Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KESMAS PESISIR DAN PEDESAAN

KESEHATAN MATERNITAS DAN KB


MASYARAKAT WILAYAH PESISIR

OLEH :
KELOMPOK 4
ASRYANA G2U121004
MASNAWATI G2U121011
KHANSA RAFIDA TRIAQILAH G2U121018

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
TAHUN 2022
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN-N) tahun 2005- 2025


kesehatan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai untuk mewujudkan
Bangsa yang memiliki daya saing dalam hal SDM (Sumber Daya Manusia).Pembangunan
dan upaya untuk mewujudkan hidup dan perilaku sehat ini terdapat pada sistem kesehatan
Nasional yang merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia hal ini berkaitan dengan
kemajuan sebuah negara.Semakin menjadi baik tingkat kesehatan masyarakat di sebuah
negara,maka produktivitas masyarakat sangat berperan dalam memajukan suatu negaranya
maka hasilnya akan semakin maksimal.Untuk itu,negara Indonesia berusaha semaksimal
mungkin kesehatan masyarakatnya terjaga.Dalam strategi ini pemerintah mengeluarkan UU
No 36 Tahun 2009 mengenai Kesehatan,Dalam pasal 1 ayat 11 disebutkan bahwa dalam
Upaya kesehatan ialah setiap sebuah kegiatan atau serangkain kegiatan yang dibuat secara
terintegrasi, terpadu dan secara berkesinambungan untuk merawat dan untuk meningkatkan
lebih tinggi derajat kesehatan masyarakat sebagai bentuk, pencegahan penyakit, pengendalian
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan dan pemulihan kesehatan masyarakat oleh
pemerintah atau masyarakat. Ada beberapa masalah kesehatan yang perlu penanganan serius
dari pemerintah,salah satu diantaranya adalah angka kematian ibu (AKI) melahirkan.

Angka Kematian Ibu (AKI) didefinisikan sebagai jumlah kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau
pengelolaannya dan bukan karena sebab-sebab seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah
kematian bayi berusia di bawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu
(Kemenkes, 2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 menunjukkan
peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup dan pada tahun 2015 AKI menunjukkan penurunanan menjadi 305 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2017). Penyebab langsung AKI adalah pendarahan
28%, Eklampsi 13%, sepsis 10%, aborsi 11%, partus macet atau partus lama 9%, kehamilan
yang tidak diinginkan 7%, lain-lain 22%, sedangkan penyebab tidak langsung AKI adalah 3
terlambat (terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai
fasilitas kesehatan, terlambat mendapat pertolongan di fasilitas kesehatan) (Kemenkes, 2017).

Masalah kesehatan masyarakat sampai saat ini masih menjadi perhatian bagi
pemerintah. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih rendah. Tingkat
kesehatan masyarakat yang tidak merata dan sangat rendah khususnya terjadi pada
masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh. Perilaku masyarakat yang masih tidak
higienis ditambah lagi dengan tidak adanya sarana dan prasarana lingkungan yang
mendukung berdampak pada kesehatan masyarakat yang tinggal pada pemukiman kumuh
tersebut. Banyak masalah kesehatan masyarakat yang mungkin akan timbul akibat perilaku
masyarakat dan kondisi lingkungan yang tidak memperhatikan kesehatan. (Mitra,2012:170)

Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia, bahwa kelompok nelayan di Tanah


Air perlu mendapatkan perhatian khusus dalam upaya pembangunan kesehatan. Data BPS
tahun 2011 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 8.090 desa pesisir yang tersebar
di 300 kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta jiwa penduduk Indonesia, ada 67,87 juta jiwa
yang bekerja di sektor informal, dan sekitar 30% diantaranya adalah nelayan. Data lainnya,
31 juta penduduk miskin di Indonesia, sekitar 7,87 juta jiwa (25,14%) di antaranya adalah
nelayan dan masyarakat pesisir (Mboi Nafsiah, 2013).

Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang rawan kemiskinan, dikarenakan


pekerjaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim. Upaya Pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dibidang kesehatan adalah meningkatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya. Kegiatan Puskesmas diarahkan pada
upaya-upaya kesehatan promotif-preventif dengan focal point keselamatan kerja dan disertai
berbagai upaya lain yang mencakup: Perbaikan gizi; Perbaikan sanitasi dasar dan penyediaan
air bersih; Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA); Penanggulangan penyakit menular dan
tidak menular, dan Pemberdayaan masyarakat.

Wilayah pesisir yang merupakan wilayah yang secara administratif jauh pusat kota
memungkinkan terjadinya masalah kesehatan disebabkan oleh akses dan sarana prasarana
tidak memadai karena kondisi geografis yang terdiri dari gugusan pulau yang dipisahkan oleh
laut.(Anwar,dkk,2016:27)
BAB II. PEMBAHASAN

A. Kondisi Masyarakat Pesisir

Mitchell (2003:20) menjelaskan masyarakat merupakan kumpulan manusia yang


terdiri dari individu dan kelompok yang mempunyai nilai-nilai, kepentingan, keinginan,
harapan dan krakteristik yang berbeda, sehingga selalu ada ketegangan antar berbagai
karakter yang berbeda, atau bahkan terdapat ketidakcocokan diantara karakter-karakter
tersebut.

Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pantai


yang sebagian besar merupakan nelayan memiliki karakteristik yang berbeda dengan
masyarakat lainnya. Perbedaan ini dikarenakan keterkaitan erat dengan karakteristik ekonomi
wilayah, latar belakang budaya dan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang. Pada
umumnya masyarakat pesisir memiliki budaya yang berorientasi selaras dengan alam
sehingga teknologi memanfaatkan sumberdaya alam adalah teknologi adaptif dengan kondisi
pesisir. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2002) masyarakat di wilayah pesisir
memiliki pendidikan rendah, produktivitas yang sangat tergantung pada musim, terbatasnya
modal usaha, kurangnya sarana penunjang, buruknya mekanisme pasar dan sulitnya transfer
teknologi dan komunikasi yang mengakibatkan pendapatan masyarakat pesisir menjadi tidak
menentu.

Kondisi Spesifik Masyarakat Pesisir antara lain sebagai berikut :

1. Ekologis dan Geografis


a) Zona ekologi yang luas dengan luasan daerah yang dikelola relatif sempit.
b) Aspek fisik lautan menyebabkan produktivitas yang tinggi dalam kegiatan
suatu hari pelayaran.
c) Adanya keterbatasan dalam transportasi laut, pelabuhan atau alternatif untuk
mendapatkan bagian daratan.
d) Berhadapan langsung dengan kondisi alam yang berbahaya seperti angin, arus
air, dan berbagai masalah : malaria, kesulitan air bersih, banjir, kekeringan
serta badai.
2. Ekonomi
a) Pendapatan umumnya di bawah standar nasional.
b) Kesenjangan pendapatan diakibatkan oleh perbedaan sumber daya, tipe
armada, alat tangkap dan akses pasar.
c) Sumber daya yang berfluktuasi dan ketersediaan pasar menyebabkan variasi
pendapatan dan ketidakpastian.
d) Lokasi komunitas yang terisolasi membuat biaya tinggi dalam membangun
dan memelihara infrastruktur.
e) Investment agak sulit dilakukan, dan modal berlebih di beberapa lapisan
masyarakat.
3. Sosial
a) Akses ke palyanan sosial terbatas, seperti layanan kesehatan dan pendidikan.
b) Adanya intervensi orang luar untuk membentuk organisasi untuk self-help
yang memberdayakan masyarakat perikanan seperti koperasi perikanan,
kelompok nelayan, dan lain-lain.
c) Keeratan hubungan dalam masyarakat yang cukup tinggi.
d) Ketidaktergantungan pada hukum positif, umumnya masyarakat memiliki
aturan lokal untuk memanfaatkan sumberdaya setempat.
e) Adanya tindak kejahatan oleh orang-orang tertentu berupa pembajakan,
pemukulan dan tindak lain yang kurang diperhatikan oleh pemerintah.

Masyarakat pesisir secara geografis merupakan masyarakat yang berdomisili di pesisir


pantai & umumnya mempunyai plurarisme budaya.Masyarakat kawasan pesisir cenderung
agresif karena kondisi lingkungan pesisir yang panas dan terbuka, keluarga nelayan mudah
diprovokasi (di pengaruhi), dan salah satu kebiasaan yang jamak di kalangan nelayan
(masyarakat pesisir) adalah karena kemudahan mendapatkan uang menjadikan hidup mereka
lebih konsumtif.

Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat pesisir memiliki karakter yang keras
dan tidak mudah diatur. Kusnadi mengemukakan masyarakat pesisir cenderung lebih
memikirkan kebutuhan ekonomi, memenuhi kebutuhan sandang & pangan keluarga. Anak-
anak usia sekolah banyak yang putus sekolah dasar dan umumnya jarang menamatkan
sekolah menengah pertama (Kusnadi,2002:36).
Masyarakat pesisir pada umumnya adalah berprofesi sebagai nelayan, di mana nelayan
didalam ensiklopedia Indonesia digolongkan sebagai pekerja, yaitu orang yang secara aktif
melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung
sebagai mata pencahariannya (1983). Arti nelayan dalam buku statistik perikanan Indonesia
disebutkan nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi
penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air (1995). Sedangkan menurut Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Per.17/Men/2006 Nelayan adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan kegiatan budidaya ikan, baik di perairan tawar, payau maupun di
perairan pantai. Sedangkan Nelayan tradisional adalah nelayan yang menggantungkan
seluruh hidupnya dari kegiatan penangkapan ikan, dilakukan secara turun temurun dengan
menggunakan alat tangkap yang sederhana.

Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat akan memunculkan serangkaian dampak


yang berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia. Generasi yang tidak ketercukupan
gizi tentu akan memiliki kondisi fisik dan psikis yang kurang bila dibandingkan dengan
generasi yang terpenuhi gizinya,khususnya masyarakat di pesisir.

Masalah-masalah kesehatan perlu kita atasi dengan berbagai upaya atau cara agar kita
dapat beraktivitas dengan baik karena jika kita sehat kita dapat beraktivitas dengan baik.
Adapun untuk mempermudah memahami Masalah Kesehatan Masyarakat yang sering terjadi,
maka perlu dikelompokan menjadi:

 Masalah perilaku kesehatan, genetik, lingkungan dan pelayanan kesehatan


berkesinambungan yang meningkat ke masalah kesehatan ibu dan anak.
 Masalah gizi dan beragam penyakit menular dan tidak menular.
 Masalah Kesehatan bisa terjadi pada masyarakat umum atau kelompok berisiko
tinggi (bayi, balita dan ibu), Manula dan para pekerja.

