas perikanan dengan nilai komersial tinggi di Indonesia adalah
udang, ikan tuna, cumi-cumi, dan rumput laut. Kondisi saat ini, produksi
perikanan nasional masih jauh dari yang diharapkan. Berdasarkan data KKP
tahun 2014, produksi perikanan nasional baru pada kisaran 13,9 juta
ton/tahun dari potensi optimalnya yang dapat mencapai 65 juta ton/tahun.
Akibatnya, sektor perikanan belum mampu membuat Indonesia berbicara
banyak pada sektor ekonomi lokal, regional maupun global. Ekspor
perikanan kita sampai saat ini masih kalah dibanding Vietnam (US$ 25
Milyar), negara dengan wilayah laut jauh lebih sempit dibanding Indonesia.
Meskipun demikian, ada kenaikan total nilai ekspor produk hasil perikanan
dan kelautan nasional. Pada tahun 2013 nilai ekspor sebesar US$ 2,86 Milyar
dan pada tahun 2014 sebesar US$ 3,1 Milyar (BPS) (versi Kadin adalah US$
4,63 Milyar). Target dari KKP untuk ekspor tahun 2015 adalah US$ 5,86
Milyar dan pada tahun 2016 adalah US$ 6,82 Milyar. Kadin menargetkan nilai
ekspor yang lebih tinggi pada tahun 2015 sebesar US$ 9,54 Milyar, dimana
target ini dapat dicapai dengan meningkatkan industri pengolahan dan
pengemasan yang seluruhnya dilakukan di dalam negeri. Meningkatnya
pemberantasan dan pencurian ikan juga membuat impor turun drastis.
Tercatat hingga kuartal pertama 2015, ekspor perikanan nasional telah
mencapai US$ 906.770.000 (4,36 juta ton) dengan impor hanya sebesar US$
67.420.000, sehingga kita masih surplus sebesar US$ 839.350.0004. Kontributor
12
utama adalah udang (US$ 449,95 juta), ikan tuna (US$ 89,41 juta) dan cumi-
cumi (US$ 29,51 juta).
Belum optimalnya sektor perikanan Indonesia dapat dilihat dari
berbagai aspek antara lain:
Kebijakan kuat yang baru masih belum diimplementasikan secara
merata di seluruh wilayah Indonesia,
Tingkat illegal, unregulated dan unreported fishing (IUU) yang
meskipun mulai berkurang, namun pengurangannya masih belum
merata di seluruh wilayah Indonesia (30% IUU dunia terjadi di
Indonesia, dan menyebabkan kerugian mencapai US$ 25 milyar
pertahun),
Pembangunan infrastruktur laut yang masih tertinggal,
Pelabuhan laut belum berfungsi optimal,
Jumlah industri perkapalan yang masih sedikit, dan
Armada kapal penangkap ikan yang mayoritas masih traditional dan
belum dilengkapi peralatan modern.
Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk pengembangan
budidaya laut, antara lain budidaya ikan konsumsi pada keramba jaring
apung (kerapu, kakap, nila) maupun tambak payau (bandeng, udang), ikan
hias, krustasea (udang, lobster, kepiting), kerang konsumsi, kerang mutiara,
teripang, dan rumput laut. Budidaya laut ini umumnya dilakukan oleh
masyarakat di wilayah pesisir pada perairan dengan jarak dari garis pantai
kurang dari 4 mil laut. Potensi budidaya laut yang sangat besar ini jika
dioptimalkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di
wilayah pesisir, dan dalam konteks yang lebih luas dapat mendukung
perekonomian dan pembangunan nasional sebagai poros maritim dunia.
Hanya saja, baru 2% dari 4,58 juta hektar lahan potensial nasional untuk
budidaya laut yang telah dimanfaatkan secara optimal.
2. Mangrove
13
Perikanan tangkap dan budidaya masih menjadi perhatian utama
pengelolaan dan pengambilan kebijakan. Namun, sumberdaya alam laut
yang tidak kalah pentingnya adalah ekosistem pesisir dan laut seperti hutan
mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang secara langsung
maupun tidak langsung juga berpengaruh terhadap keberlanjutan sektor
perikanan di Indonesia. Dikarenakan fungsi-fungsi pentingnya, keterkaitan
antar ekosistem tersebut dapat menjadi faktor penentu masa depan perikanan
di Indonesia. Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 33.000 km2
(PSSDAL BIG) kurang lebih 21,7% dari total luasan hutan mangrove di dunia.