Upaya-upaya dalam menanggulangi kesehatan seperti dibawah ini:

1) Peningkatan Gizi : Hal ini dapat dilakukan dengan memberi makanan tambahan
yang bergizi terutama bagi anak-anak dapat dioptimalkan melalui pemberdayaan
posyandu dan kegiatan PKK
2) Penambahan Fasilitas Kesehatan : Fasilitas kesehatan harus mampu menampung
dan menjangkau masyarakat didaerah-daerah tertinggal. Penambahan fasilitas
kesehatan ini meliputi puskesmas, posyandu. Penambahan fasilitas ini
dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, seperti
imunisasi, KB, pengobatan , dan lain-lain
3) Pelaksanaan Imunisasi : Berdasarkan prinsip pencegahan lebih baik dari
pengobatan, program imunisasi bertujuan melindungi tiap anak dari penyakit
umum. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui PIN (Pekan Imunisasi Nasional).
4) Penyediaan Pelayanan Kesehatan Gratis : Pemerintah menyediakan pelayanan
gratis bagi penduduk miskin dalam bentuk Askeskin ( Asuransi Kesehatan
Masyarakat Miskin ) dan Kartu sehat yang dapat digunakan untuk memperoleh
layanan kesehatan secara murah,
5) Pengadaan Obat Generik : Pemerintah harus mengembangkan pengadaan obat
murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat bawah. penyediaan obat murah ini
dapat beruba obat generik.
6) Penambahan jumlah tenaga medis : Agar pelayanan kesehatan dapat mencakup
seluruh lapisan masyarakat dan mencakup seluruh wilayah Indonesia diperlukan
penambahan jumlah tenaga medis, seperti dokter, bidan, perawat.
7) Melakukan penyuluhan tentang pentingnya Pola Hidup Bersih dan Sehat :
Penyuluhan semacam ini juga bisa melibatkan lembaga-lembaga lain diluar
lembaga kesehatan, seperti sekolah, masyarakat pesisir.

 Karakteristik Masyarakat Pesisir :


1) Gambaran Karakteristik responden menurut Tingkat Pendidikan, status pernikahan,
dan pekerjaan didapatkan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak (50%)
adalah tamat SD/sederajat, 88,8% berstatus menikah, serta 35% bekerja sebagai
nelayan (Indra Husada 2016).
2) Gambaran Persepsi Penyakit Yang Diderita Responden dan keluarga
diperoleh bahwa menurut persepsi penyakit, rate tertinggi untuk penyakit menular
adalah batuk pilek (12%), Diare (1.2%), Demam Typoid (0,7%) dan Gatal-gatal (3%)
Sedangkan untuk penyakit tidak menular, 0,9% adalah Hipertensi, Jantung coroner
(0,4%), Diabetes Melitus (0,6%) dan Penyakit Lainnya (2,5%). Adanya penyakit
menular: batuk pilek, gatalgatal dan diare, serta penyakit tidak menular berupa
Hipertensi, Stroke, Tumor, dan Diabetes Melitus, merupakan petunjuk masih adanya
masalah kesehatan masyarakat di wilayah pesisir ini. Menurut teori Hendrik L Blum,
bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu faktor
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas, dimana faktor lingkungan
mempunyai peranan yang sangat besar (Notoatmodjo, 2003).
3) Gambaran Kejadian Kematian
Diperoleh bahwa dalam 1 tahun terakhir ada sebanyak 6% (23 orang) pada rumah
tangga responden terjadi peristiwa kematian, dengan 60,9% peristiwa kematian pada
usia lanjut (lebih dari 60 tahun), Adapun persepsi penyebab kematian 65,2%
disebabkan oleh penyakit (indra husada 2016).
4) Gambaran Pola Pencarian Pengobatan, Akses Pelayanan Kesehatan dan Pembiayaan
Kesehatan
Pola pertolongan pengobatan pertama kali adalah 55,2% ke tenaga kesehatan,
sedangkan pencarian pengobatan kedua (bila pertolongan pengobatan pertama tidak
sembuh) adalah 92,7% pergi ke sarana kesehatan pemerintah, alat transportasi yang
digunakan menuju sarana kesehatan adalah 62,5% menggunakan kendaraan pribadi.
48,4% jarak antara rumah dengan sarana kesehatan berjarak 1-5 km. Adapun
pembiayaan kesehatan 40,9% dari Jamkesmas.
5) Gambaran Kondisi Rumah dan Kesehatan Lingkungan
Beberapa masalah yang relevan dari faktor lingkungan adalah: meskipun 64,3%
memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat namun jarak jamban dengan sumber
ari bersih 76,8% masih kurang dari 10 meter. Kondisi itu dapat mempengaruhi sumber
air bersih yang digunakan masyarakat, karena meskipun sumber air yang digunakan
untuk memasak dan MCK adalah 96,6% dari PDAM, namun masih ada 1,3—2,1%
yang menggunakan sumur dangkal. Kondisi tersebut juga diperburuk dengan
pencemaran air yang berasal dari saluran pembuangan air limbah rumah tangga,
menginat sara pembuangan limbah rumah tangga 93,5% disalurkan ke selokan.
Tempat pembuangan sampah 65,9% tidak tertutup, sangat berpengaruh terhadap
transmisi penularan penyakit yang ditularkan oleh vektor (lalat) yang berpotensi
timbulnya penyakit diare. Kondisi pencemaran ini berpotensi memacu penyakit
Pneumonia yang berawal dari gejala batuk pilek, dimana penyakit ini merupakan
pembunuh ke dua pada balita di Indonesia setelah Diare dengan proporsi Pneumonia
merupakan 15,5% penyebab kematian balita (Kemenkes RI, 2010).
6) Gambaran Perilaku Masyarakat Pesisir
Diperoleh bahwa 49,2% sering merokok dalam rumah, 87,5% sering mencuci tangan
sebelum makan, 59,6% sering melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk),
96,1% sering BAB di jamban dalam rumah, 66% tidak biasa meminum obat cacing
rutin tiap 6 bulan, 92,7% tidak biasa membiarkan anak balita BAB dalam rumah, serta
63% tidak biasa memakan kembali makanan yang sudah jatuh.

B. Gambaran Antenatal Care Dan Status Gizi Ibu Hamil


 Definisi Kehamilan
Kehamilan terjadi ketika sperma berhasil membuahi ovum yang telah matang,
kemudian hasil konsepsi tersebut akan bernidasi pada dinding depan atau belakang
uterus. Lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari
(40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).Bila lebih dari 43 minggu
disebut kehamilan postamur, sedangkan kehamilan antara 28 sampai 36 minggu
disebut premature (Kasdu, 2004).
Masa kehamilan merupakan periode yang sangat penting bagi pembentukan
kualitas sumber daya manusia dimasa yang akan datang, karena tumbuh kembang
anak akan sangat ditentukan oleh kondisi pada saat janin dalam kandungan.
Selanjutnya berat lahir yang normal menjadi titik awal yang baik bagi proses tumbuh
kembang pasca lahir, serta menjadi petunjuk bagi kualitas hidup selanjutnya, karena
berat lahir yang normal dapat menurunkan risiko menderita penyakit degeneratif pada
usia dewasa. Bayi dengan berat lahir yang rendah, di masa dewasanya akan
mempunyai risiko terkena penyakit jantung koroner, diabetes, stroke dan hipertensi
(Kasdu, 2004).
 Diagnosa Kehamilan
Menurut Marshall (2000), adapun diagnose kehamilan yaitu :
a. Dapat diraba kemudian dikenal bagian-bagian janin.
b. Dapat dicatat dan didengar bunyi jantung janin.
c. Dapat dirasakan gerakan janin.
 Umur Kehamilan.
Menurut Marshall (2000), ditinjau dari tuanya kehamilan maka kehamilan dibagi
dalam tiga bagian :
a. Kehamilan trimester pertama yaitu kehamilan antara 0 sampai 12 minggu.
Pada trimester pertama organ janin mulai dibentuk.
b. Kehamilan trimester kedua yaitu kehamilan antara 12 sampai 28 minggu.
Dalam trimester kedua ini organ telah terbentuk tapi belum sempurna.
c. Kehamilan trimester ketiga yaitu kehamilan 28-40 minggu. Janin yang
dilahirkan pada trimester ketiga adalah viable (dapat hidup).

Menurut Mochtar, (1998) faktor non-medis dan faktor medis yang dapat
mempengaruhi kehamilan adalah :
a. Faktor non medis antara lain :
Status gizi buruk, sosial ekonomi yang rendah, kemiskinan, ketidaktahuan,
adat, tradisi, kepercayaan, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk
memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitator dan sarana kesehatan yang
serba kekurangan merupakan faktor non medis yang banyak terjadi terutama
dinegara-negara berkembang yang berdasarkan penelitian ternyata sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
b. Faktor medis antara lain :
Penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan plasenta,
gangguan tali pusat, komplikasi persalinan.

 Pengertian Antenatal Care


Status kesehatan baik bayi dan ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
berat badan dan tinggi badan ibu sebelum kehamilan, statusnya gizi dan kesehatan
sebelum dan selama kehamilan, perawatan antenatal dan konseling (Tayie, 2008)
Angka kematian bayi telah menunjukkan penurunan yang stabil dalam beberapa
tahun terakhir tetapi gradien sosial ekonomi ditandai berlanjut. Perawatan antenatal
umumnya dianggap metode yang efektif untuk meningkatkan hasil kehamilan, tetapi
efektivitas spesifik program perawatan antenatal sebagai sarana untuk mengurangi
kematian bayi dalam kelompok 28 sosioekonomi kurang beruntung dan rentan
perempuan belum dievaluasi secara mendalam (Hollowell, 2011).
Antenatal Care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Wiknjosastro, 2002).
Perawatan antenatal yang tepat merupakan salah satu pilar dari Inisiatif Safe
Motherhood, upaya seluruh dunia diluncurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) dan lembaga berkolaborasi lainnya pada tahun 1987 bertujuan untuk
mengurangi jumlah kematian yang terkait dengan kehamilan dan kelahiran. Ini
menyoroti perawatan antenatal ibu sebagai unsur penting dalam kesehatan ibu
sebagai perawatan yang tepat akan mengakibatkan hasil kehamilan yang sukses dan
bayi yang sehat (Rosliza, 2011).
1) Tujuan Antenatal Care
Menurut Depkes RI (2004) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk menjaga
agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan
baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.
Menurut Manuaba (2005) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah menyiapkan
seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan,
persalinan dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.
2) Standar Pelayanan Antenatal Care
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
5. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi Tetanus Toksoid (TT).
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8. Test laboratorium (rutin dan khusus)
9. Temu wicara (konseling)
10. Tata laksana kasus
3) Kunjungan Antenatal Care
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), kunjungan ibu hamil adalah
kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan.
Istilah kunjungan disini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi
ibu hamil di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara
berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti :
a) Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1)
Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan
kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.
b) Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4)
Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal
sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa kehamilan
dengan distribusi kontak sebagai berikut :
a) Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12
minggu
b) Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13-24 minggu
c) Minimal 2 kali pada trimester III, (K3-K4), usia kehamilan > 24
minggu.