Versi lain menyebutkan bahwa hutan mangrove di Indonesia adalah seluas
31.129 km2 (Giri). Bersama dengan Australia dan Papua Nugini, Indonesia
merupakan pusat keanekaragaman hayati mangrove dunia.
3. Padang Lamun
Padang lamun di Indonesia memiliki luas 25.742 hektar, dimana Indonesia
merupakan Negara dengan tingkat keanekaragaman hayati padang lamun
tertinggi di Dunia. Wilayah Indo-pasifik merupakan tempat hidup bagi lebih
dari 15 spesies padang lamun. Adanya charisma gap antara padang lamun
dengan ekosistem lain telah membuat ekosistem ini mengalami kerusakan.
Charisma gap ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan pentingnya
padang lamun bagi berbagai sektor kehidupan di wilayah pesisir dan laut.
Padang lamun mempunyai nilai ekologis dan ekonomis paling tinggi
diantara ekosistem lainnya seperti terumbu karang, rumput laut, dan hutan
mangrove, yaitu sebesar US$ 19.004 per hektar per tahun. Tiap tahunnya,
fungsi ekologis dan ekonomis padang lamun Indonesia bernilai lebih dari
US$ 114.024.000.000. Jumlah tersebut mencakup fungsinya antara lain dalam
hal perikanan (pemijahan, mencari makan, bertelur, berlindung), serapan dan
penguburan karbon yang mencapai 50 kali lipat lebih tinggi daripada
ekosistem darat (blue carbon sink), menstabilkan sedimen dan menjaga
kejernihan air, memfilter nutrisi dan polusi yang masuk ke laut, melindungi
pantai dari erosi, bahan dalam industri farmasi, dan makanan bagi banyak
biota laut (dugong, penyu hijau, ikan, burung laut).
14
Kondisi padang lamun di Indonesia berdasarkan pada persentase tutupan
lamun dari 37 lokasi sampling, yaitu lima lokasi berada dalam kondisi tidak
sehat atau buruk, 27 dalam kondisi kurang sehat, dan lima lokasi dalam
kondisi sehat.
4. Terumbu Karang
Terumbu karang di Indonesia merupakan bagian dari CTI (Coral Triangle
Initiative) bersama dengan Negara tetangga lain seperti Filipina, Papua
Nugini, Malaysia, Kepulauan Solomon, Timur Leste, dan Republik Palau.
Menurut LIPI, kondisi terumbu karang Indonesia tahun 2015 secara umum
adalah 5 persen berstatus sangat baik, 27,01 persen dalam kondisi baik, 37,97
persen dalam kondisi buruk, dan 30,02 persen dalam kondisi jelek. Kondisi
terumbu karang paling buruk dan semakin menurun terjadi di wilayah
Indonesia timur. Kondisinya adalah 4,64 persen berstatus sangat baik, 21,45
persen baik, 33,62 persen buruk, dan 40,29 persen jelek. Sedangkan, kondisi
paling baik ada di Indonesia bagian tengah dengan 5,48 persen terkategori
sangat baik, 29,39 persen baik, 44,38 persen buruk, dan 20,75 persen jelek.
Sementara untuk status Indonesia bagian barat ialah 4,94 persen sangat baik,
28,92 persen baik, 36,68 persen buruk, dan 29,45 persen jelek. Tren kondisi
terumbu karang di dunia saat ini sedang mengalami penurunan. Hal itu
seperti yang terjadi di Jepang dan Australia. Penyebab kerusakan terumbu
karang di antaranya karena pemakaian alat tangkap yang merusak,
peningkatan pencemaran, permasalahan global pemicu bleaching
(pemutihan) karang, serta penyakit karang dan predasi.