C. Tinjauan Umum tentang Status Gizi


Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan inividu atau kelompokkelompok
yang ditentukan oleh derajat fisik akan energy dan zat zat gizi lainnya yang diperoleh
dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya data diukur secara antropometri
(Almatsier 2004).
Menurut Soetjaningsih (2001) dalam Supariasa (2001), status gizi ibu hamil
sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan. Apabila status gizi ibu
buruk, baik sebelum hamil maupun selama masa kehamilan akan menyebabkan berat
badan lahir rendah (BBLR). Disamping itu akan mengakibatkan pertumbuhan otak
terganggu, anemia pada bayi baru lahir, mudah terinfeksi, abortus. Kondisi anak yang
lahir dari ibu yang kekurangan gizi dan hidup dalam lingkungan gizi dan mudah
terkena penyakit infeksi.
1) Penilaian Status Gizi
Pada saat hamil, menurut Supariasa (2001) status gizi seseorang penting
diperhatikan mengingat pengaruhnya terhadap kesehatan saat hamil 34 dan
terhadap tumbuh kembang janin. Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari tiga hal
yaitu :
a. Berat badan
Untuk melihat status gizi dari berat pada saat hamil dengan melihat
pertambahannya setiap bulan.Idealnya memang bila pertambahan itu
disesuaikan dengan berat bdan ibu sebelum hamil, apakah termasuk kurus,
normal, atau kegemukan.Namun yang penting ibu hamil harus menunjukkan
peningkatan berat badan.

b. Ukuran LILA
Status gizi ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur ukuran lingkar
lengan atass, bila kurang dari 23,5 cm maka ibu hamil tersebut termasuk KEK,
ini berarti sudah mengalami keadaan kurang gizi dalam jangka waktu yang
telah lama
c. Penilaian Konsumsi Makanan.
Penilaian konsumsi makanan digunakan untuk menentukan jumlah dan
sumber zat gizi yang dimakan.Hal ini dapat membantu menunjukkan zat gizi
yang tersedia atau yang dikonsumsi cukup atau kurang.Penilaian konsumsi
makanan dapat dilakukan dengan survey yang bertujuan baik secara kualitatif
maupun kuantitif.
Status gizi adalah suatu keadaan gizi ibu hamil yang dapat ditentukan
berdasarkan suatu standar. :
 Kekurangan Energi Kronik (KEK)
Banyak penelitian dan intervensi di negara-negara berpenghasilan
bertujuan untuk memastikan status gizi optimal dan kesehatan pada ibu
hamil dan bayi yang akan dilahirkan. Namun salah satu faktor penting
dalam mencapai status gizi optimalpada ibu hamil adalah memadainya
asupan selama kehamilan (Morse, 1975).Pada tahap kehamilan seorang ibu
hamil membutuhkan makanan dengan kandungan zat gizi yang berbeda
dan disesuaikan dengan kondisi tubuh dan perkembangan janin (Surasih,
2006).
Ibu hamil berhubungan dengan proses pertumbuhan, yaitu
pertumbuhan janin yang dikandung dengan pertumbuhan organ tubuh
sebagi pelindung proses kehamilan. Untuk mendukung berbagai proses
pertumbuhan tersebut, maka kebutuhan makanan sumber energy
meningkat. Apabila kebutuhan kalori yang meningkat tersebut, tidak dapat
dipenuhi melalui konsumsi makanan oleh ibu hamil, maka akan terjadi
Kurang Energi Kronik (KEK) (Lubis, 2003).

 Anemia
Anemia adalah merupakan suatu keadaan kadar Hemoglobin (Hb)
didalam darah lebih rendah dari normalnya dan merupakan manifestasi
akhir dari kekurangan zat besi yang sebelumnya didahului oleh deplesi
persediaannya. Semakin berat kekurangan zat besi yang terjadi akan
semakin berat pula anemia yang diderita. Rendahnya kadar Hb itu dapat
dilihat apabila bagian dalam kelopak mata terlihat berwarna pucat. Anemia
bisa juga berarti suatu kondisi ketika terdapat defisiensi ukuran atau jumlah
eritrosit atau kandungan Hemoglobin. Ketidakcukupan zat besi dapat
diakibatkan oleh berkurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan
zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi atau
kehilangan darah yang kronis. Bila semua hal tersebut berlangsung lama,
maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia (Citra Kesumasari
(2000) dalam Triwidyastuti(2011)

Masalah Gizi Yang Timbul Pada Ibu Hamil dan Menyusui di Wilayah Pesisir
Kebutuhan gizi ibu hamil meningkat seiring dengan bertambahnya umur kehamilan.
Pemenuhan peningkatan asupan gizi ibu hamil berperan penting terhadap kesehatan ibu
dan janin. Pertumbuhan dan perkembangan janin memerlukan asupan energi dan protein
yang cukup (Arkkola, 2009).
Asupan gizi yang rendah pada ibu hamil dapat mengakibatkan bayi lahir dengan
berat yang rendah. Proses reproduksi yang sehat memerlukan pemenuhan kebutuhan
energi, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan serat.
Masalah gizi kurang akan timbul apabila dalam jangka waktu lama asupan zat gizi
sehari-hari lebih rendah dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan (Kemenkes RI,
2014; Pritasari dkk, 2017). Pada sebuah penelitian ibu hamil di Kota Manado memiliki
pola makan yang rendah karbohidrat, cukup protein dan tinggi lemak (Narasiang dkk,
2016).
Pada masyarakat pesisir akar permasalahan dari gizi buruk itu sendiri adalah
Kemiskinan dan Kurangnya pendidikan, serta ketersediaan pangan yang kurang
memadai. Penyebab utama dari gizi buruk tersebut karena konsumsi zat gizi yang kurang
atau dalam kata lain makanan yang dimakan itu tidak memiliki nutrisi yang cukup untuk
tubuh serta infeksi penyakit akibat kesehatan lingkungan yang tidak sehat. Pada
umumnya gizi buruk masyarakat pesisir terjadi sejak lahir diakibatkan karena
kurangnnya pemberian asi serta kondisi tempat tinggal yang tak sehat pada saat
mengandung . akibat dari kondisi tersebut anak mengalami gizi buruk marasmus yang
ditandai dengan tubuh tampak kurus, cengeng atau rewel perut cekung serta kulit keriput
(tulang terbungkus kulit).
hubungan antara pengetahuan mengenai gizi dengan KEK pada ibu hamil diperoleh
bahwa ibu hamil yang memiliki pengetahuan kurang (46,7%) mengalami KEK,
Sedangkan ibu hamil yang memiliki pengetahuan baik sebanyak (6,7%) mengalami KEK
dalam kehamilan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmaniar dkk bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian KEK pada ibu
hamil di Tampa Padang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.5 Demikian juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Retnaningsih (2002) menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil tentang gizi dengan status gizi ibu hamil
trimester III di Puskesmas Colomadu II Karanganyar.20
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk perilaku
setiap individu, termasuk perilaku kesehatan individu tersebut. Perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan bertahan lama dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan.
Pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola
konsumsi pangan. Semakin luas pengetahuan ibu hamil mengenai gizi dan kesehatan,
maka semakin beragam pula jenis makanan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi
kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan ibu hamil.
Pengetahuan juga berkaitan dengan tingkat pendidikan ibu hamil. Kemampuan ibu
hamil dalam menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan meningkatnya
pendidikan ibu hamil, Selain itu peningkatan pengetahuan juga dipengaruhi oleh umur
responden. Penelitian Astuti HP (2011) menunjukkan ada hubungan secara signifikan
antara umur ibu dengan tingkat pengetahuan.
D. Keluarga Berencana (KB) Masyarakat Wilayah Pesisir

Menurut Sari (2016: 26) Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini
dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan. Secara umum,
menurut cara pelaksanaannya kontrasepsi dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: (a) Cara
temporer (spacing), yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun sebelum
menjadi hamil lagi, (b) Cara permanen (kontrasepsi mantap), yaitu mengakhiri
kesuburan dengan cara mencegah kehamilan secara permanen. Metode kontrasepsi
terbagi menjadi tiga macam yaitu Kontrasepsi dengan metode alami, Kontrasepsi dengan
metode perlindungan (Barrier) dan Kontrasepsi Mantap.
Irianto (2014: 5) mengemukakan pengertian umum keluarga berencana dapat
diuraikan bahwa keluarga berencana ialah suatu yang mengatur banyaknya jumlah
kelahiran, sedemikian rupa sehingga bagi ibu maupun bayinya dan bagi ayah serta
keluarganya atau masyarakat yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian,
sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut. Irianto (2014: 7) menyatakan Keluaraga
berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk
menyeimbangkan antara bangsa diharapkan menerima dan jumlah penduduk.
Program keluarga berencana oleh pemerintah adalah agar keluarga sebagai unit
terkecil kehidupan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) yang
berorientasi pada tahun 70 an dan masyarakat dunia menganggap berhasil menurunkan
angka kelahiran yang bermakna. Perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang
bisa dilakukan dengan penggunaan alat – alat kontrasepsi atau penanggulangan IUD, dan
sebagainya. Menurut Anggraini (2012: 47) keluarga berencana (Family Planing,
Planned Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan
jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
Sedangkan, menurut Undang – Undang Nomor 10 tahun 1992 keluarga berencana
adalah upaya peningkatan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil
yang bahagia sejahtera. Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu
atau pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan atau
mengatur interval diantara kehamilan (Nainggilan, 2013: 394). Keluarga berencana
menurut Mubarak dan Chayatin (2009:255) adalah suatu cara untuk mengatur interval di
antara kehamilan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan
dengan usia suami istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa program keluarga berencana merupakan usaha untuk
mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan agar mencapai tujuan program KB,
keluarga dengan anak ideal, keluarga sehat, keluarga berpendidikan, keluarga sejahtera,
keluarga berketahanan, keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya, dan penduduk
tumbuh seimbang (PTS).
Menurut Irianto (2014: 6) mengemukakan tujuan keluarga berencana oleh
pemerintah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima
Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada
pertumbuhan yang seimbang. Adapun tujuan umum keluarga berencana menurut Irianto
(2014: 6) adalah meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan
norma keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat
yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya
pertambahan penduduk. Tujuan utama keluarga berencana adalah mengatur tingkat
kelahiran. Hal ini sebagai upaya untuk mengatur laju pertumbuhan penduduk. Laju
pertumbuhan penduduk akan selalu meningkat jika tidak ada cara atau pencegahan untuk
mengatasinya. Oleh karena itu, pemerintah melalui program KB untuk mengatasi
masalah kependudukan. Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi
perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas,
menurunkan tingkat/angka kematian ibu bayi, dan anak serta penanggulangan masalah
kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas.
Tujuan umum KB menurut Kurniawan (2014: 5) adalah membentuk keluarga kecil
sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran
anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tujuan program KB menurut Anggraini dan Martini (2012:48),
adalah meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, dan peningkatan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

Menurut Satria dalam Ikhsani (2011: 13) masyarakat pesisir adalah sekumpulan
masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan
memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada
pemanfaatan sumber daya pesisir. Tentu masyarakat pesisir tidak saja nelayan,
melainkan juga pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan pedagang ikan. Menurut
Dahuri (2012: 277 – 278) wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan
dan lautan yang apa bila ditinjau dari garis pantai (coastline) suatu wilayah pesisir
(pantai) memiliki dua macam batas (boandaries), yaitu batas yang sejajar dengan garis
pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus (terhadap garis pantai). Secara sosiologis,
karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris karena
perbedaan karakteristik sumber daya yang dihadapi. Masyarakat agraris yang
direpresentasi oleh kaum tani menghadapi sumber daya yang terkontrol, yakni
pengelolaan lahan untuk produksi suatu komoditas dengan hasil yang relatif bisa di
prediksi.