15
potensi energi dan sumberdaya mineral (ESDM) yang terkandung
didalamnya. Potensi ESDM secara nasional telah dipetakan oleh Kementerian
ESDM, terutama minyak bumi dan gas yang 70% terletak di wilayah pesisir
dan lepas pantai. Berdasarkan, data Badan Geologi Nasional, Indonesia
memiliki 60 cekungan minyak bumi dan gas alam. 40 cekungan terdapat di
lepas pantai, 14 cekungan berada di wilayah pesisir dan 6 cekungan berada di
daratan. Dari 60 cekungan tersebut, diperkirakan cadangan minyak bumi dan
gas nasional adalah 9,1 milyar barrel dan 101,7 TSCF (Ton Standard of Cubic
Feet). Secara potensial, sumberdaya alam minyak bumi dapat mencapai 87,22
milyar barrel dan gas alam sebesar 594,43 TSCF. Wilayah laut Indonesia juga
kaya akan mineral lain seperti emas, perak, timah, mangan dan bijih besi.
Untuk inventarisasi mineral dasar laut sejauh ini belum banyak dilakukan
eksplorasi. Sudah saatnya intensitas eksplorasi sumberdaya mineral semakin
ditingkatkan untuk mendukung pembangunan kelautan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pada sektor non-migas, Indonesia juga memiliki
Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup Transportasi besar
diantaranya, mini/micro hydro sebesar 450 MW, Biomass 50 GW, energi
surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6 m/det dan energi nuklir 3 GW.
dimana pengembangannya mengacu kepada Perpres No. 5 tahun 2006
tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT
dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17%
dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5%, Panas Bumi 5%, Biomasa,
Nuklir, Air, Surya, dan Angin 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%.
Untuk itu langkah-langkah yang akan diambil Pemerintah adalah menambah
kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikro Hidro menjadi 2,846 MW pada
tahun 2025, kapasitas terpasang Biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas
terpasang angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, surya 0,87 GW
pada tahun 2024, dan nuklir 4,2 GW pada tahun 2024. Total investasi yang
diserap pengembangan EBT sampai tahun 2025 diproyeksikan sebesar 13,197
juta USD.
Kondisi oseanografis perairan Indonesia yang meliputi arus, gelombang,
pasang surut, dan suhu menyimpan potensi energi terbarukan yang sangat
16
tinggi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Energi laut ini merupakan
sumber energi masa depan Indonesia dan pemerintah perlu serius
menggarap sektor energi laut terbarukan untuk melepaskan ketergantungan
pada energi bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin menipis. Optimalisasi
energi terbarukan merupakan solusi pemenuhan dan pemerataan kebutuhan
energi nasional yang saat ini masih menjadi salah satu isu utama
pembangunan nasional.
Klasifikasi potensi energi laut dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu
potensi teoritis, potensi teknis dan potensi praktis. Pemetaan potensi energi
laut tersebut dilaksanakan oleh Badan Litbang ESDM bekerjasama dengan
ASELI (Asosiasi Energi Laut Indonesia) dan berbagai kementerian/lembaga
dan perguruan tinggi, yaitu Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL), Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan
Institut Teknologi Bandung (ITB).
6. Transportasi
Laut sebagai media transportasi mempunyai peran yang besar sebagai jalan
raya navigasi laut, baik untuk armada perniagaan, mobilisasi manusia,
maupun armada angkatan laut. Di sektor transportasi, wilayah laut Indonesia
tidak saja berfungsi untuk menghubungkan seluruh kepulauannya, namun
juga melayani angkutan laut/logistik internasional yang melintasi alur laut
kepulauan Indonesia (ALKI). Global Trade Flow and Indonesia Context
(Maersk, 2014) menggambarkan potensi pemanfaatan wilayah laut Indonesia
cukup tinggi mengingat perkembangan aktivitas ekonomi/perdagangan
khususnya di wilayah Eropa, Afrika dan Asia Pasifik yang tidak lagi
mengenal batas negara sehingga menyebabkan tingginya kebutuhan
transportasi mendukung rantai pasok global. Berdasarkan perhitungan pakar
maritim Indonesia diperkirakan sekitar 90% perdagangan international
diangkut melalui laut, sedangkan 40% dari rute perdagangan internasional
tersebut melewati Indonesia. Angka yang luar biasa. Hal ini berarti, Indonesia
sampai kapanpun akan menjadi tempat strategis dalam peta dunia. Saat ini
17
total jumlah pelabuhan di Indonesia baik komersial maupun non-komersial
yaitu berjumlah 1.241 pelabuhan, atau satu pelabuhan melayani 14 pulau
(14,1 pulau/pelabuhan) dengan luas rerata 1548 km2/pelabuhan. Keadaan
infrastruktur tersebut masih belum berimbang jika dibandingkan negara
kepulauan lainnya di Asia, misalnya: Jepang 3,6 pulau/pelabuhan dan 340
km2/pelabuhan; serta Filipina 10,1 pulau/pelabuhan dan 460
km2/pelabuhan.