 Penggunaan Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana (ALKON KB) Pada


Masyarakat Pesisir
Program Keluarga Berencana (KB) yang diselenggarakan oleh pemerintah yang
dirancang agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk ber-KB. Pemerintah
menyediakan program lalu peserta KB atau masyarakar pasangan usia subur dapat
memilih memakai program KB apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka
butuhkan.
Menurut Sudjana (2007: 82) menyatakan bahwa kebutuhan program dapat
diidentifikasi dari berbagai sumber yaitu dari calon peserta pelayanan, organisasi tempat
calon peserta pelayanan bertugas atau bekerja, masyarakat yang menjadi layanan
kegiatan calon peserta pelayanan, dan pihak-pihak terkait. Salah satu program yang
dilaksanakan pemerintah adalah program keluarga berencana. Menurut Undang-Undang
Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga pada pasal 1 disebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi,
perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
yang berkualitas. Berdasarkan hasil penelitian pada mayoritas pasangan usia subur di
Desa Klidang Lor menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek yaitu metode suntik
dan metode kondom.
Kontrasepsi suntik dan pil banyak dipilih oleh ibu-ibu di Indonesia. Kedua jenis
kontrasepsi tersebut banyak digunakan karena cara pemakaiannya yang praktis dan
harganya dianggap murah. Namun pil dan suntik sebagai salah satu jenis alat kontrasepsi
hormonal memiliki efek samping yaitu amenorhoe, mual, pusing, muntah, spoting,
perdarahan pervaginam, dan perubahan berat badan. Tingkat toleransi terhadap
pengguna alat kontrasepsi juga akan mempengaruhi keberlanjutan penggunaan
kontrasepsi di masa mendatang. Selain itu, pil dan suntik membutuhkan pelayanan
kontrasepsi secara rutin dan tidak boleh terputus. Oleh karena itu, berbagai penelitian
lebih menyarankan penggunaan Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) karena
lebih efektif, efisien dan periode layanan yang dibutuhkan bisa lebih panjang.

 Faktor Pendukung dan Penghambat Penggunaan Alat Kontrasepsi Keluarga


Berencana (ALKON KB) Pada Masyarakat Pesisir
Berdasarkan data penelitian diperoleh faktor pendukung PUS berpartisipasi dalam
program KB diantaranya faktor ekonomi, kemauan atau motivasi, kesempatan,
lingkungan. Selain itu, ditemukan faktor-faktor penghambat yaitu dari pihak penyedia
layanan dan rasa takut yang ada dalam diri PUS ketika ingin KB untuk meringankan
beban kebutuhan yang ada dikeluarganya dengan mengurangi angka kelahiran anak.
Beberapa subyek menyebutkan bahwa menghidupi anak sehari-hari merupakan hal yang
ringan tetapi kebutuhan lain seperti menyekolahkan anak itu berat. Menurut subjek biaya
pendidikan yang tinggi membuatnya memilih mengikuti dalam program KB.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai persepsi PUS tentang keluarga berencana