7. Pariwisata Bahari
Kekayaan laut Nusantara yang bernilai ekonomis sangat besar adalah
pariwisata bahari. Jika dikeloka secara optimal, profesional dan bijaksana
tentunya akan menjadi Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) berkelas dunia,
menghasilkan devisa yang besar bagi negara, memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat setempat. Sebagai contohnya adalah pulau Padaido di Bia
(Papua), kepulauan Supiori (Papua), Takabonerate, Tukang Besi di Buton dan
Kepulauan Raja Ampat. Menurut penilaian badan Pariwisata Dunia (World
Tourism Organization) pulau Padaido di Biak (Papua), kepulauan Supiori
(Papua), Takabonerate, dan Tukang Besi di Buton mendapatkan skor 35,
sedangkan taman laut tersohor Great Barrier Reef di Queensland, Australia
hanya mendapatkan skor 28. Kepulauan Raja Ampat tercatat sebagai 10
tempat terindah di dunia untuk kegiatan menyelam (diving). Hal tersebut
menunjukan bahwa laut Indonesia memiliki potensi yang luar biasa sebagai
lokasi pariwisata bahari. Menurut Laode, pakar ekonomi maritim sekaligus
pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang,
menyatakan bahwa Indonesia masuk dalam sabuk (belt) ekonomi
kemaritiman.
Pengembangan sabuk (belt) ekonomi kemaritiman ini dapat dititik beratkan
pada dua bagian, yaitu:
a. Jalur Lingkar Luar
Daerahnya meliputi: Pulau Weh (Sabang), Pulai Nias (Sumatera
Utara), Pulau Siberut (Sumatera Barat), Sendang Biru (Jawa Timur),
Pulau Rote (NTT), dan Pulau Biak (Papua).
18
b. Jalur Lingkar Dalam
Daerahnya meliputi: pulau Seribu (Jakarta), Kepualauan Karimun
(Jawa Tengah), Pulau Bali, Pulau Bitung (Sulawesi Utara), Pulau Moyo
(NTB) dan pulau Wakatobi.
19
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Namun, lokasi geografis negara tidak dapat berdiri sendiri sebagai unsur
kekuatan negara tanpa ditunjang unsur kekuatan negara lainnya. Kebijakan
Indonesia tentang poros maritim dunia diikuti dengan pembangunan dan perbaikan
pelabuhan-pelabuhan utama yang diupayakan berstandar internasional dan
kebijakan tol laut. Jaringan transportasi diperlukan untuk menghubungkan pusat-
pusat perekonomian, baik berfungsi sebagai pusat produksi maupun distribusi.
Kekuatan laut merupakan suatu unsur yang penting bagi kemajuan dan kejayaan suatu
negara, jika kekuatan laut tersebut dikelola dengan baik, maka dapat menciptakan keamanan
dan meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Namun, jika kekuatan laut tersebut dibiarkan
begitu saja dapat mengakibatkan kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara
tersebut.
II. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
20
Keunggulan Letak Geostrategis Indonesia (kompas.com)
MODUL INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM | Ratna Suwanli -
Academia.edu
Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia | Indonesia Baik
Perkembangan jalur transportasi dan perdagangan internasional di Indonesia - Zona
Geografi
Perkembangan jalur transportasi dan perdagangan internasional di Indonesia
(egeoilmu.blogspot.com)
Potensi dan pengelolaan sumber daya kelautan Indonesia - Zona Geografi
21