(KB) di Wilayah Pesisir Pantai Kecamatan Pariaman Utara Kota Pariaman, Persepsi PUS
tentang KB diperoleh bahwa dari empat variabel yang diuji keberbedaannya yaitu tingkat
pendidikan, umur, pekerjaan dan pendapatan, hanya berdasarkan tingkat pendidikan
yang berbeda secara signifikan persepsi PUS tentang KB. Artinya tingkat pendidikan
mempengaruhi persepsi PUS tentang KB, makin tinggi tingkat pendidikan makin positif
persepsinya tentang KB.
Di Indonesia, tingkat melahirkan anak usia dini tetap tinggi, terutama di antara etnis
dan kasta minoritas dan perempuan dari latar belakang sosial. Analisis data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa perempuan pedesaan
dan mereka yang berasal dari rumah tangga miskin lebih mungkin untuk melahirkan
sebelum usia 18 tahun. Banyak teori yang menjelaskan bahwa fertilitas dipengaruhi oleh
faktor langsung dan tidak langsung. Davis dan Blake (1956) menjelaskan faktor
langsung yang penting dalam proses reproduksi dan disebut sebagai intermediate
variabel of fertility, yaitu variabel intercourse, variabel konsepsi, dan variabel gestasi.
Selanjutnya yang oleh Bonggaarts (1978) disebut sebagai proximate variable of fertility.
Sementara itu, teori yang dikembangkan oleh Freedman (1975) mengkaji faktor yang
mempengaruhi fertilitas dari berbagai aspek kehidupan antara lain: faktor sosial,
ekonomi, demografi, program dan norma tentang besar keluarga serta norma tentang
intermediate variable. Sedangkan Leibenstein (1974) juga mengemukakan teori fertilitas
diakitkan dengan sudut pandang ekonomi.
Berdasarkan demografis, Indonesia merupakan negara yang terluas di Asia
Tenggara dengan total luas wilayah sebesar 2.265.405,71 km2 yang terdiri dari luas
daratan 1.910.931,32, km2 dan luas lautan sebesar 3.544.743,9 km2. Total luas lautan
adalah 64,76 persen dari total luas wilayah Indonesia. Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke,
terdiri dari berbagai kelompok suku bangsa dan etnis yang menyebar diberbagai pulau-
pulau. Kondisi demografis selain mempengaruhi fertilitas, juga mempengaruhi
bagaimana masyarakat untuk mengakses fasilitas dan layanan khususnya kesehatan
reproduksi. Kemudahan dalam mendapatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan sangatlah
dibutuhkan sehingga mampu mewujudkan kualitas kehidupan masyarakat yang sehat dan
sejahtera.
Diantara berbagai macam etnis atau suku di Indonesia terdapat beberapa suku
terasing yang salah satu diantaranya adalah suku yang hidup di laut. Suku yang hidup di
laut memiliki ciri-ciri yang khusus seperti melakukan aktivitas sehari-hari di atas perahu
dan mengembara di sepanjang perairan. Dalam suatu kelompok suku yang hidup di laut,
bisa saja terdiri atas berbagai macam etnis. Mereka bisa saja membawa kebiasaan dan
perilaku sosial budaya etnis mereka dalam kelompok suku yang hidup di laut tersebut,
termasuk perilaku repoduksi. Seperti yang dikatakan oleh Khanna et al., bahwa etnis
merupakan faktor yang signifikan berpengaruh terhadap fertilitas, bahkan lebih penting
dibandingkan dengan pengaruh faktor lain seperti tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan
penghasilan rumah tangga.
Pemerintah melalui BKKBN telah melakukan berbagai program dan
penanggulangan permaslahan kependudukan dan pembangunan keluarga. Namun upaya
yang sudah dilakukan belum dapat secara maksimal menurunkan tingkat fertilitas dan
belum mencapai target program nasional yaitu 2.1 anak per wanita. Di antara kelompok
sosial di Indonesia, suku adalah kelompok yang paling terpinggirkan secara sosial
ekonomi dengan tingkat melek huruf yang rendah dan kondisi ekonomi yang buruk dan
akses yang rendah ke layanan kesehatan .
BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan

 Wilayah pesisir yang merupakan wilayah yang secara administratif jauh pusat kota
memungkinkan terjadinya masalah kesehatan disebabkan oleh akses dan sarana
prasarana tidak memadai karena kondisi geografis yang terdiri dari gugusan pulau yang
dipisahkan oleh laut.

 Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat akan memunculkan serangkaian dampak yang


berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia. Generasi yang tidak ketercukupan
gizi tentu akan memiliki kondisi fisik dan psikis yang kurang bila dibandingkan dengan
generasi yang terpenuhi gizinya,khususnya masyarakat di pesisir.

 Pada masyarakat pesisir akar permasalahan dari gizi buruk itu sendiri adalah Kemiskinan
dan Kurangnya pendidikan, serta ketersediaan pangan yang kurang memadai. Penyebab
utama dari gizi buruk tersebut karena konsumsi zat gizi yang kurang atau dalam kata lain
makanan yang dimakan itu tidak memiliki nutrisi yang cukup untuk tubuh serta infeksi
penyakit akibat kesehatan lingkungan yang tidak sehat. Pada umumnya gizi buruk
masyarakat pesisir terjadi sejak lahir diakibatkan karena kurangnnya pemberian ASI
serta kondisi tempat tinggal yang tak sehat pada saat mengandung.

 Tujuan umum keluarga berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam
rangka mewujudkan norma keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus
menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.

 Berdasarkan data penelitian diperoleh faktor pendukung PUS berpartisipasi dalam


program KB diantaranya faktor ekonomi, kemauan atau motivasi, kesempatan,
lingkungan. Selain itu, ditemukan faktor-faktor penghambat yaitu dari pihak penyedia
layanan dan rasa takut yang ada dalam diri PUS ketika ingin KB untuk meringankan
beban kebutuhan yang ada dikeluarganya dengan mengurangi angka kelahiran anak.

B. Saran
Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga dibutuhkan masukan dari
pembaca untuk perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Suci Nanda Resti,dkk (2019). Analisis Unmet Need Kb Pada Wanita Pasangan Usia Subur
(PUS) Di Wilayah Pesisir Pantai Desa Bagan Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019. Midwifery Journal | Kebidanan. ISSN 2503-
4340 | FIK UM Mataram.
Widyaningtyas,dkk (2021). Penggunaan Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana Pada
Masyarakat Pesisir Di Desa Klidang Lor Kabupaten Batang. Lifelong Education
Journal. ISSN e 2776-785X.
Maisyaqinah, dkk (2019). Persepsi Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga
Berencana (KB) Di Wilayah Pesisir Pantai Kecamatan Pariaman Utara Kota
Pariaman. Jurnal Buana. E-ISSN : 2615 – 2630 Vol-3 No-1 2019.
Wahyu Utomo,dkk (2020). Menguak Kebutuhan Kontrasepsi Masyarakat Suku Laut: Suatu
Perjuangan Memperoleh Kesetaraan Layanan Hak Reproduksi. Prosiding Forum
Ilmiah Tahunan IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia). E-ISSN :
2774-3217.
Muchamad Taufik,dkk (2015). Persepsi Masyarakat Tentang KB Pria Di Kabupaten Demak
(Studi Pada Masyarakat Pesisir Dan Masyarakat Kota Di Kabupaten Demak).
Jurnal Kesehatan Masyarakat. ISSN 1693-3443.

Anda mungkin juga menyukai